Upload
dangtu
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN
DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Bank
Menurut UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, kegiatan
perbankan memiliki pengertian adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan pengertian bank sendiri menurut UU
No 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah:
`Bank adalah badan usaha yang menghimpin dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak Sedangkan menurut G.M. Veryn Staurt (Martono 2004:20) menyebutkan
bahwa
“bank merupakan suatu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit, baik dengan alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, dengan jalan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral”. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan lembaga
keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali kemasyarakat
15
2.1.1.1 Sumber dan Penggunaan Dana Bank
Bank memiliki sumber-sumber dana, dana-dana tersebut dapat berasal dari
ekstern ataupun intern bank. Menurut Veithzal Rivai (2006 :117) menggambarkan
sumber-sumber dana bank sebagai berikut:
o
Sumber : Veithzal Rivai (2006 :117)
Gambar 2.1 Sumber-sumber dana bank
Dana yang berhasil dihimpun oleh bank selanjutnya akan dikelola oleh
bank, dalam penggunaan dana tersebut bank memiliki prioritas-prioritas untuk
menggunakan dananya. Menurut Dahlan Siamat (2004 :133) prioritas penggunaan
dana bank adalah sebagai berikut.
1. Cadangan Primer, hal ini dimaksud untuk memenuhi kebutuhan likuiditas wajib minimum dan untuk keperluan operasional bank sehari-hari termasuk untuk memenuhi semua penarikan dana nasabah dan permintaan kredit
SUMBER DANA
EKSTERN INTERN
Pemilik Donasi pemilik, saham biasa, saham preferen, dll
Utang • Giro • Deposito • Tabungan • Giro Bank lain • Traveller’s check • Setoran jaminan • Likuiditas Bank
Indonesia, dll
Cadangan • Cad Umum • Cad Khusus • Cad
Nasabah Debius
• Laba yang di tahan
Intensif • Penjualan fixed
asset yang tak dipakai
• Likuiditas barang jaminan kredit macet
• Penagihan nasabah
16
2. Cadangan Sekunder, hal ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan likuiditas yang jangka waktunya diperkirakan kurang dari satu tahun.
3. Penyaluran Kredit, pemberian kredit kepada nasabah yang memenuhi ketentuan kebijakan perkreditan bank. Karena penyaluran kredit merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber pendapatan terbesar bank berasal dari penyaluran kredit
4. Investment, yaitu untuk penanaman dana dalam surat-surat berharga yang berjangka panjang
Dalam pengelolaan dana bank ada dua macam pendekatan yang sering
digunakan oleh bank, pendekatan-pendekatan tersebut, yaitu:
1. Pool of Fund Approach
Sumber : Dahlan Siamat Gambar 2.2
pool of fund approach
Source of Fund
Use of Fund By Priority
Demand Deposite
Primary Reserves
Time Deposite
Savings
Investments
Loan
Secondary Reserves
Borrowing
Equity Capital
Fixel Assets
Pool Of
Fund
17
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua kewajiban bank yang
berasal dari berbagai sumber digabung secara bersama-sama dan diperlukan
sebagai sumber dana tunggal tanpa mengenal dam membedakan sumber-sumber
dan bentuk dana tersebut, demikian pula jangka waktu dan karakteristik masing-
masing sumber dana diabaikan. Dana ini kemudian dialokasikan berdasarkan
prioritas penggunaannya sesuai dengan kebijakan dan strategi manajemen bank
disamping harus mematuhi ketentuan-ketentun yang ditetapkan Bank Sentral.
Menurut Dahlan Siamat (2004 : 146 – 149). Pengalokasian dana dengan Pool of
Fund Approach adalah sebagai berikut :
Primary reserve. Prioritas pertama penggunaan dana bnak menurut pendekatan ini adalah memenuhi kebutuhan cadangan primer yaitu ketentuan likuiditas wajib minimum di samping untuk kebutuhan kelancaran operasional bank sehari-hari. Cadangan primer pada dasarnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan antara lain : a. Likuiditas wajib minimun yang ditetapkan oleh Bank Sentral b. Transaksi dengan bank koresponden c. Penarikan dana oleh deposan d. Permintaan kredit oleh masyarakat e. Kebutuhan lain untuk mendukung operasi sehari-hari Secondary reserves. Cadangan sekunder ini pada prinsipnya sebagai pendukung apabila cadangan primer tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang sifatnya jangka pendek dan kebutuhan lain yang tidak dapat diperkirakan. Tujuan utama cadangan sekunder ini adalah di samping untuk keperluan likuiditas juga untuk meningkatkan profitabilitas bank. Di samping itu, cadangan sekunder digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan likuiditas secara musiman dan kebutuhan likuiditas lainnya yang sulit diantisipasi. Loan. Prioritas ketiga pengalokasian dana, adalah pemberian kredit (loan). Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit ini mendominasi penggunaan dana bank. Oleh karena itu usaha perkreditan merupakan sumber penghasilan utama setiap bank. Investment. Dana yang masih tersisa setelah memenuhi semua prioritas di atas dapat ditanamkan dalam bentuk surat berharga jangka panjang. Tujuan pengalokasian dana dalam aktiva ini adalah sebagai tambahan profitabilitas di samping sebagai tambahan cadangan likuiditas.
18
Fixed assets. Pengalokasian dana dalam aktiva tetap harus didanai melalui modal sendiri bank. Jumlah modal yang dapat dialokasikan untuk aktiva tetap tidak boleh melebihi ketentuan Bank Indonesia. Pendekatan pool of fund approach memang sangat sederhana baik dalam
penentuan biaya dana maupun pengelolaannya. Namun demikian pendekatan ini
mengabaikan maturitas dari masing-masing sumber dana dalam kaitannya dengan
penenmpatan dana, tidak mempertimbangkan sentivitas sumber dana. Disamping
itu pengaruh subyektivitas sangat tinggi dalam menentukan porsi penempatan
dananya.
2. Asset Allocatioan Approach
Sumber : Dahlan Siamat
Gambar 2.3 Asset Allocation Approach
Source of Funds Use of Fund By Priority
Demand Deposit Primary
reserves
Time Deposit
Secondary Reserves
Savings Loan
Borrowings Investment
Equity Capital
Fixed Assets
19
Pada dasarnya konsep ini menyatakan bahwa tidaklah realistis
menganggap total dana yang dihimpun oleh bank merupakan sumber dana
tunggal. Karena dalam kenyataannya masing-masing sumber dana memiliki sifat
tersendiri. Oleh karena itu, dalam prioritas pengalokasiannya, sumber-sumber
dana harus diperlakukan secara individu dengan mempertimbangkan karakteristik
masing-masing sumber dana. Dana yang memiliki sifat perputaran yang cukup
tinggi hendaknya penggunaannya diprioritaskan dalam cadangan primer dan
sekunder. Sedangkan dana yang perputarannya relatif rendah pengalokasiannya
dapat diprioritaskan pada pemberian kredit dan aktiva jangka panjang. Dalam
konsep ini mengalihkan penekanan likuiditas kepada profitabilitas.
Pendekatan ini menjadikan jumlah rata-rata cadangan likuiditas yang
dimiliki bank mengalami penurunan sehingga pengalokasian dana dapat
dialihkan lebih besar pada penyaluran kredit dan atau penanaman dalam surat-
surat berharga yang memiliki keuntungan yang lebih tinggi. Sedangkan
kelemahan dari konsep ini adalah keputusan mengenai jumlah likuiditas
dilakukan berdasarkan perkiraan atas perputaran simpanan. Akibatnya
keuntungan dapat berkurang karena dapat saja terjadi kelebihan perkiraan
kebutuhan likuiditas. Di samping itu, konsep ini memperlakukan portofolio kredit
sama sekali tidak likuid dan karenanya tidak menganggap kredit sebagai sumber
likuiditas potensial serta menganggap bahwa keputusan mengenai manajemen
asset-liability bank dibuat secara independen.
2.1.1.2 Penilaian Kesehatan Bank Menurut Metode CAMEL
20
Untuk melakukan penilaian kesehatan sebuah bank dapat dilihat dari
berbagai aspek, Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat
memberikan arahan bagaimana bank harus dijalankan dengan baik atau bahkan
diberhentikan.
Berdasarkan UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 29 untuk
menghasilkan bank-bank yang sehat maka dilakukan beberapa kebijakan yaitu :
• Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia • Bank Indonesia menentukan tentang kesehatan bank dengan
memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvalitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan bank.
• Bank wajib memelihara kesehatan dengan baik sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (2) dan wajib melaksanakan usaha dengan prinsip kehatian-hatian.
Selain itu Bank Indonesia mengeluarkan standar untuk kesehatan bank,
yang disebut dengan metode CAMEL. Metode ini mencakup beberapa aspek yaitu
• C - Capital : (Rasio kecukupan modal) • A - Asset : (Rasio kualitas aktiva) • M - Manajemen : (Kualitas manajemen bank) • E - Earning : (Rasio rentabilitas bank) • L - Liquidity : (Rasio likuiditas bank)
21
Tabel 2.1 Penilaian Kesehatan Bank Menurut Metode CAMEL
Uraian Yang Dinilai Rasio Nilai Kredit Bobot
Capital Kecukupan Modal
CAR 0 s/d max 100
25 %
Assets Kualitas Aktiva Produktif
BDR CAD
Max 100 Max 100
25 % 5 % 30 %
Management Kualitas Manajemen
Manaj Modal Manaj Aktiva Manaj Umum Manaj Rentabilitas Manaj Likuiditas
Total Max 100
25 %
Earning Kemampuan menghasilkan laba
RAO BOPO
Max 100 Max 100
10 %
Liquidity Kemampuan menjamin likiuditas
LDR NCM/CA
Max 100 Max 100
10 %
2.1.2 Kredit
2.1.2.1 Pengertian Kredit
Kredit berasal dari bahasa latin yaitu “credere” yang artinya percaya.
Maksudnya si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit, bahwa kredit
yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian.
Pengertian kredit menurut Undang-undang perbankan nomor 10 tahun
1998 kredit adalah
“penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
22
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Sedangkan pengertian kredit menurut beberapa ahli yang dikutp dari
Veitzal Rivai (2006 : 4) adalah sebagai berikut:
1. credit may be defined as the right to receive payment or the obligation to make payment on deman or at state some future time an account of an immediate transfer of good (Raymond P.Kent,1961)
2. ……credit may be appropriately described as the transmittal of economic value now, on faith, in return for an expected equivalent economic value in the future. (National Association of Credit Management, 1965)
3. Credit in general is the ability to obtain goods, service, or money now in exchange for promise of payment in the future. (Christine Ammer and Dean S.Ammerm. 1979)
Menurut Dahlan Siamat (2004:165) definisi kredit di atas memberikan
konsekuensi bagi bank dan peminjam mengenai hal-hal berikut:
• Penyediaan uang atau yang dapat dipersamakan dengan itu oleh bank (kreditur)
• Kewajiban debitur mengembalikan kredit yang diterimanya • Jangka waktu pengembalian kredit • Pembayaran bunga • Perjanjian kredit. Penyaluran kredit merupakan kegiatan usaha yang mendominasi
pengaloksian dana bank. Penggunaan dana untuk penyaluran kredit mencapai
70%-80% dari volume usaha bank. Oleh karena itu sumber utama pendapatan
bank berasal dari kegiatan penyaluran kredit dalam bentuk pendapatan bunga.
Menurut Dahlan Siamat (2004 :165) Terkonsentrasinya usaha bank dalam
penyaluran kredit disebabkan oleh beberapa alasan:
1. Sifat usaha bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus dan unit defisit.
2. Penyaluran kredit memberikan spread yang pasti sehingga besarnya pendapatan dapat diperkirakan
23
3. Melihat posisinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter, perbankan merupakn sektor usaha yang kegiatannya paling diatur dan dibatasi
4. Sumber dana utama bank berasal dari dana masyarakat sehingga secara moral mereka harus menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit.
2.1.2.2 Penggolongan Kredit
Kredit dapat digolongkan berdasarkan beberapa hal yang berkaitan dengan
pelaksaan kredit, penggolongan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Jangka waktu (maturity). Penggolongan kredit menurut jangka waktu
dibedakan:
a. Kredit jangka pendek (short term-loan)
b. Kredit jangka menengah (medium term-loan)
c. Kredit jangka panjang (long term-loan)
2. Barang jaminan (collateral). Dilihat dari barang jaminan, kredit dibedakan:
a. Kredit dengan jaminan (secured loan)
b. Kredit dengan tanpa jaminan (unsecured loan)
3. Tujuan kredit. Kredit dapat dibedakan menurut tujuannya yaitu:
a. Kredit komersil (commercial loan)
b. Kredit konsumtif (consumer loan)
c. Kredit produktif (poduktive loan)
4. Penggunaan kredit. Penggolongan
a. Kredit modal kerja
b. Kredit investasi
24
2.1.2.3 Kualitas Kredit
Kualitas kredit adalah keadaan pembayaran pokok atau angsuran dan
bunga kredit oleh nasabah serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana
yang ditanamkan. Kualitas kredit didasarkan pada ketepatan pembayaran
kembali angsuran pokok dan bunga serta kemampuan peminjam dari keadaan
usahanya.
Penggolongan kualitas kredit menurut SK DIR.BI
No.30/267/Kep/DIR/1998 ditetapkan sebagai berikut:
a. Lancar (pass), apabila memenuhi kriteria: 1) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu; dan 2) Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau 3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash
collateral) b. Dalam Perhatian Khusus (special mention), apabila memnuhi kriteria:
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang belum melampau 90 hari
2) Kadang-kadang terjadi cerukan 3) Mutasi rekening relatif aktif 4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau 5) Didukung oleh pinjaman baru
c. Kurang Lancar (substandard), apabila memenuhi kriteria: 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah
melampau 90 hari 2) Sering terjadi cerukan 3) Frekuensi mutasi rekening relatif randah 4) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari
90 hari 5) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur 6) Dokumen pinjaman yang lemah
d. Diragukan (doubtfull) 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah
melampau 180 hari 2) Terdapat cerukan yang bersifat permanen 3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 4) Terjadi kapitalisasi bunga
25
5) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan
e. Macet (loss), apabila memenuhi kriteria: 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah
melampau 270 hari 2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru 3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat
dicairkan pada nilai wajar
2.1.2.4 Kredit Bermasalah
Menurut Veithzal Rivai (2006 : 476) ada beberapa pengertian kredit
bermasalah yang disampaikan oleh para ahli yaitu:
• Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari • Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya,
baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga, denda keterlambatan serta ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan.
• Kredit dimana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama apabila sumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan diperkirakan tidak cukup untuk kembali membayar kredit, sehingga belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh bank. Bagi bank semakin dini menganggap kredit yang diberikan menjadi
bermasalah, semakin baik karena akan berdampak semakin dini pula dalam upaya
penyelamatannya sehingga tidak terlanjur parah yang berakibat semakin sulit
penyelesaiannya.
Salah satu resiko yang dihadapi oleh bank adalah resiko tidak
terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada debitur atau disebut dengan resiko
kredit. Resiko kredit merupakan “suatu resiko akibat kegagalan atau ketidak
mampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank
beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu pinjaman yang diterima dari bank
26
beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan atau
dijadwalkan”. (Dahlan Siamat, 2004:92)
Resiko kredit didalamnya termasuk non performing loan. Non
Performing Loan (NPL) adalah kredit yang bermasalah dimana debitur tidak
dapat memenuhi pembayaran tunggakan peminjaman dan bunga dalam jangka
waktu yang telah disepakati dalam perjanjian. Hal ini juga dijelaskan dalam
Standar Akuntansi Keuangan No 31 (revisi 2000) yang menyebutkan bahwa;
“kredit non performing pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran
angsuran pokok/atau bunganya telah lewat Sembilan puluh hari atau lebih
setelah jatuh tempo atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat
diragukan.”
Berdasarkan penilaian aktiva produktif, yang terbagi kedalam lima
katagori, kualitas kredit terdiri atas lancar (pass), dalam perhatian khusus (special
mention), kurang lancar (substandard), diragukan (doubtfull) dan macet (loss).
Yang termasuk ke dalam non performing loan adalah kredit kurang lancar, kredit
diragukan dan kredit macet.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia no 3/30/DPNP tanggal 14
Desember 2001, NPL dihitung dengan rumus :
��� = ���� ��� �� � �� � + ���� � ��� � + ���� � ���
��� � ���� � �� ���� �
Keberadaan NPL dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan
masalah bagi kesehatan bank, oleh karena itu bank dituntut untuk selalu menjaga
kredit tidak dalam posisi NPL yang tinggi.
27
Bank Indonesia membedakan NPL kedalam dua rasio NPL yaitu gross
dan nett. NPL gross adalah jumlah kredit bermasalah sebelum dikurangi dengan
penyisihan cadangan penghapusan yang telah dibentuk, sedangkan NPl nett
mengacu pada jumlah kredit bermasalah setelah dikurangi dengan penyisihan
cadangan penghapusan yang telah dibentuk.
Agar dapat menentukan tingkat wajar atau sehat maka ditentukan
ukuran standar yang tepat untuk NPL. Dalam hal ini Bank Indonesia menetapkan
bahwa tingkat NPL yang wajar adalah ≤ 5% dari total portopolio kreditnya.
2.1.2.4.1 Sebab-sebab Terjadinya Kredit Bermasalah
Kredit bermasalah menggambarkan suatu situasi di mana persetujuan
pengembalian kredit mengalami risiko kegagalan, bahkan cenderung menuju atau
mengalami kerugian yang potensial (potensial loss). Oleh karena itu bahwa lebih
dini potensial problem loan ditentukan, maka akan lebih banyak alternatif dan
lebih banyak peluang pencegahan kerugian bagi bank.
Perlu diketahui bahwa menganggap kredit bermasalah selalu dikarenakan
kesalahan nasabah merupakan hal yang salah. Kredit berkembang menjadi
bermasalah dapat disebabkan oleh berbagai hal yang berasal dari nasabah, dari
kondisi internal, dan pemberi kredit.
Adapun beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya kredit bermasalah
menurut Veithzal Rifai (2006 : 478) adalah sebagai berikut:
a. Karena kesalahan bank 1. Kurang pengecekan terhadap latar belakang calon nasabah 2. Kurang tajam dalam menganalisis terhadap maksud dan tujuan
penggunaan kredit dan sumber pembayaran kembali 3. Kurang pemahaman terhadap kebutuhan keuangan yang
sebenarnya dari calon nasabah dan manfaat kredit yang diberikan
28
4. Kurang mahir dalam menganalisis laporan keuangan calon nasabah
5. Kurang lengkap mencantumkan syarat-syarat 6. Terlalu agresif 7. Pemberian kelonggaran terlalu banyak 8. Kurang pengalaman dai pejabat kredit atau account officer 9. Pejabat kredit account officer mudah dipengaruhi, diintimidasi,
atau dipaksa oleh calon nasabah 10. Kurang berfungsinya credit recovery officer 11. Keyakinan yang berlebihan 12. Kurang mengadakan review, minta laporan dan menganilisis
laporan keuangan serta informasi-informasi kredit lainnya 13. Kurang mengadakan kunjungan on the spot pada lokasi perusahaan
nasabah 14. Tidak punya kebijakan perkreditan yang sehat 15. Sikap memudahkan dari pejabat bank atau account officer
b. Karena kesalahan nasabah 1. Nasabah tidak kompeten 2. Nasabah tidak atau kurang pengalaman 3. Nasabah tidak memberikan waktu untuk usahanya 4. Nasabah tidak jujur 5. Nasabah serakah
c. Faktor eksternal 1. Kondisi perekonomian 2. Perubahan-perubahan peraturan 3. Bencana alam
2.1.2.4.2 Gejala Dini Timbulnya Kredit Bermasalah
Jika bank tidak mau rugi karena kredit yang diberikan menjadi
bermasalah, bank harus dapat mengidentifikasi gejala-gejala dininya sehingga
dapat segera mengambil langkah penanganan sebelum masalahnya menjadi
semakin parah.
Perlu diketahui bahwa kredit tidak menjadi bermasalah secara tiba-tiba
tanpa gejala. Pada umumnya kredit berkembang menjadi bermasalah melalui
tahapan-tahapan yang ada gejala-gejalannya. Bila ini disimak dan selalu
diinterpretasikan oleh bank, bank akan selalu mendapatkan indikasi adanya
29
gejala-gejala dini dengan memeriksa portofolio kreditnya yang dipusatkan pada
factor-faktor kunci yang merupakan indikator-indikator penurunan kualitas kredit.
Menurut Veithzal Rivai (2006 : 480) menyabutkan bahwa gejala dini
kredit bermasalah adalah sebagai berikut:
1. Ada tunggakan 2. Mengajukan perpanjangan 3. Kondisi keuangan menurun 4. Laporan keuangan terlambat atau yang tadinya selalu diaudit akuntan
menjadi tidak 5. Saldo rata-rata giro menurun dan sering overdraf 6. Hubungan dengan bank semakin renggang, menghindar setiap kali
dihubungi 7. Penurunan nilai/hilangnya jaminan 8. Penggunaan kredit tidak sesuai rencana
2.1.2.4.3 Penyelamatan Kredit
Penyelamatan kredit merupakan usaha yang dilakukan oleh bank terhadap
kredit yang digolongkan sebagai kredit bermasalah. Penyelamatan kredit
dimaksud sebagai upaya terakhir untuk menyelesaikan kredit yang tergolong
kredit bermasalah atau non performing loan setelah upaya pembinaan kredit
dilakukan. Beberapa cara pendekatan yang dipertimbangkan dalam upaya
penyelamatan kredit bermasalah adalah sebagai berikut:
1. Rescheduling (penjadwalan ulang)
Yaitu perubahan persyaratan kredit yang hanya menyangkut jadwal
pembayaran dan atau jangka waktu kredit. Kredit yang memperoleh fasilitas
rescheduling hanyalah debitur yang memenuhi persyaratan tertentu.
2. Reconditioning (persyaratan ulang)
30
Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas
perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya
sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit.
3. Restructuring (penataan ulang)
Yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut penambahan dana
bank, konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit
baru dan atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan
dalam perusahaan, yang dapat disertai dengan penjadwalan kembali dan atau
persyaratan kredit.
4. Eksekusi Barang Jaminan
Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka
pelunasan hutang. Pelaksanaan ini dilakukan terhadap katagori kredit yang
memang benar-benar menurut bank usaha debitu sudah tidak dapat lagi
dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak lagi
memiliki prospek untuk dikembangkan.
2.1.3 Profitabilitas Bank
Kemampuan bank mengahasilkan laba tidak cukup diukur melalui total
pendapatan yang diperolehnya, tetapi harus dikaitkan dengan jumlah dana yang
diinvestasikan, serta berapa besar biaya yang digunakan untuk mengahasilkan
laba tersebut yang disebut profitabilitas. Profitabilitas merupakan jumlah relatif
laba yang dihasilkan dari sejumlah investasi atau modal yang ditanamkan dalam
suatu usaha.
31
Menurut Harnanto (1991 : 352) menyebutkan bahwa profitabilitas
diartikan sebagai berikut:
Profitabilitas merupakan penilaian yang secara luas digunakan dan dianggap paling valid untuk dipakai sebagai alat pengukuran tentang pelaksanaan operasi perusahaan, karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Profitabilitas merupakan alat pembanding pada alternatif investasi
yang sesuai dengan tingkat risikonya masing-masing, secara umum dapat dikatakan semakin besar rentabilitas suatu penanaman investasi dikatakan rentabilitas yang tinggi pula.
b. Profitabilitas mampu menggambarkan tingkat laba yang dihasilkan menurut jumlah yang diinvestasikan karena profitabilita dinyatakan dalam angka relatif.
Selanjutnya profitabilitas juga dapat digunakan sebagai kreiteria penilaian
perusahaan, menurut Harnanto (1991:354) menyebutkan kriteria penilaian hasil
operasi perusahaan mempunyai tujuan pokok yaitu:
1. Suatu indikator tentang efektivitas manajemen Keberhasilan dari tingkat profitabilitas perusahaan tergantung kepada kemampuan, motivasi dan budaya manajemen.
2. Suatu alat untuk memproduksi laba Pengukuran terhadap profitabilitas dapat membuat proyeksi laba perusahaan karena profitabilitas menggambarkan korelasi antara tingkat laba dengan jumlah modal yang ditanamkan, hal ini sangat membantu bagi para analis untuk membuat proyeksi laba pada berbagai tingkat perubahan jumlah modal yang ditanamkan.
3. Suatu alat pengendali manajemen Profitabilitas dipakai sebagai alat untuk menyusun rencana budget, koordinasi, dan evaluai hasil pelaksanaan operasi perusahaan, kriteria penilaian alternatif dan dana pengambilan keputusan penanaman modal.
Profitabilitas bisnis perbankan yang tinggi akan menguntungkan bank
karena dapat menarik calon investor untuk menanamkan modalnya dan
menambah kredibilitas bank dimata nasabahnya. Profitabilitas bisnis perbankan
yang baik juga menguntungkan berbagai pihak antara lain:
32
1. Bagi debitur, yaitu mempunyai peluang yang lebih besar untuk memperoleh
pinjaman karena bank telah mampu mencapai laba yang tinggi
2. Bagi nasabah penyimpan, yaitu semakin terjaminnya titipan para penyimpan
3. Bagi bank, yaitu diterimanya tantiem (laba bagi karyawan) yang dapat
mempertinggi motivasi kerja dan untuk meningkatkan kinerja bank
Dalam dunia perbankan pendapatan dapat diperoleh dari kredit yang
disalurkan. Setiap kredit yang disalurkan kepada nasabah, maka nasabah harus
mengembalikan kredit tersebut sesuai dengan kesepakan antara pihak nasabah
dengan bank. Semkin besar kredit yang disalurkan maka pendapatan yang akan
diperoleh akan semakin besar pula yang tentunya harus disertai dengan
pengawasan yang berkesinambungan terhadap kredit tersebut jangan sampai
terjadi kredit bermasalah, karena dengan kredit bermasalah akan menimbulkan
penurunan pendapatan, dikarenakan nasabah tidak bisa mengembalikan kredit
yang dipinjamnya.
Komaruddin (2001 :30) mengemukakan bahwa “rasio profitabilitas
adalah kesanggupan bank untuk memperoleh laba berdasarkan investasi yang
dilakukannya.”
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No 3/30/DPNP tanggal 14
Desember 2001 mengenai pedoman perhitungan rasio keuangan, ada empat
perhitungan profitabilitas, yaitu:
1. ROA (Return On Assets)
��� = � � ������� � � �
��� � ��� � 100%
33
Rasio ini mengukur kemampuan bank di dalam memperoleh keuntungan
(laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar
pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula
posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset.
2. ROE (Return On Equity)
��! = � � ������� � � �
� � − � � �#��� � 100%
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam
mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan net income, selain itu
rasio ini sebagai indicator yang penting bagi investor dalam mengukur
kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan
pembayaran deviden.
3. NIM (Net Interest Income)
�$% = ��� � � � ���� ����ℎ
� � − � � ��' ������( � 100%
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan
net income dari kegiatan operasi pokok bagi bank yang bersangkutan.
Dimana pendapatan bunga bersih diperoleh dari: pendapatan bunga – beban
bunga.
4. BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional)
)��� = � � ���� ��� �
��� � � � ���� ��� � � 100%
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan
bank dalam melakukan kegiatan operasinya
34
Penilaian profitabilitas yang penulis gunakan dalam penelitian ini hanya
dibatasi pada perhitungan ROA saja. Hal ini disebabkan kredit merupakan aktiva
produktif bank yang sangat berpengaruh terhadap nilai asset bank juga
mempengaruhi laba yang diperoleh oleh bank karena kredit merupakan penghasil
pendapatan bagi bank.
2.1.4 Pengaruh Kredit Bermasalah terhadap Profitabilitas Bank
Kredit adalah sumber pendapatan utama bagi bank, kinerja bank yang
baik ditandai dengan lancarnya penyaluran kredit perbankan kepada
masyarakat. Tetapi tingginya penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank akan
meberikan resiko yang tinggi pula bagi bank yaitu akan terjadinya kredit
bermasalah. Seperti yang dinyatakan oleh Rachmat Firdaus (2004:199) bahwa
“kegiatan menyalurkan kredit oleh bank umum mengandung resiko (credit risk)
yang dapat mempengaruhi kesehatan dan keberlangsungan usaha bank.”
Dahlan Siamat (2001:92) mengemukakan bahwa “risiko kredit merupakan
suatu resiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan
jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta imbalannya sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan.”
Jika debitur tidak dapat membayar kembali pinjaman kredit maka akan
menimbulkan resiko kredit bermasalah atau non performing loan. Tingginya
rasio NPL yang dimiliki oleh bank akan berpengaruh terhadap nilai asset bank
dan kemampuan bank dalam menghasilkan laba, hal itu tentunya akan berdampak
pada nilai profitabilitas bank itu sendiri.
35
Perhitungan profitabilitas yang didasarkan atas laba operasi dan total asset
tentunya akan mengakibatkan profitabilitas menurun seiring dengan tingginya
kredit bermasalah yang dimiliki oleh bank. Seperti yang diungkapakan oleh
Lukman Dendawijaya (2005:82) menyebutkan bahwa “dengan adanya kredit
bermasalah bank akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan
dari kredit yang diberikannya, sehingga mengurangi perolehan laba dan
berpengaruh buruk bagi profitabilitas bank.”
2.2 Kerangka Pemikiran
Laba bank bank Indonesia sekarang ini sedang mengalami penurunan,
penurunan-penurunan tersebut dapat dilihat dari rasio-rasio perbankan yang
berhubungan dengan rasio profitabilitas. ROA (return on Asset ) Rasio ini
mengukur kemampuan bank di dalam memperoleh laba dan efisiensi secara
keseluruhan, karena rasio ini mengindikasikan berapa besar keuntungan dapat
diperoleh rata-rata terhadap setiap rupiah asetnya, Penurunan nilai rasio-rasio
keuangan tersebut dikarenakan jumlah kredit bermasalah mengalami kenaikan,
kenaikan jumlah kredit bermasalah sangat mempengaruhi terhadap pendapatan
bank, penurunan ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan bank karena
aktivitas penyaluran kredit merupakan aktivitas utama dari bank untuk
mengahsilkan keuntungan.
Menurut Veithzal Rivai (2006 : 476) ada beberapa pengertian kredit
bermasalah yang disampaikan oleh para ahli yaitu:
• Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari
36
• Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga, denda keterlambatan serta ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan.
Jadi apabila terjadi kredit bermasalah dalam suatu bank hal itu akan
menimbulkan berbagai efek, dengan semakin besarnya kredit bermasalah yang
dimiliki oleh bank-bank go public mempunyai dampak yang buruk terhadap
perkembangan bank-bank tersebut, mulai dari turunnya tingkat profitabilitas.
Selain itu dapat menurunnya jumlah aktiva yang dimiliki oleh bank itu karena
mereka harus menambah cadangan penghapusan kredit bermasalah sebesar 5%
dari jumlah aktiva produktif bank (termasuk kredit), ditambah 3% dari jumlah
aktiva produktif yang tergolong kurang lancar, ditambah 50% dari jumlah aktiva
produktif yang digolongkan meragukan, dan ditambah 100% dari jumlah aktiva
produktif yang digolongkan macet. Dengan demikian, semakin besar jumlah saldo
kredit bermasalah yang dimiliki oleh bank, akan semakin besar jumlah dana
cadangan yang harus disediakan serta semakin besar biaya yang harus mereka
tanggung untuk mengadakan cadangan dana tersebut, selanjutnya akan
mempengaruhi tingkat likuiditas dan solvabilitas bank tersebut. Dan yang pada
akhirnya akan menurunkan tingkat kesehatan bank.
Kredit bermasalah menggambarkan suatu situasi dimana persetujuan
pengembalian kredit mengalami risiko kegagalan, bahkan cenderung menuju atau
mengalami rugi yang potensial (potensial loss). Kredit bermasalah selalu
dikarenakan kesalahan nasabah merupakan hal yang salah. Kredit berkembang
menjadi bermasalah dapat disebabkan oleh berbagai hal yang berasal dari
nasabah, bahkan dari pemberi kredit sendiri. Selain nasabah pihak bank juga bisa
37
menyebabkan kredit bermasalah tersebut terjadi, karena kesalahan bank yang
kemudian mengakibatkan kredit yang diberikan menjadi masalah dapat berawal
dari tahap perencanaan, tahap analisis dan tahap pengawasan.
Menurut Dahlan Siamat (2004 165) menyebutkan bahwa “penggunaan
dana bank untuk penyaluran kredit mencapai 70% - 80% dari volume usaha bank,
oleh karena itu maka penyaluran kredit memberikan pendapatan yang sangat besar
bagi bank”.
Menurut Veithzal Rivai (2006 :117) menyebutkan “dana yang berhasil
dikumpulkan oleh bank, maka dana tersebut akan disalurkan kembali dalam
bentuk kredit, karena dengan memberikan kredit bank akan mendapatkan
penghasilan yang besar”.
Dana bank disalurkan dalam bentuk kredit, dan setiap dana yang
disalurkan tersebut mempunyai biaya-biaya variabel yang masing-masing
berbeda, tetapi masih mempunyai margin dari setiap kredit yang disalurakn
tersebut, kemudian margin-margin disebut keuntungan lalu disatukan dan
dkurangi dengan biaya tetap terhadap seluruh dana yang disalurkan dalam bentuk
kredit, sehingga dari sana dapat dilihat bahwa kredit yang disalurkan tersebut akan
menghasilkan laba, walaupun mempunyai risiko yang sangat besar yaitu
ketidakmampuan nasabah penerima kredit untuk mengembalikan kreditnya.
S. Munawir (1995:33) mengemukakan: “Profitabilitas merupakan tujuan
dari suatu kredit yang disalurkan yang pada akhirnya harus dikembalikan oleh
nasabah yang terjelma dalam bentuk bunga yang diterima”. Disini dapat dilihat
38
bahwa tingkat profitabilitas dipengaruhi oleh penyaluran kredit dan lancarnya
nasabah dalam mengembalikan kredit atau pinjaman.
Variabel X Variabel Y
2.3 Hipotesis
Berdasarkan identifikasi permasalahan yang telah diuraikan pada bagian
terhadahulu, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: “Terdapat
pengaruh negatif kredit bermasalah terhadap profitabilitas pada bank-bank go
public.
Kredit bermasalah
Profitabilitas