15
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pemanfaatan Tanaman Obat Tradisional Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tanaman obat yang sangat beragam, sehingga tradisi penggunaan tanaman obat sudah ada dari nenek moyang yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit, baik penyakit dalam maupun penyakit luar. Secara umum yang dimaksud dengan obat tradisional adalah ramuan dari tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat yang diketahui dari penuturan orang-orang tua atau pengalaman. Umumnya masyarakat memanfaatkan bahan-bahan asal tanaman obat masih dalam keadaan segar, maupun yang sudah dikeringkan sehingga dapat disimpan lama yang disebut dengan simplisia (Agus & Jacob, 1992 dalam Mumpuni, 2004). Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Lusia, 2006). Kelebihan pengobatan dengan menggunakan ramuan tumbuhan secara tradisional tersebut disamping tidak menimbulkan efek samping, juga ramuan tumbuh-tumbuhan tertentu mudah didapat di sekitar pekarangan rumah, dan mudah dibuat Proses pengolahan obat tradisional pada umumnya sangat sederhana, diantaranya ada yang diseduh dengan air, dibuat bubuk kemudian

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pemanfaatan Tanaman Obat …eprints.umm.ac.id/35033/3/jiptummpp-gdl-yogiferila-47427-3-babii.pdf · meningkat, menghadapi baik manfaat, keamanan,bentuk sediaan

  • Upload
    vukhanh

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pemanfaatan Tanaman Obat Tradisional

Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tanaman obat yang

sangat beragam, sehingga tradisi penggunaan tanaman obat sudah ada dari nenek

moyang yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit, baik

penyakit dalam maupun penyakit luar. Secara umum yang dimaksud dengan obat

tradisional adalah ramuan dari tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat yang

diketahui dari penuturan orang-orang tua atau pengalaman.

Umumnya masyarakat memanfaatkan bahan-bahan asal tanaman obat

masih dalam keadaan segar, maupun yang sudah dikeringkan sehingga dapat

disimpan lama yang disebut dengan simplisia (Agus & Jacob, 1992 dalam

Mumpuni, 2004). Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman

dari pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional

memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Lusia,

2006).

Kelebihan pengobatan dengan menggunakan ramuan tumbuhan secara

tradisional tersebut disamping tidak menimbulkan efek samping, juga ramuan

tumbuh-tumbuhan tertentu mudah didapat di sekitar pekarangan rumah, dan

mudah dibuat Proses pengolahan obat tradisional pada umumnya sangat

sederhana, diantaranya ada yang diseduh dengan air, dibuat bubuk kemudian

9

dilarutkan dalam air, ada pula yang diambil sarinya; cara pengobatan pada

umumnya dilakukan peroral (diminum) (Pudjarwoto et al, 1992).

Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang kadang kala

sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Komponen aktif yang terdapat pada

tanaman obat yang menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan

(Lusia, 2006)

2.1.1 Tujuan Umum Obat Tradisonal

Katno dan Pramono (2010) menjelaskan obat tradisional merupakan

obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral,

sediaan galenik atau campuran bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah

digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Menurut UU No. 23

(1992) tentang kesehatan dalam Zein (2005) bahwa yang dimaksud obat

tradisional adalah bahan atau ramuan bahanberupa bahan tumbuhan, bahan

hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut

yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan

pengalaman. Pada kenyataannya bahan obat alam yang berasal dari tumbuhan

porsinya lebih besar dibandingkan yang berasal dari hewan atau mineral, sehingga

sebutan obat tradisional hampir selalu identik dengan tanaman obat karena

sebagian besar obat tradisional berasal dari tanaman obat. Obat tradisional ini

masih banyak digunakan oleh masyarakat, terutama dari kalangan menengah

kebawah. Bahkan dari masa ke masa mengalami perkembangan yang semakin

meningkat, terlebih dengan munculnya isu kembali ke alam (back to nature) serta

krisis yang berkepanjangan (Katno dan Pramono, 2010).

10

Obat tradisional yang lebih populer disebut jamu merupakan kebutuhan

pokok dalam memenuhi tuntutan kesehatan di samping obat-obat farmasi.

Kenyataan bahwa sebagian besar masyarakat di Indonesia terutama yang ada di

Desa-desa menggunakan jamu sebagai penyembuhan dan perawatan kesehatanya

bukan suatu hal yang asing lagi. Hal disebabkan karena jamu merupakan warisan

nenek moyang kita yang sejak dahulu kala telah menggunakan jamu untuk

perawatan dan pengobatan. Di samping itu juga bahan-bahan untuk pembuatan

jamu relatif mudah diperoleh di lingkungan sekitar (Nugroho, 1995).

Pengobatan tradisional merupakan bagian dari sistem budaya masyarakat

yang potensi manfaatnya sangat besar dalam pembangunan kesehatan masyarakat.

Pengobatan tradisional merupakan manifestasi dari partisipasi aktif masyarakat

dalam menyelesaikan problematika kesehatan dan telah diakui peranannya oleh

berbagai bangsa dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Nurwidodo,

2003). Purwanto (1999) menambahkan pengungkapan pengetahuan tradisional

tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat-obatan ini sangat

rnenguntungkan baik secara ekonomis maupun waktu. Kita dapat rnembayangkan

berapa besarnya biaya dan lamanya penelitian untuk rnendapatkan senyawa kirnia

baru bahan aktlf obat-obatan modern seandainya tanpa adanya pengetahuan

tradisional ini.

2.1.2 Macam Obat Tradisonal Ditinjau Dari Pemakaiannya

Obat tradisional biasanya diolah dengan cara menyeduh, merebus,

menumbuk atau menggerus berbagai simplisia. Sampai sekarang yang lazim

digunakan terutama untuk jamu produk pabrik adalah dengan cara menyeduh.

11

Namun jamu seduhan seringkali tidak disukai oleh konsumen karena rasa dan

baunya tidak enak serta rasanya pahit. Sejalan dengan perkembangan masyarakat

modern, jaman serta tuntutan penggunaan sediaan jamu tantangan yang kian

meningkat, menghadapi baik manfaat, keamanan,bentuk sediaan maupun terhadap

mutunya, Selain itu dalam penggunaannya dituntut pula obat-obatan yang praktis

penyajiannya, hemat waktu,berkualitas tinggi, memenuhi selera dan dengan efek

samping yang sekecil mungkin (Anggadiredja, 1992).

Berdasarkan bentuknya, jamu Madura sebagai mana jamu yang dibuat di

pulau Jawa dapat dikelompokkan menjadi lima macam jamu sebagai berikut

Riswan dan Roemantyo (2002):

a. Jamu Segar

Jamu segar dibuat dari bahan-bahan tumbuhan yang masih segar tanpa

melalui proses apapun, bahan alami yaitu berasal dari tumbuhan obat

yang hanya diambil cairan perasan yang diambil dari bagian dari

tumbuhan obat tersebut seperti daun, umbi, batang, buah dan lain-lainya

dan kemudian ditambahkan air secukupnya dan selanjutnya dapat di

konsumsi langsung.

b. Jamu Godokan

Dalam bahasa Jawa berarti di rebus. Dalam jamu godokan bahan-bahan

jamu (tumbuh-tumbuhan) direbus dengan air, dan air hasil rebusan

tersebut digunakan untuk mengobati penyakit. Bahan bakunya dapat

berupa bahan kering ataupun bahan yang masih segar.

12

c. Jamu Seduhan

Seduahan berarti berbentuk powder atau bubuk. Bahan-bahan yang

digunakan dalam jamu ini sebelumnya telah mengalami beberapa proses

seperti pengeringan, penghancuran hingga penyaringan sehingga di

dapatkan hasil sediaan jamu dalam bentuk bubuk halus. Dan selanjutnya

dapat dikonsumsi langsung ataupun dikemas sedemikian rupa. Jenis jamu

ini telah banyak dikembangkan oleh kalangan industri jamu karena

bentuk sediaan yang praktis serta tahan lama dengan tidak mengurangi

khasiat jamu tersebut.

d. Jamu Oles

Penggunaan jamu ini dilakukan dengan cara dioles pada tubuh bagian

luar tubuh (tidak diminum). Bentuk jamu ini disebut pilis atau tapel.

Bentuk jamu ini seperti pasta atau koloid, dan biasanya dalam kondisi

segar maupun kering. Pembuatan jamu ini tidak jauh berbeda seperi jamu

seduh ataupun jamu segar akan tetapi cara penggunaanya cukup dengan

dioleskan atau ditempelkan pada luar tubuh (kulit) yang terkena penyakit.

e. Jamu Dalam Bentuk Pil Tablet Dan Kapsul

Dalam upaya memenuhi selera konsumen saat ini, industri jamu telah

membuat jamu dalam bentuk pil, tablet dan kapsul. Bentuk jamu ini

sangat sederhana dan mudah untuk dikonsumsi seperti obat-obatan

modern. Bahan jamu yang digunakan tetap menggunakan bahan-bahan

dari tumbuh-tumbuhan akan tetapi proses pembutannya telah melalui

13

proses yang modern. Sehingga konsumen tidak merasa direpotkan untuk

mengkonsumsinya.

2.1.3 Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan berupa bahan tumbuhan,

bahan hewan, bahan mineral, bahan sediaan, sarian (galenik), atau campuran dari

bahan-bahan tersebut yang secara turun-menurun telah digunakan untuk

pengobatan. Obat tradisional dari bahan tumbuhan menggunakan bagian-bagian

tumbuhan seperti akar, rimpang, batang, buah, daun, dan bunga. Penelitian yang

telah dilakukan terhadap tanaman obat sangat membantu dalam penggunaan obat

tradisional. Penelitian ditunjang dengan pengalaman empiris semakin memberikan

keyakinan akan khasiat dan keamanan obat tradisional (Sukmono,2009).

2.1.4 Ketepatan cara penggunaan

Suatu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat di

dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan perlakuan

yang berbeda dalam penggunaannya. Sebagai contoh adalah daun kecubung

(Datura metel) jika dihisap seperti rokok bersifat bronkodilator dan digunakan

sebagai obat asma. Tetapi jika diseduh dan diminum dapat menyebabkan

keracunan/mabuk. Selain itu, tanaman obat dan obat tradisional relatif mudah

untuk didapatkan karena tidak memerlukan resep dokter, hal ini mendorong

terjadinya penyalahgunaan tanaman obat dan obat tradisional tersebut. Contohnya,

jamu pelancar datang bulan yang sering disalahgunakan untuk menggugurkan

kandungan. Resiko yang terjadi adalah bayi terlahir cacat, ibu menjadi infertil,

terjadi infeksi pada rahim, atau bahkan kematian.

14

2.2 Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata)

1.5.1 Klasifikasi Tumbuhan Sambiloto(Andrographis paniculata)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Scrophulariales

Famili : Acanthaceae

Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata (Tjitrosoepomo,2000)

1.5.2 Kandungan Kimia Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata)

Daun sambiloto banyak mengandung senyawa Andrographolide, yang

merupakan senyawa lakton diterpenoid bisiklik. Daun dan percabangannya

mengandung laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid dan

homoandrografolid, mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik dan damar.

Zat aktif andrografolid terbukti berkhasiat sebagai hepatoprotektor (melindungi

sel hati dari zat toksik) (Tjitrosoepomo, 2000).

Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian sambiloto Tjitrosoepomo(2000):

1. Herba ini berkhasiat bakteriostatik pada Staphylococcus aurcus,

Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Shigella dysenteriae,

dan Escherichia coli.

15

2. Herba ini sangat efektif untuk pengobatan infeksi. In vitro, air

rebusannya merangsang daya fagositosis sel darah putih.

3. Andrografolid menurunkan demam yang ditimbulkan oleh

pemberian vaksin yang menyebabkan panas.

4. Andrografolid dapat mengakhiri kehamilan dan menghambat

pertumbuhan trofosit plasenta.

5. Dari segi farmakologi, sambiloto mempunyai efek muskarinik pada

pembuluh darah, efek pada jantung iskeniik, efek pada respirasi sel,

sifat kholeretik, dan antibakteri.

6. Komponen aktifnya andrografolid, berkhasiat anti radang.

7. Pemberian rebusan daun sambiloto 40% sebanyak 20 milkg bb

dapat menurunkan kadar glukosa darah.

8. Infus daun sarnbiloto 5%, 10% dan 15%, semuanya dapat

menurunkan suhu tubuh marmut yarrg dibuat demam.

9. Infus herba sambiloto mempunyai daya anti jamur terhadap

Microsporum canis, Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton

rubrum, Candida albicans, dan Epidermophyton floccosum.

10. Fraksi etanol herba sambiloto mempunyai efek anti histaminergik.

Peningkatan konsentrasi akan meningkatkan hambatan kontraksi

ileum.

1.5.3 Manfaat Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata)

Tanaman Sambiloto mempunyai banyak manfaat dan kegunaan,

daunnya yang sangat pahit dibuat obat sakit demam dan obat menguatkan badan

16

seperti tonikum. Juga baik digunakan sebagai obat sakit perut atau dysentri dan

typhus, selain itu juga dapat digunakan sebagai obat untuk luka bekas gigitan ular.

Oleh sebab itu tanaman ini disebut Daun Ki ular atau Ki oray. Daunnya yang

dikunyah bisa untuk menyembuhkan gatal-gatal pada kulit, dengan jalan

membalurnya di atas kulit yang gatal atau luka(Widiarti, 1999).

Menurut Hutapae(1991) Sambiloto ini berkhasiat untuk mengatasi:

1. Hepatitis, infeksi saluran empedu

2. Disentri basiler, tifoid, diare

3. Influenza, radang amandel (tonsilitis), abses paru, radang paru

(pnemonia), radang saluran napas (bronkitis), radang ginjal akut

(pielonefritis akut), radang telinga tengah (OMA), radang usus

buntu, sakit gigi

4. Demam, malaria

5. Kencing nanah (gonore)

6. Kencing manis (DM)

7. TB Paru, batuk rejan (pertusis), sesak napas (asma)

8. Darah tinggi (hipertensi)

9. Kusta (morbus hansen = lepra)

10. Leptospirosis

11. Keracunan jamur, singkong, tempe bongkrek, makanan laut

12. Kanker.

Sambiloto dapat berhasiat untuk Hepatitis, infeksi saluran empedu, diare,

Influenza, radang amandel (tonsilitis), abses paru, malaria, radang paru

17

(pneumonia), radang saluran napas (bronkhitis), radang ginjal akut (pielonefritis),

radang telinga tengah (OMA), radang usus buntu, sakit gigi, demam, kencing

nanah (gonore), kencing manis (diabetes melitus), TB paru, skrofuloderma, batuk

rejan (pertusis), sesak napas (asma), leptospirosis, darah tinggi (hipertensi), kusta

(morbus hansen=lepra), keracunan jamur, singkong, makanan laut, Kanker, dan

tumor ganas(Fauziah, 1999).

Secara turun-temurun, orang sudah menggunakan rebusan daun sambiloto

untuk mencegah masuk angin atau influenza, menurunkan demam, sakit kuning,

serta mengobati luka. Untuk mengobati luka, biasanya orang menumbuk daun

sambiloto kering, dan menaburi luka atau korengnya dengan bubuk sambiloto.

Selain itu pahitnya sambiloto juga dipercaya manjur untuk meredakan kencing

manis. Sambiloto merupakan herbal yang mempunyai efek anti-infeksi / anti

radang paling baik diantara tanaman obat lainnya. Penyakit-penyakit infeksi

terutama infeksi pada jaringan mucus atau lendir, seperti infeksi tenggorokan

penyebab influenza, infeksi saluran kemih, keputihan pada wanita maupun infeksi

pada koreng, bisa diobati dengan sambiloto(Medatama, 1991).

Daun kering seberat 5 gr, yang direbus bersama air 2 gelas sampai sisa 1

gelas untuk satu hari (diminum 3 x 1/3 gelas). Jika menggunakan daun segar,

dosisnya adalah sekitar 30 lembar daun dengan cara yang sama seperti merebus

daun kering. Dalam bentuk ekstrak, mengkonsumsi sampai dengan 1500 mg per

hari masih dianggap aman. “Berdasarkan pengalaman saya, sambiloto dalam

bentuk ekstrak ternyata terbukti lebih efektif mengatasi berbagai penyakit

radang/infeksi” demikian dr Sidhajatra menambahkan(Medatama, 1991).

18

Namun mengingatkan bahwa penggunaan sambiloto untuk meredakan

kencing manis, juga harus disertai dengan diet rendah karbohidrat dan gula.

Sangat positif mengenai sambiloto. Di padukan dengan herbal lain seperti

temulawak, sambiloto jadi lebih efektif untuk mengobati penyakit saluran

pernafasan bagian atas (ISPA). Sambiloto juga berfungsi sebagai imuno

stimulator, dan obat herbal untuk penderita diabetes melitus, juga sebagai

perangsang nafsu makan pada anak-anak(Medatama, 1991).

Manfaat sambiloto bagi manusia menurut Tunas (1999) adalah untuk

mengobati penyakit :

1. Tipus: Petik 10-15 lembar daun sambiloto segar. Tambahkan air

secukupnya dan rebus hingga mendidih. Untuk mengatasi rasa daun

yang amat pahit, sewaktu meminum dapat dicampur dengan madu.

2. TBC paru-paru: Daun sambiloto segar dikeringkan, lalu digiling

halus hingga menjadi bubuk. Setelah itu, ditambah sedikit madu dan

dibuat bulatan-bulatan pil berdiameter sekitar 0,5 cm. Sebaliknya pil

ini diminum dengan air matang 2-3 kali sehari. Sekali minum dapat

15-30 pil.

3. Batuk rejan atau pertusis: Tiga lembar daun sambiloto diseduh

dengan air panas dan tambahkan sedikit madu. Minum larutan ini 3

kali sehari.

4. Kencing nanah: Petik 3 batang sambiloto berikut daun-daunnya.

Cuci bersih lalu rebuslah dengan 4 gelas air minum hingga tersisa

2,25 gelas saja. Dinginkan air terlebih dahulu, baru disaring. Jika

19

hendak diminum tambahkan madu seperlunya. Lakukan 3 kali sehari

masing-masing 3/4 gelas.

5. Demam: Daun sambiloto segar ditempelkan ke badan atau dahi

penderita.

6. Penambah nafsu makan: Siapkan daun sambiloto 10 helai. Selain itu,

siapkan pula kulit dan batang tanamannya sebanyak 50 g. Bahan-

bahan ini dicuci hingga bersih, kemudian rebus dengan 3000 cc air.

Airnya cukup diminum segelas sehari. Untuk menghilangkan rasa

pahit dapat ditambahkan sedikit madu.

7. Hidung berlendir, sakit gigi: Sebanyal 9-15 g tanaman segar direbus

dan lainnya diminum.

8. Obat tetes telinga: Tanaman segar dilumatkan dan diperas airnya.

Teteskan air tersebut ke telinga.

1.5.4 Morfologi Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata)

Sambiloto atau dikenal juga dengan sebutan Kalmegh, Kalafath, Kan-

jang, Alui, Charita, Sambilata, Andrograpidis banyak ditemukan dan

dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis Asia, Asia Tenggara dan India

(Benoy et al., 2012). Tanaman sambiloto memiliki tinggi 40 cm sampai 90 cm,

percabangan banyak dengan letak yang berlawanan, cabang berbentuk segi empat

dan tidak berambut. Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam atau

tegak tajam, tepi daun rata, panjang daun 3 cm sampai 12 cm dan lebar 1 cm

sampai 3 cm, panjang tangkai daun 5 mm sampai 25 mm; daun bagian atas

bentuknya seperti daun pelindung. Perbungaan tegak bercabang-cabang, gagang

20

bunga 3 mm sampai 7 mm, panjang kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm. Bunga

bibir bentuk tabung, panjang 6 mm, bibir bunga bagian atas berwarna putih

dengan warna kuning di bagian atasnya, bibir bunga bawah lebar, berwarna ungu.

Gamabar 2.1 Foto tanaman sambiloto (sumber dokumentasi pribadi)

Gambar 2.2 Morfologi tanaman sambiloto

Keterangan:

1. Tanaman sambiloto

2. Bunga sambiloto yang berpigmentasi

3. Bunga sambiloto dengan warna ungu

4. Buah berbentuk jorong

21

Menurut Setiawan(1999)Syarat tumbuh dari tanaman sambiloto

adalah:

a. Iklim

Ketinggian tempat : 1 m - 700 m di atas permukaan laut, Curah

hujan tahunan : 2.000 mm - 3.000 mm/tahun, Bulan basah (di atas 100

mm/bulan): 5 bulan - 7 bulan. Bulan kering (di bawah 60 mm/bulan): 4

bulan - 7 bulan, Suhu udara : 250 C - 320 C · Kelembapan : sedang ·

Penyinaran : sedang.

b. Tanah

Tekstur : berpasir, Drainase : baik, Kedalaman air tanah : 200

cm - 300 cm dari permukaan tanah, Kedalaman perakaran : di atas 25

cm dari permukaan tanah, Kemasaman (pH) : 5,5 - 6,5, Kesuburan :

sedang – tinggi.

1.5.5 Aktivitas Farmakologi Andrografolid

Andrografolid adalah komponen aktif yang diisolasi dari herba

sambiloto dan dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antioksidan serta berperan

dalam pencegahan proses inflamasi lebih lanjut (Azlan, et al., 2013). Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan, andrografolid memiliki beberapa aktivitas

farmakologi. Ekstrak hidroalkohol mengandung komponen andrografolid,

andrografsid dan neoandrografolid pada dosis 100 mg/kg berat badan yang

diberikan secara intraperitoneal selama tujuh hari secara signifikan dapat

meningkatkan komponen antioksidan seluler dan menurunkan proses peroksidasi

lipid di hati yang merupakan indikator aktivitas antioksidan secara in vivo (Singh,

22

et al., 2001). Ekstrak metanol dari A. paniculata yang diberikan secara peroral

pada tikus terbukti dapat menurunkan kadar MDA pada pemeriksaan sampel urine

24 jam (Akowuah, et al., 2008). Aktivitas lainnya kandungan dari herba sambiloto

memiliki aktivitas lainnya sebagai aktivitas sebagai antihiperlipidemia,

antihiperglikemi, hepatoprotektif, dan neuroprotektif (Thakur et al., 2014).

2.2.6 Kegunaan dan Bioaktivitas

Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees merupakan salah satu tanaman

yang paling sering dalam sistem tradisional Unani dan obat-obatan Ayurveda

(Akbar, 2011). Dalam Traditional Chinese Medicine (TCM), Andrographis

paniculata sering digunakan sebagai ”cold property” untuk menurunkan panas

(Kumar et al., 2012). Beberapa dari hasil penelitian secara empiris, ekstrak

terpurifikasi Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees dan isolatnya

(andrografolid) diketahui dapat menurunkan kadar trigliserida dan LDL pada tikus

yang diberi diet tinggi fruktosa dan lemak (Nugroho et al., 2012). Selain itu, pada

penelitian in vitro andrografolid dilaporkan dapat meningkatkan degradasi protein

iNOS sehingga mencegah inflamasi pada pembuluh darah dan mencegah

pembentukan aterosklerosis (Azlan et al., 2013).