21
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penerimaan Diri 1. Pengertian Penerimaan diri adalah sikap pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas kualitas, bakat bakat sendiri, dan pengakuan akan keterbatasan keterbatasan diri (Chaplin, 2004: 451). Sartain (dalam Handayani, 2000, hal 41 49) mengatakan bahwa penerimaan diri adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan untuk mengakui keberadaan dirinya secara obyektif. Individu yang menerima diri adalah individu yang menerima dan mengakui keadaan diri sebagaimana adanya. Hal ini tidak berarti bahwa seseorang menerima begitu saja kondisi dirinya tanpa usaha untuk mengembangkan lebih lanjut. Seseorang yang telah menerima dirinya berarti orang tersebut mengenal dimana dan bagaimana dirinya saat ini serta mempunyai keinginan untuk terus mengembangkan diri. Menurut Buss (2001) individu yang memiliki penerimaan diri adalah individu yang mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam dirinya dengan baiik dalam batas batas memungkinkan individu ini memiliki ambisi yang besar, namun tidak mungkin untuk mencapainya walaupun dalam jangka waktu yang lama dan menghabiskan energinya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penerimaan Diridigilib.uinsby.ac.id/1470/5/Bab 2.pdf · mengakui keadaan diri sebagaimana adanya. Hal ini tidak berarti bahwa ... memiliki penerimaan diri

Embed Size (px)

Citation preview

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penerimaan Diri

1. Pengertian

Penerimaan diri adalah sikap pada dasarnya merasa puas dengan

diri sendiri, kualitas – kualitas, bakat – bakat sendiri, dan pengakuan akan

keterbatasan – keterbatasan diri (Chaplin, 2004: 451).

Sartain (dalam Handayani, 2000, hal 41 – 49) mengatakan bahwa

penerimaan diri adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya

sebagaimana adanya dan untuk mengakui keberadaan dirinya secara

obyektif. Individu yang menerima diri adalah individu yang menerima dan

mengakui keadaan diri sebagaimana adanya. Hal ini tidak berarti bahwa

seseorang menerima begitu saja kondisi dirinya tanpa usaha untuk

mengembangkan lebih lanjut. Seseorang yang telah menerima dirinya

berarti orang tersebut mengenal dimana dan bagaimana dirinya saat ini

serta mempunyai keinginan untuk terus mengembangkan diri.

Menurut Buss (2001) individu yang memiliki penerimaan diri

adalah individu yang mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam

dirinya dengan baiik dalam batas – batas memungkinkan individu ini

memiliki ambisi yang besar, namun tidak mungkin untuk mencapainya

walaupun dalam jangka waktu yang lama dan menghabiskan energinya.

13

Papalia, Olds, dan Feldman (2004) menyatakan individu ynag

memiliki penerimaan diri tidak menyukai kritikan, namun demikian

individu mempunyai kemampuan untuk menerima kritikan bahkan dapat

mengambil hikmah dari kritikan tersebut. Individu berusaha untuk

melakukan koreksi atas dirinya sendiri, ini merupakan hal yang penting

dalam perkembangannya menjadi seorang individu dewasa dalam

mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan. Individu yang tidak

memiliki penerimaan diri justru menganggap kritikan sebagai wujud

penolakan terhadapnya.

Hal yang penting dalam penerimaan diri yang baik adalah mampu

belajar dari pengalaman dan meninjau kembali sikapnya yang terdahulu

untuk memperbaiki diri.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri

adalah sikap individu berkaitan dengan penghargaan seseorang terhadap

diri dan kemampuannya, serta dapat menerima apa adanya dengan segala

keterbatasan namun tetap menghargai potensi yang dimiliki dan adanya

usaha untuk mengembangkan potensi tersebut demi kelangsungan

hidupnya.

2. Aspek – Aspek Penerimaan Diri

Jersild (1963) membagi penerimaan diri dalam sepuluh aspek,

meliputi:

a. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan.

14

Individu yang memiliki penerimaan diri dan berfikir lebih realistik

tentang penampilan dan bagaimana dirinya terlihat dalam pandangan

orang lain.

b. sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain.

c. Perasaan inferioritas sebagai gejala penolakan diri.

d. Respon atas penolakan dan kritikan.

e. Keseimbangan antara real self dan ideal self.

f. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain.

g. Penerimaan diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri.

h. Penerimaan diri, spontanitas, menikmati hidup.

i. Aspek moral penerimaan diri.

j. Sikap terhadap penerimaan diri.

3. Faktor – Faktor Penerimaan diri

Hurlock (1994: 434) menyatakan bahwa banyak faktor yang

mempengaruhi orang menyukai dan menerima dirinya. Faktor tersebut

merupakan kebalikan dari faktor – faktor yang mengakibatkan penolakan

diri, faktor – faktor yang mempengaruhi penerimaan diri tersebut adalah:

a. Pemahaman Diri

Pemahaman diri adalah suatu persepsi atas diri sendiri yang

ditandai oleh keaslian bukan kepura – puraan, realistis bukan khayalan,

kebenaran bukan kebohongan, keterusterangan bukan berbelit – belit.

b. Harapan yang realistis

15

Ketika pengharapan seseorang terhadap sukses yang akan

dicapai merupakan pengharapan yang realistis, kesempatan untuk

mencapai sukses tersebut akan muncul.

Adanya kesempatan tersebut akan mendukung terbentuknya

kepuasan diri sendiri yang pada akhirnya membentuk sikap

penerimaan terhadap diri sendiri.

c. Tidak hadirnya hambatan – hambatan dari lingkungan

Ketidakmampuan untuk mencapai tujuan yang realistis dapat

disebabkan oleh ketidakmampuan individu untuk mengontrol adanya

hambatan – hambatan dari lingkungan. Begitu juga sebaliknya,

hambatan tersebut misalnya: diskriminasi, ras, gender, dan

kepercayaan.

d. Tidak adanya tekanan emosi yang berat

Tekanan yang berat dan terus menerus seperti yang terjadi di

lingkungan kerja atau rumah, dimana kondisi sedang tidak baik, dapat

mengakibatkan gangguan yang berat, sehingga tingkah laku orang

tersebut dinilai menyimpang dan orang lain menjadi terlihat selalu

mencela dan menolak orang tersebut.

Tidak adanya tekanan emosi membuat seseorang dapat

melakukan yang terbaik dan dapat berpandangan ke luar dan tidak

memiliki pandangan hanya kedalam diri saja. Tanpa tekanan emosi

juga dapat membuat orang santai bukan tegang, bahagia bukan marah,

benci dan frustasi. Kondisi – kondisi ini memberikan sumbangan

16

positif bagi penilaian terhadap lingkungan sosial yang menjadi dasar

terhadap penerimaan diri.

e. Sukses yang sering terjadi

Kegagalan yang sering menimpa menjadikan seseorang

menolak terhadap diri sendiri, sebaliknya kesuksesan yang sering

terjadi menumbuhkan penerimaan terhadap diri sendiri.

f. Konsep diri yang stabil

Konsep diri yang stabil adalah suatu cara seseorang melihat

dirinya sendiri dan hasilnya sama setiap waktu. Konsep diri yang baik

akan menghasilkan penerimaan diri yang baik namun sebaliknya bila

konsep diri yang buruk secara alami akan menghasilkan penolakan

terhadap diri sendiri.

Sari (2002: 77) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang

mempengaruhi penerimaan diri individu antara lain:

a. Pendidikan

Individu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan

memiliki tingkat kesadaran yang lebih baik akan keadaan yang dia

miliki dan segera mencari upaya untuk mengatasi keadaan tersebut.

b. Dukungan Sosial

Penerimaan diri akan semakin baik apabila ada dukungan sosial

yang muncul dari lingkungan di sekitar individu tersebut.

17

Merujuk pada Hurlock (1994) maka dapat disimpulkan bahwa

faktor – faktor penerimaan diri adalah:

a. Pemahaman diri

Pemahaman diri adalah suatu persepsi atas dirinya sendiri yang

ditandai oleh keaslian bukan kepura– puraan, realistik bukan khayalan,

kebenaran bukan kebohongan, keterusterangan bukan berbelit – belit.

Pemahaman diri dan penerimaan diri mempunyai hubungan yang

positif. Selain itu kualitas pendidikan yang diterima oleh individu

tersebut turut berpengaruh pada penerimaan dirinya. Semakin baik

pendidikan yang dimiliki seseorang dan dia memahami dirinya maka

akan semakin baik ia menerima dirinya dan sebaliknya. Pemahaman

diri ini meliputi mensyukuri apa yang telah dimiliki, tidak terlalu

sering mengkritik diri sendiri, serta menerima segala bentuk pujian

yang mengandung unsur kebenaran.

b. Harapan yang realistik

Ketika pengharapan seseorang terhadap sukses yang akan

diraihnya merupakan pengharapan yang realistik maka kesempatan

untuk mencapai kesuksesan akan muncul. Adanya kesempatan ini

tidak terlepas dari dukungan yang diperoleh individu dari lingkungan

disekitarnya. Hal ini mendukung terbentuknya kepuasan diri sendiri

yang pada akhirnya membentuk sikap penerimaan terhadap dirinya

sendiri. Apabila pada saat individu memiliki pengharapan realistik

akan sesuatu dan selanjutnya individu itu menanamkan dalam

18

pikirannya bahwa dia akan berhasil maka kesempatan untuk sukses

akan muncul sehingga individu pada akhirnya merasa puas dan

terbentuk penerimaan diri yang baik.

c. Tidak hadirnya hambatan – hambatan dari lingkungan

Ketidakmampuan untuk mencapai tujuan yang realistik dapat

disebabkan oleh ketidakmampuan individu untuk mengontrol adanya

hambatan – hambatan dari lingkungan misalnya saja diskriminasi, ras,

gender, kepercayaan.

Seseorang yang menyadari bahwa dia sebenarnya mampu tapi

oleh karena suatu hambatan dari lingkungan akan sukar untuk

memiliki penerimaan diri yang baik. Jika hambatan dari lingkungan

tersebut dihilangkan, seseorang akan dapat mencapai tujuan yang

realistik. Tercapainya tujuuan tersebut akan mengakibatkan individu

yang bersangkutan puas akan kesuksesannya dan mendukung

terbentuknya penerimaan diri yang positif.

d. Tidak adanya tekanan emosi yang berat

Tekanan yang berat dan terus menerus seperti yang terjadi di

lingkungan sekitar, dimana kondisi emosi sedang tidak baik dapat

mengakibatkan gangguuan yang berat sehingga tingkah laku orang

tersebut dinilai menyimpang dan orang lain menjadi terlihat selalu

mencela dan menolak orang tersebut. Tidak adanya tekanan emosi

membuat seseorang dapat melakukan yang terbaik dan dapat menjadi

berpandangan ke luar dan tidak memiliki pandangan hanya ke dalam

19

dirinya saja. Tanpa tekanan emosi juga dapat membuat orang santai

dan bukannya tegang, bahagia dan bukannya marah, benci dan frustasi.

Kondisi ini memberikan sumbangan positif bagi penilaian terhadap

lingkungan sosial yang menjadi dasar terhadap penilaian diri sendiri

dan penerimaan diri.

e. Sukses yang sering terjadi

Kegagalan yang sering menimpa menjadikan seseorang

menolak dirinya sendiri, sebaliknya kesuksesan yang sering terjadi

menumbuhkan penerimaan terhadap diri sendiri. Sering atau tidaknya

sukses yang terjadi dapat dinilai secara kuantitatif dan kualitatif.

Secara kuantitatif berarti jumlah terjadinyta sukses lebih banyak

daripada jumlah terjadinya kegagalan. Sedangkan secara kualitatif

berarti walaupun jumlah kegagalan lebih banyak daripada kesuksesan

namun kesuksesan tersebut terjadi pada hal yang sangat penting dan

berarti yang dapat melebihi jumlah kegagalan baik dari penilaian

masyarakat ataupun dari diri sendiri. Sukses yang sering terjadi tidak

lepas dari apa yang individu tanamkan dalam pikirannya. Bila individu

menanamkan pikiran yang positif bahwa ia akan berhasil maka

tindakan ini membantu meningkatkan rasa percaya diri juga bila

individu berpikir sevara negatif maka ia tidak akan pernah merasa

berhasil dan senantiasa menyalahkan segala kelemahan yang

dimilikinya.

f. Konsep diri yang stabil

20

Konsep diri dapat didefinisikan sebagai keyakinan, pandangan

atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Konsep diri yang stabil

adalah suatu cara seseorang melihat dirinya sendiri dan hasilnya sama

setiap waktu, hal ini dapat dilihat dengan meningkatkan potensi yang

terbaik dari individu tersebut dengan selalu belajar dan

mengembangkan potensinya serta memanfaatkan setiap kesempatan

yang ada.

Konsep diri yang stabil sama halnya dengan konsep diri yang

positif yaitu terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu

bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang

dialami. Kegagalan bukan dipandang sebagi kematian namun lenih

menjadikannya sebagai penemuan dan pelajaran berharga untuk

melangkah ke depan. Orang dengan kosep diri yang positif akan

mampu menghargai dirinya dan melihat hal – hal positif yang dapat

dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang (Rini, 2008).

4. Ciri – Ciri Orang dengan Penerimaan Diri

Menurut Osbone (1992: 77) ciri–ciri individu dengan penerimaan

diri yang positif yaitu:

a. Tidak dikendalikan oleh ambisi yang berlebihan, melainkan memiliki

sifat rendah hati dan dewasa secara emosional.

Ambisi yang berlebihan membuat seseorang ingin memiliki

dorongan yang berlebihan untuk mengungguli, mengalahkan, lebih

21

menonjol, berkuasa, berkedudukan, dan memiliki segala sesuatu yang

dapat melebihi orang lain yang dianggap sebagai saingannya.

b. Tidak banyak mengeluh

Seseorang yang menerima dirinya merasa memliki kasih dan

pengakuan dari setiap orang, sehingga dapat melakukan sesuatu

pekerjaan dengan baik. Dia mengetahui bagian mana yang harus

dikerjakan dan bagian mana yang merupakan bagian pekerjaan orang

lain. Hal ini menyebabkan dia bekerja dengan benar dan tidak terlalu

sibuk, sehingga membuat dia tidak terlalu banyak mengeluh.

c. Tidak mudah menyerah

Orang yang tidak mudah menyerah memiliki kemampuan keras

untuk mengungguli setiap rintangan, belajar dari kegagalan, dan tidak

takut mencoba sesuatu yang baru. Memliki semangat yang kuat apabila

mengalami kegagalan dan berusaha untuk mengubah keadaan dengan

belajar lebih baik.

d. Tidak mudah tersinggung, sabar, dan berpikir positif terhadap orang

lain.

Sebenarnya wajar apabila seseorang terluka hatinya karena

disepelekan atau disakiti orang lain dan jika terlalu mudah tersinggung

dan marah tidak memiliki pengendalian yang baik. Orang yang

menerima dirinya memiliki kemampuan mengendalikan emosi,

sehingga tidak mudah marah dan tersinggung, hatinya tidak mudah

22

dilukai tetapi berusaha bersabar dan berpikir positif terhadap orang

lain.

e. Mengendalikan kemarahan – kemarahan, pikiran – pikiran, dan

emosinya secara benar.

Ketika seseorang merasa jengkel dan emosinya muncul, dia

akan meredam kemarahannya karena ia sadar bahwa hal tersebut tidak

baik untuk dirinya. Orang yang menerima diri akan belajar untuk jujur

terhadap diri sendiri termasuk pada pikiran – pikiran serta emosi –

emosi yang dimilikinya, sehingga ia dapat mengungkap kemarahannya

dengan baik dan benar.

f. Hidupnya berorientasi saat ini dan masa yang akan datang.

Seseorang yang ,memiliki penerimaan diri akan percaya baha

dia dapat menghasilkan sesuatu yang baik dan berguna bagi diri sendiri

maupun orang lain. Dia tidak akan mengingat dan menyesali hal – hal

yang sudah terjadi di masa lalu, namun segala sesuatu yang dialaminya

akan dianggap sebagai hikmah untuk belajar sesuatu dari

kehidupannya yang lebih baik di masa kini.

g. Tidak mengharapkan belas kasihan orang lain.

Orang yang memiliki penerimaan diri mengetahui bahwa rasa

bahagia yang benar bukan berasal dari orang lain, harta benda, jabatan,

dan pendidikan yang dimilikinya, melainkan berawal dari penerimaan

diri apa adanya dengan merasa cukup puas akan setiap hal yang

dimilikinya.

23

Selain ciri – ciri di atas, Sheere (dalam Wrastari, 2003. Hal. 21)

mengemukakan orang yang menerima dirinya memiliki ciri – ciri:

a. Mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi

kehidupannya.

b. Menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia yang sederajat

dengan orang lain.

c. Berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.

d. Menerima pujian dan celaan secara obyektif.

e. Tidak menyalahkan dirinya akan keterbatasan yang dimilikinya

ataupun mengingkari kelebihannya.

Menurut Allport (dalam Wrastari, 2003, hal. 21), seseorang yang

menerima dirinya akan memiliki ciri sebagai berikut:

a. Memiliki gambaran positif tentang dirinya.

b. Dapat mengatur dan dapat bertoleransi dengan rasa frustasi atau

kemarahannya.

c. Dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa memusuhi mereka apabila

orang lain memberikan kritikan.

d. Dapat mengatur keadaan emosi mereka (seperti depresi, kemarahan,

rasa bersalah, dan lain – lain).

e. Mengekspresikan keyakinan dan perasaan dengan mempertimbangkan

perasaan dan keadaan orang lain.

Ciri – ciri orang yang mau menerima dirinya, menurut Jhonson (dalam

Wrastari, 2003, hal. 22) adalah:

24

a. Menerima diri sendiri apa adanya.

b. Tidak menolak diri sendiri, apabila memiliki kelebihan maupun

kekurangan.

c. Memiliki keyakinan bahwa untuk mencintai diri sendiri, maka

seseorang tidak harus dicintai oleh orang lain dan dihargai oleh orang

lain.

d. Untuk merasa berharga, maka seseorang tidak perlu merasa benar –

benar sempurna.

e. Memiliki keyakinan bahwa diia mampu untuk menghasilkan kerja

yang berguna.

Berdasarkan hal – hal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri –

ciri penerimaan diri yang dijadikan sebagai dasar untuk mengetahui

penerimaan diri adalah: tidak dikendalikan emosi yang berlebihan, tidak

terlalu banyak mengeluh, tidak mudah menyerah, tidak mudah

tersinggung, belajar mengendalikan kemarahan secara benar, tidak hidup

dimasa lampau, tidak mengharapkan orang lain memenuhi atau

membahagiakan semua kebutuhannya.

B. Kanker Nasofaring

1. Pengertian

Kanker Nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di rongga

belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Penyebab

kanker nasofaring belum diketahui dengan pasti. Kanker nasofaring juga

25

dikaitkan dengan adanya virus epstein bar. (wikipedia bahasa Indonesia,

ensiklopedia bebas).

Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang ras

mongoloid, yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand,

Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang

ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga

merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.

2. Faktor Penyebab Kanker Nasofaring

a. Infeksi virus Epstein-Barr: Studi ini menemukan infeksi virus Epstein-

Barr dan kanker nasofaring memiliki kaitan secara langsung, pasien

yang terinfeksi oleh virus EB akan menghasilkan berbagai antibodi.

b. Lingkungan dan makanan: faktor lingkungan sangat mempengaruhi

kanker nasofaring, konsumsi ikan asin dan acar secara berlebihan juga

dapat memicu risiko kanker nasofaring.

c. Faktor genetik : pasien dengan riwayat kanker nasofaring pada

keluarga, akan beresiko lebih tinggi terserang kanker nasofaring.

3. Gejala dan Tanda Kanker Nasofaring

a. Epistaksis: perdarahan pada salah satu lubang hidung merupakan salah

satu dari gejala awal kanker nasofaring.

b. Hidung tersumbat: ketika tumor berukuran kecil, hidung tersumbat

akan terasa lebih ringan, namun semakin membesarnya ukuran tumor

di hidung, maka hidung tersumbat akan memburuk.

26

c. Tinnitus, gangguan pendengaran, tumor dapat menyebabkan tinnitus

ipsilateral, telinga meletup atau gangguan pendengaran yang disertai

dengan efusi telinga.

d. Sakit kepala : sakit kepala di pagi hari yang posisinya tidak tetap.

e. Benjolan di leher : meskipun hanya sebagian kecil dari penderita

kanker nasofaring yang mengalami penyebaran ke bagian leher, tetapi

penyebaran akan meningkat pesat, benjolan yang lembut akan

mengeras dengan perlahan, namun perkembangannya menunjukkan

sedikit aktivitas.

f. Gejala saraf kranial : selain mati rasa di area wajah, penglihatan

berbayang ganda, penglihatan kabur, ptosis (kelopak mata turun),

strabismus, dan hypoesthesia pada tenggorokan, langit-langit mulut

mati rasa, kesulitan menelan, suara serak, serta lidah miring dan

lainnya.

Gejala yang lebih berat adalah jika melalui darah dan aliran limfe

sel–sel kanker menyebar (metastase) mengenai organ tubuh yang letaknya

jauh seperti tulang, paru, hati. Gejala yang timbul adalah sesuai dengan

gejala akibat kerusakan organ–organ tersebut. Apabila didapati gejala

seperti nyeri tulang, sesak, asites, dll, umumnya merupakan tanda suatu

bahwa saat itu penyakit sudah jauh menyebar (stadium lanjut) dan sukar di

obati lagi.(dalam Tapan, Erik. 2005. Hal.75).

27

4. Pemeriksaan

Pemeriksan adanya kanker nasofaring dapat dilakukan dengan CT

Scan, rhinoskopi anterior dan posterior, nasofaringoskopi, biopsi dan

pemeriksaan histopatologi. Karena itu, jika ada keluhan pada telinga dan

hidung di satu sisi yang tidak kunjung sembuh harus segera diperiksakan

ke dokter THT. Dengan tindakan yang cepat dan ditemukannya kanker

pada stadium dini, kemungkinan untuk sembuh semakin besar.

5. Pencegahan

a. Ciptakan lingkungan hidup dan lingkungan kerja yang sehat, serta

usahakan agar pergantian udara (sirkulasi udara) lancar.

b. Hindari polusi udara, seperti kontak dengan gas hasil zat-zat kimia,

asap industri, asap kayu, asap rokok, asap minyak tanah dan polusi lain

yang dapat mengaktifkan virus Epstein bar.

c. Hindari mengonsumsi makanan yang diawetkan, makanan yang panas,

atau makanan yang merangsang selaput lender.

6. Pengobatan

Pengobatan kanker nasofaring bisa dilakukan dengan radioterapi,

atau kombinasi dengan kemoterapi. Selain itu juga ada kombinasi

tambahan lainnya untuk pengobatan kanker ini. Tindakan operasi tidak

dilakukan untuk jenis kanker ini karena posisinya yang sulit dan dekat

metastase kelenjar getah bening. Tindakan operasi (bedah) yang umum

hanyalah biopsi, untuk stadium awal kanker ini jarang dilakukan biopsi.

28

7. Perawatan yang Harus Dilakukan Setelah Operasi

a. Menjaga pola makan yang seimbang, sehingga dapat menjadi sumber

daya tahan tubuh yang baik bagi pasien, perbanyak konsumsi sayur

mayor yang segar, buah buahan, makanan yang mengandung protein

tinggi, tinggi kalori, dan hindari makanan yang dibakar, digoreng serta

makanan yang diawetkan.

b. Menjaga kesehatan dengan tidak terlalu lelah, tidak melakukan

pekerjaan yang berbeban berat, bergadang, olahraga secara berlebihan,

dalam masa pemulihan pasien harus menjaga kebersihan rongga

hidung dan mulut dengan sering berkumur, membasuh rongga hidung,

dan tidak mencabut gigi dalam kurun waktu 1 tahun.

c. Menjaga kondisi psikologis. Pihak keluarga hendaknya memberi

hiburan, penjelasan, perhatian, dukungan, dorongan serta memenuhi

kebutuhan pasien sehingga pasienpun memiliki sikap optimis dalam

menjalani hari hari.

C. Kerangka Teoritik

Kanker nasofaring merupakan penyakit kanker yang berbahaya dimana

penyakit ini timbul disebabkan oleh :Infeksi virus Epstein-Barr, Studi ini

menemukan infeksi virus Epstein-Barr dan kanker nasofaring memiliki kaitan

secara langsung, pasien yang terinfeksi oleh virus EB akan menghasilkan

berbagai antibodi. Penyebab selanjutnya adalah lingkungan dan makanan,

faktor lingkungan sangat mempengaruhi kanker nasofaring, konsumsi ikan

asin dan acar secara berlebihan juga dapat memicu risiko kanker nasofaring.

29

Penyebab berikutnya ialah faktor genetik, pasien dengan riwayat kanker

nasofaring pada keluarga, akan beresiko lebih tinggi terserang kanker

nasofaring.

Tipikal dari kanker nasofaring adalah tipe kanker yang tidak hanya

dipengaruhi oleh satu faktor saja. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi

timbulnya penyakit ini, diantaranya adalah suka merokok, banyak minum

alkohol, sering menghisap polusi atau debu. Faktor penyebab kanker

nasofaring adalah kecenderungan orang Indonesia yang suka mencium unggas

piaraan yang dibarengi dengan seringnya mengkonsumsi ikan asin. Selain itu,

asap dapur yang “buruk” dapat memicu penyebab terjadinya kanker

nasofaring. Maksudnya asap dapur yang buruk adalah asap yang dihasilkan

dari dapur tapi tidak dibarengi dengan sirkulasi udara yang baik sehingga asap

hasil dapur mengendap. Juga asap dari dupa juga menjadi salah satu penyebab

kanker nasofaring.

Pengobatan kanker nasofaring bisa dilakukan dengan radioterapi, atau

kombinasi dengan kemoterapi. Selain itu juga ada kombinasi tambahan

lainnya untuk pengobatan kanker ini. Tindakan operasi tidak dilakukan untuk

jenis kanker ini karena posisinya yang sulit dan dekat metastase kelenjar getah

bening. Tindakan operasi (bedah) yang umum hanyalah biopsi, untuk stadium

awal kanker ini jarang dilakukan biopsi. Pederita kanker nasofaring harus

melalui beberapa perawatan diantaranya, menjaga pola makan yang seimbang,

sehingga dapat menjadi sumber daya tahan tubuh yang baik bagi pasien,

perbanyak konsumsi sayur mayur yang segar, buah buahan, makanan yang

30

mengandung protein tinggi, tinggi kalori, dan hindari makanan yang dibakar,

digoreng serta makanan yang diawetkan. Menjaga kesehatan dengan tidak

terlalu lelah, tidak melakukan pekerjaan yang berbeban berat, bergadang,

olahraga secara berlebihan. Dalam masa pemulihan pasien harus menjaga

kebersihan rongga hidung dan mulut dengan sering berkumur, membasuh

rongga hidung, dan tidak mencabut gigi dalam kurun waktu 1 tahun. Penting

juga dalam menjaga kondisi psikologis, pihak keluarga hendaknya memberi

hiburan, penjelasan, perhatian, dukungan, dorongan serta memenuhi

kebutuhan pasien sehingga pasienpun memiliki sikap optimis dalam menjalani

hari - hari.

Adapun dalam kasus ini, bukanlah hal yang mengejutkan apabila

subyek yang telah didiagnosa kanker nasofaring akan merasa terkejut. Setelah

didiagnosa adanya kanker nasofaring, subyek sering berada dalam tahap krisis

yang ditandai dengan ketidakseimbangan fisik, sosial dan psikis. Dengan

didiagnosa kanker nasofaring pada diri subyek dan menjalankan berbagai

pengobatan dengan efek samping yang dihasilkan dari pengobatan tersebut,

hospitalisasi dan dampak yang diberikan pada kehidupan subyek, hal – hal ini

kemungkinan dapat mempengaruhi penerimaan dirinya. Penerimaan diri

sebagai suatu keadaan dimana seseorang memiliki sikap positiv terhadap diri

sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik

dan buruk yang ada pada diri dan memandang posiitif terhadap kehidupan

yang telah dijalani.

31

Hurlock (1976) menggambarkan penerimaan diri melalui pemahaman

proses yang mencakup kesadaran diri (self awareness) dan realisasi diri (self

realization). 1) Kesadaran diri (self awarness). Kesehatan mental yang baik

memerlukan pemahaman dan apresiasi dari kebutuhan dasar yang menggaris

bawahi dan memotivasi tingkah laku individu. Manusia memiliki kebutuhan

untuk dicintai, afeksi, rasa aman, berprestasi dan kekuasaan. Jika individu

dapat menyadari kebutuhan dalam dirinya, ia akan merasa nyaman akan

kehadirannya dan mampu menggunakan kebutuhan tersebut untuk

memperkaya kehidupan dan untuk menghadapi realitas dengan lebih adekuat.

Seseorang akan berusaha untuk memuaskan kebutuhan, mengatasi

hambatan dan mencapai tujuan yang digunakan, untuk itu diperlukan adanya

pemahaman yang baik tentang bagaimana memuaskan kebutuhan tersebut dan

mengatasi hambatan. Pemahaman tersebut juga akan membantu individu

untuk mengenal dan menerima tingkah laku yang sebelumnya tidak

dikehendaki; 2) Realisasi diri (self realization). Seseorang yang puas akan apa

yang sudah dilakukan dengan kemampuannya mencerminkan individu yang

mau menerima diri dan keterbatasannya. Penerimaan atas keterbatasan diri

bukan berarti bahwa ia dikalahkan oleh kekurangannya namun lebih dari itu ia

dapat mengenali dan memperbaiki perbuatan ataupun hal-hal yang terjadi

sepanjang kehidupannya. Ketika seseorang menyadari kelebihan yang

dimilikinya, maka hal itu digunakan untuk menambah kepercayaan diri.

Selanjutnya, realisasi diri merupakan lanjut yang menjadikan seseorang

sebagai individu yang unik.

32

Adapun skema proses penerimaan diri pada wanita penderita kanker

nasofaring sebagai berikut:

Penerimaan Diri

Positif Negatif

Bagan 2.1: Penerimaan Diri Pada Wanita Penderita Kanker Nasofaring

Ketidakseimbangan fisik, psikis, sosial

Penerimaan Diri

Penderita kanker nasofaring

Kesadaran diri Realisasi diri

Memerlukan pemahaman dan

apresiasi dari kebutuhan dasar

(dicintai, afeksi, rasa aman,

berprestasi, dan kekuasaan.

Akan membantu individu

mengenal dan menerima tingkah

laku yang sebelumnya tidak di

kehendaki.

Penerimaan atas

keterbatasannya.

Menambah

kepercayaan diri