Upload
trinhque
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
12
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HAJI
A. Pengertian Haji
a. Menurut bahasa
Haji menurut bahasa adalah tujuan, maksud dan menyengaja.1 Bahwa
lafal “haji” memakai fatha awalnya dan boleh pula dengan kasrah, menurut
lughot ialah menyengaja atau banyak-banyak menyegaja kepada sesuatu
yang diagungkan.2 Menurut Imam Taqiyuddin bahwa haji menurut bahasa
adalah bersengaja, Al-Kholil mengatakan banyak menyengaja.3
Di dalam kamus bahasa Indonesia, bahwa haji adalah orang yang
berziarah ke Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.4
Pada pokoknya, definisi haji menurut etimologi adalah bersengaja,
menuju, atau ke sesuatu tempat yang suci, atau juga diartikan ke suatu
tempat yang suci yang menjadi tujuan secara berulang-ulang.
Hal ini sesuai dengan definsi menurut bahasa yang dikatakan oleh
Prof. Hasby ash Shiddieqy yakni “menuju ke suatu tempat berulang kali atau
menuju kepada suatu yang dibesarkan.5
1 Abdul Aziz Dahlan, Enkslopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Vanvoeve, 1997, hlm 458 2 Ibnu Hajar Al-Haitaimi, Syarah Fathul Mui’n, Semarang: Pustaka al-Amaliyah, t.th, hlm 60 3 Imam Taqiyuddin, Khifayatul Akhyar, Surabaya: Darul Kutub Islami, hlm 218 4 WJS Poerdarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1976, hlm 339 5 Tengku Muhamad Hasby ash Shiddieqy, Pedoman Haji, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2000, Cet Ke 9, hlm 2
13
b. Menurut syara’
Allah SWT telah menjadikan suatu tempat yang dituju manusia setiap
tahun. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat:125 yang
berbunyi:
ا ذإونأماس وة للنثابم تيا البلنع6 )125: البقرة ( ج
Artinya :” Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman.” …(S. 2. Al-Baqoroh:125)
Baitullah adalah suatu tempat yang didatangi manusia pada setiap
tahun. Lazimnya mereka yang sudah pernah mengunjungi Baitullah, timbul
keinginan untuk kembali lagi yang kedua kalinya.7 Maka makna haji menurut
syara’ adalah ibadah yang dilakukan dengan mengunjungi Baitullah (ka’bah)
pada waktu tertentu dan syarat-syarat tertentu.8
Di kalangan ulama fiqih mendefinisikan haji menurut syara’ adalah:
1. Menurut Abi al-Syuja didalam kitabnya Syarah Fath al-Qorib disebutkan
bahwa haji adalah:
9 لبيت احلرام للنسك اصد ق
”menuju ke Baitul Haram untuk ibadah.”
2. Menurut prof. K.H. Ali Yafie bahwa haji adalah ibadah yang sangat mulia
sekaligus ibadah yang sangat berat.10
6 Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI, Semarang: PT: Toha Putra, 1995, hlm 33
7 Tengku Muhamad Hasby ash Shiddieqy, op.cit., hlm 2 8 Ihwan, et al, Ekslopedi Haji dan Umroh, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet ke 1, hlm 84 9 Abi Al-Syuja, Syarah Fath AL-Qorib, Dar Ihya Al-Qutub al-Arobiyah, hlm 27
14
3. Menurut Sayyid Sabiq didalam kitabnya ialah:
والوقوف بعرفة وسائر املناسك ىلسعا ة الطواف ودعبا داءال كةمصد ق
11 واستفاء مرضاته استجابه المر اهللا
Mengujungi mekkah untuk mengerjakan ibadah thawaf, sai, wukuf di arafah, dan melakukan ibadah-ibadah lain untuk memenuhi perintah Allah dengan mengharap keridhannya.”
4. Menurut Wabah az-Zuhaily dalam kitabnya bahwa haji adalah:
صوصة او هو زيارة مكان خمصوصة ىف زمان خم لقصد الكعبة الداء افعا حلجا
12 خمصوص بفعل خمصوص
“Sengaja mengunjungi ka’bah, untuk menunaikan amal ibadah tertentu, atau (dengan kata lain) mengunjungi tempat tertentu, pada masa tertentu, dengan perbuatan (amal) tertentu.
Dari keterangan diatas, definisi haji menurut syara’ disimpulkan
mengunjungi tempat dimana ka’bah sebagai Baitullah berada untuk niat nusuk
(Ibadah) dengan cara melaksanakan rangkian perbuatan yakni: ihram, wukuf,
thowaf, sai’ serta rangkian lainya, sehingga sempurnalah segala rukun dan
wajib haji. Dalam rangkian haji tersebut berkaitan denga waktu tertentu,
tempat tertentu, dan syarat-syarat tertentu juga. Sehingga sesuatu yang
dikerjakan diluar ketentuan-ketentuan diatas tidak dapat dinamakan ibadah
haji.
10 Ali Yafie, Teologi Islam Telaah Kritis Persoalan Agama dan Kemanusiaan, Yogyakarta: Tiara Annisa, 1997, cet ke 1, hlm 14 11 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunah, Kuwait: Dar al-Kutub al-Arabi,1973, Jilid 1, hlm 625. 12 Wabah az- Zuhaily, Al-fiqh Al-Islam Waadilauhu, Damaskus: Dar Al-Fikr, Cet Ke 1, 199, hlm 8
15
B. Dasar Hukum Haji
Melaksanakan haji wajib hukumnya bagi setiap kaum muslim dan
muslimat yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu, kewajiban haji ini
berdasarkan pada dalil-dalil hukum yang berasal dari Al-qur’an, as-Sunah,
Didalam al-qur’an terdapat ayat yang menerangkan kewajiban melaksanakan
ibadah haji.
Allah berfirman dalam Al-qur’an surat Al-Imron ayat: 97:
بيلا للوه سإلي طاعتن است ميالب اس حجلى الن13ه ع
Artinya:”Dan karena Allah, wajiblah orang-orang yang melakukan haji ke baitullah, yaitu bagi yang mampu melaksankan perjalan kesana.
(Q.S. 3.Ali imran:97)
Dari firman Allah diatas dapat diambil suatu pengertian bahwa,
apabila seseorang mengingkari kefarduan haji, menjadi kufur dan dia murtad
dari agama Islam.14
Di dalam hadist juga dijelaskan tentang dasar hukum haji, sabda nabi SAW:
بين : اهللا علبه وسلم ى صل اهللا سولرقال : ا قالمهنن عمر رضي اهللا ع بن اع
, لصالةاام قوا, وان حممدا رسول اهللا , اهللا ان ال اله االدةها ش: الم على مخس س اإل
15) رواه البخارى ومسلم . ( رمضانموصو , حلجاو, اء الزكاة تواي
Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a berkata: Rasulullah Saw bersabda : Islam didirikan atas lima sendi: mengakui bahwasannya tiada Tuhan melainkan Allah SWT, dan bahwasannya Muhammad Saw utusan
13 Al-Qur’an dan Terjemah, op cit, hal 93 14 Hasby ash Syiddieqy, Op cit, hlm 4
15 Imam Buhori, Soheh Buhori, Juz 1, Bairut: Dar al-Kutub al-Amaliah, 1991, hlm 10
16
Allah Swt, dan mengerjakan shalat, dan membayar zakat, dan haji, dan berpuasa di bulan Ramadhan” (HR. Bukhori dan Muslim).
Al-Qur’an, as-sunnah dan ijma para ulama menetapkan bahwa haji
itu, merupakan fardu ‘ain bagi muslim dan muslimat yang sanggup
mengerjakannya.
Di dalam fiqih wanita, An-Shori Umar mengatakan bahwa haji itu
fardu ‘ain yang diwajibkan sekali seumur hidup atas setiap laki-laki atau
perempuan yang telah memenuhi syarat.16
Ketentuan dari kewajiban haji para ulama bersepakat menetapkan
hanya sekali saja dalam seumur hidup, tidak berulang-ulang diwajibkannya
untuk seumur hidup kecuali kalau dinadzarkan. Selain satu kali diwajibkan,
maka yang lebih dari satu dipandang sunnah.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas:
: عليه وسلم فقال اهللا عباس رضى اهللا عنهما قال حطبنا رسول اهللا صلى اىب عن و
االقرع بن جابس فقال اىف كل عام يا رسول اهللا مفقا" ليكم احلج عتب ك ان اهللا "
17 .فقال لو قلتها لوجبت احلج مرة فمن زاد فهوا تطوع
Artinya:”Dari Ibnu Abbas r.a.berkata: Rosullah SAW berkotbah kepada kami beliau berkata: Sesungguh Allah telah mewajibkan atas kamu sekalian haji. Lalu Al-Aqra bin Ja’bis berdiri, kemudian berkata: Apakah kewajiban haji setiap tahun ya Rosullah? Nabi menjawab, dan sekiranya kukatakan ya, tentu menjadi wajib, dan sekiranya diwajibkan, engkau sekalian tidak akan melaksanakannya, dan pula tidak mampu, ibadah haji itu sekali saja. Siapa yang menambah itu berarti perbuatan sukarela saja.
16 Anshori Umar, Fiqih Wanita, Semarang: CV. Asy-Syifa, 1986, hlm 286 17 Muhamad bin Ismail, Subul As–Salam, Bairut: Dar Al–kutub Al–amaliah, Juz II, Cet Ke 1, 1988, hlm 374
17
Di dalam ibadah haji apakah kewajiban itu secara “faur” (seketika)
atau “tarkhi” (tertunda-tunda).dalam masalah ini para ulama berbeda
pendapat. Imam Syafi’i, at-Tsuri, dan Muhammad Ibn Hasan, berpendapat
bahwa haji itu tidak harus seketika. Artinya, boleh dikerjakan kapan saja.
Demikian pula seperti yang dikutip Imam Mawardi dari Ibnu Abbas, Anas,
Jabir, Atha’, dan Tawus. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Malik,
Ahmad bin Hambal, Al-Muzani dari madzhab Syafi’i, dan Abu Yusuf, bahwa
haji itu harus seketika, maksudnya tidak boleh ditunda-tunda sampai mati.18
Para ulama yang mengatakan bahwa haji itu harus dilaksanakan
seketika berdasarkan hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas.
ن عباس رضى اهللا عنهما قال قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم من اراد بن اع
19 .تعرض احلاجة وةلضال قدميرض املريض وتضل ااحلج فليتعجل فانه
Artinya:”Dari Ibnu Abbas r.a. Rasulallah SAW pernah bersabda: ”Barang siapa yang ingin haji maka laksanakan dengan segera. Karena jadi ia akan sakit atau kesulitan tersesat atau keburu keperluan yang lain”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Baehaqi)
C. Syarat-syarat Haji
Maksud syarat wajibnya haji ialah seseorang yang diwajibkan
melaksanakan ibadah haji jika memenuhi syarat-syarat tertentu, dasarnya
adalah firman allah SWT:
للو ه سإلي طاعتن است ميالب اس حجلى الن20 اليب ه ع
18 Said Ibnu Abdil Qodir Basyantar, op cit, hlm 8 19 Abi Abdullah bin Muhamad, Sunan Ibnu Majah, Dar Al–Fikr, Juz II, hlm 25 20 Al-Qur’an dan Terjemah, Op Cit, hlm 93
18
Artinya: ”Dan karena Allah, wajiblah orang-orang yang melakukan haji ke baitullah, yaitu bagi yang mampu melaksanakan perjalanan ke sana. (Q.S. 3.Ali Imran:97)
Adapun syarat–syarat sahnya haji adalah sebagai berikut:
1. Beragama Islam
Beragama Islam merupakan syarat mutlak bagi orang yang akan
melaksanakan haji dan umroh. Oleh karena itu orang-orang kafir tidak
mempunyai kewajiban haji dan umroh. Demikian pula orang yang
murtad.21
2. Berakal
Orang yang tidak berakal, gila dan dungu tidak wajib karena tidak
mengerti apa yang harus dikerjakan.
3. Baligh
Artinya sudah sampai umar dewasa. Seandainya ada anak yang
belum baligh mengerjakan haji dengan memenuhi syarat, rukun dan
wajibnya haji maka dianggap sah, namun hajinya tidak menggugurkan
kewajiban hajinya kalau sudah dewasa kelak jika ia mampu.
4. Merdeka
Pengertian merdeka adalah setiap orang Islam yang tidak dalam
kekuasaan orang lain, misalnya budak. Seseorang budak tidak wajib
melaksanakan ibadah haji dan umroh. Jika ia melaksanakannya, sah
hukumnya, asal memenuhi syarat rukunnya karena budak juga merupakan
21 Dikrokrat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Ilmu fiqh, Jakarta: Cet Ke 2, 1983, hlm 350
19
ahli ibadah. Tetapi kalau setelah melaksanakan haji dan umroh kemudian
ia merdeka, maka wajib melaksanakan haji sekali lagi.22
5. Istithoa’ (mampu)
Maksudnya dapat mengerjakan sendiri tanpa bantuan (diwakilkan)
kepada orang lain disamping beberapa hal yang harus dipenuhi seperti
biaya pulang pergi dan menggunakan angkutan yang pantas. Sedang bagi
seorang wanita diwajibkan pergi bersama suami, muhrimnya, atau wanita
lain yang dapat dipercaya.23
Syarat yang kelima adalah mampu (istithoa’) atau memiliki
kemampuan, dari segi fisik, harta dan keamanan. Maksudnya seseorang baru
diwajibkan melaksanakan ibadah haji jika mempunyai kemampuan
membiayai perjalanan sampai ke mekkah dan dalam keadaan aman dan
mempunyai biaya pula bagi keluarga/tanggungan yang ditinggalkan.24
Persyaratan istithoa’ ini berdasarkan firman Allah:
طا للوتن است ميالب اس حجلى النبيلا ه عه سإلي 25 ع
Artinya: ”Mengerjakan haji adalah wajib bagi manusia terhadap Allah bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah.
Kesanggupan yang menjadi salah satu syarat dari syarat-syarat haji,
hanya tercapai dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
22 Mahmud Anwar, Tuntunan Ibadah Haji dan Umroh, Bandung: Sinar Baru Algensindo, Cet ke 4, 2004, hlm 10 23 R. Abdul Jamil, Hukum Islam, Mandar Maju, Bandung: Cet ke 1,1992, hlm 35 24 Abdul Halim, Ikhwan, Ensiklopedi haji dan umroh, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet Ke 1, 2002, hlm 428s 25 Al-Qur’an dan Terjemah, op cit, hlm 93
20
1. Hendaklah mukalaf itu sehat badan, jika ia tidak sanggup menunaikan
disebabkan cacat, atau sakit yang tidak dapat diharapkan sembuh,
hendaklah diwakilkan kepada orang lain jika ia mempunyai harta.
2. Hendaklah jalan yang dilalui aman, dengan arti terjamin keamanan jiwa
dan harta calon haji. Jika seseorang merasa khawatir terhadap
keselamatan dirinya misalnya dari wabah penyakit, atau merasa takut
uangnya akan dirampas, maka berarti ia tidak sanggup "Sabilla" atau
berjalan ke tanah suci.
3. Memiliki bekal, mengenai bekal, yang diperhatikan ialah agar cukup
untuk dirinya pribadi guna terjaminnya kesehatan badannya, juga
keperluan keluarga yang menjadi tanggungannya.
4. Mengenai kendaraan syaratnya ialah yang dapat mengantar kepadanya
pergi dan buat pulang kembali, baik dengan mengenakan jalan darat, laut
dan udara. Dan ini ialah terhadap orang-orang yang tak dapat berjalan
kaki, karena jauh negerinya dari mekkah. Adapun orang yang dekat ke
sana dan dapat berjalan kaki, makanya adanya kendaraan tidaklah
menjadi syarat, karena jarak yang dekat itu.26
Mengenai istithoa' para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan
makna ayat di atas.
1. Kemampuan menurut pendapat para ulama madhab Maliki, kemudahan
bisa sampai ke Baitullah tanpa adanya hambatan yang serius disamping
adanya jaminan keamanan jiwa dan harta. Menurut mereka, bekal dan
26 Sayyid Sabiq, op cit, hlm 43-44
21
kendaraan bukan merupakan syarat, artinya orang yang merasa sanggup
berjalan kaki telah berkewajiban menunaikan ibadah haji.27
2. Kemampuan menurut madhab Syafi'I tidak lepas dari lima hal, yakni
bekal, kendaraan, kesehatan badan, keamanan dijalan, dan kemudahan
perjalanan.28
3. Kemampuan menurut ulama Hambali, adalah bekal dan kendaraan, pada
konteks bekal, syarat minimal harus mencukupi ongkos perjalanan
berangkat dan kembali serta biaya hidup selama di tanah suci kebutuhan
makanan, dan pakaian.29
D. Rukun dan Wajib Haji
Mengenai ibadah haji ini perlu diketahui, bahwa pengertian rukun
dan wajib haji itu ada perbedaan.
Perbedaan keduanya adalah bahwa rukun haji adalah sesuatu yang
harus dilakukan dan haji tidak sah tanpa rukun itu, bila tertinggal salah satu
rukun, tidak boleh diganti dengan dam (denda menyembelih binatang).30
Sedangkan wajib haji adalah sesuatu yang perlu dikerjakan, dan haji tetap
sah, bila tertinggal salah satu wajib haji itu. Sekiranya ada yang tertinggal
salah satu diantaranya boleh diganti dengan dam.31
27 Said Abdil Qodir Basyantar, op cit, hlm 15 28 Ibid 29 Ibid, hlm 15-16
30 Ali Hasan, Tuntunan Haji, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet ke 2, 2001, hlm 21 31 Ali Hasan, Ibid, hlm 21
22
A. Rukun haji
Dalam rukun haji ada perbedaan antara ulama Safi’iyah dan ulama
Hanafiyah tentang rukun haji.
Ulama Safi’iyah membagi rukun haji menjadi enam yaitu:32
a. Ihram (niat ihram)
b. Wukuf di Arafah
c. Bercukur atau bergunting, yang dilakukan sesudah berlalu separoh malam
dari malam hari raya.
d. Thawaf (thawaf Ifadah)
e. Sa’i antara Safa dan Marwah
f. Berurutan, yaitu melakukan ihram atas segala yang lainnya,
mendahulukan wukuf atas thawaf Ifadhah
Ulama Hanafiyah membagi rukun haji menjadi dua yaitu:33
a. Wukuf di Arafah
b. Empat kali thawaf yang pertama dari tujuh kali thawaf, yang tiga kali lagi
dipandang wajib
Jumhur Ulama (Malikiyah dan Hambaliah) berpandangan bahwa
rukun haji itu ada empat:34
a. Niat Ihram
b. Wukuf di Arafah
c. Thawaf Ifadhah atau thawaf Ziarah
d. Sa’yu antara Shafa dan Marwah 32 Hasbby As Shieddqy, op cit, hlm 171 33 Ibid 34 Ibid
23
Kalau kita berpegang pada ulama Safi’iyah bahwa rukun haji yang
pertama adalah ihram, ihram adalah kesengajaan hati yang diiringi dengan
perbuatan untuk mengerjakan rangkaian ibadah haji dari awal sampai akhir.35
hal ini berdasarkan hadist Nabi Saw :
ر بن اخلطاب رضى اهللا عنه قال مسعت رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم امنا من عع
36 . االعمال بالنيات وامنا لكل امرء مانوى
Artinya: ”Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada niatnya dan sesungguhnya hanya akan memperoleh dengan apa yang di niatkannya.”
Pelaksanaan ihram dalam haji tergolong pada tiga malam sesuai
dengan macam-macam pelaksanaan haji, macam-macam haji adalah sebagai
berikut:
1. Haji Ifrad, karena bermaksud akan menyendirikan, baik menyendirikan
haji atau menyendirikan umroh, dan yang didahulukan adalah ibadah haji,
artinya ketika memakai pakaian ihram dari miqot itu, berniat hendak
melakukan ibadah haji dahulu, lafal niatnya adalah (Oh, Allah saya beniat
haji).37
2. Haji Tamattu', artinya aslinya adalah bersenang-bersenang, atau santai-
santai, yaitu melakukan umroh dahulu di bulan-bulan haji, dan setelah itu
melakukan ibadah haji, di tahun ketika ia melakukan umroh tersebut.
Juga dinamakan haji tamattu' karena melakukan dua ibadah di bulan-bulan
35 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media, Cet ke 1, 2003, hlm 63 36 Imam Buhori, Soheh Buhori, Bairut: Dar al-Kutub al-Amaliah, Juz 1,1995, hlm 3
37 Ushul Fiqh, op. cit, hlm 371
24
haji dalam tahun yang sama, tanpa kembali ke negeri asalnya lebih
dahulu, dua ibadah itu adalah haji dan umroh.38
3. Haji Qiron, adalah menggabung atau membersamakan, dalam hal ini
membersamakan berihram untuk melakukan ibadah haji dan umroh
sekaligus, dan ketika bertalbiyah mengucapkan (Oh, Allah saya berniat
haji dan umroh).39
Sedang rukun haji yang kedua adalah wukuf di Arafah, yaitu suatu
tempat di luar Mekkah, yang menurut riwayat tempat bertemunya Adam dan
Hawa di bumi setelah keduanya disuruh keluar dari Sorga. Wukuf di Arafah
itu berlaku pada tanggal 9 Dzulhijah, mulai tergelincirnya matahari sampai
terbenam matahari.40
Perintah wukuf di Arofah sebagaimana firman Allah SWT:
.41ض الناس واستغفروا الله إن الله غفور رحيم اف أفيضوا من حيث أ مث
Artinya: "Kemudian bertolak kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan memohon ampun pada Allah, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.(Al-Baqarah:199)
Sabda Nabi SAW:
ري بن مطعم قال اضللت بعريا ىل فذهبت اطلبه يوم عرفة فرايت النىب صلى اهللا جب
42 .عليه وسلم واقفا بعرفة فقلت هذا واهللا من اخلمس فما سانة هاهنا
Artinya:”Jubair bin Muth’im r.a. berkata: ketika aku kehilangan ontaku, maka mencarinya pada hari arofah tiba-tiba aku melihat Nabi SAW
38 Ibid, hlm 371-372 39 Ibid
40 Amir Syarifuddin, op cit, hlm 63 41 Al-Qur’an dan Terjemahnya, op cit, hlm 48
42 Imam Bukhori,, Juz 2, hlm 515
25
wukuf dengan di Arafah, maka aku berkata: orang ini termasuk al-humus, mengapakah ia wukuf disini”. (Bukhori, Muslim)
Rukun haji yang ketiga adalah thawaf Ifadhah. Selepas melaksanakan
ihram, jama’ah haji segera menuju ke Mekkah untuk melakukan thawaf.43
Secara bahasa thawaf berarti mengelilingi, yakni mengelilingi ka’bah. Dalam
al-Qur’an ka’bah disebut Baitul Atiq (Rumah Pembebasan), maksudnya
adalah ia merupakan membebaskan jiwa manusia dari belenggu syrik, dari
belenggu nafsu keduniaan, dan dari belenggu dari (ego). Seperti firman Allah
dalam surat Al-hajj ayat 29:
44يت العتيق فوا بالب ويط م وله ليقضوا تفثهم وليوفوا نذور مث
Artinya: ”Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran (memotong rambut) yang ada pada badan mereka menyempurnakan nadzar-nadszar mereka dan hendaklah mereka thawaf di Rumah yang tua (Baitul Atieq). (Al-Hajj: 29)
Macam-macam thawaf adalah sebagai berikut:45
1. Thawaf Qudum adalah selamat datang bagi jama'ah haji yang baru datang
ke Mekkah.
2. Thawaf Ifadhah, yakni menjadi salah satu rukun haji.
3. Thawaf Wada', yakni thawaf selamat bagi oaring yang hendak
meninggalkan kota mekkah.
4. Thawaf Sunnah, yang boleh dikerjakan sebanyak-banyaknya di dalam
maupun di luar ihram.
43 Gufron Ajib Mas’adi, Bekal Menuju Tanah Suci Haji Menangkap Makna Fisikal dan Spritual, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001, Cet ke 1, hlm 131-132 44 Al-Qur’an dan Terjemah, op cit, hlm 516
45 Anshori Umar, op. cit, hlm 327
26
Thawaf Ifadhah termasuk ke dalam rukun haji sesuai dengan
kesepakatan para ulama. Hanya saja para ulama Hanafiyah berbeda pendapat
bahwa yang termasuk rukun haji hanyalah empat kali putaran thawaf,
selebihnya termasuk wajib haji. Barang siapa yang meninggalkan thawaf
rukun ini, maka hajinya batal dan wajib mengulangi secara lengkap tahun
berikutnya.46
Adapun syarat-syarat thawaf adalah sebagai berikut:47
1. Suci dari hadast kecil dan hadast besar.
2. Menutup Aurat.
3. Tujuh kali putaran.
4. Dimulai dari dan berakhir di Hajar Aswad
5. Ka'bah senantiasa berada sebelah kiri.
6. Thawaf tak boleh di dalam ka'bah, tapi harus di luarnya, dan di dalam
masjid al-haram
7. Menurut sebagian ulama, sehabis thawaf langsung melakukan sai'
Rukun haji yang keempat adalah sai’, adalah berjalan yang dimulai
dari bukit Shofa, hingga bukit Marwah, dan Marwah ke Shafa. Shafa dihitung
sekali. Seluruhnya tujuh kali.48
Perintah untuk melaksanakan sai' berdasar hadist Nabi Saw:
بني: قال ربا مسعت النىب صلى اهللا عليه وسلم ية بنت شيبة ان امراة اخ فن صع
49 )درواه امح. ( الصفا واملروة يقول كتب عليكم السعى فاسعوا
46 Abdul Halim dan Ikhwan, op. cit, hlm 470 47 Anshori Umar, loc. cit
48 Ilmu Fiqh, op cit, hlm 382
27
Artinya: ”Diriwayatkan dari Shofiyah binti Saebah, bahwa seorang perempuan memberitahukan kepadanya, (Shofiyah ), bahwa dia mendengar Nabi Saw bersabda diantara bukit Shofa dan Marwah, telah diwajibkan atas kamu Sai’, oleh karena itu hendaklah kamu kerjakan. (H.R. Ahmad).
Adapun hukum sai', terdapat perbedaan pendapat di kalangan para
ulama, shahabat dan para tabi'in, serta Imam Ahmad.
1. Menurut Ibnu Umar, Ja'far dan Aisyah r.a. dari kalangan para shahabat,
Malik, Syafi'i, dan Ahmad dari Imam madhab, bahwa sai' adalah rukun
haji. Sekiranya orang yang melakukan ibadah haji atau umroh, tidak
melakukan sai antara Shofa dan Marwah, maka batallah ibadah haji, dan
tidak dapat ditutup dengan dam atau lainnya.50
2. Menurut Abu Hanifah, Ats Tsuri, dan Al-Hasan, bahwa sai itu adalah wajib,
bukan rukun, sehingga tidak membatalkan hajinya atau umroh dengan
meninggalkan wajib ditutup.51
B. Wajib haji
Bahwa wajibnya haji para ulama berbeda pendapat dalam menentukan
amalan-amalan apa saja yang termasuk dalam katagori wajib haji. Di sini
penulis akan menjelaskan wajibnya haji.
1. Ihram dan Miqot
Miqot adalah batas tempat atau waktu, miqot untuk ihram ada dua yaitu
miqot Zamani dan miqot Makani.
a. Miqot Zamani
49 As-Syaukani, Nail al-Autsar, Juz III, Bairut: Dar al–Kitab, Cet Ke 1, 1991, hlm 402
50 Muhammadiyah Ja'far, op. cit, hlm 235 51 Ibid., hlm 237
28
Miqot Zamani adalah batas waktu seseorang boleh melakukan ihram.
Dimulai dari bulan Syawal dan berakhir pada terbit fajarnya tanggal 10
Dzulhijjah atau idul Adha.52
Firman Allah SWT:
يأسلونن كلهأال ع اقيتوم لة قل هيجالحاس ولن
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji. (Al-Baqarah:198)
b. Miqot Makani
Miqot makani adalah tempat atau batas seseorang memulai melakukan
ihram.
Miqot Makani dibagi dua:
a. Bagi orang yang mukim (bertempat tinggal) di mekkah, miqotnya adalah
kota Mekkah itu sendiri.
b. Bagi orang yang bertempat tinggal di luar kota mekkah, seperti jama’ah
haji Indonesia. Mereka yang tinggal di luar kota mekkah ini mempunyai
kota miqot makani sesuai dengan asal negaranya masing-masing, yaitu
Dzul Hulaifah, Juhfah, Yalamlam, Dhul Irqin, dan Qornul Manazil.
2. Mabit di Muzdalifah
Mabit dilaksanakan dengan berhenti sejenak dalam kendaraan atau
turun dari kendaraan dengan syarat sudah lewat tengah malam. Yaitu sesudah
52 Mahmud Anwar, op cit, hlm 50
29
jam 12 malam. Namun jikalau memungkinkan disunnahkan untuk tetap
tinggal di Muzdalifah sampai datangnya shalat Subuh.53
3. Mabit di Mina
Apabila cahaya Subuh sudah datang, maka semua jamaah haji yang
berada di Muzdalifah harus meninggalkan Muzdalifah untuk menuju ke Mina.
Pada perjalanan ke Mina, hendaknya memperbanyak membaca talbiyah.
Mabit di mina pada hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11,12, 13, Dzulhijjah
hukumnya wajib.54
4. Melempar Jumrah
Salah satu kewajiban haji pada waktu di Mina adalah melempar
Jumroh Ula, Wusto, dan Aqabah. Ada dua macam pelemparan Jumrah:
a. Melempar pada hari nahar
Yaitu melempar jumrah Aqabah tujuh kali (dengan tujuh batu) pada
tanggal 10 Dzulhijjah. Waktunya mulai dari lewat tengah malam sampai akhir
hari tasriq, tetapi yang lebih utama setelah terbit matahari 10 Dzulhijjah
tersebut.55
Sabda nabi Saw:
53 Muqorin Nisbah, Penuntun Manasik Haji dan Umroh, Demak: Media ilmu, Cet ke 1, 1994, hlm 21 54 Ibid, hlm 22 55 Mahmud Anwar, op cit, hlm 61
30
وم يلى راحلته ع ةرايت النيب صلى اهللا عليه وسلم يرمى اجلمر : بريقولان جع
لى الاحج بعد حجىت هذه عى لرلنحر ويقول لتاخذوا عين مناسككم فاىن الاد ا
56 )مسلمورواه امحد (
Artinya: Dari jabir berkata, saya telah melihat nabi saw, melempar Jumrah di atas kendaraan pada hari nahr (idul Adha), seraya bersabda. Hendaklah kamu sekalian mengikuti cara yang saya kerjakan ini. Karena sesungguhnya saya tidak mengetahui apakah saya akan mengerjakan haji lagi sesudah haji saya ini. ( Riwayat Ahmad dan Muslim)
c. Melempar pada hari Tasyriq
Yaitu melempar tiga Jumrah Ula, Wusto, dan Aqabah dengan
masing-masing Jumrah tujuh kali (tujuh batu), waktunya setelah
tergelincirnya matahari tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.57
Sabda nabi SAW:
بر قال رمى رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم اجلمرة يوم النحر ضحى واما ان جع
58 . زالت الشمسبعد بوم النحر فادا
Artinya: "Dari jabir bin Abdillah ra. Dia berkata: Aku ,melihat Rasulullah saw melempar jumrah di atas kendaraan beliau pada waktu dhuha, sesudah itu adalah sesudah tergelincinya matahari.
5. Menjahui hal-hal yang diharamkan ketika sedang ihram
6. Thawaf wada’
56 Imam Muslim, Shoheh Muslim, Bairut: Dar al–Ihya, Cet ke 4, 1991, hlm 923 57 Mahmud Anwar, op cit, hal 62
58 Imam Muslim, Juz 2, op.cit., hlm 945
31
Thawaf yang dikerjakan setelah selesai semua urusan ibadah haji dan
umroh, menjelang pulang meninggalkan kota Mekkah
Seseorang yang dalam ibadah haji telah meninggalkan wajib haji
maka diwajibkan membayar dam (tebusan). Istilah dam yang kita kenal
dengan nama denda, disebut juga fidyah (tebusan) kafarat (penghapus) atau
juga hadyu (penyembelihan seekor kambing yang sudah memenuhi syarat-
syarat untuk dijadikan qurban). seseorang apabila telah meninggal wajibnya
haji maka diwajibkan membayar denda, apabila dia tidak mampu untuk
menyembelihnya maka bisa diganti dengan puasa 10 hari, 3 hari dilaksanakan
pada saat mengerjakan ibadah haji dan 7 hari lagi dilaksanakan setelah
kembali ke Rumah masing-masing. Sebagaimana firman Allah SWT dalam
surat Al-Baqarah ayat 196:
هدي فمن لم يجد فصيام ثلاثة أيام تمتع بالعمرة إلى الحج فما استيسر من ال نمف
59.حج وسبعة إذا رجعتم تلك عشرة كاملة في ال
Artinta: ”Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di bulan haji), wajiblah ia menyembelih qurban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang qurban atau tidak mampu, maka wajib ia berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari lagi apabila telah pulang itulah sepuluh hari yang sempurna. (Al-Baqarah: 196)
Baik penyembelihan atau berpuasa telah diatur sedemikian rupa oleh
panitia haji yang bertugas untuk hal tersebut, untuk penyembelihan dilakukan
di tanah haram sedangkan berpuasa telah ditentukan tempat dan waktunya
59 Al-Qur’an dan Terjemah, op cit, hlm 47
32
E. Hal-hal yang Membatalkan Haji
Kata batal berasal dari bahasa arab bathala-yabthulu, buthlan yang
berarti rusak atau tidak baik. Sesuatu perbuatan yang rusak rukun atau
syaratnya atau rusak karena sebab lainnya disebut batal atau batil.60
Secara umum para ulama mendefinisikan batal dengan suatu
perbuatan yang oleh syara' untuk dilaksanakan, akan tetapi perbuatan tersebut
tidak memenuhi sasaran, sehingga tuntutan dan kehendak syara' tersebut
belum dapat dipandang terlaksana atau tercapai.
Jadi batal merupakan lawan dari sah, yakni perbuatan yang dilakukan
secara benar dan apa yang dikehendaki oleh syara' dari perbuatan yang dapat
tercapai sehingga perbuatan tersebut memiliki arti dan mempunyai pengaruh
secara hukum.61Disamping kata batal, ada juga istilah lain yang menunjukkan
tidak sahnya suatu perbuatan, yaitu istilah fasid. Para ulama sepakat
menyamakan pengertian batal dan fasid dalam bidang ibadah, yaitu suatu
perbuatan yang dilakukan tidak memenuhi rukun dan syarat, atau belum
berlaku sebab atau terdapat mani' (penghalang).62
Ada dua hal yang menyebabkan hajinya batal, yaitu meninggalkan
salah satu rukun haji dan melakukan jimak atau senggama dalam masa ihram.
Pertama, meninggalkan salah satu rukun haji. Dalam hal ini, satu hal
yang disepakati para ulama, yaitu meninggalkan wukuf di Arafah. Para ulama
dari berbagai madzhab telah sepakat bahwa wukuf di Arafah adalah salah satu
rukun haji, meninggalkan wukuf di Arafah dapat menyebabkan hajinya batal. 60 Abdul Halim, dan Ikhwan, op cit, hlm 20
61 Ibid 21 62 Ibid 22
33
Sabda nabi SAW:
رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم تشهد: محن بن يعمر الديلي يقالر البدن عع
سول اهللا كيف احلج؟ فقال ريا : وهو واقف بعرفة فاتاه ناس من اهل جند فقالوا
احلج حج عرفة من جاء قبل صالة الفجر من : هللا عليه وسلم ا ىرسول اهللا صل
ومن تاخر فال , مث عليها الف ني تعجل ىف يوم ن فمة ثالث مىن مايا, ليلة مجع مت حجه
63 .ف خلفه رجال فجعل ينادى ند ار مث, امث عليه
Artinya: Dari Abdurrahman bin Ya’mar ad-Dayli berkata: Saya menyaksikan Rasulallah Saw, sewaktu beliau wukuf di Arafah, maka orang–orang dari ahli Najd mendatangi Rasulallah dan berkata: ya Rasulallah bagaimanakah haji? Maka Rasulallah bersabda: Haji, haji adalah wukuf di Arafah. Barang siapa datang sebelum shalat Shubuh dari malam jama’ (Muzdalifah) maka ia menyempurnakan hajinya. Hari–hari Mina tiga hari. Barang siapa ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada berdosa baginya. Dan barang siapa yang menangguhkan keberangkatannya dari dua hari itu, maka tiada berdosa baginya. Katanya, kemudian beliau membonceng seseorang laki–laki di belakang beliau, menyerukan suara itu.
Kedua: para ulama sepakat bahwa jimak atau bersenggama dapat
menyebabkan batal ibadah hajinya.
Sebagaimana firman Allah SWT:
64 رض فيهن الحج فلا رفث ولا فسوق ولا جدال في الحج فنمف
Artinya: ”Siapa yang telah mendapat kewajiban haji, janganlah ia melakukan perbuatan rofast, kefasikkan, dan pertengkaran dalam ibadah haji.
63 Imam Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Juz 4, Bairut: Dar al–Kutub al–Amaliah, Cet Ke I, 1993, hlm 409 64 Al-Qur’an dan Terjemahnya, op cit, hlm 48
34
Sabda nabi SAW:
جمن ح : القمشت النيي صلى اهللا عليه و سلم : هريرة رضى اهللا عنه قال ىبن اع
65 . ه امه دت ولا هللا ومل يرفش ومل يفشق رجع كم
Artinya: Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. berkata: Rasulallah saw pernah bersabda: Siapa pun yang melaksanakan ibadah haji, semata–semata karena Allah dan tidak melakukan hubungan badan dengan istrinya dan tidak berbuat dosa (selama melaksanakan ibadah haji) maka ia akan kembali seperti orang yang dilahirkan kembali.
Kata rofast pada ayat diatas adalah mengandung makna bersetubuh,
dan hal-hal yang menyebabkan terjadinya persetubuhan, serta mengeluarkan
kata-kata yang menimbulkan birahi.
Menurut Ibnu Taimiyah, tidak ada larangan-larangan yang merusak
ibadah haji kecuali jenis rofast.
Barang siapa yang batal hajinya karena jimak atau lainnya, maka ia
wajib melaksanakan empat hal:66
1. Menyempurnakan haji yang dirusaknya (meneruskan pelaksanaannya
hingga tuntas)
2. Segera mengqodho haji apabila ia mampu. Jika qodho itu ia tunda berarti
ia berdosa.
3. Menyembelih kurban sebab ia telah merusaknya.
4. Menunda penyembelihan hewan kurban itu sehingga waktu qodho.
65 Imam Muslim, Juz 2, hlm 983 66 Abdul Halim dan Ikhwan, op cit, hlm 24
35
F. Perbedaan Pendapat Para Ulama tentang Bersetubuh Setelah Wukuf Bersenggama yang terjadi ketika sedang melaksanakan ibadah haji,
apa saja yang mengantar kepada perbuatan tersebut, seperti mencium istri,
menyentuh dengan rasa sahwat, ini semua termasuk pelanggaran terberat
dalam ibadah haji.
Sebagaimana firman Allah SWT:
67 فرض فيهن الحج فلا رفث ولا فسوق ولا جدال في الحج نمف
Artinya: ”Siapa yang telah mendapat kewajiban haji, janganlah ia melakukan perbuatan rofast, kefasikkan, dan pertengkaran dalam ibadah haji.
Inilah dasar hukum tentang persetubuhan secara umum yang
dipegang para ulama yang melarang persetubuhan dalam ibadah haji yang
dapat membatalkan ibadah haji dan diwajibkan membayar denda dan
diwajibkan pula untuk mengulangi pada tahun depan. Akan tetapi para ulama
berbeda pendapat apabila persetubuhan itu terjadi setelah wukuf.
Menurut Imam Abi Yahya Ibn Syaraf Nawawi berpendapat bahwa
persetubuhan itu dapat merusak/membatalkan ibadah haji apabila dilakukan
sebelum tahallul awal, baik setelah wukuf di Arafah atau sesudah wukuf di
Arafah.68
Menurut Imam Malik berpendapat bahwa hajinya rusak atau batal
apabila persetubuhan itu dilakukan sebelum melempar Jumrah, baik dilakukan
sebelum wukuf di Arafah atau sesudah wukuf di Arafah.69
67 Ibid, hlm 48 68 Imam Abi Zakaria ibn Saraf Nawawi, Mughni Muhtaj, Darul Fikr, Juz 1, hlm 523 69 Abdurrohman az Jazairi, op cit, hlm 606
36
Persetubuhan yang dilakukan sebelum melempar jumrah Aqabah itu
merusak haji tidak ada perbedaan antara persetubuhan yang terjadi sebelum
wukuf atau sesudah wukuf. Pandangan ini merupakan pendapat Imam Malik
dan Imam Syafi’i.70
Menurut Ibnu Abbas at Thobari, bahwa persetubuhan yang dilakukan
sebelum tahallul awal maka hajinya rusak atau batal, baik dilakukan sebelum
wukuf atau sesudah wukuf.71
Menurut Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni
berpendapat bahwa persetubuhan dapat merusak atau membatalkan ibadah
haji apabila terjadi sebelum tahallul awal, baik dilakukan sebelum wukuf atau
sesudah wukuf.72
Sementara Ibn Mas’ud Al-Kasani dalam kitab badai’ ash-shanai’
berpendapat bahwa bersetubuh dapat merusak atau membatalkan haji dengan
syarat apabila persetubuhan itu terjadi sebelum wukuf di Arafah, tetapi kalau
bersetubuh itu terjadi setelah wukuf di Arafah maka hajinya tidak rusak atau
batal tapi wajib membayar fidyah.73
G. Kedudukan wukuf di Arafah
Wukuf merupakan salah satu rangkaian dari seluruh rangkaian
ibadah haji. Kegiatan ini tidak boleh ditinggalkan oleh seseorang yang
melakukan ibadah haji, karena ia menjadi rukun, dan rukun merupakan salah
70 Said abdil Qodir Basyantar, op cit, hlm 560 71 Sayyid Sabbiq, op cit, hlm 315ss 72 Ibnu Qudaemah, op cit, hlm 125 73 Ibn Mas’ud Al-Kasani, op cit, hlm. 125
37
satu unsur penting yang sama sekali tidak dapat ditinggalkan, dan kalau
ditinggalkan maka haji seseorang menjadi tidak sah. Seseorang yang
menderita sakit, meskipun tidak dapat berjalan, atau tidak dapat duduk, maka
harus dibawa ke Arafah untuk melakukan wukuf, walaupun wukufnya dalam
keadaan apapun, sadar atau tidak sadar.74
Wukuf adalah hadir di Arafah pada waktu tertentu dan syarat-syarat
tertentu dalam rangka melaksanakan ibadah yang merupakan rangkaian
ibadah haji. Wukuf merupkan salah satu rukun haji. Para ulama sepakat
mengenai kedudukan wukuf sebagai rukun haji sehingga orang yang
meninggalkan ibadah ini, maka hajinya menjadi batal.75
Perintah untuk melaksanakan wukuf dalam pelaksanaan haji terdapat
dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-
Baqarah ayat 199:
.76يم الله إن الله غفور رح ام أفيضوا من حيث أفاض الناس واستغفرو ث
Artinya: Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.
Meskipun para ulama sepakat tentang kedudukan wukuf sebagai
rukun haji, tetapi terdapat perbedaan pendapat di kalangan mereaka dalam
menentukan syarat, wajib, dan sunnah dalam pelaksanaan wukuf.77
74 Ahmad Thaib Raya, Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk-Beluk Ibadah Dalam Islam,
Jakarta: KENCANA, Cet Ke-1, 2003, hlm 298 75 Abdul Halim, Ikhwan, op cit, hlm 510 76 Al-Qur’an dan Terjemahnya, op cit, hlm 48 77 Abdul Halim, Ikhwan, op cit, hlm 510
38
Di sini penulis akan mencantumkan hal-hal yang sunnah dilakukan
selama wukuf secara umum adalah sebagai berikut:
1. Disunnahkan berangkat ke Mina pada hari Tarwiyah, pada tanggal 8
Zulhijjah, tinggal di sana dan mabit di sana hingga terbit fajar pada hari
Arafah, lalu berangkat ke Arafah setelah terbit fajar.
2. Sunnah berada di Namirah, dekat Arafah.
3. Melakukan adzan, dan shalat jamak taqdim dan qashar, Dzuhur dan
Ashar.78
Setelah selesai shalat, mereka melakukan wukuf. Hal-hal yang disunnahkan
selama wukuf adalah sebagai berikut:
1. Mandi
2. Tidak memasuki areal Arafah kecuali setealah tergelincir dan shalat.
3. Berkhotbah dan menjamak dua shalat.
4. Segera melakukan wukuf setelah shalat.
5. Berada di areal wukuf sampai terbenam matahari.
6. Tetap di tempat, tidak berjalan-jalan.
7. Menghadap kiblat, dalam keadaan bersuci, menutup aurat.
8. Lebih afdlal, wukuf tidak di dalam tempat tertutup.
9. Dalam keadaan tidak berpuasa.
10. Dalam keadaan khusyu’, tekun berdoa dll.
11. Memperbanyak berdoa, istighfar, dll.79
78 Ahmad Thaib Raya, Siti Musdah Mulia, op cit, 303 79 Ibid
39
Adapun tempat wukuf adalah seluruh areal Arafah menjadi areal
untuk melakukan wukuf. Di mana saja seseorang melakukan wukuf, dengan
syarat masih berada di dalam wilayah Arafah, maka wukufnya dinyatakan sah
dan ia telah melakukan wukuf dengan baik. Lebih, menurut para ulama,
melakukan wukuf di Jabal Rahmah.80
Waktu wukuf di Arafah secara syari’at telah ditetapkan waktunya,
yaitu dimulai tergelincirnya matahari sampai terbit fajar yang kedua pada hari
nahar. Hal ini didasarkan atas sunnah Nabi yang melakukan wukuf setelah
tergelincir matahari. Oleh sebab itu orang yang melakukan wukuf sebelum
tergelincirnya matahari, maka wukufnya tidak sah.81
80 Ibid, 299 81 Ibid, hlm 300