Upload
lamkhuong
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
A. Kajian Pustaka
1. Batik
Batik adalah sehelai wasrta, yakni sehelai kain yang dibuat secara
tradisional dan terutama juga digunakan dalam matra tradisional, beragam
hias pola batik tertentu, yang pembuatannya menggunakan teknik celup
rintang dengan malam atau lilin batik sebagai bahan perintang warna.
Suatu wastra dapat disebut batik bila mengandung dua unsur pokok: teknik
celup rintang yang menggunakan lilin sebagai perintang warna dan pola
yang beragam hias khas batik (Doellah, 2002 : 10). Batik merupakan seni
kreasi membuat bahan sandang dengan motif-motif hias menggunakan
media malam/wax di bahan kain. Seni batik adalah salah satu kesenian
khas Indonesia yang telah berabadabad lamanya hidup dan berkembang,
sehingga merupakan salah satu bukti peninggalan sejarah budaya Bangsa
Indonesia. Banyak hal yang dapat terungkap dari seni batik, seperti latar
belakang kebudayaan, kepercayaan, adat istiadat, sifat dan tata kehidupan,
alam lingkungan, cita rasa, tingkat ketrampilan dan lain-lain. (Djoemena,
1990: 15). Keberadaan motif dan pola pada batik memegang peranan yang
sangat penting. Motif adalah kerangka gambar yang merupakan bagian
pokok dari pola, yang apabila motif itu digabungkan akan menghasilkan
pola batik sesuai dengan motifnya. Motif merupakan desain yang dibuat
dari bagian-bagian bentuk, berbagai macam garis atau elemen-elemen,
yang terkadang begitu kuat dipengaruhi oleh bentuk-bentuk stilasi alam
benda, dengan gaya dan ciri khas tersendiri (Suhersono, 2006: 810). Pola
9
batik merupakan kerangka gambar yang mewujudkan batik secara
keseluruhan. Penerapan pola dalam batik yaitu dengan mengulang dan
mengatur lagi. Pola adalah suatu bentuk pengulangan motif yang disusun
dan diatur kembali secara struktual. Pola merupakan bentuk pengulangan
motif, artinya sebuah motif yang diulang secara struktual dipandang
sebagai pola (Sunaryo, 2010: 14). Penggolongan motif batik dibagi
menjadi tiga golongan yaitu (Susanto, 1980: 215-231):
a. Golongan geometris.
Golongan geometris adalah golongan motif yang mudah dibagi-bagi
menjadi bagian-bagian yang disebut rapor (Susanto, 1980: 215).
Golongan geometris ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu pertama
yang rapornya berbentuk seperti ilmu ukir biasa, dengan bentuk segi
empat, segi empat panjang dan lingkaran. Kedua tersusun dalam garis
miring, sehingga rapornya berbentuk belah ketupat. Motif batik yang
tergolong mepunyai rapor segi empat ialah :
1) Golongan motif banji.
Golongan motif banji yaitu motif yang berdasarkan ornament
swastika. Batik banyumas adalah daerah yang masih membuat
motif banji ini, dengan proses bedesan sehingga hanya terdapat
warna hitam dan coklat. Motif ini tergolong motif klasik
2) Golongan motif Ganggong.
Golongan motif ganggong sepintas seperti motif ceplok, bedanya
motif ganggong berupa garis yang tidak sama panjang, sedang
ujung garis yang paling panjang mirip bentuk salib.
10
3) Golongan motif Ceplok.
Golongan motif Ceplok adalah motif batik yang di dalamnya
terdapat gambar-gambar segi empat, lingkaran dan segala
variasinya. Nama-nama pada motif ceplok di ambil berdasarkan
nama penciptanya, Isi ornamen yang di gambarkan dan
berdasarkan atas kedaerahan.
4) Golongan motif nitik atau anyaman.
Golongan motif nitik adalah motif yang tersusun atas garis-garis
putus, titik-titik dan variasinya, sehingga motif nitik disebut juga
motif anyaman. Motif ini dianggap motif asli dan tergolong motif
tua.
5) Golongan motif kawung
Golongan motif kawung yaitu motif yang tersusun dalam bentuk
bundar, lonjong atau elips. Susunan memanjang menurut garis
diagonal miring kekiri dan kekanan secara berselang seling. Motif
kawung digambarkan berupa lingkaran-lingkaran yang saling
berpotongan atau bentuk bulat lonjong yang saling mengarah
kesatu titik yang sama. Nama-nama dari motif kawung didasarkan
pada besar kecilnya kawung tersebut, misalnya :
a) Kawung bentuknya kecil-kecil disebut kawung pecis. Pecis
adalah nama mata uang dari logam yang paling kecil.
b) Kawung yang berukuran agak besar disebut kawung bribil.
Bribil adalah mata uang logam yang besarnya lebih besar dari
picis.
11
c) Kawung yang lebih besar dari kawung bribil disebut kawung
sen.
6) Golongan motif parang dan lereng
Golongan motif parang dan lereng adalah motif-motif yang
tersusun menurut garis miring atau diagonal. Pada bidang miring
antara dua deret parang yang bertolak belakang digambar deretan
segi empat yang disebut mlinjon. Jadi kalau tidak terdapat mlinjon
berarti bukan parang tetapi lereng atau liris.
b. Golongan non geometris.
Golongan non geometris yaitu motif batik yang tersusun atas ornamen
tumbuh-tumbuhan, meru, pohon hayat, candi, binatang, burung, garuda
ular atau naga, dalam susunan tidak teratur menurut bidang geometris
meskipun dalam satu kain batik akan terjadi pengulangan motif
tersebut, yang termasuk golongan motif non geometris adalah :
1) Motif Semen.
Motif semen berasal dari bahasa jawa “semi” yang berarti
tumbuhnya bagian dari tanaman. Susunan ornamen semen ini
terdiri dari tumbuh-tumbuhan, burung, binatang, lar-laran yang
disusun dalam komposisi pembagian bidang yang harmonis.
2) Motif buketan atau terang bulan.
Motif buketan adalah motif yang mengambil tumbuh-tumbuhan
atau bunga-bunga sebagai ornamen hias, digambar secara realistis
tanpa distilisasi, disusun meluas memenuhi bidang kain yang
terdapat pada kain sarung, sedangkan motif terang bulan hampir
12
sama dengan motif buketan hanya penempatannya pada ujung kain
berbentuk segitiga yang disebut “tumpal”. Tumpal ini diberi isen-
isen motif batik, sedangkan yang diluar bidang tumpal diberi
ornamen kecil-kecil yang bertebaran.
2. Perkembangan Batik
Para ahli arkeolog telah menemukan fakta, bahwa orang-orang
Mesir dan Parsi telah memakai pakaian-pakaian batik dua ribu tahun yang
lampau. Penduduk di Jepang, Tiongkok dan India dan kebanyakan
negara-negara Timur. Di Indonesia tepatnya di pulau Jawa batik telah ada
sejak abad ke-10 sesudah Masehi, dan sejak itu pula batik telah menjadi
satu dengan sejarah dan kebudayaan orang-orang Jawa sehingga tidak
dapat dipisahkan daripadanya (Martin & Dwijoamiguno, 1980: 7).
Pengguanaan batik di daerah Solo terdapat aturan atau tata cara tentang
pemakaian batik. Peraturan ini antara lain menyangkut (Djoemena, 1986:
11):
1. Kedudukan sosial si pemakai.
2. Pada kesempatan atau peristiwa mana kain batik ini dipakai atau
dipergunakan tergantung dari makna atau arti dan harapan yang
terkandung pada ragam hias tersebut.
Perubahan jaman dan kebutuhan manusia memberikan dampak
pada perubahan kebutuhan tekstil. Teknologi printing telah „membanting‟
batik tulis, sehingga batik tradisional mengurangi produksi 30 %.
Bahkan beberapa pengusaha terpaksa menganggurkan tenaga kerjanya
lebih dari separuh buruh yang semula 100 orang (Rizali, 2006: 82). Kain
13
batik dipandang tidak praktis untuk diperbanyak dengan waktu yang cepat
misalnya kebutuhan kain seragam. Pada saat batik mulai ditinggalkan para
peminatnya karena dianggap tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan adat
kebiasaan mereka yang baru, maka orang berusaha untuk mencari dimensi
baru seni batik dengan maksud agar eksistensinya di masyarakat masih
dapat dipertahankan. Kini kain batik tidak hanya sebagai kain yang
eksistensinya semakin menurun karena semakin dipandang tidak praktis
untuk kehidupan modern tetapi juga untuk kemeja, rok, jas, dan blaster,
dan bahkan juga untuk alas meja, bed cover, gorden, dan sebagainya
(Soedarso, 1998: 12-13). Batik yang berusaha menunjukan eksistensinya
tidak hanya berkembang karena faktor fungsi namun juga aspek estetis dan
ide. Selama lebih dari 150 tahun terakhir, produksi batik terlibat dengan
berbagai perkembangan gagasan, baik pada aspek estetis, teknologi,
maupun fungsionalnya. Eksistensinya menunjukan suatu tradisi dari
sebuah produk kebudayaan Indonesia yang tidak statis, melainkan
senantiasa berada dalam dinamika sesuai dengan perkembangan
lingkungan dan semangat zaman, sebagai suatu bentuk dari integrasi
tradisi dengan modernitas (Musman, 2011: 9).
Kebutuhan batik kreasi baru di masa kini merupakan kebutuhan
yang mengikuti perubahan kebudayaan. Budaya inovasi motif batik yang
berkembang pesat ini tidak terlepas dari kehendak pasar dan kebutuhan
konsumen masa kini. Seperti yang diungkapkan Endraswara bahwa,
kebudayaan adalah sebuah produk manusia yang dipengaruhi oleh ruang
dan waktu (Endraswara, 2006: 24 ). Perkembangan batik membuktikan
14
bahwa batik sangat dinamis, yaitu dapat disesuaikan dalam dimensi ruang,
waktu, dan bentuk. Dimensi ruang adalah dimensi yang berkaitan dengan
wilayah persebaran batik di indonesia yang pada akhirnya menghasilkan
sebuah gaya kedaerahan seperti batik Yogyakarta & Batik Surakarta.
Dimensi waktu adalah dimensi yang berkaitan dengan perkembangan dari
masa lalu sampai masa sekarang. (Haryono, 2008: 1).
Lingkungan yang selalu berubah seiring perubahan gaya dan tradisi
mempengaruhi perkembangan pola batik. Seniman dalam menciptakan
karya seni dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya (Masiswo,
2013: 31-34). Menurut perkembangannya, pola batik diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu pola batik klasik (batik keraton) dan pola batik
kontemporer. Pola batik kontemporer adalah pola batik yang sudah
mengalami pengembangan atau inovasi baru. Pola batik klasik adalah pola
batik tradisi berasal dari warisan leluhur. Disamping itu, pola batik klasik
memiliki nilai estetik yang tinggi dan terdapat pesan moral di dalamnya.
(Doellah, 2002 : 55).
Struktur dasar batik merupakan prinsip dasar penyusunan batik.
Struktur batik terdiri dari unsur pola atau motif batik yang disusun
berdasarkan pola yang sudah baku (Kartika, 2007: 87).
1. Motif Utama
Motif utama, merupakan unsur pokok pola, berupa gambar-gambar
bentuk tertentu, karena merupakan unsur pokok maka dapat disebut
ornamen utama (pokok)
2. Motif Pendukung
15
Motif pendukung merupakan pola berupa gambar-gambar yang dibuat
untuk mengisi bidang, bentuk lebih kecil dari pada ornamen utama.
Motif ini juga dapat disebut ornamen pengisi (selingan)
3. Moti Isen-isen
Motif isen untuk memperindah pola secara keseluruhan , baik
ornamen pokok maupun ornamen pengisi diberi isian berupa hiasan
titik-titik, garis-garis, gabungan titik dan garis. Biasanya isen dalam
seni batik mempunyai bentuk dan nama tertentu, dan dalam jumlah
banyak.
3. Batik Kontemporer
Seni Rupa Kontemporer muncul pada tahun 1970-an setelah seni
modern dianggap krisis karena telah mengalami kemapanan. Disini
muncul seni rupa baru Indonesia pada tahun 1975. Dasar dari gerakan seni
rupa baru Indonesia adalah berupaya agar seni lebih hidup, tidak
memusingkan kepala, alamiah, berfaedah, dan sebuah realitas kehidupan
dalam seantero spektrum masyarakat (Mikluoho-Maklai, 1998: 41).
Menurut Bambang Utoro (1979: 101) arti kata kontemporer adalah
“dewasa ini” atau pada “masa kini”. Kontemporer artinya kekinian,
modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi
waktu yang sama atau saat ini, jadi seni kontemporer adalah seni yang
tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman
sekarang. Kata “kontemporer” yang berasal dari kata “co” (bersama) dan
“tempo” (waktu). Sehingga menegaskan bahwa seni kontemporer adalah
karya yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui.
16
Arti kata kontemporer adalah dewasa ini atau masa kini, maka
motif-motif batik kontemporer merupakan motif-motif batik yang dibuat
untuk masa kini. Batik kontemporer sebagian besar dibuat oleh para
seniman, juga para desainer batik. Motif yang dibuat dalam batik
kontemporer sangat bebas tergantung seniman atau desainernya.
Perkembangan Batik Kontemporer atau batik modern ini dimulai sejak
tahun 1967 dan mendapat sambutan pada tahun 1970. Pada tahun 1970
para seniman dan masyarakat mulai menerima dan mengakui adanya batik
modern. Beberapa jenis batik dalam batik modern ini antara lain (1) Gaya
abstrak minimalis (2) Gaya gabungan (3) Gaya lukisan (4) Gaya khusus
cerita lama, terkadang seperti campuran antara nyata dan abstrak dan
mungkin banyak gaya lain lagi tergantung dari pelukis/ seniman yang
mengembangkan (Susanto, 1980: 15).
Batik Kontemporer yaitu semua macam jenis batik yang motif dan
gaya tidak seperti batik tradisional, tidak terikat aturan tertentu seperti
pada isen-isen, dan bersifat bebas. Teknik yang digunakanpun tidak terikat
pada alat yang biasa dipakai dalam membatik. Motif dan isen tergantung si
pencipta, satu hal lagi yang menjadi ciri batik kreasi baru tidak memiliki
keterkaitan dengan tradisi tertentu (Susanto, 1980: 15). Bentuk dan corak
kain masa kini memiliki kemungkinan gagasan yang tidak terbatas,
bersifat dekoratif sekuler ketimbang simbolis spiritual, serta amat dinamis
siklus-siklus pergantiannya (Musman, 2011: 11). Motif batik kontemporer
menganut gaya bebas dan tidak bermakna sebagaimana batik tradisional.
Motif batik klasik dimasukan pada batik kontemporer sebagai pengisi atau
17
pendukung motif batik kontemporer membuktikan bahwa batik
kontemporer masih membawa gaya tradisi walaupun tidak lagi memiliki
makna. Batik tulis kontemporer yang mempertahankan cara pembuatan
batik dengan tulis tangan atau canting ini masih membawa unsur
tradisional dengan teknik yang tradisional. Fenomena ini sependapat
dengan ungkapkan Michael Dove, tradisional tidak harus berarti
terbelakang. Budaya tradisional selalu mengalami perubahan yang dinamis
oleh karena itu budaya tradisional tidak merubah ketradisionalan itu
sendiri (Dove, 1985: XV). Menurut Asmoro Damais dalam “Indonesia
Indah”, batik masa depan perlu mengikuti perkembangan kecenderungan
masa dengan mendayagunakan corak-corak batik lama untuk kebutuhan
baru, dalam tata warna dan proporsi yang sesuai dengan selera masa kini (
Anas, Biranul dkk, 1997: 227)
Batik kontemporer menjadi salah satu kebutuhan bagi masyarakat
modern dimana bentuk dan gaya corak kain masa kini memiliki
kemungkinan gagasan yang tidak terbatas. Batik kontemporer muncul
karena berbagai dinamika mode dan tren. Batik kontemporer menjadi
pilihan masyarakat karena sifatnya yang lebih ekspresif, tidak terikat
dengan tradisi tertentu, dan sesuai dengan semangat zaman (kekinian).
Fakta ini ditandai dengan banyaknya permintaan pasar terhadap batik
kontemporer sehingga mendatangkan nilai ekonomi dan mendorong
kreativitas seniman, desainer maupun pengrajin batik untuk menciptakan
beragam kreasi batik kontemporer (Kompas, 2/10/2009).
18
Menurut Biranul Anas, dkk, batik kontemporer mampu menjawab
tuntutan zaman yang menuntut sesuatu yang mengandung kebaruan,
mempunyai karakter khusus (unik) dan sesuai dengan semangat zaman
mengikuti perkembangan corak lingkungan usaha yang ditandai oleh
kesementaraan/ trend (Anas, Biranul dkk, 1997: 240-246).
Menurut Destin Huru Setiati (2007: 61) batik kontemporer berpola
bebas dan biasanya mengambil bentuk primitif, bentuk patung, bentuk
alam, dan sebagainya. Pengertian dan beberapa uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa batik Kontemporer merupakan batik bersifat modern
yang dibuat dari ide masa kini dengan kebebeasaan motif dan tidak terikat
pada alat yang dipakai maupun oleh aturan-aturan dan tradisi.
Batik kontemporer memiliki beberapa karakteristik yang
membedakan dengan batik klasik. Perbedaan ini dapat digunakan sebagai
acuan untuk menggolongkan batik yang diproduksi di desa Kliwonan
sebagai batik klasik atau kontemporer. Terkait hal ini telah ada penelitian
yang menggolongkan batik Kliwonan sebagai siasat menjawab permintaan
pasar. Berikut ini adalah hasil penelitian terdahulu yang mengungkapkan
Penggarapan beberapa jenis pola di komunitas batik Kliwonan merupakan
siasat menjawab permintaan pasar, Batik Kliwonan menggarap (Affanti,
2009: 146):
19
a. Batik Pola Klasik
Batik klasik merupakan batik rakyat yang dilegitimasi kemudian
menjadi bagian tradisi budaya kraton Jawa yang mencapai
kesempurnaan pada beberapa motif yang sekarang (Dharsono, 2007:
75). Motif batik pola klasik dibuat berdasarkan tradisi dan tetap
bertahan sejak dahulu hingga saat ini. Batik jenis ini telah menjadi
pesanan rutin dari beberapa toko batik atau pedagang batik di
Surakarta. Jenis-jenis polanya sebagian besar ditentukan oleh pihak
pemesan seperti pola sidomulya, sidodrajad, sidomukti, semen rama,
dan lain-lainnya. Keadaan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa
batik pola klasik masih dibutuhkan oleh masyarakat.
b. Batik Gabungan Pola Klasik
Batik gabungan pola klasik adalah batik yang pola hiasnya digarap
melalui gabungan antara dua pola atau motif klasik, misalnya pola
cakar dengan motif gurda, pola truntum dengan lar, dan seterusnya,
Pelaksanannya, motif-motif batik klasik ini oleh seniman perajin
digubah dengan cara menghilangkan motif-motif tertentu,
menambahkan motif-motif tertentu, menggabungkan dengan isen-
isen lainnya, menghaluskan isen-isennya dan seterusnya, namun ciri
dasarnya masih nampak.
c. Batik Pola Agraris
Pola agraris pada Batik Kliwonan juga sangat menonjol. Mulai
berkembang setelah para pembatik mendirikan usaha batik di daerah
ini, yaitu sekitar tahun 1990-an, pola-pola ini seringkali tampil
20
dengan variasinya. Alam lingkungan pedesaan atau pertanian
memberikan inspirasi dalam penciptaan pola agraris Batik Kliwonan.
Motif-motif agraris yang diterapkan biasanya berwujud alam, fauna
(burung, ayam, kambing, kupu-kupu, dan lain-lainnya), dan flora
(pohon, bambu, padi, bunga kanthil, bunga melati, bunga mawar,
dan lain-lainnya).
d. Batik Gabungan Pola Klasik dengan Motif Agraris
Sejak masih menjadi buruh batik pada juragan batik saudagaran,
masyarakat yang berada di lingkungan Batik Kliwonan telah
membuat batik gabungan pola klasik dengan pola agraris. Pola-pola
jenis ini mulai berkembang seiring dengan berkembangnya batik
saudagaran yaitu sekitar awal tahun 1870-an. Gabungan pola atau
motif klasik dengan motif agraris dalam garapan Batik Kliwonan
biasanya diwujudkan dalam pola ceplokan, lerengan atau buketan.
Motif atau pola klasik yang dimanfaatkan diadopsi dari flora dan
fauna di lingkungannya.
e. Batik Pola Naratif
Beberapa perusahaan batik akhir-akhir ini (sejak tahun 2007)
berusaha untuk menciptakan ciri khasnya masing-masing dan
kemudian muncul batik-batik cerita atau „batik naratif‟ yang
menggambarkan kegiatan atau fenomena di lingkungan para
perajinnya, dan karya-karya semacam ini hampir tidak terdapat
dalam sentra pembatikan yang lain di Surakarta. Batik pola naratif
mulai berkembang sekitar tahun 2005-an di Batik Kliwonan.
21
Penelitian berikut dilakukan oleh Puryanti dengan judul “Batik
Kliwonan Di Kabupaten Sragen (Studi Nilai-nilai Filsafati Jawa Dalam
Batik Kliwonan). Tujuan penelitian ini fokus terhadap pendiskripsian
nilai-nilai filsafati Jawa yang terkandung dalam batik Kliwonan di
Kabupaten Sragen. Penelitian ini juga sedikit menyinggung mengenai
batik kreasi baru. Ragam hias yang ada pada batik kreasi baru pada
umumnya terdiri dari bentuk-bentuk yang berasal dari:
a. Tumbuhan atau flora
b. Binatang atau fauna
c. Gabungan motif binatang dan tumbuhan
d. Gabungan motif tradisional dan kreasi baru ( Puryanti, 2010: 87)
3. Konsep Perancangan tekstil
a. Aspek Perancangan
Perancangan atau pengembangan produk dibutuhkan oleh
produsen dalam rangka mempertahankan atau meningkatkan pangsa
pasar dengan cara mengidentifikasi kebutuhan konsumen (Ginting,
2013: 16). Proses Perancangan adalah menjabarkan hasil dasar
pemikiran sebagai aplikasi dari kerangka konseptual ke kerangka kerja
perancangan secara visual ( Rizali, 2012: 57). Seperti yang
diungkapkan Agus Sachari, Satu ide tidaklah begitu saja mencuat lalu
dijabarkan dalam bentuk produk, melainkan ide tersebut merupakan
transformasi pemecahan masalah yang berorientasi kepada pasar
(Sachari, 1986: 147). Proses perancangan ini tidak lain untuk
memenuhi permintaan pasar. Kegiatan perancangan dimulai dengan
22
didapatkannya persepsi tentang kebutuhan manusia kemudian disusul
dengan penciptaan konsep produk dan perancangan, pengembangan
serta penyempurnaan produk dan diakhiri dengan pemasaran produk
(Ginting, 2013: 15).
Menurut Nanang Rizali, dalam konsep perancangan ada
beberapa aspek yang harus dipertimbangkan antara lain, bahan,
fungsional (kegunaan), teknik pelaksanaan, daya tarik (keindahan,
tren, selera konsumen dan pemasaran) (Rizali, 2012: 58).
b. Pengembangan Produk
Seiring berkembangnya kekayaan wujud rupa, pasar batik
klasik mengalami kejenuhan. Pasar batik mengalami kelesuan.
Strategi Pemasaran untuk mengatasi pemasaran batik yang sedang
terjadi kelesuan pada usaha pembatikan salah satunya yaitu
memproduksi produk pengganti yang disenangi konsumen. Pengrajin
Batik Kliwonan menyiasati dengan membaurkan batik kreasi baru
untuk memperoleh keuntungan yang lebih baik.
Kejenuhan konsumen terjadi ketika produk yang ditawarkan
sudah menjadi kebiasaan umum digunakan manfaatnya. Pemanfaatan
produk yang berulang terjadi menjadikan konsumen merasa jenuh dan
mempunyai keinginan untuk mencari produk sejenis lainnya dengan
meninggalkan produk yang selama ini mereka gunakan. Konsumen
mencari produk sejenis yang memberikan “nuansa baru” baik dari segi
warna, bentuk, kualitas, dan daya tahan. Rasa jenuh terhadap produk
23
yang ditawarkan dapat dihindari dengan strategi inovasi (Sunyoto,
2014: 82).
Strategi inovasi dapat dilakukan dengan mengembangkan
produk. Pengembangan produk disebut juga merchandising adalah
kegiatan- kegiatan pembuat barang dan perantara yang bermaksud
melakukan penyesuaian barang-barang yang dibuat atau ditawarkan
untuk dijual atas permintaan pembeli. Tujuan pengembangan produk
baru antara lain:
a. Untuk memenuhi tuntutan kualitas.
b. Agar perusahaan dapat beradaptasi dengan kebutuhan konsumen
yang semakin meningkat.
c. Untuk memperbaiki tingkat pertumbuhan produktivitas
d. Untuk bertahan dikompetisi global (Ginting, 2013: 16)
Termasuk di dalam pengembangan produk adalah penentuan
kualitas, ukuran, bentuk, daya tarik lahiriah, labeling, cap tanda
(branding), pembungkus (packaging), dan sebagainya untuk
menyesuaikan selera yang sedang tumbuh (Sunyoto, 2014: 82).
Kualitas produk dapat ditentukan oleh (Sunyoto, 2014: 83):
a. Material
Material atau bahan adalah zat/benda/barang yang dibutuhkan
untuk membuat sesuatu.
b. Teknik / cara pembuatan
Teknik adalah suatu metode, keahlian, atau seni praktis yang
diterapkan pada suatu tugas tertentu (Machali, 2009: 107).
24
c. Tingkat keahlian orang/ perusahaan yang mengerjakan
Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara
langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi.
Dalam faktor produksi tenaga kerja ini terkandung unsur fisik,
pikiran, serta kemampuan yang dimiliki (Alam, 2004: 54).
d. Engineering design dan specifications
Engineering design dapat didefinisikan sebagai “Rangkaian
kegiatan yang mengaplikasikan berbagai teknik dan prinsip-prinsip
scientifik yang bertujuan untuk mendefinisikan peralatan, proses,
atau sistem secara detail sehingga dapat
direalisasikan”(https://karyatulisilmiah.com/wpcontent/uploads/201
6/04/Bab-01-Pengantar-Engineering-Design.pdf.)
e. Daya tarik
Daya tarik lahiriah ini diciptakan antara lain pada motifnya yang
berkembang dan inovatif. Strategi inovasi produk diperlukan untuk
menghindari konsumen dari rasa jenuh terhadap produk yang
ditawarkan (Sunyoto, 2014: 86). Budaya inovasi motif batik tidak
terlepas dari kehendak pasar dan kebutuhan konsumen masa kini.
Seperti yang diungkapkan Endraswara bahwa, Kebudayaan itu
diciptakan (diproduksi) berdasarkan pertimbangan konsumen. Jika
konsumen penuh maka muncul kebudayaan baru. Jika konsumen
semakin tertarik maka muncul pula budaya inovasi (Endraswara,
2006: 24 ).
25
Ukuran : hasil mengukur; panjang, lebar, luas, besar sesuatu;
bilangan yang menunjukkan besar satuan ukuran suatu benda
(http://kbbi.web.id/ukur).
Bentuk: rupa; wujud yang ditampilkan
(http://kbbi.web.id/ukur).
Labeling/pelabelan merupakan pemberian label terhadap
suatu jenis objek tertentu. Labelling adalah sebuah definisi yang
ketika diberikan pada seseorang akan menjadi identitas diri orang
tersebut, dan menjelaskan orang dengan tipe bagaimanakah dia
(Jones, 2003: 147). labeling adalah proses melabel seseorang.
Label menurut A Handbook for The Study of Mental Health, adalah
sebuah definisi yang ketika diberikan pada seseorang akan menjadi
identitas diri orang tersebut, dan menjelaskan orang dengan tipe
bagaimanakah dia. Dengan memberikan label pada diri sesorang,
kita cenderung melihat dia secara keseluruhan kepribadiannya, dan
bukan pada perilakunya satu per satu (Ahmadi, dadi & aliyah
nur‟aini H, 2005: 299).
Cap tanda (branding) : landa (2006:4) menyataka bahwa kini
istilah brand telah berkembang, dari sekedar merk atau nama
dagang dari suatu produk, jasa atau perusahaan, yang berkaitan
dengan hal-hal yang kasat mata dari merk; seperti nama dagang,
logo, ciri visual lainnya; kini juga berarti citra, kredibilitas,
karakter, kesan, persepsi dan anggapan di benak konsumen (Landa,
26
Robin. (2006). Designing Brand Experiences. Thomson Delmar
Learning.).
Pembungkus (packaging): Angipora (2006:151) menyatakan
bahwa packaging adalah seluruh kegiatan merancang dan
memproduksi pembungkus suatu produk karena packaging atau
kemasan memiliki fungsi yang sangat penting. Kemasan secara
sederhana dapat diartikan suatu benda yang digunakan untuk
membungkus atau untuk melindungi suatu barang agar rapi atau
bersih. Setiadi (2005:46) Kemasan memiliki fungsi yang sangat
penting untuk suatu benda yang digunakan untuk membungkus
atau untuk melindungi suatu barang agar rapi atau bersih.
Disimpulkan bahwa Packaging adalah suatu kegiatan yang di
lakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan kemasan yang baik
maupun menarik untuk pelanggan.
27
B. Teori dan Kerangka Berfikir
Sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu Studi Batik Tulis
Kontemporer Di Desa Kliwonan Kabupaten Sragen , maka dapat
digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar bagan 1
Kerangka Penelitian
Latar Belakang Batik tulis kontemporer di kliwonan
Konsep Perancangan Batik Tulis Kontemporer
Faktor Ekonomi
Bahan
Fungsi
Teknik
Daya Tarik
Upaya Pengembangan Batik Tulis kontemporer
Permintaan Pasar
28
Keterangan:
Penelitian ini mendeskripsikan latar belakang berkembangnya batik tulis
kontemporer di wilayah Kliwonan. Batik tulis Kontemporer merupakan batik
kreasi baru yang dibuat dari ide masa kini dengan kebebasaan motif dan tidak
terikat pada alat yang dipakai maupun oleh aturan-aturan dan tradisi.
Penelitian ini mendiskripsikan proses perancangan batik tulis
kontemporer yang meliputi pertimbangan sumber ide, teknis pelaksanaan, serta
bahan dan fungsi. Sumber ide, teknis pelaksanaan, serta bahan dan fungsi yang
dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan pasar modern. (Rizali, 2012: 58).
Proses Perancangan adalah menjabarkan hasil dasar pemikiran sebagai
aplikasi dari kerangka konseptual ke kerangka kerja perancangan secara visual (
Rizali, 2012: 57). Proses perancangan ini tidak lain untuk memenuhi permintaan
pasar. Permintaan pasar menyesuaikan kebutuhan selera pasar yang sedang
tumbuh, maka diperlukan pengembangan perwujudan produk batik tulis
kontemporer. Pengembangan tersebut meliputi, penentuan kualitas, ukuran,
bentuk, daya tarik lahiriah, labeling, cap tanda (branding), pembungkus
(Packaging), dan sebagainya. Kualitas produk secara lebih spesifik dapat
ditentukan melalui material teknik, tingkat keahlian perusahaan, engineering
design, dan daya tarik (Sunyoto, 2014: 83).