23
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Seni tidak akan hidup tanpa ada peran dari masyarakat pendukungnya. Berbagai jenis kesenian tumbuh dan berkembang di berbagai tempat sesuai dengan potensi yang ada di daerah tersebut. Kehadiran seni di suatu wilayah khususnya seni pertunjukan pasti tidak akan lepas dari sebuah maksud dan tujuan tertentu yang nantinya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan manusia dan mempunyai manfaat bagi masyarakat sekitar. Seni pertunjukan kuda muncul dan berkembang di berbagai tempat di pulau Jawa mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Ada beberapa istilah yang berbeda pada masing- masing daerah. Ada yang menyebut kuda lumping atau kuda kepang (Jawa Barat), jaran kepang, incling, atau ebeg (Jawa Tengah dan DIY), dan jaran kepang (Jawa Timur). 1 Setiap daerah selain memiliki istilah yang berbeda juga memiliki bentuk pertunjukan dan fungsi yang berbeda. Kabupaten Semarang menjadi wilayah yang tidak lepas dari persebaran kesenian kuda. Desa Keji merupakan salah satu desa 1 A.M.Hermien Kusmayati, “Tari-Tarian Jawa Tengah” dalam Edi Sedyawati (ed), Indonesian Heritage: Seni Pertunjukan, (Jakarta: Buku Antar Bangsa, 2002), 76.

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

1

BAB I

PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Seni tidak akan hidup tanpa ada peran dari masyarakat

pendukungnya. Berbagai jenis kesenian tumbuh dan berkembang

di berbagai tempat sesuai dengan potensi yang ada di daerah

tersebut. Kehadiran seni di suatu wilayah khususnya seni

pertunjukan pasti tidak akan lepas dari sebuah maksud dan

tujuan tertentu yang nantinya diharapkan dapat memenuhi

kebutuhan manusia dan mempunyai manfaat bagi masyarakat

sekitar.

Seni pertunjukan kuda muncul dan berkembang di berbagai

tempat di pulau Jawa mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY,

dan Jawa Timur. Ada beberapa istilah yang berbeda pada masing-

masing daerah. Ada yang menyebut kuda lumping atau kuda

kepang (Jawa Barat), jaran kepang, incling, atau ebeg (Jawa

Tengah dan DIY), dan jaran kepang (Jawa Timur).1 Setiap daerah

selain memiliki istilah yang berbeda juga memiliki bentuk

pertunjukan dan fungsi yang berbeda.

Kabupaten Semarang menjadi wilayah yang tidak lepas dari

persebaran kesenian kuda. Desa Keji merupakan salah satu desa

1A.M.Hermien Kusmayati, “Tari-Tarian Jawa Tengah” dalam Edi

Sedyawati (ed), Indonesian Heritage: Seni Pertunjukan, (Jakarta: Buku Antar

Bangsa, 2002), 76.

Page 2: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

2

di Kabupaten Semarang yang juga memiliki kesenian kuda dimana

masyarakat menyebutnya Kuda Lumping. Kata „lumping‟ dalam

dialek Jawa berarti kulit, kulit dan anyaman bambu digunakan

sebagai bahan untuk membuat properti kuda dalam kesenian

Kuda Lumping. Arnold Hauser dalam bukunya The Sociology of Art

menjelaskan bahwa seni sebagai produk masyarakat terbagi

menjadi beberapa kelompok, yaitu (1) the art of the cultural elite,

yaitu seni yang muncul di kalangan masyarakat elite; (2) folk art,

merupakan kesenian rakyat; (3) popular art, merupakan seni yang

muncul di kalangan masyarakat urban; (4) mass art, yaitu seni

yang dipertunjukkan lewat media dan biasanya terdapat unsur

wisata.2 Berdasarkan hal tersebut, seni pertunjukan Kuda

Lumping di Desa Keji dapat dikategorikan ke dalam folk art

(kesenian rakyat).

Bentuk pertunjukan Kuda Lumping ini kira-kira sama

seperti yang digambarkan oleh Pigeaud sebagai tari kuda. Pigeaud

menyatakan bahwa tari kuda tersebut merupakan pertunjukan

yang menggunakan anyaman yang terbuat dari bambu maupun

kulit yang melompat-lompat menirukan gerak kuda.3 Kuda

Lumping yang muncul dan berkembang di Desa Keji merupakan

bentuk kesenian rakyat yang saat ini masih mampu bertahan.

2Periksa Arnold Hauser, The Sociology of Art, terjemahan Kenneth J.

Northcott (London : The University of Chicago Press, 1982), 550. 3Th. Pigeaud, Javaanse Volksvertoningen (Batavia: Volkslectuur, 1938),

215.

Page 3: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

3

Seni pertunjukan Kuda Lumping mulai masuk Desa Keji

tahun 1971 atas prakarsa dari sesepuh dusun yaitu Mbah Supar,

Mbah Suroto, Mbah Suharjo, Mbah Kasman, dan Sarwoto. Mereka

berunding dan sepakat membentuk kelompok kesenian Kuda

Lumping. Mereka akhirnya meminta Mbah Rajak, seorang seniman

Kuda Lumping dari Desa Regunung Kecamatan Tengaran

Kabupaten Salatiga untuk melatih di Desa Keji. Kelompok

kesenian Kuda Lumping ini diberi nama Langen Budi Utomo.4

Jakob Sumarjo menyatakan bahwa setiap karya seni sedikit

banyak menceminkan setting masyarakat tempat seni itu

diciptakan. Sebuah karya seni ada karena seorang seniman

menciptakannya, seniman itu sendiri berasal dari masyarakat

tertentu dan kehidupan masyarakat merupakan kenyataan yang

langsung dihadapi sebagai rangsangan kreativitas

kesenimanannya.5 Kuda Lumping yang dibawa ke Desa Keji oleh

Mbah Rajak hampir serupa dengan Kuda Lumping dari Desa

Regunung Kecamatan Tengaran Kabupaten Salatiga. Bentuk

sajiannya disebut Gejawan dan dipentaskan sebegai pelengkap

upacara merti dhusun.

Seiring berjalannya waktu, kesenian Kuda Lumping

mengalami perkembangan dengan melahirkan beberapa bentuk

4Wawancara dengan Rajak Soeharto selaku tokoh seniman Kuda

Lumping di Desa Keji tanggal 17 November 2012. 5Jakob Sumardjo, Filsafat Seni (Bandung: Penerbit Institut Teknologi

Bandung, 2000), 233.

Page 4: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

4

penyajian Kuda Lumping. Perubahan dan perkembangan bentuk

kesenian dalam suatu masyarakat merupakan sesuatu yang

wajar. Perkembangan ini terjadi karena pengaruh internal dalam

masyarakat dan pengaruh eksternal yang datang dari luar

masyarakat. Kesenian Kuda Lumping mulai dikemas lebih variatif

dan terjadi kategorisasi pelaku dalam pertunjukan. Ada Kuda

Lumping yang ditarikan oleh remaja laki-laki dan dewasa disebut

Panaragan dan yang ditarikan oleh perempuan disebut Kuda

Pesisiran. Ada pula Kuda Lumping yang ditarikan oleh anak-anak

disebut Kuda Debog. Pertunjukan Kuda Lumping juga tidak hanya

dipentaskan pada upacara merti dhusun saja, namun juga acara

hiburan dalam rangka hajatan dan memeriahkan hari ulang tahun

RI.

Perkembangan bentuk dan pola penyajian kesenian Kuda

Lumping makin terlihat seiring dengan bergulirnya era industri

pariwisata yang ditandai dengan pencanangan program pariwisata

oleh pemerintah. Presiden Soeharto saat itu menekankan perlunya

memprioritaskan sektor non-migas untuk peningkatan devisa

negara. Pernyataan ini disampaikan pada rapat kerja Departemen

Pariwisata Pos dan Telekomunikasi tanggal 26 September 1986.6

Sejak saat itu setiap daerah memiliki otonomi untuk

mengembangkan potensi wisata yang ada di daerahnya.

6R.M.Soedarsono. Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. (Yogyakarta : MSPI, 1999), 1.

Page 5: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

5

Hadirnya pariwisata telah melahirkan seni pertunjukan yang

telah mengalami perubahan bentuk kemasan dari yang semula

bersifat tradisional menjadi kemasan pariwisata sebagai daya tarik

untuk wisatawan.7 Desa Keji mulai disentuh oleh dunia pariwisata

pada tahun 2007. Seorang pegawai Dinas Pariwisata Kabupaten

Semarang bernama Yossiady Bambang Singgih tertarik untuk

mengemas potensi alam dan budaya yang ada di Desa Keji menjadi

daya tarik wisata dengan menampilkan atraksi dalam bentuk

pergelaran seni budaya tradisioanal dan permainan tardisional.

Salah satu daya tarik berupa seni tradisi yang dihadirkan dalam

pergelaran yaitu tari Kuda Debog. Kuda Debog menggunakan

properti berupa pelepah daun pisang (debog) yang dibentuk

menyerupai kuda. Penarinya terdiri dari anak-anak yang berusia

antara 6-12 tahun.

Keragaman seni Kuda Lumping di Desa Keji menjadi daya

tarik peneliti untuk mengkaji lebih dalam mengenai latar belakang

kultural yang menyebabkan munculnya keragaman kesenian

Kuda Lumping di Desa Wisata Keji, bagaimana perkembangan

bentuk penyajian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan kesenian Kuda Lumping di Desa Wisata Keji.

7Timbul Haryono, Seni Pertunjukan dan Seni Rupa dalam Perspektif Arkeologi Seni (Surakarta: ISI Press Solo, 2008), 133.

Page 6: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan,

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Mengapa muncul keragaman kesenian Kuda Lumping di

Desa Wisata Keji?

2. Bagaimana perkembangan bentuk penyajian Kuda Lumping

di Desa Wisata Keji?

3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi

perkembangan kesenian Kuda Lumping di Desa Wisata Keji?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan

penelitian ini sebagai berikut.

1. Memberikan gambaran latar belakang sosial kultural yang

mempengaruhi munculnya keragaman bentuk kesenian

Kuda Lumping di Desa Keji.

2. Mengkaji perkembangan bentuk penyajian Kuda Lumping di

Desa Wisata Keji terkait dengan perubahan fungsinya.

3. Menganalisis perkembangan kesenian Kuda Lumping di Desa

Keji dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

kesenian Kuda Lumping di Desa Wisata Keji.

Page 7: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

7

Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah untuk memahami

dan dapat menerapkan teori-teori yang dipelajari untuk

membedah kajian tentang perkembangan kesenian Kuda Lumping

di Desa Keji. Bagi institusi, penelitian ini dapat menjadi

sumbangan wawasan akademik, melengkapi sejumlah riset yang

telah ada mengenai tari, dan menambah referensi kajian tari yang

telah dilakukan sebelumnya. Bagi masyarakat, penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan apresiasi

masyarakat terhadap seni tradisional yang berkembang ke dalam

seni wisata, sehingga dapat menumbuhkan kesadaran untuk

melestarikan dan menumbuhkan rasa kecintaan terhadap

kesenian tradisional.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penelitian ini membutuhkan berbagai kajian sumber tertulis

baik yang berasal dari buku, hasil penelitian, maupun di luar itu

seperti artikel-artikel, jurnal dan lainnya, sehingga dapat

menunjang dan memahami serta menunjukkan kemurnian kajian

penelitian. Tinjauan pustaka dalam sebuah penelitian sangat

penting dilakukan, dengan tujuan untuk menguji permasalahan

secara teoritis.

Buku tulisan Sutiyono dengan judul Puspawarna Seni

Tradisi dalam Perubahan Sosial Budaya diterbitkan pada tahun

Page 8: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

8

2009. Buku ini merupakan kumpulan beberapa artikel. Artikel

yang berkaitan dengan penelitian ini berjudul “Mengenal dan

Memahami Seni Jathilan di Era Global” tulisan Sutiyono. Artikel

ini menyebutkan bahwa pengaruh tourism terhadap kehidupan

seni tradisional seperti Jathilan dikategorikan menjadi pengaruh

negatif dan pengaruh positif. Pengaruh negatif menunjukkan telah

terjadi profanisasi, komersialisasi, dan pencemaran nilai-nilai

tradisional, sedangkan pengaruh positif menunjukan bahwa

industri pariwisata dapat mengangkat seni tradisional yang

hampir punah dan para seniman yang kreatif. Jathilan mengalami

fase baru yang mau tidak mau beradaptasi dengan selera pasar.

Jathilan mengalami pemendekan waktu dan menyusupnya lagu-

lagu campursari pada gendhing atau iringan musik Jathilan. Buku

ini memberikan informasi yang penting mengenai perkembangan

kesenian kuda akibat bersentuhan dengan dunia pariwisata.

Tulisan Bambang Sugito dengan judul “Jaranan

Tulungagung (Kajian Perubahan dan Perkembangan Pertunjukan

Jaranan di Kabupaten Tulungagung)” yang ditulis dalam jurnal

Pengkajian dan Penciptaan Seni Program Pendidikan Pascasarjana

STSI Surakarta (2005) menguraikan tentang perkembangan

kesenian jaranan yang sudah masuk dalam dunia hiburan.

Kesenian Jaranan lengkap diiringi lagu-lagu Campursari masuk ke

dalam dapur rekaman. Penelitian ini memberikan informasi bahwa

Page 9: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

9

kemajuan teknologi dapat menjadi faktor penting dalam

menyebarluaskan kesenian Jaranan.

Buku yang disunting oleh Timbul Haryono dengan judul

Seni dalam Dimensi Bentuk, Ruang, dan Waktu yang diterbitkan

tahun 2009. Buku ini merupakan kumpulan artikel. Artikel yang

berkaitan dengan penelitian ini ada 2 yaitu “Art For Art dan Art For

Mart (Orientasi Pelestarian dan Pengembangan Seni Pertunjukan

Tradisional)” tulisan Kuswaryanto dan “Kemasan Kesenian dalam

Pariwisata, Strategi dan Pengembangannya” tulisan S.Pamardi.

Artikel pertama memberikan uraian yang jelas mengenai

perubahan fungsi dan perkembangan bentuk kesenian rakyat

dalam konteks ruang dan waktu. Perlu adanya keseimbangan

antara perwujudan dari art for art yang berorientasi pada

pelestarian kesenian dan art for mart yang berorientasi pada

pengembangan kesenian. Artikel kedua memberikan informasi

penting mengenai strategi pengemasan kesenian untuk pariwisata

ini dapat digunakan untuk menganalisis perkembangan Kuda

Lumping menghadapi dunia pariwisata.

Tulisan berjudul “Perkembangan Kesenian Jathilan dalam

Era Industri Pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta (1986-

2013)” ditulis oleh Kuswarsantyo dalam bentuk disertasi tahun

2013. Disertasi yang ditulis memberikan data mengenai

perkembangan bentuk dan gaya penyajian Jathilan di DIY akibat

Page 10: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

10

bersentuhan dengan dunia pariwisata. Peneliti mengakui bahwa

cakupan penelitian Kuswaryanto cukup luas karena mencakup

beberapa kabupaten di DIY, sehingga diambil beberapa sampel

kesenian Jathilan yang mampu mewakili. Penelitian ini

menunjukkan bahwa perkembangan Jathilan akibat bersentuhan

dengan dunia pariwisata memunculkan permasalahan estetik dan

non estetik dalam kehidupan kesenian Jathilan. Fokus penelitian

Kuswarsantyo hampir serupa dengan penelitian ini yakni tentang

perkembangan bentuk kesenian Kuda Lumping, namun penelitian

Kuswarsantyo mengambil lokasi penelitian di DIY sedangkan

lokasi penelitian ini ada di Desa Keji Kabupaten Semarang.

Penelitian Kuswarsantyo juga belum mengungkap lebih dalam

mengenai bagaimana latar belakang sosial kultural masyarakat

pelaku kesenian Kuda Lumping sehingga memunculkan

keragaman kesenian Kuda Lumping.

Tulisan yang membahas mengenai tari Kuda Debog di Desa

Keji dapat dijumpai dalam bentuk skripsi yang ditulis oleh

Helmyna Arif Suparmo tahun 2011 di Universitas Negeri

Semarang. Skripsi yang ditulis cenderung berupa pemaparan

deskripsi karya tari, namun demikian skripsi tersebut menjadi

penting di dalam penelitian ini. Beberapa materi yang penting dan

dapat digunakan sebagai bahan data (meski perlu di crosschek

ulang), salah satunya mengenai koreografi tari yang meliputi:

Page 11: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

11

gerak, pola lantai, iringan, tata rias, tata busana, dan properti.

Tulisan tersebut belum menghubungkan tentang keberadaan Tari

Kuda Debog dalam konteks pariwisata.

Berdasarkan tinjauan pustaka dan sejauh yang diketahui

oleh penulis belum dijumpai hasil penelitian yang membahas

secara khusus mengenai perkembangan kesenian Kuda Lumping

dalam konteks ritual hingga wisata dalam studi kasus di Desa

Wisata Keji Kabupaten Semarang. Oleh karena itu penelitian ini

dipandang layak dari segi originalitasnya.

1.5 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan pendekatan etnokoreologi.

Gertrude Prokosch Kurath dalam artikelnya yang berjudul

“Panorama of Dance Ethnology” telah merumuskan apa yang harus

dikerjakan oleh seorang peneliti dalam disiplin koreologi sebagai

berikut. Teori choreology adalah cara untuk mengenali tari dan

budaya termasuk kedudukan individu dalam budaya, gender,

bentuk organisasi sosial, dan aktivitas ekonomi.8 Jadi

etnokoreologi didefinisikan sebagai pengkajian ilmiah tentang tari

mengenai segala hal penting yang terkait dengan kebudayaan,

fungsi-fungsi keagamaan atau simbolismenya, atau bahkan juga

8Gertrude Prokosch Kurath, “Panorama Dance Ethnology” dalam Current

Antropology, Vol 1, No.3 (Chicago : The University of Chicago Press on behalf of

Wenner-Gren Foundation for Anthropological Research, 1960), 233.

Page 12: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

12

kedudukannya dalam masyarakat. Dengan menggunakan

pendekatan etnokoreologi penulis dapat mengetahui: latar

belakang tari, tari dan masyarakat, dan fungsi tari.

Teori ini juga diperkuat dengan pendapat Heddy Shri

Ahimsa-Putra yang mengatakan, bahwa dalam menganalisis seni

yaitu dengan memfokuskan pada dua bentuk kajian yaitu tekstual

dan kontekstual. Kajian tekstual adalah kajian yang memandang

fenomena kesenian (seni tari) sebagai suatu teks yang berdiri

sendiri. Kajian kontekstual suatu kajian yang menempatkan

fenomena itu dalam konteks yang lebih luas yaitu konteks sosial

budaya masyarakat di mana fenomena itu muncul dan hidup.9

Melalui kajian tekstual, dapat menguraikan atau mendeskripsikan

secara rinci komponen pertunjukan kesenian Kuda Lumping,

sedangkan kajian kontekstual dapat mengungkapkan keberadaan

tarian tersebut dalam konteks masyarakat pendukungnya.

Kesenian sebagai unsur kebudayaan selalu berkembang

seiring dengan perkembangan masyarakat. Edi Sedyawati

menjelaskan tentang arti perkembangan yang menurutnya

mempunyai arti secara kualitatif dan kuantitatif. Perkembangan

dalam arti kualitatif berarti mengolah dan memperbaharui wajah

pertunjukan itu. Hal itu berarti meningkatkan kualitas estetis dari

9Heddy Shri Ahimsa Putra, “Wacana Seni dalam Antropologi Budaya :

Tekstual, Kontekstual, dan Post-Modernistis” dalam Ketika Orang Jawa Nyeni, (Yogyakarta: Galang Press, 2000), 400.

Page 13: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

13

bentuk pertunjukan itu. Perkembangan dalam arti kuantitatif

berarti membesarkan volume penyajian meluaskan wilayah

pengenalannya.10

Lambat atau cepatnya perubahan kebudayaan tergantung

dari dinamika masyarakat itu sendiri. Alvin Boskoff dalam

artikelnya “Recent Theories of Social Change” menyampaikan

tentang teori perubahan yang disebabkan oleh faktor internal dan

eksternal.11 Perubahan yang diakibatkan dari dalam dapat terjadi

karena penemuan baru berupa ide yang muncul dari masyarakat

itu sendiri. Perubahan juga terjadi karena ada unsur kebudayaan

dari luar yang dapat diterima.

Analisis kebentukan dari kesenian Kuda Lumping dapat

digunakan kajian tekstual yang menurut Y. Sumandiyo Hadi

terdiri dari analisis koreografis, analisis struktural, dan analisis

simbolik.12 Analisis kebentukan ini dapat digunakan untuk

melihat perkembangan bentuk kesenian Kuda Lumping. Bentuk itu

sendiri adalah wujud yang diartikan sebagai hasil dari berbagai

elemen tari yang mencakup gerak, ruang, dan waktu. Bentuk seni

sebagai ciptaan seniman merupakan wujud dari ungkapan isi

10Edi Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, (Jakarta : Sinar Harapan,

1981), 50. 11Alvin Boskoff, “Recent Theories of Social Change” dalam Sociology and

History:Theory and Research, (London : The Free of Glencoe, 1964), 140-155. 12Y. Sumandiyo Hadi, Kajian Tari Teks dan Konteks, (Yogyakarta:

Pustaka Book Publisher, 2007), 23-24.

Page 14: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

14

pandangan dan tanggapannya ke dalam bentuk fisik yang dapat

ditangkap oleh alat indra.

Buku berjudul Labanotation : The System of Analyzing and

Recording Movement yang ditulis oleh Ann Hutchinson Guest, edisi

ke 4 tahun 2005, menjadi semacam buku wajib yang digunakan

sebagai landasan dasar dalam menganalisis gerak tari dalam

kesenian Kuda Lumping. Analisis gerak melalui sistem tersebut

menjadi mutlak dilakukan karena penelitian ini merupakan

penelitian yang berada di bawah payung disiplin etnokoreologi.

Teori yang digunakan untuk menganalisis sejauh mana

perkembangan Kuda Lumping dikemas sebagai produk seni wisata

antara lain diutarakan oleh J. Maquet dalam tulisan Soedarsono

yang berjudul “Industri Pariwisata Sebuah Tantangan dan

Harapan bagi Negara Berkembang (1993)” yang mengutarakan

bahwa hadirnya masyarakat wisata di sebuah daerah, maka akan

lahir bentuk seni lain di samping bentuk yang sudah ada. Kategori

seni yang telah ada merupakan produk masyarakat yang hasilnya

dipergunakan untuk kepentingan mereka sendiri (art by

destination). Ketika terjadi kontak antara masyarakat pemilik seni

itu dengan masyarakat wisata yang menginginkan bentuk seni

dari masyarakat yang didatangi itu, maka masyarakat akan

menciptakan produk seni yang masuk kategori seni yang telah

Page 15: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

15

berubah (art by metamorphosis). Istilah umum yang digunakan

dalam dunia pariwisata adalah seni wisata (tourist art).13

Fungsi kesenian Kuda Lumping mengalami perkembangan

dari yang bersifat sakral menjadi sekuler dengan hadirnya dunia

pariwisata. Pariwisata memaksa kehidupan seni pertunjukan

untuk menyesuaikan diri dengan selera pasar. Seperti yang

diungkap oleh Timbul Haryono bahwa seni pertunjukan pada

saatnya akan dihadapkan pada dua pilihan yakni seni untuk seni

atau seni untuk pasar.14 Tari Kuda Debog yang muncul di Desa

Wisata Keji dapat dianalisis dengan menggunakan ciri-ciri seni

wisata seperti yang diungkapkan oleh Soedarsono, bahwa ciri-ciri

seni pertunjukan wisata yaitu: (1) tiruan dari aslinya; (2) singkat

atau padat atau bentuk mini dari aslinya; (3) penuh variasi; (4)

ditanggalkan nilai-nilai sakral, magis, serta simbolisnya; dan (5)

murah harganya.15

Adanya sifat dari dunia pariwisata yang demikian muncul

permasalahan berupa strategi pengemasan kesenian untuk

pariwisata. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses

pengemasan tersebut tidak hanya terkait dengan unsur estetisnya

saja namun juga unsur non estetis.

13R.M.Soedarsono, “Industri Pariwisata Sebuah Tantangan dan Harapan

bagi Negara Berkembang” dalam Kumpulan Rangkuman Esai tentang Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata, (Yogyakarta: ISI Yogyakarta, 1999), 155-

156. 14 Timbul Haryono, 45. 15R.M.Soedarsono, 1999, 7.

Page 16: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

16

1.6 Metode Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ditetapkan dalam

penelitian, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif melalui metode deskriptif analitis

merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ini,

mengingat objek yang diteliti adalah suatu bentuk tari kerakyatan

yang masih dilestarikan dalam kehidupan masyarakatnya.

Dasar penelitian kualitatif lebih menekankan pada orientasi

teoretis, artinya lebih berorientasi untuk mengembangkan atau

membangun teori sebagai suatu cara memandang dunia.16

Deskriptif yang dimaksud adalah untuk memaparkan dan

menggambarkan data secara jelas dan terinci, sedangkan analitis

adalah menguraikan pokok permasalahan dari berbagai macam

bagian dan penelaahan untuk masing-masing bagian, mencari

hubungan antar bagian sehingga diperoleh sesuatu pengertian

yang tepat dan pemahaman arti secara keseluruhan.17Penelitian

kualitatif bermaksud untuk memahami tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian, seperti perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi

16M.Jazuli, Metode Penelitian Kualitatif. Semarang : Unnes Press, 2001),

21. 17Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

Pustaka, 1990), 32.

Page 17: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

17

dalam bentuk kata-kata dan bahasa dalam suatu konteks yang

alamiah.18

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah

pendekatan etnokoreologi. R. M. Soedarsono dalam bukunya

Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa dengan

mantap menganjurkan agar para mahasiswanya berani

menggunakan etnokoreologis. Pendekatan ini memang tidak

mudah karena melibatkan banyak disiplin, hingga bisa pula

dikatakan sebagai pendekatan multidisiplin.19

Lebih lanjut buku yang sangat menarik memuat beberapa

artikel mengenai pendekatan etnokoreologi berjudul Etnokoreologi

Nusantara (Batas Kajian, Sistematika, dan Aplikasi Keilmuannya)

yang terbit tahun 2007. Tulisan R. M. Soedarsono berjudul

“Penegakan Etnokoreologi sebagai Sebuah Disiplin” menguraikan

perlunya sebuah pendekatan etnokoreologi untuk membedah

penelitian mengenai tari khususnya tari etnik yang dapat

dianalisis melalui berbagai disiplin ilmu (multidisiplin).20

Pendekatan ini dapat digunakan sebagai pisau untuk membedah

permasalahan penelitian.

18Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2005), 6. 19R. M. Soedarsono, Metode Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa,

(Bandung: MSPI, 2001), 15. 20R. M. Soedarsono, “Penegakan Etnokoreologi Sebagai Sebuah Disiplin”

dalam R. M. Pramutomo (ed), Etnokoreologi Nusantara: Batasan Kajian, Sistematika, dan Aplikasi Keilmuannya, (Surakarta: ISI Press, 2007), 1-13.

Page 18: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

18

1. Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Keji Kecamatan Ungaran

Barat Kabupaten Semarang. Desa ini terletak di lereng kaki

Gunung Ungaran, sekitar 5 km dari ibu kota Kabupaten Semarang

dan 25 km dari pusat ibu kota Provinsi Jawa Tengah. Desa Keji

terletak tidak jauh dari pusat kota, dari jalan utama Ungaran-

Gunungpati masuk melewati gapura Mapagan, kemudian

mengikuti jalan desa menuju Desa Keji. Jarak dari gapura

Mapagan sampai Desa Keji sekitar 2 km. Pusat kegiatan latihan

maupun pertunjukan wisata dilaksanakan di lapangan Siseret

Dusun Suruhan. Desa Wisata Keji memiliki potensi berupa

bentangan alam yang indah dan kesenian yang muncul sebagai

wujud ekspresi masyarakat berupa kesenian Kuda Lumping yang

keberadaannya berkembang hingga saat ini.

2. Pemilihan Informan

Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah tokoh

seniman di Desa Keji yang bernama Rajak Suharto, pelaku (penari,

pengrawit, maupun pendukung pertunjukan), serta beberapa

warga Desa Keji. Peneliti juga mewawancarai Bapak Yossiady

Bambang Singgih selaku tokoh pemrakarsa terbentuknya Desa

Wisata Keji. Wawancara dengan pemerintah Desa Keji juga

dilakukan untuk mengetahui hambatan dan upaya yang

Page 19: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

19

dilakukan pemerintah dalam melestarikan seni Kuda Lumping

yang berkembang di Kabupaten Semarang khususnya di Desa

Wisata Keji. Selain itu peneliti juga mewawancarai wisatawan yang

berkunjung di Desa Keji untuk mengetahui tanggapan wisatawan

terhadap sajian wisata di Desa Keji.

3. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan teknik wawancara, observasi, dan

dokumentasi dalam pengumpulan data. Wawancara adalah teknik

pengumpulan data sebagai bentuk informasi dengan jalan tanya

jawab yang dikerjakan secara sistematis dan berdasarkan pada

tujuan penelitian. Peneliti menggunakan teknik wawancara

dengan tujuan untuk mengetahui perasaan serta pikiran yang

terkandung di benak orang lain (lawan bicara) mengenai

pandangan-pandangan tentang sesuatu yang berkaitan dengan

kepentingan penelitian. Wawancara digunakan oleh peneliti untuk

mengumpulkan data dengan komunikasi secara lisan dicatat

dalam buku yang disediakan oleh peneliti. Peneliti juga melakukan

dokumentasi dengan cara mengambil gambar serta merekam

pembicaraan yang dianggap penting dengan menggunakan kamera

digital maupun handycam.

Penelitian ini menggunakan teknik observasi. Observasi

merupakan pengalaman langsung terhadap objek yang akan

Page 20: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

20

diteliti dan pencatatan dengan sistematika, fenomena-fenomena

yang diselidiki. Dalam pengertian psikologi, observasi atau yang

disebut dengan pengamatan meliputi kegiatan pemusatan

perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh

alat indra.21 Tujuan peneliti menggunakan teknik observasi yaitu

agar peneliti mendapatkan gambaran secara langsung terhadap

fenomena yang terjadi berkaitan dengan kepentingan penelitian.

Secara umum peneliti menggunakan 2 teknik observasi, yaitu (1)

observasi langsung, dimana peneliti mendatangi secara langsung

pada saat pertunjukan dilaksanakan; (2) observasi pastisipatif,

dimana peneliti mencoba terlibat dan berbaur dengan pelaku.

Penelitian ini juga menggunakan teknik dokumentasi.

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya

monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan

misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan,

dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto,

video, sketsa, dan lain-lain.22 Teknik dokumentasi yaitu mencari

data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,

transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,

agenda dan sebagainya. Teknik dokumentasi ini penting dilakukan

21Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik

(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 155. 22Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D (Bandung:

Alfabeta, 2008), 240.

Page 21: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

21

dengan tujuan untuk mendapatkan data autentik yang

memperkuat data penelitian.

Teknik dokumentasi terdiri dari 2 macam yaitu dokumentasi

penelitian dan dokumentasi peneliti. Dokumentasi penelitian

merupakan dokumen yang sudah ada di lapangan. Dokumen yang

ada di lapangan antara lain data tentang sejarah pendirian

organisasi kesenian, data pendukung masyarakat yang terlibat di

dalam pengelola desa wisata, dan dokumen berupa surat kabar

yang pernah meliput. Adapun dokumentasi peneliti merupakan

dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti pada saat

melaksanakan penelitian. Misalnya foto yang diambil peneliti pada

saat melakukan observasi di lapangan antara lain berupa foto

lokasi penelitian, foto pertunjukan, serta foto pada saat

wawancara dengan informan. Dokumentasi yang lain berupa

catatan kecil hasil wawancara dengan informan serta video

wawancara dengan informan yang dianggap penting.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan analisis data deskriptif. Analisis data meliputi

reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Semua

data yang terdiri dari catatan lapangan, gambar, foto, hasil

wawancara, dan lain-lain dianalisis sesuai kebutuhan penelitian.

Page 22: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

22

Studi kepustakaan diperlukan sebagai acuan untuk menganalisis

dengan kenyataan yang ada di lapangan. Penyajian data

menggunakan bagan dapat digunakan oleh peneliti dalam

membuat kerangka data yang ada di lapangan berdasarkan

kerangka berfikir penelitian. Selain itu penyajian data berupa

gambar juga digunakan untuk mempermudah dalam

mendeskripsikan kondisi di lokasi penelitian.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan jalan pikiran secara keseluruhan,

penyusunan tesis ini pada intinya terbagi menjadi 5 bab sebagai

berikut.

Bab I berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II membahas tentang latar belakang kultural

masyarakat Desa Keji dan sejarah munculnya keragaman seni

pertunjukan Kuda Lumping. Hal ini dimaksudkan agar didapatkan

pemahaman yang baik tentang kemunculan kesenian Kuda

Lumping berkaitan dengan konteks sosial budaya yang

melingkupinya.

Bab III membahas tentang bentuk penyajian kesenian Kuda

Lumping di Desa Wisata Keji.

Page 23: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74914/potongan/S2-2014... · Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. ... Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

23

Bab IV membahas perkembangan kesenian Kuda Lumping di

Desa Wisata Keji dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Bab V kesimpulan