35
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kepemimpinan Transformasional Penggunaan pendekatan atau perspektif yang beragam atas kepemimpinan, selain melahirkan definisi kepemimpinan yang beragam juga melahirkan teori kepemimpinan yang beragam pula. Setiap pendekatan yang digunakan melahirkan berbagai macam teori kepemimpinan. Luthans (2006:638) mendefinisikan kepemimpinan sebagai sekelompok proses, kepribadian, pemenuhan, perilaku tertentu, persuasi, wewenang, pencapaian tujuan, interaksi, perbedaan peran, inisiasi struktur, dan kombinasi dari dua atau lebih dari hal-hal tersebut. Khuntia dan Suar (2004) menyatakan bahwa semua teori mengenai kepemimpinan menekankan pada tiga gagasan yang dibangun baik secara bersama-sama maupun terpisah yaitu: (1) rasionalitas, perilaku, dan kepribadian pemimpin; (2) rasionalitas, perilaku, dan kepribadian pengikut; dan (3) faktor- faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas, iklim organisasi, dan budaya. Menurut Rivai dan Mulyadi (2012:133), kepemimpinan pada dasarnya: melibatkan orang lain, melibatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata antara pemimpin dan anggota kelompok, menggerakkan kemampuan dengan menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi tingkah laku bawahan, dan menyangkut nilai. Empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu: (1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

  • Upload
    hanhi

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Kepemimpinan Transformasional

Penggunaan pendekatan atau perspektif yang beragam atas kepemimpinan,

selain melahirkan definisi kepemimpinan yang beragam juga melahirkan teori

kepemimpinan yang beragam pula. Setiap pendekatan yang digunakan

melahirkan berbagai macam teori kepemimpinan. Luthans (2006:638)

mendefinisikan kepemimpinan sebagai sekelompok proses, kepribadian,

pemenuhan, perilaku tertentu, persuasi, wewenang, pencapaian tujuan, interaksi,

perbedaan peran, inisiasi struktur, dan kombinasi dari dua atau lebih dari hal-hal

tersebut. Khuntia dan Suar (2004) menyatakan bahwa semua teori mengenai

kepemimpinan menekankan pada tiga gagasan yang dibangun baik secara

bersama-sama maupun terpisah yaitu: (1) rasionalitas, perilaku, dan kepribadian

pemimpin; (2) rasionalitas, perilaku, dan kepribadian pengikut; dan (3) faktor-

faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas, iklim organisasi, dan budaya.

Menurut Rivai dan Mulyadi (2012:133), kepemimpinan pada dasarnya:

melibatkan orang lain, melibatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata

antara pemimpin dan anggota kelompok, menggerakkan kemampuan dengan

menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi tingkah laku

bawahan, dan menyangkut nilai. Empat sifat umum yang mempunyai

pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu: (1)

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

2

kecerdasan, (2) kedewasaan, (3) motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan (4)

sikap hubungan kemanusiaan.

James MacGregor Burns dalam Luthans (2006:653) mengidentifikasikan

dua jenis kepemimpinan politis, yaitu transaksional dan transformasional.

Kepemimpinan transaksional tradisional mencakup hubungan pertukaran antara

pemimpin dan pengikut, tetapi kepemimpinan transformasional lebih

mendasarkan pada pergeseran nilai dan kepercayaan pemimpin, serta kebutuhan

pengikutnya. Kepemimpinan transaksional adalah resep bagi keadaan seimbang,

sedangkan kepemimpinan transformasional membawa keadaan menuju kinerja

tinggi pada organisasi yang menghadapi tuntutan pembaruan dan perubahan.

Karakteristik dan pendekatan pemimpin transaksional yaitu (Luthans, 2006:654):

1) Penghargaan kontingen, yaitu kontrak pertukaran penghargaan dengan

usaha yang dikeluarkan, menjanjikan penghargaan untuk kinerja baik,

mengakui pencapaian atau prestasi.

2) Manajemen berdasarkan kekecualian (aktif), yaitu: mengawasi dan mencari

pelanggaran terhadap aturan dan standar, mengambil tindakan korektif.

3) Manajemen berdasarkan kekecualian (pasif), yaitu: intervensi hanya jika

standar tidak dipenuhi.

4) Sesuka hati, yaitu: menghindari tanggung jawab, menghindari pengambilan

keputusan.

Adapun karakteristik dan pendekatan pemimpin transformasional yaitu

(Luthans, 2006:654):

1) Karisma, yaitu: memberikan visi dan misi, memunculkan rasa bangga,

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

3

mendapatkan respek dan kepercayaan.

2) Inspirasi, yaitu: mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan simbol-

simbol untuk memfokuskan usaha, mengekspresikan tujuan penting

dalam cara yang sederhana.

3) Stimulasi intelektual, yaitu: menunjukkan inteligensi, rasional, pemecahan

masalah secara hati-hati.

4) Memperhatikan individu, yaitu: menunjukkan perhatian terhadap pribadi,

memperlakukan karyawan secara individual, melatih, menasehati.

Hughes et al. (2012:542) mengemukakan bahwa pemimpin

transformasional memiliki visi, keahlian retorika, dan pengelolaan kesan yang

baik dan menggunakannya untuk mengembangkan ikatan emosional yang kuat

dengan pengikutnya. Pemimpin transformasional diyakini lebih berhasil dalam

mendorong perubahan organisasi karena tergugahnya emosi pengikut serta

kesediaan mereka untuk bekerja mewujudkan visi sang pemimpin. Sementara itu,

pemimpin transaksional tidak memiliki sifat pemimpin tadi, maupun mampu

mengembangkan ikatan emosi yang kuat dengan pengikutnya ataupun

menginspirasi pengikut untuk melakukan lebih dari yang mereka pikir bisa.

Pemimpin transaksional diyakini memotivasi pengikut dengan cara menetapkan

tujuan dan menjanjikan imbalan bagi kinerja yang baik. Kepemimpinan

transaksional hanya melanggengkan status quo, penggunaan imbalan oleh

pemimpin tidak menghasilkan perubahan jangka panjang seperti pada

kepemimpinan transformasional. Luthans (2006:654) mengemukakan bahwa

pemimpin transformasional lebih sering memakai taktik legitimasi dan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

4

melahirkan tingkat identifikasi dan internalisasi yang lebih tinggi, memiliki

kinerja yang lebih baik, dan mengembangkan pengikutnya.

Menurut Robbins dan Judge (2008:91), kepemimpinan transformasional

lebih unggul daripada kepemimpinan transaksional, dan menghasilkan tingkat

upaya dan kinerja para pengikut yang melampaui apa yang bisa dicapai kalau

pemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional.

Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

mengenai kepemimpinan berdasarkan pendekatan transformasional. Pendekatan

transformasional merupakan pendekatan atau perspektif yang paling populer yang

digunakan dalam mempelajari kepemimpinan pada saat ini, serta dipandang

sesuai dengan obyek yang akan diteliti.

Antonakis et al. (2003) mendefinisikan kepemimpinan transformasional

sebagai sebuah perilaku yang bersifat proaktif, meningkatkan perhatian atas

kepentingan bersama kepada para pengikut, dan membantu para pengikut

mencapai tujuan pada tingkatan yang paling tinggi. Khuntia dan Suar (2004)

menekankan bahwa dalam kepemimpinan transformasional, pemimpin

merubah kepercayaan, nilai, dan perilaku para pengikut sehingga konsisten

dengan visi organisasi. Khuntia dan Suar (2004) menegaskan bahwa pemimpin

yang menerapkan kepemimpinan transformasional memberikan pengaruhnya

kepada para pengikut dengan melibatkan pengikutnya berpartisipasi dalam

penentuan tujuan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan

memberikan umpan balik melalui pelatihan, pengarahan, konsultasi,

bimbingan, dan pemantauan atas tugas yang diberikan. Pemimpinan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

5

transformasional adalah pemimpin yang mendorong para pengikutnya untuk

merubah motif, kepercayaaan, nilai, dan kemampuan sehingga minat dan

tujuan pribadi dari para pengikut dapat selaras dengan visi dan tujuan

organisasi Goodwin et al., 2001).

Krishnan (2005) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional

merubah dan memperluas minat para pengikutnya, dan menghasilkan kesadaran

akan penerimaan tujuan dan misi bersama. Nguni (2005) mengemukakan bahwa

kepemimpinan transformasional memerlukan peningkatan level motivasi dari para

pengikut melebihi nilai yang dipertukarkan dan melebihi dari apa yang

diharapkan oleh para pengikut, dengan demikian para pengikut dapat

mencapai kinerja pada level yang lebih tinggi dan terwujudnya aktualisasi diri.

Karakteristik penting dari kepemimpinan transformasional meliputi: (a)

menantang status quo, (b) terlibat dalam pembuatan visi untuk masa depan

organisasi, dan (c) mempromosikan perubahan yang tepat dalam nilai-nilai, sikap

dan perilaku pengikut dengan menggunakan taktik dan strategi pemberdayaan.

Asgari et al. (2008) menyatakan bahwa pemimpin transformasional

memotivasi para pengikutnya dengan mengajak para pengikutnya untuk

menginternalisasi dan memprioritaskan kepentingan bersama yang lebih besar di

atas kepentingan pribadi. Yukl (2010:320) mengemukakan bahwa para pemimpin

transformasional membuat para pengikut menjadi lebih menyadari kepentingan

dan nilai dari pekerjaan dan membujuk pengikut untuk tidak mendahulukan

kepentingan diri sendiri demi organisasi. Para pemimpin mengembangkan

keterampilan dan keyakinan pengikut untuk menyiapkan mereka mendapatkan

tanggung jawab yang lebih banyak dalam sebuah organisasi yang memberikan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

6

wewenang. Para pemimpin memberikan dukungan dan dorongan saat

diperlukan untuk mempertahankan antusiasme dan upaya menghadapi halangan,

kesulitan dan kelelahan. Dengan kepemimpinan transformasional, para pengikut

merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan penghormatan terhadap

pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya

diharapkan dari mereka.

Para pemimpin transformasional yang sesungguhnya yakni ketika

mereka memberikan kesadaran tentang apa itu benar, baik, indah, ketika mereka

membantu meninggikan kebutuhan dari para bawahan dalam mencapai apa yang

diinginkan dan dalam mencapai aktualisasi, para pemimpin membantu dalam

mencapai tingkat kedewasaan moral yang lebih tinggi, dan ketika para pemimpin

itu mampu menggerakkan para bawahannya untuk melepaskan kepentingan diri

mereka sendiri untuk kebaikan group, organisasi, maupun masyarakat (Sopiah,

2008:295). Rivai dan Mulyadi (2012:132) mengemukakan bahwa pemimpin

transformasional memotivasi bawahan untuk berbuat lebih baik dengan apa yang

sesungguhnya diharapkan bawahan itu dengan meningkatkan nilai tugas, dengan

mendorong bawahan mengorbankan kepentingan diri sendiri demi kepentingan

organisasi yang dibarengi dengan menaikkan tingkat kebutuhan bawahan ke

tingkat yang lebih baik.

Menurut Robbins dan Judge (2008:90), pemimpin transformasional adalah

pemimpin yang menginspirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan

kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mereka mampu

memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri para pengikutnya. Mereka menaruh

perhatian terhadap kebutuhan pengembangan diri para pengikutnya, mengubah

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

7

kesadaran para pengikut atas isu-isu yang ada dengan cara membantu orang

lain memandang masalah lama dengan cara yang baru, serta mampu

menyenangkan hati dan menginspirasi para pengikutnya untuk bekerja keras

guna mencapai tujuan-tujuan bersama. Luthans (2006:653-654) menyimpulkan

bahwa kepemimpinan transformasional yang efektif memiliki karakter sebagai

berikut.

1) Mereka mengidenditifikasi dirinya sebagai alat perubahan

2) Mereka berani

3) Mereka mempercayai orang

4) Mereka motor penggerak nilai

5) Mereka pembelajar sepanjang masa

6) Mereka memiliki kemampuan menghadapi kompleksitas, ambiguitas,

dan ketidakpastian

7) Mereka visioner

Yukl (2010:316-319) mengemukakan beberapa pedoman bagi para pemimpin

yang berusaha untuk menginspirasikan dan memotivasi pengikut, yaitu:

1) Menyatakan visi yang jelas dan menarik

Para pemimpin transformasional memperkuat visi yang ada atau

membangun komitmen terhadap sebuah visi baru. Sebuah visi yang jelas

mengenai apa yang dapat dicapai organisasi atau akan jadi apakah sebuah

organisasi itu akan membantu orang untuk memahami tujuan, sasaran dan

prioritas dari organisasi.

2) Menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

8

Tidaklah cukup hanya menyampaikan sebuah visi yang menarik, pemimpin

juga harus meyakinkan para pengikut bahwa visi itu memungkinkan.

Amatlah penting untuk membuat hubungan yang jelas antara visi itu dengan

sebuah strategi yang dapat dipercaya untuk mencapainya. Hubungan ini lebih

mudah dibangun jika strateginya memiliki beberapa tema jelas yang relevan

dengan nilai bersama dari para anggota organisasi.

3) Bertindak secara rahasia dan optimis

Para pengikut tidak akan meyakini sebuah visi kecuali jika pemimpinnya

memperlihatkan keyakinan diri dan pendirian. Pemimpin harus tetap optimis

tentang kemungkinan keberhasilan organisasi dalam mencapai visinya, khususnya

dalam menghadapi halangan dan kemunduran sementara. Keyakinan dan

optimisme seorang pemimpin dapat amat menular. Keyakinan diperlihatkan baik

dalam perkataan maupun tindakan.

4) Memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut

Pengikut akan memiliki kinerja yang lebih baik saat pemimpinnya memiliki

harapan yang tinggi bagi mereka dan memperlihatkan keyakinan terhadap

mereka.

5) Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai-

nilai penting

Tindakan dramatis dengan perilaku kepemimpinan yang konsisten

dengan visi organisasi merupakan cara efektif untuk menekankan nilai penting.

Tindakan simbolis untuk mencapai sebuah sasaran penting atau mempertahankan

sebuah nilai penting akan memberikan pengaruh saat pemimpin itu membuat

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

9

resiko kerugian pribadi yang cukup besar, membuat pengorbanan diri, atau

melakukan hal-hal yang tidak konvensional.

6) Memimpin dengan memberikan contoh

Salah satu cara seorang pemimpin mempengaruhi komitmen bawahan

adalah dengan menetapkan sebuah contoh dari perilaku yang dapat dijadikan

contoh dalam interaksi keseharian dengan bawahan. Seorang pemimpin yang

meminta bawahan untuk membuat pengorbanan khusus harus menetapkan sebuah

contoh dengan melakukan hal yang sama. Nilai-nilai yang menyertai seorang

pemimpin harus diperlihatkan dalam perilakunya sehari-hari, dan harus

dilakukan secara konsisten bukan hanya saat diperlukan.

7) Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu

Pemimpin mendelegasikan kewenangan kepada bawahan untuk

keputusan tentang bagaimana melakukan pekerjaan. Ini berarti

pemimpin meminta bawahan untuk menentukan sendiri cara terbaik

untuk menerapkan strategi atau mencapai sasaran.

Menurut Robbins dan Judge (2008:91) dan Cavazotte (2012), terdapat

empat komponen kepemimpinan transformasional, yaitu:

1) Idealized Influence (Pengaruh Ideal)

Idealized influence adalah perilaku pemimpin yang memberikan visi

dan misi, memunculkan rasa bangga, serta mendapatkan respek dan kepercayaan

bawahan. Idealized influence disebut juga sebagai pemimpin yang

kharismatik, dimana pengikut memiliki keyakinan yang mendalam pada

pemimpinnya, merasa bangga bisa bekerja dengan pemimpinnya, dan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

10

mempercayai kapasitas pemimpinnya dalam mengatasi setiap permasalahan.

2) Inspirational Motivation (Motivasi Inspirasional)

Inspirational motivation adalah perilaku pemimpin yang mampu

mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menyampaikan visi bersama secara

menarik dengan menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan upaya

bawahan, dan menginspirasi bawahan untuk mencapai tujuan yang menghasilkan

kemajuan penting bagi organisasi.

3) Intellectual Stimulation (Stimulasi Intelektual)

Intellectual stimulation adalah perilaku pemimpin yang mampu

meningkatkan kecerdasan bawahan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi

mereka, meningkatkan rasionalitas, dan pemecahan masalah secara cermat.

4) Individualized Consideration (Pertimbangan Individual)

Individualized consideration adalah perilaku pemimpin yang memberikan

perhatian pribadi, memperlakukan masing-masing bawahan secara individual

sebagai seorang individu dengan kebutuhan, kemampuan, dan aspirasi yang

berbeda, serta melatih dan memberikan saran. Individualized consideration dari

kepemimpinan transformasional memperlakukan masing-masing bawahan

sebagai individu serta memonitor dan menumbuhkan peluang.

2.1.2 Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang

berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja

adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan

mereka memberikan hal yang dinilai penting (Luthans, 2006:243). Rivai dan

Mulyadi (2012:246) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah penilaian dari

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

11

pekerja tentang seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan

kebutuhannya.

Menurut Porter (1961) dalam Ardana dkk. (2008:23), kepuasan kerja adalah

selisih dari sesuatu yang seharusnya ada dengan sesuatu yang sesungguhnya ada

(faktual). Semakin kecil selisih kondisi yang seharusnya ada dengan kondisi yang

sesungguhnya ada (faktual), seseorang cenderung merasa semakin puas. Garboua

dan Montmarquette (2004) menyatakan bahwa kepuasan kerja menggambarkan

perasaan pekerja yang didasari atas pengalaman kerjanya. Gibson et al.

(2009:152) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap para

pekerja mengenai pekerjaannya yang dihasilkan dari persepsi mereka terhadap

pekerjaannya berdasarkan faktor-faktor yang terdapat dalam lingkungan kerja

seperti gaya penyelia, kebijakan dan prosedur, afiliasi kelompok kerja, kondisi

kerja, dan manfaat lainnya bagi pekerja.

Robbins dan Judge (2008:107) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu

perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah

evaluasi karakteristiknya. Dalam konsep tersebut, pekerjaan seseorang lebih

dari sekedar aktivitas mengatur kertas, menulis kode program, menunggu

pelanggan, atau mengendarai sebuah truk. Setiap pekerjaan menuntut interaksi

dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti peraturan dan kebijaksanaan-

kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar-standar kinerja, menerima

kondisi-kondisi kerja yang kurang ideal, dan lain-lain. Ini berarti bahwa

penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau tidak

puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

12

elemen pekerjaan yang berlainan. Luthans (2006:243) menyatakan terdapat

tiga dimensi kepuasan kerja, yaitu:

1) Kepuasan kerja merupakan respons emosional terhadap situasi dan kondisi

kerja. Dengan demikian, kepuasan kerja dapat dilihat dan dapat diduga.

2) Kepuasan kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang dicapai

memenuhi atau melampaui harapan. Misalnya, jika anggota organisasi

merasa bahwa mereka bekerja terlalu keras daripada yang lain dalam

departemen, tetapi menerima penghargaan lebih sedikit, maka mereka

mungkin akan memiliki sikap negatif terhadap pekerjaan, pimpinan,

atau rekan kerja mereka. Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa mereka

diperlakukan dengan baik dan dibayar dengan pantas, maka mereka

mungkin akan memiliki sikap positif terhadap pekerjaan mereka.

3) Kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan.

Lebih lanjut, Luthans (2006:243) mengemukakan bahwa karyawan yang

tingkat kepuasannya tinggi cenderung memiliki kesehatan fisik yang lebih

baik, mempelajari tugas yang berhubungan dengan pekerjaan baru dengan

lebih cepat, memiliki sedikit kecelakaan kerja, mengajukan lebih sedikit

keluhan, meningkatkan kinerja, mengurangi pergantian karyawan dan

ketidakhadiran. Cara-cara untuk meningkatkan kepuasan kerja, diantaranya:

1) Membuat pekerjaan menjadi menyenangkan

2) Memiliki gaji, benefit, dan kesempatan promosi yang adil

3) Menyesuaikan orang dengan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan

keahlian mereka

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

13

4) Mendesain pekerjaan agar menarik dan menyenangkan

Hughes et al. (2012:337) menyatakan bahwa kepuasan kerja berhubungan

dengan sikap seseorang mengenai kerja, dan ada beberapa alasan yang membuat

kepuasan kerja merupakan konsep yang penting bagi pemimpin. Penelitian

menunjukkan pekerja yang puas lebih cenderung bertahan bekerja untuk

organisasi. Pekerja yang puas juga cenderung terlibat dalam perilaku organisasi

yang melampaui deskripsi tugas dan peran mereka, serta membantu

mengurangi beban kerja dan tingkat stres anggota lain dalam organisasi. Pekerja

yang tidak puas cenderung bersikap menentang dalam hubungannya dengan

kepemimpinan dan terlibat dalam berbagai perilaku yang kontraproduktif.

Ketidakpuasan juga alasan utama seseorang meninggalkan organisasi.

Castillo dan Cano (2004) mengemukakan beberapa faktor yang

menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan kerja, yaitu:

1) Pengakuan (recognition)

Tindakan berupa pujian ataupun sikap menyalahkan yang disampaikan

oleh atasan, rekan sejawat, manajemen, klien, dan atau masyarakat umum.

2) Pencapaian (achievement)

Segala upaya yang dilakukan untuk meraih keberhasilan termasuk

mengambil sikap atas kegagalan yang terjadi.

3) Kesempatan berkembang (possibility of growth)

Adanya kesempatan untuk berkembang yang tercermin dari perubahan

status.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

14

4) Kemajuan (advancement)

Perubahan nyata yang terjadi pada status pekerjaan.

5) Gaji (salary)

Konsekuensi dari kompensasi yang memainkan peran utama.

6) Hubungan antar pribadi (interpersonal relations)

Hubungan yang terjalin antara atasan, bawahan, dan rekan sejawat.

7) Pengawasan (supervision)

Kemampuan pengawas dalam mendelegasikan tanggung jawab dan

membimbing bawahan.

8) Tanggung jawab (responsibility)

Kepuasan yang timbul berasal dari adanya kendali dan tanggung jawab

yang diberikan dalam suatu pekerjaan.

9) Administrasi dan kebijakan (policy and administration)

Tindakan dimana beberapa aspek atau secara keseluruhan berdampak

pada kepuasan kerja.

10) Kondisi kerja (working condition)

Berhubungan dengan kondisi kerja secara fisik seperti fasilitas kerja

dan kualitas pekerjaan.

11) Pekerjaan itu sendiri (work it self)

Kinerja pekerjaan secara nyata yang berhubungan dengan kepuasan kerja.

Schleicher et al. (2004); Luthans (2006:243); Robbins dan Judge (2008:108);

Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima komponen

kepuasan kerja, yaitu:

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

15

1) Pembayaran (Pay)

Sejumlah upah yang diterima dan tingkat di mana hal ini bisa dipandang

sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam

organisasi. Hal ini merupakan sesuatu yang lumrah bagi setiap pegawai dimana

para pegawai mengharapkan pembayaran yang diterima sesuai dengan beban

kerja yang mereka dapatkan. Selain itu para pegawai membandingkan apakah

dengan beban kerja yang sama, para pegawai tersebut mendapatkan gaji yang

sama atau berbeda. Hal ini mempengaruhi kepuasan yang mereka rasakan.

2) Pekerjaan (Job)

Pekerjaan yang diberikan dianggap menarik, memberikan kesempatan

untuk pembelajaran bagi pegawai serta kesempatan untuk menerima

tanggung jawab atas pekerjaan. Pegawai akan merasa senang dan tertantang bila

diberikan pekerjaan yang dapat membuat mereka mengerahkan semua

kemampuannya. Sementara apabila beban dan tantangan pekerjaan yang

diberikan jauh dibawah kemampuan yang mereka miliki, para pegawai cenderung

merasa bosan. Akan tetapi apabila diberikan beban kerja dan tanggung jawab

lebih besar, kemungkinan timbul rasa frustrasi sebagai akibat dari kegagalan

pegawai dalam memenuhi tuntutan kerja yang telah diberikan oleh organisasi.

3) Kesempatan promosi (Promotion opportunities)

Adanya kesempatan bagi pegawai untuk maju dan berkembang dalam

organisasi, misalnya: kesempatan untuk mendapatkan promosi, penghargaan,

kenaikan pangkat serta pengembangan individu. Hal ini terkait dengan

pengembangan diri setiap pegawai. Pegawai memiliki keinginan untuk terus maju

dan berkembang sebagai bentuk aktualisasi diri sehingga pegawai akan merasa

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

16

puas apabila organisasi memberikan kesempatan untuk berkembang dan

mendapatkan promosi ke jenjang yang lebih tinggi.

4) Atasan (Supervisor)

Kemampuan atasan untuk menunjukkan minat dan perhatian

tentang pegawai, memberikan bantuan teknis, serta peran atasan dalam

memperlakukan pegawai mempengaruhi perilaku pegawai dalam pekerjaannya

sehari-hari. Selain itu atasan dituntut memiliki kemampuan dalam melakukan

pengambilan keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung

berdampak kepada para bawahannya.

5) Rekan kerja (Co-workers)

Sejauh mana rekan kerja pandai secara teknis, bersahabat, dan saling

mendukung dalam lingkungan kerja. Peranan rekan kerja dalam interaksi

yang terjalin diantara pegawai mempengaruhi tingkat kepuasan yang

dirasakan pegawai. Perselisihan yang timbul diantara sesama pegawai meskipun

bersifat sepele dapat mempengaruhi perilaku pegawai dalam pekerjaannya sehari-

hari.

Dalam mengukur kepuasan kerja, salah satu alat ukur yang digunakan

adalah dengan menggunakan Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) yang

dikembangkan oleh Weiss et al. (1967) dalam Sopiah (2008) dan dalam

Nguni (2005). MSQ short form ini terdiri dari beberapa pertanyaan yang

digunakan untuk mengukur komponen-komponen dalam kepuasan kerja.

Aspek-aspek yang diukur

dalam MSQ short form dapat dinilai dalam beberapa bagian komponen

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

17

sehingga dapat memberikan gambaran komponen-komponen mana yang

mengalami kepuasan dan ketidakpuasan.

2.1.3 Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Huang (2012) mengemukakan tiga kategori perilaku pekerja, yaitu: (1)

berpartisipasi, terikat dan berada dalam suatu organisasi; (2) harus

menyelesaikan suatu pekerjaan dan bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip yang

diatur oleh organisasi; serta (3) melakukan aktivitas yang inovatif dan spontan

melebihi persepsi perannya dalam organisasi. Kategori terakhirlah yang sering

disebut sebagai organizational citizenship behavior (OCB) atau the extra-role

behavior (Huang, 2012).

Robbins dan Judge (2008:40) mendefinisikan OCB sebagai perilaku pilihan

yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun

mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Shweta dan Srirang

(2009) menyatakan bahwa OCB ditandai dengan usaha dalam bentuk apapun

yang dilakukan berdasarkan kebijaksanaan pegawai yang memberikan manfaat

bagi organisasi tanpa mengharapkan imbalan apapun.

Kumar et al. (2009) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang

memberikan kontribusi pada terciptanya efektifitas organisasi dan tidak berkaitan

langsung dengan sistem reward organisasi. Kumar et al. (2009) menyatakan

bahwa OCB merupakan:

1) Perilaku bebas pekerja yang tidak diharapkan maupun diperlukan,

oleh karena itu organisasi tidak dapat memberikan penghargaan atas

munculnya perilaku tersebut ataupun memberikan hukuman atas ketiadaan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

18

perilaku tersebut.

2) Perilaku individu yang memberikan manfaat bagi organisasi akan tetapi

tidak secara langsung maupun eksplisit diakui dalam sistem penghargaan

formal organisasi.

3) Perilaku yang bergantung pada setiap individu untuk memunculkan

ataupun menghilangkan perilaku tersebut dalam lingkungan kerja.

4) Perilaku yang berdampak pada terciptanya efektifitas dan efisiensi kerja

tim dan organisasi, sehingga memberikan kontribusi bagi produktifitas

organisasi secara keseluruhan.

Organ et al. (2006:8) menggambarkan OCB sebagai perilaku individual

yang bersifat bebas (discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit

mendapat penghargaan dari sistem imbalan formal, dan yang secara keseluruhan

(agregat) meningkatkan efisiensi dan efektifitas fungsi-fungsi organisasi. Bersifat

bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan

peran atau deskripsi jabatan yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak

dengan organisasi, melainkan sebagai pilihan personal. Organ et al. (2006:8-10)

menguraikan definisi tersebut ke dalam beberapa poin sebagai berikut:

1) Perilaku individu yang bebas.

Maksudnya adalah bahwa perilaku tertentu yang dimunculkan dalam

konteks tertentu bukan merupakan persyaratan mutlak yang tercantum

dalam deskripsi pekerjaan yang harus dijalankan oleh seorang individu. Hal ini

menyebabkan setiap individu memiliki pilihan secara bebas, apakah akan

memunculkan OCB atau tidak, karena seseorang tidak akan dihukum karena tidak

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

19

mempraktekkan perilaku tersebut.

2) Tidak secara langsung dan eksplisit diakui oleh sistem penghargaan

formal.

Beberapa pekerjaan mencantumkan standar minimal seperti pengalaman,

pengetahuan, dan kompetensi untuk memenuhi tanggung jawab pekerjaan secara

tertulis. Ketika berbagai tuntutan tersebut dicantumkan dalam deskripsi

pekerjaan, atau kontrak kerja, maka perilaku yang timbul dalam rangka

memenuhi kewajiban tersebut bukanlah merupakan OCB. Dalam hal ini bukan

berarti perilaku yang termasuk OCB tidak akan mendapatkan penghargaan sama

sekali. Sebagai contoh ketika seseorang menunjukkan OCB, perilaku yang

dimunculkan tersebut dapat merubah pandangan rekan kerja serta atasan dalam

mempertimbangkan orang tersebut untuk direkomendasikan agar diberikan

kesempatan pekerjaan dengan tanggung jawab lebih besar, diusulkan oleh

atasannya untuk dinaikkan gajinya, atau direkomendasikan oleh rekan kerja

dan atasannya untuk mendapatkan promosi jabatan. Organ et al. menyatakan

bahwa perbedaan penting yang mendasari pemberian imbalan atau penghargaan

yang diberikan tersebut tidak ditetapkan dalam kontrak kerja atau tidak terdapat

dalam kebijakan dan prosedur formal organisasi. Pemberian imbalan tersebut

bersifat alamiah dan terdapat ketidakpastian dari segi waktu dan cara

mendapatkan imbalan tersebut.

3) Secara bersama-sama mendorong fungsi efisiensi dan efektifitas organisasi.

Pengertian secara bersama-sama mengandung maksud bahwa OCB muncul

pada setiap individu, pada kelompok, hingga pada tingkatan organisasi secara

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

20

luas. Organ et al. mengungkapkan bahwa beberapa penelitian mengenai OCB

secara umum telah dikaitkan dengan indikator efisiensi dan efektivitas pada

organisasi seperti efisiensi operasi, kepuasan pelanggan, kinerja keuangan, dan

pertumbuhan pendapatan.

OCB sangat penting artinya untuk menunjang keefektifan fungsi-fungsi

organisasi, terutama dalam jangka panjang. Menurut Podsakoff et al. (2000),

OCB mempengaruhi keefektifan organisasi karena beberapa alasan: (1) OCB

dapat membantu meningkatkan produktivitas rekan kerja; (2) OCB dapat

membantu meningkatkan produktivitas manajerial; (3) OCB dapat membantu

mengefisienkan penggunaan sumber daya organisasi untuk tujuan-tujuan

produktif; (4) OCB dapat menurunkan tingkat kebutuhan akan penyediaan

sumber daya organisasi secara umum untuk tujuan-tujuan pemeliharaan

karyawan; (5) OCB dapat dijadikan sebagai dasar yang efektif untuk aktivitas-

aktivitas koordinasi antar anggota-anggota tim dan antar kelompok-kelompok

kerja; (6) OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk

mendapatkan dan mempertahankan sumber daya manusia yang handal; (7) OCB

dapat meningkatkan stabilitas kinerja organisasi; (8) OCB dapat meningkatkan

kemampuan organisasi untuk beradaptasi secara lebih efektif terhadap perubahan-

perubahan lingkungannya.

Shweta dan Srirang (2010) mengemukakan bahwa konsep OCB pertama

kali diperkenalkan oleh Smith, Organ, dan Near pada tahun 1983 yang

menggambarkan OCB dalam dua komponen yaitu altruism dan generalized

compliance (bentuk lain dari conscientiousness). Kemudian Organ pada tahun

1988 menambahkan sportsmanship, courtesy, dan civic virtue sebagai

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

21

komponen lain pada OCB disamping altruism dan generalized compliance.

Williams dan Anderson (1991) mengelompokkan OCB dalam dua kategori

yang berbeda yaitu: OCBI – perilaku yang mengarah pada individu dalam

organisasi, terdiri dari altruism dan courtesy; dan OCBO – perilaku yang

mengarah pada peningkatan efektivitas organisasi, terdiri dari conscientiousness,

sportsmanship dan civic virtue. Dalam penelitian ini, komponen OCB yang

digunakan merupakan komponen yang dikemukakan oleh Konovsky dan Organ

(1996); Jahangir et al. (2004); Organ et al. (2006:22); DiPaola dan Neves (2009);

Ahmed et al. (2012), Chiang dan Hsieh (2012), yaitu:

1) Altruism

Altruism adalah perilaku berinisiatif untuk membantu atau menolong rekan

kerja dalam organisasi secara sukarela. Secara lebih rinci, komponen altruism

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Membantu rekan kerja yang beban kerjanya berlebih.

b. Menggantikan peran atau pekerjaan rekan kerja yang berhalangan hadir.

c. Rela membantu rekan kerja yang memiliki masalah dengan pekerjaan.

d. Membantu rekan kerja yang lain agar lebih produktif.

e. Membantu proses orientasi lingkungan kerja atau memberi arahan kepada

pegawai yang baru meskipun tidak diminta.

2) Courtesy

Courtesy adalah perilaku individu yang menjaga hubungan baik dengan

rekan kerjanya agar terhindar dari perselisihan antar anggota dalam

organisasi. Seseorang yang memiliki dimensi ini adalah orang yang

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

22

menghargai dan memperhatikan orang lain. Secara lebih rinci, komponen

courtesy memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Menghormati hak-hak dan privasi rekan kerja.

b. Mencoba untuk tidak membuat masalah dengan rekan kerja.

c. Mencoba menghindari terjadinya perselisihan antar rekan kerja.

d. Mempertimbangkan dampak terhadap rekan kerja dari setiap tindakan

yang dilakukan.

e. Berkonsultasi terlebih dahulu dengan rekan kerja yang mungkin akan

terpengaruh dengan tindakan yang akan dilakukan.

3) Sportsmanship

Sportsmanship adalah kesediaan individu menerima apapun yang ditetapkan

oleh organisasi meskipun dalam keadaan yang tidak sewajarnya. Secara lebih

rinci, komponen sportsmanship memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tidak menghabiskan waktu untuk mengeluh atas permasalahan yang

sepele.

b. Tidak membesar-besarkan permasalahan yang terjadi dalam organisasi.

c. Menerima setiap kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh organisasi.

d. Mentolerir ketidaknyamanan yang terjadi di tempat kerja.

4) Conscientiousness

Conscientiousness adalah pengabdian atau dedikasi yang tinggi pada

pekerjaan dan keinginan untuk melebihi standar pencapaian dalam setiap

aspek. Secara lebih rinci, komponen conscientiousness memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

a. Ketika tidak masuk kerja, melapor kepada atasan atau rekan kerja terlebih

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

23

dahulu.

b. Menyelesaikan tugas sebelum waktunya.

c. Selalu berusaha melakukan lebih dari apa yang seharusnya dilakukan.

d. Secara sukarela melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi organisasi

disamping tugas utama.

e. Tidak membuang-buang waktu kerja.

f. Tidak mengambil waktu istirahat secara berlebihan.

g. Mematuhi peraturan dan ketentuan organisasi meskipun dalam kondisi

tidak ada seorang pun yang mengawasi.

5) Civic Virtue

Civic virtue adalah perilaku individu yang menunjukkan bahwa individu

tersebut memiliki tanggung jawab untuk terlibat, berpartisipasi, turut serta, dan

peduli dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan organisasi. Secara lebih

rinci, komponen civic virtue memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Peduli terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam

organisasi.

b. Turut serta dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi.

c. Mengambil inisiatif untuk memberikan rekomendasi atau saran inovatif

untuk meningkatkan kualitas organisasi secara keseluruhan.

Perilaku organizational citizenship behavior (OCB) pada penelitian ini

diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Nguni (2005)

dimana responden diminta untuk menunjukkan sejauh mana mereka

setuju dengan pernyataan yang mencerminkan perilaku OCB.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

24

Shweta dan Srirang (2010) menyajikan sebuah tinjauan yang komprehensif

berupa kerangka kerja untuk mengemukakan faktor-faktor yang

mempengaruhi OCB, diantaranya:

1) Disposisi individu dan motif individu

Disposisi individu seperti positive affectivity, negative affectivity,

conscientiousness, agreeableness, dan juga locus of control memainkan peranan

penting dalam menentukan tingkat OCB yang ditampilkan oleh pegawai. Selain

disposisi individu, pegawai didorong oleh motivasi baik intrinsik atau ekstrinsik

untuk menunjukkan OCB.

2) Kohesivitas kelompok

Pegawai pada umumnya berhubungan langsung dengan kelompok kerja

dalam pekerjaannya. Hal ini secara jelas memberikan pengaruh pada sikap dan

perilaku pegawai tersebut. Kohesivitas kelompok mendorong munculnya OCB

yang bertujuan untuk lebih mempererat hubungan agar kelompok menjadi kuat

dan efektif.

3) Sikap Pegawai

OCB tergantung pada sikap positif karyawan terhadap pekerjaan mereka

serta terhadap organisasi, yang meliputi:

a. Komitmen Organisasi

Dalam beberapa kasus, tingkat komitmen organisasi mempengaruhi

timbulnya OCB. Tingginya tingkat komitmen organisasi tercermin dalam

keterlibatan pegawai dalam permasalahan organisasi di luar penugasan secara

umum.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

25

b. Kepuasan Kerja

Berbagai studi menunjukkan hubungan yang positif antara kepuasan kerja

dengan OCB.

4) Kepemimpinan Transformasional

Pegawai yang paling mungkin terlibat dalam OCB adalah dalam

kondisi manajer menampilkan perilaku kepemimpinan transformasional seperti

mempunyai visi, menjadi teladan, menyegarkan intelektual bawahan, dan

mengkomunikasikan harapan kinerja yang tinggi. Jelas sekali bahwa

perhatian pada munculnya OCB pegawai bergantung pada efektivitas

kepemimpinan yang berjalan dalam organisasi.

5) Keadilan Organisasi

Keadilan organisasi mencerminkan sejauh mana pegawai merasa

diperlakukan adil oleh organisasi. Organisasi yang mengikuti prinsip-prinsip

umum keadilan organisasi akan memastikan bahwa keadilan distributif, keadilan

prosedural, dan keadilan interaksional telah memiliki ukuran yang baik dalam

organisasi. Masing-masing komponen dalam keadilan organisasi memberikan

kontribusi yang sangat penting dalam membentuk OCB pegawai dalam

organisasi.

Dalam Ghazzawi (2008) dinyatakan bahwa hasil penelitian meta-analisis

dari 55 studi oleh Organ dan Ryan (1995) menunjukkan bahwa hubungan

kepuasan kerja dan perilaku kewargaan organisasi (OCB) lebih kuat dari

hubungan antara kepuasan dan kinerja, setidaknya di antara kelompok-kelompok

non-profesional dan non- manajerial. Dalam review kuantitatif yang sama, sikap

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

26

lainnya seperti keadilan yang dirasakan, komitmen organisasi, dan dukungan

pemimpin berkorelasi dengan perilaku kewargaan organisasi (OCB) hampir

pada tingkat yang sama dengan korelasi dengan kepuasan kerja (Organ dan

Ryan, 1995).

2.1.4 Komitmen Organisasional

Komitmen organisasional didefinisikan oleh Durkin dan Bennet (1999)

sebagai perasaan yang kuat dan erat dari seseorang terhadap tujuan dan nilai suatu

organisasi dalam hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya

pencapaian tujuan dan nilai-nilai tersebut. Luthans (2006:249) menyatakan bahwa

komitmen organisasional merupakan sikap yang menunjukkan loyalitas karyawan

dan merupakan proses berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi

mengekspresikan perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan

organisasinya. Lebih lanjut sikap loyalitas ini diindikasikan dengan tiga hal,

yaitu: (1) keinginan kuat seseorang untuk tetap menjadi anggota organisasinya;

(2) kemauan untuk mengerahkan usahanya untuk organisasinya; (3) keyakinan

dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Komitmen

organisasional akan membuat pekerja memberikan yang terbaik kepada organisasi

tempat dia bekerja. Pekerja dengan komitmen yang tinggi akan lebih

berorientasi pada kerja. Pekerja yang memiliki komitmen organisasional tinggi

akan cenderung senang membantu dan dapat bekerjasama.

Curtis dan Wright (2001) mengemukakan bahwa komitmen didefinisikan

sebagai kekuatan identifikasi individu yang berada dalam sebuah organisasi. Jika

seseorang memiliki komitmen untuk organisasi, ia akan memiliki identifikasi

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

27

yang kuat dengan organisasi, memiliki nilai-nilai keanggotaan, setuju dengan

tujuan dan sistem nilai, kemungkinan akan tetap di dalamnya, dan akhirnya, siap

untuk bekerja keras demi organisasinya.

John dan Taylor (1999); Allen dan Meyer (1991); Sopiah (2008:163-164)

mengemukakan suatu model anteseden (faktor-faktor yang mendahului) dari

komitmen organisasional yaitu:

1) Karakteristik Pribadi

Beberapa karakteristik pribadi dianggap memiliki hubungan dengan

komitmen organisasional yaitu usia dan masa kerja, tingkat pendidikan, status

perkawinan, dan jenis kelamin.

2) Karakteristik Pekerjaan

Karakteristik pekerjaan merupakan posisi pekerjaan, yaitu karakteristik

yang berkaitan dengan peran, self-employment, otonomi, jam kerja, tantangan

dalam pekerjaan, serta tingkat kesulitan dalam pekerjaan.

3) Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja dipandang sebagai suatu kekuatan sosialisasi utama yang

mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan ikatan psikologis dengan

organisasi.

4) Karakteristik Struktural

Karakteristik struktural adalah karakteristik yang dikembangkan untuk

meningkatkan komitmen individu kepada organisasi, meliputi kemajuan karir dan

peluang promosi di masa yang akan datang, besar atau kecilnya organisasi,

bentuk organisasi, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap

karyawan.

Luthans (2006:250) mengemukakan beberapa pedoman khusus untuk

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

28

mengimplementasikan sistem manajemen dalam membantu memecahkan

masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan:

1) Berkomitmen pada nilai utama manusia

Membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang baik dan tepat, dan

mempertahankan komunikasi.

2) Memperjelas dan mengkomunikasikan misi

Memperjelas misi dan ideologi, berkarisma, menggunakan praktik

perekrutan berdasarkan nilai, membentuk tradisi.

3) Menjamin keadilan organisasi

Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif, menyediakan

komunikasi dua arah yang ekstensif.

4) Menciptakan rasa komunitas

Membangun homogenitas berdasarkan nilai, keadilan, berkumpul bersama,

serta menekankan kerjasama, saling mendukung, dan kerja tim.

5) Mendukung perkembangan karyawan

Melakukan aktualisasi, memberikan pekerjaan menantang, memajukan dan

memberdayakan, mempromosikan dari dalam, menyediakan aktivitas

perkembangan, menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan.

Tett dan Meyer (1993); Meyer et al. (2002); Karakus dan Aslan

(2008); Luthans (2008:249); Aydogdu dan Asikgil (2011) mengemukakan tiga

dimensi dari komitmen organisasional yaitu sebagai berikut:

1) Komitmen afektif (affective comitment)

Komitmen afektif adalah keterikatan emosional, identifikasi serta

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

29

keterlibatan seorang karyawan pada suatu organisasi. Komitmen afektif seseorang

akan menjadi lebih kuat bila pengalamannya dalam suatu organisasi konsisten

dengan harapan-harapan dan memuaskan kebutuhan dasarnya dan sebaliknya.

Komitmen afektif menunjukkan kuatnya keinginan seseorang untuk terus bekerja

bagi suatu organisasi karena ia memang setuju dengan organisasi itu dan memang

berkeinginan melakukannya. Karyawan yang mempunyai komitmen afektif yang

kuat tetap bekerja dengan organisasi karena mereka menginginkan untuk bekerja

pada organisasi itu.

2) Komitmen berkelanjutan (continuance commitment)

Komitmen berkelanjutan merupakan komitmen karyawan yang

didasarkan pada pertimbangan apa yang harus dikorbankan bila meninggalkan

organisasi atau kerugian yang akan diperoleh karyawan jika tidak melanjutkan

pekerjaannya dalam organisasi. Tindakan meninggalkan organisasi menjadi

sesuatu yang beresiko tinggi karena karyawan merasa takut akan kehilangan

sumbangan yang mereka tanamkan pada organisasi itu dan menyadari bahwa

mereka tak mungkin mencari gantinya. Karyawan yang mempunyai

komitmen kontinuan yang tinggi akan berada dalam organisasi karena mereka

memang membutuhkan untuk bekerja pada organisasi itu.

3) Komitmen normatif (normative commiment)

Komitmen normatif merupakan komitmen karyawan terhadap organisasinya

karena kewajibannya untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral

atau etis, atau dengan kata lain keyakinan yang dimiliki karyawan tentang

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

30

tanggung jawabnya terhadap organisasi. Tindakan tersebut merupakan hal

benar yang harus dilakukan. Komitmen ini berkaitan dengan perasaan karyawan

terhadap keharusan untuk tetap bertahan dalam organisasi. Oleh karena

itu, karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi akan bertahan

dalam organisasi karena merasa wajib atau sudah seharusnya untuk loyal kepada

organisasi tersebut.

Penelitian ini mencoba untuk meneliti pengaruh kepemimpinan

transformasional terhadap OCB dan komitmen organisasional dengan mediasi

kepuasan kerja. Dipilihnya variabel-variabel tersebut berangkat dari fenomena

yang telah dikemukakan pada Bab 1 bahwa meningkatnya kepuasan kerja guru

SMA di kabupaten Lombok Timur dan perubahan perilaku kepemimpinan (dalam

hal ini Kepala Sekolah) telah memunculkan perilaku-perilaku yang mengarah

pada OCB dan peningkatan komitmen organisasional.

2.2 Hipotesis

2.2.1 Hubungan Kepemimpinan Transformasional dengan OCB

Lian dan Tui (2012) melakukan penelitian pada 347 responden yang

mewakili industri seperti perusahaan jasa, manufaktur, pertambangan dan

konstruksi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan

transformasional memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap OCB

bawahan. Menurut Jahangir et al. (2004), gaya kepemimpinan memiliki pengaruh

yang kuat pada kesediaan karyawan untuk terlibat dalam OCB. Barbuto (2005)

menyatakan bahwa pengikut pemimpin transformasional memiliki rasa

kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan rasa hormat terhadap pemimpin dan

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

31

termotivasi untuk melakukan perilaku ekstra peran atau OCB.

Lamidi (2008) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional

mempunyai pengaruh langsung yang signifikan dan positif terhadap OCB dan

komitmen organisasional. Penelitian yang dilakukan oleh Nguni (2005) pada

sekolah-sekolah dasar dan sekolah menengah di Tanzania juga menunjukkan

pengaruh yang signifikan dan positif antara kepemimpinan transformasional

terhadap perilaku OCB dari para guru.

Penelitian yang dilakukan oleh Piccolo dan Colquitt (2006)

menemukan bahwa efek tidak langsung melengkapi efek langsung dari

kepemimpinan transformasional terhadap kinerja tugas dan OCB melalui

mekanisme karakteristik pekerjaan, motivasi intrinsik, dan komitmen pada tujuan.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang diungkapkan diatas, maka dapat

dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1 : Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan

terhadap OCB.

2.2.2 Hubungan Kepemimpinan Transformasional dengan Kepuasan Kerja

Griffith (2004) membuktikan bahwa sekolah di mana kepala sekolahnya

nenerapkan gaya kepemimpinan transformasional memiliki staf sekolah yang

lebih puas dengan pekerjaan mereka. Zahari dan Shurbagi (2012) melakukan

penelitian terhadap karyawan dari National Oil Corporation Libya. Hasil

penelitiannya menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara gaya

kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja karyawan. Al-

Swidi et al. (2012) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional telah

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

32

terbukti memiliki efek signifikan pada kepuasan kerja karyawan melalui

peningkatan persepsi pemberdayaan karyawan.

Yang dan Islam (2012) melakukan penelitian untuk menunjukkan pengaruh

kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja dengan menggunakan

perspektif bisnis dari balanced scorecard, dan menunjukkan hasil yang signifikan.

Demikian juga halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Yang, Mu-Li

(2012), menemukan bahwa dimensi kepemimpinan transformasional memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang diungkapkan diatas, maka dapat

dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H2 : Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan kerja.

2.2.3 Hubungan Kepemimpinan Transformasional dengan Komitmen

Organisasional

Tuna et al. (2011) melakukan penelitian pada industri rumah sakit di

Turki dan menyimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional meningkatkan

komitmen dan loyalitas karyawan terhadap organisasi. Ismail et al. (2011)

melakukan penelitian terhadap karyawan sebuah anak perusahaan AS di Malaysia

Timur, yang menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional berkorelasi

positif dan signifikan dengan komitmen organisasional. Demikian juga halnya

dengan penelitian yang dilakukan oleh Farahani et al. (2011) membuktikan

bahwa terdapat hubungan langsung dan positif antara kepemimpinan

transformasional dengan komitmen organisasional. Yang, Mu-Li (2012)

menemukan bahwa dimensi kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

33

yang signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Dunn et al. (2012) terhadap organisasi di AS dan

Israel memberikan bukti yang mendukung bahwa perilaku pemimpin

transformasional secara signifikan dan positif berhubungan dengan komitmen

organisasional.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang diungkapkan diatas, maka dapat

dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H3 : Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan

terhadap komitmen organisasional

2.2.4 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Komitmen Organisasional

Harrison dan Hubbard (1998) menemukan bahwa kepuasan kerja,

partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan usia adalah prediksi dari

komitmen organisasional. Aydogdu dan Asikgil (2011) meneliti hubungan antara

variabel kepuasan kerja dan komitmen organisasional, yang membuktikan bahwa

kepuasan kerja memiliki hubungan yang signifikan dan positif terhadap

tiga dimensi komitmen organisasional, yaitu komitmen afektif, komitmen

berkelanjutan, dan komitmen normatif. Hubungan positif moderat signifikan juga

ditemukan antara aspek kepuasan kerja, faktor demografi, dan komitmen

organisasional pada penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Karim dan Rehman (2012) menunjukkan

bahwa kepuasan kerja dan keadilan organisasi secara signifikan mempengaruhi

komitmen organisasional. Karyawan yang puas cenderung lebih setia kepada

organisasi mereka dan mempertahankan sikap positif terhadap pekerjaan

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

34

mereka. Oleh karena itu, mereka tidak mungkin untuk mengganti pekerjaan

mereka dan mereka mempertimbangkan pekerjaan yang ada lebih baik daripada

yang lainnya.

Andini (2006) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif

terhadap komitmen organisasional. Demikian juga halnya dengan penelitian

yang dilakukan oleh Koh dan Boo (2004) menunjukkan hubungan yang

signifikan dan positif antara kepuasan kerja dan komitmen organisasional.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang diungkapkan diatas, maka

dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H4 : Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap

komitmen organisasional

2.2.5 Hubungan OCB dengan Komitmen Organisasional

Menurut Sloat (1999) OCB merupakan perilaku yang selalu mengutamakan

kepentingan orang lain, hal itu diekspreskikan dalam tindakan yang mengarah

pada hal-hal yang bukan untuk memenuhi kepentingan pribadi, melainkan untuk

kepentingan mewujudkan kesejahteraan orang lain. Semakin tinggi OCB kryawan

makan keinginan untuk terus bekerja bagi suatu organisasi;

Mahendra (2009) menemukan bahwa OCB berpengaruh positif terhadap

komitmen organisasional. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang

diungkapkan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H5 : OCB berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen

organisasional

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... II.pdfpemimpin hanya menerapkan pendekatan transaksional. Berdasarkan kajian kepemimpinan tersebut, tulisan ini akan membahas

35

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan beberapa kajian pustaka dan hasil-hasil studi empiris yang

telah diuraikan diatas, maka dapat disusun model penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka konseptual

Kepemimpinan

Tranformasional

OCB

Kepuasan Kerja

Komitmen

organisasi