Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUTORIAL
SUBDURAL HEMORRHAGE
Dosen Pembimbing :
dr. Farida Niken A.N.H., M.Sc, Sp.S
Disusun oleh :
Indira A’yuny
Ajeng Ayu Wandira 15631
M. Mahmud Ridho 14750
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN
KEPERAWATAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
BAB I
DESKRIPSI KASUS
1. Identitas Pasien
a. Nomor RM : 1268xx
b. Nama : Tn. DY
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Tgl lahir : 27 Juli 1981
e. Usia : 37 tahun 9 bulan
f. Alamat : Triharjo
g. Tgl Masuk RS : 26 Mei 2019
2. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
b. Riwayat Penyakit Sekarang
3HSMRS pasien dikatakan mengalami perubahan perilaku oleh keluarga. Pasien
mulai BAK sembarangan dan disorientasi. Pasien merupakan pasien Ca paru dan
dalam pengobatan kemoterapi di RS PKU Kota. Setelah kemo, keadaan pasien
menetap dan sulit diajak komunikasi.
HMRS pasien dikatakan sempat muntah 1x dan kejang lalu tidak sadarkan diri,
pasien diantar keluarga dengan keluhan tidak sadarkan diri.
Disangkal riwayat trauma kepala.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa disangkal. HT, DM, stroke, alergi, penyakit jantung,
alergi disangkal.
2
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat hipertensi, DM,
keganasan, penyakit jantung dan stroke pada keluarga disangkal.
3. Review Anamnesis Sistem
a. Saraf : penurunan kesadaran (+), kejang (+)
b. Muskuloskeletal : kelemahan anggota gerak kanan (+)
c. Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
d. Gastrointestinal : tidak ada keluhan
e. Pernapasan : riw. Ca paru on chemo (+)
f. Integumen : tidak ada keluhan
g. Endokrin : tidak ada keluhan
h. Status psikologis : 3 hari terakhir terdapat perubahan perilaku, BAK
sembarangan dan disorientasi.
4. Resume Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran yang diawali dengan
perubahan perilaku dan diikuti dengan muntah dan kejang. Pasien merupakan
pasien Ca. Paru on chemotherapy di RS PKU Kota.
5. Diagnosis Sementara
● Diagnosis Klinis : Peningkatan TIK ec. Susp SOP
● Diagnosis Topik : Regio temporoparietal dextra
● Diagnosis Etiologi : Susp. brain metastase of Ca paru
6. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
3
● Keadaan umum : tidak sadar
● Kesadaran : coma, E1VETM1
● Tanda vital
- Tekanan Darah : 107/75 mmHg (on vascon)
- Nadi : 123x/min
- Laju pernapasan : 18 x/min (on ventilator)
- Suhu : 36.6C
b. Pemeriksaan kepala – leher
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- Lnn dbn
c. Pemeriksaan Paru
1. Inspeksi: simetris, dinding dada sejajar perut, jejas (-)
2. Palpasi: nyeri tekan (-), fremitus taktil menurun, pengembangan dada simetris
3. Perkusi: sonor (+/+)
4. Auskultasi: SDV menurun, rhonki (-/-), wheezing (-/-), RBB (-/-), RBK (-/-)
d. Pemeriksaan Jantung
Dalam batas normal
e. Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
f. Pemeriksaan Ekstremitas
- Akral dingin
- WPK <2detik
4
g. Status Psikiatri
- Tingkah Laku : Tdn
- Perasaan Hati : Tdn
- Orientasi : O/W/T/S
Tdn
- Kecerdasan : Tdn
h. Status Neurologis
● Kesadaran : Coma, E1VETM1
● Kepala : Pupil Isokor ∅
6mm/6mm, Reflek cahaya -/-, Reflek
kornea -/-, DEP (+/+)
● Nervus Kranialis
Saraf
Kranialis
Kanan Kiri
N. I Olfaktorius
Daya
penghidu
Tdn Tdn
N. II Optikus
Daya
penglihatan
Tdn Tdn
Lapang
penglihatan
Tdn Tdn
Melihat Tdn Tdn
Warna
N. III Okulomotorius
Ptosis tidak
ada
tidak
ada
Gerak mata
ke medial
Tdn Tdn
Gerak mata
ke atas
Tdn Tdn
Gerak mata
ke bawah
Tdn Tdn
Ukuran
pupil
6 mm 6 mm
Bentuk
pupil
bulat bulat
Reflek
cahaya
langsung
- -
Reflek
cahaya
konsensual
- -
N. IV Trochlearis
Gerak mata
ke lateral
bawah
normal normal
N. V Trigeminus
Mengigit Tdn Tdn
Membuka
mulut
Tdn Tdn
Sensibilitas
muka atas
Tdn Tdn
5
Sensibilitas
muka
tengah
Tdn Tdn
Sensibilitas
muka bawah
Tdn Tdn
N. VI Abdusen
Gerak mata
ke lateral
Tdn Tdn
N. VII Fasialis
Kerutan
kulit dahi
Tdn Tdn
Kedipan
mata
Tdn Tdn
Lipatan naso
labial
normal normal
Sudut mulut Tdn Tdn
Mengerutka
n dahi
Tdn Tdn
Mengerutka
n alis
Tdn Tdn
Menutup
mata
Tdn Tdn
Meringis Tdn Tdn
Menggembu
ngkan pipi
Tdn Tdn
N. VIII Akustikus
Mendengar
suara
berbisik
Tdn Tdn
N. IX Glosofaringeus
Arkus faring Tdn Tdn
N. X Vagus
Denyut
nadi /
menit
123x/
menit
123xm
enit
Bersuara Tdn Tdn
Menelan Tdn Tdn
N. XI Aksesorius
Memalingka
n ke depan
Tdn Tdn
Sikap bahu Tdn Tdn
Mengangkat
bahu
Tdn Tdn
N. XII Hipoglossus
Sikap lidah Tdn Tdn
Artikulasi Tdn Tdn
Menjulurka
n lidah
Tdn Tdn
Kekuatan
lidah
Tdn Tdn
Trofi otot
lidah
Eutrofi Eutrofi
6
●Ekstremitas
Gerak RF
T B
T B
Kekuatan RP
0 1
0 1
Cl (-/-)
Sensibilitas dbn, vegetatif BAB BAK on diapers
7. Resume Pemeriksaan Fisik
● KU : Tidak sadar
● Kesadaran : Coma, E1VETM1
● Tanda Vital : TD: 107/75 mmHg on vascon, N: 123x/min, RR: 20x/min
on venti, T: 36.6oC
● Status generalis : CA -/-, SI -/-, thorax-abdomen: normal
● Status neurologis : reflex batang otak (-)
7
+2 +2
+2 +2
- -
- -
8
8. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan
MSCT Head, Non-kontras, klinis penurunan kesadaran. Tidak terdapat
hematoma/soft tissue swelling. Sistema tulang intak. Tampak mucosal
reaction sinus maxillaris dextra. Tampak lesi hipo dan hiperdense berbentuk
bulan sabit pada regio temporoparietalis dextra. Sulcus dan gyrus tak
prominent. Batas white dan gray matter tegas. Sistema ventrikel lateralis
dextra menyempit. Terdapat pergeseran midline shift ke arah sinistra.
Kesan MSCT Head
SDH acute on chronic di regio temporoparietalis dextra yang mendesak sistema
ventrikel lateralis dekstra ke arah sinistra.
9. Diagnosis
● Diagnosis Klinis : Penurunan Kesadaran ec. Peningkatan TIK e.c
SOP
● Diagnosis Topik : Lobus temporoparietalis dextra
9
● Diagnosis Etiologi : Subdural hemorrhage
10. Penatalaksanaan
- Monitoring KU/VS
- Inf. Tutofusin:RL 1:1
- Inj. As. Tranexamat 500mg/8jam
- Vascon & Dopamin titrasi up s/d MAP >70mmHg
- Rujuk SP. BS
- Inj. Ranitidin 1A/12 jam
11. Planning
- Edukasi keluarga
- Rujuk untuk tindakan dengan bedah saraf
12. Prognosis
● Death : malam
● Disease : malam
● Disability : malam
● Discomfort : malam
● Dissatisfaction : malam
● Destitution : malam
10
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Perdarahan subdural (Subdural hematoma / subdural hemorrhage) adalah
akumulasi darah ekstraserebral yang terletak di antara dura mater dan arachnoid,
yang tidak meluas ke sistema subarachnoid atau ke sisterna basalis. Perdarahan
subdural biasanya terjadi karena trauma dan selalu memiliki efek kompresi
terhadap otak, menimbulkan defisit neurologis fokal, kenaikan tekanan
intrakranial dan perubahan kesadaran.
2. Etiologi
Perdarahan subdural dapat timbul karena trauma, hipotensi intrakranial dan
defek koagulasi. Pada kasus-kasus yang dicurigai perdarahan subdural, riwayat
adanya trauma kepala harus dicari. Banyak kasus perdarahan subdural yang terjadi
karena cedera kepala ringan, karena dianggap sebagai trauma kecil dan
perdarahan subdural tidak terdeteksi. Perdarahan subdural juga dapat terjadi
setelah tindakan operasi bedah saraf di kepala. Trauma repetitif pada anak saat
bermain juga dapat menyebabkan perdarahan subdural. Hipotensi intrakranial
diakibatkan oleh bocornya cairan serebrospinal setelah trauma atau tindakan dapat 11
juga menyebabkan perdarahan intrakranial. Defek koagulasi dapat menyebabkan
perdarahan subdural. defisiensi faktor XIII memiliki peran pada perdarahan
subdural kronik spontan. Pada pasien dengan perdarahan subdural kronik, FXIII
sebaiknya diperiksa untuk prediksi kejadian re-bleeding setelah pengobatan.
Perdarahan subdural juga dapat terjadi pada pasien yang menerima pengobatan
antiplatelet dan antikoagulasi.
Perdarahan subdural yang timbul setelah trauma kepala hebat, seperti
perdarahan kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam
ruangan subdural. Pergeseran otak pada akselerasi dan de-akselerasi bisa menarik
dan memutuskan vena-vena. Pada waktu akselerasi berlangsung, terjadi 2
kejadian, yaitu akselerasi tengkorak kearah dampak dan pergeseran otak kearah
berlawanan dengan arah dampak primer. Akselerasi kepala dan pergeseran otak
yang bersangkutan bersifat linear. Maka dari itu, lesi-lesi yang bisa terjadi
dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio dibawah dampak disebut lesi kontusio
“coup”. Di seberang dampak tidak terdapat gaya kompresi, sehingga tidak
terbentuk lesi. Jika terdapat lesi pada tempat berlawanan dari tempat terjadinya
benturan, maka lesi itu disebut lesi kontusio “countercoup”.
Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas
hemisferium dan sebagian daerah temporal, sesuai dengan distribusi “bridging
vein”. Karena perdarahan subdural sering disebabkan oleh perdarahan vena, maka
darah yang terkumpul hanya 100-200cc saja. Perdarahan vena biasanya berhenti
karena tamponade hematom sendiri. setelah 5-7 hari, hematom mulai megadakan
reorganisasi yang akan terselesaikan dalam 10-20 hari. Darah yang diserap
meninggalkan jaringan yang kaya pembuluh darah. Dapat timbul perdarahan
kembali di tempat tersebut yang menimbulkan hiperosmolalitas hematom
subdural sehingga dapat terjadi pembentukkan kantong subdural yang penuh
dengan cairan dan sisa darah (higroma).
12
3. Diagnosis
a. Anamnesis
● Presentasi klinis SDH dapat ditemukan mulai dari tanpa gejala, nyeri
kepala, kejang, penurunan memori, dan kebingungan. Pasien dapat juga
mengeluhkan kesulitan berbicara, kesulitan menelan dan kesulitan
berjalan. Dapat juga ditemukan kelemahan atau rasa kebas pada tangan,
kaki atau wajah.
● Adanya riwayat cedera kepala.
● Tiga elemen diagnosis yang menunjukan gejala klinis ke arah
perdarahan subdural kronis:
a. Defisit motorik dan kesulitan bicara
b. Kelainan psikis (e.g. perubahan perilaku)
c. Fluktuasi gejala
● Riwayat penggunaan antikoagulan/antiplatelet
b. Pemeriksaan fisik
● Primary survey
1. Airway
2. Breathing
3. Circulation
● Secondary survey
1. Disability → termasuk GCS, Pemeriksaan neurologis2. Environment/Exposure
● Pemeriksaan neurologis
o Kesadaran
o Refleks batang otak
13
o Nervus kranialis
o Pemeriksaan Motorik
o Pemeriksaan Sensorik
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
● Foto Polos Kepala → explorasi adanya fraktur basis cranii● CT Scan → menunjukkan lokasi, volume, efek, dan
potensi cedera intracranial lainnya. Biasanya pada satu bagian (single) atau dapat pula terjadi pada dua sisi (bilateral), bentuk eclipse, dengan densitas homogen (hiperdens), batas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Densitas yang tinggi pada stage akut ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah.● Acute → crescent-shaped homogeneously hyperdense
extra-axial collection yang menyebar secara diffuse ke hemisphere yang terkena.
● Subacute → seiring dengan waktu pembekuan yang semakin lama dan degradasi protein yang terjadi, densitas lesi menjadi semakin turun. Biasanya dalam waktu 3-21 hari akan menjadi isodense.
● Chronic → lesi menjadi semakin hypodense dan isodense dengan CSF, bentuk lesi berubah dari crescentic shape menjadi biconvex.
● MRI
14
4. Klasifikasi
● Akut: gejala timbul dalam 3 hari pertama setelah cedera. Pada gambaran CT
scan, terdapat daerah hiperdens berbentuk bulan sabit.
● Subakut: gejala timbul antara hari ke-4 sampai hari ke-20. Gambaran CT scan
berupa campuran hiper-, iso- dan hipodens.
15
● Kronis: jika gejala timbul setelah 3 minggu setelah cedera. Sering timbul
pada usia lanjut, dimana terdapat atrofi otak, sehingga jarak permukaan
korteks dan sinus vena semakin jauh dan rentan terhadap goncangan. Kadang-
kadang, benturan ringan pada kepala sudah dapat menimbulkan SDH kronis.
Beberapa predisposisi seperti alkoholisme, epilepsi, gagal ginjal terminal dan
koagulopati akan mempermudah terjadinya SDH kronis. SDH kronis dapat
terus berkembang karena terjadinya perdarahan ulang (re-bleeding) dan
tekanan osmotik yang lebih tinggi dalam cairan SDH kronis sebagai akibat
dari darah yang lisis, akan menarik cairan ke dalam SDH.
16
5. Terapi
a. Non-Farmakoterapi
Pada kasus perdarahan subdural yang kecil, tidak perlu dilakukan tindakan
apapun. Resolusi spontan dapat terjadi pada perdarahan subdural yang tidak
disebabkan karena trauma dan pasien yang tidak mengeluhkan defisit
neurologis. Pada pasien-pasien ini, hanya perlu dilakukan penanganan
konservatif dan pengawasan berkala terhadap kejadian rekurensi.
Terapi pilihan untuk perdarahan subdural dengan ukuran sedang dan besar
adalah evakuasi dengan operasi. Tindakan operasi diindikasikan pada kasus
dengan deficit motoric atau deficit fokal lain. Pada kasus emergensi, tindakan
Burr-hole dapat dilakukan dibawah anestesi lokal. Tindakan Burr-hole dinilai
simpel, aman dan efektif.
Pada pasien yang akan dilakukan tindakan operasi, harus diperhatikan
keberadaan defek koagulasi, karena perdarahan subdural dapat terjadi karena
adanya defek koagulasi.
b. Farmakoterapi
1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
2. Mengurangi edema otak
17
a. Hiperventilasi → Menurunkan paO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh darah
b. Cairan hiperosmoler → Menggunakan cairan Manitolc. Anti-inflamatori: Kortikosteroid (Prednisone
1mg/kgBB/hari selama 1 minggu → 5-10mg/hari)3. Menghentikan penggunakan antikoagulan dan antiplatelet
4. Antifibrinolitik: Asam tranexamat (dosis: 750mg/hari)
18
DAFTAR PUSTAKA
IA, Illiescu. (2015). Current diagnosis and treatment of chronic subdural
haematomas. Journal of Medicine and Life, 8 (3), p. 278-284.
Edlmann, E., Giorgi-Coll, S., Whitfield, P., Carpenter, K. and Hutchinson, P.
(2017). Pathophysiology of chronic subdural haematoma: inflammation,
angiogenesis and implications for pharmacotherapy. Journal of
Neuroinflammation, 14(1).
Yadav, Y., Parihar, V., Namdev, H. and Bajaj, J. (2016). Chronic subdural
hematoma. Asian Journal of Neurosurgery, 11(4), p.330.
19