Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan program
pemberian ketrampilan kerja (pembinaan) yang telah ada dalam
lembaga pembinaan khusus anak , sehingga membutuhkan banyak
referensi dari penelitian terdahulu sebagai bahan dalam perbandingan
untuk menyampaikan yang efektif tanpa mengulangi proses penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga dapat tercapai hasil
penelitian yang signifikan dalam menyelsaikan susunan bagi
pengembangan pola pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Klas I Blitar.
Adapun uraian dibawah ini menjelaskan perbedaan dan garis
besar penelitian yang telah dilakukan dalam setting tempat yang sama
sebagai acuan dalam pengembangan hasil penelitian sebelumnya, serta
menghindari tindak plagias karya ilmiah yang telah dibuat oleh
peneliti. Beberapa ulasan berkaitan dengan karya ilmiah yang telah
dibuat oleh peneliti terdahulu :
Penelitian ini ditulis oleh Pramitasari Anggraini (05810013)8
sebagai mahasiswi Jurusan Psikologi di Universitas Muhammadiyah
Malang, dengan judul naskah skripsi yaitu tentang “ Kebutuhan,
8 http://eprints.umm.ac.id/31888/ - KEBUTUHAN, TEKANAN DAN KONFLIK PADA NARAPIDANA
REMAJA KASUS PEMBUNUHAN(Study di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar) Anggraeni,
Pramitasari (2011) KEBUTUHAN, TEKANAN DAN KONFLIK PADA NARAPIDANA REMAJA KASUS
PEMBUNUHAN(Study di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar). Other thesis, University of
Muhammadiyah Malang. 11-01-2020 di akses pukul 18:05
11
Tekanan & Konflik pada narapidana Remaja kasus pembunuhan.
(studi di LPKA Klas II A Blitar)”.Penelitian ini menjelaskan bahwa
dalam proses pidana atau menjalani masa hukumannya, tidak jarang
anak merasa bawa kebutuhan afektifnya kurang terpenuhi, sikap
afektifnya yang sejatinya hanya didapatkan dari keluarga berkurang
karena intensitas dalam pertemuan antara anak dan orang tua
menjadi terbatas. Hal ini yang kemudian memunculkan sikap
agresifitas sebagai bentuk ekspresif terhadap kebutuhan afektif yang
tidak terpenuhi.
Tidak jarang adanya mahasiswa psikologi dalam proses menjalani
masa hukumannya ,mampu membuat anak merasa lebih diperhatikan
dengan treatment yang diberikam selama masa penelitian,bahkan
tidak jarang hal tersebut membuat anak sering mengakui perasaan
bersalahnya & berdampak dalam meningkatkan keinginannya dalam
melakukan hal baik agar dapat diterima kembali oleh masyarakat.
Naskah penelitian ini ditulis oleh Rosalina Megapuspitasari
(201110420311160)9 mahasiswi Jurusan Keperawatan di Universitas
Muhammadiyah Malang. Judul penelitian ini yaitu Hubungan
penyalahgunaan miras dan narkoba dengan perilaku menyimpang
pada anak di LPKA Klas I Blitar.Hasil penelitiannya mengatakan
bahwa ada hubungan antara penyalahgunaan mengonsumsi minuman
9 http://eprints.umm.ac.id/33211/2/jiptummpp-gdl-rosaliname-44350-2-babi.pdf - Hubungan penyalahgunaan miras dan narkoba dengan perilaku menyimpang pada anak di LPKA Klas I Blitar oleh Rosalina Megapuspitasari 201110420311160 Keperawatan Other thesis, University of Muhammadiyah Malang. 11-01-2020 di akses pukul 18:05
12
beralkohol illegal (miras) & narkoba dengan perilaku menyimpang
pada anak di LPKA Klas I Blitar. menggunakan metode Cross
Sectional bersifat Retrospektif
Naskah skripsi yang peneliti gunakan sebagai referensi atas
penelitan terdahulu dari skripsi milik saudari Firotussalamah
(11410070)10 telah menyelsaikan perkuliahan Universitas Islam
Negeri Malang dan mengambil jurusan psikologi. Judul skripsi yang
digunakana peneliti yaitu Hubungan konsep diri dengan kecemasan
narapidana remaja di LPKA Klas I Blitar menjelang bebas.Dalam
naskah skripsi tersebut menjelaskan bahwa pada diri remaja mulai
tumbuh sikap untuk mengelola semua kemampuan yang dimiliki
sebagai bahan dalam mendapatkan aktualisasi dirinya. Pola
perkembangan ini sering dikaitan dengan beberapa faktor yang
mampu mempengaruhi remaja dalam masa penemuan jati diri yang
kemudian memunculkan nilai dan norma baru dalam kehidupannya
sebagai salah satu pembentukan konsep diri. Terlepas dari faktor yang
ada memberikan dampak negative atau positif terhadap perubahan
perilaku remaja tersebut. Hal ini kemudian menciptakan Jati diri
dalam diri anak tersebut, konsep diri yang telah ditemukan kemudian
menjadi capaian atas terbentuknya jati diri yang dialami selama proses
perkembangan dalam masa remajanya. hal ini juga berlaku pada anak
berhadapan dengan hukum dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak
10 http://etheses.uin-malang.ac.id/2781/ - Hubungan konsep diri dengan kecemasan narapidana remaja di LPKA kelas I Blitar menjelang bebas Salamah, Fitrotus (2016) Hubungan konsep diri dengan kecemasan narapidana remaja di LPKA kelas I Blitar menjelang bebas. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
13
Klas I Blitar , menyikapi segala bentuk permasalahan hidup yang
dialami dalam masa remaja mereka membentuk jati diri mereka
dengan berbagai pelajaran hidup hal ini juga berpengaruh terhadap
kesiapan mereka untuk kembali pada masyarakat setelah masa
hukumannya telah selesai dijalaninya. Kurang lebih 25 anak dari 31
subjek penelitian berhasil menghilangkan rasa cemas
tertingginya untuk kembali menyiapkan diri ada di tengah-tengah
masyarakat kembali, hal ini terjadi karena upaya pembinaan dalam
lembaga mampu dilakukan secara maksimal untuk mempersiapkan
mental anak itu sendiri.
B. Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) adalah lembaga atau
tempat individu menjalani masa hukuman atas kasus
pidananya.11LPKA memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan dan
memberikan kebutuhan atas pendidikan, pelatihan keterampilan ,
pembinaan dan pemenuhan lain dari anak sesuai dengan ketentuan
yang ada dalam undang-undang. Sehubungan dengan pernyataan
diatas , maka ABH berhak memperoleh pembinaan, bimbingan,
controlling / pegawasan , pendampingan , pendidikan dan pelatihan
serta hak lain sesuai dengan isi yang telah tertera dalam peraturan
perundang – undangan.12
Selain itu, LPKA juga memiliki wewenang untuk mentrasfer
kasus dan masa hukuman anak didik yang belum selesai menjalani
11 Undang – undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Pasal 1 angka 20 12 Ibid Pasal 85 ayat (2)
14
pidana di LPKA dan sudah berumur lebih atau tapat diangka 18 tahun
,anak binaan dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan pemuda.13
Sementara perlakuan pemindahan bagi anak yang telah berumur 21
tahun, dan masih memiliki tanggungan masa hukuman, maka anak
dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan dewasa dengan
memperhatikan kesinambungan pembinaan anak serta pertimbangan
atas kebutuhan yang diperlukan oleh anak binaan.14 Namun jika
terdapat kondisi yang tidak memungkinkan , sekiranya tidak
tersedianya lembaga pemasyarakatan bagi pemuda dalam wilayah
tersebut ,maka Kepala LPKA memiliki wewenang yang dapat
memindahkan anak berusia 18 tahun ke lembaga pemasyarakatan
dewasa berdasarkan rekomendasi dari pembimbing kemasyarakatan
dan keputusan atas peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
C. Pembinaan narapidana
Pembinaan narapidana adalah sebuah metode yang berkaitan antara
satu dengan yang lain.Sebagai metode atau suatu sistem, maka
pembinaan narapidana mempunyai beberapa aspek yang bekerja
saling berkaitan untuk mencapai titik atas kebutuhan anak binaan atau
suatu tujuan atas pembinaan tersebut.Sedikinya ada empat belas
komponen yaitu: falsafah, dasar hukum ,tujuan ,pendekatan sistem,
klasifikasi, pendekatan klasifikasi, perlakuan narapidana, orientasi
13 Ibid Pasal 86 ayat (1) 14 Ibid Pasal 86 ayat (2)
15
pembinaan,sifat pembinaan,remisi, bentuk bangunan, narapidana
,keluarga ,pembina/pemerintah.15
Tujuan yang diharapkan atas terwujudnya system pembinaan
tersebut adalah pemasyarakatan. Hal ini sudah diberlakukan
diIndonesia dari tahun 1964 saat Dr. Sahardjo, S.H. mendeklarasikan
pendapatnya dalam acara konferensi kepenjaraan di Kota Bandung16.
Yang mengatakan bahwa mereka yang menjalani masaha hukuman
pidana tidak lagi dibuat jera melainkan dibina untuk kemudian
dimasyarakatkan kembali.
John Howard sebagai bapak pembaharuan kepenjaraan menjadi
pencetus perubahan atas system pemenjaraan menjadi system
pembinaan. Keadaan tersebut membuat banyak ahli hukum yang ikut
serta dalam mengembangkan tujuan pembinaan dan mencetuskan
“STANDART MININUM RULES” oleh The International penal &
Penitentiary Commission (IPPC) 1933, yang kemudian dikaji oleh
The Assembley of the League of nations, setelah melalui berbagai
perbaikan, pada tahun 1957 disetujui oleh kongres PBB menjadi The
Prevention of Crime & The Treatment of Offenders17.
D. Program di LPKA klas I Blitar
Jenis program pembinaan dalam Lembaga (LPKA) Klas I
Blitar meliputi berbagai aspek untuk pemenuhan hak – hak anak
dalam lembaga tersebut. Salah satunya yaitu pembinaan berbasis
keagamaan yang sangat konsisten dilakukan di lembaga tersebut guna
15Harsono Hs,C.I.,1995.Sistem Baru Pembinaan Narapidana.Jakarta : Djambatan. hal 5 16 Ibid.hal.47 17 Ibid.hal.46
16
menanamkan kembali nilai-nilai dan orientasi kehidupan pada sang
pencipta. Tidak hanya memenuhi hak anak untuk mendapatkan ilmu
agama tetapi juga mengajak anak untuk melatih kemampuan sesuai
dengan keinginan dan kapasitasnya , fasilitas yang disediakan bagi
mereka antara lain seni music yang terdiri dari seni music tradisional /
gamelan & seni musik modern , ada juga keterampilan dalam menjahit
dan membuat keset yang nantinya akan dijual guna mengajarkan anak
didik untuk mendapatkan penghasilan dari kemampuan yang
dimilikinya. Lembaga juga ikut mengupayakan pemenuhan atas
kewajiban anak dalam hal pendidikan formal.Lembaga membantu
anak untuk menyelsaikan kewajibannya sebagai seorang pelajar
dengan mengikuti ujian paket C untuk mendapatkan ijazah yang dapat
digunakan bahkan setelah masa hukumannya telah berakhir.
E. Peran pekerja sosial dalam kasus ABH
Peran pekerja sosial dalam menangani anak dengan kasus hukum
telah diatur dalam UU sistem peradilan pidana anak pasal 68 ayat 1
yang menyatakan tugas dan kewajiban seorang pekerja sosial yang
memiliki kompetensi dalam menjalankan kewajiban dalam pelayanan
dan penangan kasus masalah sosial terhadap anak. Tugas dan
kewajiban pekerja sosial tersebut dijabarkan sebagai berikut :18
a. Membimbing , membantu , melindungi dan mendampingi
18 Djamil,Nasir.M.2013.Anak bukan untuk dihukum.Jakarta :Sinar Grafika Hal.171
17
anak dengan melakukan pendampingan sosial dan
memunculkan kembali aktualisasi diri anak, memberikan
pendampingan dan advokasi sosial.
b. Mengakrabkan diri dengan anak seperti menjadi pendengar
yang baik bagi anak , serta memiliki kemampuan untuk
menciptakan suasana yang kondusif.
c. Menjadi bagian dari perkembangan tahapan atas pemulihan
serta perubahan atas kebiasaan atau perilaku anak.
d. Merangkai serta menyampaikan laporan atas kasus anak
kepada pembimbing kemasyarakatan yang menangani
hasil bimbingan , bantuan dan pembinaan terhadap anak
yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau
tindakan.
e. Memberikan pertimbangan atas keputusan perkara kasus
anak kepada aparat penegak hukum untuk penanganan
rehabilitasi sosial kepada anak.
f. Mendampingi penyerahan kasus anak kepada orang tua ,
Lembaga pemerintah atau Lembaga masyarakat.
g. Melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia
menerima kembali anak dengan kondisi sesudah atau pasca
menyelsaikan kasus untuk dapat kembali dan hidup
kembali dalam lingkungan sosialnya.
18
F. Bentuk - bentuk dan tipe Perilaku Menyimpang
Tingkat kenakalan pada anak remaja hingga mengarah pada
tindakan kriminal dapat diklasifikasikan. Tindakan yang dilakukan
tergolong dalam kegiatan yang melanggar nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat dan dapat dikelompokkan ke dalam kelompok-
kelompok perilaku menyimpang. Menurut Kartini Kartono dalam
buku Patologi Sosial menjelaskan tentang model atau bentuk pada
kenakalan remaja yang dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu19:
1. Kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir) perilaku ini
merupakan tindakan yang di lakukandalam kelompok
dengan akumulasi paling besar dari remaja dengan tindakan
yang dianggap nakal. Secara umum mereka tidak menderita
gangguan psikologis atau kesehatan mental.
2. Kenakalan Neurotik (Delinkuensi neurotik). Secara umum,
remaja dengan kenakalan dengan model seperti ini
mengalami gangguan mental (psikologi) yang cukup serius,
salah satunya berupa kecemasan, memiliki perasaan tidak
aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya.
3. Kenakalan Psikopatik (Delinkuensi psikopatik) Delinkuensi
psikopatik ini sedikit jumlahnya, individu dnegan model
kenalakan seperti mereka adalah sekelompok penyumbang
kasus pidana yang paling ekstrim.
19 Kartono,Kartini.2010.Patologi Sosial 2 : Kenakalan Remaja.PT Raja Grafindo Cetakan Ke-9.Hal. 49
19
4. Kenakalan Defek Moral (Delinkuensi defek moral) Defek
(defect, defectus) memiliki arti yaitu rusak, tidak sempurna,
salah, cedera, cacat, kurang. Individu dengan model
kenalakalan seperti ini mudah merasa puas dengan prestasi
yang dimiliki, sisi lain dari model ini memiliki tingkat
agresivitas yang tinggi. Sehingga sikap ambisius yang ada
dalam individu menjadi salah satu munculnya factor
negative dalam terciptanya sikap over control (diluar batas)
normal. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi
penjahat yang sulit untuk berubah mengikui nilai dan
norma yang berlaku dimasyarakat.
Adapun bentuk-bentuk perilaku menyimpang dikalangan remaja
menurut Narwako20 dalam buku Sosiologi mengatakan secara umum
dapat digolongkan antara lain:
1. Tindakan nonconform Perilaku yang tidakmencermina nilai
dan norma social yang berlaku di masyarakat. (Nilai yang
berlaku dimasyarakat yang biasanya sudah mulai
dikenalkan sejak anak di usia dini)
2. Tindakan anti sosial merupakan sikap yang melawan
kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat atau
kepentingan umum. (Mengancam hak & kewajiban orang
lain di sekitarnya)
20 Narwoko, J Dwi.2011.Sosiologi : Teks Pengantar & Terapan.Jakarta : Kencana.Hal 101
20
3. Tindakan-tindakan kriminal tindakan yang nyata-nyata telah
melanggar aturan serta nilai dan norma yang berlaku
dimasyarakat.
G. Anak yang berkonflik dengan hukum (ABH)
Istilah ABH atau anak yang berkonflik dengan hukum muncul
setelah diadakannya perundang –undangan mengenai perlindungan
anak yang mengacu pada dikategorikannya anak –anak yang
bermasalah atau kenakalan anak pada UU. No 3 tahun 1997 tentang
pengadilan anak. dan hal ini juga diikuti densgan penggunaan istilah
ABH pada UU. No 11 Tahun 2012 tentang system peradilan anak.
Berdasarkan Pasal 1 Butir 2 UU No. 3 tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak yang dimaksud dengan anak nakal adalah :
a. Anak yang melakukan tidak pidana atau
b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang
bagi anak,baik menurut perundang –undangan maupun menurut
peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan.21
H. Rehabilitasi Sosial
Secara etimologi kata rehabilitasi terdiri atas 2 kata “re” dan
“habilitasi” yang mana kedua kata tersebut memiliki makna untuk
melakukan pengembalian kondisi seperti sedia kala atau sebelum
mengalami dampak yang menyebabkan aspek yang dikenakan kata
rehabilitasi tersebut menjadi aspek lain. Konteks secara umum bahwa
21 Ibid .Hal.33
21
rehabilitasi sosial dalam hal kemanusiaan memiliki arti untuk
membantu sesamanya yang mengalami disfungsi sosial dengan
berbagi faktor yang menjadi dampak atas terjadinya difungsi sosial
dalam diri individu yang memerlukan bantuan tersebut. Sama seperti
yang dijabarkan dalam Permen Sosial No. 26 tahun 2018 bab IV pasal
16 ayat 1 dan 2 tentang rehabilitasi sosial bagi anak yang berhadapan
dengan hukum yang memiliki tujuan agar anak berhadapan dengan
hukum mampu berfungsi kembali secara social, keberfungsian social
itu meliputi keahlian anak dalam mengimplementasikan peran (tugas
dan kewajibannya), merasakan kebutuhan hak anaknya terpenuhi,
menyelsaikan permasalahan, pengenalan diri (eksploritas), dan
peningkatan kemampuan dan keahlian dalam diri serta menjamin
terciptanya lingkungan sosial yang mendukung capaian atas program
Rehabilitasi Sosial pada ABH. Mengutip buku rehabilitasi sosial, yang
menjelaskan bahwa rehabilitasi pada orang dengan disabilitas
merupakan upaya yang cukup mengeluarkan banyak energi, baik
dalam bidang kesehatan, sosial, kejiwaan, ekososbud maupun bidang
lain yang tersusun secara sistematis menjadi continuous process dan
bertujuan dalam memulihkan tenaga penderita cacat baik jasmani
maupun rohani, agar dapat diterima dalam masyarakat kembali
sebagai individu yang swasembada, produktif dan berguna bagi
masyarakat serta negara.22
22 Widati, Sri. Rehabilitasi Sosial Psikologis, tersedia :
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195310141987032-SRI_WIDATI/MK_REHAB/REHABILITASI_PSIKO_FISIKAL Bandung: PLB FIP IKIP, 5. (16 Januari
2020)
22
Tahap rehabilitasi sosial khusus anak berhadapan dengan
hukum juga diatur dalam Permen sosial No.26 tahun 2018 Bab IV
Pasal 18 ayat 1 yang tersusun melalui beberapa tahapan diantara yaitu
pengenalan dengan menggunakan metode khusus sesuai kebutuhan
dari anak, pendalaman dan pemetaan masalah atau asesmen, membuat
tahpan atau alur dalam rencana memecahkan permasalahan, atau
intervensi, menyampaikan kembali bentuk atas target dan capaian,
tindak lanjut (terminasi), dan keberlanjutan bimbingan.
I. Self Consept (konsep – diri)
Konsep diri adalah sebuah ringkasan jati diri yang dimiliki
individu berkaitan dengan dirinya sendiri, yang terbentuk dan tercipta
melalui pengalaman – pengalaman yang didapatkan dari proses dalam
kehidupan (interaksi) dengan lingkungan. Konsep diri bukan
merupakan faktor genetik, melainkan muncul dari pengalaman yang
berkelanjutan dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu
sudah dimiliki sejak usia dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang
mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari.
Fitts dalam buku (Agustiani , 2009 : 138)23 mengatakan bahwa
konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena
konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference)
dalam berinteraksi dengan lingkungan, beliau menjelaskan konsep diri
secara fenomenologis. Fitts juga mengungkapkan bahwa konsep diri
23 Agustiani , Hendriati.2009. Psikologi Perkembangan “pendekatan ekologi kaitannya dengan
konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja”. Bandung : PT Refika Aditama.hal 138
23
berpengaruh sangat kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan
memahami konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah memprediksi
dan memahai tingkah laku orang tersebut.