8
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran anggota keluarga baru dalam keluarga akan memberikan pengaruh dalam perkembangan sosial dan emosional anak terutama anak prasekolah. Emosi yang rentan pada anak prasekolah adalah rasa cemburu dimana timbul perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang telah merebut kasih sayang dari orang tua. Kehadiran adik bayi bagi anak pertama dapat memunculkan berbagai macam kecemburuan atau persaingan yang berbeda satu sama lainnya yang dikenal dengan istilah sibling rivalry (Soemardini, Rinik & Chika, 2011). Sibling rivalry merupakan respon yang normal seorang anak karena merasa ada ancaman gangguan yang menggangu kestabilan hubungan keluarganya dengan adanya saudara baru (Ambarwati & Wulandari, 2010). Pendapat lain diungkapkan oleh Putri, Sri dan Rulita (2013) sibling rivalry merupakan suatu bentuk dari persaingan antara saudara kandung, kakak, adik yang terjadi karena seseorang takut kehilangan kasih sayang dan perhatian dari orang tua, sehingga menimbulkan berbagai pertentangan dan akibat 1

BAB I rev

Embed Size (px)

DESCRIPTION

wendy goxil

Citation preview

4

5

BABIPENDAHULUAN

A. Latar BelakangKehadiran anggota keluarga baru dalam keluarga akan memberikan pengaruh dalam perkembangan sosial dan emosional anak terutama anak prasekolah. Emosi yang rentan pada anak prasekolah adalah rasa cemburu dimana timbul perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang telah merebut kasih sayang dari orang tua. Kehadiran adik bayi bagi anak pertama dapat memunculkan berbagai macam kecemburuan atau persaingan yang berbeda satu sama lainnya yang dikenal dengan istilah sibling rivalry (Soemardini, Rinik & Chika, 2011).

Sibling rivalry merupakan respon yang normal seorang anak karena merasa ada ancaman gangguan yang menggangu kestabilan hubungan keluarganya dengan adanya saudara baru (Ambarwati & Wulandari, 2010). Pendapat lain diungkapkan oleh Putri, Sri dan Rulita (2013) sibling rivalry merupakan suatu bentuk dari persaingan antara saudara kandung, kakak, adik yang terjadi karena seseorang takut kehilangan kasih sayang dan perhatian dari orang tua, sehingga menimbulkan berbagai pertentangan dan akibat pertentangan tersebut dapat membahayakan bagi penyesuaian pribadi dan sosial seseorang.

Namun demikian menurut Putri, Sri dan Rulita (2013) sibling rivalry akan berdampak pada diri si anak, pada saudara kandung dan orang lain. Pada diri si anak akan tampak tingkah laku regresi, dampak pada saudara kandung yaitu agresi : tidak mau berbagi dengan saudara, tidak mau membantu saudaranya sedangkan dampaknya pada orang lain berupa hubungan sosial yang tidak baik di luar rumah. Penyesuaian diri yang buruk dan perilaku yang agresi dalam keluarga dibawa anak dalam hubungan sosial sehingga anak sering berantem dengan tetangga dan teman sebayanya (Pieter &Lubis, 2010). Menurut Boyle (dalam Putri, Sri & Rulita, 2013) sibling rivalry yang tidak diatasi pada masa awal anak-anak dapat menimbulkan delayed effect, yaitu dimana pola perilaku tersimpan dibagian alam bawah sadar pada usia 12 tahun hingga 18 tahun dan dapat muncul kembali bertahun-tahun kemudian dalam berbagai bentuk dan perilaku psikologikal yang merusak. Rasa iri hati dan persaingan yang ada sejak masa kanak-kanak dibawa ke masa dewasa.

Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010) anak-anak akan terus bersaing untuk mendapatkan perhatian dari orang tuanya dan persaingan itu akan diperlihatkan oleh anak dengan berbagai cara. Pada anak biasanya yang paling menonjol adalah rasa marah, merengek, bersungut atau menarik simpati orang lain biasanya terjadi pada anak yang lebih tua terhadap adik bayinya. Reaksi lain yang diungkapkan Putri, Sri dan Rulita (2013) adalah reaksi memukul, mencubit, melukai adiknya bahkan menendang, kemunduran seperti menompol, menangis yang meledak-ledak, manja, rewel, menangis tanpa sebab.Sibling rivalry biasanya muncul ketika selisih usia saudara kandung terlalu dekat, karena kehadiran adik dianggap terlalu banyak menyita waktu dan perhatian orang tua. Jarak usia yang lazim memicu munculnya sibling rivalry adalah jarak usia antara 1-3 tahun dan muncul pada usia 3-5 tahun kemudian muncul kembali pada usia 8-12 tahun. Namun persaingan antar saudara cenderung memuncak ketika anak bungsu berusia 3 atau 4 tahun (Woolfson, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sibling rivalry yaitu sikap orang tua, urutan posisi, jenis kelamin saudara kandung, perbedaan usia, jumlah saudara, jenis disiplin atau pola asuh orang tua dan pengaruh orang lain. Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadiaan anak, dimana keluarga adalah lingkungan yang pertama kali menerima kehadiran anak. Keadaan kehidupan keluarga bagi seorang anak dapat dirasakan melalui sikap dari orang yang sangat dekat dan berarti baginya. Pola asuh orang tua pada kehidupan anak tidak hanya mempengaruhi kehidupan tiap individu anak, tetapi juga hubungan antar saudara (Aisyah, 2010).

Pola asuh terdiri dari beberapa disiplin yaitu disiplin otoriter, disiplin, demokratis, disiplin permisif. Semakin otoriter didikan pada anak, semakin mendendam anak itu dan semakin besar kemungkinan anak akan senang melawan dan tidak patuh secara sengaja. Perilaku menentang sangat besar perannya dalam memburuknya hubungan antara orang tua dan anak dengan bertambahnya usia anak. Permisif berlebihan membuat anak egois dan menuntut. Mereka menuntut perhatian dan pelayanan orang lain dan perilaku yang menyebabkan penyesuaian sosial yang buruk di rumah dan di luar rumah. Sedangkan disiplin demokratis anak belajar memberi dan menerima atas dasar kerja sama. Namun, apabila disiplin otoriter dan permisif diterapkan orang tua dalam tahap wajar maka hubungan antara saudara yang mengalami persaingan akan jauh lebih baik.

Menurut studi yang dilakukan di AS, 80% dari anak-anak memukul adik atau kakak, dan lebih dari 50% telah terlibat dalam perilaku yang kekerasan terhadap saudara. American Psychological Association mencatat bahwa 65% dari peserta dalam satu studi melaporkan mengalami kekerasan fisik yang sangat parah seperti ditendang, digigit, dipukul dengan kepalan oleh saudara mereka. 17% persen responden mengalami luka oleh saudara, 4% telah dirawat oleh dokter sebagai akibat dari keadaan yang serius. Laporan di AS memperkirakan bahwa tiga anak dari 100 anak yang berbahaya melakukan kekerasan terhadap seorang saudaranya (Christy, 2010).

Penelitian dilakukan Yulia (dalam Soemardini, Rinik & Chika, 2011) mengenai gambaran sibling rivalry pada anak prasekolah dan didapatkan hasil 73,91% sibling rivalry terjadi pada anak usia prasekolah dan 26,09 % terdapat pada anak usia sekolah. Hasil penelitian Soemardini, Rinik dan Chika (2011) menunjukkan sebagian besar peran ibu dengan kategori cukup, terjadi sibling rivalry 43,9% dan peran ibu kategori kurang terjadi sibling rivalry 21,1% sehingga dapat ditarik kesimpulan ada hubungan yang signifikan antara peran ibu dengan tingkat sibling rivalry pada anak prasekolah usia 3-5 tahun di Wilayah Kelurahan Ketawanggedeng Malang.

Berdasarkan survei pendahuluan pada tanggal 21-28 Februari 2014 yang telah dilakukan peneliti di Kelurahan Dwikora Kecamatan Helvetia Medan tahun 2014 khususnya Lingkungan III (tiga) didapatkan jumlah 106 KK yang memiliki anak usia prasekolah yang memiliki saudara dan berjarak 1-3 tahun serta 179 anak prasekolah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada 10 orangtua dan 7 diantaranya mengatakan anak-anak mereka sering bertengkar dan tidak akur.

Orang tua mengatakan sejak kelahiran adik bayi mereka lebih banyak meluangkan waktu kepada adik bayi daripada si kakak dan anak yang lebih tua mulai bertingkah nakal. Anak pertama memukul dan mencubit adiknya jika terjadi pertengkaran diantara mereka. Anak pertama kembali mengompol setelah kelahiran anak kedua. Orang tua akan memukul salah satu atau keduanya jika terjadi pertengkaran. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian sibling rivalry pada anak usia prasekolah (3-5 tahun) di Lingkungan III Kelurahan Dwikora Kecamatan Helvetia Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan 2015.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan pemasalahan yanga telah diuraikan dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian sibling rivalry pada anak usia prasekolah (3-5 tahun) di Lingkungan III Kelurahan Dwikora Kecamatan Helvetia Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015? .

C. Tujuan Penelitian1. Tujuan umum Mengidentifikasi hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian sibling rivalry pada anak usia prasekolah (3- 5 tahun) di Lingkungan III Kelurahan Dwikora Kecamatan Helvetia Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015.

2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui pola asuh orang tua anak pada anak usia prasekolah (3-5 tahun) di Lingkungan III Kelurahan Dwikora Kecamatan Helvetia Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015.b. Untuk mengetahui kejadian sibling rivalry pada anak usia prasekolah (3-5 tahun) di Lingkungan III Kelurahan Dwikora Kecamatan Helvetia Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi PuskesmasMemberikan masukan kepada pihak puskesmas untuk lebih memberi pengarahan kepada orang tua terkait pola asuh yang baik untuk mencegahnya terjadinyasibling rivalry pada anak.

2. Bagi Orang tua Melalui penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan orang tua sehingga dapat mengatasi terjadinya sibling rivalry pada diri anak.

3. Bagi Peneliti SelanjutnyaHasil dari peneltian ini dapat dijadikan sebagai informasi tambahan bagi penelilitian selanjutnya dalam meneliti sibling rivalry.1