Upload
dangcong
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
32
BAB II
ANALISIS DATA
Berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka analisis data akan
dideskripsikan bentuk, makna leksikal, makna kultural, dan perkembangan dari istilah-
istilah sesaji dalam pembangunan rumah di Desa Sidorejo Kecamatan Kendal
Kabupaten Ngawi.
A. Bentuk dan Makna Leksikal
Bentuk dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: (1) monomorfemis, (2) polimorfemis, dan
(3) frasa. Analisis makna leksikal istilah-istilah sesaji dalam pembangunan rumah di
desa sidorejo kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi berdasarkan bentuk adalah sebagai
berikut.
1. Bentuk Monomorfemis
(1) andong [andɔŋ]
Gambar 5. andong
33
Andong memiliki makna leksikal sebuah tanaman perdu yang
bercabang. Mempunyai tinggi 2-4 meter dan tidak bercabang. Andong memiliki
daun yang panjang dan meruncing. Biasanya tanaman andong digunakan
sebagai tanaman hias dan bisa juga dimanfaatkan sebagai obat. Andong
memiliki daun yang panjang dan meruncing. Andong adalah kata dasar yang
berkategori nomina.
(2) bawang [bawaŋ]
Gambar 6. bawang
Bawang memiliki makna leksikal salah satu jenis bumbu dapur yang
juga digunakan hamper dalam setiap masakan. Bawang ini berbentuk bulat
menguncup, berwarna putih dan memiliki bau yang sangat menyengat. Bila
terlalu banyak dikonsumsi dapat menyebabkan bau mulut. Bawang adalah kata
dasar yang berkategori nomina.
34
(3) brabon [brabɔn]
Gambar 7. brabon
Brabon memiliki makna leksikal merupakan kain berwarna merah yang
diletakkan pada ujung atas tiang penyagga dalam prosesi pembangunan rumah.
Kain ini berbentuk persegi empat dan diberi lubang ditengah, dengan tujuan
agar bisa dimasuki ujung kecil yang dimiliki oleh tiang penyangga. Brabon
adalah kata dasar yang berkategori nomina.
(4) brambang [brambaŋ]
Gambar 8. brambang
35
Brambang memiliki makna leksikal jenis bumbu dapur yang selalu
digunakan hampir disetiap masakan. Bau dari brambang ini sangat menyengat
dan bila kita menatap maka air mata dapat keluar. Brambang berbentuk lonjong
mengucup, berwarna dan berlapis. Brambang adalah kata dasar yang
berkategori nomina.
(5) dhadhap [DaDap]
Gambar 9. dhadhap
Dhadap memiliki makna leksikal sebuah daun berwarna hijau yang
berbentuk menyerupai daun sirih namun agak lebar. Daun ini memiliki tekstur
permukaan yang kasar dan berasal dari pohon yang lunak, kecil dan pendek.
Dhadap adalah kata dasar yang berkategori nomina.
36
(6) endhog [nDɔg]
Gambar 10. endhog
Endhog memiliki makna leksikal suatu benda berbentuk bulat agak
lonjong, keras dan mudah pecah yang merupakan bakal anak dari binatang
unggas yang disebut juga dengan telur. Endhog adalah kata dasar yang
berkategori nomina.
(7) gantal [gantal]
Gambar 11. gantal
37
Gantal memiliki makna leksikal sebuah daun yang digulung dan diikat
menggunakan tali. Daun yang digunakan adalah daun sirih kemudian ditali
menggunakan benang. Gantal adalah kata dasar yang berkategori nomina.
(8) ingkung [iŋkuŋ]
Gambar 12. ingkung
Ingkung memiliki makna leksikal masakan daging seekor ayam utuh.
Artinya daging tersebut seolah-olah masih berwujud seekor ayam hanya saja
kepala ditarik ke atas dan dijepit dengan sayap. Ayam tersebut direbus dan
dicampur dengan bumbu kemiri, ketumbar, kunir, bawang merah, bawang
putih, santan, laos, daun salam, dan bawang goreng. Ingkung adalah kata dasar
yang berkategori nomina.
38
(9) jarit [jarIt]
Gambar 13. jarit
Jarit memiliki makna leksikal sebuah selendang. Selendang ini
biasanya bermotif batik yang biasanya dipakai untuk menggendong anak. Jarik
juga merupakan sebuah kain yang digunakan para kaum wanita sebagai pakaian
bawahan. Jarit adalah kata dasar yang berkategori nomina.
(10) kupat [kopat]
Gambar 14. kupat
39
Kupat memiliki makna leksikal makanan yang terbuat dari beras yang
direndam terlebih dahulu, kemudian dimasukan ke dalam anyaman daun kelapa
berbentuk persegi empat, kemudian direbus dengan air sampai matang. Kupat
adalah kata dasar yang berkategori nomina.
(11) Lepet [lǝpǝt]
Gambar 15. Lepet
Lepet memiliki makna leksikal makanan yang terbuat dari ketan putih
yang dibungkus menggunakan daun kelapa, kemudian ditali pada tiga bagian,
bagian atas tenggah dan bawah. Lepet adalah kata dasar yang berkategori
nomina.
40
(12) manggar [maŋgar]
Gambar16. manggar
Manggar memiliki makna leksikal sebuah bunga yang dihasilkan oleh
pohon kelapa. Manggar memiliki warna kuning muda dan jika diraba memiliki
tekstur yang lembut. Manggar merupakan bakal calon buah kelapa. Manggar
adalah kata dasar yang berkategori nomina.
(13) miri [miri]
Gambar 17. miri
41
Miri memiliki makna leksikal merupakan salah satu bumbu dapur yang
berbentuk bulatan tidak merata, berwarna putih, dan memiliki tekstur yang
keras. Bila dipecah banyak mengandung minyak. Miri adalah dasar yang
berkategori nomina.
(14) panggang [paŋgaŋ]
Gambar 18. panggang
Panggang memiliki makna leksikal masakan ayam Jawa utuh yang
telah dibersihkan jeroannya kmudian disujeni yaitu ditusuk dari tengah tepat
dibelakang brutu sampai tembus pangkal leher, kemudian kepala ditarik ke
depan dan di jepit dengan sayap dan kaki. Ayam yang udah disujeni kemudian
dipanggang dengan bara api dan diolesi bumbu yang terbuat dari campuran
ketumbar, bawang putih, gula Jawa dan daun salam yang ditumbuk dan diberi
sedikit mentega, kemudian dipanggang sampai berwarna kecoklatan.
Panggang adalah kata dasar yang berkategori nomina.
42
(15) pari [pari]
Gambar 19. pari
Pari memiliki makna leksikal arane tetuwuhan sing wohe ditutu dadi
beras (Bausastra Jawa, 2000:575). Sejenis tumbuhan yang buahnya digiling
menjadi beras. Pari memiliki tinggi 0,3 sampai dengan 1 meter. Jika sudah tua
tanaman padi berwarna kekuningan dan ujung buahnya merunduk kebawah.
Pari adalah kata dasar yang berkategori nomina.
(16) peyek [pεyε?]
Gambar 20. peyek
43
Peyek memiliki makna leksikal yaitu makanan seperti kerupuk yang
terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan berbagai bumbu. Biasanya
diberi campuran kacang atau teri. Peyek adalah kata dasar yang berkategori
nomina.
(17) ringin [riŋIn]
Gambar 21. ringin
Ringin memiliki makna leksikal Arane wit godhonge akeh ketel
(Bausastra. 2000:672) yaitu sebuah pohon yang memiliki daun yang rindang.
Ringin merupakan tumbuhan pohon besar dan memiliki daun yang rindang.
Untuk benda atau alat upacara ini digunakan seranting atau beberapa ranting
daun beringin dalam arti tidak dipetik daun daunnya. Ringin adalah kata dasar
yang berkategori nomina.
44
(18) srondeng [sronDεŋ]
Gambar 22. srondeng
Srondeng memiliki makna leksikal yaitu lauk yang terbuat dari parutan
kelapa kemudian dicampur dengan bumbu yaitu kunyit, ketumbar, bawang
putih, bawang merah dan ditambah daun salam, daun jeruk purut dan lengkuas.
Srondeng berwarna coklat kehitaman dan rasanya manis. Srondeng ini biasanya
diikutkan dalam takir dan ada juga yang dibuat lauk untuk selametan. Srondeng
adalah kata dasar yang berkategori nomina.
(19) takir [takIr]
Gambar 23. takir
45
Takir memiliki makna leksikal sebuah wadah untuk berbagai isi dari
sesaji. Wadah ini terbuat dari daun pisang yang dibentuk seperti mangkuk isi
dari takir ini adalah telu, kemiri, bawang merah, bawang putih, cabai, uang
logam, bunga dan gantal. Takir adalah kata dasar yang berkategori nomina.
2. Bentuk Polimorfemis
Bentuk polimorfemis istilah-istilah sesaji dalam pembuatan rumah meliputi
afiksasi dan kata majemuk. Adapun kata-kata yang termasuk dalam polimorfemis
adalah sebagai berikut.
a. afiksasi
(20) kuluban [kuluban]
Gambar 24. kuluban
Kuluban memiliki makna leksikal sebutan untuk berbagai jenis sayuran
yang dapat dihidangkan dengan sambal kacang atau sambal kelapa. Kulub
46
“sebutan untuk jenis sayuran yang dimasak dengan direbus dan dihidangkan
dengan sambal kacang atau sambel kelapa” + Sufiks –an kuluban ‘sebutan
untuk berbagai jenis sayuran yang dapat dihidangkan dengan ambal kacang
sambel kelapa.
b. Kata Majemuk
(21) gedhang raja [gǝDaŋ rɔjɔ]
Gambar 25. gedhang raja
Gedhang raja memilki makna leksikal salah satu jenis pisang yang
memiliki bentuk besar, panjang dan berwarna kuning, rasanya paling manis
diantara yang lain sehingga disebut rajanya pisang. Kata gedhang memiliki arti
sejenis buah yang dihasilkan pohon pisang. Kata raja memiliki arti Raja atau
Ratu (Bausastra Jawa). Dalam istilah gedhang raja memiliki makna yang bukan
gabungan antara makna gedhang dan raja melainkan penggabungan kata yang
menimbilkan makna baru, maka istilah gedhang raja termasuk jenis kata
majemuk.
47
(22) kembang kanthil [kǝmbaŋ kanTIl]
Gambar 26. kembang kanthil
Kembang kanthil memiliki makna leksikal merupakan bingan berwarna
putih yang mempunyai bau harum yang khas. Kembang kanthil memilki pohon
yang mencapai 30 meter dan mempunyai batang yang berkayu. Pada ranting-
ranting pohon biasanya ditumbuhi bulu-bulu halus berwarna keabu-abuan.
Daun kantil tunggal berbentuk bulat telur dan berwarna hijau. Tangkai daun
panjang mencapai hampir setengan panjang daunnya. Kanthil memupunyai
kata kembang memilki makna suatu calon buah yang terdapat diantra dedaunan
pada sebuah tumbuhan. Kembang memiliki bau harum dan memiliki warna
indah dan mencolok. Kata kanthil memiliki makna gumantung ‘bergelantungan
atau menggantung’. Dalam istilah kembang kanthil memiliki makna yang
bukan gabungan antara makna kembang dan kanthil melainkan penggabungan
kata yang menimbulkan makna baru, maka istilah kembang khantil termasuk
jenis kata majemuk.
48
(23) kembang setaman [kǝmbaŋ sǝtaman]
Gambar 27. kembang setaman
Kembang setaman memiliki makna leksikal sesaji yang terdiri dari
berbagai jenis bunga yang terdiri dari mawar merah, mawar putih, melati dan
kenanga. Kata kembang memiliki makna suatu calon buah yang terdapat
diantara dedaunan pada sebuah tumbuhan. Kembang memiliki bau harum dan
wrna yang indah dan mencolok. Kata setaman memiliki makna sesuatu yang
menyerupai dengan taman. Dalam istilah kembang setaman memiliki makna
yang bukan gabungan antara makna kembang dan setaman melainkan
penggabungan kata yang menimbulkan makna yang baru, maka istilah
kembang setaman termasuk jenis kata majemuk.
49
(24) sega golong pitu [sǝgɔ gɔlɔŋ pitu]
Gambar 28. sega golong pitu
Sega golong pitu memiliki makna leksikal yaitu nasi putih yang dikepal-
kepal. Nasi ini berjumlah tujuh buah bulatan. Kata sega memiliki arti makanan
pokok yang terbuat dari beras. Kata golong berasal dari kata golongan yang
berarti golongan kelompok, golong (kamus Jawa Indonesia Populer). Pitu
adalah bilangan yang menyatakan jumlah. Dalam istilah Sega golong pitu
memiliki makna yang bukan gabungan antara makna sega, golong dan pitu
melainkan penggabungan kata yang menimbulkan makna baru, yaitu nasi yang
dibentuk bulat yang berjumlah tujuh. maka istilah Sega golong pitu termasuk
jenis kata majemuk.
50
(25) wedhak ripih [wǝDak ripIh]
Gambar 29. wedhak ripih
wedhak ripih memiliki makna leksikal yaitu makanan yang terdiri dari
rengginan, opak gaplek, jenang, jadah, kopat, lepet, jagung, tela pohong, tela
rambat dan jagung. Kata wedhak memiliki arti bedak yaitu suatu bubuk yang
biasanya digunakan untuk memutihkan wajah. Kata ripih berasal dari kata
paripih yang berarti sebuah kata-kata yang indah (Bausastra Jawa). Dalam
istilah wedhak ripih memiliki makna yang bukan gabungan antara makna
wedhak dan ripih melainkan penggabungan kata yang menimbulkan makna
baru, maka istilah wedhak ripih termasuk jenis kata majemuk.
51
3. Bentuk Frasa
(26) beras kuning [bǝras kunIŋ]
Gambar 30. beras kuning
Beras kuning memiliki makna leksikal yaitu bagian bulir padi gabah
yang telah dipisah dari merang, ‘sekam’. Maksud beras kuning dalam sesaji ini
adalah beras yang diberi kunir sehingga berwarna kuning. Istilah beras kuning
berjenis frasa nomina. Hal tersebit dapat dibuktikan sebagai berikut:
beras + kuning → beras kuning
N + Adj → FN
Berdasarkan skema di atas, kata ini beras yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator kuning yang berjenis Adjektif, sehingga frasa beras kuning
berjenis frasa nomina.
52
(27) bothok pelas [bɔTɔ? pelas]
Gambar 31. bothok pelas
Bothok pelas memiliki makna leksikal makanan yang terbuat dari
kedelai yang direndam selama dua jam, kemudian ditumbuk dengan campuran
ketumbar, bawang putih, laos, garam, gula dan parutan kelapa, adonan tersebut
kemudian dibungkus dengan daun pisang kemudian direbus sampai matang.
Istilah bothok pelas berjenis frasa nomina, hal tersebut dapat dibuktikan sebagai
berikut :
bothok + pelas → bothok pelas
N + N → FN
Berdasarkan skema diatas, kata inti bothok yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator pelas yang berjenis nomina, sehingga frasa bothok pelas
berjenis frasa nomina.
53
(28) cengkir gadhing kuning [cǝŋkIr gaDIŋ kunIŋ]
Gambar 32. cengkir gadhing kuning
Cengkitr gadhing kuning memiliki makna leksikal merupakan buah
kelapa yang masih kecil dan berwarna kuning istilah Cengkir gadhing kuning
berjenis frasa nomina. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
cengkir gadhing + kuning → cengkir gadhing kuning
N + Adj → FN
Berdasarkan skema diatas, frasa inti cengkir gadhing yang berjenis frasa
nomina yang diikuti dengan modifikator yang berjenis Adjektif yaitu kata
gadhing , sehingga frasa cengkir kuning gadhing berjenis frasa nomina.
54
(29) dhuwit cring [DuIt criŋ]
Gambar 33. dhuwit cring
Dhuit cring memiliki makna leksikal uang logam. Karena persentuhan
antar permukaan uang logam menghasilkan bunyi cring, maka dalam
masyrakat Desa Sidorejo menyebutnya dengan dhuwit cring . Istilah dhuwit
cring berjenis frasa nomina. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
dhuwit + cring → dhuwit cring
N + Adj → FN
Berdasarkan skema di atas, kata inti dhuwit yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator cring yang berjenis Adjektif, sehingga frasa dhuwit cring
berjenis frasa nomina.
55
(30) jadah abang [jadah abaŋ]
Gambar 34. jadah abang
Jadah abang memiliki makna leksikal merupakan sebuah makanan
yang diiris kotak-kotak berwarna merah kecoklatan. Makanan ini terbuat dari
santan kelapa, tepung ketan, gula pasir, gula merah dan garam. Makanan ini
memiliki rasa yang manis. Istilah jadah abang berjenis frasa nomina. Hal
tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
jadah + abang → jadah abang
N + N → FN
Berdasarkan skema diatas, kata inti jadah yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator abang yang berjenis nomina, sehingga frasa jadah abang
berjenis frasa nomina.
56
(31) jadah ireng [jadah irǝŋ]
Gambar 35. jadah ireng
Jadah ireng memiliki makna leksikal merupakan sebuah makanan khas
Jawa yang berbahan dasar ketan hitam yang dicampur dengan kelapa. Makanan
ini dimasak dengan dikukus. Istilah jadah ireng berjenis frasa nomina. Hal
tersebut dibuktikan sebagai berikut:
jadah + ireng → jadah ireng
N + Adj → FN
Berdasarkan skema diatas, kata ini jadah yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator ireng yang berjenis Adjektif sehingga frasa jadah ireng
berjenis frasa nomina.
57
(32) jadah putih [jadah putIh]
Gambar 36. jadah putih
Jadah putih memiliki makna leksikal makanan yang berbahan dasar
ketan yang dicampur dengan kelapa. Makanan ini dimasak dengan dikukus.
Istilah jadah putih berjenis frasa nomina. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai
berikut:
jadah + putih → jadah putih
N + Adj → FN
Berdasarkan skema di atas, kata inti jadah yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator putih yang berjeni Adjektif, sehingga frasa jadah putih
berjenis frasa nomina.
58
(33) jangan lodheh [jaŋan loDεh]
Gambar 37. jangan lodheh
Jangan lodheh memiliki makna leksikal yaitu sayuran yang dimasak
dengan santan dan bahan-bahan yang digunakan adalah labu jipang, kacang
panjang, petai, tempe, cabai dan santan, sedangkan bumbunya yaitu bawang
merah, bawang putih, cabai, tempe busuk dan penyedap rasa. Jangan lodheh
memiliki cita rasa gurih dan segar. Istilah jangan lodheh berjenis frasa nomina.
Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
jangan + lodheh → jangan lodheh
N + N → FN
Berdasarkan skema diatas, kata inti jangan yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator lodheh yang berjenis nomina, sehingga frasa jangan lodheh
berjenis frasa nomina.
59
(34) jangan tempe [jaŋan tempe]
Gambar 38. jangan tempe
Jangan tempe memiliki makna leksikal merupakan sayuran yang
dimasak dengan bahan dasar tempe yang diberi santan dan berbagai bumbu
bawang merah, putoh, tempe yang sudah membusuk, cabai yang ditumbuk
halus, lalu diberi daun salam dan lengkuas. Istilah jangan tempe berjenis frasa
nomina. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut :
jangan + tempe → jangan tempe
N + N → FN
Berdasarkan skema diatas, kata inti jangan yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator tempe yang berjenis nomina, sehingga frasa jangan tempe
berjenis frasa nomina.
60
(35) janur kuning [janor kunIŋ]
Gambar 39. janur kuning
Janur kuning memiliki makna leksikal daun kelapa muda yang berwrna
kuning. Daun ini sering diikutsertakan dalam tradisi upacara adat Jawa,
khususnya dalam upacara pernikahan biasanya dipasang dan dibuat seperti
gapura pintu masuk lokasi acara dilaksanakan. Istilah janur kuning berjenis
frasa nomina. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
janur + kuning → janur kuning
N + Adj → FN
Berdasarkan skema diatas, kata inti janur yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator kuning yang berjenis Adjektif, sehingga frasa janur kuning
berjenis frasa nomina.
61
(36) jenang abang [jǝnaŋ abaŋ]
Gambar 40. jenang abang
Jenang abang memiliki makna leksikal sejenis makanan yang terbuat
dari tepung beras yang dicampur dengan santan garam dan gula merah sebagai
pewarna merah. Istilah jenang abang berjenis frasa nomina. Hal tersebut dapat
dibuktikan sebagai berikut :
jenang + abang → jenang abang
N + Adj → FN
Berdasarkan skema diatas, kata inti jenang yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator abang yang berjenis Adjektif, sehingga frasa jenang abang
berjenis frasa nomina.
62
(37) jenang putih [jǝnaŋ putIh]
Gambar 4. jenang putih
Jenang Putih memiliki makna leksikal merupakan sejenis makanan
yang terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan santan dan garam.
Makanan ini lunak seperti bubur. Istilah jenang putih berjenis frasa nomina.
Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut
jenang + putih → jenang putih
N + Adj → FN
Berdasarkan skema di atas, kata inti jenang yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator putih yang berjenis Adjektif, sehingga frasa jenang putih
berjenis frasa nomina.
63
(38) kembang wangi [kǝmbaŋ waŋi]
Gambar 42. kembang wangi
Kembang wangi memiliki makna leksikal sesaji yang terbuat dari
kembang kanthil, bunga mawar yang dipisahkan dari tangkainya kemudian
dicampur dengan irisan daun pandan dan diberi minyak wangi. Istilah kembang
wangi berjenis frasa nomina. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
kembang + wangi → kembang wangi
N + Adj → FN
Berdasarkan skema di atas, kata inti kembang yang berjenis nomina yang
diikuti modifikator wangi yang berjenis Adjektif, sehingga frasa kembang
wangi berjenis frasa nomina.
64
(39) lombok abang [lɔmbɔ? abaŋ]
Gambar 43. lombok abang
Lombok abang memiliki makna leksikal suatu bahan dasar sambal yang
memberikan rasa pedas. Lombok ini berbentuk kecil panjang jika masih
berumur muda berwarna hijau. Lombok memilki pohon yang pendek dan
berbatang lentur. Istilah lombok abang berjenis frasa nomina. Hal tersebut
dapat dibuktikan sebagai berikut:
lombok + abang → Lombok abang
N + Adj → FN
Berdasarkan skema di atas, kata inti lombok yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator abang yang berjenis Adjektif, sehingga frasa lombok abang
berjenis frasa nomina.
65
(40) opak gaplek [opa? Gaplε?]
Gambar 44. opak gaplek
Opak gaplek memiliki makna leksikal sebuah olahan makanan yang
terbuat dari ketela pohon, yang kemudian diiris tipis-tipis untuk dijadikan
kerupuk. Makanan ini biasanya dijadikan pelengkap dalam sesaji. Istilah opak
gaplek berjenis frasa nomina. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
opak + gaplek → opak gaplek
N + N → FN
Berdasarkan skema di atas, kata inti opak yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator gaplek yang berjenis nomina, sehingga frasa opak gaplek
berjenis frasa nomina.
66
(41) sega gurih [sǝgɔ gurIh]
Gambar 45. sega gurih
Sega gurih memiliki makna leksikal yaitu nasi putih yang gurih rasanya,
karena dalam proses pengolahannya, nasi tersebut lebih dahulu direbus dengan
santen kanil ‘santan kelapa yang kental’ dan diberi garam secukupnya. Istilah
sega gurih berjenis frasa nomina. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
sega + gurih → sega gurih
N + Adj → FN
Berdasarkan skema di atas, kata inti sega yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator gurih yang berjenis Adjektif, sehingga frasa sega gurih
berjenis frasa nomina.
67
(42) tebu ireng [tǝbu irǝŋ]
Gambar 46. tebu ireng
Tebu ireng memiliki makna leksikal sejenis rumput-rumputan
berbatang tinggi dan beruas-ruas. Tanaman ini memiliki batang yang lunak dan
berair. Tanaman ini merupakan bahan baku dalam pembuatan gula pasir. Tebu
ireng memiliki daun yang berwarna keungu-unguan, bila batang dikupas
warnanya kekuning-kuningan dan memilki batang yang lebih kecil daripada
tebu pada umumnya. Istilah tebu ireng berjenis frasa nomina. Hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
tebu + ireng → tebu ireng
N + Adj → FN
Berdasarkan skema di atas, kata inti tebu yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator ireng yang berjenis Adjektif, sehingga frasa tebu ireng
berjenis frasa nomina.
68
(43) tela pohong [telɔ pohoŋ]
Gambar 47. tela pohong
Tela pohong memiliki makna leksikal jenis tanaman palawija yang
memiliki pohon pendek. Tanaman ini berbuah pada akarnya. Tanaman ini bisa
ditanam hanya dengan menancapkan potongan batang kedalam tanah. Tela
pohong merupakan ubi yang memiliki rasa yang gurih. Istilah tela pohong
berjenis frasa nomina. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
tela + pohong → tela pohong
N + N → FN
Berdasarkan skema di atas, kata inti tela yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator pohong yang berjenis nomina, sehingga frasa tela pohong
berjenis frasa nomina.
69
(44) tela rambat [telɔ rambat]
Gambar 48. tela rambat
Tela rambat memiliki makna leksikal sejenis ubi-ubian yang berbentuk
bulat dan dihasilkan dari sebuah pohonyang hidup merambat. Daun dari
tanaman ini juga bisa diolah menjadi sayur. Istilah tela rambat berjenis frasa
nomina. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
tela + rambat → tela rambat
N + Adj → FN
Berdasarkan skema diatas, kata inti tela yang berjenis nomina yang diikuti
dengan modifikator rambat yang berjenis Adjektif, sehingga frasa tela rambat
berjenis frasa nomina.
70
B. Makna Kultural
Berikut adalah pembahasan tentang makna kuktural istilah-istilah sesaji dalam
pembuatan rumah di Desa Sidorejo Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi berdasarkan
jenis sesaji yang digunakan.
1. Sesaji Takir [takIr]
Takir memiliki makna kuktural supaya tatak pikir e manungsa ‘agar manusia
memiliki tekad dan keyakinan yang kuat’. Dalam pembangunan rumah terdapat lima
takir yang ditanam pada pondasi rumah, yaitu pada tiap sudut pondasi dan tengah-
tengah bangunan. Hal itu agar manusia mempunyai kayakinan yang kuat. Keyakinan
tersebut dipusatkan pada Kanjeng Sunan Kalijaga yang dapat membimbing manusia
dalam berbagai masalah kehidupan masyarakat Jawa. Selain itu sesaji takir juga
berfungsi sebagai tolak balak maksudnya adalah untuk menolak bilamana ada roh
halus yang menguasai tempat yang akan dibangun menjadi sebuah rumah. Dengan
adanya sesaji takir ini bermaksud untuk meminta ijin secara baik-baik kepada makluk
halus yang terlebih dahulu menempati tempat tersebut. Sesaji takir terdiri dari
berbagai unsur sesaji diantaranya adalah sebagai berikut.
a. bawang [bawaŋ]
Bawang memiliki makna kultural agar hangat maksudnya agar tidak
memiliki pikiran yang dingin. Hal ini dikaitkan dengan hawa nafsu. Seorang
yang berfikiran dingin akan sulit mengendalikan nafsunya, terutama nafsu
amarah. Nafsu amarah adalah bujukan setan yang menjadi musuh utama bagi
manusia. Dengan adanya brambang ini diharapkan keluarga pemilik rumah
71
memiliki pikiran yang tenang dan tangkas setiap menghadapi masalah, terutama
masalah rumah tangga.
b. brambang [brambaŋ]
Brambang memiliki makna kultural yang sama dengan bawang yaitu
agar hangat, maksudnya agar tidak memiliki pikiran yang dingin. Hal itu terkait
dengan hawa nafsu. Seorang yang berfikiran dingin akan sulit mengendalikan
nafsunya terutama nafsu amarah. Dengan adanya brambang ini diharapkan
keluarga pemilik rumah agar memiliki pikiran yang tenang dan tangkas setiap
menghadapi masalah, terutama masalah rumah tangga.
c. dhuwit cring [DuIt criŋ]
Dhuwit cring memiliki makna kultural sebagai simbol upah untuk
makluk halus yang terlebih dahulu menempati pekarangan tempat rumah
dibangun. Hal tersebut berkaitan dengan tujuan manusia bekerja, yaitu demi
mendapatkan uang. Maka dari itu, dhuwit cring digunakan untuk simbol upah
kepada makluk halus agar tidak mengganggu siapa saja yang akan menempati
rumah tersebut.
d. endhog [nDɔg]
Endhog memiliki makna kultural untuk menghormati sedulur alus tapa
ing dhasar e bumi’saudara gaib yang bertapa di dalam bumi’,yaitu ari-ari
’plasenta’ karena saat manusia terlahir dibarengi dengan ari-ari ‘plasenta’. Ari-
72
ari ‘plasenta’ dalam masyarakat Jawa dianggap sebagai sedulur atau teman
ketika bayi masih berada di dalam kandungan. Ari-ari ‘plasenta’ yang keluar
dari rahim tersebut kemudian dikubur di dalam tanah oleh orang tua bayi.
e. gantal [gantal]
Gantal memiliki makna kultural, yaitu melambangkan kiblat empat.
Kiblat empat terkait dengan empat nafsu dan empat arah mata angina. Arah
timur terdapat nafsu mutmainah atau nafsu baik. Arah selatan terdapat nafsu
amarah. Arah barat terdapat nafsu sufiah atau dengki. Arah utara terdapat nafsu
aluamah atau serakah. Dengan adanya gantal ini diharapkan agar dapat
mengontrol hawa nafsu sehingga tidak terjadi hal-hal yang buruk.
f. kembang wangi [kǝmbaŋ waŋi]
Kembang wangi memiliki makna kultural kersane wangi ‘ agar wangi ‘.
Masyarakat Desa Sidorejo meyakini bahwa keharuman melambangkan
keseriusan dan kemuliaan. Maksudnya adalah kita dengan serius dan dalam
suasana hati yang tenang memohon agar doa-doa kami dikabulkan.
g. lombok abang [lɔmbɔ? abaŋ]
Lombok abang memilki makna kultural ben gumampang asal e golek
pangan ‘agar mudah dalam hal mencari nafkah’. Masyarakat Desa Sidorejo
meyakni bahwa mengkonsumsi cabai dapat membuat tubuh kita menjadi panas
dan dapat membuat pikiran menjadi cerah. Selain itu, cabai juga diyakini dapat
73
menambah semangat dalam bekerja. Hal tersebut merupakan simbol untuk
ngajeni ‘menghargai’ para lelembut dengan cara seolah-olah meminta restu agar
mudah untuk mencari nafkah dan kesuksesan dunia
h. miri [Miri]
Miri memiliki makna kultural miri tegese ben ora ngemar-ngemari ‘miri
berarti agar tidak khawatir’. Masyarakat Jawa berkeyakinan setiap memasuki
suatu daerah diwajibkan untuk memohon ijin kepada para lelembut ‘roh halus’
yang terlebih dahulu menguasai tempat tersebut. Miri tersebut disertakan di
dalam wadah takir yang selanjutnya di pendam dalam tanah dengan tujuan agar
pemilik rumah tidak khawatir pada gangguan-gangguan roh halus.
2. Sesaji Selamatan
Upacara selamatan ini terdiri dari berbagai makanan yang disajikan untuk para
peserta selamatan. Hidangan-hidangan tersebut merupakan suatu simbolik yang
memiliki arti dan makna tersendiri. Tujuan selamatan ini adalah agar selamat dalam
proses pembangunan rumah. Secara utuh makna dari sesaji selamatan adalah sebagai
symbol rasa syukur atas rahmat yang diberikan Tuhan. Sesaji dalam selamatan ini
diantaranya adalah sebagai berikut.
a. bothok pelas [bɔTɔ? pelas]
Botok pelas memiliki makna kultural sebagai symbol yang
melambangkan jiwa dan raga manusia. Bothok pelas terbuat dai campuran
74
parutan kelapa dan kedelai yang dihaluskan. Hal tersebut dikaitkan dengan jiwa
dan raga manusia yang menyatu seperti kedelai dan parutan kelapa dalam bothok
pelas.
b. gedhang raja [gǝDaŋ rɔjɔ]
Gedhang raja memiliki makna kultural sebagai perlambang pemimpin
umat manusia di bumi. Yang dimaksud pemimpin manusia adalah Nabi
Muhammad SAW. Nabi Muhamad menyabarkan Agama Islam sehingga
dianggap sebagai penyelamat umat Islam di bumi ini. Jadi gedhang raja ini
memiiki simbol untuk menghormati Nabi Muhammad SAW.
c. ingkung [inŋkuŋ]
Ingkung memiliki makna ingkang kakung, yang dimaksud adalah
baginda Rasulullah SAW. Ingkung merupakan masakan ayam yang disajikan
secara utuh. Ingkung ini sebagai perlambangan tuntunan Rasulullah SAW.
Dalam sebuah acara selamatan ingkung ini dibagikan kepada orang-orang yang
mengikuti selamatan. Hal ini seperti tuntunan Rasulullah SAW yang berguna
bagi umat islam.
d. jangan lodheh [jaŋan loDεh]
Jangan lodheh memiliki makna kultural ketenangan. Hal itu terkait
dengan cita rasa dari jangan lodheh yang memiiki rasa yang segar dan dingin.
Hal tersebut dapat membuat pikiran kita menjadi tenang dan nyaman.
75
e. jangan tempe [jaŋan tempe]
Jangan tempe memiliki makna kultural agar para tukang memiliki
semangat dalam bekerja. jangan tempe memiliki cita rasa yang sangat pedas.
Masyarakat Desa sidorejo menyakini bahwa mengonsumsi makanan pedas dapat
menabah gairah dan semangat dalam bekerja. jangan tempe disajikan pada saat
selamatan dan dikonsumsi oleh peserta selamatan dan para tukang.
f. jenang abang [jǝnaŋ abaŋ]
Jenang abang memiliki makna kultural ibu. Jenang abang berwarna
merah dan berbentuk seperti bubur. Hal ini melambangkan darah merah yang
dikeluarkan seorang wanita setiap bulan atau disebut juga darah haid. Seorang
wanita disini adalah jasmani seorang ibu.
g. jenang putih [jǝnaŋ putIh]
Jenang putih memiliki makna kultural bapak. Jenang putih memiliki
warna putih seperti tulang. Yang dimaksud tulang adalah tulangpunggung
keluarga yaitu bapak. Warna putih juga melambangkan air mani yang dimiliki
oleh seorang bapak.
h. kuluban [kuluban]
Kuluban memiliki makna kultural suatu lambang yang berfungsi untuk
menghormati gusti rasul, istri, dan putranya. Kuluban disajikan bersama dengan
76
sega gurih dan pelas. Sega gurih melambangkan pimpinan umat islam, yaitu
baginda Rasulullah SAW. Sementara pelas melambangkan umat manusia. Hal
itu melambangkan bahwa hubungan antara pemimpin degan yang dipimpin
tidak terpisahkan.
i. panggang [paŋgaŋ]
Panggang memiliki makna kultural untuk menghormati alat dan tukang
kayu. Panggang ini dibentuk dengan cara disujeni, yaitu ditusuk menggunakan
kayu dari tengah tepat di belakang brutu ‘anus’ hingga menembus pangkal leher.
Setelah itu, kepala ditarik ke depan dan di jepit dengan sayap dan kaki. Dalam
pengembangan rumah terdapat rangkaian kayu yang rumit sebagai penyangga
atap rumah, dan tukang kayu memiliki peran penting dalam merangkai kayu-
kayu tersebut. maka dari itu, dalam sesaji pembangunan rumah disertakan
panggang sebagai lambang untuk menghormati alat dan tukang kayu.
j. peyek [pεyε?]
Peyek memiliki makna kultural sebagai simbol untk menghormati hari
pasaran. Masyarakat masih sangat dipercaya terhadap petungan Jawa dan
petungan Jawa itu sendiri dihitung menggunakan hari pasaran, yaitu legi,
pahing, pon, wage, dan kliwon.
77
k. sega golong pitu [sǝgɔ gɔlɔŋ pitu]
Sega golong pitu memilki makna kultural untuk menghormati para wani.
Para Wali yang telah menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Para wali telah
mengajarkan tujuh hal yaitu kiblat papat lima pancer. Kiblat empat terkait
dengan empat nafsu dan empat arah mata angin. Arah timur terdapat nafsu
mutmainah atau nafsu baik. Arah setelah terdapat nafsu amarah. Arah barat
terdapat nafsu sufiah atau dengki. Arah utara terdapat nafsu aluamah atau
serakah. Lima pancer maksudnya adalah yang kelima itu dari manusia yang
berada diantara empat nafsu. Ditambah dengan jenang dedhak yang bermakna
sembarang e bab supaya cedhak ‘ agar didekatkan dengan berbagai hal’, dan
Jenang biru, abang abang antarane biru. . biru kui aber-aber, maksdnya biar
biru ( dikaitkan dengan kleru ‘kesalahan’) bisa aber-aber ‘kabur dengan harapan
agar terhindar dari kesalahan.
l. sega gurih [sǝgɔ gurIh]
Sega gurih memiliki akna kultural sebagai lambang kekuatan. Beras
merupakan sumber daya kekuatan hidup dan kehidupan. Jelas kiranya maksud
simbolis diakai nasi (beras, padi) dalam beberapa upacara mendirikan bangunan
rumah, rumah adalah tempat tinggal manusia-manusia satu keluarga. Gurih ini
melambangkan bahwa masing-masing memerlukan kekuatan dan sumber hidup.
Selain itu juga sebagai lambang karena sega gurih berwarna putih maka itu
sebagai lambang kesucian. Hal itu dilakukan untuk menghormati seseorang
78
putih yaitu pemimpin umat islam yaitu baginda Rasulullah SAW dan para
sahabat nabi yaitu Abu Bakar, Usman, dan Ali.
m. seondeng [sronDεŋ]
Srondeng memiliki makna kultural yang mengacu pada pohon kelapa.
Pohon kelapa dapat tumbuh dimana saja dengan mudah dan subur serta mampu
menyesuaikan dengan keadaan setempat. Pohon kelapa tersebut ibarat manusia
yang mampu hidup dimanapun. Selain itu, semua bagian dari pohon kelapa amat
berguna, baik buahnya, serabutnya, batangnya, lidinya maupun daunya. Ini
contoh yang positif bagi manusia. Hendaknya segala perbuatan kita juga
bermanfaat bagi sesame. Kita mampu berkarya, mampu menolong, member
kepada sesama. Kita bisa memberikan hal-hal yang baik, jangan kita membuat
sakit hati orang lain.
n. wedhak ripih [wǝDak ripIh]
Wedhak rapih memiliki kultural sebagai lambang gaman ‘alat’. Alat
adalah media utama manusia dalam segala hal. Wedhak ripih terdapat berbagai
jenis ubi-ubian dan palawija seperti ketela pohon, ketela rambat, jagung, dan
lain-lain. Hal itu melambangkan segala usaha yang kita lakukan pasti
menuangkan sebuah hasil. Hasil tersebut dilambangkan dengan hasil panen pala
kependem yang terdapat dalam sesaji ini. Unsure dari sesaji wedhak ripih dapat
dijelaskan sebagai berikut.
79
1) jadah abang [jadah abaŋ]
Jadah abang memiliki makna kultural sebagai lambang merah pada
bendera Negara Indonesia. Jadah abang diletakkan bersandingan dengan
jadah putih, maka terdapat merah dan putih layaknya bendera Negara
Indonesia.
2) jadah ireng [jadah irǝŋ]
Jadah ireng memiliki makna kultural hitam gelap seperti pada malah
hari. Maksudnya adalah waktu siang dan malam. Bumi terlihat pada siang
hari dan langit terlihat pada malam hari. Maksudnya adalah kita menghormati
pergantian waktu siang dan malam agar memperoleh keselamatan dikala
siang dan malam.
3) jadah putih [jadah putIh]
Jadah putih memiliki makna kultural terkait dengan jadah putih yaitu
sebagai bendera Indonesia. Adapun tujuan lambang merah putih ini adalah
untuk menghormati para pejuang yang telah memerdekakan Negara
Indonesia.
4) kupat [kopat]
Kupat memiliki makna kultural ngaku lepat, yaitu mengaku salah
seperti halnya dalam hubungan dengan kerabat, teman, dan saudara, bila
melakukan kesalahan dapat segera mengakui kesalahannya dan meminta
80
maaf. Seseorang yang memiliki sifat demikian akan memiliki banyak teman
dan mampu menjaga keharmonisan sebuah sebuah hubungan, baik itu teman,
saudara, dan keluarga. Sifat ini seperti yang dimiliki para sahabat Nabi SAW.
Dalam sesaji ini kupat juga berfungsi untuk menghormati para sahabat Nabi
SAW. Selain itu kupat juga memiliki makna kersane kuat maksudnya agar
rumah yang dibangun nanti kuat dan awet.
5) lepet [lǝpǝt]
Lepet memiliki makna kultural lepet “salah”. Ketika sadar atas
kesalahan yang dilakukan, segeralah meminta maaf. Sifat seperti ini juga
dimiliki para sahabat Nabi SAW. Dalam sesaji ini lepet memiliki fungsi untuk
menghormati para sahabat Nabi SAW. Selain itu lepet juga memiliki makna
kersane slamet, maksudnya adalah agar rumah yang dibangun nanti dapat
melindungi keluarga dari panas hujan angin dan badai.
6) opak gaplek [opa? gaplε?]
Opak gaplek memiliki makna kultural suatu lambang untuk
menghormati berkasaan ‘dedemit dan ruh-ruh jahat’. Dedemit perlu
dihormati agar kita selamat dari gangguan ruh-ruh jahat yang mungkin dapat
makin mengganggu jalannya prose pembangunan rumah.
81
7) tela pohong [telɔ pohoŋ]
Ketela pohong mempunyai batang yang mirip dengan pasak. Dalam
hal ini sesaji ini batang kereta pohong dikaitkan dengan kijing yang berada
diatas makam. Hal ini mengajarkan bahwa kita harus ingat akan kematian dan
segala sesuatu di dunia hanya bersifat sementara.
8) tela rambat [telɔ rambat]
Tela rambat memiliki makna Kanggo ngerambatake sandang pangan
rejekimu. Artinya, penggunaan sesaji tela rambat ini diharapkan agar calon
pemilik rumah dapat dilncarkan rejekinya.
3. Sesaji yang dipasang pada tiang penyangga atap bangunan.
Perlengkapan sesaji ini berisi tentang pengharapan calon pemilik ruah terhadap
rumah yang akan dibangun. Sesaji ini mempunyai tujuan yang sama dengan sesaji
selametan, yaitu agar selamat. Adapun penjelasan berdasarkan unsure-unsurnya adalah
sebagai berikut.
a. andhong [andɔŋ]
Andhong memiliki makna kultural sebagai lambang kekuatan. Daun
andhong memiliki bentuk meruncing pada bagian ujung melambangkan agar
sesuatu bangunan akan tetap kuat dan bakoh. Tekstur daun andong yang kaku
melambangkan agar bangunan kuat tidak mudah roboh tersapu angin.
82
b. beras kuning [bǝras kunIŋ]
Beras kuning memiliki makna kultural untuk menghormati keblat papat
lima pancer ‘empat arah satu pusat’. Kiblat 4 terkait dengan empat nafsu dan
empat arah mata angin. Arah timur terdapat nafsu mutmainah atau nafsu baik.
Arah selatan terdapat nafsu amarah. Arah barat terdapat nafsu sufiah atau
dengki. Arah utara terdapat nafsu aluamah atau serakah. Sementara pancer -
adalah diri sendiri, yaitu raga dan sukma.
c. brabon [brabɔn]
Makna kultural brabon adalah untuk menghormati bapak dan ibu.
Brabon merupakan kain yang diletakkan di ujung tiang penyangga. Hal itu
melambangkan bahwa kita harus meninggikan derajat orang tua karena orang
tua yang melahirkan, membesarkan, dan mendidik kita. Brabon diletakkan di
dalam rumah juga bertujuan agar kita tidak lupa pada orang tua.
d. cengkir gadhing kuning [cǝŋkIr gaDIŋ kunIŋ]
Memiliki makna kultural pikiran ruwet tetep padha eling ‘meskipun
pikiran sedang buntu atau rumit agar selalu ingat’ maksudnya adalah ketika
pikiran kita sedang terjepit sesuatu masalah dapat selalu ingat pada yang Maha
Kuasa dan memohon agar diberikan petunjuk. Cengkir kuning gadhing
merupakan buah kelapa gading yang berwarna kuning cerah. Warna kuning
cerah melambangkan pencerahan yang diberikan Tuhan ketika menemui
83
masalah. Makna dari itu, kita harus selalu eling ‘ingat’ saat kita menemui
masalah.
e. dhadhap [DaDap]
Dhadap memiliki makna kultural sebagai penenang suasana agar tetap
tenang dan dingin. Daun dhadhap berbentuk melebar dan Menyerupai hati.
Bentuk tersebut melambangkan agar para pekerja selalu dalam posisi hati yang
lapang, karena dengan hati yang lapang maka perselisihan tidak akan terjadi.
f. janur kuning [janor kunIŋ]
Janur kuning memiliki makna kultural nur ‘cahaya’, Maksudnya adalah
agar kita selalu diberi petunjuk dan selalu di jalan yang benar. Kuning memiliki
makna bening atau jernih. Janur kuning memiliki makna agar kita selalu berada
di jalan yang benar dan dengan hati yang bersih.
f. jarit [jarlt]
Jarit memiliki makna kultural adalah lambang dari sandhang ‘pakaian’.
Kebutuhan primer dalam kehidupan adalah sandhang ‘pakaian’, pangan
‘makanan’, dan papan ‘tempat tinggal’. Rumah merukapan salah satu
kebutuhan primer yaitu papan.
84
g. kembang setaman, [kǝmbaŋ sǝtaman]
Kembang setaman memiliki makna kultural agar segala hal aman dari
marabahaya. Hal itu mengacu pada kata setaman yang disinggungkan dengan
kata aman yang berarti aman atau selamat. Dalam sebuah taman bunga terdapat
berbagai macam jenis bunga. Macam-macam jenis bunga tersebut diibaratkan
dengan berbagai permasalahan yang ada dalam proses pembangunan. Dengan
pemberian sesaji kembang setaman ini diharapkan agar proses pembangunan
terhindar dari berbagai masalah. Selain itu, Dengan disertakannya kembang
setaman ini diharapkan keluarga yang akan menempati rumah ini juga terhindar
dari berbagai masalah.
h. kembang kanthil [kǝmbaŋ kanTIl]
Kembang kanthil memiliki makna kultural kinthil yang berarti
mengikuti, maksudnya adalah agar kita tetap saling menjaga hubungan
silaturahmi. Dengan memiliki tempat tinggal sendiri bukan berarti memutus
tali silaturahmi, melainkan membangun keluarga baru dan tetap menjaga tali
silaturahmi dengan keluarga dan orang tua.
i. manggar [maŋgar]
Manggar memiliki makna kultural padhang pikire jembar rejekine
‘cerah pikirannya luas rejekinya’. Artinya, dalam menjalin kehidupan berumah
tangga diharapkan agar memiliki pemikiran yang luas sehingga rejeki yang
didapat akan semakin banyak.
85
j. pari [pari]
Pari memiliki makna kultural sebagai lambang dari pangan ‘makanan’.
Kebutuhan primer dalam kehidupan adalah sandhang ‘pakaian’, pangan
‘makanan’, dan papan ‘tempat tinggal’. Rumah merupakan bagian dari
kebutuhan primer, yaitu papan.
k. ringin [riŋIn]
Ringin memiliki makna kultural mengayomi. Ringin merupakan pohon
besar yang memiliki daun lebat, sehingga siapapun yang berada dibawahnya
akan merasa nyaman. Tujuan disertakannya ringin adalah agar rumah yang
dibangun kelak memiliki kenyamanan bagi siapa saja yang menempatinya
seperti ketika seseorang berteduh di bawah pohon beringin.
l. tebu ireng [tǝbu irǝŋ]
Tebu ireng memiliki makna kultural kersane padha seneng ‘agar
merasakan kebahagiaan’. Masyarakat Desa Sidorejo sebagian besar bekerja
sebagai kuli batu dan bertani. Masyarakat Desa Sidorejo sering mengalami sakit
pinggang dan menggunakan tebu ireng sebagai obat sakit pinggang.
86
C. Perkembangan sesaji dalam pembangunan rumah di Desa Sidorejo
Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi
Perkembangan zaman telah mempengaruhi pola pikir manusia. Berubahnya
pola pikir tentu sangat berpengaruh terhadap perilaku sehingga mereka mulai
menghilangkan suatu hal yang dianggap tidak perlu. Hal itu juga mendorong untuk
menciptakan suatu hal yang baru. Perkembangan sesaji dalam pembangunan rumah di
Desa Sidorejo peneliti menemukan perbedaan unsur sesaji yang dikemukakan oleh
beberapa informan. Perbedaan tersebut peneliti anggap sebagai perkembangan dari
unsur-unsur sesaji dalam pembangunan rumah di Desa Sidorejo. Berdasarkan
Penelitian, peneliti menemukan berbagai perkembangan sesaji. Perkembangan tersebut
terletak pada perlengkapan sesaji dan peletakan sesaji dalam berbagai model rumah
baru. Perkembangan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Perkembangan perlengkapan sesaji
a. Sesaji takir
Sesaji takir adalah sesaji yang mempunyai fungsi sebagai tolak balak.
Maksud dari tolak balak itu sendiri adalah untuk mencegah ruh-ruh jahat yang
mungkin dapat mengganggu siapapun yang akan menempati rumah tersebut.
Hasil tinjauan lapangan peneliti menemukan sesaji yang tidak menggunakan
takir, melainkan memasang telur Jawa di setiap sudut fondasi layaknya
pemasangan sesaji takir. Informan menuturkan (bapak sugeng) bahwa itu juga
sudah melampaui syarat dari tolak balak. Pemasangan telur ini bermaksud
87
untuk memberi makan kepada lelembut yang menempati tempat tersebut,
sehingga tidak mengganggu sang pemilik rumah yang menempatinya.
Perkembangan dalam versi lain juga dijelaskan bahwa pada jaman
dahulu sesaji takir ini terdapat unsur sesaji gula Jawa, dalam penelitian peneliti
tidak menemukan gula merah dalam sesaji takir. Informan (bapak jumani)
menuturkan bahwa gula merah dahulu hanya pelengkap, sehingga tidak
menjadi masalah jika itu ditiadakan. Penggunaan sesaji takir yang saat ini
masih digunakan adalah bawang, brambang, dhuit cring, endhog, gantal,
lombok abang, dan miri.
b. Perkembangan bentuk sesaji pada sesaji slametan
Upacara selamatan ini terdiri dari berbagai makanan yang disajikan
untuk parapeserta selamatan. Hidangan-hidangan tersebut merupakan suatu
simbolik yang memiliki arti dan makna tersendiri. Tujuan selamatan ini adalah
agar selamat dalam proses pembangunan rumah. Secara utuh makna dari sesaji
selamatan adalah sebagai simbol rasa syukur atas rahmat yang diberikan oleh
Tuhan YME. Sesaji slametan telah mengalami perubahan dari masa-kemasa.
Hal tersebut terjadi pada mengurangan dan pemindahan peletakan sesaji. Untuk
lebih jelasnya peneliti jelaskan sebagai berikut.
1) ingkung
Masakan daging seekor ayam utuh. Artinya, daging tersebut seolah-
olah masih berujud seekor ayam hanya saja kepala ditarik ke atas dan dijepit
dengan sayap. Ayam tersebut direbus dan dicampur dengan bumbu kemiri,
88
ketumbar, kunir, bawang merah, bawang putih, santan, lengkuas, daun
salam, dan bawang goreng. Penggunaan sesaji ingkung saat ini sudah mulai
ditinggalkan. Hal itu dikarenakan harga yang dikenakan untuk membeli
seekor ayam dianggap terlalu mahal, sehingga hanya orang-orang tertentu
saja yang menggunakan sesaji ini.
2) kembang setaman
Kembang setaman adalah sesaji yang terdiri dari berbagai jenis
bunga. Kembang setaman sendiri terdiri dari bunga mawar merah, mawar
putih, melati dan kenanga. Kembang setaman memiliki makna kultural agar
segala hal aman dari marabahaya. Hasil tinjauan lapangan peneliti tidak
menemukan sesaji kembang setaman, namun informan (bapak Jumani)
menuturkan bahwa dalam sesaji pembuatan rumah seharusnya terdapat
kembang setaman. Kemudian informan (bapak Jumani) menambahkan
bahwa itu bukan merupakan inti dari sesaji melainkan hanya tambahan yang
boleh ada dan boleh tidak. Selain itu juga dikarenakan unsur kembang
setaman sendiri yang susah untuk dicari seperti bunga mawar putih dan
kenanga.
3) kupat
Kupat adalah makanan yang terbuat dari beras yang direndam
terlebih dahulu, kemudian dimasukkan ke dalam anyaman daun kelapa
berbentuk persegi empat, kemudian direbus dengan air sampai matang.
89
Perkembangan dari sesaji kupat ini adalah dahulu diletakkan dalam satu
wadah dengan lepet, namun saat ini sesaji ini diletakkan ke dalam sesaji
wedhak ripih.
4) lepet
Lepet memiliki makna leksikal suatu makanan yang terbuat dari
ketan putih yang dibungkus menggunakan daun kelapa, kemudian ditali
pada tiga bagian, bagian atas tengah dan bawah. Perkembangan dari
Sesaji ini sama seperti sesaji kupat, yaitu dahulu diletakkan dalam satu
wadah dengan kupat, namun saat ini sesaji lepet diletakkan ke dalam
wedhak ripih.
5) sega golong pitu
Sega golong pitu yaitu nasi putih yang dibentuk bulat dikepal-kepal
menggunakan tangan. Nasi ini berjumlah tujuh buah bulatan. Perubahan
yang terdapat dalam sesaji ini adalah perubahan bentuk Sega golong pitu
yang dulu bulat menyerupai bola sekarang berubah menjadi bulatan pipih.
Selain itu pada sesaji Sega golong pitu juga mengalami penambahan lauk
pauk yang ditaruh diatasnya yang disekat dengan selembar daun pisang.
Penambahan ini tidak mempunyai makna khusus dalam sesaji ini dan
merupakan tambahan saja.
90
6) srondeng
srondeng adalah lauk yang terbuat dari parutan kelapa kemudian
dicampur dengan bumbu yaitu kunyit, ketumbar, bawang putih, bawang
merah dan ditambah daun salam, daun jeruk purut dan lengkuas. Srondeng
dalam sesaji selamatan ini dulunya tidak ada, namun saat ini peneliti
menemukan adanya srondeng dalam sesaji selamatan. Srondeng ini
memiliki makna agar manusia memiliki sifat menyerupai pohon kelapa
yang bermanfaat mulai dari daun buah dan batangnya.
7) wedhak ripih
Wedhak ripih memiliki makna leksikal yang terdiri dari aneka
makanan seperti rengginan, opak gaplek, jenang, jadah, kopat, lepet,
jagung, tela pohong, tela rambat, dan jagung. Aneka makanan ini
ditempatkan dalam satu wadah. Informan (mbah Wagiman) menuturkan
bahwa sebenarnya sesaji wedhak ripih terdiri dari jepan, jadah ireng putih,
enthik, telo pohong, dan uwi. Hal tersebut menunjukkan bahwa sesaji
wedhak ripih mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut adalah
hilangnya jipan, penambahan jagung, opak gaplek, dan jajanan pasar
seperti apem, mendud dan jajanan pasar lainnya.
91
2. Perkembangan peletakan sesaji
Untuk rumah model batu sesaji tetap digunakan dan diletakkan menyerupai
model lama. Sesaji tiang diletakkan pada bangunan utama diambil empat titik
tengah dari ujung fondasi. Untuk mengetahui bangunan utama dapat dilihat dari
letak pintu utama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Berikut merupakan cara peletakan sesaji takir dalam rumah yang berbentuk ’L’.
Gambar. 3
Gambar di atas menunjukkan rumah yang letak pintunya berada di ujung
huruf ‘L’. Bila pintu berada di sisi lain maka perhatikan gambar berikut.
Keterangan:Fondasi
Sesaji takir
Sesaji Tiang
pintu