Upload
hacong
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Matematika di SD
Pengertian matematika menurut Glover (2006) yaitu Matematika
merupakan suatu pelajaran mengenai angka-angka, pola-pola, dan bangun. Kita
biasanya menggunakan matematika untuk menyelesaikan beragam masalah. Dari
pernyataan ini terlihat bahwa matematika adalah suatu ilmu yang secara khusus
mempelajari tentang angka, pola dan bagun. Ilmu ini sangat perlu dipelajari
karena kita bisa menggunakannya untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam
kehidupan kita.
Matematika menurut Ruseffendi (dalam Heruman, 2007: 1), adalah bahasa
simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu
tentang pola keturunan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang
tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan
akhirnya ke dalil. Soedjadi (dalam Heruman, 2007: 1), yaitu memiliki objek
tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.
Menurut Piaget siswa Sekolah Dasar (SD) umumnya berkisar antara 6
atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun, yang berada pada fase operassional
konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses
berpikir untuk mengopersikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terkait
dengan objek yang bersifat konkret (Heruman,2007: 1).
Dalam pembelajaran di tingkat SD, diharapkan terjadi reinvention
(penemuan kembali). Penemuan kembali adalah penemuan suatu cara
penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas walau penemuan
tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui
sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan hal yang baru.
Bruner (dalam Heruman, 2007: 4) dalam metode penemuan
mengungkapkan bahwa dalam pembelajran matematika, siswa harus menemukan
sendiri sebagai pengetahuan yang diperlukan. „Menemukan‟ disini terutama
7
adalah „menemukan lagi‟ (discovery), atau dapat juga menemukan yang sama
sekali baru (invention). Oleh karena itu, kepada siswa materi disajikan bukan
dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya. Dalam
pembelajaran ini guru harus lebih banyak berperan sebagai pembimbing
dibandingkan sebagai pemberi tahu.
Tujuan dari metode penemuan adalah untuk memperoleh pengetahuan dan
suatu cara yang dapat melatih berbagai kemampuan intelektual siswa, meransang
keingintahuan dan memotivasi kemampuan mereka. Adapun tujuan mengajar
hanya dapat diuraikan sebagai garis besar, dan dapat dicapai dengan cara yang
tidak perlu sama bagi setiap siswa. Pada pembelajaran matematika harus terdapat
keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebalumnya dengan konsep yang
akan diajarkan.
Merujuk pada berbagai pendapat para ahli matematika SD dalam
pengembangan kreativitas dan kompetensi siswa, maka guru hendaknya dapat
menyajikan pembelajaran yang efekif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan
pola pikir siswa. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa
kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua siswa menyenangi mata
pelajaran matematika. Untuk penelitian ini hasil belajar matematika tentang luas
bangun datar dan kompetensi dasar menghitung luas bangun datar sederhana dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah.
2.1.2 Belajar dan Hasil Belajar
a. Belajar
Belajar diartikan sebagai usaha untuk mengubah tingkah laku. Belajar
adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah
tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat (W.
Gulo, 2002: 8). Belajar adalah mengusahakan adanya tanggapan sebanyak-
banyaknya dan sejelas-jelasnya pada kesadaran individu. Hal yang berkaitan
dengan tanggapan itu diperoleh melalui pemberian bahan yang sederhana tetapi
penting dan juga menarik, kemudian memberikannya sesering mungkin Syaiful
Sagala (2003: 40).
8
Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus
dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati
(observabel) dan dapat diukur menurut Watson (dalam C. Asri Budiningsih, 2004:
22). Dalam hal ini terjadinya belajar akibat proses interaksi antara stimulus dan
respon namun stimulus dan respon yang dimaksud adalah adanya perubahan
tingkah laku yang terjadi yang dapat dilihat dah diamati.
b. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 1990: 22). Sedangkan menurut
Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi menjadi tiga macam hasil
belajar yaitu; (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan,
(3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 1990: 22).
Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
keterampilan, kebiasaan, pengetahuan, pengarahan, sikap dan cita-cita. Semua ini
adalah akibat dari hasil belajar yang sudah terstruktur.
Hasil belajar ini untuk mengetahui kemampuan siswa menguasai materi
yang telah disampaikan guru dan menguasai kompetensi dasar. Hasil belajar ini
dapat diambil dari hasil tes dan non tes.
1. Tes
Tes adalah alat ukur yang digunakan oleh setiap guru untuk menilai atau
mengevalusi hasil pembelajaran siswa sesuai dengan mata pelajaran yang
diampunya. Di dalam pengembangan tes seseorang guru harus memperhatikan
tujuan pembelajaran yang sudah ditatapkannya terlebih dahulu, sehingga tes yang
dikembangkannya benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Erna
Febru Aries, 2011:17).
2. Non tes
Perubahan tingkah laku yang lebih berhubungan dengan apa yang dapat
dikerjakan yang dapat diamati indera-indera, yang bersifat konkret, dapat diukur
9
dengan alat ukur non tes (Masidjo, 1995: 58). Hasil belajar siswa SD
Laboratorium Kristen Satya Wacana kelas V semester II materi luas bangun
datar.
Standar Kompetensi
3. Menghitung luas bangun datar sederhana dan menggunakannya dalam
pemecahan masalah.
Kompetensi Dasar
3.1 Menghitung luas trapesium dan layanglayang.
3.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas bangun datar.
2.1.3 Model pembelajaran kooperatif
Menurut Slavin (2005: 35), dalam kelompok kooperatif, pembelajaran
menjadi sebuah aktivitas yang bisa membuat para siswa lebih unggul di antara
teman-teman sebayanya.
Menurut Miftahul Huda 2011: 29), pembelajaran kooperatif merupakan
aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh suatu prinsip bahwa
pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara
kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung
jawab atas pembelajaranya sendiri dan didorong untuk meningkatkan
pembelajaran anggota-anggota yang lain.
Menurut Isjoni (2009: 8), Pembelajaran kooperatif dapat diartikan belajar
bersama-sama, saling membantu antara satu dengan yang lain dalam belajar dan
memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang
telah ditentukan sebelumnya.
Selanjutnya, Isjoni (2009: 9) menambahkan:
Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar peserta
didik dapat belajar secara kelompok bersama teman-temannya dengan cara saling
menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara
berkelompok. Hal ini menunjukan pembelajaran kooperatif dapat membangun
siswa ke arah yang positif.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan
penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap
keagamaan, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000: 7).
10
Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani (2005), model
pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar
yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat
tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
kegiatan pembelajaran. Salah satu tujuan dari penggunaan model pembelajaran
adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan
struktur kelompok yang heterogen. (Rusman, 2012: 202).
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan
partisipasi siswa dalam kelompok kecil untuk berinteraksi (Nurulhayati dalam
Rusman, 2012: 203). Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja
sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung
jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota
kelompok untuk belajar. Siswa belajar dalam sebuah kelompok kecil dan mereka
dapat melakukannya seorang diri.
Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan
dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian
kegiatan belajar yang dilakukan siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. (Sanjaya dalam Rusman, 2012: 203).
Tom V. Savage (dalam Rusman, 2012: 213) mengemukakan bahwa
“cooperative learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama
dalam kelompok” Cooperative learning adalah teknik pengelompokan yang di
dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dengan kelompok
kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang.
Belajar cooperative adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam
pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja sama untuk memaksimalkan
belajar meraka dan mengajar anggota lain dalam kelompok tersebut (Hasan dalam
Rusman, 2012: 204)
11
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok, untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Terdapat empat hal penting dalam
pembelajaran kooperatif, yakni: (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2)
adanya aturan main (role) dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam
kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok.
Berkenaan dengan pengelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan
atas: (1) minat dan bakat siswa, (2) latar belakang kemampuan siswa, (3)
perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa (Rusman
2012: 204).
2.1.4 Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para
guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif (Rebert E. Slavin, 2005).
Menurut Slavin (2005) STAD terdiri atas lima komponen utama
diantaranya adalah prestasi kelas, tim, kuis, kemajuan individual, rekognisi
tim.berikut ini adalah penjelasan terhadap kelima komponen tersebut.
1. Prestasi kelas
Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi
di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang seringkali
dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga
memasukan prestasi audiovisual. siswa benar-benar memperhatikan
selama proses presentasi kelas berlangsung, karena presentasi ini nantinya
akan membantu siswa mengerjakan kuis-kuis, dan skor ini membantu
siswa menentukan skor tim.
2. Tim
Setiap tim beranggotakan empat sampai lima siswa, dalam tim
tersebut harus memiliki keberagaman mulai dari jenis kelamin, prestasi
akademik, suku dan ras yang berbeda. dengan demikian STAD akam
membantu memberikan kerjasama antar anggota dalam tim, sehingga
12
dengan adanya kerjasama yang baik maka akan menghasilkan prestasi tim
yang baik pula, demikian juga sebaliknya.
Kerja tim merupakan ciri utama dari STAD untuk memberikan
kesempatan belajar bersama dengan teman-teman yang lebih mudah
untuk berbagi.
3. Kuis
Setelah guru menyampaikan materi dan kerja dalam tim selesai,
kuis ini akan dikerjakan oleh siswa secara individu. Setiap siswa tidak
diperbolehkan duduk berpasangan, ini bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan siswa dan hasil yang diperoleh saat dalam kelompok.
4. Skor Kemajuan Individual
Setiap siswa bertanggung jawab terhadap skor mereka masing-
masing dan juga skor kelompok. Setiap siswa dapat memberikan
kontribusi poin terhadap skor kelompoknya. Dengan demikian berarti
siswa mendukung kemajuan tim mereka. Karena pada akhir pelajaran akan
tim akan diberi penghargaan berdasarkan skor rata-rata yang ditentukan
dalam kriteria tertentu.
5. Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan penghargaan berdasarkan skor rata-rata
yang mencapai kriteria tertentu. Tidak hanya skor tim, namun skor
individu siswa juga menentukan sebanyak dua puluh persen dari peringkat
tim.
2.1.5 Persiapan-Persiapan Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (2005: 147-
154) adalah model pembelajaran yang harus disertai dengan persiapan oleh guru
sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sebelum melaksanakan kegiatan
pembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan perangkat pembelajaran
sebagai berikut: Rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar kegiatan tim, lembar
evaluasi individu dan kuis.
13
Persiapan selanjutnya adalah membuat rangkuman kelompok, menyusun
peringkat siswa, mementukan siswa kalam kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa
dalam satu kelompok. Persiapan lain yang perlu diperhatikan oleh guru adalah
penentuan skor awal pertama pada setiap kelompok dan pengaturan tempat duduk
yang perlu dipersiapkan sebelumnya.
2.1.6 Langkah- langkah Pembelajaran Kooperatif Model STAD
Menurut Rusman (2012: 215) ada 6 langkah dalam pembelajaran STAD
yakni penyampaian tujuan dan motivasi, pembagian kelompok, presentasi guru,
belajar dalam Tim, kuis dam penghargaan prestasi Tim. Berikut ini penjelasan
langkah-langkah pembelajaran STAD diantaranya:
a. Penyampaian tujuan dan motivasi
Penyampaian tujuan ini bertujuan untuk memberitahukan kepada
siswa tentang apa tujuan yang akan dicapai dan memotivasi siswa.
b. Pembagian kelompok
Dalam kelompok ini siswa dibagi menjadi 4-5 siswa dalam setiap
kelompok. Dimana dalam kelompok tersebut anggotanya berbeda-beda
baik jenis kelamin, suku, ras, kemampuan dan kecerdasan.
c. Presentasi dari guru
Dalam presentasi dari guru ini yang pertama guru menyampaikan
pokok materi yang akan dipelajari selanjutnya menyampaikan tujuan
pelajaran yang akan dicapai. Guru memotivasi siswa agar tetap semangat
dan menunjukan kreatifitas dalam belajar. Selanjutnya dalam
pembelajaran guru menggunakan media untuk memudahkan guru dan
siswa belajar. Guru juga memberikan panduan dan arahan dalam
penggunaan media ajar agar media yang digunakan dapat membantu siswa
memahami pelajaran baik di sekolah maupun di rumah yang berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari. Guru menjelaskan cara menyelesaikan soal,
siswa diminta aktif bertanya kepada guru berkenaan dengan apa yang
disampaikan oleh guru.
d. Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)
14
Kegiatan belajar dalam Tim ini adalah siswa mengerjakan
soal/lembar kerja yang disediakan guru. Selama siswa bekerja dalam
kelompok guru melakukan observasi/pengamatan terhadap semua
kelompok dan member penilaian bagi anggota kelompok yang aktif
bekerja dan yang tidak bekerja.
e. Kuis (Evaluasi)
Guru memberikan soal evaluasi dari hasil belajar, pada tahap
evaluasi ini siswa duduk terpisah atau individu. Pada tahap ini juga siswa
dilarang untuk meniri pekerjaan teman. Hal ini dilakukan untuk menguji
sejauh mana kemampuan siswa memahami materi yang telah disampaikan
guru. Evaluasi juga digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar siswa.
f. Penghargaan Prestasi Tim
Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan
memberikan skor terhadap hasil kerja Tim. Selanjutnya guru member
penghargaan kepada tim yang mendapatkan skor tertinggi. Kemudian guru
memberikan tindakan-tindakan lanjut.
1) Menghitung Skor Individu
Menurut Slavin (2005: 159), untuk menghitung perkembangan skor
individual dan tim dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1
Penghitungan Perkembangan Skor Individu
No Skor Kuis Poin kemajuan
1
2
3
4
5
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar
10 sampai 1 poin di bawah skor dasar
Skor 0 sampai 10 poin di atas skor dasar
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar
Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar)
0 poin
10 poin
20 poin
30 poin
30 poin
15
2) Menghitung Skor Kelompok
Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan
anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahkan semua skor perkembangan
individu anggota kelompok dan membagi sejumlah anggota kelompok tersebut.
Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh skor kelompok
sebagaimana dalam tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2
Perhitungan Perkembangan Skor Kelompok
No Kriteria rata-rata Penghargaan
1
2
3
15
16
17
Tim yang baik (Good Team)
Tim sangat baik (Great Team)
Tim super (Super Team)
Slavin (2005: 160)
3) Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok
Setelah masing-masing kelompok atau tim memperoleh predikat, guru
memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai
dengan prestasinya (kriteria tertentu yang ditetapkan guru).
2.2 Kajian Penelitan Yang Relevan
I Wayan Putu Negara. (2013) Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi di SMPN 2
Nusa Panida. Pada kegiatan penelitian tindakan kelas SMPN 2 Nusa Penida tahun
pelajaran 2008/2009 melibatkan sebanyak 39 siswa. Untuk hasil aktivitas siswa
dari 73,59% pada siklus I menjadi 82,56% pada siklus II), kemudian hasil belajar
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil
belajar Biologisiswa baik rata-rata kelas maupun ketuntasan klasikal (nilai rata-
rata dari 67,69 pada siklus I menjadi 71,41 pada siklus II dan ketuntasan klasikal
dari 74,36% pada siklus I menjadi 87,17% pada siklus II). Dari penjelasan
tersebut tampak bahwa peningkatan hasil belajar telah mencapai indikator
keberhasilan sebesar 75%. Dari aktivitas dan hasil belajar siswa di atas dapat
16
dikatakan bahwa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Susiyanto. 2016. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Model
STAD Berbantuan Media LKS Siswa Kelas 4 Kopeng 03 Kecamatan Getasan
Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. Peningkatkan hasil
belajar IPS siswa dibuktikan dengan adanya persentase ini. Dari pra siklus ke
siklus I besarnya peningkatan adalah dari 43,47% menjadi 86,95%, dan dari siklus
I ke siklus II adalah 86,95% menjadi 100%. Dari hasil belajar IPS tersebut maka
indikator kinerja jumlah siswa yang nilainya di atas KKM 65 dapat mencapai
ketuntasan. Dari penjelasan tersebut maka pembelaharan kooperatif tipe STAD
dapat meningkatkan hasil belajar siswa, karena persentase ketuntasan belajar
siswa pada sisklus II sebesar 100%, hal ini menunjukan Pembelajaran STAD
sudah mencapai indikator keberhasilan 90%.
1.3 Kerangka Pikir
Suriasumantri, (dalam Sugiyono, 2002: 92) mengemukakan bahwa
seorang peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar menyusun
kerangka pemikiran yang membuahkan hipotesis. Kerangka pemikiran merupakan
penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan.
Kriteria utama agar suatu kerangka pemikiran agar bisa meyakinkan
ilmuan, adalah alur-alur pemikiran yang logis dalam membangun suatu berpikir
yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis. Jadi kerangka berpikir
merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai
teori yang telah dideskripsikan. Selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis,
sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antara variabel penelitian.
Adapun beberapa hal yang ditemukan saat peneliti melakukan observasi pada
tanggal 23 November 2015 adalah sebagai berikut:
Kondisi awal 1) banyak siswa yang tidak berani untuk bertanya saat guru
meminta untuk bertanya, 2) siswa bekerja secara individual dan tidak mau
bekerjasama, 3) masih banyak siswa yang tidak mengerti saat guru memberi
latihan soal, 4) banyak siswa yang ragu dengan jawaban dan kemampuan sendiri,
17
5) dari hasil ulangan harian siswa menunjukan bahwa dari 25 siswa, hanya 4
siswa atau 16% di atas KKM, sedangkan 21 siswa atau 84% yang masih dibawah
KKM. (Sumber: daftar nilai guru). Dari kelima permasalah yang ada maka
Kemudian guru menggunakan model pembelajaran kooperatift tipe STAD.
Karena melalui STAD siswa bisa bekerja sama, punya tanggung jawab, tidak
takut untuk bertanya, yakin dengan kemampuan sendiri, meningkatkan hasil
belajarnya. Pada kondisi akhir siswa bisa meningkatkan hasil belajarnya. Dengan
demikian pembelajaran kooperatif tipe STAD memberi kesempatan kepada isswa
untuk aktif bertanya, bekerja dalam tim atau kelompok, meningkatkan
pemahaman siswa, memberi rasa percaya diri, dan meningkatkan hasil belajar
siswa.
2.4 Hipotesa Tindakan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan pada kajian pustaka di
atas, maka dapat dikemukakan hipotesa tindakan dalam penelitian tindakan ini
yaitu, Menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas V SD Kristen Satya Wacana Kota
Salatiga tahun ajaran 2015/2016.