56
Proposal Penelitian PROPOSAL PENELITIAN MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSIF (Studi tentang strategi peningkatan layanan penyelenggaraan pendidikan inklusif) A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan diyakini merupakan salah satu aspek pembangunan bangsa yang sangat penting untuk mewujudkan warga negara yang handal profesional dan berdaya saing tinggi. Pendidikan juga dipandang sebagai investasi penting dalam pembangunan nilai-nilai dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dalam perjalanan hidup berbangsa dan bernegara. Di samping itu, diyakini pula oleh berbagai bangsa bahwa pendidikan juga merupakan cara yang efektif sebagai proses nation and character building, yang sangat menentukan perjalanan dan regenerasi suatu negara. Pembangunan pendidikan merupakan bagian penting dari upaya menyeluruh dan sungguh-sungguh untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional. Berdasarkan hal tersebut, pembangunan pendidikan mencakup berbagai dimensi yang luas dan diselenggarakan SPS UPI Bandung © 2008 1

BAB I · Web viewMANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSIF (Studi tentang strategi peningkatan layanan penyelenggaraan pendidikan inklusif) Latar Belakang Penelitian Pendidikan diyakini merupakan

  • Upload
    vudung

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Proposal Penelitian

PROPOSAL PENELITIAN MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSIF

(Studi tentang strategi peningkatan layanan penyelenggaraan pendidikan inklusif)

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan diyakini merupakan salah satu aspek pembangunan bangsa

yang sangat penting untuk mewujudkan warga negara yang handal

profesional dan berdaya saing tinggi. Pendidikan juga dipandang sebagai

investasi penting dalam pembangunan nilai-nilai dan pertumbuhan

ekonomi suatu bangsa dalam perjalanan hidup berbangsa dan bernegara.

Di samping itu, diyakini pula oleh berbagai bangsa bahwa pendidikan juga

merupakan cara yang efektif sebagai proses nation and character

building, yang sangat menentukan perjalanan dan regenerasi suatu

negara.

Pembangunan pendidikan merupakan bagian penting dari upaya

menyeluruh dan sungguh-sungguh untuk meningkatkan harkat dan

martabat bangsa. Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan

memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan pembangunan

nasional. Berdasarkan hal tersebut, pembangunan pendidikan mencakup

berbagai dimensi yang luas dan diselenggarakan sebagai satu kesatuan

yang sistematik dengan sistem terbuka dan multimakna.

Pendidikan secara faktual merupakan pengalaman belajar seseorang

sepanjang hidup. Seperti yang dinyatakan dalam pernyataan resmi

Unesco tentang pendidikan untuk semua (education for all) pada tahun

1990. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa setiap orang di dunia ini

berhak untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan dapat dilakukan oleh

siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Artinya pendidikan dapat

SPS UPI Bandung © 2008 1

Proposal Penelitian

dilakukan dengan tanpa mengenal batas usia, ruang, dan waktu. Setiap

warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan dan Pemerintah

wajib untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang

menunjang keberlangsungan proses pendidikan. Hal sesuai dengan apa

yang telah digariskan pada Undang-undang Dasar tahun 1945 pasal 31

ayat (1) dan (2). Pendidikan juga tidak mengenal pembatasan bentuk dan

kegiatan, dalam hal ini pendidikan dapat dilakukan di sekolah, luar

sekolah, pondok pesantren, perguruan-perguruan, dan lain sebagainya.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang (developing country)

telah menunjukkan perhatian yang cukup besar terhadap pendidikan,

yang secara yuridis tercermin dalam Pasal 31 ayat (1), UUD 1945

dinyatakan bahwa “setiap warga negara berhak mendapatkan

pendidikan”, artinya setiap warga negara mempunyai kesempatan yang

sama memperoleh pendidikan. Upaya untuk menjabarkan amanat

Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional, dan dalam rangka mencapai sasaran pembangunan pendidikan

nasional, pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Peraturan

Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 – 2009. RPJMN tersebut

mencakup 3 (tiga) misi pembangunan, yaitu 1) Mewujudkan negara

Indonesia yang aman dan damai; 2) Mewujudkan bangsa Indonesia yang

adil dan demokratis; dan 3) Mewujudkan bangsa Indonesia yang

sejahtera. Salah satu upaya untuk mendukung tercapainya misi

pembangunan untuk mewujudkan bangsa indonesia yang sejahtera

adalah dengan membangun sektor pendidikan melalui peningkatan

program-program pendidikan.

Berdasarkan perjanjian internasional menegaskan bahwa pendidikan

dasar wajib diselenggarakan oleh pemerintah dengan tanpa biaya dan

wajib. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa terdapat korelasi antara

pendidikan dengan kemiskinan. Oleh karena itu menjadi kewajiban

SPS UPI Bandung © 2008 2

Proposal Penelitian

pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan yang bebas biaya dan

bermutu. Meskipun disadari bahwa tidak atau belum semua negara dapat

memenuhi perjanjian tersebut. Termasuk di negeri ini, Pemerintah belum

dapat membebaskan biaya untuk penyelenggaraan pendidikan dasar.

Padahal, pendidikan merupakan hak azasi bagi setiap warga di seluruh

dunia.

Seiring dengan pernyataan di atas, pada tahun 2000 di Dakar, masyarakat

pendidikan yang mewakili masyarakat dunia menyerukan kepada seluruh

pemerintah di seluruh dunia untuk lebih memperhatikan pendidikan bagi

seluruh warga negaranya. Seruan itu dikenal dengan Kerangka Kerja Aksi

Dakar (The Dakar Framework for Action) berisi suatu pernyataan yang

tegas, bahwa pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar

bagi setiap manusia, dan memberikan penekanan tentang pentingnya aksi

pemerintah berbasis hak asasi untuk mencapai tujuan Pendidikan Untuk

Semua (Education for All). Hal ini didukung juga oleh Unesco yang secara

aktif mendukung pandangan bahwa pendekatan berbasis hak asasi dalam

pembangunan pendidikan merupakan prasyarat untuk mewujudkan

Pendidikan Untuk Semua (PUS).

Sebagai Negara anggota yang telah menandatangani konvensi

internasional tentang PUS dan menyepakati deklarasi Kerangka Kerja

Aksi Dakar, Indonesia telah menyusun Rencana Aksi Nasional Pendidikan

Untuk Semua (RAN-PUS), dalam rangka mencapai sasaran dan target

PUS pada tahun 2015. Dalam RAN-PUS tersebut ditetapkan bahwa enam

target yang harus dicapai pada tahun 2015, yaitu 1) pendidikan anak usia

dini, 2) pendidikan dasar, 3) pendidikan kecakapan hidup (life skills), 4)

keaksaraan, 5) kesetaraan gender, dan 6) peningkatan mutu pendidikan.

Berkenaan dengan peningkatan mutu pendidikan, penyelenggaraan

pendidikan bermutu, juga merupakan harapan dari seluruh warga negara.

Penyelenggaraan pendidikan bermutu diyakini akan melahirkan bangsa

dan generasi muda yang cerdas, terampil, disiplin, beriman, dan bertaqwa

SPS UPI Bandung © 2008 3

Proposal Penelitian

kepada Tuhan yang maha kuasa. Pasal 5 ayat (1) dari UU Nomor 20

Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mengamanatkan bahwa

“setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

pendidikan yang bermutu”. Dengan kata lain penyelenggaraan pendidikan

bermutu juga diperuntukkan bagi warga negara yang memerlukan

pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus.

Seiring dengan hal tersebut, penetapan wajib belajar pendidikan dasar

selama sembilan tahun (yang ditetapkan melalui Inpres nomor 1 tahun

1994 dan Inpres nomor 5 tahun 2006) diberlakukan bagi seluruh anak

pada usia 7–15 tahun, termasuk bagi anak-anak yang membutuhkan

pendidikan khusus dan pendidikan layanan. Seperti diatur oleh pasal 5

ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, bahwa “warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,

mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan

khusus”. Menurut penjelasan Undang-undang tersebut, yang dimaksud

dengan pendidikan khusus adalah penyelenggaraan pendidikan untuk

peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki

kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa

satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

Pasal 5 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional tersebut selanjutnya dielaborasi oleh pasal 41 ayat

(1) peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, yaitu bahwa “setiap satuan pendidikan yang melaksanakan

pendidikan inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai

kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan

kebutuhan khusus”. Sejauh ini tidak semua satuan pendidikan yang

menyelenggarakan pendidikan inklusif memiliki pendidik yang memiliki

kompetensi pendidikan khusus yang sesuai dengan karakteristik anak

berkebutuhan khusus.

SPS UPI Bandung © 2008 4

Proposal Penelitian

Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkelainan disediakan dalam

tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Berkelainan (SLB),

Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB sebagai

lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis

kelainan sama, sehingga saat ini terdapat SLB Tunanetra, SLB

Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB

Tunaganda. SDLB, SMPLB, dan SMALB merupakan sekolah yang

menampung berbagai jenis anak berkelainan, sehingga di dalamnya

mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,

tunalaras, dan/atau tunaganda.

Di lain pihak, lokasi SLB pada umumnya berada di Ibu Kota Kabupaten.

Padahal anak-anak berkelainan tersebar hampir di seluruh daerah

(Kecamatan/ Desa), tidak hanya di Ibu Kota Kabupaten. Akibatnya,

sebagian anak-anak berkelainan, terutama yang kemampuan ekonomi

orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh

dari rumah; sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, SD

tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu

melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di

SD terdekat, namun karena ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka,

akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah.

Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dilayani untuk dididik secara

bersama-sama dengan anak-anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan

potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam

masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan (berkelainan)

yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu,

anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama

dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah

(SD) terdekat. Sudah barang tentu SD terdekat tersebut perlu

dipersiapkan segala sesuatunya.

SPS UPI Bandung © 2008 5

Proposal Penelitian

Pendidikan inklusif diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan

dalam melayani pendidikan bagi anak berkelainan khusus selama ini.

Karena untuk membangun SLB di tiap Kecamatan/Desa memerlukan

biaya yang sangat mahal dan waktu yang lama. Deklarasi Salamanca

(1994) menuntut semua negara untuk mengadopsi prinsip pendidikan

inklusif ke dalam perundang-undangan atau kebijakan pemerintah, untuk

menerima semua anak di sekolah reguler kecuali bila ada alasan yang

mendesak untuk melakukan sebaliknya, untuk memberi prioritas

kebijakan, dan anggaran tertinggi untuk meningkatkan sistem pendidikan

nasional sehingga memenuhi kebutuhan semua anak tanpa memandang

perbedaan atau kesulitan individualnya.

Berdasarkan hasil Susenas 2003 jumlah penyandang cacat mencapai

1,48 juta orang atau kurang lebih 0,7% dari seluruh penduduk Indonesia.

Di lain pihak, hanya 21,42% dari jumlah ABK usia sekolah dapat mengikuti

pendidikan sebagaimana mestinya.

Pada tahun 2007 jumlah penduduk mencapai 214 juta. Jika prosentase

penyandang cacat yang dikeluarkan BPS tetap 0,7% dan prosentase

penyandang cacat usia sekolah 21,24%, maka jumlah penyandang cacat

pada tahun 2007 mencapai 1,5 juta orang dan jumlah penyandang cacat

usia sekolah adalah 318.600 orang. Jumlah penyandang cacat usia

sekolah yang terdaftar sebagai peserta didik di SLB dan di sekolah inklusi

mencapai 78.689 orang atau hanya 24,7% saja.

Berdasarkan data dari Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, jumlah

sekolah inklusi di negeri ini pada tahun 2007 mancapai 796 sekolah

dengan jumlah ABK sebanyak 15.181 anak, mulai dari jenjang TK, SD,

SMP, dan SMA. Sampai saat ini masih terdapat empat propinsi yang

belum dapat menyelenggarakan pendidikan inklusif. Padahal semangat

dan gaung pendidikan inklusif di seluruh dunia sangat besar, terlebih lebih

jika dikaitkan dengan hak azasi manusia. Tabel 1 berikut ini menyajikan

data sekolah penyelenggara pendidikan inklusif selengkapnya.

SPS UPI Bandung © 2008 6

Proposal Penelitian

Tabel 1. Jumlah Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif di Berbagai Propinsi Tahun 2007*)

No. PropinsiJenjang

JumlahTK SD SM

P SMA

1. Nangroe Aceh Darussalam (NAD)

- - - - -

2. Sumatera Utara - 13 1 - 143. Sumatera Barat - 28 3 1 324. Riau - 3 - - 35. Kepulauan Riau - - - - -6. Jambi 1 6 1 - 87. Bengkulu - 4 - - 48. Sumatera Selatan 2 13 1 - 169. Bangka Belitung - 2 - - 210. Lampung - 7 - 2 911. DKI 3 37 16 10 66 12. Banten - 59 3 2 6413. Jawa Barat - 114 6 14 13414. Jawa Tengah 1 116 11 5 13315. Jogjakarta - 51 4 5 6016. Jawa Timur 9 53 9 7 7817. Kalimantan Barat - 4 - - 418. Kalimantan Tengah - 1 - - 119. Kalimantan Selatan - 14 4 4 2220. Kalimantan Timur - 2 1 1 421. Bali - 4 - - 422. Nusa Tenggara Barat - 38 8 1 4723. Nusa Tenggara Timur - 12 3 4 1924. Sulawesi Utara - 7 2 - 925. Gorontalo - 3 - - 326. Sulawesi Tengah - 4 - - 427. Sulawesi Tenggara - 5 - - 528. Sulawesi Barat - 2 1 - 329. Sulawesi Selatan 1 38 1 - 4030. Maluku - - - - -31. Maluku Utara - 4 - - 432. Papua Barat - - - - -33. Papua - 4 - - 4

Jumlah 17 648 75 56 796*) Data diadaptasi dari Direktorat Pembinaan SLB tahun 2007

SPS UPI Bandung © 2008 7

Proposal Penelitian

Pendidikan inklusif bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus di

Indonesia belum berkembang sesuai dengan harapan, hal ini disebabkan

adanya berbagai hambatan dan kondisi sosial budaya masyarakat.

Karena itu, semua pihak dituntut untuk memberi peluang yang luas

kepada pendidikan ini. Hambatan paling besar dalam pengembangan

pendidikan inklusif ini adalah kondisi sosial dan masyarakat. Seringkali

masyarakat kita malu punya anak cacat, sehingga mereka

menyembunyikan anaknya. Dengan kata lain anak tersebut tidak dapat

menerima pendidikan sebagaimana mestinya. Akibatnya, anak-anak yang

berkelainan tidak mendapatkan pendidikan seperti anak-anak lainnya.

Padahal mereka memiliki hak yang sama seperti anak-anak lainnya.

Banyak orang tua yang tidak sadar bahwa anaknya yang mempunyai

kekhususan, juga memiliki hak yang sama dengan anak lainnya. Karena

itu, pemerintah meminta kesadaran orangtua untuk memberi akses

kepada mereka. Hambatan lain yang tidak kalah besarnya adalah dari

masyarakat dan atau anak-anak di sekolah umum yang belum menerima

kehadiran anak-anak cacat di tengah mereka. Hal-hal seperti inilah yang

mengakibatkan pendidikan inklusif di Indonesia kurang berkembang. Oleh

karena itu dipandang perlu untuk meningkatkan perhatian terhadap anak-

anak berkelainan, baik yang telah memasuki sekolah umum (SD) tetapi

belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun anak-anak

berkelainan yang belum sempat mengenyam pendidikan sama sekali

karena tidak diterima di SD terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari

tempat domisilinya.

Upaya untuk memecahkan permasalahan di atas dan dalam rangka

mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar serta dalam upaya

meningkatkan mutu pendidikan dasar, khususnya pendidikan inklusif,

diperlukan strategi yang yang dapat meningkatkan pengelolaan

pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan dasar, khususnya

peningkatan mutu dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif.

SPS UPI Bandung © 2008 8

Proposal Penelitian

B. Identifikasi Permasalahan dan Pertanyaan Penelitian

Memperhatikan berbagai permasalahan mendasar yang berhubungan

dengan perkembangan pendidikan nasional saat ini tengah mengalami

keterpurukan. Di tengah-tengah situasi krisis multidimensional,

pembangunan pendidikan terus diupayakan dibenahi dengan berbagai

keterbatasan. Demikian pula harapan setiap anak untuk mendapatkan

pendidikan yang bermutu berlum terwujud sesuai dengan yang

diharapkan. Pendidikan inklusif yang diharapkan dapat mempeluas akses

pendidikan bagi seluruh anak belum dapat terwujud secara maksimal.

Atas dasar latar belakang tersebut fokus permasalahan penelitian

dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana seharusnya pendidikan inklusif

diselenggarakan guna meningkatkan layanan pendidikan bagi semua

anak dengan tanpa memperhatikan kelemahan dan kekurangan dari

peserta didik.

Selanjutnya, secara khusus pertanyaan penelitian diidentifikasi sebagai

berikut:

1. Bagaimana kondisi aktual sekolah penyelenggara pendidikan

inklusif?

2. Bagaimana proses pembelajaran yang terjadi di sekolah

penyelenggaran pendidikan inklusif?

3. Bagaimana desain kurikulum untuk penyelenggaraan pendidikan

inklusif?

4. Bagaimana media pembelajaran yang digunakan dalam proses

pembelajaran di sekolah inklusif?

SPS UPI Bandung © 2008 9

Proposal Penelitian

5. Bagaimana interaksi sosial anak berkebutuhan khusus dengan

anak-anak lainnya?

6. Bagaimana proses penyediaan pendidik (guru) dan tenaga

kependidikan lainnya?

7. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap penyelenggaraan

pendidikan inklusif di wilayahnya?

8. Bagaimana pengelolaan sekolah penyelenggara pendidikan

inklusif?

9. Bagaimana peran pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan

inklusif?

10. Bagaimana kesiapan dan ketersediaan sarana dan prasarana

sekolah penyelenggara pendidikan inklusif?

11. Faktor-faktor apa saja yang mendukung terhadap peningkatan

layanan pendidikan inklusif?

12. Kebijakan-kebijakan seperti apa yang perlu dikembangan guna

meningkatkan layanan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif?

13. Bagaimana harapan stakeholders terhadap penyelenggaraan

pendidikan inklusif?

14. Dukungan apa saja yang berpengaruh terhadap peningkatan

layanan pendidikan inklusif?

15. Strategi seperti apa yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan

layanan

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan menganalsis secara

komprehensif penyelenggaraan pendidikan inklusif. Penelitian ini juga

SPS UPI Bandung © 2008 10

Proposal Penelitian

bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor pendukung yang

berpengaruh terhadap peningkatan layayan pendidikan inklusif. Secara

rinci penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengungkap dan menganalisis kondisi aktual dan daya

dukung yang berpengaruh dalam penyelenggaraan pendidikan

inklusif?

2. Mengetahui faktor-faktor apa saja mendukung terhadap

penyelenggaraan pendidikan inklusif?

3. Mencari strategi yang tepat yang perlu dikembangkan untuk

meningkatkan layanan pendidikan inklusif?

D. Keluaran dan Kegunaan Penelitian

Keluaran atau output penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan

alternatif strategi layanan penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak

berkebutuhan khusus, khususnya peningkatan layanan dalam

penyelenggaraan pendidikan inklusif. Penelitian ini diharapkan juga dapat

bermanfaat dan berguna bagi pengembangan pendidikan inklusif, baik

pada tataran konseptual maupun pada tataran implementasi di lapangan.

Selanjutnya, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan

bagi Pemerintah baik Pemerintan Pusat maupun Pemerintah Daerah

dalam menentukan kebijakan pengembangan pendidikan inklusif di masa

yang akan datang.

E. Kerangka Fikir

Kerangka fikir penelitian ini merupakan ruang lingkup upaya mencari

alternatif solusi terbaik untuk meningkatkan implementasi

penyelenggaraan pendidikan inklusif. Upaya peningkatan layanan dapat

SPS UPI Bandung © 2008 11

Proposal Penelitian

diwujudkan dengan menentukan atau mencari alternatif model strategi

yang sesuai dengan kondisi lingkungan serta budaya bangsa. Secara

umum kerangka fikir penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1Kerangka fikir penelitian

Masalah penyelenggaraan inklusif berawal dari adanya kesenjangan

antara kajian teori dengan fenomena yang terjadi di lapangan. Fenomena

empiris di lapangan merupakan kejadian nyata yang terjadi dalam

penyelenggaraan pendidikan inklusif.

Tidak dipungkiri bahwa sebagian materi peraturan perundangan, dan

kebijakan yang disusun didasarkan pada nilai-nilai budaya dan

SPS UPI Bandung © 2008

MASALAH-MASALAH PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

Fenomena Empiris

Kajian Teori

Lingkungan Eksternal

Peraturan, Perundangan

dan Kebijakan

Budaya bangsa

Lingkungan Internal

Arus Globalisasi

Sumber Daya

School Climate

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

Kualitas Layanan

Feedback

School Leadership

Masyarakat (Partnership)

Pemerintah (Schooling

System)

Tujuan pendidik

an

INPUT PROSES OUTPUT

12

Proposal Penelitian

kesepakatan-kesepakatan global. Misalnya: Keputusan Presiden Nomor

36 Tahun 1990, merupakan ratifikasi dari konvensi tentang hak-hak anak

(Convention on The Right of the Child) yang antara lain menegaskan

perlunya perlindungan dan perkembangan anak dalam mendapatkan

layanan pendidikan.

Bagian proses merupakan iplementasi dari sistem pendidikan kebutuhan

khusus. Secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi secara

langsung implementasi sistem pendidikan kebutuhan khusus, yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang

berasal dari internal sekolah. Faktor internal ini sangat dipengaruhi oleh

bagaimana warga sekolah berusaha untuk selalu belajar (learning

organization), kebiasaan warga sekolah hidup dalam sistem persekolahan

(climate school), dan gaya kepemimpinan yang nampak dari manajer

sekolah (leadership).

Selain faktor internal, implementasi sistem pendidikan kebutuhan khusus

ini dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor ksternal merupakan faktor

yang berasal dari luar sistem meliputi penerapan sistem standar

penyelenggaraan sekolah (schooling system) yang berasal dari

Pemerintah, baik pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah. Faktor

eksternal yang lain adalah berasal dari lengkungan masyarakat sekitar

sekolah dan arus globalisasi. Sekolah yang menerapkan MBS sangat

membutuhkan peran masyarakat, karena masyarakat diharapkan dapat

menjadi supporting system penyelenggaraan pendidikan di sekolah

tersebut. Cepatnya arus informasi menandai efek globalisasi yang

melanda sistem persekolahan kita. Hal ini tidak perlu dicegah, melainkan

dibuat agar menjadi salah satu supply energi yang dibutuhkan dalam

upaya meningkatkaan mutu pendidikan di sekolah.

Seandainya ketiga faktor internal dan eksternal ini dapat berjalan dan

menghasilkan keluaran yang positif maka hasil balajar dari semua warga

sekolah ini akan sangat mendukung terhadap pencapaian mutu

SPS UPI Bandung © 2008 13

Proposal Penelitian

pendidikan, antara lain meningkatkan layanan penyelenggaraan

pendidikan. Output implementasi penyelenggaraan pendidikan inklusif ini

adalah peningkatan mutu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

Pada akhirnya adalah peningkatan mutu pendidikan nasional.

F. Asumsi Penelitian

Penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa peningkatan mutu pendidikan

merupakan satu-satunya upaya yang perlu dilakukan untuk mengangkat

bangsa ini dari keterpurukan. Kita diingatkan oleh Penguasa Jepang pada

saat setelah Jepang hancur dibom oleh sekutu. Ketika itu, pertanyaan

pertama yang ditanyakan oleh penguasa jepang tersebut adalah: “Berapa

guru yang masih hidup?” Pertanyaan ini sangat sederhana. Namun,

maknanya sangat dalam. Begitu besar perhatian penguasa Jepang saat

itu terhadap pendidikan. Tentu saja pendidikan dapat dilaksanakan

dengan berbekal jumlah guru yang tersisa dan tersedia pada saat itu. Kita

dapat melihat hasil pendidikan di Jepang pada saat ini.

Asumsi kedua bahwa pendidikan merupakan hak dari setiap warga

negara. Hal ini dijamin oleh Undang-undang dan didukung oleh berbagai

organisasi Pemerintah maupun organisasi non Pemerintah, serta berbagai

organisasi internasional. Oleh karena itu pendidikan yang bermutu juga

perlu diterima oleh oleh seluruh warga negara, termasuk anak-anak yang

memiliki keterbatasan atau ketunaan, baik keterbatasan fisik maupun

psikis. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu pendidikan di

sekolah-sekolah inklusi dan membuka sekolah-sekolah umum untuk

bersama-sama menyelenggarakan sekolah inklusi.

Asumsi ketiga, untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu dikembangkan

suatu sistem manajemen yang dapat mendukung sepenuhnya terhadap

peningkatan mutu pendidikan dengan memberdayakan semua komponen

manajemen pendidikan yang ada. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi

SPS UPI Bandung © 2008 14

Proposal Penelitian

strategi yang tepat guna meningkatkan mutu pendidikan, khususnya

strategi peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu

pendidikan inklusif.

G. Metodologi

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif ini

didefinisikan sebagai sebuah proses inquiry untuk memahami masalah

kemanusiaan dan sosial didasarkan pada kerumitan yang komplek,

gambaran yang holistic, dibentuk melalui kata-kata, pandangan dari para

informan dilaporkan secara detail, dan dilakukan secara alamiah (natural

setting).

Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang

dan perilaku yang diamati. Bogdan dan Taylor (1998) mengemukakan

bahwa melalui pendekatan kualitatif peneliti dapat mengenal subjek

(orang) secara pribadi dan melihat mereka mengembangkan definisi

mereka sendiri tentang berbagai hal. Melalui pendekatan kualitatif ini

diharapkan dapat mengangkat aktualitas, realitas, dan persepsi sasaran

penelitian tanpa tercemar oleh pengukuran formal sebagaimana

dijelaskan Wolf dan Tymitz dalam Guba (1987) bahwa: untuk memahami

aktualitas-aktualitas, realitas-realitas sosial dan persepsi-persepsi

manusia yang ada tanpa dicemarkan oleh sifat menonjol dari pengukuran

formal atau pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya sudah terbentuk.

2. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel penelitian merupakan merupakan salah satu

komponen penting dalam penelitian. Populasi dan sampel sering

SPS UPI Bandung © 2008 15

Proposal Penelitian

disebut juga sebagai subjek penelitian atau unit analisis. Konsep subjek

penelitian berhubungan dengan apa atau siapa yang diteliti. Sedangkan

dari mana data itu diperoleh disebut unit observasi atau unit

pengamatan. Konsep unit pengamatan berhubungan dengan sumber

data dan konsep subjek penelitian juga berhubungan erat dengan unit

pengamatan. Dengan kata lain subjek penelitian dapat berfungsi untuk

menjelaskan pertanyaan apa atau siapa yang diteliti. Demikian halnya

dengan unit pengamanatan, unit pengamanatan berupaya untuk

menjelaskan apa atau siapa sumber data penelitian. Sumber data

penelitian dapat berupa orang, benda, dokumen, atau proses suatu

kegiatan. Subjek penelitian merupakan entitas yang dapat mempengaruhi

disain riset, pengumpulan data, dan keputusan analisis data.

Subjek penelitian ini terdiri atas:

a. Unsur Pimpinan dan Staf di Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.

b. Unsur Pimpinan dan Staf di Dinas Pendidikan di 5 (lima) propinsi yakni

Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi

Selatan.

c. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di 5 (lima) propinsi yakni

Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi

Selatan.

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan purposive dan

snowball sampling. Purposive sampling digunakan dengan anggapan

sampel yang dipilih berdasarkan pada kebutuhan atau pertimbangan

tertentu dari peneliti. Snowball sampling digunakan bila sumber data yang

pertama belum dapat memberikan informasi yang cukup, sehingga

diperlukan informasi tambahan dari sampel berikutnya untuk melengkapi

data yang diperlukan. Upaya mendapatkan kelengkapan informasi ini

dilakukan secara terus menerus sampai tidak diperoleh lagi informasi lain

(jenuh).

SPS UPI Bandung © 2008 16

Proposal Penelitian

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan bagian yang sangat strategis dalam

penelitian. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data secara garis

besar dilakukan dengan menggunakan tiga cara, yaitu observasi,

wawancara, dan studi dokumentasi.

4. Validasi Data

Validasi data dilakukan melalui tiga strategi, yaitu kredibilitas,

transferabilitas, dan dependabilitas dan confomabilitas. Validasi data hasil-

hasil penelitian dilakukan melalui (1) trianggulasi, baik metode, dan

sumber untuk mencek kebenaran data dengan membandingkannya

dengan data yang diperoleh sumber lain, dilakukan, untuk mempertajam

tilikan kita terhadap hubungan sejumlah data; (2) melibatkan teman

sejawat untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik dalam proses

penelitian; (3) menggunakan bahan referensi untuk meningkatkan nilai

kepercayaan akan kebenaran data yang diperoleh, (4) member check,

pengecekan terhadap hasil-hasil yang diperoleh guna perbaikan dan

tambahan dengan kemungkinan kekeliruan atau kesalahan dalam

memberikan data yang dibutuhkan peneliti.

5. Penyusunan Laporan

Penyusunan laporan merupakan kegiatan untuk mendeskripsikan hasil

pengamatan dan analisis terhadap data yang diperoleh. Penyusunan

laporan dimulai ketika peneliti mulai memperoleh data. Artinya

penyusunan laporan tidak disusun pada saat akhir penelitian, melainkan

disusun secara simultan bersamaan setelah data pertama diperoleh. Data

hasil observasi dianalisis, dideskripsikan, disimpulkan dan disusun dalam

bentuk laporan ilmiah.

SPS UPI Bandung © 2008 17

Proposal Penelitian

H. Definisi Operasional

1. Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan

yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk

belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang

terdekat dengan tempat tinggalnya.

2. Sekolah inklusi adalah sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

Sekolah ini menyediakan program pendidikan bagi anak berkebutuhan

khusus (ABK) untuk belajar bersama dengan anak sebayanya di

sekolah reguler yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan

setiap murid.

3. Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah satuan pendidikan khusus yang

diperuntukkan bagi anak-anak yang membutuhkan pelayanan khusus.

SLB-SLB ini dibedakan berdasarkan kekhususannya, misalnya SLB A

(untuk anak tunanetra), SLB B (untuk anak tunarungu), SLB C (untuk

anak tunagrahita), SLB D (untuk anak tunadaksa), SLB E (untuk anak

tunalaras), dan lain-lain.

I. Teori Pendukung

Penelitian ini didukung oleh teori-teori yang berkaitan dengan kebijakan

Nasional dalam bidang Pendidikan, perkembangan dan teori Administrasi

dan Manajemen Pendidikan, Pendidikan Inklusif dan Perkembangannya,

serta teori Peningkatan Mutu Pendidikan.

1. Kebijakan Nasional dalam Bidang Pendidikan

Pembangunan sistem pendidikan nasional adalah suatu usaha yang

bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas,

maju, mandiri, dan modern. Pembangunan pendidikan merupakan bagian

penting dari upaya menyeluruh dan sungguh-sungguh untuk

meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Keberhasilan dalam

SPS UPI Bandung © 2008 18

Proposal Penelitian

membangun pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada

pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan.

Berdasarkan hal tersebut, pembangunan pendidikan mencakup berbagai

dimensi yang luas dan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang

sistematik dengan sistem terbuka dan multimakna.

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

Pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa “Warga negara yang memiliki

kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak

memperoleh pendidikan khusus” Pasal 5 ayat (4) menyatakan bahwa

“Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa

berhak memperoleh pendidikan khusus” Pasal 32 ayat (1) “Pendidikan

khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat

kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,

emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan

bakat istimewa” Pasal 32 ayat (1) “Pendidikan layanan khusus merupakan

pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang,

masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam,

bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi”.

Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, Pasal 41 ayat (1) menyatakan ”Setiap satuan pendidikan

yang melaksanakan pendidikan inklusif harus memiliki tenaga

kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan

pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus”.

Pemerintah Indonesia melalui Keppres No. 36 tahun 1990 telah

meratifikasi konvensi tentang hak-hak anak (Convention on The Right of

the Child) yang antara lain menegaskan perlunya perlindungan dan

perkembangan anak dalam mendapatkan layanan pendidikan. Demikian

pula pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak menyatakan bahwa: (1) setiap anak berhak memperoleh pendidikan

dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat

SPS UPI Bandung © 2008 19

Proposal Penelitian

kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya; (2) setiap anak

berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara

wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Penuntasan wajar dikdas 9 tahun memperhatikan pelayanan yang adil

dan merata bagi penduduk yang menghadapi hambatan ekonomi dan

sosial-budaya (yaitu penduduk miskin, memiliki hambatan geografis,

daerah perbatasan, dan daerah terpencil), maupun hambatan atau

kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual peserta didik. Untuk itu,

diperlukan strategi yang lebih efektif antara lain dengan membantu dan

mempermudah mereka yang belum bersekolah, putus sekolah, serta

lulusan SD/MI/SDLB yang tidak melanjutkan ke SMP/MTs/SMPLB yang

masih besar jumlahnya, untuk memperoleh layanan pendidikan. Di

samping itu, akan dilakukan strategi yang tepat untuk meningkatkan

aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, khususnya pada masyarakat

yang menghadapi hambatan tersebut.

Tujuan dari program wajib belajar pendidikan dasar berusaha agar seluruh

anak yang berusia 7-15 tahun dapat menyelesaikan pendidikan SD dan

SMP atau yang sederajat. Pada tahun 2009, sekurang-kurangnya 95%

anak usia 7-15 tahun telah memperoleh kesempatan untuk belajar sampai

dengan sekolah menengah pertama (SMP) atau yang sederajat. Program

Wajar Dikdas 9 tahun tidak hanya mengejar target kuantitatif, tetapi

peningkatan mutu pendidikan agar mampu menyiapkan kompetensi

lulusan baik untuk melanjutkan pendidikan maupun bekerja.

2. Administrasi dan Manajemen Pendidikan

Menurut asal katanya administrasi terdiri atas dua kata, yaitu ad dan

ministrare. Ad berarti intensif dan ministrare berarti melayani. Jadi

pengertian sederhana dapat dikatakan sebagai melayani dengan intensif,

SPS UPI Bandung © 2008 20

Proposal Penelitian

dengan kata kunci melayani. Selanjutnya kata administrasi sering diartikan

sebagai mengurus. Seperti yang disebut dalam ungkapan administrasi

negara yang berarti mengurus atau menata negara. Administrasi

perkantoran yang berarti mengurus dan menata kantor. Dengan demikian

secara sederhana administrasi pendidikan dapat diartikan sebagai

mengurus dan menata pendidikan.

Dalam arti sempit administrasi adalah sesuatu yang berhubungan dengan

penataan suatu sistem yang kerkaitan dengan perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas

dikemukakan oleh Usman, (2006: 2), administrasi disebut sebagai seni

dan ilmu dalam mengelola sumber daya yang diperlukan untuk mencapai

tujuan secara efektif dan efisien. Yang dimaksud dengan sumber daya di

sini adalah 7M dan 1I (man, money, material, machines, methods,

marketing, minutes, dan information). Sedangkan mengelola atau

memenej berhuhungan dengan perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), pengarahan (leading), dan pengendalian

(controlling). Efektif dan efisien berarti mencapai sasaran yang tepat (do

the right things) dengan menggunakan prinsip hemat sumber daya (do

things right). Administrasi dalam arti luas dapat juga dikatakan sebagai

proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian

sumber daya organisasi. Oleh karena itu administrasi dapat dikatakan

sebagai suatu sistem terpadu (integratif) di mana setiap komponen dalam

administrasi saling terkait secara utuh dan menentukan.

3. Pendidikan inklusif dan Perkembangannya di Indonesia

Pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini dari model

pendidikan bagi anak berkelainan yang secara formal kemudian

ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang

Pendidikan Berkelainan bulan Juni 1994 bahwa “prinsip mendasar dari

pendidikan inklusif adalah: selama memungkinkan, semua anak

SPS UPI Bandung © 2008 21

Proposal Penelitian

seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun

perbedaan yang mungkin ada pada mereka.”

Pendidikan khusus tertua adalah model segregasi yang menempatkan

anak berkelainan di sekolah-sekolah khusus, terpisah dari teman

sebayanya. Sekolah-sekolah ini memiliki kurikulum, metode mengajar,

sarana pembelajaran, system evaluasi, dan guru khusus. Dari segi

pengelolaan, model segregasi memang menguntungkan, karena mudah

bagi guru dan administrator. Namun demikian, dari sudut pandang peserta

didik, model segregasi merugikan. Disebutkan oleh Reynolds dan Birch

(1988), antara lain bahwa model segregatif tidak menjamin kesempatan

anak berkelainan mengembangkan potensi secara optimal, karena

kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. Kecuali itu,

secara filosofis model segregasi tidak logis, karena menyiapkan peserta

didik untuk kelak dapat berintegrasi dengan masyarakat normal, tetapi

mereka dipisahkan dengan masyarakat normal. Kelemahan lain yang

tidak kalah penting adalah bahwa model segregatif relatif mahal.

Pendidikan inklusif mempunyai pengertian yang beragam. Stainback dan

Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah

yang menampung semua siswa, baik siswa yang memerlukan bantuan

khusus maupun siswa yang tidak memerlukan bantuan khusus di kelas

yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak,

menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap

siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para

guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga

merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas

tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya,

maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat

terpenuhi.

Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa pendidikan

inklusif adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan

SPS UPI Bandung © 2008 22

Proposal Penelitian

berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas

reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan,

apapun jenis kelainannya, dan bagaimanapun gradasinya.

Sementara itu, Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) menyatakan bahwa

pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang

mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-

sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh

karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi

komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak,

artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua

pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.

Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama-sama anak

lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini

dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak

normal dan anak berkelainan (berkelainan) yang tidak dapat dipisahkan

sebagai suatu komunitas.

Selanjutnya Surat Direktur Pendidikan Dasar No.0267/C2/U/1994 tanggal

30 Maret 1994 tentang penyelenggaraan pendidikan terpadu yang

diberlakukan bagi beberapa jenis kecacatan akan tetapi memiliki

kemampuan inteligensi normal atau di atas rata-rata menjadi kendala pula

bagi pelaksanaan pendidikan terpadu di Indonesia. Sebab dengan surat

keputusan tersebut pihak sekolah umum dapat menolak siswa tuna netra

yang memiliki intelegensi di bawah rata-rata, dengan demikian

pelaksanaan pendidikan terpadu menjadi sangat terbatas hanya bagi

siswa yang sangat pandai saja.

Bahwa keberadaan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus

lainnya di Indonesia untuk mendapatkan kesamaan hak berbicara,

berpendapat, memperoleh pendidikan, kesejahteraan dan kesehatan,

dijamin oleh UUD 1945. Mereka juga memiliki hak dan kewajiban secara

SPS UPI Bandung © 2008 23

Proposal Penelitian

penuh untuk mendapatkan layanan pendidikan sebagai warga negara

sama dengan warga negara lainnya.

Persamaan hak untuk mendapat layanan pendidikan sebagai warga

negara juga didukung oleh sejumlah konvensi internasional yang

dituangkan dalam berbagai dokumen, antara lain: (1) Deklarasi Universal

Hak Asasi Manusia (1948), (2) diperjelas oleh Konvensi Hak Anak (1989),

(3) Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (1990), (4)

Peraturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para

Penyandang Cacat (1993), (5) Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi

Unesco (1994), (6) Undang-undang Penyandang Kecacatan (1997), (7)

Kerangka Aksi Dakar (2000), (8) Undang-undang RI Nomor 20 tentang

Sistem Pendidikan Nasional (2003), dan (9) Deklarasi Kongres Anak

Internasional (2004). Seluruh dokumen tersebut memberikan jaminan

sepenuhnya kepada anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus

lainnya dalam memperoleh pendidikan yang bermutu dan berpartisipasi

aktif dalam kehidupan masyarakat.

Menyadari kondisi obyektif masyarakat Indonesia yang beragam, maka

kami sepakat Menuju Pendidikan inklusif. Menyelenggarakan dan

mengembangkan pengelolaan pendidikan inklusif yang ditunjang kerja

sama yang sinergis dan produktif di antara para stakeholders, terutama

pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri,

orang tua serta masyarakat. Selanjutnya peserta lokakarya nasional

tentang pendidikan inklusif di Bandung tahun 2004 menyatakan bahwa:

penyelenggaraan dan pengembangan pengelolaan pendidikan inklusif

yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif di antara para

stakeholders, terutama pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait,

dunia usaha dan industri, orang tua serta masyarakat.

SPS UPI Bandung © 2008 24

Proposal Penelitian

4. Peningkatan Mutu Pendidikan

Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing di masa depan diharapkan

dapat memberikan dampak bagi perwujudan eksistensi manusia dan

interaksinya sehingga dapat hidup bersama dalam keragaman sosial dan

budaya. Selain itu, upaya peningkatan mutu dan relevansi dapat

meningkatkan taraf hidup masyarakat serta daya saing bangsa. Mutu

pendidikan juga dilihat dari meningkatnya penghayatan dan pengamalan

nilai-nilai humanisme yang meliputi keteguhan iman dan takwa serta

berakhlak mulia, etika, wawasan kebangsaan, kepribadian tangguh,

ekspresi estetika, dan kualitas jasmani. Peningkatan mutu dan relevansi

pendidikan diukur dari pencapaian kecakapan akademik dan non-

akademik yang lebih tinggi yang memungkinkan lulusan dapat proaktif

terhadap perubahan masyarakat dalam berbagai bidang baik di tingkat

lokal, nasional maupun global.

Upaya peningkatan mutu dan relevansi pendidikan secara berkelanjutan

akan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan satuan

pendidikan secara terpadu yang pengelolaannya dikoordinasikan secara

terpusat. Dalam pelaksanaannya koordinasi tersebut didelegasikan

kepada Gubernur atau aparat vertikal yang berkedudukan di provinsi.

Peningkatan mutu pendidikan semakin diarahkan pada perluasan inovasi

pembelajaran baik pada pendidikan formal maupun non-formal dalam

rangka mewujudkan proses yang efisien, menyenangkan dan

mencerdaskan sesuai tingkat usia, kematangan, serta tingkat

perkembangan peserta didik.

Tujuan jangka panjang Pemerintah adalah mendorong kebijakan sektor

agar mampu memberikan arah reformasi pendidikan secara efektif, efisien

dan akuntabel. Kebijakan ini diarahkan pada pembenahan perencanaan

jangka menengah dengan menetapkan kebijakan strategis serta program-

program yang didasarkan pada urutan prioritas. Di samping itu, disusun

pula pola-pola pendanaan bagi keseluruhan sektor berdasarkan prioritas,

SPS UPI Bandung © 2008 25

Proposal Penelitian

baik dari sumber Pemerintah, orang tua maupun stakeholder lain di setiap

tingkat pemerintahan.

Keterpurukan bangsa ini dapat dilihat dari laporan UNDP pada tahun 2003

yang menunjukkan bahwa peringkat HDI Indonesia salama 4 tahun

terakhir ini terus becokol di peringkat 110. Sedangkan di antara 10 negara

ASEAN Indonesia berada pada peringkat ke-7, yaitu di atas Mianmar,

Kamboja, dan Laos. Baru pada tahun 2006 peringkat HDI Indonesia

meningkat ke posisi 108 di atas Laos, Mianmar, Kamboja, dan Vietnam.

Sementara itu program wajib belajar atau wajar (compulsory education)

pendidikan dasar terus dikembangkan, mulai dari wajar 6 tahun hingga

sekarang menjadi wajar 9 tahun.

Keberhasilan penyelenggaraan wajib belajar akan sangat mendukung

terhadap peningkatan peringkat HDI. Karena pendidikan merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya angka indeks

perkembangan manusia (IPM) atau human development index (HDI).

Permasalahan kesulitan siswa yang memiliki kebutuhan khusus akan

berakibat pada berkurangnya keberhasilan program wajib belajar yang

dicanangkan Pemerintah termasuk pada angka indeks pengembangan

manusia (HDI) negara ini.

Mutu pendidikan juga tercermin dalam hasil ujian akhir nasional. Tingkat

kelulusan rata-rata nasional adalah 87,03% dari 2,3 juta peserta ujian

akhir SMP pada tahun 2005. Masih terdapat 19 provinsi dengan tingkat

kelulusan di bawah rata-rata nasional. Namun, rata-rata nilai ujian akhir

nasional terus meningkat dari tahun ke tahun hingga pada tahun 2005.

Nilai ujian nasional, misalnya pada tingkat SMP, terus meningkat hingga

mencapai rata-rata yang pada waktu sebelumnya tidak pernah tercapai.

Sehubungan dengan itu, di lingkungan Depdiknas telah dibentuk

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Guru dan Tenaga Kependidikan

(Ditjen PMPTK) yang bertugas mengelola program pengendalian mutu

SPS UPI Bandung © 2008 26

Proposal Penelitian

melalui analisis, pemetaan mutu, serta penjaminan mutu secara

berkelanjutan. Program pengendalian mutu dilakukan melalui akreditasi

satuan pendidikan yang dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Pendidikan

yang independen, ujian akhir nasional, serta pengembangan standar

nasional pendidikan oleh BSNP yang independen.

Berpedoman pada mekanisme ini, Indonesia mulai menapak selangkah

lebih maju untuk mulai membenahi masalah mutu pendidikan secara

konseptual, sistematis, dan berkelanjutan sehingga peningkatan mutu

pendidikan berjalan dalam mekanisme yang lebih efisien, efektif, dan

akuntabel.

Dewasa ini, Indonesia mencatat sejarah baru membenahi faktor kualitas

guru sebagai faktor penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Kita

telah mempunyai Undang-undang tentang Guru dan Dosen, yang

mengatur semua aspek pengelolaan guru sebagai profesi. Kebijakan

“guru sebagai profesi” merupakan langkah transformatif untuk mengubah

jabatan guru sebagai profesi yang dapat meningkatkan mutu guru secara

sistemik dan berkelanjutan. Di samping mengatur perlindungan terhadap

hak-hak guru, UU Guru juga memberikan peluang dan rangsangan

berprestasi bagi guru dalam menjalankan tugasnya. Diharapkan bahwa

peningkatan mutu guru berlangsung secara berkelanjutan sebagai faktor

kunci dalam peningkatan mutu pendidikan nasional.

J. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 14 bulan dengan jadwal

kegiatan tampak pada tabel berikut.

SPS UPI Bandung © 2008 27

Proposal Penelitian

Tabel 2. Jadwal kegiatan penelitian

No. Kegiatan Waktu

1. Penyempurnaan proposal Maret – April 2008

2. Pengkajian teori pendukung penelitian April – Juni 2008

3. Mengkaji metodologi Juni – Juli 2008

4. Observasi lapangan Agustus – Oktober 2008

5. Analisis hasil observasi Agustus – Nopember 2008

6. Seminar Hasil Nopember 2008

7. Penyusunan laporan (Disertasi) Nopember 2008 – Januari 2009

8. Ujian Tahap I Februari 2009

9. Perbaikan Disertasi Februari 2009

10. Ujian Tahap II Maret 2009

11. Penyerahan laporan kepada pihak-pihak terkait April 2009

K. Pembiayaan Penelitian

Kebutuhan dana penelitian dibagi menjadi tiga kebutuhan utama, pertama

kebutuhan terhadap alat dan bahan penelitian, kedua, perjalanan dan

akomodasi, dan ketiga, kebutuhan lain-lain. Rincian kebutuhan dana

disajikan pada tabel berikut.

SPS UPI Bandung © 2008 28

Proposal Penelitian

Tabel 3. Rincian Biaya Pelaksanaan Penelitian

No. Rincian Jml Satuan Harga(Rp.)

Jumlah(Rp.)

A. Pengadaan Alat dan Bahan1. Notebook 1 Unit 7.000.000 7.000.000

2. Camera Digital 1 Unit 2.000.000 2.000.000

3. Buku Referensi 10 Eks 2.000.000 2.000.000

Jumlah A 11.000.000

B. Perjalanan dan Akomodasi1. Bandung – Jakarta – Bandung 1 Org 300.000 300.000

2. Bandung – Semarang – Bandung 1 Org 400.000 400.000

3. Bandung – Surabaya – Bandung 1 Org 600.000 600.000

4. Bandung – Medan – Bandung 1 Org 2.000.000 2.000.000

5. Bandung – Makasar – Bandung 1 Org 2.000.000 2.000.000

6. Akomodasi (1 Org x 5 Hari x 5 Lokasi)

25 OHL 400.000 10.000.000

Jumlah B 15.300.000

C. Lain-lain1. Fotocopy 5.000 Lembar 100 500.000

2. Seminar Hasil 1 Keg 5.000.000 5.000.000

3. Pelaporan 1 Keg 2.000.000 2.000.000

Jumlah C 7.500.000

JUMLAH SELURUHNYA 33.800.000

Terbilang: Tiga puluh tiga juta delapan ratus ribu rupiah

L. Penutup

Perkembangan terakhir dalam bidang pendidikan menunjukkan bahwa

pendidikan inklusif diyakini merupakan pendidikan masa depan.

Pendidikan inklusif merupakan sistem pendidikan yang berdasarkan hak

azasi manusia dengan mengedepankan hak warga negara untuk

mendapatkan pendidikan dengan tanpa memandang kelemahan,

kekurangan, dan kekurangan, baik secara fisik maupun mental peserta

didik. Melalui penelitian ini diharapkan akan mendapat gambaran yang

SPS UPI Bandung © 2008 29

Proposal Penelitian

komprehensif perkembangan pendidikan inklusif di tanah air. Hal ini

dibutuhkan bagi pengembangan kebijakan lanjutan penyelenggaraan

pendidikan inklusif di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

_______, (____), Effects of Inclusion on Children with Special Needs and their Peers [Online] Tersedia: https://www.uwsp.edu/Education/pshaw/Portfolios/Heather%20Dorn/BlockI205/inclusion.htm . Accessed: October 26, 2007.

Agustiyawati, (____), Pelaksanaan Program Pendidikan Terpadu (Integrasi) Pelaksanaan Program Pendidikan Terpadu (Integrasi) Bagi Tuna Netra di Indonesia, [Online] Tersedia: http://agustiyawati.blogspot.com/ . Accessed: October 26, 2007.

Ali, M.M., at.all. (2006). An Empirical Study on Teachers’ Perceptions Towards Inclusive Education in Malaysia. Dalam: International Journal Of Special Education Vol 21 No3 2006. [Online] Tersedia: http://www.internationalsped.com/documents/5Malaysia.doc . Accessed: November 5, 2007.

Ashman, A., and Elkins, J., (2005). Educating Children With Diverse Abilities. 2nd Edition. Pearson Education Australia. Frenchs Forest.

Berg, B. (1989). Qualitative Research Methods for the Social Sciences. Boston: Allyn & Bacon.

Bogdan, R.C., & Biklen, S.K. (1982). “Qualitative research for education: An introduction to theory and methods.” Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Bogdan, R.C., & Biklen, S.K., (1998). Qualitative Research. Boston: Allyn dan Bacon Inc.

SPS UPI Bandung © 2008 30

Proposal Penelitian

Borgatti, S., (____) Introduction to Grounded Theory. [Online] Tersedia: http://www.analytictech.com/mb870/introtoGT.htm . Accessed: October 28, 2007.

Bungin, B, (2003), Analisis Data Penelitian Kualitatif; Pemahaman Filosofis dan Metodologis kearah Penguasaan Model Aplikasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Burn, R.B. (2000) Introduction to Research methods. 4th Edition. French Forest NSW: Longman

Chalmers, R and O’Donoghue, T, (2002). Inclusivity, The Disabled Child and Teacher Strategies: The Deveopment of a Theory. Center for Inclusive Education Monograph Series Number 4. Chalkface Press, Cotessloe.

Cheminais, R., (2003). Closing The Inclusion Gap: Special and Mainstream Schools Working in Partnership. London. David Fulton Publishers.

Creswell, J.W., (1994), Research Design; Qualitative and Quantitative Approaches, California : SAGE Publications.

Creswell, J.W., (1998), Qualitative Inquiry and Research Design; Choosing Among Five Traditions, California : SAGE Publications.

Croser, R., (- - - -) Supporting Students Using Assistive Technology in An Inclusive Education Framework. [Online] Tersedia: www.e-bility.com/arataconf/papers/ doc /croser. doc . Accessed: October 30, 2007.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1986), Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 002/U/1986 Tentang Program Pendidikan Terpadu Bagi Anak Cacat.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1989), Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 6718/C/I/89 Tentang Perluasan Kesempatan Belajar Bagi Anak Berkelainan di Sekolah Umum.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1992), Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0491/U/1992 tentang Pemberlakuan Sistem Pendidikan Terpadu (Integrasi) Bagi Tuna Netra.

SPS UPI Bandung © 2008 31

Proposal Penelitian

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1994), Surat Direktur Pendidikan Dasar Nomor 0267/C2/U/1994 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu yang Diberlakukan Bagi Beberapa Jenis Kecacatan Akan Tetapi Memiliki Kemampuan Inteligensi Normal atau Di Atas Rata-Rata.

Departemen Pendidikan Nasional, (2006), Rencana Aksi Nasional Pendidikan Untuk Semua. Forum Koordinasi Nasional Pendidikan Pendidikan Untuk Semua. Jakarta.

Departemen Perhubungan, (1999), Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KM 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Penyandang Cacat dan Orang Sakit pada Sarana dan Prasarana Perhubungan.

Dick, B., (2005)  Grounded Theory: A Thumbnail Sketch.  [On line] Tersedia: http://www.scu.edu.au/schools/gcm/ar/arp/grounded.html . Accessed: October 28, 2007.

Dimyati, M.1997. Penelitian Kualitatif. Malang: Program Pasca Sarjana IKIP Malang

Drifte C., (2005). A Manual for The Early Years SENCO. London. Paul Chapman Publishing. A SAGE Publication Company.

Donmoyer, D., at all (1995). The Knowledge Base in Educational Administration: Multiple Perspectives, New York, State University of New York Press.

Dyer, Ch., (2001). Teaching Pupils With Severe & Complex Difficulties: Back to First Principles. London. Jessica Kingsley Publishers Ltd.

Eisner, E. W. (1991). “The enlightened eye: Qualitative inquiry and the enhancement of educational practice.” New York, NY: Macmillan Publishing Company.

European Agency for Development in Special Needs Education, (2003), Inclusive Education and Classroom Practices. Summary Report. [Online] Tersedia: http://www.european-agency.org/iecp/downloads/summary/IECP.doc . Accessed: November 5, 2007.

SPS UPI Bandung © 2008 32

Proposal Penelitian

Faisal, S, (1990), Penelitian Kualitatif; dasar dan aplikasi, Malang: Y A 3 Malang.

Foreman, P. (2001). Integration and Inclusion in Action. 2nd Edition. Nelson Australia Pty Limited. Southbank Victoria.

Galis, S.A. (1995) Inclusion in Elementary Schools: A Survey and Policy. Analysis. Dalam Education Policy Analysis Archives Vol 3 (15), 29 halaman. [Online] Tersedia: http://epaa.asu.edu/epaa/v3n15.html 26 Oktober 2007.

Gibson, S., and Blandford, S., (2005). Managing Special Educational Needs: A Practical Guide for Primary and Scondary Schools. London. Paul Chapman Publishing.

Glaser, B. G., & Strauss, A. L. (1967). The discovery of grounded theory. Chicago, IL: Aldine Publishing Company.

Goulas, F.M., Henry, L.J., and Griffith, K., ( ). Making Inclusion Work In Rural Southeast Texas. [Online] Tersedia: http://www.ed.wright.edu/~prenick/Summer_fall04/Making%20Inclusion.htm . 4 Oktober 2007.

Griffith, K.G., at all. (- - - -) A Three Dimensional Model For The Inclusion of Children. [Online] Tersedia: http://www.ed.wright.edu/~prenick/kimberly.htm . 5 Oktober 2007.

Gross, J., and White, A., (2003). Special Educational Needs and School Improvement: Practical Strategies for Raising Standards. London. David Fulton. Publishers Ltd.

Haig, B.D., (1995). Grounded Theory as Scientific Method. [Online] Tersedia: http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PES-Yearbook/95_docs/haig.html . Accessed: October 28, 2007.

Hollander , S.A., (- - - -). Inclusion Literature: Ideas for Teachers and Teacher Educators. [Online] Tersedia: http://www.ed.wright.edu/~prenick/Summer_fall04/Inclusion%20Literature.htm . Accessed: November 5, 2007.

Jimenez, L.P. and Ochiai, T., (- - - - ). Inclusion versus Institutionalization: Japan fs Educational Challenge. [Online] Tersedia:

SPS UPI Bandung © 2008 33

Proposal Penelitian

http://www.ed.wright.edu/~prenick/Summer_fall04/Inclusion%20vs.htm . 4 Oktober 2007.

Kisanji, J., (1999). Historical And Theoretical Basis Of Inclusive Education. [Online] Tersedia: http://www.eenet.org.uk/theory_practice/hist_theorectic.doc . Accessed: November 5, 2007.

Knowles, G., ( ). Supporting Inclusive Practice. London. David Fulton Publishers.

Koulouris, P., (2003). Attention Deficit Disorder: Are Schools and Physicians Working Together?. [Online] Tersedia: http://www.ed.wright.edu/~prenick/winter_2003/ADHD.htm . 4 Oktober 2005

Lambe, J., (2007). Northern Ireland Student Teachers’ Changing Attitudes Towards Inclusive Education During Initial Teacher Training. Dalam: International Journal Of Special Education Vol 22 No1 2007. [Online] Tersedia: http://www.internationalsped.com/documents/7%20Lambe.doc . Accessed: November 5, 2007.

Lincoln, Y. S., & Guba, E. G. (1985). Naturalistic inquiry. Beverly Hills, CA: Sage Publications, Inc.

Lofland, J. & Lofland, L. H. (1981). Analysing Social Settings: A Guide To Quantitative Obsevation and Analysis. Belmot Cal : Wodsworth Publishing Company.

Manalo, E. (2005). Learning Support To Complement Inclusion: The Roles of A Learning Centre In Managing The Needs Of University Students With Specific Learning Disabilities. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/manalo_e.shtml . 31 Oktober 2007.

Martin, S., at all. (2005). Building Teacher Capacity through Partnerships with Families and School Districts: Improving Teacher Quality. [Onlline] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/martin_s.shtml . Accessed: 31 Oktober 2007.

SPS UPI Bandung © 2008 34

Proposal Penelitian

McCollum, J. and Yates, T. (2005). Feasibility and Validity of a Parent-Child Group Model Of Early Intervention. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/mccollum_j.shtml . Accessed: 31 Oktober 2007

McGhie-Richmond, D., at all. (2005). The Acquisition of Effective Instructional Practices for Students with Disabilities in Inclusive Classrooms. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/mcghie-richmond_d.shtml . Accessed: 31 Oktober 2007.

McMillan J.H. & Schumacher, S. (2001) “Research in Education. A Conceptual Introduction”. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Mdikana, A., at.all. (2007). Pre-Service Educators’ Attitudes Towards Inclusive Education. Dalam: International Journal Of Special Education Vol 22 No1 2007. [Online] Tersedia: http://www.internationalsped.com/documents/15%20mdikana%20et%20al.doc . Accessed: November 5, 2007.

Messiou, K., (2005). Conceptualising Marginalisation through Children’s Voices: Implications for Inclusive Education. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/messiou_k.shtml . 31 Oktober 2007.

Mikkelsen, B. (1995) “Methods for Development Work and Research: A Guide for Practitioner”. New York: Sage Publication, Inc.

Miles, M.B., and Huberman, A.M, (1992), Analisis Data Kualitatif ; Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru (Penerjemah Tjetjep Rohendi Rohidi), jakarta : UI-PRESS.

Miles, M.B., and Huberman, A.M, (1994). Qualitative Data Analysis. Thousand Oaks, CA: Sage.

Mokome, M.J., (2005). To Achieve “Education For All” Society. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/mokome_j.shtml Accessed: 31 Oktober 2007.

Moleong, L.J., (2001), Metodologi Penelitian Kualitatif, bandung : PT Remaja Rosdakarya.

SPS UPI Bandung © 2008 35

Proposal Penelitian

Morgado, J. (2005).Model Of Differentiated Classroom Management–The Classroom And The School As An Inclusive Community. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/morgado_j.shtml . Accessed: 31 Oktober 2007.

Morison, W.F., (2005). Teacher attitudes toward gifted students and students with emotional/behavior disabilities. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_m/morrison_w.shtml . 31 Oktober 2007..

Mudyahardjo, R. (2004). Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Cetakan ketiga. Bandung. Rosda.

Muhadjir, N, (2000), Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rake Sarasin.

Mulyana, D. (2003) Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Cetakan ketiga. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Cetakan ke-3. Transito. Bandung

Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Cetakan ketiga. Galia Indonesia. Jakarta.

Patilima, H. (2005) “Metodologi Penelitian Kualitatif”. Bandung: Alfabeta.

Patton, M. Q. (1990). Qualitative Evaluation and Research Methods (2nd ed.). Newbury Park, CA: Sage Publications, Inc.

Peter, S.J., (2003). Inclusive Education: Achieving Education for All By Including Those with Disabilities and Special Education Needs. [Online] Tersedia: http://siteresources.worldbank.org/DISABILITY/Resources/280658-1172610312075/InclusiveEduPeters.pdf . Accessed: 5 Oktober 2007.

Porter, G.L., (- - - -). Disability and Education: Toward an Inclusive Approach. [Online] Tersedia: http://www.iadb.org/sds/doc/Rev2bEditedDisability-EducationPorter.pdf . Accessed: 5 Oktober 2007.

SPS UPI Bandung © 2008 36

Proposal Penelitian

Punch, K.F. (1999). Introduction to Social Research: Quantitative & Qualitative Approach. Sage Publication. London.

Raver, S.A., (2007). The Emergence of Inclusion for Students With Disabilities in Ukraine. Dalam: International Journal Of Special Education Vol 22 No1 2007. [Online] Tersedia: http://www.internationalsped.com/documents/4%20Raver1.doc . Accessed: November 5, 2007.

Reid, G. (2005). Learning Styles and Inclusion. London. Paul Chapman Publishing.

Republik Indonesia, (1991), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 72 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Biasa (PLB).

Republik Indonesia, (1997), Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.

Republik Indonesia. (1999), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.

Republik Indonesia, (2003), Departemen Pendidikan Nasional, (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Republik Indonesia, (2005), Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

Reynolds, M. C., & Birch, J. W. (1988). Adaptive Mainstreaming: A Primer for Teachers and Principals. (3rd ed.). New York: Longman

Rustemier, S. (2002). Inclusion Information Guide.[Online] Tersedia pada http://inclusion.uwe.ac.uk/csie/inclusionguide.htm . Diakses tanggal 1 Desember 2007

Silalahi, U. (2006). Metode Penelitian Sosial. Cetakan Pertama. Unpar Press. Bandung.

Smith, C., (2005). Teaching Gifted and Talented Pupils in The Primary School: A Practical Guide. London. Paul Chapman Publishing.

Soodak, L.C., (2003). Classroom management in inclusive settings: Theory Into Practice. [Online] Tersedia: http://findarticles.com/p/articles/mi_m0NQM/is_4_42/ai_111506830 . 22 Oktober 2007

SPS UPI Bandung © 2008 37

Proposal Penelitian

Southwest Educational Development Laboratory (SEDL) (- - - -). Inclusion: The Pros and Cons. [Online] Tersedia: http://www.sedl.org/change/issues/issues43.html . Accessed: October 26, 2007.

Stainback, W., & Stainback, S. (1995). Controversial Issues Confronting Special Education. Allyn & Bacon

Stainback, W., & Stainback, S., (1996). Inclusion: A Guide for Educators. Brookes Publishing Company, Baltimore.

Stevens, B., Everington, C. and Kozar-Kocsis. (____). What Are Teacher Doing to Accommodate for Special Need Student in the Classroom?. [Online] Tersedia: http://www.ed.wright.edu/~prenick/Brendast.htm . 5 Oktober 2007

Strauss, A., and Corbin, J. (1990). Basics of qualitative research: Grounded theory procedures and techniques. Newbury Park, CA: Sage Publications, Inc.

Strauss, A., and Corbin, J., (1997). Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Prosedur, Teknik dan Teori Gruonded. Terjemahan oleh H.M.Djunaidi Ghony. Surabaya. PT Bina Ilmu.

Strauss, A., and Corbin, J., (2003), Dasar-dasar penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritis Data (Penerjemah Muhammad Sodiq dan Imam Muttaqien), Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Strauss, A. (1987). Qualitative Analysis for Social Scientists. NY: Cambridge Univ. Press.

Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cetakan ke-2. Alfabeta. Bandung.

Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Sugiyono, (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Cetakan ke-2. Alfabeta. Bandung.

Surachmad, W. (1990). Metode Penelitian. Bandung : Transito.

Tassoni, P., (2003). Supporting Special Needs: Understanding Inclusion in The Early Years. Oxford. Heinemann Educational Publishers.

SPS UPI Bandung © 2008 38

Proposal Penelitian

Thomas, G., and Vaughan, M., (2004). Inclusive Education: Reading and Reflections. London. Open University Press.

Tirocchi, D. And Resee, B. (2002). Inclusion. [Online] Availble: http://tiger.towson.edu/users/dtiroc1/ISTC-final%20draft.htm Accessed: 26 Oktober 2007.

The Institute on Community Integration ( ). Inclusion: The Pros and Cons. [Online] Tersedia: http://www.sedl.org/change/issues/issues43.html . October 26, 2007.

Thomas, G., and Feiler, A., (1988). Planning For Special Needs: A Whole School Approach. Basil Blackwell Ltd. Oxford.

Tomasevski, K., (2005) Pendidikan Berbasis Hak Azasi: Penyederhanaan Prasyarat Hak Azasi Manusia Global,

United Nation (Doc). ( ). Programme Monitoring and Evaluation; The Disability Perspective in the Context of Development. [Online] Tersedia: http://www.un.org/esa/socdev/enable/monitor/ . Accessed: 28 September 2007.

Usman, H. (2006). Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Jakarta. Bumi Aksara.

Vaebeke, K.S., ( ). Indetifying Accommodations for Inclusion: A Strategy for Special and General Educators. [Online] Tersedia: http://www.ed.wright.edu/~prenick/karen.htm . Accessed: October 5, 2007.

Volante, L., (2007). Educational Quality and Accountability in Ontario: Past, Present, and Future. Online. Dalam Canadian Journal of Educational Administration and Policy, Issue #58, 9 halaman. [Online] Tersedia: http://www.umanitoba.ca/publications/cjeap/articles/volante_educational%20_quality.html . 9 Oktober 2007.

Westwood, P., (2007) Commonsense Methods for Children with Special Education Needs. Fifth Edition. New York. Ruotledge.

Williams, R.B., (2006). Leadership for School Reform: Do Principal Decision-Making Styles Reflect a Collaborative Approach? Dalam Canadian Journal of Educational Administration and Policy, Issue #53, May 25, 2006. 10 halaman [Online] Tersedia:

SPS UPI Bandung © 2008 39

Proposal Penelitian

http://www.umanitoba.ca/publications/cjeap/articles/williams.html . Accessed: October 10, 2007.

Yamaguchi, K. (2005). Development of Special Needs Education in Japan and Some Current Problems. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_y/yamaguchi_k.shtml . 31 Oktober 2007.

Zoniou-Sideri, A. at. all. (2005). Inclusive Classes in Greece: New Names, Old Institutions. [Online] Tersedia: http://www.isec2005.org.uk/isec/abstracts/papers_z/zoniou-Sideri_a.shtml . accessed: 31 Oktober 2007.

SPS UPI Bandung © 2008 40