Upload
buihuong
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Usahatani Rumput Laut
Rumput laut atau sea weed merupakan algae makro bentik yang hidup di
laut. Rumput laut termasuk ke dalam tumbuhan tingkat rendah (phylum
Thallophyta) yang tidak dapat dibedakan antara bagian akar, batang, dan daun.
Secara keseluruhan merupakan “batang” yang di sebut thallus. Kelompok
tunbuhan ini memiliki bentuk beraneka ragam mulai dari bulat silindris, pipih, dan
bersifat keras karena substansi mengandun zat kapur, lunak seperti tulang rawan,
kenyal seperti gel atau fleksibel seperti bunga karang. Serta mempunyai fungsi
berbeda–beda sebagai xrekat pada substrat, sebagai batang daun (Atmadja dalam
Sulistijo.1996).
Menurut Ali dan Rini (2009) rumput laut merupakan alga multiselular
yang mengandung substansi yang aktif secara imunologi. Tumbuhan ini hidupnya
berasosiasi dengan hewan karang, sehingga habitat rumput laut senantiasa
berada di sekitar terumbu karang (Dahuri, 1998). Faktor- faktor oceanografi dan
macam-macam substrat sangat menentukan pertumbuhan rumput laut (Soegiarto,
1979, dalam Netra, 2006). Rumput laut merupakan istilah dalam perdagangan
yang berasal dari terjemahan kata “seaweed” dalam bahasa Inggris. Istilah ini
tidak terlalu tepat karena jika ditinjau secara botanis, tumbuhan ini tidak tergolong
rumput (graminae), maka lebih tepat jika digunakan istilah “alga laut benthik”
atau “alga benthik” saja (Aslan, 1991, dalam Kusuma, 2004).
9
Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak dapat dibedakan
antara bagian akar, batang, dan daun. Semua bagian tumbuhannya disebut thallus.
Secara keseluruhan, tumbuhan ini mempunyai morfologi yang mirip, walaupun
sebenarnya berbeda. Makroalgae bentuknya yang seperti rumput terutama yang
berukuran besar dan hidupnya di laut, sehingga orang awam terutama kaum
usahawan menyebutnya rumput laut. Sedangkan di kalangan ilmuwan atau
akademisi, rumput laut dikenal dengan nama algae (Susanto, 2003, dalam
Handayani, 2006).
Rumput laut adalah bahan pangan berkhasiat, kandungan serat (dietary
fiber) pada rumput laut sangat tinggi. Serat dalam makanan atau disebut juga
serat makanan umumnya berasal dari serat buah dan sayuran atau sedikit yang
berasal dari biji-bijian dan serealia. Serat makanan terdiri dari serat kasar (crude
fiber) dan “serat makanan” (dietary fiber). Serat kasar adalah serat yang secara
laboratorium dapat menahan asam kuat (acid) atau basa kuat (alkali), sedangkan
serat makanan adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-
enzim pencernaan (Wisnu, 2010). Rumput laut di kenal sejak zaman kekaisaran
Sen Nung sekitar tahun 2700 Sebelum Masehi. Pada masa itu orang-orang Cina
telah sanggup memanfaatkannya sebagai bahan obat-obatan (medicement) dan
bahan makanan (victual). Secara ekonomis rumput laut baru di manfaatkan sekitar
tahun 1670 di Cina dan Jepang. Sejak memasuki abad ke- 17 beberapa negara
seperti Perancis, Normandia dan Inggris telah memanfaatkan pemanenan rumput
laut sebagai badan pembuat gelas. Indonesia sudah sejak dulu mengenal rumput
laut, terutama penduduk yang mendiami pulau-pulau di Nusantara yang telah
10
mengumpulkan algae laut sebagai bahan sayuran, namun penggunaanya masih
sedikit dan biasanya hanya terbatas pada keluarga nelayan saja.
Yudhi (2009) menyatakan bahwa rumput laut merupakan tumbuhan laut
jenis alga, masyarakat Eropa mengenalnya dengan sebutan seaweed. Tanaman ini
adalah gangang multiseluler golongan divisi thallophyta. Berbeda dengan
tanaman sempurna pada umumnya, rumput laut tidak memiliki akar, batang dan
daun. Rumput laut biasanya hidup di dasar samudera yang dapat tertembus
cahaya matahari. Seperti layaknya tanaman darat pada umumnya, rumput laut
juga memiliki klorofil atau pigmen warna yang lain. Warna inilah yang
menggolongkan jenis rumput laut. Secara umum, rumput laut yang dapat dimakan
adalah jenis ganggang biru (cyanophyceae), ganggang hijau (chlorophyceae),
ganggang merah (rodophyceae) atau ganggang coklat (phaeophyceae).
Alga laut (Eucheuina sp.) merupakan salah satu sumberdaya alam hayati
Indonesia. Tumbuhan ini mempunyai nilai ekonomis yang penting dalam industri
kosmetik, pangan dan lain-lain (Nursanto, 2004, dalam Wibowo dan Evi, 2012).
2.2 Pemilihan Lokasi Usahatani Rumput Laut Eucheuma Sp.
Lokasi yang diharapkan untuk usaha tani rumput laut merupakan syarat
utama yang harus dilakukan. Pertumbuhan rumput laut sangat di tentukan oleh
kondisi ekologis setempat. Penentuan suatu lokasi harus disesuaikan dengan
metode usahatani yang akan digunakan. Penentuan lokasi yang salah akan
berakibat fatal bagi usaha rumput laut, karena laut yang dinamis tidak dapat di
11
prediksi. Dalam pemilihan lokasi untuk usaha tani rumput laut, ada 3 faktor yang
perlu di pertimbangkan yaitu faktor resiko, faktor kemudahan dan faktor ekologis.
2.2.1 Faktor resiko
Adapun faktor resiko dibedakan menjadi dua yatu masalah keterlindungan
dan masalah keamanan. Masalah keterlindungan. Untuk menghindari masalah
fisik dan sarana usaha tani tanaman rumput laut, maka diperlukan lokasi yang
terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang besar. Lokasi yang terlindung
biasanya di perairan teluk dan perairan terbuka tetapi terlindung oleh adanya
halangan karang laut atau pulau di depannya.
Masalah keamanan. Masalah pencurian dan perbuatan sabotase akibat
konflik kepentingan mungkin dapat terjadi, sehingga upaya pengamanan baik
secara individual maupun bersama-sama harus di lakukan. Beberapa pemilik
usaha berupaya menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitarnya.
2.2.2 Faktor kemudahan
Faktor kemudahan pemilik usaha rumput laut biasanya memiliki lokasi
tempat usaha dekat dengan tempat tinggal, sehingga kegiatan monitoring dan
penjagaan keamanan dapat dilakukan dengan mudah. Kemudian diharapkan lokasi
dekat dengan jalan untuk mempermudah pengangkutan sarana Usahatani, bibit
dan hasil panen, dan mempermudah monitoring dan penjagaan keamanan.
12
2.2.3 Faktor ekologis
Faktor ekologis yang diperhatikan antara lain: arus, kondisi dasar perairan,
kedalaman, salinitas, kecerahan, pencemaran dan ketersediaan bibit serta tenaga
kerja yang terampil. Adapun penjelasan faktor ekolgis sebagai berikut: a) Arus.
Rumput laut merupakan organisme yang memperoleh makanan (nutrients)
melalui aliran air yang melewatinya. Gerakan air yang cukup akan membawa
nutrients yang cukup pula dan sekaligus mencuci kotoran yang menempel pada
thallus (batang) rumput laut, membantu sirkulasi udara, dan mencegah adanya
fluktuasi suhu air yang besar. Kecepatan arus yang ideal antara 20 – 280 C.
Indikator suatu lokasi yang memiliki arus yang baik adalah adanya tumbuhan
karang yang lunak dan padang lumut yang bersih dari kotoran dan miring ke satu
arah, b) Dasar perairan. Perairan yang mempunyai gerakan air yang stabil dan
terdiri atas dasar pecahan-pecahan karang dan pasir kasar, di pandang
baik untuk Usaha tani rumput laut, hal ini dapat di indikasikan adanya
pertumbuhan sea grass yang merupakan petunjuk adanya gerakan yang baik, c)
Kedalaman air. Kedalaman perairan yang baik untuk usaha tani rumput laut
adalah 0,3 – 0,6 m pada waktu surut terendah untuk lokasi rumput laut dengan
metode lepas dasar dan kedalaman 2 - 15 m cocok untuk metode rakit apung,
metode rawai (long line), dan sistem jalur. Hal ini menghindari rumput laut
mengalami kekeringan karena sinar matahari secara langsung pada waktu surut
terendah dan memperoleh penetrasi sinar matahari yang cukup pada waktu air
pasang, d) Salinitas. Rumput laut bersifat stenohaline. Rumput laut tidak tahan
terhadap fluktuasi salinitas yang tinggi. Salinitas yang baik berkisar antara 28-35
13
ppm. Untuk memperoleh salinitas tersebut harus di hindari lokasi yang berdekatan
dengan muara sungai, e) Kecerahan. Cahaya matahari merupakan sumber energi
dalam proses fotosintesis terjadi pembentukan bahan organik yang diperlukan
bagi pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Kecerahan perairan yang ideal
lebih dari satu meter. Air yang keruh dapat menghalangi tembusnya cahaya
matahari di dalam air sehingga proses fotosintesis menjadi terganggu. Disamping
itu kotoran dapat menutupi permukaan thallus yang dapat menyebabkan thallus
busuk dan patah, f) Pencemaran. Perairan yang telah tercemar oleh limbah rumah
tangga, industri maupun limbah kapal laut harus dihindari. Semua bahan cemaran
dapat menghambat pertumbuhan rumput laut, g) Ketersediaan bibit. Bibit
sebaiknya dipilih dari tanaman yang masih segar yang dapat di peroleh dari
tanaman rumput laut yang tumbuh secara alami maupun dari tanaman usaha tani.
Penyediaan harus tepat waktu yaitu segera setelah sarana kontruksi usaha tani
rumput laut terpasang. Bibit yang di gunakan merupakan setek, harus sehat, masih
muda, dan banyak cabang, h) Tenaga kerja. Tenaga kerja yang dipilih sebaiknya
di pilih yang bertempat tinggal berdekatan dengan lokasi usaha tani rumput laut,
terutama petani/nelayan lokal. Menggunakan tenaga lokal dapat menghemat biaya
produksi dan sekaligus membuka peluang/kesempatan kerja.
Menurut Sulistijo (1994), lokasi dan lahan usaha tani rumput laut sangat
ditentukan oleh kondisi ekologi yang meliputi lingkungan fisik, kimia dan biologi.
14
2.2.4 Lingkungan fisik
Lingkungan fisik a) Untuk menghindari kerusakan fisik sarana usahatani
rumput laut dari pengaruh angin dan gelombang besar maka di perlukan lokasi
yang terlindung dari hempasan ombak, b) Dasar perairan yang paling baik untuk
pertumbuhan adalah stabil, terdiri atas potongan karang mati bercampur dengan
karang pasir. Hal ini dapat di indikasikan adanya sea grass yang merupakan
petunjuk adanya gerakan air yang baik, c) Kedalaman air yang baik pertumbuhan
rumput laut adalah 30-60 cm pada surut terrendah, d) Kenaikan temperatur yang
sangat tinggi akan mengakibatkan thallus rumput laut menjadi pucat kekuning-
kuningan. Suhu yang ideal antara 27-300 C, e) Tingkat kejernihan air yang tinggi
di perlukan dalam usaha tani rumput laut. Kondisi air yang jernih dengan tingkat
transparansi sekitar 1,5 meter cukup baik bagi pertumbuhan rumput laut, f)
Kesuburan dari rumpput laut di tentukan oleh gerakan air yang berombak maupun
berarus. Gerakan air di perlukan untuk mengangkut zat-zat makanan yang di
perlukan untuk pertumbuhan rumput laut. Di samping itu, gerakan air yang cukup
kuat dapat menghindari terkumpulnya kotoran pada thallus. Adanya arus dapat
mengatasi kenaikan temperatur air laut yang tajam. Kecepatan arus yang baik
untuk usaha tani rumput laut sekitar 20- 40 cm/detik (Sulistijo, 1994).
2.2.5 Lingkungan kimia
Kondisi lingkungan kimia, a) Rumput laut tumbuh pada salinitas tinggi.
Penurunan salinitas akibat air tawar yang masuk akan menyebabkan pertumbuhan
rumput laut menjadi tidak normal. Oleh karena itu usahatani rumput laut
sebaiknya jauh dari muara sungai. Salinitas yang di anjurkan untuk usahatani
15
rumput laut adalah sebesar 28 - 34 per mil dengan optimum 32 per mil, b)
Kesamaan yang baik sekitar pH 6 - 9, tetapi yang optimum antara pH 7,5 - 8,0, c)
Untuk kegiatan usaha tani kisaran kandungan Nitrat 1,0 - 3,0 ppm dan kandungan
pospat berkisar antara 0,021 – 0,10 ppm (Sulistijo, 1994).
2.2.6 Lingkungan biologi
Sebaiknya untuk perairan rumput laut di pilih perairan yang secara alami
di tumbuhi oleh komunitas dari barbagai makro algae seperti Ulva, Cauleroa,
Padina, Hypnea dan lain-lain. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa
perairan tersebut cocok untuk usahatani rumput laut Eucheuma Sp. di samping
itu sebaiknya bebas dari hewan air lainnya yang bersifat herbivora terutama ikan
baronang (Sigarus Sp), penyu laut hijau (Chelonia midas), bulu babi (Diadema)
dan bulu babi duri pendek(Tripneustes) yang dapat memakan tanaman rumput laut
(Sulistijo, 1994).
2.3 Budidaya rumput laut
Rumput laut merupakan komoditi hasil laut yang sangat penting. Komoditi
ini paling banyak dibudidayakan di indonesia yaitu genus eucheuma yang tersebar
hampir diseluruh wilayah indonesia. Selain memiliki banyak kegunaan juga akan
bernilai ekonomis setelah mendapatkan penanganan lebih lanjut. Pada umumnya
penanganan pasca panen rumput laut oleh petani hanya sampai pengeringan saja
(Rachmi, 2012).
Budidaya rumput laut di Bali mengalami perkembangan cukup pesat,
terutama dilihat dari peningkatan produksi dan produktivitasnya. Peningkatan
16
produksi ini antara lain karena adanya rangsangan berupa peluang ekspor ke
berbagai negara, beberapa bagian teluk perairan Bali memiliki kualitas air yang
memenuhi syarat tumbuh bagi beberapa jenis rumput laut (Novi, 2014).
Menurut Suasana (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008), walaupun
budidaya rumput laut di Bali mengalami perkembangan dilihat dari produksi dan
produktivitasnya, namun ada permasalahan yang di hadapi dalam pembudidayaan
rumput laut. Permasalahan yang dihadapi yaitu keterbatasan modal usaha untuk
pengadaan sarana media budidaya dan bibit rumput laut. Selain itu penyakit
rumput laut yang selama ini dikenal ice-ice, belum diketahui secara pasti
penyebabnya hal ini menyulitkan penanggulangannya di lapangan, pada daerah
potensial yang belum berkembang. Keberhasilan budidaya rumput laut selain
didukung oleh kondisi alam Indonesia yang potensial untuk budidaya juga
didukung oleh meningkatnya permintaan pasar dunia (Murdinah dkk., 2002).
Produksi rumput laut Indonesia berada pada posisi kedua di dunia dengan
total produksi 25.000 ton per tahun.Sedangkan posisi pertama yaitu Chili,
produksi per tahunnya 50.000 ton. Produksi rumput laut dalam negeri, didominasi
oleh Sulawesi Selatan (Iskandar, 2010). Pengembangan budidaya rumput laut
merupakan upaya pemberdayaan masyarakat pesisir yang mempunyai keunggulan
dalam hal produk yang dihasilkan, mempunyai manfaat yang beragam, tersedia
lahan yang cukup luas, mudahnya teknologi budidaya yang diperlukan
(Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001). Pemanfaatan rumput laut sebagai
makanan, kosmetik dan obat-obatan tradisional sudah lama dikenal oleh
masyarakat pesisir. Sedangkan, pemanfaatannya sebagai bahan industri yang
17
memungkinkan untuk diekspor baru dikembangkan dalam beberapa dasawarsa
terakhir ini, sehingga merangsang pengembangan budidayanya (Netra, 2006).
Pengembangan budidaya rumput laut juga dilakukan mengingat besarnya potensi
lahan yang dimiliki Indonesia, yaitu sebesar 26.700ha dengan perkiraan potensi
produksi sebesar 462.400 ton per tahun (Dahuri, 1996).
Menurut Sugianto (1979, dalam Netra 2006) secara taksonomi rumput laut
Eucheuma sp. Dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Kelas: Rhodophyceae, 2)
Ordo: Gigartinales, 3) Famili: Solieriaceae, 4) Genus: Eucheuma, 5) Species:
Eucheuma spinosum, Eucheuma cottonii.
Ciri-ciri rumput laut jenis Eucheuma sp. Secara umum adalah thallus
(batang) dan cabang-cabangnya berbentuk silinder, permukaan licin, dan
pertumbuhan vegetatif secara fragmatis Ithallus dan cabang-cabangnya berbentuk
silinder, permukaan licin, dan pertumbuhan vegetatif secara fragmatis thallus
yang dapat tumbuh dan berkembang.
Menurut Ismail (1999) rumput laut jenis Eucheuma sp. Ini dapat
dimanfaatkan sebagai pengatur keseimbangan, pengemulsian, serta dapat
digunakan pada industri instan, makanan, farmasi dan kosmetik. Rumput laut
secara tradisional digunakan sebagai nutrisi bagi manusia dan hewan. Rumput laut
juga digunakan sebagai makanan tambahan (suplement) karena mempunyai
kandungan nutrisi antara lain : protein, beberapa elemen mineral dan vitamin.
Rumput laut jenis algae coklat digunakan untuk produksi zat makanan tambahan
untuk melengkapi nutrisi manusia antara lain protein, beberapa elemen mineral,
18
vitamin, dan terutama hidrokoloid yang berupa alginat, agar, dan karaginan
(Fleurence, 1999, dalam Handayani, 2006).
Sumberdaya rumput laut dimanfaatkan untuk makanan dan produk
sayuran laut. Di beberapa negara Asia, rumput laut sering dikonsumsi sebagai
sayuran laut, bahkan orang-orang Jepang mengkonsumsi sayuran laut rata-rata 1,6
kg (berat kering) per tahun per kapita (Fujiwara-Arasaki et al. dalam Fleurence,
1999). Diketahui kurang lebih 25% dari makanan yang dikonsumsi di Jepang
adalah mengandung rumput laut yang dipersiapkan dan disimpan dalam beberapa
bentuk dan menjadi sumber penghasilan utama bagi nelayan di sana. Di Malaysia,
pemanfaatan rumput laut sebagai makanan tidak seperti di Jepang dan Cina.
Meskipun demikian, pada kenyataanya rumput laut hanya dikonsumsi di daerah
pantai khususnya sepanjang pantai timur Penisula Malaysia dan di Malaysia
Timur, rumput laut dimakan sebagai salad (Norziah & And Ching, 2000).
Sedangkan di Indonesia, rumput laut banyak dimanfaatkan penduduk pantai untuk
sayur dan lalapan, bahkan beberapa jenis rumput laut banyak dijual di pasar-pasar
tradisional (Handayani, 2006).
Menurut Laode (1998), ada sekitar 555 jenis rumput laut di Indonesia,
lebih dari 21 jenis di antaranya berguna dan di manfaatkan sebagai bahan
makanan serta memiliki nilai ekonomis sebagai komoditas perdagangan. Adapun
jenis-jenis rumput laut yang dapat di makan adalah: a) Grup Chlorophyceace
(Alga Hijau) Monostrama nitidium, Enteremorpha Sp, Caulerpa Lentillifer,
Caulerpa limonsa, b) Grup Cyanophyceace (Alga Hijau) Cladosiphon
okamuranus, Nemacytus decipiens, Hizkiafusiformis, Sargasum Sp, c) Grup
19
Rhodophyecea (Alga merah). Gracilaria blodgettii, Glacilaria acuata, Eucheuma
spinosum, Eucheuma cotonii.
Menurut Ismail (1999) rumput laut jenis Eucheuma Sp. dapat
dimanfaatkan sebagai pengatur keseimbangan, pengemulsian serta dapat di
gunakan untuk bahan obat, kosmetik dan bahan makanan. Pangsa pasar rumput
laut ini adalah Cina, Jepang, Ingrris, Perancis dan Kanada.
Almatsier (2009) menyatakan bahwa, ada 2 macam golongan serat yaitu
yang tidak dapat larut dalam air dan yang dapat larut air. Serat yang tidak dapat
larut air adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat yang dapat larut dalam air
adalah pektin, gum, mucilage, glikan dan alga. Serat yang terdapat pada karaginan
merupakan bagian dari serat gum yaitu jenis serat yang larut dalam air. Serat
mempunyai peran yang penting bagi kesehatan tubuh.
Almatsier (2009) menyatakan bahwa, serat sangat penting dalam proses
pencernaan makanan dalam tubuh. Kekurangan Serat dapat menyebabkan
konstipasi, apenaistis, alverculity, hemoroid, diabetes melitus, penyakit jantung
koroner dan batu ginjal. Menambahkan kebutuhan serat untuk manusia sangatlah
bervariasi menurut pola makan dan tidak ada anjuran kebutuhan sehari secara
khusus untuk serat makanan. Konsumsi Serat rata-rata 25 g/hari dapat dianggap
cukup untuk memelihara kesehatan tubuh.
20
2.4 Metode usahatani rumput laut
Dalam melakukan usahatani rumput laut di lapangan dapat di lakukan
dengan lima metode yaitu:
2.4.1 Metode lepas dasar (off bottom method)
Metode ini dilakukan di atas dasar perairan yang berpasir atau pasir
berlumpur. Hal ini penting untuk menancapkan patok/pancang. Patok terbuat dari
kayu yang kuat dengan diameter sekitar 10 cm sepanjang 1 meter yang salah satu
ujungnya runcing. Jarak antara patok untuk merentangkan ris sekitar 2,5 meter.
Setiap patok di pasang berjajar dan dihubungkan dengan tali ris polyrthylene (PE)
yang berdiameter 8 mm. Jarak antara tali rentang sekitar 20 cm. Tali ris yang telah
berisi tanaman direntangkan pada tali ris utama dan posisi tanaman usahatani
berada sekitar 30 cm di atas perairan (sesuaikan dengan pada saat surut terendah,
tanaman masih tetap terendam air).
2.4.2 Metode rakit apung (floating method)
Metode rakit apung adalah cara melakukan usahatani rumput laut dengan
menggunakan rakit yang terbuat dari bambu. Metode ini cocok diterapkan pada
perairan berkarang dengan pergerakan airnya yang di dominasi oleh ombak.
Ukuran tiap rakit bervariasi tergantung pada persediaan material yang di
sesuaikan dengan perairan. Jarak antara rakit idealnya satu meter. Untuk menahan
rakit tidak hanyut terbawa oleh arus di gunakan jangkar atau patok dengan tali
penahan (rope) yang berukuran sembilan mm. Metode rakit apung ini cocok
dilakukan pada kedalaman lebih dari dua meter. Keuntungan pemeliharaan
21
dengan metode ini antara lain adalah pemeliharaan mudah di lakukan, gangguan
hama sedikit, pemilihan lokasi fleksibel, dan intensitas cahaya matahari lebih
besar. Kelemahannya dari metode ini adalah biaya yang di butuhkan untuk
membuat sarana usahatani relatif tinggi. Masing-masing rakit berukuran 5 m x 2,5
m. Satu unit rakit terdiri atas 24 tali dengan jarak antara masing-masing 20 – 25
cm. Setiap tali dapat di ikatkan sembilan titik rumpun tanaman, sehingga satu
rakit berisi 300 rumpun tanaman dengan berat rata-rata 100 gram per rumpun atau
kebutuhan bibit sebanyak 30 kilogram. Jarak antara rumpun lainnya 25 cm.
2.4.3 Metode rawai (Long Line)
Metode rawai (long line) adalah metode usahatani rumput laut dengan
menggunakan tali panjang. Tali (diameter 8 mm) yang digunakan sepanjang 50 –
100 meter pada kedua ujungnya di beri jangkar dan pelampung besar. Setiap jarak
25 meter di beri pelampung utama yang di buat dari drum plastik atau Styrofoam.
Setiap jarak lima meter di beri pelampung yang terbuat dari potongan Styrofoam
atau karet sandal atau botol aqua bekas (500 ml) yang berfungsi untuk
memudahkan pergerakan tanaman setiap saat.
Sewaktu memasang tali utama yang harus di perhatikan adalah arah arus.
Arus harus berada pada posisi sejajar atau sedikit menyudut untuk menghindari
terjadinya belitan tali satu dengan yang lain. Bibit rumput laut seberat 100 gram
diikatkan sepanjang tali dengan jarak antara 20 – 25 cm. Antara tali satu dengan
yang lainnya berjarak 100 cm dengan mempertimbangkan kondisi arus dan
gelombang setempat. Jarak antara blok selebar satu meter (dalam satu blok
terdapat 4 tali) yang berfungsi untuk jalur sampan. Untuk satu hektar hamparan
22
dapat di pasang 128 tali. Setiap tali terdiri atas 500 titik. Jadi setiap hamparan
usaha tani rumput laut terdapat 64.000 titik.
2.4.4 Metode jalur (combination)
Metode ini merupakan kombinasi antara metode rakit dan metode rawai.
Kerangka metode ini di buat dari bambu dihubungkan dengan tali polyethylene
(PE) diameter 0,6 mm, sehingga membentuk segi panjang dengan ukuran 5 m x 7
m per petak. Satu unit terdiri dari 7 – 10 petak.
2.4.5 Metode keranjang
Metode keranjang adalah metode usaha tani rumput laut dengan
menggunakan kantong jaring sebagai wadah produksi. Kantong jaring tersebut di
gantungkan pada tambang apung (rawai) atau rakit. Metode ini merupakan solusi
usaha tani rumput laut dalam mengatasi masalah serangan hama ikan baronang
dan penyu.
Dalam metode ini digunakan jaring bermata jaring 1 – 1,5 inci yang
terbuat dari benang PE ukuran D 18 – 21. Kantong memiliki diameter 30 – 50 cm
dengan tinggi 50 – 75 cm dan di tunjang oleh rangka kawat. Kantong jaring di
gantungkan ke tambang rawai atau rakit dengan jarak 50 – 100 cm antar kantong,
dan pada kedalaman 50 – 150 cm dari permukaan air.
Persyaratan aplikasi metode ini adalah adanya arus laut yang relatif kuat
(0,25 – 0,40 m/detik), sehingga memungkinkan sirkulasi air laut menembus
kantong dan biomass rumput laut di dalam kantong keranjang mati dan
membusuk.
23
2.5 Kendala pengembangan budidaya rumput laut
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2001) beberapa kendala
dalam pengembangan rumput laut adalah sebagai berikut: 1) Pengadaan bibit
unggul dan teknik pengadaan bibit, 2) Pengembangan metode budidaya yang
dapat mengatasi perubahan alam, 3) Penataan dan menafaatan lahan budidaya,
4) Pemberdayaan masyarakat dan pembinaan petani agar dapat menerapkan
metode serta teknik budidaya yang baik.
Kegagalan dalam mengatasi masalah pengelolaan menurut Anwar dan
Rustiadi (2000) memberikan implikasi antara lain percepatan degradasi
sumberdaya alam dan lingkungan hidupnya. Dinyatakan juga bahwa penyebab
utama terjadinya kegagalan tersebut karena (1) perbedaan hak-hak (entitlemen)
yang sangat mencolok antara berbagai lapisan masyarakat, (2) sumberdaya
alamnya mengalami semacam akses terbuka (quasi-open-access resources) yang
semua pihak cenderung memaksimumkan keuntungan dalam pemanfaatannya,
dan (3) kekurangan dalam sistem penilaian (undervaluation) terhadap sumber
daya di dalam sistem ekonomi pasar yang sedang terjadi, yang semuanya
sesungguhnya terkait erat dengan aspek teknis-finansial produksi dan aspek
sosial-ekonomi-budaya masyarakat setempat.
2.6 Keberlanjutan Usaha Tani
Usaha tani adalah kegiatan mengorganisasikan atau mengelola aset dan
cara dalam pertanian. Usahatani juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
24
mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang
menyangkut bidang pertanian (Moehar, 2001). Usaha tani adalah usaha yang
dilakukan patani dalam memperoleh pendapatan dengan jalan memanfaatkan
sumber daya alam, tenaga kerja dan modal yang mana sebagian dari pendapatan
yang diterima digunakan untuk membiayai pengeluaran yang berhubungan
dengan usahatani.
Usaha tani berkelanjutan artinya usahatani untuk kesehatan masyarakat
dan lahan dalam jangka panjang. Para petani yang menggunakan metode
berkelanjutan berusaha untuk memenuhi kebutuhan makanan yang bernutrisi bagi
keluarga dan komunitasnya di samping menjalankan konservasi air, meningkatkan
kesuburan tanah, dan menyimpan benih untuk masa depan.
Menurut Technical Advisorry Committee of the CGIAR (TAC-CGIAR,
1988), “pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil
untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah
sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan
melestarikan sumberdaya alam” (http://agroteknologihimagrotek.2011/05/sistem-
pertanian-berkelanjutan, diakses, 29 Juni 2014).
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan
sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya
tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi pertanian
dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin.
Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan
kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang
25
berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang
ramah terhadap lingkungan (Kasumbogo Untung, 1997) (http://agro teknologi
himagrotek. 2011/05/sistem-pertanian- berkelanjutan, diakses, 29 Juni 2014).
Arah pembangunan pertanian yang berorientasi agribisnis serta potensi
wilayah setempat harus ditindaklanjuti dengan upaya peningkatan agribisnis.
Agribisnis merupakan orientasi usahatani yang mengarah kepada perolehan
keuntungan dan keberlanjutan (Saragih, 2001). Untuk memperoleh keuntungan
secara berkelanjutan maka semua subsistem dalam pertanian harus dilibatkan
secara terus menerus.
Petani bukan hanya mampu mengerjakan usahatani di lahan tetapi juga
harus mampu menjalin kerjasama dengan penyedia sarana produksi pertanian,
permodalan sumber informasi, pasar, dan kelembagaan agribisnis lainnya. Dengan
kata lain, petani harus memiliki kemampuan untuk mengupayakan usahataninya
agar memiliki nilai tambah. Kompetensi agribisnis ini dapat dibangun melalui
proses pembelajaran dan keterlibatan petani dalam kelompoknya, disertai dengan
kegiatan penyuluhan yang intensif.
2.7 Perkembangan Pariwisata
Undang-undang No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan. (Salah satu
tujuan penyelenggaraan kepariwisataan adalah untuk meningkatkan pendapatan
daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, juga
memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta
mendorong pembangunan daerah). Untuk itu sudah selayaknya pariwisata dapat
26
dijadikan alternatif penggerak perekonomian hingga sedemikian rupa menjadi
sumber pendapatan bagi setiap daerah yang memiliki potensi untuk
menyelenggarakannya, dalam upaya memperoleh atau meningkatkan pendapatan
daerah.
Proses pembangunan pariwisata harus berjalan seiring dengan peningkatan
“Sadar Wisata” masyarakat. Tugas aparat pemerintah adalah untuk menciptakan
kondisi yang memungkinkan terwujudnya peran serta masyarakat dengan cara-
cara yang mudah difahami dan dilaksanakan oleh masyarakat. Sadar Wisata
dikalangan masyarakat tidak tumbuh dengan sendirinya, masyarakat lebih
mudah memahami apa yang mereka lihat, apa yang mereka rasakan.
Pembangunan pariwisata yang manfaatnya langsung dapat dirasakan oleh
masyarakat akan menciptakan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan
berkembangnya sadar wisata dikalangan masyarakat.
Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan
melibatkan masyarakat yang dituju, sehingga membawa dampak terhadap
masyarakat setempat. Oleh karena pariwisata banyak dikatakan sebagai perubah
yang luar biasa, mampu membuat masyarakat setempat mengalami perubahan
dalam berbagai aspek. Tujuan wisatawan datang ke suatu daerah antara lain
didorong oleh keinginan untuk mengenal, mengetahui/mempelajari daerah dan
kebudayaan masyarakat lokal. Selama di tempat wisata, wisatawan pasti
berinteraksi dengan masyarakat lokal diberbagai bidang (http://purnamaalam.
com/2011//dampak-pariwisata-terhadap-perubahan.html,diakses,23Agustus 2014).
27
Wilayah pesisir seperti sumberdaya perikanan, perhubungan,
pertambangan mineral, serta kepariwisataan di samping memiliki berbagai sumber
daya yang bermanfaat bagi masyarakat juga memiliki potensi permasalahan
yang sangat besar, sehingga pengelolaan wilayah ini harus secara terpadu,
mengingat bahwa sumber daya yang ada di wilayah pesisir ini adalah umumnya
milik bersama.
Kepariwisataan sebagai salah satu wilayah pesisir juga dapat
dikembangkan, karena merupakan kegiatan yang strategis jika ditinjau dari segi
pengembangan ekonomi dan sosial budaya. Kepariwisataan mendorong
terciptanya lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan
kualitas masyarakat dan dapat menambah rasa cinta tanah air terhadap nilai-nilai
budaya bangsa sekaligus sebagai instrumen untuk melestarikan lingkungan
(Suradnya (2008).
Pertumbuhan pariwisata tentunya merupakan suatu peluang dan tantangan
bagi berbagai pihak termasuk bagi pengelola daerah tujuan wisata. Merancang
strategi pemasaran daerah tujuan wisata yang tepat akan mampu meraih
peluang dan tantangan tersebut. Demikian juga pertumbuhan pasar pariwisata
secara global saat ini, telah mendorong banyak negara di dunia menggunakan
kesempatan untuk melakukan persaingan secara natural dalam industri
pariwisata, dengan menawarkan program-program yang diharapkan dapat menarik
para wisatawan untuk mengunjungi obyek-obyek wisata yang disediakan
(Martaleni, 2011).
28
2.8 Dampak Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pendapatan
2.8.1 Dampak ekonomi
Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu perubahan yang
terjadi sebagai akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat
alamiah, baik kimia, fisik, dan biologi. Berbagai dampak potensial baik positif
maupun negatif di sektor sosial dan ekonomi dapat terjadi akibat pengembanagan
pariwisata. Dampak positifnya adalah pasti akan tersedia fasilitas sosial dan
fasilitas umum, kesempatan berusaha dan bekerja akan tersedia karena adanya
penerimaan tenaga kerja, meningkatnya pendapatan masyarakat sekitar
pengembangan pariwisata.
Dampak positif ini tentu akan dapat memberikan pengaruh juga terhadap
pendapatan masyarakat. Karena banyak sekali usaha-usaha penunjang pariwisata
bermunculan, warung-warung untuk penjualan berbagai kebutuhan untuk makan
dan minum untuk pengunjung tersedia dalam jumlah yang cukup banyak. Usaha
tukang parkir akan terbuka luas, penyewaan kamar mandi dan WC, serta berbagai
pelayanan lainnya yang dapat menunjang kebutuhan masyarakat pengunjung saat
berada di wilayah pengembangan pariwisata tersebut (Pitana dan Gayatri, 2007).
Selanjutnya Pitana dan Gayatri (2007) menyatakan bahwa dampak negatif
yang terjadi akibat pengembangan pariwisata adalah menurunnya jumlah
kelompok tani yang menggarap potensi laut, petani rumput laut jumlahnya terus
berkurang, kemungkinan akan terjadi peningkatan kecelakaan lalu lintas karena
dibukanya jalan baru menuju pantai, dan biasanya akan terjadi konflik sosial saat
terjadi pembebasan lahan.
29
2.8.2 Dampak sosial budaya
Pengaruh yang nampak dari pesatnya pembangunan adalah terjadinya
perubahan sosial budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni
perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari
nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma sosial
merupakan salah satu dampak yang dirasakan sebagaimana yang dikemukakan
oleh Ahmadi (2004). Perubahan sosial dan budaya meliputi berbagai bidang
kehidupan dan merupakan masalah bagi semua institusi sosial seperti : industri,
agama, perekonomian, pemerintahan, keluarga, perkumpulan perkumpulan dan
pendidikan. Pokok yang terjadi pada perubahan social dan budaya diakibatkan
dari perubahan yang berkembang pesat saat ini selain dari pengaruh
Pembangunan, juga karena adanya penetrasi kebudayaan dari luar yang masuk
dengan mudah akibat proses pembangunan itu sendiri. Diantaranya adalah proses
dan berkembangnya pariwisata disuatu daerah yang banyak dikunjungi
wisatawan.
Telah disadari bahwa praktik-praktik pariwisata, yang melihat kebudayaan
(juga alam), terutama sebagai sumber komoditi, ternyata membawa dampak yang
tidak selalu positif. Dampak positif yang biasanya langsung dan segera dapat
dirasakan adalah dalam segi keuntungan ekonomi, sebagaimana yang telah di
gariskan dalam Undang-Undang Tentang Kepariwisataan. No.9 Tahun 1990 yaitu
salah satu tujuan penyelenggaraan kepariwisataan adalah untuk meningkatkan
pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat, juga memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan
30
kerja serta mendorong pembangunan daerah. Untuk itu sudah selayaknya
pariwisata dapat dijadikan alternatif penggerak perekonomian hingga sedemikian
rupa menjadi sumber pendapatan bagi setiap daerah yang memiliki potensi untuk
menyelenggarakannya, dalam upaya memperoleh atau meningkatkan pendapatan
daerah. tetapi sesungguhnya keuntungan tersebut hanya merupakan keuntungan
jangka pendek. Yang dirasakan kemudian adalah dampak buruknya, yaitu
terhadap ekspresi dan eksistensi budaya yang dijadikan sumber komoditi itu.
Pariwisata yang menekankan pendekatan ekonomi cenderung memberikan
peranan utama pada pemerintah atau pemilik modal, dan tujuannya juga
ditentukan dan terutama untuk kepentingan mereka. Peranan masyarakat sangat
rendah sehingga mereka cenderung tampak patuh dan tidak punya inisiatif karena
lebih ditempatkan sebagai obyek daripada sebagai subyek. Sebagai akibatnya,
adat-istiadat, nilai-nilai, dan norma-norma menjadi semakin terkikis. Ritual-ritual
suci menjadi semakin dangkal dan pertunjukan-pertunjukan seni semakin tidak
berjiwa. Masyarakat menjadi apatis dan kesejahteraan mereka pun tidak
mengalami perbaikan. Pengaruh pariwisata terhadap masyarakat (kebudayaan)
setempat, harus disadarai bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang secara internal
terdeferensiasi, aktif, dan selalu berubah. Oleh karena itu pendekatan yang kiranya
lebih realistis adalah dengan menganggap bahwa pariwisata adalah „pengaruh luar
yang kemudian terintegrasi dengan masyarakat‟, dimana masyarakat mengalami
proses menjadikan pariwisata sebagai bagian dari kebudayaannya, atau apa yang
disebut sebagai proses „turistifikasi‟ (touristification). Di samping itu perlu juga
diingat bahwa konsekuensi yang dibawa oleh pariwisata bukan saja terbatas pada
31
hubungan langsung host-guest. Pengaruh di luar interaksi langsung ini justru lebih
penting, karena mampu menyebabkan restrukturisasi pada berbagai bentuk
hubungan di dalam masyarakat (http://purnamaalam.com/2011/07/dampak-
pariwisata-terhadap-perubahan.html, diakses, 23 Agustus 2014).
Dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata di suatu daerah
terhadap sosial budaya sangat terasa apalagi daerah tersebut menerima pengaruh
dengan cepat tanpa ada penyaringan yang ketat terhadap kedatangan wisatawan.
Salah satu hal adalah dimana daerah yang dituju merupakan daerah yang
lemah dalam bidang ekonomi, dengan sendirinya akan mengikuti Perkembangan
dan merubah tatanan perekonomian sendiri salah satu contoh mengubah
mata pencaharian semula yang mereka lakukan secara tradisional menjadi
lebih modern. Masalah tentang dampak Pariwisata terhadap sosial budaya
selama ini lebih cenderung mengasumsikan bahwa akan terjadi perubahan sosial-
budaya akibat kedatangan wisatawan, dengan tiga asumsi yang umum yaitu
(Martin, 1998): 1) perubahan dibawa sebagai akibat adanya intrusi dari luar,
umumnya dari sistem sosial-budaya yang superordinat terhadap budaya penerima
yang lebih lemah; 2) perubahan tersebut umumnya destruktif bagi budaya
indigenous; 3) perubahan tersebut akan membawa pada homogenisasi budaya,
dimana identitas etnik lokal akan tenggelam dalam bayangan sistem industri
dengan teknologi barat, birokrasi nasional dan multinasional, a consumer-oriented
economy, dan jet-age lifestyles.
32
2.8.3 Pendapatan
Sosial ekonomi dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan atau kedudukan
yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam
struktur masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula seperangkat hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi sipembawa status misalnya, pendapatan, dan
pekerjaan (http://digilib. unimed. ac.id/ public/ Undergraduate - BABII. Diakses,
10 September 2014).
Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh Friedman
dalam Ragandhi (diakses, 10 September 2014). Pendapatan masyarakat dapat
digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan
pendapatan sementara (transitory income). Pengertian dari pendapatan permanen
adalah: 1) Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat
diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah, 2) Pendapatan
yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang
menciptakan kekayaan).
Pendapatan merupakan salah satu unsur yang paling utama dari
pembentukan laporan laba rugi dalam suatu perusahaan. Banyak yang masih
bingung dalam penggunaan istilah pendapatan. Hal ini disebabkan pendapatan
dapat diartikan sebagai revenue dan dapat juga diartikan sebagai income
(Anonim, 2014a).
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004), kata income diartikan
sebagai penghasilan dan kata revenue sebagai pendapatan, penghasilan (income)
meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gain). Pendapatan
33
adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang dikenal dengan
sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen,
royalti dan sewa.” Definisi tersebut memberikan pengertian yang berbeda dimana
income memberikan pengertian pendapatan yang lebih luas, income meliputi
pendapatan yang berasal dari kegiatan operasi normal perusahaan maupun yang
berasal dari luar operasi normalnya. Sedangkan revenue merupakan penghasil dari
penjualan produk, barang dagangan, jasa dan perolehan dari setiap transaksi yang
terjadi (Anonim, 2014a).
2.8.4 Kesejahtraan
Kegiatan ekonomi yang tidak terlepas dari pasar pada dasarnya
mementingkan keuntungan pelaku ekonomi dari pasar tersebut. Sehingga sangat
sulit menemukan ekonomi yang menyejahterakan jika dilihat dari mekanisme
pasar yang ada. Kesejahteraan adalah salah satu aspek yang cukup penting
untuk menjaga dan membina terjadinya stabilitas sosial dan ekonomi, kondisi
tersebut juga diperlukan untuk meminimalkan terjadinya kecemburuan sosial
dalam masyarakat (Firri, 2014).
Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, sehingga setiap
keluarga atau individu di dalamnya yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara
hidup yang berbeda akan memberikan nilai yang berbeda tentang faktor-faktor
yang menentukan tingkat kesejahteraan. Pengertian keluarga sejahtera menurut
UU No 1992 merupakan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang
sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak,
bertakwa kepada Tuhan YME, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan
34
seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya
(BKKBN 1992, diacu oleh Nuryani 2007). Kesejahteraan keluarga akan tercapai
apabila keluarga memiliki ketahanan yang kuat (Anonim, 2014a).
Kesejahteraan sosial adalah mencakup berbagai tindakan yang dilakukan
manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik,
sedangkan menurut rumusan Undang-Undang Republik Indonesia No.6 Tahun
1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial pasal 2 ayat 1,
adalah: “Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan
sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan
dan ketenteraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga
negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuan-kebutuhan jasmaniah,
rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat
dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai
dengan Pancasila” (Anonim, 2014a).
2.9 Peneliti Terdahulu
Peneliti terdahulu yang diacu dalam penelitian ini adalah penelitiannya
Netra (2006), yang meneliti tentang”Analisis Pengembangan Budidaya Rumput
Laut Eucheuma sp. Di Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung. Disimpulkan
bahwa pengembangan budidaya rumput laut ini layak untuk dikembangkan.
Raihani (2008), penelitiannya yang berjudul prospek pengembangan rumput laut
di Kabupaten Morowali, memberikan kesimpulan bahwa jenis-jenis rumput laut
yang bernilai ekonomis dan mempunyai peluang untuk dikembangkan di
35
Kabupaten Morowali adalah Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum
(karaginofit), Gracillaria sp (agarofit). Pengusahaan rumput laut oleh masyarakat
pesisir di Kabupaten Morowali tergolong masih secara tradisional.
Loura (2012), Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Pulau
Nain Kabupaten Minahasa Utara, menyimpulkan bahwa tiga prioritas utama
strategi pengembangan budidaya rumput laut di Pulau Nain adalah dengan
mengefektifkan peran Dinas Kelautan dan Perikanan, serta lembaga terkait dalam
pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia, peningkatan sumber
permodalan usaha, pengadaan pola kerjasama kemitraan usaha.
Penelitian Anna (2012) yang berjudul: Analisis Finansial Usaha Budidaya
Rumput Laut Dan Nilai Tambah Tepung Karaginan Di Kecamatan Kei Kecil,
Kabupaten Maluku Tenggara, memberi kesimpulan bahwa hasil perhitungan
analisis finansial usaha budidaya rumput laut dalam satu kali produksi di wilayah
penelitian menunjukkan bahwa usaha tani yang dijalankan berdasarkan kriteria
adalah layak dan mempunyai arti bahwa setiap biaya produksi yang dikeluarkan
sebesar Rp 1000,-, maka akan diperoleh penerimaan sebesar Rp 1880,-. Pabrik
pengolahan rumput laut menjadi tepung karaginan di wilayah Kecamatan Kei
Kecil Kabupaten Maluku Tenggara memiliki nilai tambah tinggi yaitu sebesar Rp
9.362,50,- per kg bahan baku atau sebesar 48,01 % dari nilai produksi.
Pemanfaatan rumput laut selama ini masih terbatas pada produk karagenan
dan agar. Potensi rumput laut di bidang pengendalian penyakit masih
belum banyak di eskplorasi dan di eksploitasi. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa rumput laut mempunyai prospek yang masih terbuka bagi
36
pengembangannya dalam bidang pengendalian penyakit. Ekstrak rumput laut
telah diketahui mempunyai aktivitas sebagai antitumor, meningkatkan aktivitas
kemotaksis macrophage, menstimulasi aktivitas sekresi radikal oksigen dan
fagositosis pada peritonial and splenic murine macrophage (Castro et al., 2004).
Metabolit sekunder dari Halimeda macroloba memiliki senyawa bioaktif
anti jamur (Widiastuti, 2003). Rumput laut Ulva sp., Dendrilla sp., Spirulina
sp., Enteromorpha sp., Dictyota sp., dan Porphira sp. telah terbukti
mampu meningkatkan aktifitas imunostimulan udang (Castro et al., 2004; Selvin
et al., 2004).
Sejumlah penelitian secara epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan
kesehatan orang-orang Jepang berkaitan dengan konsumsi rumput laut yang
dipicu oleh tradisi kuno dan kebiasaan sehari-hari mereka (Teas 1981, Hiqashi et
al. 1999, Funahashi et al. 1999).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu, maka penelitian ini memiliki
kesamaan menjadikan rumput laut sebagai kajian termasuk di dalam manajemen
usahataninya terutama di on farm. Selain itu, dalam penelitian ini juga membahas
pendapatan petani, prospek pertanian rumput laut. Yang membedakan penelitian
ini dengann penelitian terdahulu adalah mengintegrasikan pariwisata dan
pertanian rumput laut. Jika penelitian terdahulu membahas pendapatan petani
rumput laut dari data kuantitatif yang didukung dengan angka-angka, maka dalam
penelitian ini penulis lebih membahas dalam bentuk data-data kualitatif dengan
cara mendeskripsikan dan menganalisis sesuai dengan teori-teori pendukung.