26
BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: “Penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb). Sedangkan menurut Dwi Prastowo dan Rifka Juliaty (2002:52), analisa adalah: “Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.” Secara singkat, analisa dapat diartikan sebagai suatu pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan kebenarannya. 2.2 Biaya Menurut Warren, Reeve, Fees (2005,655) biaya diartikan sebagai: “Biaya adalah pembayaran tunai atau komitmen untuk membayar tunai dari masa datang yang ditujukan untuk menghasilkan pendapatan.”

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

BAB II

BAHAN RUJUKAN

2.1 Analisa

Pengertian analisa menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah sebagai

berikut:

“Penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk

mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya,

dsb).

Sedangkan menurut Dwi Prastowo dan Rifka Juliaty (2002:52), analisa

adalah:

“Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian

itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian

yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.”

Secara singkat, analisa dapat diartikan sebagai suatu pemecahan persoalan

yang dimulai dengan dugaan akan kebenarannya.

2.2 Biaya

Menurut Warren, Reeve, Fees (2005,655) biaya diartikan sebagai:

“Biaya adalah pembayaran tunai atau komitmen untuk membayar tunai

dari masa datang yang ditujukan untuk menghasilkan pendapatan.”

Page 2: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

Sedangkan menurut Mursyidi (2007:14), definisi biaya adalah sebagai

berikut:

“Biaya (cost) diartikan sebagai suatu pengorbanan yang dapat mengurangi

kas atau harta lainnya untuk mencapai tujuan, baik yang dapat dibebankan

pada saat ini maupun pada saat yang akan datang”.

Jadi, biaya merupakan pengukur dalam unit moneter suatu sumber ekonomis

yang digunakan atau dikorbankan untuk tujuan tertentu.

2.2.1 Perbedaan Biaya (Cost) dengan Beban (Expense)

Biaya (cost) diartikan sebagai suatu pengorbanan yang dapat mengurangi kas

atau harta lainnya untuk mencapai tujuan, baik yang dapat dibebankan pada saat ini

maupun pada saat yang akan datang. Pada saat akan atau telah melakukan suatu

kegiatan untuk tujuan tertentu, misalnya akan membuat barang akan mengeluarkan

uang dan menggunakan peralatan yang dimiliki. Uang atau alat baik yang akan atau

telah digunakan untuk kegiatan tersebut dikategorikan sebagai biaya.

Beban (expense) adalah biaya yang telah terjadi (expired cost) yang

dikurangkan dari penghasilan atau dibebankan pada periode yang bersangkutan,

dimana pengorbanan terjadi. Untuk ini dapat berupa uang yang telah dikeluarkan atau

harta/fasilitas yang telah digunakan dalam rangka memperoleh pendapatan yang

diperhitungkan dalam satu periode akuntansi dimana pendapatan diperhitungkan atau

diakui. Misalnya pengeluaran uang untuk transportasi (beban transportasi) yang

diperhitungkan dalam satu periode akuntansi, nilai aktiva tetap yang diperhitungkan

dan dibebankan (beban penyusutan) pada periode akuntansi.

Page 3: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

2.2.2 Klasifikasi Biaya

Menurut Mursyidi (2007:14), pembagian biaya dapat dihubungkan dengan

suatu proses produksi dalam perusahaan industri, baik yang mempunyai hubungan

langsung maupun tidak langsung.

1. Biaya dalam Hubungannya dengan Produk

Dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Biaya Langsung (Direct Cost)

Biaya yang memiliki hubungan langsung dengan suatu produk dikenal

dengan nama Biaya Produksi (Production Cost/Manufacturing Cost/Factory

Cost). Biaya Produksi pada dasarnya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1) Biaya Bahan Baku Langsung (Direct Materials) yaitu biaya

untuk bahan yang menjadi unsur utama terbentuknya suatu produk.

2) Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labour) adalah biaya

atau upah untuk tenaga kerja yang dapat secara langsung merubah

bahan baku menjadi produk dan pembebanan biayanya dapat

ditelusuri pada setiap jenis produk yang dihasilkan.

3) Biaya Overhead Pabrik (Factory Overhead Cost) dapat terdiri

dari bahan baku tidak langsung (indirect material), tenaga kerja

tidak langsung (indirect labor), dan semua biaya produksi yang

tidak dapat dibebankan secara langsung pada suatu produk selain

biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung.

Page 4: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

Bahan tidak langsung adalah bahan yang bukan menjadi unsur

utama dalam suatu produk, sifatnya hanya sebagai pelengkap atau

untuk memperlancar suatu proses produksi. Sedangkan biaya

tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang tidak

mempunyai akibat langsung pada pembentukan suatu produk.

Gabungan biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung

disebut Biaya Utama (Prime Cost), yaitu biaya yang langsung membentuk

produk jadi. Tanpa ada salah satu biaya tersebut tidak akan ada produk yang

dihasilkan, sedangkan gabungan antara biaya tenaga kerja langsung dan biaya

overhead pabrik disebut Biaya Konversi (Conversion Cost), yaitu biaya yang

merubah bahan baku menjadi produk jadi (finished goods).

b. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)

Biaya yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan suatu produk

dikenal dengan nama Beban Komersial (Commercial Expense). Beban

komersial (commercial expense) dapat diklasifikasikan dalam dua jenis sesuai

dengan fungsi dalam perusahaan, yaitu:

1) Beban Pemasaran (Marketing/Selling Expense) adalah semua

jenis beban yang berhubungan dengan pelaksanaan dan penjualan

produk.

Page 5: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

2) Beban Administrasi Umum (General and Administrative

Expense) adalah semua jenis beban yang berhubungan dengan

pengelolaan perusahaan secara keseluruhan.

2. Biaya dalam Hubungannya dengan Volume Produksi

Biaya dapat diklasifikasikan atas dasar perubahan yang terjadi pada

volume produksi atau produk yang dihasilkan atau produk yang terjual, yaitu:

a. Biaya Variabel (Variable Cost)

Biaya variabel memiliki karakteristik antara lain:

1) Secara total biaya variabel berubah sesuai dengan perubahan

volume produksi.

2) Biaya per unit (satuan) relatif tetap.

3) Dapat ditelusuri ke setiap produk yang dihasilkan.

4) Dapat dikendalikan oleh tingkat manajemen yang paling bawah,

bahkan oleh tingkat operasional.

b. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap memilki karakteristik antara lain:

1) Secara total biaya ini tetap pada tingkatan volume produksi

(range) tertentu.

2) Biaya per unit (satuan) selalu berubah sesuai dengan perubahan

volume produksi atau jumlah produk yang dihasilkan.

Page 6: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

3) Pengakuan biaya didasarkan pada kebijaksanaan manajemen atau

metode alokasi biaya.

4) Tanggung jawab pengendalian terletak pada tingkat manajemen

tertentu.

Biaya (Rp) Biaya (Rp)

Unit Unit

Gambar 2.1a Gambar 2.1b

Grafik Biaya Variabel Grafik Biaya Tetap

c. Biaya Semi Variabel (Semi Variable Cost)

Ada beberapa jenis biaya yang mengandung biaya tetap dan biaya

variabel, namun yang bersifat tetap relatif kecil bila dibandingkan dengan

sifat variabelnya. Jenis biaya ini diklasifikasikan sebaga biaya semi variabel

(semi variable cost). Misalnya biaya listrik, telepon, reparasi, dan sewa.

Page 7: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

Biaya (Rp)

Unsur Biaya Variabel

Unsur Biaya Tetap

Kegiatan (jam kerja)

Gambar 2.2

Grafik Biaya Semivariabel

3. Biaya dalam Hubungannya dengan Departemen Manufaktur

Biaya dalam hubungannya dengan departemen pabrik diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu:

a. Biaya Langsung Departemen (Direct Departement Charges) adalah

biaya yang terjadi dan langsung dibebankan pada departemen

bersangkutan dimana biaya itu terjadi.

b. Biaya Tidak Langsung Departemen (Indirect Departemental Charges)

adalah biaya yang terjadi dan tidak dapat langsung dibebankan ke suatu

departemen, namun dibebankan ke departemen yang menikmatinya

Page 8: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

melalui alokasi dan distribusi biaya, misalnya biaya penyusutan gedung,

pajak bumi dan bangunan, biaya asuransi kebakaran, biaya keamanan

merupakan biaya tidak langsung departemen.

4. Biaya dalam Hubungannya dengan Periode Akuntansi

Biaya dalam hubungannya dengan periode pembebanan (periode

akuntansi), biaya dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Pengeluaran Modal (Capital Expenditure) adalah pengeluaran yang

dikapitalisir, artinya pengeluaran yang ditangguhkan pembebanannya.

Pengeluaran ini adalah apa yang disebut dengan harga pokok yang

membentuk atau dianggap sebagai aktiva.

b. Pengeluaran Pendapatan (Revenue Expenditure) adalah pengeluaran

yang langsung dianggap sebagai beban dan mengurangi pendapatan pada

periode akuntansi dimana pengeluaran itu terjadi.

Suatu pengeluaran dapat dinyatakan sebagai pengeluaran modal atau

pengeluaran pendapatan tergantung pada:

1) Kebijaksanaan manajemen.

2) Nilai pengeluaran, apakah relatif besar atau kecil.

3) Mempunyai masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi atau

tidak.

Page 9: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

5. Biaya dalam Hubungannya dengan Operasi Perusahaan

Biaya juga dapat diklasifikasikan dalam hubungannya dengan operasi

perusahaan, yaitu:

a. Biaya Operasional (Biaya Penjualan dan Biaya Administrasi Umum)

yaitu semua biaya yang berhubungan langsung dengan segala kegiatan

perusahaan, meliputi biaya penjualan dan administrasi umum.

b. Biaya Non-Operasional, artinya biaya yang telah dikeluarkan dan

diperhitungkan namun tidak memiliki hubungan langsung dengan usaha

pokok perusahaan, misalnya biaya bunga untuk perusahaan industri

manufaktur.

6. Biaya dalam Hubungannya dengan Aktivitas

Klasifikasi biaya ini dihubungkan dengan jenis kegiatan yang

menimbulkan biaya. Hal ini sangat diperlukan dalam rangka perhitungan

biaya berdasarkan aktivitas (Activity Based-Costing) yang kegiatan

pembuatan produknya digolongkan ke dalam empat kategori, yaitu:

a. Unit-level activity, biaya ini dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah unit

produk yang dihasilkan seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja

langsung, biaya energi, dan biaya angkutan.

b. Batch-related activity, biaya ini berhubungan dengan jumlah batch

produk yang diproduksi. Set up cost yang merupakan biaya yang

Page 10: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

dikeluarkan untuk menyiapakan mesin dan peralatan sebelum satu order

produksi diproses adalah contoh biaya dalam golongan ini.

c. Product-sustaining activity, biaya ini berhubungan dengan penelitian dan

pengembangan produk tertentu dan biaya-biaya untuk mempertahankan

produk agar tetap dapat dipasarkan, seperti biaya desain produk, desain

proses pengolahan produk, pengujian produk.

d. Facility-sustaining activity, biaya ini berhubungan dengan kegiatan untuk

mempertahankan kapasitas yang dimiliki oleh perusahaan seperti biaya

depresiasi dan amortisasi, biaya asuransi.

7. Biaya Berdasarkan Tercapainya Tujuan atau Kesempatan

Biaya juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tercapainya tujuan atau

kesempatan, misalnya: opportunity cost, out of pocket cost, dan sunk cost.

a. Biaya Kesempatan (Opportunity Cost) adalah pendapatan atau

penghematan biaya yang dikorbankan sebagai akibat dipilihnya alternatif

tertentu.

b. Biaya Keluar dari Saku (Out of Pocket Cost) merupakan biaya yang

memerlukan pengeluaran kas sekarang atau dalam jangka waktu dekat

sebagai akibat dari keputusan manajemen.

c. Biaya Terbenam (Sunk cost) merupakan biaya yang terjadi sebagai

akibat dari pengambilan keputusan yang telah lalu.

Page 11: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

Gambar 2.3 Bagan Klasifikasi Biaya

Page 12: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

2.3 Informasi Akuntansi

Accounting is a business language. Sudah dikenal bahwa akuntansi

merupakan suatu bahasa bisnis. Sebagai suatu bahasa, akuntansi merupakan alat

untuk berpikir manajer dalam bisnis dan untuk mengkomunikasikan pikiran-pikiran

bisnis manajer kepada bawahan dan atasannya, kepada manajer lain dan kepada pihak

luar.

Informasi akuntansi sebagai bahasa bisnis dikelompokkan menjadi tiga

golongan yaitu:

1. Informasi Operasi. Untuk melaksanakan aktivitas perusahaan sehari-hari,

manajemen memerlukan berbagai informasi operasi seperti jumlah bahan

baku yang diperlukan, jumlah persediaan produk jadi di gudang, jumlah

produksi hari ini, jumlah tenaga kerja, dan sebagainya Informasi operasi ini

merupakan dasar untuk mengolah tipe informasi lainnya, yaitu informasi

akuntansi keuangan dan informasi akuntansi manajemen.

2. Informasi Akuntansi Keuangan diperlukan baik oleh manajemen

(umumnya manajemen puncak) atau pihak luar perusahaan seperti pemegang

saham, kreditur, instansi pemerintah dan pihak luar lainnya untuk

pengambilan keputusan guna menentukan hubungan antara pihak luar dengan

perusahaan. Informasi akuntansi keuangan biasanya disajikan kepada pihak

luar perusahaan di dalam laporan keuangan berbentuk neraca, laporan laba-

rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas.

Page 13: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

3. Informasi Akuntansi Manajemen diperlukan oleh manajemen untuk

melaksanakan dua fungsi pokok manajemen yakni perencanaan dan

pengendalian aktivitas perusahaan. Informasi akuntansi manajemen ini

umunya disajikan kepada manajemen perusahaan dalam berbagai laporan

keuangan seperti anggaran, laporan penjualan, laporan biaya berdasarkan

pembebanan biaya, dan sebagainya.

Seperti yang telah disebutkan di atas, salah satu bentuk laporan

manajemen adalah laporan biaya berdasarkan pembebanan biaya. Dalam

pembebanan biaya ini, ada dua pendekatan yang dapat digunakan yaitu:

a. Metode Full Costing merupakan metode penghitungan harga

pokok yang memasukkan seluruh biaya produksi, baik biaya

variabel dan tetap dalam menentukan harga pokok produk. Dalam

metode ini, biaya produksi akan meliputi biaya bahan baku, biaya

tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik tetap dan variabel.

b. Metode Variable Costing merupakan metode penghitungan harga

pokok yang hanya memasukkan biaya variabel saja dalam

menentukan harga pokok produk. Dengan kata lain, biaya produksi

hanya meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan

biaya overhead variabel. Sedangkan biaya overhead tetap

diperlakukan sebagai biaya periode dan tidak dimasukkan dalam

menghitung harga pokok produk. Biaya overhead tetap

Page 14: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

diperlakukan sama dengan seperti biaya penjualan dan

administrasi, yaitu langsung menjadi beban pada periode

terjadinya. Alasan mengapa biaya overhead tetap tidak masuk

sebagai biaya produksi adalah karena biaya tersebut merupakan

biaya kapasitas, yaitu ketika suatu periode sudah lewat maka

manfaat yang disediakan oleh biaya kapasitas akan habis terpakai

atau dianggap terpakai dan seharusnya tidak disimpan. Dengan

demikian, biaya overhead tetap harus dibebankan pada periode

terjadinya dan mengurangi pendapatan pada periode tersebut.

Full Costing Variable Costing

Biaya

Produksi

Biaya Bahan Baku

Biaya Tenaga Kerja Langsung

Biaya Overhead Pabrik Variabel

Biaya Overhead Tetap

Biaya Bahan Baku

Biaya Tenaga Kerja Langsung

Biaya Overhead Variabel

Biaya

Periode

Biaya Penjualan

Biaya Administrasi dan Umum

Biaya Overhead Tetap

Biaya Penjualan

Biaya Adminitrasi dan Umum

Gambar 2.4 Tabel Klasifikasi Biaya

Menurut Full Costing dan Variable Costing

Page 15: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

Metode full costing merupakan metode yang telah digunakan secara

luas dalam menghitung harga pokok. Kebanyakan perusahaan menggunakan

pendekatan full costing dalam menentukan harga pokok produk yang

dijualnya karena pertimbangan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan

seharusnya menjadi beban konsumen dan alasan ini logis demi

mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Kelemahan utama metode

full costing adalah ketidaktepatan penggunaan metode ini untuk kepentingan

perencanaan dan pengambilan keputusan atau secara khusus adalah

ketidakmampuannya untuk bekerja sama dengan baik bersama analisis CVP.

Metode variabel costing tidak hanya sekedar sesuai untuk menilai

prestasi seorang manajer, tapi juga dapat diterima untuk menilai keberhasilan

suatu divisi, kelompok atau jenis produk tertentu dan daerah pemasaran.

Adanya pemisahan antara biaya variabel dan biaya tetap merupakan faktor

yang penting dalam membuat evaluasi yang akurat. Termasuk dalam evaluasi

ini adalah untuk memutuskan apakah suatu divisi atau produk tertentu perlu

dihentikan atau diteruskan. Tanpa ada pemisahan antara biaya variabel dan

tetap maka evaluasi terhadap keberhasilan atau kegagalan suatu divisi atau

segmen dan keputusan untuk menutup atau meneruskan suatu produk dapat

menyesatkan.

Page 16: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

Metode variabel costing dan metode full costing memiliki manfaat dan

keterbatasan dalam situasi tertentu untuk membantu manajemen menyusun

perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan, yaitu:

1) Metode full costing tidak sejalan dengan analisis CVP. Jika

terdapat selisih antara produksi dan penjualan (produksi >

penjualan), sangat mungkin terjadi bahwa pada penjualan titik

impas akan menyaksikan bahwa dengan menggunakan metode full

costing malah pada tingkat penjualan tersebut sudah memperoleh

laba. Hal ini terjadi karena dalam metode full costing, adanya

persediaan menyebabkan sejumlah biaya overhead tetap ditunda

dan tidak menjadi beban laporan laba rugi pada tahun

bersangkutan karena masih melekat pada persediaan. Oleh karena

itu adalah logis dengan adanya penundaan biaya tetap ini,

perusahaan dapat memperoleh laba sekalipun tingkat penjualannya

adalah berada pada titik impas.

2) Penggunaan metode variabel costing dengan analisis CVP akan

memudahkan manajemen dalam mengambil keputusan dengan

cepat, berapa besarnya harga jual yang dapat ditolerir agar

perusahaan tidak mengalami kerugian.

3) Untuk kepentingan laporan pada pihak luar perusahaan, seperti

pemegang saham, kreditur, dan untuk keperluan perpajakan,

Page 17: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

banyak pihak berpendapat bahwa metode full costing dianggap

lebih sesuai karena harga pokok suatu produk seharusnya

memasukkan tidak hanya variabel tetapi juga biaya tetap.

Demikian pula untuk perencanaan jangka panjang, sudah

selayaknya memperhitungkan seluruh biaya, baik biaya tetap

maupun biaya variabel, karena pada hakikatnya dalam jangka

panjang seluruh biaya akan relevan karena biaya tersebut akan

berubah.

2.4 Analisa Cost-Volume-Profit (CVP)

Analisa biaya-volume-laba (Cost-Volume-Profit Analysis) adalah analisa

yang berkaitan dengan penentuan volume penjualan dan komposisi produk yang

diperlukan untuk mencapai laba yang diinginkan dengan menggunakan sumber daya

yang dimiliki. Analisa biaya-volume-laba ini merupakan alat analitis yang memberi

manajemen informasi penting tentang hubungan antara biaya, laba, komposisi produk

penjualan. Analisa biaya-volume-laba mencakup studi tentang saling hubungan

diantara faktor-faktor berikut ini:

1. Harga jual produk

2. Volume atau tingkat aktivitas

3. Biaya variabel per unit

4. Total biaya tetap

5. Komposisi produk yang dijual

Page 18: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

Analisa biaya-volume-laba merupakan faktor kunci dalam banyak keputusan,

seperti pemilihan lini produk, penentuan harga jual produk, strategi pemasaran dan

pemanfaatan fasilitas produktif, bahkan di dalam perusahaan analisis ini sangat

membantu para manajer. Oleh karena luasnya manfaat yang dimiliki, maka tidak

dapat diragukan bahwa analisis ini merupakan alat terbaik yang dimiliki manajer

untuk menemukan potensi laba perusahaan.

2.4.1 Titik Impas (Break-Even Point /BEP)

Break even merupakan salah satu teknik perencanaan laba dalam jangka

pendek atau dalam satu periode akuntasi tertentu dengan mendasarkan analisanya

pada variabilitas penghasilan penjualan maupun biaya terhadap volume kegiatan

sehingga teknik tersebut akan dapat digunakan dengan baik sebagai alat perencanaan

laba dalam jangka pendek. Analisa break even, merupakan suatu teknik analisa yang

ditujukan untuk menghasilkan informasi seperti dikemukakan di atas dengan

memusatkan perhatian pada penentuan suatu keadaan dimana volume kegiatan tidak

menghasilkan laba tetapi juga tidak menderita kerugian.

Menurut Dwi Prastowo dan Rifka Juliaty (2002:140), break even point

didefinisikan sebagai berikut:

“Titik impas (Break-even point) adalah titik dimana total biaya sama

dengan total penghasilan. Dengan demikian, pada titik impas tidak ada

laba maupun rugi yang diterima oleh perusahaan”.

Page 19: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

Break-even sering disebut dengan impas atau pulang pokok adalah suatu

keadaan perusahaan dimana jumlah total penghasilan besarnya sama dengan jumlah

total biaya, atau suatu keadaan perusahaan dimana laba-ruginya sebesar nol,

perusahaan tidak memperoleh laba tetapi juga tidak menderita rugi.

Analisa impas (Break-Even Analysis) adalah teknik analisa yang digunakan

untuk menentukan tingkat penjualan dan komposisi produk yang diperlukan hanya

untuk menutup semua biaya yang terjadi selama periode tertentu. Dasar landasan

yang dipakai dalam analisa break-even point adalah tingkah laku biaya dalam

kaitannya dengan hasil penjualan.

Titik impas dapat ditentukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu

pendekatan persamaan (linier) dan pendekatan grafik.

1. Perhitungan Impas dengan Pendekatan Persamaan (Linier)

Rumus perhitungan impas dalam satuan produk yang dijual adalah:

Biaya Tetap Impas (dalam

unit) =

Harga Jual per Satuan – Biaya Variabel per Satuan

Rumus perhitungan impas dalam rupiah penjualan adalah sebagai berikut:

Biaya Tetap

Biaya Variabel per Satuan Impas (dalam

rupiah) =

1 -Harga Jual per Satuan

Page 20: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

Impas dalam rupiah dapat pula dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Biaya Tetap

Biaya Variabel Impas (dalam rupiah) =1 -

Pendapatan Penjualan

Contribution Margin = Pendapatan Penjualan – Biaya Variabel

= HJ (x) – VC (x)

Laba Kontribusi Contribution Margin Ratio =

Pendapatan Penjualan

Contribution Margin Ratio = PenjualanPendapa

busiLabaKontritan

Contribution Margin Ratio = HJ

VCHJ −

= HJHJ -

HJVC

VC Contribution Margin Ratio = 1 -

HJ

Jadi, impas dalam rupiah penjualan dapat juga dihitung sebagai berikut:

Biaya Tetap Impas (dalam rupiah) =

Contribution Margin Ratio

Page 21: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

2. Perhitungan Impas dengan Pendekatan Grafik

Pendapatan & Biaya

Garis Pendapatan Penjualan

Garis Total Biaya

Daerah Laba

Titik Impas

Garis Biaya Tetap

Daerah Rugi

Volume Penjualan

Gambar 2.5 Grafik Break-Even

Page 22: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

Perhitungan impas dapat dilakukan juga dengan menentukan titik pertemuan

antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya dalam suatu grafik. Titik

pertemuan antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya merupakan titik

impas. Untuk dapat menentukan titik impas, harus dibuat grafik dengan sumbu datar

yang menunjukkan volume penjualan, sedangkan sumbu tegak menunjukkan biaya

dan pendapatan.

2.4.2 Margin of Safety (M/S)

Analisis impas memberikan informasi mengenai berapa jumlah volume

penjualan minimun agar perusahaan tidak menderita rugi. Jika angka impas

dihubungkan dengan angka pendapatan penjualan yang dianggarkan atau pendapatan

penjualan tertentu, akan diperoleh informasi berapa volume penjualan yang

dianggarkan atau pendapatan penjualan tertentu boleh turun agar perusahaan tidak

menderita rugi. Selisih antara volume penjualan yang dianggarkan dengan volume

penjualan impas merupakan angka margin of safety. Angka margin of safety ini

memberikan informasi berapa maksimum volume penjualan yang direncanakan

tersebut boleh turun, agar perusahaan tidak menderita rugi.

Menurut Mulyadi (2001:254) definisi margin of safety adalah sebagai berikut:

“Margin of safety memberikan petunjuk jumlah maksimum penurunan

volume penjualan yang direncanakan, yang tidak mengakibatkan

kerugian”.

Page 23: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

Sedangkan menurut Bambang Hariadi (2002:533) margin of safety adalah :

“Margin of safety didefinisikan sebagai kelebihan budget penjualan

sesungguhnya diatas volume penjualan break even point”.

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa margin of safety memberi

petunjuk tentang sampai seberapa banyak penjualan boleh turun sebelum perusahaan

mengalami kerugian.

Margin of safety ratio (M/S ratio) dapat pula dihitung dengan rumus:

Margin of Safety = Total Anggaran Penjualan – Penjualan BEP

Rumus M/S dapat dinyatakan juga dalam bentuk persentase, dan rumusnya

adalah:

M/S dalam Rupiah M/S dalam persentase =

Total Penjualan

Informasi mengenai margin of safety dapat menunjukkan mengenai risiko

usaha suatu perusahaan. Dua perusahaan dapat saja memiliki jumlah laba yang sama

tetapi memiliki M/S yang berbeda. Perbedaan M/S tersebut disebabkan adanya

struktur biaya yang tidak sama diantara kedua perusahaan. Perusahaan yang memiliki

biaya tetap yang tinggi akan mengalami kerugian lebih cepat jika jumlah penjualan

anjlok. Untuk mengatasi M/S yang rendah, tentu banyak cara dan salah satu solusinya

adalah perusahaan berusaha memperbaiki struktur biaya dengan menekan besarnya

Page 24: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

biaya tetap atau berusaha memperbaiki strategi pemasaran guna meningkatkan

penjualan.

2.4.3 Degree of Operating Leverage (DOL)

Menurut Mulyadi (2001:258) degree of operating leverage adalah:

“Degree of operating leverage memberikan ukuran dampak perubahan

pendapatan penjualan terhadap laba bersih pada tingkat penjualan

tertentu”.

Sedangkan menurut Bambang Hariadi (2002;535) pengertian operating

leverage adalah:

“Operating Leverage yaitu suatu kondisi dimana seorang manajer dapat

memperoleh laba setinggi mungkin hanya dengan menaikkan sedikit

penjualan atau menambah sedikit sumber daya perusahaan (aktiva)”.

Suatu perusahaan dianggap mempunyai operating leverage yang tinggi jika

mempunyai struktur biaya tetap yang relatif lebih tinggi daripada biaya variabel dan

sebaliknya, dianggap mempunyai operating leverage yang rendah jika proporsi biaya

tetap relatif lebih rendah daripada biaya variabel.

Dalam perusahaan yang mempunyai operating leverage yang tinggi yaitu

biaya variabel rendah dan biaya tetap relatif tinggi, laba perusahaan sangat sensitif

sekali terhadap perubahan penjualan. Artinya, jika ada fluktuasi dalam persentase

yang kecil saja terhadap perubahan penjualan dapat menyebabkan kenaikan atau

penurunan laba (rugi) perusahaan dalam persentase yang besar. Hal ini terjadi karena

Page 25: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

dalam kondisi biaya variabel rendah, terjadinya kenaikan penjualan membuat

contribution margin masing-masing unit yang dijual semakin besar, sementara biaya

tetap tidak berubah. Biaya tetap digunakan sebagai leverage untuk menaikkan profit.

Sebaliknya, dalam kondisi ekonomi yang tidak baik, perusahaan dengan leverage

yang tinggi mengalami kerugian besar karena adanya penurunan penjualan dalam

jumlah tertentu akan menyebabkan laba turun dengan drastis.

Degree of Operating Leverage (DOL) merupakan suatu ukuran yang

menunjukkan besarnya perubahan laba akibat perubahan penjualan pada periode

tertentu. DOL dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Contribution Margin DOL =

Net Income

Tingkat DOL akan terus menurun jika penjualan perusahaan semakin jauh

dari tingkat BEP. Keadaan ini memberikan pemahaman secara cepat tentang

pengaruh perubahan aktivitas penjualan pada laba dan memberi arah pada seorang

manajer, pada saat mana ia harus bekerja keras untuk menaikkan volume penjualan

dalam mengejar angka bonus.

2.4.4 Titik Penutupan Usaha (Shut-Down Point /SDP)

Apabila ditinjau dari sudut biaya, pengambilan keputusan untuk menutup

usaha dilakukan dengan mempertimbangkan pendapatan penjualan dengan biaya

tunai (cash cost atau out of pocket costs atau biaya keluar dari saku). Biaya tunai

adalah biaya-biaya yang memerlukan pembayaran segera dengan uang kas. Biaya

Page 26: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Analisa Pengertian analisa menurut

variabel biasanya merupakan biaya tunai tetapi biaya tetap mungkin juga termasuk

sebagai biaya tunai seperti: gaji pengawas pabrik dan biaya pemeliharaan. Dalam

pengambilan untuk menutup usaha harus diadakan pembedaan antara biaya keluar

dari saku (out-of-pocket cost) dengan biaya terbenam (sunk cost). Biaya terbenam

(sunk cost) adalah pengeluaran yang dilakukan pada masa lalu, yang manfaatnya

masih dinikmati sampai sekarang. Contoh biaya terbenam adalah biaya depresiasi,

amortisasi dan deplesi.

Suatu usaha harus dihentikan apabila pendapatan yang diperoleh tidak dapat

menutup biaya tunainya. Untuk mengetahui pada tingkat penjualan berapa suatu

usaha harus dihentikan, dapat dilakukan dengan mencari titik perpotongan antara

garis pendapatan penjualan dengan garis biaya tunai dalam grafik impas.

Titik penutupan usaha dapat pula dihitung dengan menggunakan rumus

berikut ini:

Biaya Tetap Tunai Titik Penutupan Usaha

(Shut-Down Point/SDP) =

Contribution Margin Ratio