Upload
retno-putri-hapsari
View
94
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan
Citation preview
5/27/2018 BAB II fiks
1/31
BAB II
KAJIAN LITERATUR
2.1 Pengertian Morfologi dan Arsitektur Kota
Menurut Spiro Kostof (1991) Kota adalah Leburan Dari
bangunan dan penduduk, sedangkan bentuk kota pada
awalnya adalah netral tetapi kemudian berubah sampai hal ini
dipengaruhi dengan budaya yang tertentu. Awal pembentukan
kota atau embrio kota berawal dari sekelompok hunian di
tepian air (laut atau sungai), untuk memudahkan transportasi,
air untuk keluarga dan pertanian. Seiring dengan
perkembangan jaman, transportasi digantikan oleh
transportasi darat sehingga perkembangan kota ditepi air
mulai didaratkan dan berkembang dengan berbagai variasi
dengan elemen kebudayaan (Diktat Mata Kuliah Morfologi
dan Arsitektur Kota, 2007). Menurut Amos Rapoport, sebuah
kota adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat, dan
permanen, terdiri dari kelompok individu-individu yangheterogen dari segi sosial. Sedangkan pendapat John E.
Hardoy dikutip oleh Amos Rappaport kemudian diulas kembali
oleh Zahnd mengemukakan tentang sepuluh kriteria yang
secara spesifik merumuskan tentang kota, di antaranya :
1. Ukuran dan jumlah penduduknya yang besar terhadap
massa dan tempat;
2. Bersifat permanen;
3. Kepadatan minimum terhadap massa dan tempat;
4. Struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang
ditunjukkan oleh jalur jalan dan ruang-ruang perkotaan
yang nyata;
5. Tempat dimana mesyarakat tinggal dan bekerja;
6. Fungsi perkotaan minimum yang diperinci, yang
meliputi sebuah pasar, sebuah pusat administratif atau
pemerintahan, sebuah pusat militer, sebuah pusat
keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual
bersama dengan kelembagaan yang sama;
7. Heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarkis
pada masyarakat;
8. Pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan
sebuah daerah pertanian di tepi kota dan memproses
bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas;
5/27/2018 BAB II fiks
2/31
9. Pusat pelayanan bagi daerah-daerah lingkungan
setempat;
10. Pusat penyebaran, memiliki suatu falsafah hidup
perkotaan pada massa dan tempat itu.
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan
perubahan suatu kawasan dan sekitarnya sebagai bagian dari
suatu kawasan perkotaan yang lebih luas, menurut Gallion
dalam buku The Urban Pattern disebutkan bahwa
perubahan suatu kawasan dan sebagian kota dipengaruhi
letak geografis suatu kota. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap perubahan akibat pertumbuhan daerah di kota
tersebut, apabila terletak di daerah pantai yang landai, pada
jaringan transportasi dan jaringan hubungan antar kota, maka
kota akan cepat tumbuh sehingga beberapa elemen kawasan
kota akan cepat berubah.Perumusan Rapoport ini
memperluas argumentasinya tentang kota yang kemudian
mendapatkan rumusan baru tentang definisi kota yaitu sebuah
permukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota bukan
dari segi ciri-ciri morfologis, bentuk, dan ukuran tertentu atau
bahkan kumpulan ciri-cirinya, melainkan dari segi suatu fungsi
khusus yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan
ruang-ruang efektif melalui pengorganisasian sebuah daerah
pedalaman yang lebih besar berdasarkan hirarki-hirarki
tertentu. Tidak mungkin dimulai dengan penemuan sebuah
bentuk perkotaan, melainkan rupa bentuk tersebut akan
terwujud dan berarti dalam penyusunannya (Shadrach
Woods:1991). Artinya, ciri-ciri morfologi, bentuk, dan wujud
perkotaan dapat sangat berbeda antara suatu wilayah
terhadap wilayah lainnya, namun beberapa prinsip dan
elemen arsitektur perkotaan tetap dapat diamati di mana pun
terkait dalam susunannya.
2.2 Pengertian Kawasan Pemukiman
Kota merupakan pemukiman yang relatif besar, padat
dan permanen yang terdiri dari kelompok individu-individu
yang heterogen dari segi sosial. Sebuah pemukiman dapat
dirumuskan sebagai sebuah kota bukan dari segi ciri-ciri
morfologis, bentuk dan ukuran tertentu atau bahkan kumpulan
ciri-cirinya, melainkan dari segi suatu fungsi khusus yaitu
menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang-ruang
efektif melalui pengorganisasian sebuah daerah pedalaman
5/27/2018 BAB II fiks
3/31
yang lebih besar berdasarkan hierarki-hierarki tertentu
(Rapport).
Beberapa pengertian mengenai permukiman, antara
lain adalah permukiman merupakan perumahan dengan
segala isi dan kegiatan yang ada di dalamnya. Permukiman
memiliki arti lebih luas daripada perumahan yang hanya
merupakan wadah fisiknya saja, sedangkan permukiman
merupakan perpaduan antara wadah (alam, lindungan, dan
jaringan) dan isinya (manusia yang hidup bermasyarakat dan
berbudaya di dalamnya). (Kuswartojo dan Salim, 1997 : 21).
Menurut Soedarsono (2001:19), permukiman
merupakan suatu kawasan perumahan lengkap dengan
prasarana lingkungan, prasarana umum, dan fasilitas sosial
yang mengandung keterpaduan kepentingan dan keselarasan
pemanfaatan sebagai lingkungan kehidupan. (Soedarsono
dalam Ridho, 2001 : 19)
Jadi, permukiman dapat dirumuskan sebagai suatu
kawasan perumahan yang ditata secara fungsional sebagai
satuan sosial, ekonomi, dan fisik tata ruang, dilengkapi
dengan prasarana lingkungan, sarana umum dan fasilitas
sosial. Kawasan tersebut merupakan suatu kesatuan yang
utuh, dengan membudidayakan sumber daya dan dana dalam
mengelola lingkungan yang ada untuk mendukung
kelangsungan dan peningkatan mutu kehidupan manusia. Di
samping itu, juga memberi rasa aman, tenteram, nikmat,
nyaman, dan sejahtera dalam keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan agar berfungsi sebagai wadah yang dapat
melayani kehidupan pribadi, keluarga, maupun masyarakat.
Menurut Yudhohusodo (1991:55), permukiman memiliki
fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai rumah tinggal dalam suatu lingkungan yang
mempunyai sarana dan prasarana yang diperlukan
oleh manusia untuk memasyarakatkan dirinya
2. Sebagai alat pengaman diri, namun rumah tidak
dimaksudkan untuk pelindung yang menutup diri
penghuninya seperti sebuah benteng, tetapi pelindung
yang justru juga harus membuka diri dan menyatu
sebagai bagian dari lingkungannya
3. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
permukiman sebagai insan sosial rumah dianggap
sebagai alat pemenuhan kebutuhan sosial budaya
dalam masyarakat dan sebagai insan ekonomi, rumah
5/27/2018 BAB II fiks
4/31
dipandang sebagai investasi jangka panjang oleh
manusia.
Pada dasarnya perumahan dan pemukiman adalah
dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan berkaitan erat
dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan
seperti halnya pada kawasan permukiman Gendingan,
Semarang. Pada kawasan ini terdapat permukiman dan
perumahan dimana keberadaan perumahan tersebut muncul
setelah adanya perkembangan permukiman di sekitarnya.
2.3 Teori Planned and Unplanned
2.3.1 Unplanned City
Pola muncul secara spontan tanpa ada perencanaan
sebelumnya disebut sebagai unplanned city dan karena
sifatnya yang selalu tumbuh berkembang sesuai dengan
keperluan atau kebutuhan penggunanya maka pola ini bisa
disebut juga sebagai pola organic pattern.. Kekuatan
individual bergerak menjadi kekuatan komunal unplanned city
bersifat tidak teratur, organisme, non geometris. Dengan
kejadian melengkung jalan-jalan dan didefinisikan secara
acak ruang terbuka.
2.3.2 Planned City
Pola yang kedua, merupakan bentuk kota yang
dihasilkan dari perencanaan tertentu, bisa dikelompokkan lagi
menjadi 2 pola, yakni ; grid, sebagai pola perancangan yang
paling tua dan kemudian disempurnakan menjadi pola
diagram.Bentuk Planned City yang paling tua:
Suatu bentuk Planned yang paling fleksibel
Dapat melayani berbagai motivasi atau tujuan planning
Military, religion, merchantile capitalism
Ekonomis, sistemik, teratur
Di dalam planned city terdapat keuntungan dan
kerugian menggunakan bentuk ini, yaitu :
Keuntungan :
akses lebih mudah
pengaturan letak fasilitas simpel
Kerugian :
Bersifat monoton
Kurang dpt beradaptasi dg topografi
5/27/2018 BAB II fiks
5/31
2.4 Teori Urban Design
2.4.1 Figure Ground
Teori figure ground merupakan hubungan tekstural
antara bentuk yang dibangun (building mass) dan ruang
terbuka (open space). Figure adalah suatu istilah untuk
menunjukkan massa yang dibangun (biasanya digambarkan
dengan warna hitam) dan ground adalah istilah untuk semua
ruang yang berada di luar massa itu (biasanya ditunjukkan
dengan warna putih). Analisis figure ground adalah alat yang
sangat baik untuk mengidentifikasikan sebuah tekstur dan
pola-pola sebuah tata ruang perkotaan (urban fabric) serta
mengidentifikasikan masalah keteraturan massa/ruang
perkotaan. Analisis figure ground dapat digunakan untuk
membantu menangani masalah ketepatan (constancy) dan
perubahan (change) dalam perancangan kota. Selain itu juga
membantu menentukan pedoman dasar dalam rancang kota
yang konkret sesuai tekstur konteksnya. Namun, analisis
figure ground mempunyai kelemahan dimana perhatiannya
hanya mengarah pada gagasan ruang perkotaan dua dimensi
saja, sehingga perhatiannya dianggap terlalu statis.
Gambar figure ground ini dapat digunakan untuk
menunjukkan keadaan tekstur kota atau kawasan dari kota
tersebut. Namun, terkadang sebuah figure ground juga
digambarkan dengan warna sebaliknya, agar dapat
mengekspresikan efek tertentu. Analisis figure grounddapat
digunakan untuk membantu menangani masalah ketepatan
(constancy) dan perubahan (change) dalam perancangan
kota. Selain itu juga membantu menentukan pedoman dasar
dalam rancang kota yang konkret sesuai tekstur konteksnya.
Namun, analisis figure groundmempunyai kelemahan dimana
perhatiannya hanya mengarah pada gagasan ruang
perkotaan dua dimensi saja, sehingga perhatiannya dianggap
terlalu statis.
Manfaat-manfaat dari melakukan analisis figure
ground, antara lain :
1. Mengidentifikasikan tekstur dan pola-pola tata ruang
perkotaan (urban fabric), sehingga akan dapat
ditemukan ciri khas tatanan kawasan tersebut dan
lingkungannya.
2. Mengidentifikasi masalah keteraturan massa atau
ruang perkotaan.
5/27/2018 BAB II fiks
6/31
3. Mengungkapkan perbedaan rupa kehidupan dan
kegiatan masyarakat perkotaan secara arsitektural.
4. Mengetahui keunikan sebuah ruang perkotaan.
Sedangkan Kelemahan-kelemahan dari analisis figure
groundantara lain :
1. Perhatiannya hanya mengarah pada gagasan-
gagasan ruang perkotaan yang berbentuk dua
dimensi.
2. Perhatiannya sering dianggap terlalu statis.
3. Kurang jelasnya pola di suatu kawasan perkotaan
yang akan dianalisis.
Di dalam pola-pola kawasan secara tekstural yang
mengekspresikan rupa kehidupan dan kegiatan perkotaan
secara arsitektural dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok
yaitu :
1. Susunan kawasan yang bersifat homogen yang jelas,
dimana hanya ada satu pola penataan.
2. Susunan kawasan yang bersifat heterogen, dimana
dua atau lebih pola berbenturan.
3. Susunan kawasan yang bersifat menyebar dengan
kecenderungan kacau (Zahnd, Markus 1999 : 80).
Solid dan void merupakan dua kelompok elemen
dalam tekstur figure ground, yang memiliki elemen-elemen
dasar sebagai berikut (Zahnd, Markus 1999 : 96). Terdapat
tiga elemen solidyaitu :
1. Blok Tunggal
Blok tunggal adalah blok yang mendefinisi sisi dan
blok medan, yang bersifat agak individual sehingga
paling mudah untuk diidentifikasi. Akan tetapi, elemen
ini juga dapat dilihat sebagai bagian dari satu unit yang
lebih besar, dimana elemen tersebut sering memiliki
sifat yang penting (misalnya sebagai penentu sudut,
hirarki dan penyambung).
Sumber: Markus Zahnd, 1999Gambar 2.1
Blok Tunggal
5/27/2018 BAB II fiks
7/31
2. Blok Yang Mendefinisi Sisi
Blok yang mendefinisi sisi dapat berfungsi sebagai
pembatas secara linear, dimana pembatas tersebut
dapat dibentuk oleh elemen dari satu, dua atau tiga
sisi.
Sumber: Markus Zahnd, 1999
Gambar 2.2Blok yang Mendefinisi Sisi
3. Blok Medan
Blok medan memiliki bermacam-macam massa dan
bentuk, namun masing-masing tidak dilihat sebagai
individu-individu, melainkan hanya dilihat keseluruhan
massanya secara bersama.
Sumber: Markus Zahnd, 1999
Gambar 2.3Blok Medan
Sementara untuk elemen void, terdapat empat buah
elemen, yaitu sebagai berikut :
1. Elemen sistem yang tertutup secara linear
Elemen ini memperhatikan ruang yang bersifat linear,
tetapi kesannya tertutup. Elemen ini sering dijumpai di
kota.
Sumber: Markus Zahnd, 1999
Gambar 2.4
Sistem Tertutup yang Linear
2. Elemen sistem tertutup sentral
Elemen ini sudah jarang dijumpai karena memiliki pola
ruang yang bersifat terfokus dan tertutup. Ruang
tersebut dapat diamati pada skala besar (misalnya di
pusat Kota).
5/27/2018 BAB II fiks
8/31
Sumber: Markus Zahnd, 1999
Gambar 2.5Sistem Tertutup yang Sentral
3. Elemen sistem terbuka yang linier
Elemen ini memberi kesan ruang yang bersifat terbuka
namun masih tampak terfokus (misalnya alun-alun
besar, pusat kota, dan lain-lain).
Sumber: Markus Zahnd, 1999
Gambar 2.6Sistem Tebuka yang Sentral
4. Elemen sistem terbuka yang sentral
Elemen ini memperlihatkan pola ruang yang
berkesan terbuka dan linear (misalnya kawasan sungai
dan lain-lain). Dalam literatur arsitektur, elemen
terbuka kadang-kadang juga diberikan istilah soft-
space, sedangkan ruang tertutup dinamakan hard-
space.
Sumber: Markus Zahnd, 1999
Gambar 2.7Sistem Tebuka yang Linear
Elemen-elemen solid atau void tidak boleh dilihat
terpisah satu dengan yang lain, karena secara bersama-sama
membentuk unit-unit perkotaan yang sering menunjukkan
sebuah tekstur perkotaan dalam dimensi yang lebih besar.
Ada enam pola tekstur kawasan kota secara diagramatis,
yaitu meliputi pola grid, angular, kurvilinear, radial konsentris,
aksial serta organis.
2.4.2 Linkage System
Teori ini disebut dengan istilah linkage (penghubung)
karena memperhatikan dan menegaskan dengan hubungan
dan gerakan-gerakan (dinamika) sebuah tata ruang
perkotaan. Pembagian elemen linkage perkotaan dibagi
dalam tiga pendekatan, yaitu :
5/27/2018 BAB II fiks
9/31
A. Visual
Dua atau lebih fragmen kota dihubungkan menjadi
satu kesatuan secara visual berdasarkan dua pokok
perbedaan yaitu :
Yang menghubungkan dua daerah secara netral
Yang menghubungkan dua daerah dengan
mengutamakan salah satu daerah
Ada lima elemen penting penghasil linkage visual,
antara lain :
a. Garis (line)
Menghubungkan secara langsung antara dua
tempat dengan satu deretan massa
(pohon/bangunan).
Sumber : Markus Zahnd, 1999 : 111
Gambar 2.8Garis
b. Koridor
Dibentuk oleh dua deretan massa
(bangunan/pohon) yang membentuk sebuah ruang.
Sumber : Markus Zahnd, 1999 : 111
Gambar 2.9Koridor
c. Sisi (edge)
Sama dengan elemen garis tetapi dibuat secara
tidak langsung sehingga tidak perlu dirupakan
sebuah garis yang massanya agak tipis melainkan
hanya sebuah wajah yang massanya kurang
penting.
Sumber : Markus Zahnd, 1999 : 111
Gambar 2.10Sisi
d. Sumbu (axis)
Mirip dengan elemen koridor yang bersifat spasial
dengan perbedaan ada pada dua daerah yang
dihubungkan oleh elemen tersebut, yang sering
mengutamakan salah satu daerah.
5/27/2018 BAB II fiks
10/31
Sumber : Markus Zahnd, 1999 : 111
Gambar 2.11Sumbu
e. Irama (rhytm)
Menghubungkan dua tempat dengan variasi massa
dan ruang.
Sumber : Markus Zahnd, 1999 : 111
Gambar 2.12Irama
B. Kolektif
Kawasan perkotaan berkarakteristik bentuk kolektif
karena memiliki banyak wilayah yang mempunyai arti
terhadap hubungan dari dalam maupun luar. Dua syarat agar
bentuk kolektif dapat dilihat yaitu :
Bentuk kolektif yang berbeda dengan
lingkungannya
Bentuk kolektif yang berhubungan dengan
lingkungannya
Adapun elemen-elemen system bentuk kolektif yaitu:
a. Compositional Form
Merancang objek-objek secara komposisi dua
dimensi dan individual yang hubungan antara
masing-masingnya agak abstrak.
Sumber : Markus Zahnd, 1999 : 111
Gambar 2.13Compositional Form
b. Megaform
Menghubungkan struktur seperti bingkai yang linieratau sebagai grid dimana linkage dicapai melalui
5/27/2018 BAB II fiks
11/31
hirarki yang bersifat open ended (masih terbuka
untuk berkembang) Contoh: kawasan makro seperti
lapangan terbang, kampus, dan industri.
Sumber : Markus Zahnd, 1999 : 111
Gambar 2.14Megaform
c. Groupform
Groupform muncul dari akumulasi bentuk dan
struktur yang biasanya berdiri disamping ruang
terbuka publik dimana linkage dikembangkan
secara organis. Contoh: kota kuno dan desa.
Sumber : Markus Zahnd, 1999 : 111
Gambar 2.15Groupform
2.4.3 Place
Sebuah place adalah sebuah space yang memiliki
suatu ciri khas tersendiri. Sebuah space akan ada kalau
dibatasi sebagai sebuah void, dan sebuah space menjadi
sebuah place kalau mempunyai arti dari lingkungan yang
berasal dari budaya daerahnya (Zahnd, Markus. 1999:138).
Untuk memperhatikan kondisi sebuah kota, citra kota
menjadi sangat menentukan dalam konteks perancangan.
Citra kota erat kaitannya dengan citra mental masyarakatnya.
Seseorang bisa merasakan kenyamanan tinggal di sebuah
kawasan kota, ia bisa memahami keberadaannya dengan
identitas bangunan-bangunan yang ada di sekitarnya, ia
5/27/2018 BAB II fiks
12/31
merasa memiliki hubungan emosional dengan lingkungan
yang secara struktur memiliki kaitan satu dengan lainnya, dan
selanjutnya ia merasakan sesuatu yang menggugah dirinya
mengenai fungsi kehadiran objek-objek fisik yang menandaikehidupan sebuah kota (Lynch, 1969). Masyarakat dapat
merasakan bagaimana perasaannya tinggal di sebuah kota,
yang secara jelas memperlihatkan indikator-indikator indrawi
berkaitan dengan aspek-aspek identitas, struktur, dan makna.
Menurut Budiharjo (dalam Ardian, 2007), terdapat
enam tolak ukur yang digunakan dalam penggalian,
pelestarian, dan pengembangan citra kota, antara lain nilai
kesejarahan, baik dalam arti sejarah perjuangan nasional
(Gedung Proklamasi, Tugu Pahlawan) maupun sejarah
perkembangan kota (Kota Lama di Semarang, kawasan
Malioboro di Yogyakarta), nilai arsitektur lokal/tradisional
(terdapat keraton, rumah pangeran), nilai arkeologis (candi-
candi, benteng), nilai religiusitas (masjid besar, tempat ibadah
lain), nilai kekhasan dan keunikan setempat, baik dalam
kegiatan sosial, ekonomi, dan sosial budaya, nilai keselarasan
antara lingkungan buatan dengan potensi alam yang dimiliki.
Teori-teori citra kota sangat dipengaruhi oleh teori
yang diformulasikan oleh Kevin Lynch, seorang tokoh peneliti
kota. Dalam risetnya ia menemukan pentingnya citra mental
itu karena citra akan memberikan banyak hal yang sangatpenting bagi masyarakatnya, seperti kemampuan untuk
berorientasi dengan mudah dan cepat disertai perasaan
nyaman karena tidak merasa tersesat, identitas yang kuat
terhadap suatu tempat, dan keselarasan dengan tempat-
tempat yang lain.
Komponen pembentuk identitas arsitektur dan
lingkungan binaan kota, antara lain:
Identitas dari beberapa obyek/elemen dalam suatu
kota yang berkarakter dan khas sebagai jati diri yang
dapat membedakan dengan kota lainnya
Struktur, yaitu mencakup pola hubungan antara
obyek/hubungan dengan obyek/elemen lain dalam
ruang kota yang dapat dipahami dan dikenali oleh
pengamat, struktur berkaitan dengan fungsi kota
tempat obyek/elemen tersebut berada
Makna, yaitu pemahaman arti yang diserap oleh
pengamat terhadapat dua komponen (identitas dan
5/27/2018 BAB II fiks
13/31
struktur kota) melalui dimensi simbolik, fungsional,
emosional, historik, budaya, poltik.
2.5 Citra Kota
Citra kota adalah gambaran mental dari sebuah kotasesuai dengan rata-rata pandangan masyarakatnya. Citra
kota ditentukan oleh pola dan struktur lingkungan fisik yang
dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor sosial,
ekonomi, budaya, kelembagaan, adat istiadat, serta politik
yang pada akhirnya akan berpengaruh pula dalam
penampilan fisiknya. Citra kota dapat dibagi dalam lima
elemen, yaitu:
1. Path(Jalur)
Path merupakan rute-rute sirkulasi yang biasanya
digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum,
yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta
api, saluran, dan sebagainya. Path adalah elemen yang paling
penting dalam citra kota karena jika identitas elemen ini tidak
jelas maka kebanyakan orang meragukan citra kota secara
keseluruhan.
Sumber: www.niasonline.net
Gambar 2.16
Jalan Utama
Path mempunyai identitas yang lebih baik jika memiliki
tujuan rute-rute sirkulasi yang jelas, terdapat penampakan
yang kuat, ada belokan yang jelas, mempunyai karakter
spesifik meliputi bangunan dan aktivitas yang ada di
sepanjang path. Setiap kota pasti mempunyai jaringan jalan
utama. Jaringan jalan raya kota merupakan jaringan pathways
untuk keseluruhan kota.
2. Edge (Tepian)
5/27/2018 BAB II fiks
14/31
Edge yang merupakan pengakhiran dari sebuah
district atau batasan sebuah district dengan lainnya berada
pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi
sebagai pemutus linear (misalnya pantai, batasan antaratopografi, dan sebagainya). Edge adalah elemen linier yang
tidak dipakai atau dilihat sebagai path.
Edge memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas
tampak jelas batasnya demikian pula fungsi batasnya harus
jelas membagi atau menyatukan. Misalnya, daerah
permukiman yang dibatasi oleh sungai, daerah pertokoan
dibatasi oleh gerbang-gerbang tol menuju tempat parkir, atau
pagar lapangan golf yang luas membatasi wilayah
perindustrian terhadap wilayah permukiman.
Sumber: i5.photobucket.com
Gambar 2.17
Edge (tepian)
3. District (Kawasan)
District merupakan kawasan-kawasan kota yang
homogen, dalam skala dua dimensi yang memiliki ciri khas
yang mirip (bentuk, pola, dan wujudnya) dan memiliki
kekhasan pula dalam batasnya. District dalam kota dapat
dilihat sebagai referensi interior maupun eksterior. District
menunjukkan satu kesatuan fungsional maupun teritorial.
District mempunyai identitas yang lebih baik jika
tampilan batasnya dibentuk dengan jelas dan dapat dilihat
homogen, fungsi dan posisinya jelas, dan berdiri sendiri atau
terkait dengan district yang lain. Contohnya yang terdapat di
pusat kota, uptown, midtown, daerah perumahan, daerah
industri, sub-urban, kampus, pusat perdagangan (ditandai
dengan bangunan-bangunan bertingkat dengan lalu lintas
yang padat dan daerah-daerah kantor-kantor kedutaan besar
negara asing ditandai oleh rumah-rumah besar dengan
halaman luas serta jalan-jalan lebar bertipe boulevard
dengan taman atau pohon-pohon di jalur tengah), serta
kawasan khusus bersejarah (ditandai dengan sekumpulanbangunan kuno/bersejarah).
5/27/2018 BAB II fiks
15/31
Namun, kadang-kadang district juga dapat berbaur
dalam karakter dan tidak mempunyai batas-batas (pemisah)
yang jelas, seperti midtownarea di Manhattan.
Sumber: wb3.indo-work.com
Gambar 2.18Kawasan Industr i Candi
4. Node (Simpul)
Merupakan pusat aktivitas, simpul atau lingkaran
daerah strategis dimana arah atau aktivitasnya saling bertemu
dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain. Node merupakan
pertemuan dari beberapa path (misalnya, persimpangan lalu
lintas dan perempatan jalan, ataupun berupa simpul atau
lingkaran daerah strategis dengan aktivitas yang dapat
berubah, misalnya jembatan, pasar, dan taman.
Tidak semua persimpangan jalan adalah sebuah node
karena yang menentukan adalah citra place terhadapnya.Node mempunyai identitas yang lebih baik apabila tempatnya
memiliki bentuk yang jelas dan mudah diingat, memiliki
tampilan yang berbeda dari lingkungannya, dan terkait
dengan aktivitas harian maupun event.
Sumber: i22.photobucket.com
Gambar 2.19
Node (s impul )
5. Landmark (Tengeran)
Sebuah lingkungan tertentu atau seluruh kota tentu
saja lebih daripada visual, yang nantinya akan menimbulkankesan tersendiri dari setiap orang. Dalam hal ini, landmark
5/27/2018 BAB II fiks
16/31
merupakan titik referensi seperti elemen node tetapi orang
tidak masuk ke dalamnya karena dapat dilihat dari luar
letaknya. Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota
karena membantu orang untuk mengorientasikan diri di dalamkota dan membantu orang mengenali kota itu sendiri secara
keseluruhan dan juga kota-kota lain. Landmark merupakan
elemen eksternal sekaligus tanda visual yang menonjol dan
menarik perhatian pada suatu kota. Landmark dapat juga
diartikan sebagai tetenger yang merupakan aksentuasi
identitas wilayah, baik untuk skala distrik maupun skala kota.
Landmark seringkali diidentikkan dalam perwujudan
tugu dan gapura. Namun, landmark juga dapat berupa
bangunan, pegunungan, dan sejenisnya. Bangunan ini dapat
menjadi landmark apabila terletak pada lokasi yang penting
dan mempunyai bentuk yang berarti pula. Secara tidak
langsung, dapat dikatakan bahwa harus ada bangunan-
bangunan lain yang kurang penting, supaya sebuah
bangunan dapat menonjol dalam pemandangan kota.
Landmark dapat berupa bangunan fisik atau
perubahan massa atau ruang, detail arsitektur yang sangat
spesifik, kontekstual, dan mungkin terkait dengan aspek
historis kawasan. Landmark membantu seseorang untuk
mengorientasikan diri di dalam kota.
Landmark akan memiliki identitas yang lebih baik,
apabila bentuknya jelas dan unik, memiliki kekontrasandengan daerah yang berada di sekitarnya, ada sekuens dari
beberapa landmark, dan perbedaan skala dari masing-masing
landmark sehingga tercipta rasa nyaman dalam orientasi.
Path, district, dan edges dapat menjadi landmark
apabila mempunyai karakter dan bentuk visual yang berbeda
dan mengesankan. Adapun jenis landmark dapat diberdakan
menjadi landmark besar dan landmark kecil. Landmark besar
adalah landmark yang dapat dilihat dari jauh. Sedangkan,
landmark kecil merupakan landmark yang dapat dilihat dari
dekat saja, seperti kolam, air mancur, patung-patung di
taman, dan lain-lain.
Fungsi landmark secara umum, antara lain sebagai
orientasi (titik referensi) kota, struktur aktivitas kota, pengarah
rute pergerakan, tanda atau ciri suatu kota.
5/27/2018 BAB II fiks
17/31
Sumber: middlezonemusings.com
Gambar 2.20Landm ark (tengeran)
Lima elemen citra tersebut merupakan unsur dasar
sebuah citra lingkungan secara keseluruhan yang tidak dapat
terlihat secara terpisah karena keberadaannya satu dengan
yang lain.
Sumber: Markus Zahnd, 1999
Gambar 2.21
Bagan Kom binasi dan Interaksi L ima Elemen Ci tra
Bagi sebuah kota apabila kaitan antara elemen itu
terbangun harmonis dan secara fungsional tepat, dengan
sendirinya akan memberikan rasa nyaman. Namun, jika
terjadi sebaliknya akan menimbulkan kegundahan. Untuk
mempersatukan keseluruhan elemen dalam rancang-bangun
yang menarik, membutuhkan suatu kreativitas untuk
mendukung terwujudnya keteraturan ikatan, tetapi tidak
menimbulkan kejenuhan mental.Pentingnya elemen tersebut terletak pada kenyataan
bahwa orang-orang selalu berpikir tentang bentuk kota atas
dasar kelima elemen pokok ini. Dengan memiliki kelima
elemen dan campurannya, tidak berarti bahwa sebuah kota
langsung mempunyai citra yang baik.
5/27/2018 BAB II fiks
18/31
Sumber: Zulfikri, 2007Gambar 2.22
Hubun gan dan Keterkaitan Elemen-Elemen Citra
Kota
2.6 Townscape
Townscape merupakan salah satu cara untuk
mengenal bentuk fisik kota dari segi fisik visual. Townscape
dapat dikenali dari berbagai peletakan bentuk desain
bangunan dan jalan yang berkaitan dengan berbagai
tingkatan perasaan dan emosi masing-masing pengamat.
Konsep mengenai townscapetelah lama dikembangkan oleh
Gordon Cullen pada tahun 1961. Menurut Cullen, lingkungan
yang menghasilkan rasa emosional, dapat dijumpai dengan :
Memperhatikan pada optik (serial vision atau
sequence). Pandangan yang terjadi jika kita berjalan
dari ujung ke ujung dalam suatu site (tapak) dengan
langkah yang teratur.
Memperhatikan pada place. Dicapai dengan reaksi
bahwa posisi tubuh kita berada didalam lingkungan
tertentu. Sangat tergantung pada tingkat batasnya(enclosure) dan tingkat perlindungan (exposure).
Memperhatikan pada isi (content). Perasaan
seseorang terhadap keadaan suatu kawasan kota
tergantung dua faktor yaitu tingkat kesesuaian
(conformity) dan kretivitas (creativity).Kemudian oleh Cluskey dijadikan dasar untuk
menentukan elemen-elemen townscape yang tertulis dalam
bukunya Road Form and Townscape. Konsep townscape
tersebut kemudian dikembangkan oleh Cluskey dalam enam
kategori roadform(Cluskey, 979:112), antara lain:
A. Junction
Junction disebut juga sebagai persimpangan. Ada tiga
tipe dari junction, yaitu:
1. T-Junction
T junction berupa penutupan pemandangan yang
memberi rasa tertentu pada suatu tempat.
Persimpangan T junction ini dapat pula diartikan
sebagai pertigaan. Dalam T junction ini terdapat
beberapa pertemuan jalan dan aktivitas. Pada
umumnya, T junction berupa suatu jalan kecil yang
terhubung ke jalan yang lebih besar.
5/27/2018 BAB II fiks
19/31
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan Kota di Indonesia
Gambar 2.23T Junct ion
2. YJunction
Y junction berfungsi untuk memberikan alternatif
pilihan jalan atau membagi jalan menjadi dua arah
yang menuju tempat yang berbeda. Y junction ini
mampu membangkitkan pemandangan dan
penjelajahan yang menarik perhatian. Oleh karena itu,
orang tidak akan merasa jenuh untuk melewati jalan
tersebut.
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.24Y Junct ion
3. Multiple Views
Multiple viewsmerupakan persimpangan jalan dimana
terdapat dua gang atau lebih yang saling berdekatan,
sehingga timbul rasa ingin tahu orang lain untuk
melihat keadaan di sekitarnya serta dapat
membandingkan bentuk dan karakter suatu gang
tersebut secara bersamaan.
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.25Multiple Views
B. Line (Garis)
Line(garis) merupakan salah satu dari enam kategori
roadform, yang terdiri dari curve (tikungan), angles (sudut),
the pivot (poros), deviation (simpangan), deflection(pembelokan), dan level change(perubahan tingkatan).
5/27/2018 BAB II fiks
20/31
1. Curve (Tikungan)
Penutupan pemandangan seseorang dari struktur
bangunan dan juga merupakan jalan yang mempunyai
bentuk melengkung, sehingga tidak dapat menjangkau
pandangan yang lebih jauh kedepan. Oleh karena itu,
masyarakat harus lebih berhati-hati apabila melewati
tikungan.
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.26Curves
2. Angles (Sudut)
Garis yang berupa tikungan yang berbentuk seperti
patahan, terjadi perubahan sudut garis arah jalan yang
memperlihatkan sisa-sisa pemandangan yang panjang
dan sebagian tertutup, sehingga kita mengalami
kesulitan untuk memiliki jangkauan pandangan kedepan yang luas dan leluasa.
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.27Angles
3. The Pivot (Poros)
Adanya pusat pada suatu bangunan, sehingga jalan
nampak menjadi satu bagian dan saling mengikat
dengan bangunan lain di sekitarnya, terkesan berputar
dan berbentuk lingkaran.
5/27/2018 BAB II fiks
21/31
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.28The Pivot
4. Deviation (Penyimpangan)
Adanya sebuah simpangan kecil yang memisahkannya
ke dalam tempat yang berbeda.
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.29Deviation
5. Deflection (Pembelokan)
Sebuah struktur yang sumbunya merupakan sebuah
sudut ke arah utama pada sebuah rute, yang dapat
muncul untuk membelokan pengguna ke arah yang
baru juga merupakan rute dalam suatu gang yang
didalamnya masih terdapat beberapa percabangan
gang lainnya yang menuju arah yang berlainan tempat.
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.30Deflection
6. Level Change (Perubahan Tingkatan)
Level change merupakan perubahan tingkatan dari
posisi yang lebih tinggi ke posisi yang rendah yang
juga dipengaruhi oleh keadaan topografi suatu
kawasan tersebut atau perubahan lebar jalan dari
posisi terbuka ke posisi yang tertutup, sehingga dapat
menambah keunikan kawasan.
5/27/2018 BAB II fiks
22/31
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.31Level Change
C. Width (Lebar)
Width (lebar) merupakan suatu komponen townscape
yang dilihat dari lebar sempitnya jalan yang terbentuk oleh
karakter dan struktur bangunan yang berada di sekitanya.
Width terdiri dari enam tipe komponen, yaitu fluctuation
(pergerakan), narrowing (penyempitan), funelling
(penyempitan bertahap), widening (pelebaran), constriction(penekanan), dan wing(penghalangan).
1. Fluctuation (Pergerakan)
Adanya pergerakan dalam keterhubungan antar ruang,
misalnya dari tempat sempit keluar menuju tempat
terbuka. Jadi, suatu jalan mengalami suatu pelebaran
ke arah samping, karena di bagian tengah jalan
tersebut digunakan sebagai ruang terbuka (taman,
boulevard, dan lain-lain), tetapi setelah melewati ruang
terbuka tersebut, maka jalan kembali menyempit. Dan,
hal ini terulang beberapa kali.
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.32
Fluctuation
2. Narrowing (Penyempitan)
Narrowing ditandai dengan adanya bangunan yang
menjorok keluar dari garis bangunan yang
memberikan makna penyempitan permukaan jalan.
Selain itu, narrowing juga dapat terjadi akibat adanya
kegiatan atau aktivitas di sekitar jalan, misalnya
aktivitas perdagangan, sehingga menyebabkan lebar
jalan menjadi semakin menyempit.
5/27/2018 BAB II fiks
23/31
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.33Narrowing
3. Funelling (Penyempitan Bertahap)
Funelling dapat diartikan sebagai penyempitan lebar
ruang atau jalan secara bertahap. Jadi, semakin lama
jalan yang dilalui, maka lebarnya akan menjadi
semakin menyempit, seperti memasuki suatu jalan
yang awalnya lebar kemudian lama kelamaan menjadi
menyempit.
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.34Funelling
4. Widening (Pelebaran)
Wideningberupa pergerakan dari tekstur ruang sempit
ke ruang yang besar. Jalan yang kita lalui awalnya
sempit kemudian semakin lama akan menjadi semakin
lebar, sehingga membuat perasaan kita menjadi lebih
lapang dan tidak lagi merasa terkurung.
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.35
Widening5. Constriction (Penekanan)
Diketahui bahwa terjadinya penyempitan ruang dari
yang lebar menjadi menyempit juga merupakan kesan
visual yang kontras terlihat sehingga dengan terjadinya
pemberhentian/penyempitan ruang akan menimbulkan
rasa seakan menekan.
5/27/2018 BAB II fiks
24/31
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.36Constriction
6. Wing (Penghalangan)
Konfigurasi struktur bangunan yang didorong keluar
dari garis bangunan, sehingga terlihat berantakan dan
tidak tersusun rapi, sehingga menimbulkan sebuah
penghalang visual. Keberadaan suatu bangunan dapat
tertutupi oleh bangunan yang lain, sehingga apabila
bangunan tersebut memiliki skala yang tidakmonumental, maka bangunan tersebut tidak akan
terlihat.
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.37
WingD. Overhead
Overhead terdiri dari tujuh tipe, yaitu the chasm
(lorong), the collonade(barisan tiang), the overhang, the arch
(lengkungan), the bridge, the maw, dan going trought.
1. The Chasm
The chasm merupakan suatu lorong sempit panjang
yang dapat memberi kesan menakutkan ataupun
menyenangkan, tergantung dari persepsi dan
pandangan masing-masing individu terhadap lorong
tersebut. The chasm terbentuk oleh adanya dua atau
lebih bangunan yang didirikan dengan menyisakan
ruang bagi orang untuk dapat melakukan pergerakan.
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.38The Chasm
2. The Colonnade
5/27/2018 BAB II fiks
25/31
The collonademerupakan elemen barisan tiang atau
kolom berupa pilar-pilar sebagai penyangga bangunan
yang sejajar dengan garis jalan, dan mampu
menimbulkan kesan yang indah, sehingga mampu
menimbulkan perasaan ketertarikan dan penasaran
orang-orang untuk masuk ke dalam bangunan.
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.39
The Colonnade
3. The Overhang
The overhang merupakan bagian bangunan yang
menjorok keluar. Seperti: ruang untuk aktivitas
berdagang juga ruang bagi pejalan kaki untuk
menghindari panas dan lain-lain.
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.40The Overhang
4. The Arch
The arch adalah pintu masuk suatu tempat yang
memiliki bentuk melengkung dan indah. The arch ini
merupakan suatu simbol yang unik dan kuat untuk
menarik orang untuk memasuki bangunan atau suatu
kawasan tertentu.
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.41The Arch
5. The Bridge
Merupakan jembatan penghubung antara suatu tempat
ke tempat lainnya, the bridge juga dapat digunakan
dalam berbagai cara yang berbeda, seperti aktivitas
berjalan di bawah jembatan, penekanan keterpisahan
5/27/2018 BAB II fiks
26/31
ruang, efek penampakan bangunan pada saat turun
dari lengkungan.
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.42The Bridge
6. The Maw
The mawmerupakan terowongan gelap yang tertutup
atau pintu masuk bangunan yang dapat di jalani dan
menghubungkan ke tempat lain, seperti subway dan
terowongan bawah tanah
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di IndonesiaGambar 2.43
The Maw
7. Going Through
Going trough merupakan bukaan dalam sebuah
struktur bangunan di lintasan jalan. Jadi, terdapat
suatu bangunan yang didirikan di atas jalan, dimana
masyarakat dapat melintas atau melakukan aktivitas di
bawah bangunan tersebut.
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.44Going Through
E. Containment
Containment atau yang biasa dikenal sebagai
pengurungan memiliki empat komponen, yaitu closure
(penutupan), enclosure, going into, dan dead end.
1. Closure (Penutupan)
Closure merupakan suatu bentukan massa
mengelilingi atau membatasi ruang. Misalnya, suatu
5/27/2018 BAB II fiks
27/31
jalan yang pingir jalan tersebut berupa deretan
bangunan yang menutupi ruang terbuka. Closure
mampu menimbulkan rasa bosan bagi yang
melihatnya, karena kita hanya melihat bangunan saja
di sepanjang jalan dan tidak terdapat pemandangan
lain yang dapat menarik perhatian.
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.45Closure
2. Enclosure
Enclosuremerupakan suatu ruang terbuka yang cukup
lapang untuk melakukan berbagai macam aktivitas,
berupa taman, jalan, dan sebagainya.
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.46Enclosure
3. Going Into
Going intomerupakan pintu gerbang yang menunjukan
pengurungan. Jadi, setelah kita memasuki pintu, maka
seolah-olah kita memiliki perasaan terkurung. Namun,
di tengah bangunan tersebut berupa ruang terbuka
yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai
macam aktivitas. Misalnya, stadion Senayan yang
digunakan untuk menggelar berbagai macam
pertandingan olahraga, lapangan sepak bola Jatidiri,dan lain-lain.
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.57Going into
4. Dead End
5/27/2018 BAB II fiks
28/31
Dead end merupakan gang buntu, yang merupakan
akhir dari sebuah jalan. Dead endini biasanya terletak
di kawasan permukiman dimana terdapat jalan-jalan
kecil yang tidak terhubung dengan jalan yang lain.
Seseorang yang memasuki gang buntu harus kembali
lagi ke jalan awal, karena tidak terdapat jalan untuk
memutar keluar dari jalan tersebut.
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.58Dead End
F. Features
Ada delapan tipe features, diantaranya adalah hinting,
enticing, isolation, framing, vistas, incident, puctuation, dan
landmark.
1. Hinting
Hintingmerupakan salah satu dari beberapa tampilankonfigurasi, yang hasilnya membantu seseorang agar
dapat memasuki sebuah ruang yang tidak hanya
memberikan sebuah tanda jalan masuk.
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.59Hinting
2. Enticing
Enticing merupakan suatu poin petunjuk dari sebuah
bangunan (seperti menara) yang menarik perhatian
orang untuk mencapainya, tetapi tidak dapat dicapai
secara langsung. Orang yang ingin pergi ke bangunan
tersebut harus memutar melalui jalan lain terlebih
dahulu, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama.
5/27/2018 BAB II fiks
29/31
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.60Enticing
3. Isolation
Isolationmerupakan sebuah efek yang dramatis yang
dapat dicapai karena melalui suatu jalan yang
terisolasi, dimana di sekitar jalan tersebut terdapat
bangunan yang berbeda dengan bangunan yang lain
(memiliki bentuk jenis bangunan yang berbeda).
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.61Isolation
4. Framing
Framing dapat diartikan sebagai bingkai sebuah
banguan yang membuat jalan tersebut menarik untuk
dilewati. Elemen townscape ini berfungsi untuk
membuat suatu jalan menarik untuk dilewati, karenajalan tersebut sebagai akses menuju ke landmark.
Apabila kita menelusuri jalan tersebut, maka beberapa
saat kemudian kita akan sampai pada landmarkyang
dituju.
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.62Framing
5. Vistas
Vistasmerupakan suatu jalan dimana di pinggir jalan
tersebut terdapat bangunan-bangunan sebagai batas
jalan. Vistas berfungsi untuk memperlihatkan
pemandangan atau panorama kota yang berada di
bagian depan.
5/27/2018 BAB II fiks
30/31
Sumber: Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.63Vistas
6. Incident
Incident merupakan pemandangan yang dapat kita
lihat di sebuah jalan, dan mampu menarik perhatian
bagi orang yang sedang berada di jalan tersebut,
seperti menara, lonceng, dan lain sebagainya.
7. Punctuation
Punctuationdigunakan untuk menunjukan akhiran dari
suatu ruang dan permulaan bagi ruang yang lain.
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.64Punctuation
8. Landmark
Landmarkadalah bangunan atau elemen penting yang
merupakan ciri khas, identitas suatu daerah. Landmark
membantu orang mengorientasikan diri di dalam kota
dan membantu mengenali suatu daerah. Landmark
seringkali diidentikkan dalam perwujudan tugu dan
gapura. Namun, landmark juga dapat berupa
bangunan, pegunungan, dan sejenisnya. Bangunan ini
dapat menjadi landmark apabila terletak pada lokasi
yang penting dan mempunyai bentuk yang berarti pula.
Secara tidak langsung, dapat dikatakan bahwa harus
ada bangunan-bangunan lain yang kurang penting,
supaya sebuah bangunan dapat menonjol dalam
pemandangan kota.
Sumber : Budihardjo, Eko. 1991. Arsitektur dan kota di Indonesia
Gambar 2.65Landmark
G. Serial Vision
Pengertian serial vision yaitu penataan secara visual
suatu penggal jalan tertentu atau ruang terbuka, dengan
5/27/2018 BAB II fiks
31/31
menempatkan focal point atau kontras tertentu sehingga
menimbulkan suatu dramatisasi dalam suatu deretan visual,
dengan demikian pengamat akan merasa terkejut terhadap
suatu pandangan yang terlihat sepotong-sepotong) koridor
dari daerah tersebut, (Edy Darmawan, 2005).