Upload
tranliem
View
222
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kerajinan Akar Wangi di Kecamatan Samarang
Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat
kesuburan tanah yang sangat baik. Kabupaten Garut sangan cocok untuk ditanami
berbagai jenis tanaman, baik komoditi pertanian, perkebunan, maupun kehutanan.
Salah satu komoditi pertanian yang cocok ditanam di Kabupaten Garut adalah
akar wangi. Tanaman akar wangi dikenal dengan beberapa nama di Indonesia,
seperti : useur (Gayo), urek usa (Minangkabau), hapias (Batak), narwastu atau
usar (Sunda), larasetu (Jawa), karabistu (Madura), nausina fuik (Roti), tahele
(Gorontalo), akadu (Buol), sere ambong (Bugis), babuwamendi (Halmahera),
garamakusu batawi (Ternate), baramakusu butai (Tidore).7
Rumput Akar Wangi (Vetiveria zizanioides) adalah sejenis rumput yang
berasal dari India. Tumbuhan ini dapat tumbuh sepanjang tahun, dan dikenal
orang sejak lama sebagai sumber wangi-wangian. Bagian yang dimanfaatkan
adalah akarnya, sebagai bahan minyak dan kerajinan. Di Kecamatan Samarang
Kabupaten Garut, yang merupakan sentra terbesar, sudah dilakukan
pengembangan akar wangi untuk menjadi minyak dan kerajinan (handycraft),
termasuk limbahnya sebagai bahan kerajinan. Area tanam akar wangi di
Kecamatan Samarang sekitar 600 hektar, 5%-nya dimanfaatkan sebagai bahan
7 Diakses dari ditjenbun.deptan.go.id/budtansim/images/pdf/akar%20wangi.pdf [15/02/2012]
16
dasar untuk kerajinan. Area tanam akar wangi tersebar di 4 desa, yaitu Sukakarya,
Tanjung Karya, Cisarua dan Parakan.8
Pada tanaman akar wangi terdapat bagian-bagian yang bisa dimanfaatkan
untuk berbagai macam kebutuhan. Berikut ini adalah pohon industri akar wangi.
Sumber: http://binaukm.com/2010/04/pohon-industri-minyak-atsiri/ [15/02/ 2012]
Gambar 2. Pohon Industri Akar Wangi
Pengolahan akar wangi menjadi minyak (penyulingan) terdapat di dua
desa yaitu Sukakarya dan Tanjung Karya. Sedangkan produk kerajinan yang
berasal dari akar wangi dihasilkan oleh dua desa yaitu Sukakarya dan
Sukalaksana. Khusus produk kerajinan akar wangi masih relatif baru di kecamatan
Samarang (2009). Inisiasi awal diarahkan dengan mendorong Koperasi Warga
Desa (Kowades) Binalaksana (Desa Sukalaksana) dan Kowades Karya Mandiri
8Diakses dari http://www.pupuk-
bandung.org/index.php?option=com_content&view=article&id=79:akar-wangi-
handicraft&catid=43:pengembangan-ekonomi-kabupaten-garut&Itemid=131 [20/02/2012]
17
(Desa Sukakarya) untuk memunculkan produk kerajinan berbasis komunitas yang
sesuai dengan potensi sumber daya lokal.9
Saat ini jumlah pengrajin di dua desa tersebut sekitar 15 orang yang terdiri
dari pelukis, penenun dan penjahit. Terdapat dua merk lokal untuk kerajinan yaitu
Hebat Craft dan Pulus Wangi Nusantara, dengan karakteristik lokal namun dapat
diserap secara global, serta ramah lingkungan (eco-friendly craft). Inisiasi
pemberdayaan ekonomi tersebut diarahkan untuk meningkatkan daya saing
(competitiveness) produk, UMKM serta daerahnya dengan beberapa pendekatan
yang sinergi, kolaboratif multi-stakeholder dengan platform Klaster Industri,
perkuatan Value Chain Development, dan Gerakan OVOP (One Village One
Product).10
Program Pengembangan Ekonomi Lokal (Local Economic Development)
ini dikawal melalui prakarsa Chevron Geothermal Ltd, Kabupaten Garut dalam
Program CSR (Corporate Social Responsibility) berkolaborasi dengan NGO
PUPUK (Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil) Bandung. Selain itu
beberapa stakeholder termasuk pemerintah juga terlibat dalam implementasinya.
2.1.2 Corporate Social Responsibility (CSR)
2.1.2.1 Evolusi Teori Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR diterapkan kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam
konteks ekonomi global, nasional, maupun global. Komitmen dan aktivitas CSR
pada intinya merujuk pada aspek-aspek perilaku perusahaan (firm’s behaviour),
9 Idem 10 Idem
18
termasuk dua kebijakan dan program perusahaan yang menyangkut dua elemen
kunci, yaitu :
1. Good corporate governance: etika bisnis, manajemen sumber daya manusia,
jaminan sosial bagi pegawai, serta kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Good corporate responsibility: pelestarian lingkungan, pengembangan
masyarakat (community development), perlindungan hak asasi manusia,
perlindungan konsumen, relasi dengan pemasok, dan penghormatan terhadap
hak-hak pemangku kepentingan lainnya.
Dengan demikian, perilaku atau cara perusahaan memperhatikan dan
melibatkan shareholder, pekerja, pelanggan, pemasok, pemerintah, LSM, lembaga
internasional dan stakeholder lainnya. Merupakan konsep utama CSR. Kepatuhan
perusahaan terhadap hukum dan peraturan-peraturan yang menyangkut aspek
ekonomi, lingkungan dan sosial bisa dijadikan indikator atau perangkat formal.
Dalam mengukur kinerja CSR suatu perusahaan. Namun, CSR seringkali
dimaknai sebagai komitmen dan kegiatan-kegiatansektor swasta yang lebih dari
sekedar kepatuhan terhadap hukum.
Pandangan bahwa dunia bisnis memiliki tanggung jawab yang lebih dari
sekedar meningkatkan kemakmuran ekonomi semata bukanlah sesuatu yang baru.
Sepanjang catatan sejarah, peranan organisasi-organisasi yang memproduksi
barang dan jasa bagi pasar perlu dikaitkan dengan aspek sosial, politik, dan
bahkan militer.
Dekade 1950an, menurut Lee, teori-teori CSR yang muncul di tahun
1950an, telah mengalami pergeseran. yang paling kentara adalah perubahan yang
19
terjadi di tahun 1990an. Dari tingkat analisis, dapat dinyatakan bahwa sifat
makrososial telah bergeser menjadi organisasional; orientasi teoretis yang tdinya
lebih bersifat etis dan kewajiban telah menjadi manajerial; orientasi etis yang
tadinya eksplisit telah menjadi implisit, dan hubungan antara kinerja CSR dan
kinerja keuangan yang tadinya terpisah atau tidak didiskusikan sama sekali
kemudian berubah menjadi hubungan yang erat. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat
pada tabel di bawah ini.11
Tabel 3. Evolusi Teori CSR
50s &60s 90s
Tingkat analisis Makro sosial Organisasional
Orientasi teoritis Etika/tanggung jawab Managerial
Orientasi etik Eksplisit Implisit
Hubungan antara CFP
dan CSR
Eksklusif Terkait erat
Sumber: Makalah “Sejarah dan Masa Depan CSR Menurut Min-Dong Paul Lee (Jalal,
Lingkar Studi CSR 2008) [3/02/2012].
Tahun 1950an hingga 1960an benar‐benar didominasi oleh pemikiran
Howard Bowen, sehingga tema besarnya adalah tanggung jawab sosial pebisnis
(atau social responsibilities of businessmen—yang menjadi judul buku Bowen
yang terbit 1953).12
Dekade 1970an ditandai dengan munculnya konsep yang hingga kini
masih sangat sering dikutip, yaitu enlightened self interest. Konsep ini dilahirkan
oleh Wallich dan McGowan (menulis artikel terakhir dalam bunga rampai A New
Rationale for Corporate Social Policy, 1970) yang berupaya menyediakan
rekonsiliasi antara tujuan sosial dan ekonomi perusahaan. Mereka dengan tegas
11 Dikutip dari Makalah “Sejarah dan Masa Depan CSR Menurut Min-Dong Paul Lee (Jalal,
Lingkar Studi CSR 2008) [3/02/2012]. 12 Idem
20
menyatakan bahwa CSR akan terus menjadi konsep asing apabila tidak berhasil
menunjukkan dirinya konsisten dengan kepentingan pemilik modal. Sejak itu,
terjadi perubahan radikal dari penelitian‐penelitian CSR yang tadinya lebih
bersifat normatif menjadi positif, terutama kaitan antara kinerja CSR dan kinerja
finansial perusahaan. Namun, karena penelitian‐penelitian tersebut masih sangat
muda dan mekanisme hubungan keduanya belum jelas benar, maka hubungannya
bisa dikatakan masih longgar.13
Dekade 1980an ditandai dengan maraknya tema kinerja sosial perusahaan
(Corporate Social Performance/CSP). Penanda utamanya adalah artikel seminar
Archie Carroll, A Three‐dimensional Conceptual Model of Corporate
Performance (1979). Hal yang sangat penting dalam dekade ini adalah
berkembangnya keyakinan bahwa hubungan antara kinerja sosial perusahaan dan
kinerja finansial tidaklah bersifat trade off. Keduanya bisa berjalan seiring
menuju “total social responsibility of business” yang terdiri dari tanggung jawab
ekonomi, legal, etis, dan diskresionari. Setelah sepanjang satu dekade CSP
diperkenalkan dan diteliti lebih jauh, tampaknya hasilnya belum lagi memuaskan.
Kapasitas untuk mengukurnya, serta bagaimana menguji model CSP secara
empiris adalah dua titik paling lemah yang belum bisa diselesaikan.14
Dekade berikutnya, 1990an, ditandai dengan keruntuhan misteri terbesar
dalam manajemen: mengapa perusahaan‐perusahaan tertentu secara konsisten
berkinerja lebih baik dibandingkan yang lain. Jawabannya ada pada tema
manajemen strategik, yang di antaranya diusung oleh Peter Drucker. Salah satu
13 Idem 14 Idem
21
varian manajemen strategik adalah teori pemangku kepentingan yang
dipopularkan oleh Edward Freeman. Ia mempostulatkan bahwa semakin banyak
pamangku kepentingan yang dipuaskan oleh perusahaan, maka perusahaan
tersebut memiliki kemungkinan semakin besar untuk sukses. Postulat tersebut
sangat bermanfaat untuk perkembangan CSR selanjutnya, sehingga studi‐studi
CSR menjadi semakin bersifat positif dan manajerial. Aplikasi praktisnya juga
semakin didorong oleh tokoh‐tokoh seperti Philip Kotler, Michael Porter dan
Stuart Hart.15
2.1.2.2 Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)
Dari sisi etimologis Corporate Social Responsibility (CSR) kerap
diterjemahkan sebagai “tanggung jawab sosial perusahaan (TSP)”. dalam konteks
lain CSR kadang juga disebut sebagai “tanggung jawab sosial dunia usaha
(tansodus)”. Sebagai sebuah konsep yang makin popular, CSR ternyata belum
memiliki definisi yang tunggal, konsep ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu
keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap
aspek sosial serta lingkungan.
Definisi CSR menurut Draft 3 ISO 2600, adalah tanggung jawab sebuah
organisasi atas dampak dari keputusan dan kegiatan sebuah organisasi bagi
masyarakat dan lingkungannya, melalui perilaku transparan dan etis yang
konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Memperhatikan espektasi dari stakeholders-nya, sejalan dengan hukum yang
15 Idem
22
berlaku dan norma-norma sikap, dan juga terintegrasi kepada keseluruhan
organisasi.
Menurut Schermerhorn (1993) memberi definisi Tanggungjawab Sosial
Perusahaan sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan
cara-cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan
public eksternal. Secara konseptual, CSR adalah sebuah pendekatan dimana
dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis
mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan
(stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan (Nuryana, 2005).
Definisi CSR menurut World Business Council for Sustainable
Development adalah komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk
berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya
meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas
lokal dan masyarakat pada umumnya.
Versi lain tentang CSR menurut International Finance Corporation adalah
komitmen dunia bisnis untuk memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi
berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga mereka, komunitas
lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui cara-
cara yang baik bagi bisnis maupun pembangunan.
Sedangkan menurut Institutional of Charactered Accounting, England and
Wales menjelaskan jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu
memberi dampak positif bagi masyarakat dan sosial ke dalam nilai, budaya,
pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan yang dilakukan secara
23
transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan
berkembang.
Menurut European Comission mengatakan bahwa CSR adalah sebuah
konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan
lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya dengan para
pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan.
Adapun definisi CSR menurut Canadian Government adalah kegiatan
usaha yang mengintegrasikan ekonomi, lingkungan dan sosial ke dalam nilai,
budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan yang dilakukan
dengan secara transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat
yang sehat dan berkembang.
Definisi CSR menurut CSR Asia yaitu komitmen perusahaan untuk
beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial, dan
lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholder.
Menurut Oliver van Heel, iema.net (2004) menjelaskan bahwa CSR adalah
suatu pendekatan bisnis yang menciptakan nilai pemangku kepentingan dengan
merangkum semua peluang dan mengelola semua risiko yang dihasilkan dari
kegiatan pembangunan ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Sankat, Clement K (2004) memberikan definisi CSR adalah komitmen
usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk
peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan,
keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.
24
Versi lain tentang definisi CSR menurut Patir, Ziva (2002) adalah
bagaimana corporate besar berusaha memenuhi kebutuhan modal dari para
pemegang saham, sementara di pihak lain dalam waktu yang bersamaan
meningkatkan dampak positif pada masyarakat secara umum.
Secara lebih teoritis dan sistematis, konsep piramida Corporate Social
Responsibility (CSR) yang dikembangkan Archie B. Charol memberi justifikasi
logis mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan CSR bagi masyarakat
disekitarnya (Saidi dan Abidin, 2004). Sebuah perusahan tidak hanya memiliki
tanggung jawab ekonomis, melainkan pula tanggung jawab legal, etis dan
filantropis.
Sumber: http://serenadaluna.blogspot.com/2010/08/bab-1-profil-program-kemitraan-dan-
bina.html [26/02/2012]
Gambar 3. Piramida CSR, Archie B. Carrol
Penjelsan dari Archie B. Carrol mengenai gambar piramida CSR di atas
adalah sebagai beikut :
1. Economic Responsibility. Motif utama perusahaan adalah menghasilkan
laba.laba adalah fondasi perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai tambah
25
ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan dapat terus hidup (survive) dan
berkembang.
2. Legal Responsibility. Perusahaan harus taat hukum. Dalam proses mencari
laba, peruahaan tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang telah
ditetapkan pemerintah.
3. Ethical Responsibility. Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan
praktik bisnis yang baik, benar, adil dan fairi. Norma-norma masyarakat perlu
menjadi ujukan bagi perilaku organisasi perusahaan.
4. Philanthropis Responsibility. Selain perusahaan harus memperoleh laba, taat
hukum, dan berperilaku etis, perusahaan dituntut agar dapat member
kontribusi yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan semua. Para pemilik dan
pegawai yang bekerja di perusahaan memiliki tanggungjawab ganda, yakni
kepada perusahaan dan kepada publik yang kini dikenal dengan istilah
nonfiduciary responsibility.
2.1.2.3 Model Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut Saidi dan Abidin (2004) dalam Soeharto (2007), sedikitnya ada
empat model atau pola CSR yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di
Indonesia yaitu:
1. Keterlibatan langsung. Perusahaan menjalankan program CSR secara
langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan
sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini,
26
sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya seperti
corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari
tugas pejabat public relation.
2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan
yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini
merupakanadopsi dari model yang lazim diterapkan diperusahaan-perusahaan
di negara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau
dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan.
Beberapa yayasan yang didirikan perusahaan diantaranya adalah Yayasan
Coca Cola Company, Yayasan Rio Tinto (perusahaan pertambangan),
Yayasan Dharma Bhakti Astra, Yayasan Sahabat Aqua, GE Fund.
3. Bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui
kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah (NGO/LSM),
instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana
maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga
sosial/Ornop yang bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan CSR
antara lain adalah Palang Merah Indonesia (PMI), Yayasan Kesejahteraan
Anak Indonesia (YKAI), Dompet Dhuafa; instansi pemerintah (Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia/LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos); universitas (UI,
ITB, IPB); media massa (DKK Kompas, Kita Peduli Indosiar).
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut
mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang
didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya,
27
pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat
“hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang
dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif
mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian
mengembangkan program yang disepakati bersama.
Seperti diperlihatkan Tabel 4. dari keempat model atau model di atas,
model yang banyak dijalankan selama tahun 2001 adalah model ketiga, yakni
perusahaan bermitra dengan organisasi atau lembaga sosial atau lembaga lain
dengan dana yang teralokasi mencapai 79 miliar rupiah.
Tabel 4. CSR Berdasarkan Jumlah Kegiatan dan Dana
No Model Jumlah
(Kegiatan, %)
Jumlah Dana
(miliar rupiah, %)
1 Langsung 113 (40,5) 14,2 (12,2)
2 Yayasan Perusahaan 20 (7,2) 20,7 (18%)
3 Bermitra dengan Lembaga
Sosial
144 (51,6) 79,0 (68,5)
4 Konsorsium 2 (0,7) 1,5 (1,3)
Jumlah Total 279 115,3 Sumber : Saidi dan Abidin (2004) dimodifikasi dalam Suharto (2009)
2.1.2.4 Alasan Perusahaan Melakukan CSR
Dalam melakukan CSR, perusahaan memiliki alasan diantaranya adalah:
1. Alasan Sosial. Perusahaan melakukan program CSR untuk memenuhi
tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Sebagai pihak luar yang
beroperasi pada wilayah orang lain perusahaan harus memperhatikan
masyarakat sekitarnya. Perusahaan harus ikut serta menjaga kesejahteraan
ekonomi masyarakat dan juga menjaga lingkungan dari kerusakan yang
ditimbulkan.
28
2. Alasan Ekonomi. Motif perusahaan dalam melakukan CSR untuk menarik
simpati masyarakat dengan membangun image positif bagi perusahaan
yang tujuan akhirnya tetap pada peningkatan profit.
3. Alasan Hukum. Alasan hukum membuat perusahaan melakukan program
CSR hanya karena adanya peraturan pemerintah. CSR dilakukan
perusahaan karena ada tuntutan yang jika tidak dilakukan akan dikenai
sanksi atau denda dan bukan karena kesadaraan perusahan untuk ikut serta
menjaga lingkungan. Akibatnya banyak perusahaan yang melakukan CSR
sekedar ikut-ikutan atau untuk menghindari sanksi dari pemerintah. Hal ini
diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-undang PT No. 40 pasal 74
yang isinya mewajibkan pelaksanaan CSR bagi perusahaan-perusahaan
yang terkait terhadap SDA dan yang menghasilkan limbah.
Selain itu juga, alasan perusahaan melakukan CSR menurut Saidi dan
Abidin (2004) dalam Soeharto (2009), terdapat matriks yang menggambarkan
tahapan atau paradigma yang mendasari perusahaan untuk melakukan CSR di
Indonesia, yaitu :
1. Tahap pertama adalah corporate charity, yakni dorongan amal berdasarkan
motivasi keagamaan.
2. Tahap kedua adalah corporate philantrophy, yakni dorongan kemanusiaan
yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong
esama dan memperjuangkan pemerataan sosial.
3. Tahap ketiga adalah corporate citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi
mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan sosial.
29
Selain berbagai alasan di atas, perusahaan melakukan CSR didorong oleh
motivasi karitatif kemudian motivasi kemanusiaan dan akhirnya motivasi
kewarganegaraan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5. Motivasi CSR
Motivasi Tahapan Paradigma
Karitatif Filantropis Kewarganegaraan
Semangat/Prinsip Agama, tradisi,
adat
Norma, etika dan
hukum universal:
redistribusi kekayaan
Pencerahan diri dan
rekonsiliasi dengan
ketertiban sosial
Misi
Mengatasi masalah sesaat
Menolong sesame Mencari dan mengatasi akar
masalah;
memberikan kontribusi kepada
masyarakat
Pengelolaan Jangka pendek
dan parsial
Terencana,
terorganisasi, terprogram
Terinternalisasi
dalam kebijakan perusahaan
Pengorganisasian Kepanitiaan Yayasan/Dana Abadi Profesional:
keterlibatan tenaga-tenaga ahli di
bidangnya
Penerima Manfaat Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan
perusahaan
Kontribusi Hibah sosial Hibah pembangunan Hibah sosial maupun
pembangunan dan
keterlibatan sosial
Inspirasi Kewajiban Kemanusiaan Kepentingan bersama
Sumber : Dikembangkan dari Saidi dan Abidin (2004) dimodifikasi dalam Suharto (2009)
2.1.2.5 Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia
Di antara negara-negara di Asia, penetrasi aktivitas CSR di Indonesia
masih tergolong rendah. Pada tahun 2005 baru ada 27 perusahaan yang
memberikan laporan mengenai aktivitas CSR yang dilaksanakannya. Ikatan
Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen sejak tahun 2005
mengadakan Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA). Secara umum
30
ISRA bertujuan untuk mempromosikan laporan kegiatan sukarela (voluntary
reporting) CSR kepada perusahaan di Indonesia dengan memberikan penghargaan
kepada perusahaan yang membuat laporan terbaik mengenai aktivitas CSR.
Kategori penghargaan yang diberikan adalah Best Social and Environmental
Report Award, Best Social Reporting Award, Best Environmental Reporting
Award, dan Best Website.16
Pada Tahun 2006 kategori penghargaan ditambah menjadi Best
Sustainability Reports Award, Best Social and Environmental Report Award, Best
Social Reporting Award, Best Website, Impressive Sustainability Report Award,
Progressive Social Responsibility Award, dan Impressive Website Award. Pada
Tahun 2007 kategori diubah dengan menghilangkan kategori impressive dan
progressive dan menambah penghargaan khusus berupa Commendation for
Sustainability Reporting: First Time Sutainability Report. Sampai dengan ISRA
2007 perusahaan tambang, otomotif dan BUMN mendominasi keikutsertaan
dalam ISRA (csrjatim.org/2/data/sejarah-csr.pdf [18/022011]).
Perkembangan program CSR di Indonesia dimulai dari sejarah
perkembangan PKBL. Pembinaan usaha kecil oleh BUMN dilaksanakan sejak
terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang tata cara pembinaan
dan pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan
Perusahaan Perseroan (Persero). Pada saat itu, biaya pembinaan usaha kecil
dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dengan terbitnya keputusan Menteri
Keuangan No.:1232/KMK.013/1989 tanggal 11 Nopember 1989 tentang Pedoman
16 Diakses dari csrjatim.org/2/data/sejarah-csr.pdf [18/022011].
31
Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperas melalui Badan Usaha Milik
Negara, dana pembinaan disediakan dari penyisihan sebagian laba sebesar 1%-5%
dari laba setelah pajak. Nama program saat itu lebih dikenal dengan Program
Pegelkop.17
Pada Tahun 1994, nama program diubah menjadi Pembinaan Usaha Kecil
dan Koperasi (Program PUKK) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
No.:316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan
Usaha Keciln dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan
Usaha Milik Negara. Memperhatikan perkembangann ekonomi dan kebutuhan
masyarakat, pedoman pembinaan usaha kecil tersebut beberapa kali mengalami
penyesuaian, yaitu melalui Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
BUMN/Kepala Badan Pembina BUMN No.: Kep-216/M-PBUMN/1999 tanggal
28 September 1999 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN,
Keputusan Menteri BUMN No.: Kep-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003
tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina
Lingkungan, dan terakhir melalui Peraturan Menteri Negara BUMN No.: Per-
05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan
Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.18
2.1.2.6 Community Development Sebagai Implementasi CSR
Di Indonesia sendiri salah satu bentuk implementasi CSR adalah
Community Development (CD). Namun selama ini bantuan perusahaan dalam
17Idem. 18Idem.
32
konteks CSR masih berupa hibah sosial dan masih sedikit yang berupa hibah
pembangunan. Hibah sosial adalah bantuan kepada suatu organisasi nirlaba
kegiatan-kegiatan sosial, pendidikan atau kegiatan lain untuk kemaslahatan
masyarakat dengan hak pengelolaan sepenuhnya pada penerima, sedangkan hibah
pembangunan merupakan bantuan selektif kepada suatu community development.
Dalam hal ini, hibah sosial lebih bersifat sesaat sedangkan hibah pembangunan
lebih bersifat pengembangan atau pemberdayaan sehingga terdapat keberlanjutan
dan implementasinya. Oleh karena itu, perlu ada transformasi dari hibah sosial ke
pembangunan.
Community Development sebagai salah satu bentuk dari corporate social
responsibility terhadap para stakeholder, yang diantaranya adalah masyarakat di
sekitar lokasi beroperasinya perusahaan. Bentuk-bentuk community development
yang dilakukan antara lain meningkatkan taraf hidup masyarakat dan
kesejahteraan masyarakat dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang terpadu
yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Selain itu juga, community development merupakan salah satu bentuk dari
corporate social responsibility yang paling penting dalam menjaga hubungan
dengan masyarakat sekitar untuk jangka waktu yang lama. Hal ini disebabkan
community development menyentuh semua aspek yang terkait dengan corporate
social responsibility, otomatis diantara perusahaan dan masyarakat harus saling
mengetahui dan memahami kepentingan masing-masing dalam rangka menjalin
kerjasama yang baik dan hal ini akan berpengaruh dalam menentukan strategic
palnning dari perusahaan ke depan., baik strategi dalam pengelolaan lingkungan
33
hidup, strategi dalam penyerapan tenaga kerja lokal maupun strategi dalam
menentukan para supplier lokal.
Sumber: Pekerjaan Sosial di Dunia Industri (Suharto, 2009)
Gambar 4. Hubungan Antara CSR dan Pengembangan Masyarakat
Dari Gambar 4 di atas dapat dilihat bahwa salah satu kegiatan CSR yang
dilakukan perusahaan berupa pemberdayaan. Kegiatan ini ditujukan untuk
program pengembangan masyarakat.
Kejelian sebuah perusahaan untuk menyikapi gejala sosial yang ada di
masyarakat tersebut akan mengurangi kesenjangan antara perusahaan dan
masyarakat. Selain itu, masyarakat tidak lagi menganggap perusahaan sebagai
elemen baru diantara mereka yang membuat mereka termarginalkan. Oleh karen
itu, melakukan rancangan awal tentang pola pengembangan community
development akan menguntungkan perusahaan dari segi keamanan dan
kesinambungan berusaha.
CSR
CSI (Corporate
Social
Investment)
Pemberian Perusahaan
Kedermawanan Sosial
Relaksi Kemasyarakatan
Perusahaan
Pengembangan
Masyarakat
Amal
Pemberdayaan
34
2.1.3 Konsep Agroindustri dan Agroindustrialisasi
Menurut Soekartawi (2000), agroindustri dapat diartikan dalam dua hal.
Pertama, agroindustri adalah indusrti yang berbahan baku utama dari produk
pertanian. Studi agroindustri pada konteks ini adalah menekankan pada food
processing management dalam suati perusahaan produk olahan yang berbahan
baku utamanya adalah produk pertanian. Menurut FAO (Soekartawi 2000) suatu
industri yang menggunakan bahan baku dari pertanian dengan jumlah minimal
20% dari jumlah bahan baku yang digunakan adalah disebut “agroindustri”. Arti
yang kedua adalah bahwa agroindustri diartikan sebagai suatu tahapan
pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan tersebut mencapai tahapan
pembangunan industri.
Sutalaksana (1993) mengemukakan bahwa agroindustri adalah suatu
kegiatan yang memanfaatkan produk primer hasil pertanian sebagai bahan
bakunya untuk diolah sedemikian rupa sehingga menjadi produk baru, baik yang
bersifat setengah jadi, maupun produk yang dapat segera dikonsumsi. Pengertian
serupa kemudian disempurnakan Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian (2002), yang memaknai agroindustri sebagai industri yang mengolah
komoditas pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara
(intermediate product) maupun produk akhir (finish product).
Agroindustri mempunyai dua pengertian, yaitu pertama, sebagai tahapan
pembangunan dan kedua sebagai salah satu subsistem agribisnis. Cakupan
agroindustri yang luas meliputi industri hulu yang memproduksi alat dan mesian
pertanian, baik dalam proses budidaya pertanan maupun pasca panen dan
35
pengolahan hasil pertanian menjadi barang setengah jadi atau barang yang siap
dikonsumsi. Untuk meningkatkan kinerja agroindustri maka diperlukan kebijakan
agroindustrialisasi, khususnya di daerah sentra produksi secara terencana dengan
baik sehingga akan memberikan manfaat dalam peningkatan nilai tambah,
penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pelaku yang
terlibat, khususnya petani (Noor, 2011).
Nilai tambah agroindustri, menurut Amanor-Boadu (2005) akan terbentuk
ketika terjadi perubahan dalam bentuk fisik atau bentuk produk pertanian atau
adopsi metode produksi atau proses penanganan yang bertujuan untuk
meningkatkan basis konsumen bagi produk tersebut serta mendapatkan porsi yang
lebih besar dari pengeluaran pembelanjaan konsumen yang tumbuh untuk
produsen. Berdasarkan definisi tersebut, Amanor-Boadu (2005) menyatakan
bahwa inisiatif nilai tambah pada suatu rantai nilai yang beda, terjadi sebagai
imbalan atas aktivitas yang dilakukan oleh pelaku usaha industri hilir pada suatu
rantai pasokan. Ukuran imbalan tersebut secara langsung dan proporsional
ditujukan untuk kepuasan konsumen. Imbalan tersebut berbentuk harga yang
tinggi, peningkatan pangsa pasar, dan atau peningkatan akses pasar. Dengan
demikian, hal tersebut akan meningkatkan keuntungan bagi pelaku usaha.
Wilkinson (1995) dalam Noor (2011), mendefinisikan agroindustrialisasi
sebagai perubahan yang mencakup tiga hal, yaitu :
1. Pertumbuhan dari perusahaan (pelaku) pengolah hasil pertanian, distribusi dan
input pertanian, suatu bentuk pengusahaan yang dapat disebut sebagai
“perusahaan agroindustri”.
36
2. Perubahan-perubahan kelembagaan dan keorganisasian dalam hubungannya
dengan perusahaan agroindustri dan pertanian melalui peningkatan koordinasi
vertikal.
3. Perubahan yang serentak di sektor pertanian, seperti perubahan dalam
komposisi produk, teknologi, serta pewilayahan dan struktur pasar.
Sementara Cook dan Chaddad (2005) mengemukakan bahwa
agroindustrialisasi yang dianalisis dalam bidang ekonomi pembangunan, secara
umum dipandang sebagai periode-periode dari perubahan-perubahan yang terus
menerus, dan ketidakteraturan ekonomi. Dengan demikian agroindustrialisasi
dipandang sebagai proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan agroindustri.
Menurut Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2002),
sebagai instansi yang berada di bawah naungan Kementrian Pertanian,
menjelaskan bahwa ada lima alasan bagi agroindustri untuk berperan sebagai
motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasioanal masa depan, yaitu :
1. Industri pengolahan mampu mentransformasikan keunggulan komparatif
menjadi keunggulan bersaing (kompetitif), yang pada akhirnya akan
memperkuat daya saing produk agribisnis Indonesia.
2. Produknya memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga
kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi prtumbuhan ekonomi nasional
secara keseluruhan.
3. Memiliki keterkaitan yang besar baikke hulu maupun ke hilir, sehingga
mampu menarik kemajuan sektor-sektor lainnya.
37
4. Memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) yang dapat
diperbaharui sehingga keberlangsungannya terjamin.
5. Memiliki kemampuan untuk mentransformasikan struktur ekonomi nasional
dari pertanian industri dengan agroindustri sebagai motor penggeraknya.
Susanto (2011) dalam Noor (2011) menyebutkan peranan agroindustri,
selain mampu menyerap tenaga kerja, juga memberikan dampakpada peningkatan
pendapatan masyarakat. Peranan ini diharapkan dapat memicu perkembangan
perekonomian daerah. Keberhasilan pengembangan agroindustri di perdesaan
tidak hanya ditentukan oleh potensi yang dimiliki oleh industri bersangkutan
(faktor internal) namun juga dipengaruhi oleh kondisi luar di sekitar kegiatan
tersebut (faktor eksternal).
Selanjutnya Susanto (2001) dalam Noor (2011) mengemukakan bahwa,
sebagai sektor yang diharapkan mampu meningkatkan perekonomian perdesaan,
maka pertumbuhan agroindustri di perdesaan perlu dilakukan dengan prinsip dasar
:
1. Memacu pertumbuhan kompetitif produk serta keunggulan komparatif
wilayah.
2. Memacu peningkatan sumber daya manusia dan agroindustri yang sesuai
dengan kondisi setempat.
3. Memperluas kawasan sentra-sentra komoditas unggulan yang nantinya akan
berfungsi sebagai pemasok bahan baku berkelanjutan.
4. Memacu pertumbuhan subsistem lainnya serta menghadirkan berbagai sarana
pendukung berkembangnya industri perdesaan.
38
Banyak contoh perusahaan agroindustri yang semulaberkembag pesat,
namun pada akhirnya tutup karena berbagai alasan, dari kesalahan manajemen,
kekurangan bahan baku, hingga kurangnya minat konsumen yang membeli
produk agroindustri tersebut (McGinity 1979 dalam Soekartawi 2005). Dalam
rangka pengembangannya di perdesaan, maka dukungan sektor penunjang, baik
sarana maupun prasarana diperdesaan, perlu ditingkatkan. Begitu pula dengan
keterpaduan rencana dan pelaksanaannya.
2.1.4 Arti Dampak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dampak berarti pengaruh kuat
yang mendatangkan akibat (baik akibat yang negatif maupun akibat yang positif).
Menurut Soemarwoto (2001) dampak adalah suatu prubahan yang terjadi sebagai
akibat suatu aktivitas. Aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik,
maupun biologi. Soemarwoto juga menambahkan bahwa manusia modern
terbentuk oleh lingkungan hidupnya. Manusia merupakan bagian tak terpisahkan
dari lingkungannya. Maksudnya disini petani termasuk ke dalam lingkungan yaitu
apabila lingkungan berubah (akibat adanya pemberdayaan).
Untuk dapat mengetahui suatu ndampak atau perubahan telah terjadi,
maka harus ada bahan pembanding sebagai acuan. Ada beberapa alasan acuan
yang dapat digunakan yaitu dengan menbandingkan keadaan sebelum dan sesudah
terjadi perubahan atau membandingkan keadaan di dalam dan di luar lingkungan
yang mengalami perubahan. Dalam penelitian ini, dampak akan diketahui dengan
39
cara yang kedua yaitu membandingkan keadaan di dalam dan di luar lingkungan
yang mengalami perubahan.
Menurut Soemarwoto (1990), di dalam AMDAL dijumpai dua jenis
batasan tentang dampak, yaitu :
1. Dampak pembangunan terhadap lingkungan ialah perbedaan antara kondisi
lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diprakirakan aka nada setelah
ada pembangunan.
2. Dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi
lingkungan yang diprakirakan akan ada tanpa adanya pembangunan dan yang
diprakirakan akan ada dengan adanya pembangunan tersebut.
Dalam penelitian mengenai dampak pelaksanaan dampak pelaksanaan
program corporate social responsibility (CSR) Chevron Geothermal Indonesia,
Ltd. pada program local economic development (LED) terhadap perkembangan
UKM agroindustri akarwangi menggunakan batasan dampak yang kedua. Dampak
pelaksanaan program corporate social responsibility (CSR) terhadap
perkembangan pelaku usaha agroindustri akar wangi dan pendapatan pelaku usaha
binaan.
2.1.5 Konsep Pendapatan dan RC Ratio
1. Pendapatan
Menurut Soekartawi (2000) pendapatan total diperoleh dari penerimaan
total dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi. Sedangkan total
penerimaan diperoleh dari produk fisik dikalikan dengan harga produk. Boediono
40
(2002), penerimaan adalah penerimaan produsen dari nilai outputnya. Menurut
Soekartawi (2000), penerimaan adalah suatu nilai produk total dalam jangka
waktu tertentu. Di dalam penerimaan penerimaan terdapat istilah pendapatan
kotor dan pendapatan bersih.
Pendapatan kotor adalah nilai semua output (produksi) yang dihasilkan
dari kegiatan produksi dikalikan dengan harga satu satuan produk, jika pendapatan
(penerimaan) dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama produksi
dinamakan pendapatan bersih. Jadi, yang dimaksud dengan pendapatan bersih
adalah selisih antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan
selama proses produksi yang berlangsung.
2. Biaya
Menurut Sukirno (2005) biaya produksi adalah semua pengeluaran yang
dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-
bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang
diproduksikan perusahaan tersebut. Biaya produksi tersebut dapat diartikan
sebagai uang, barang atau jasa yang dipakai dalam rangka menghasilkan suatu
produk.
Menurut Sukirno (2005), biaya produksi dibagi menjadi dua jenis biaya
yaitu:
1. Biaya tetap merupakan biaya dengan jumlah totalnya tetap dalam kisaran
volume kegiatan tertentu, yang termasuk biaya tetap adalah pajak dan biaya
penyusutan alat.
41
2. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding
dengan volume kegiatan. Misalnya biaya bahan baku, biaya bahan bakar,
biaya listrik, biaya transportasi, dan biaya tenaga kerja.
Keuntungan yang diperoleh perusahaan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
harga jual, biaya produksi, dan volume produksi. Biaya menentukan harga jual
untuk mencapai laba yang diinginkan. Harga jual mempengaruhi volume
produksi. Volume produksi mempengaruhi biaya produksi. Jadi, ketiga faktor
tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan
keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan
datang dari perencanaan atau tindakan. Analisis pendapatan dan biaya berguna
untuk mengukur dan sebagai alat evaluasi (penilaian) keberhasilan, mengetahui
biaya produksi per unit produk yang dihasilkan, bahan perencanaan periode
berikutnya, mengetahui dan memperkirakan keuntungan, dasar pengajuan kredit
ke Bank dan mengetahui rentabilitas usaha.
Kadarsan (1992), menyatakan bahwa untuk mengetahui keuntungan dari
suatu investasi, dapat dilihat dari perbedaan antara biaya dan penghasilan suatu
investasi. Mengetahui tingkat keuntungan, imbangan penerimaan dan biaya
(revenue and cost) ini penting artinya dalam memperhitungkan rangsangan bagi
industri kecil dalam melakukan kegiatan proses produksi bahan dasar menjadi
bahan jadi. Sebab tidak ada gunanya melaksanakan kegiatan produksi yang tidak
menguntungkan bila dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan jika
42
industri kecil yang menjalankan kegiatan produksi tidak bertambah baik
keadaannya.
Suatu usaha dinyatakan berhasil apabila pendapatan tinggi dan mengalami
peningkatan untuk setiap kali proses produksi. Salah saru konsep untuk mengukur
tingkat keuntungan usaha adalah dengan menggunakan analisis imbangan antara
penerimaan dan biaya yang dikeluarkan (Revenue/Cost).
RC ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dan total biaya. Dari
pengertian diatas, maka dapat dilihat bahwa untuk mencapai RC ratio harus
diketahui besarnya total penerimaan dan total biaya. Hubungan antara biaya (C)
dan penerimaan usaha (R) ada beberapa kemungkinan sebagai berikut :
R/C<1, maka usaha tersebut dikatakan rugi
R/C>1, maka usaha tersebut dikatakan untung
R/C=1, maka usaha tersebut dikatakan impas
2.1.6 Penelitian Terdahulu
2.1.6.1 Pengaruh Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Pertamina
UP-VI Balongan Terhadap Perkembangan Agroindustri (Ario Arif
Wibowo, 2009)
Corporate Social Responsibility (CSR) secara umum merupakan
kontribusi menyeluruh daru dunia usaha terhadap pembangunan berkelanjutan,
dengan mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari
kegiatannya. Pertamina UP-VI Balongan melaksanakan kegiatan CSR dalam
bidang pendidikan, keagamaan, sosial, kesehatan, dan peningkatan daya beli.
43
Pelaksanaan CSR di bidang daya beli meliputi sektor agro, agroindustri dan
industri kecil (UKM). Kberhasilan Corporate Social Responsibility (CSR)
Pertamina UP-VI Balongan kepada mitra binaan agroindustri di Kabupaten
Indramayu meliputi empat kegiatan, yaitu penyaluran pinjaman modal, pelatihan
kewirausahaan, pendampingan, pemasaran produk agroindustri.
PT. Pertamina UP-VI Balongan telah memberikan pembinaan melalui
pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mitra binaannya.
Namun tujuan tersebut belum tercapai secara menyeluruh karena rendahnya minat
mitra binaan terhadap kegiatan pelatihan yang diadakan oleh Pertamina. Kendala
yang mnyebabkan rendahnya minat para mitra binaan adalah waktu dan
ketidaksesuaian materi pelatihan, sehingga pembinaan yang dilakukan belum
dirasakan manfaatnya oleh para pelaku usaha agroindustri mitra binaan.
Secara keseluruhan, pelaksanaan CSR pada PKBL Pertamina UP-VI
Balongan pada subsektor agroindustri terjadi secara dinamis. Sejak tahun 2004
hingga 2008, terjadi perkembangan pada subsektor agroindustri di Kabupaten
Indramayu. Analisis yang dilihat pada perkembangan tersebut adalah permodalan,
aspek tenaga kerja, volume produksi, jangkaun pemasaran, pendapatan dan RC
ratio pelaku usaha agroindustri mitra binaan.
2.1.6.2 Keragaan Agroindustri Minyak Akar Wangi (Weni Andriati Dewi,
2011.)
Agroindustri minyak atsiri merupakan salah satu industri yang patut
diperhitungkan untuk dikembangkan mengingat Indonesia memiliki keunggulan
44
komparatif dalam pengadaan bahan bakunya disamping teknologi pengolahannya
yang cukup sederhana sehingga mudah dikembangkan. Keragaan agroindustri
akar wangi mencakup gambaran mengenai pengadaan faktor produksi, tahapan
pengolahan, dan pemasaran yang diterapkan oleh penyuling di Desa Sukakarya,
diharapkan dapat membantu memberikan informasi, serta dapat dijadikan acuan
dan bahan evaluasi untuk menentukan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam
mengoptimalkan pengelolaan dan pengembangan agroindustri minyak akar wangi.
Penelitian dilakukan pada agroindustri penyulingan akar wangi di Desa Sukakarya
Kecamatan Samarang kabupaten Garut, yang dipilih secara sengaja (purposive).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah suatu kasus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mendirikan agroindustri
penyuling memperoleh modal awal berasal dari pinjaman, sementara modal kerja
berasal dari pribadi yaitu dari hasil penjualan minyak akar atsiri sebelumnya.
Menggunakan bahan baku berupa akar tanaman wangi yang diperoleh dari kebun
sendiri dan membeli dari orang lain. Tenaga kerja bersifat borongan sebanyak 3-4
orang. Peralatan yang digunakan berupa mesin penyulingan dengan cara
kukus/uap-air. Seluruh penyuling menjual minyak ke tingkat pengumpul dan
hanya satu orang penyuling yang mampu mengekspornya langsung. Limbah sisa
hasil penyulingan hanya dibakar dan setengah penyuling memanfaatkannya untuk
dijadikan pupuk. Agroindustri minyak akar wangi mengeluarkan biaya sebesar Rp
4.810.139 per sekali suling, menghasilkan penerimaan usaha Rp 5.700.000 per
sekali suling dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 889.861 per sekali suling,
dengan nilai R/C 1,18.
45
2.2 Kerangka Pemikiran
Program CSR di Indonesia sejak tiga atau empat tahun belakangan ini
sedang menjadi trend masa kini. Di sini diharapkan kehadiran perusahaan di
tengah-tengah masyarakat dapat mencegah atau mengurangi adanya kesenjangan
sosial khususnya bagi masyarakat sekitar perusahaan.
Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) sebenarnya sudah
cukup lama diterapkan di Indonesia hanya saja belum ada peraturan yang
mewajibkan CSR. Kemudian keluar Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, pada pasal 74 menyebutkan bahwa perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang yang berkaitan dengan sumber daya
alam wajib melaksanakan CSR.
Chevron merupakan perusahaan multinasional yang bergerak di bidang
pembangkit listrik tenaga panas bumi, dan salah satu kegiatannya adalah
membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di kawah darajat
Kabupaten Garut telah mampu menerapkan program CSR Corporate Social
Responsibility (CSR) dengan baik. Maksud baik disini adalah bahwa penerapan
CSR tidak hanya sekedar memberikan bantuan cuma-cuma (hibah) saja tapi telah
melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat di sekitar perusahaan secara
kontinyu. Hal ini sesuai dengan tuntutan penerapan CSR yang bertujuan untuk
membangun kemandirian masyarakat.
Proram Corporate Social Responsibility (CSR) Chevron Geothermal
Indonesia, Ltd. meliputi bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, infrastruktur,
dan ekonomi. Dari berbagai program yang diterapkan oleh Chevron Geothermal
46
Indonesia Ltd, salah satunya akan diteliti mengenai pelaksanaan CSR di bidang
ekonomi yang dinamakan Program Local Economic Development (LED)
khususnya dalam sub sektor agroindustri akar wangi. Dalam Program Local
Economic Development (LED), Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. bekerjasama
dengan LSM PUPUK Garut. Pada programnya, Chevron Geothermal Indonesia,
Ltd. hanya memberikan bantuan modal kepada pelaku usaha agroindustri akar
wangi, tapi untuk teknis pelaksanaan kegiatan yang diberikan kepada para pelaku
usaha agroindustri akar wangi dilakukan oleh LSM PUPUK Garut, diantaranya
yaitu pemberian pelatihan, pendampingan, pemasaran, pengembangan usaha, dan
lain sebagainya.
Disini akan dianalisis bantuan apa saja yang telah diberikan pada pelaku
usaha agroindustri akar wangi binaan Chevron Geothermal Indonesia, Ltd.
melalui Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) yang diberikan
terdiri dari bantuan fisik dan dan non fisik. Selain itu juga akan menganalisis
perkembangan pelaku usaha agroindustri akar wangi binaan CSR Chevron
Geothermal Indonesia, Ltd. dengan analisis agroindustrinya menggunakan teori
Wilkinson. Kemudian menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh pelaku
usaha agroindustri akar wangi setelah adanya program tersebut. Analisis
agroindustialiasi Wilkinson diantaranya meliputi pertumbuhan perusahaan,
perubahan kelembagaan/keorganisasian, perubahan serentak di sektor pertanian
(komposisi produk, teknologi, pewilayahan, dan struktur pasar). Analisis tingkat
pendapatan menggunakan analisis RC ratio.
47
Dengan menganalisis dampak pelaksanaan CSR Chevron Geothermal
Indonesia, Ltd. pada program Local Economic Development (LED), maka akan
diketahui seberapa besar pengaruh dampak program tersebut terhadap
perkembangan agroindustrialisasi dan pendapatan para pelaku usaha agroindustri
akar wangi binaan CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd. melalui kegiatan
pemberdayan masyarakatnya.
Gambar 5. Kerangka Pemikiran
Program Coorporate Social Responsibility (CSR ) Chevron Geothermal Indonesia, Ltd.
Dimensi CSR Eksternal
Program Local Economic Development (LED)
Mitra Binaan CSR: Pelaku Usaha Agroindustri Akar Wangi
1. Pertumbuhan perusahaan
2. Perubahan kelembagaan/
keorganisasian 3. Perubahan serentak dalam
komposisi produk, teknologi,
pewilayahan, dan struktur pasar
Fisik : 1. Pemberian
modal
2. Pemasaran
hasil usaha
Non fisik : 1. Pelatihan
2. Pendampingan
Kegiatan Pemberdayaan Pelaku Usaha Agroindustri Akar Wangi Binaan CSR Chevron Geothermal Indonesia, Ltd.
Infrastruktur
Analisis Pendapatan Analisis Agroindustrialisasi Menurut Wilkinson
Analisis Bantuan
RC Ratio
Ekonomi Kesehatan Pendidikan
Pihak yang terlibat:
NGO PUPUK
Lingkungan