Upload
vankhue
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran IPA
2.1.1.1 Pengertian IPA
IPA merupakan ilmu yang memiliki karakteristik mempelajari fenomena
alam yang faktual, baik berupa kenyataan atau kejadian dan hubungan sebab
akibatnya (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014:22). IPA pada awalnya adalah
ilmu yang yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan dan teori.
Mulyasa (2007:110) menyebutkan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA merupakan suatu proses
penemuan, bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta,
konsep atau prinsip saja. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Aly dan Rahma,
2013:18) yang mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu
ilmu teoritis yang diperoleh dengan cara pengamatan dan percobaan terhadap
suatu gejala-gejala alam.
Berdasarkan penjelasan para ahli mengenai IPA, maka dapat disimpulkan
bahwa IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam baik berupa
kenyataan atau kejadian yang tersusun secara sistematis dan teruji kebenarannya
melalui serangkaian percobaan ilmiah untuk mendapatkan suatu kesimpulan.
2.1.1.2 Hakikat IPA
Carin dan Sund (dalam Wisudawati dan Sulistyowati, 2014:24)
mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara
teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.
Carin dan Sund menyebutkan IPA memiliki empat unsur utama, yaitu :
1. Sikap
IPA menimbulkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk
hidup, serta hubungan sebab akibat. Permasalahan IPA dapat dipecahkan
8
dengan menggunakan cara yang bersifat open ended. Sikap ilmiah yang dapat
dikembangkan dalam hal ini adalah sikap ingin tau, percaya diri, bertanggung
jawab,berani dan kerja sama.
2. Proses
Pemecahan masalah pada IPA memungkinkan adanya cara yang runtut dan
sistematis melalui metode ilmiah. Metode ilmiah meliputi penyusunan
hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan
penarikan kesimpulan. Sebagai contoh IPA sebagai proses dalam penelitian
ini adalah mengamati media pelajaran berupa gambar serta materi tentang
faktor penyebab perubahan lingkungan dan melakukan diskusi sesuai dengan
model pembelajaran mind mapping dan example non-example. Jadi siswa
memperoleh pengetahuan baru dengan melakukan kegiatan tersebut sehingga
pemahaman siswa terhadap materi dapat bertahan lama.
3. Produk
IPA menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. IPA
sebagai produk dalam penelitian ini diwujudkan dalam bentuk mempelajari
materi tentang faktor penyebab perubahan lingkungan serta pengaruh
perubahan tersebut pada kehidupan manusia.
4. Aplikasi
IPA sebagai aplikasi adalah penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA mencakup
empat unsur, yaitu sikap, proses, produk, serta aplikasi. Dalam mengajar harus
mencakup keempat unsur tersebut, karena keempat unsur tersebut saling berkaitan
satu sama lain.
2.1.1.3 Teori Belajar yang Melandasi IPA
IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam.
Pembelajaran IPA diharapkan mampu meningkatkan pemahaman serta kreativitas
siswa dalam mempelajari materi tentang fenomena alam, dan diharapkan mampu
9
memecahkan masalah yang mereka hadapi di alam sekitar. Pembelajaran IPA ini
berlandaskan oleh teori belajar kontruktivisme.
Kontruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa
perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif
membangun pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi
mereka. Menurut Trianto (2010:74) teori pembelajaran kontruktivisme merupakan
teori yang menyatakan bahwa siswa sendiri yang harus menemukan dan
membangun pengetahuan yang akan mereka pelajari. Siswa diberikan kesempatan
untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri dengan bantuan dari
guru.
Teori kontruktivisme menjelaskan belajar sebagai proses pembentukan
(kontruksi) pengetahuan oleh si belajar itu sendiri (Siregar dan Nara, 2014:39).
Belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan yang harus dilakukan
sendiri oleh siswa melalui bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas
lainnya. Pengetahuan ada di dalam diri seseorang yang sedang mengetahui dan
tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru kepada siswa.
Wisudawati dan Sulistyowati (2014:45) menyatakan proses membentuk
suatu pengetahuan berlangsung secara bertahap dan akan selalu melengkapi
atribut-atribut yang belum ada dalam skema seseorang. Pengetahuan bukan
barang jadi tetapi akan terus berkembang seiring perkembangan mental seorang
individu.
Fenomena-fenomena alam yang dipelajari dalam IPA berasal dari fakta-
fakta yang ada di alam dan hasil abstraksi pemikiran manusia. Ketika fenomena
tersebut dijumpai oleh peserta didik, maka proses kontruksi pengetahuan akan
lebih mudah dibandingkan dengan IPA yang berasal dari abstraksi pemikiran
manusia.
Berdasarkan ulasan diatas dapat disimpulkan bahwa teori kontruktivisme
menekankan siswa membangun pengetahuan mereka sendiri melalui bahan, media
dan fasilitas lain serta melalui bantuan dari guru.
10
2.1.1.4 Pembelajaran IPA di SD
IPA sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak
berdampak buruk terhadap lingkungan. Pembelajaran IPA di tingkat SD atau MI
menekankan pada pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan
pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah untuk merancang dan
membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja
ilmiah.
Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi beberapa aspek.
Antara lain :
1. Makluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat, dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Ruang lingkup IPA yang akan dibahas adalah aspek ke empat yaitu bumi
dan alam semesta, karena materi yang diambil dalam penelitian ini adalah
perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan.
Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi menyebutkan,
mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai
berikut :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memlihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
11
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah siswa dapat memiliki
kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan yang mereka miliki, rasa ingin
tahu untuk mempelajari materi pelajaran, serta mengembangkan keterampilan
proses untuk memecahkan suatu masalah dan dalam membuat suatu keputusan.
Tujuan pembelajaran IPA di atas dapat dicapai, dengan melaksanakan
pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif anak. Teori yang
sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif anak dikembangkan oleh Piaget.
Prinsip dasar dalam teori Piaget ini adalah bahwa anak mengkonstruksi
pemahamannya sendiri. Teori ini menekankan pada kedewasaan dan
perkembangan kognitif berdasarkan pada tahap usia. Menurut Piaget (dalam
Dimyati dan Mudjiono, 2009:14) terdapat 4 tingkat perkembangan kognitif
individu yaitu tahap sensori motor ( 0-2 tahun), tahap pra operasional ( 2-7 tahun),
tahap operasional konkret ( 7-11 tahun), dan tahap operasional formal ( 11 tahun
keatas).
Usia pada anak SD termasuk kedalam tahap operasional konkret, dimana
tahap ini merupakan awal dari berpikir rasional yang artinya siswa memiliki
operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret.
Pada tahap ini siswa sudah dapat berpikir secara logis untuk memecahkan
permasalahan konkret yang terjadi di sekitarnya. Jadi, anak usia SD sudah mampu
memahami konsep melalui pengalaman nyata dan bersifat lebih objektif.
Pembelajaran IPA selain disesuaikan dengan hakikat IPA, berlandaskan
teori konstruktivisme, dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa, juga
perlu didukung oleh model-model pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan
materi pembelajaran, salah satunya adalah model mind mapping dan example non-
example.
2.1.2 Model Pembelajaran Mind Mapping
Mind mapping pertama kali diperkenalkan oleh Tony Buzan. Model ini
baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif
jawaban. Mind mapping merupakan cara termudah untuk menempatkan informasi
ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar dari otak (Buzan, 2005:6).
12
Menurut Kurniasih dan Sani (2015:53) mind maping merupakan sebuah peta rute
yang bisa digunakan untuk menyusun fakta dan pikiran sedemikian rupa sehingga
dapat mengingat informasi lebih mudah daripada menggunakan teknik mencatat
biasa. Peta pikiran mengkombinasikan fungsi otak kiri dan otak kanan siswa.
Unsur otak kiri dan otak kanan yang terlibat dalam pembuatan peta pikiran dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.1
Unsur Otak Kiri dan Otak Kanan yang Terlibat dalam Pembuatan Mind
Mapping
OTAK KIRI OTAK KANAN
Tulisan
Urutan Penulisan
Hubungan antar kata
Warna
Gambar
Dimensi (tata ruang)
Materi pelajaran yang panjang dan memboskankan akan diubah menjadi
diagram berwarna-warni yang mudah untuk diingat dan sangat beraturan serta
sejalan dengan cara kerja alami otak dengan menggunakan mind mapping.
Dengan meminta siswa untuk membuat mind map memungkinkan mereka
mengidentifikasi dengan jelas dan kreatif tentang apa yang telah mereka pelajari.
Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak
cabang. Berikut adalah contoh gambar mind mapping :
13
Gambar 2.1 Mind Mapping
Shoimin (2014:105) menyatakan mind mapping mampu membantu siswa
menemukan gagasan, mengetahui apa yang akan ditulis, serta bagaimana
mengorganisasi gagasan tersebut. Dengan membuat mind mapping, siswa akan
lebih paham terhadap materi pelajaran yang telah di ajarkan. Selain itu akan
membuat siswa lebih kreatif menuangkan ide-ide mereka untuk membuat mind
map. Langkah membuat Mind Mapping menurut Buzan (2008:27) antara lain : 1)
Mulai dari bagian tengah kertas kosong yang sisi panjangnya diletakkan medatar;
2) Gunakan gambar atau foto untuk ide sentral; 3) Gunakan warna pada seluruh
mind mapping; 4) Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat dan
hubungkan cabang-cabang tingkat dua dan tiga ke tingkat satu dan dua, dan
seterusnya; 5) Buatlah garis hubung yang melengkung bukan garis lurus; 6)
Gunakan satu kata kunci untuk setiap garis; 7) Gunakan gambar.
Langkah-langkah pembuatan mind mapping di atas perlu di padukan
dengan langkah-langkah pembelajaran. Berikut adalah langkah-langkah
14
pembelajaran dengan menggunakan model mind mapping menurut Aqib
(2013:23) :
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin di capai
2. Guru mengemukakan konsep/ permasalahan yang akan ditanggapi oleh
siswa, sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban.
3. Membentuk kelompok
4. Tiap kelompok menginventarisasi/ mencatat alternatif jawaban hasil
diskusi
5. Tiap kelompok (diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya.
6. Siswa diminta untuk menarik kesimpulan.
Model pembelajaran mind mapping merupakan model yang cocok
digunakan untuk mata pelajaran yang memuat materi pelajaran yang bercabang-
cabang seperti contohnya pelajaran IPA. Meski cocok diterapkan dalam
pembelajaran, semua model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan
kelemahan. Menurut Kurniasih dan Sani (2015:54) ada beberapa kelebihan dan
kelemahan model mind mapping yaitu :
Kelebihan pembelajaran model mind mapping :
1. Model mind mapping terbilang cukup cepat dimengerti dan cepat digunakan
dalam menyelesaikan persoalan.
2. Model mind mapping terbukti dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-
ide yang muncul dikepala.
3. Proses menggambar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.
4. Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis.
Kelemahan model pembelajaran mind mapping :
1. Hanya siswa yang aktif yang terlibat dalam pembuatan mind mapping.
2. Tidak sepenuhnya siswa belajar dan paham tentang mind mapping.
3. Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan.
Untuk menanggulangi kelemahan model mind mapping di atas, dapat dilakukan
dengan cara :
15
1. Guru harus membagi tugas kepada semua anggota kelompok dengan rata,
agar semua dapat terlibat dalam membuat mind mapping sehingga tidak
hanya siswa yang aktif saja yang terlibat dalam pembelajaran.
2. Sebelum siswa diminta untuk membuat mind mapping guru harus
menjelaskan cara dan langkah-langkah dalam pembuatan mind mapping
setelah semua siswa paham, barulah siswa diminta untuk membuat mind
mapping.
3. Hanya menuliskan ide pokok materi pelajaran saja. Dengan menuliskan ide
pokok siswa sudah dapat memahami materi pelajaran, jadi tidak semua materi
pelajaran dicatat dalam mind mapping.
2.1.3 Model Pembelajaran Example Non-Example
Model pembelajaran example non-example merupakan model
pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media untuk menyampaikan
materi pelajaran. Penggunaan media gambar dirancang agar siswa dapat
menganalisis gambar untuk kemudian mendeskripsikan apa isi dari gambar
tersebut. Menurut Kurniasih dan Sani (2015:31-32) model example non-example
bertujuan untuk mendorong siswa agar lebih berpikir secara kritis dengan cara
memecahkan permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang
sudah dipersiapkan.
Model example non-example adalah sebuah langkah untuk mensiasati agar
siswa dapat mendefinisikan sebuah konsep. Strategi yang digunakan menekankan
pada konteks analisis siswa dan bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara
cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example (contoh akan suatu
materi yang akan di bahas), dan non-example (contoh suatu materi yang tidak
sedang di bahas) kemudian siswa diminta untuk mengklasifikasikan keduanya
kesuai dengan konsep yang ada. Gambar yang digunakan dalam model ini dapat
ditampilkan dengan menggunakan bantuan media lainnya seperti OHP, proyektor,
atau dengan menggunakan poster. Jika dalam menganalisis gambar siswa diminta
untuk berkelompok, gambar bisa di sajikan dalam bentuk kartu-kartu agar siswa
16
lebih tertarik dengan gambar tersebut, sehingga siswa dapat fokus dalam
mengikuti pembelajaran.
Buehl dalam Huda (2013:235) mengatakan model example non-example
dapat digunakan agar siswa terlibat untuk : 1) menggunakan sebuah contoh untuk
memperluas pemahaman sebuah konsep dengan lebih mendalam dan lebih
kompleks; 2) melakukan proses discovery (penemuan), yang mendorong siswa
membangun konsep terhadap materi yang diajarkan melalui pengalaman langsung
terhadap contoh-contoh yang mereka pelajari; 3) mengeksplorasi karakteristik dari
suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non-example yang
dimungkinkan masih memiliki karakteristik konsep yang telah dipaparkan pada
bagian example.
Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model example non-
example menurut Suprijono (2013:125) adalah sebagai berikut :
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok.
3. Guru menempelkan gambar langsung di papan tulis, ditayangkan melalui
OHP, atau membagikan gambar kepada siswa dalam bentuk kartu-kartu.
4. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
memperhatikan atau menganalisis gambar.
5. Siswa diminta untuk mencatat hasil diskusi dari analisis gambar tersebut.
6. Tiap kelompok diberi kesempatan untuk membacakan hasil diskusinya.
7. Dari hasil diskusi huru menjelaskan materi sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
8. Guru bersama siswa membuat kesimpulan.
Model pembelajaran example non-example dapat digunakan untuk
mengajarkan siswa berpikir kritis serta membangun pengetahuan sesuai dengan
apa yang mereka lihat terhadap suatu materi pelajaran sebelum guru menjelaskan
materi tersebut. Sama seperti model pembelajaran lain, model pembelajaran
example non-example juga memiliki kelebihan dan kelemah. Berikut kelebihan
17
dan kelemahan model pembelajaran example non-example menurut Kurniasih dan
Sani (2015:33).
Kelebihan model pembelajaran example non-example :
1. Siswa memiliki pemahaman dari sebuah definisi dan selanjutnya digunakan
untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih
lengkap.
2. Model ini mengantarkan siswa agar terlibat dalam sebuah penemuan dan
mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui
pengalaman dari gambar-gambar yang ada.
3. Akan membuat siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar.
4. Siswa mendapatkan pengetahuan yang aplikatif dari materi berupa contoh
gambar.
5. Siswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dengan kata-
kata sendiri.
Kelemahan model pembelajaran example non-example :
1. Keterbatasan gambar untuk semua materi pelajaran, karena tidak semua
materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Membutuhkan waktu yang cukup lama.
Kelemahan model example non-example di atas dapat diatasi dengan guru
harus menyesuaikan materi pelajaran yang dapat disajikan dengan menggunakan
gambar, agar model example non-example dapat digunakan dengan maksimal.
Selain itu, guru harus mempertimbangkan materi pelajaran yang akan di
sampaikan dengan jam pelajaran agar waktu yang digunakan bisa mencukupi.
Jika dalam pembelajaran materi pelajaran sudah di sesuaikan dengan
model pembelajaran, makan hasil belajar siswa pun akan mengalami peningkatan.
18
2.1.4 Hasil Belajar
Aktivitas siswa yang berkembang dalam pembelajaran akan menghasilkan
nilai, perilaku siswa, peningkatan prestasi. Hal tersebut pertanda hasil belajar
siswa mengalami perubahan secara optimal.
Terdapat beberapa pengertian tentang hasil belajar menurut para ahli.
Pertama adalah pengertian hasil belajar menurut Nana Sudjana (2005:22)
menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Selanjutnya Suprijono
(2013:5) menyatakan hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Sedangkan
menurut Susanto (2013:5) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak
setelah melalui kegiatan belajar.
Bloom dalam Suprijono (2013:6-7) menyebutkan bahwa hasil belajar
meliputi tiga aspek, antara lain :
1. Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Dalam ranah
kognitif alat penilaian yang digunakan berupa tes.
2. Ranah Afektif, berkenaan dengan aspek sikap. Tipe hasil belajar afektif
tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap
pelajaran, kerja sama dalam kelompok, berani, percaya diri serta tanggung
jawab. Dalam ranah afektif alat penilaian yang digunakan berupa skala sikap.
3. Ranah Psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan dalam bertindak. Dalam ranah psikomotorik alat penilaian yang
digunkan berupa daftar cek observasi.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan yang dimiliki siswa yang mencakup pengetahuan, sikap, dan
keterampilan setelah siswa mengikuti pembelajaran. Hasil belajar dapat
digunakan sebagai salah satu alat ukur untuk mengetahui tingkat penguasaan
bahan atau materi sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hasil belajar dapat terlihat
setelah guru melakukan penilaian terhadap hasi belajar siswa. Penilaian hasil
belajar bertujuan untuk mengumpulkan data yang dapat menunjukkan tingkat
19
kemampuan siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Dalam penelitian ini,
aspek yang akan diteliti mencakup ketiga ranah hasil belajar yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan yang berkaitan dengan hasil belajar dengan
menggunakan model mind mapping dan model example non-example adalah
penelitian yang dilakukan oleh Tafida (2015). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa model pembelajaran mind mapping dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Dilihat dari peningkatan yang diperoleh siswa, pada siklus I mengalami
ketuntasan klasikal sebesar 64,58%, siklus II mengalami ketuntasan klasikal
sebesar 75%, dan pada siklus III menjadi 85,4%. Penelitian selanjutnya adalah
penelitian yang dilakukan Arman (2012). Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model mind mapping
lebih baik dibandingkan dengan model concept mapping. Hal ini dapat dilihat dari
rata-rata hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran mind mapping
adalah 86,73 dan rata-rata hasil belajar kelas yang belajar menggunakan model
belajar concept mapping sebesar 80,67. Penelitian yang ketiga adalah penelitian yang
dilakukan oleh Prahita (2014). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran dengan menggunakan model mind mapping lebih baik
dibandingkan pembelajaran dengan model konvensional. Hal ini dapat dilihat dari
rata-rata hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model
Mind Mapping adalah 13,70 sedangkan rata-rata hasil belajar IPA siswa yang
mengikuti pembelajaran model konvensional adalah 10,42.
Penelitian yang relevan yang berkaitan dengan hasil belajar yang
menggunakan model pembelajaran example non-example antara lain penelitian
yang dilakukan oleh Nopilia (2012). Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
example non-example lebih baik dari pada menggunakan pembelajaran secara
konvensional. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar PKn pada uji Paried
20
Samples Statistik penggunaan model pembelajaran example non-example
mencapai hasil 90,1200 sedangkan rata-rata penggunaan pembelajaran secara
konvensional mencapai hasil 77,6400. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh
Shofiana (2014). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Kelas
eksperimen diberi peerlakuan menggunakan model pembelajaran example non
example lebih baik dari pada pembelajaran di kelas kontrol yang tidak
menggunakan perlakuan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar
matematika kelas kontrol sebesar 65,6562 dan kelas eksperimen sebesar 68,2813.
Berdasarkan penelitian yang relevan di atas, pencapaian penelitian tersebut
terbatas pada penelitian hasil belajar yang berkenaan dengan hasil belajar kognitif
saja, sehingga peneliti akan mencoba menerapkan kedua model pembelajaran
tersebut. Dilihat dari potensi kedua model pembelajaran tersebut, diharapkan akan
berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif, namun didukung oleh aspek afektif
dan aspek psikomotorik.
2.3 Kerangka Pikir
Penyusunan kerangka berpikir ini berdasarkan dari variabel yang digunakan
dalam penelitian yaitu perbedaan hasil belajar dengan model mind mapping dan
model example non-example. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar
adalah pemilihan model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Mind mapping
merupakan cara mencatat yang dapat memudahkan siswa dalam memahami
pelajaran. Prinsip dari model mind mapping adalah melibatkan dua sisi otak yaitu
kiri dan kanan, karena mind mapping menggunakan gambar, warna dan imajinasi
bersama dengan kata, angka, dan logika. Dengan menggunakan model mind
mapping siswa diharapkan mampu membuat catatan dengan hasil pengertian
mereka sendiri, kemudian dalam membuat catatan pun menggunakan banyak
warna dan simbol-simbol yang menjadikan catatan siswa lebih menarik. Jika
catatan siswa lebih menarik, mereka akan senang untuk mempelajari materi
tersebut dan diharapkan hasil belajar siswa juga dapat meningkat. Example non-
example merupakan cara untuk memahami materi sebelum di jelaskan oleh guru
21
dengan menggunakan gambar-gambar. Siswa di ajarkan untuk berpikir kritis
dengan memecahkan permasalahan yang terkandung dalam contoh gambar.
Dengan memberikan contoh berupa gambar, siswa akan memiliki kompetensi
dalam menganalisis sebuah gambar dan menyampaikan pendapat mereka
mengenai apa yang mereka ketahui setelah melihat gambar tersebut. Dengan
siswa membangun terlebih dahulu pemahaman tentang sebuah materi, kemudian
ditambah dengan penjelasan dari guru, diharapkan pemahaman siswa terhadap
sebuah materi akan lebih maksimal. Jika siswa sudah paham dengan materi
pelajarannya, maka hasil belajar siswa juga akan meningkat. Melalui penelitian ini
akan dibandingkan apakah ada perbedaan hasil belajar antara model mind
mapping dan model example non-example. Model kerangka berfikir :
22
Gambar 2.2 Kerangka Pikir
Model Example non-example
Langkah-langkah :
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru membagi siswa kedalam beberapa
kelompok.
3. Guru menempelkan gambar langsung di
papan tulis.
4. Guru memberi petunjuk dan memberi
kesempatan kepada siswa untuk
memperhatikan atau menganalisis
gambar.
5. Siswa diminta untuk mencatat hasil
diskusi.
6. Tiap kelompok membacakan hasil
diskusinya.
7. Guru menjelaskan materi sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai.
8. Guru bersama siswa membuat
kesimpulan.
Model Mind Mapping Langkah-langkah :
1. Guru menyampaikan kompetensi yang
ingin di capai
2. Guru mengemukakan konsep/
permasalahan yang akan dianggap
oleh siswa, sebaiknya permasalahan
yang mempunyai alternatif jawaban.
3. Membentuk kelompok
4. Tiap kelompok menginventarisasi/
mencatat alternatif jawaban hasil
diskusi
5. Tiap kelompok (diacak kelompok
tertentu) membaca hasil diskusinya.
6. Siswa diminta untuk menarik
kesimpulan.
Siswa SD Kelompok
Eksperimen 1
Siswa SD Kelompok
Eksperimen 2
PEMBELAJARAN IPA
Hasil Belajar
23
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dirumuskan hipotesis penelitian sebagai
berikut :
Ho : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA dengan
menggunakan model pembelajaran mind mapping dan model
pembelajaran example non-example siswa kelas IV SD Negeri
Kauman Kidul dan SD Negeri Bugel 1 Kota Salatiga Semester II
Tahun 2015/2016.
Ha : Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA dengan
menggunakan model pembelajaran mind mapping dan model
pembelajaran example non-example siswa kelas IV SD Negeri
Kauman Kidul dan SD Negeri Bugel 1 Kota Salatiga Semester II
Tahun 2015/2016.