Upload
ngongoc
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang tidak
dapat dipisahkan dari makhluk lainnya. Dalam berinteraksi di dalam sosial
kemasyarakatan manusia pasti membutuhkan alat untuk menuangkan gagasan, ide
atau perasaan yang dimilikinya. Alat untuk menuangkan hal-hal tersebut yaitu
dengan bahasa. Di dalam berkomunikasi bahasa juga berperan penting
menyampaikan suatu informasi antara pembaca dan penulis dan pendengar atau
pembaca. Bahasa itu sebagai alat manusia untuk mengekspresikan pikiran,
perasaan serta dapat mempengaruhi pikiran (Sumarsono dan Paina, 2002:1).
Dengan adanya bahasa manusia bisa berkomunikasi dengan baik dengan
masyarakat disekitarnya. Bahasa dalam hal ini berperan penting terhadap
kehidupan manusia itu sendiri karena hampir segala aktivitas manusia pasti
menggunakan bahasa. Bahasa merupakan sarana komunikasi yang paling utama
dan vital untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam kebutuhannya
berkomunikasi (Sumarlam, 2003:1).
Bahasa sebagai alat komunikasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
bahasa lisan dan tulis. Bahasa tulis berupa tulisan yang terdapat pada media tulis.
Bahasa tulis pada umumnya digunakan pada surat kabar, majalah, karya satra dan
lain sebagainya. Bahasa lisan berupa bentuk komunikasi manusia yang diucapkan
secara langsung antara individu yang satu dengan individu yang lain. Bahasa lisan
1
2
misalnya bahasa yang digunakan pada pidato, ceramah, khotbah. Penggunaan
bahasa lisan juga terdapat dalam media masa salah satunya adalah radio. Radio
sebagai sarana komunikasi massa memiliki peranan penting diantaranya sebagai
media penyampaian informasi kepada masyarakat, sebagai sarana hiburan, untuk
mempertemukan dua pendapat publik (diskusi) dan sebagainya. Dalam stasiun
radio pastilah akan menggunakan seseorang untuk menjadi pengendali acara, yang
biasanya disebut dengan penyiar. Seorang penyiar radio akan memperkenalkan
dan membahas berbagai hal seperti musik, mengadakan wawancara yang turut
melibatkan panggilan pendengar atau menyampaikan berita, perkembangan cuaca,
atau informasi lalu lintas. Seorang penyiar dalam menyampaikan berbagai hal
tersebut pastilah akan memilih ragam bahasa yang digunakan dalam
berkomunikasi dengan pendengarnya. Seorang penyiar harus bisa menguasai
berbagai keterampilan lain untuk mengolah dan menyampaikan suatu berita.
Penyiar secara tidak langsung dituntut untuk menguasai berbagai bahasa. Dengan
demikian seorang penyiar radio adalah seorang dwibahasawan, itu sebabnya
sebagian besar seorang penyiar menggunakan percampuran dua bahasa atau lebih
dalam berkmunikasi. Percampuran dua bahasa dalam berkomunikasi tersebut
dinamakan dengan campur kode (code mixing) di dalam ilmu linguistik. Gejala
campur kode biasanya ditandai dengan masuknya atau munculnya kosakata baru
dari bahasa lain yang dipinjam dan dimasukkan ke dalam suatu tuturan kalimat.
Hal ini biasanya terkait dengan tidak adanya bahasa padanan atau tidak adanya
bahasa yang dapat menggantikan kata tersebut dalam bahasa yang digunakan
dalam berkomunikasi. Campur kode dalam hal ini dapat berupa pencampuran
kata, frase, dan klausa. Terjadinya campur kode ini dapat dipengaruhi oleh
3
beberapa faktor, misalnya: topik pembicaraan, tempat dan waktu berlangsungnya
percakapan, latar belakang dari penutur juga sangat mempengaruhi penggunaan
campur kode ini. Lalu campur kode sendiri juga memiliki fungsi-fungsi tertentu
dalam penggunaannya adapun fungsi-fungsi tersebut adalah (1) lebih
argumentatif, (2) lebih persuasif, (3) lebih komunikatif, (4) lebih singkat dan
mudah diucapkan, dan (5) lebih prestise atau bergengsi (Mundianita, 2011:23).
Pengertian dari campur kode yang sudah dijelaskan diatas membuat
peneliti tertarik meneliti penggunaan campur kode dalam tuturan penyiar acara
Hello Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko FM Kota Kediri. Radio Wijang
Songko merupakan salah satu radio terkemuka di Kota Kediri yang terletak di Jl.
Kilisuci no 40-42 Kota Kediri dengan kodepos 64126. Fokus utama atau sasaran
pendengar dari radio ini yaitu mulai dari kalangan orang muda atau remaja hingga
orang tua. Hal ini dapat dilihat dari salah satu program acara dari radio Wijang
Songko yang di favoritkan oleh pendengar yaitu Hello Dangdut (HeLDa).
Program acara ini biasanya dibawakan oleh dua orang penyiar. Penyiar yang
membawakan acara ini yaitu Lik Dul dan Menik, acara ini dimulai dari pukul
10.00 hingga pukul 13.00 yang menyajikan lagu dangdut retro dan koplo. Konten
dari program acara ini adalah humor dan info unik. Acara ini hadir setiap hari
untuk menemani para pendengar setia radio Wijang Songko kota Kediri. Dalam
acara ini pendengar bisa request lagu yang diinginkan atau titip salam lewat on air
(mengudara) ataupun hanya melalui sms untuk para pendengar yang lain atau
keluarga, kerabat yang sedang beraktifitas dirumah. Penyiar dalam acara ini
terkadang juga memberikan pertanyaan-pertanyaan nyeleneh atau tebak-tebakan
yang akan menimbulkan berbagai reaksi atau jawaban dari para pendengar
4
melalui sms dengan nomer yang sudah dipersiapkan. Karena pembawa acara pada
program ini sangatlah komunikatif dalam membawakan acaranya maka munculah
data-data campur kode yang membuat peneliti merasa tertarik untuk meneliti data
tersebut. Contoh data campur kode dapat dilihat pada data yang sudah ditranskrip
oleh peneliti berupa tuturan dari penyiar pertama (O1) dan penyiar kedua (O2)
dalam siaran acara Hello Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko FM Kota
Kediri sebagai berikut.
Data (1)
Dul : “Apa kehendaknya selalu dituruti karo Gusti sing gawe urip”
„Apa kehendaknya selalu dipenuhi oleh Tuhan‟
Menik : “Aamiin ya Robbal’alamin”
„Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang‟
(D1/RWS/1/03/2016)
Tuturan pada tanggal 1 Maret 2016. Tuturan tersebut dilakukan oleh Lik
Dul (penyiar I) dan Menik (penyiar II). Pada data (1) diatas terjadi peristiwa
campur kode yang ditandai dengan masuknya unsur bahasa Indonesia berupa frasa
yaitu Apa kehendaknya selalu „apa kehendaknya selalu‟ ke dalam tuturan bahasa
Jawa atau bahasa yang digunakan. Fungsi campur kode kata tersebut adalah untuk
lebih singkat, mudah diucapkan dan komunikatif, penutur ingin membuka acara
dengan singkat dan terasa hangat dengan para pendengar. Faktor yang
memengaruhi terjadinya peristiwa campur kode tersebut ialah adanya keinginan
untuk menjelaskan maksud penutur ingin memberikan penekanan terhadap apa
yang diucapkan karena penutur sebagai pengendali acara maka penutur berharap
bahwa pendengar selalu dalam keadaan baik dan dengan bantuan pendengar
5
sebagai audience setia dari radio tersebut dan berharap agar acara berjalan dengan
lancar.
Adapun penelitian sejenis yang terkait dengan campur kode yang sudah diteliti
antara lain:
1. “Alih Kode dan Campur Kode dalam Iklan Acara Radio RRI Surakarta”, oleh
Dewi Setyorini (2012) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini mengkaji mengenai wujud alih kode
dan campur kode, penyebab terjadinya alih kode dan campur kode, tujuan
penggunaan alih kode dan campur kode, dan dampak penggunaan alih kode
dan campur kode dalam Iklan Acara Radio RRI Surakarta.
2. “Campur Kode dalam Crita Cekak Jagad Jawa, Solopos (Suatu Kajian
Sosiolinguistik)”, oleh Sri Rahayu (2014) Jurusan Sastra Daerah, Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini
mengkaji mengenai bentuk campur kode, fungsi campur kode, dan faktor
yang melatarbelakangi penggunaan campur kode dalam Crita Cekak Jagad
Jawa Solopos.
3. “Alih Kode pada Tuturan Penyiar Acara Campursari Puri Funky Radio MBS
FM Yogyakarta Bulan April 2014 dan Skenario Pembelajarannya pada
Pembelajaran Bahasa Jawa di SMA” oleh Siti Mundari (2014). Jurnal
Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. Penelitiannya ini
menemukan hasil antara lain adanya alih kode antarbahasa, alih kode
antartingkat tutur, faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode dan
skenario pembelajaran alih kode pada tuturan penyiar acara campursari Puri
Funky Radio MBS FM Yogyakarta Bulan April 2014.
6
4. “Alih Kode dan Campur Kode dalam Siaran Radio : Analisis Sosiolinguistik”
oleh Novi Siti Kussuji Indrastuti (1997). Jurnal penelitian Humaniora V ini
terdapat hasil analisis yaitu terjadinya alih kode ke bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris, terjadinya penyisipan unsur-unsur campur kode dari bahasa
Inggris dan bahasa Jawa, serta latar belakang terjadinya alih kode dan campur
kode.
5. “Alih Kode dan Campur Kode pada Tuturan Penyiar Acara Campursari Radio
Pesona FM” oleh Joko Sukoyo. Dalam jurnal lingua ini hasil analisis yang
sudah ditemukan adalah adanya alih kode antarbahasa, alih kode tingkat tutur
dan campur kode (kata, frasa, perulangan, baster, dan ungkapan)
6. “Campur Kode Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Jawa pada Siaran Radio
Jampi Sayah di Radio SKB POP FM Gombong” oleh Siti Masitoh (2013).
Dalam jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa ini terdapat hasil
analisis yaitu adanya wujud campur kode berupa kata, frasa, baster,
pengulangan kata, idiom, dan klausa.
Berdasarkan uraian di atas, campur kode acara Hello Dangdut (HelDa)
radio Wijang Songko FM Kota Kediri ini belum pernah diteliti. Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk meneliti suatu kajian sosiolinguistik dalam acara Hello
Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko FM Kota Kediri. Adapun alasan peneliti
tertarik untuk mengkaji peristiwa campur kode dalam tuturan penyiar dalam acara
Hello Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko FM Kota Kediri adalah sebagai
berikut. Pertama, di dalam tuturan antara penyiar I dan penyiar II dengan
pendengar dalam acara Hello Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko Kota Kediri
terdapat banyak tuturan yang mengandung campur kode. Kedua, penggunaan
7
variasi bahasa oleh penyiar menimbulkan adanya code mixing. Ketiga, radio
Wijang Songko merupakan salah satu radio lokal yang terkemuka di Kota Kediri
sama dengan jargonnya yaitu „Radio Terpercaya di Kota Kediri‟, bahkan radio ini
sudah bisa di perdengarkan tidak hanya di wilayah Kota Kediri, tetapi sudah
mencapai daerah Jombang, Mojokerto, Tulungangung, Blitar dan sekitarnya,
sehingga pendengar radio ini sudah meluas dan banyak yang menjadi fans setia
radio ini mulai dari kalangan atas sampai bawah. Keempat, keunikan yang terjadi
dikarenakan pembawa acara memiliki rasa humor yang tinggi sehingga
menimbulkan lelucon atau guyonan yang dapat membuat para pendengar merasa
terhibur dan akan selalu menantikan acara ini. Kelima, penyiar I dan penyiar II
dalam penyampaian informasi ataupun membawakan acara ini secara santai,
spontan dan alami sehingga campur kode yang muncul juga bervariasi. Dari
alasan tersebut di atas maka penulis mengambil judul “Campur Kode dalam acara
Hello Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko FM Kota Kediri”.
B. Pembatasan Masalah
Masalah dalam penelitian perlu dibatasi agar memudahkan dan membantu
peneliti dalam menganalisis. Penelitian ini hanya akan membahas bentuk campur
kode dalam acara Hello Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko FM Kota Kediri,
fungsi campur kode dalam acara Hello Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko
FM Kota Kediri, serta faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode
dalam acara Hello Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko FM Kota Kediri.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, maka
dirumuskan tiga masalah, yaitu:
8
1. Bagaimanakah bentuk campur kode dalam acara Hello Dangdut (HelDa)
radio Wijang Songko FM Kota Kediri ?
2. Bagaimanakah fungsi campur kode dalam acara Hello Dangdut (HelDa)
radio Wijang Songko FM Kota Kediri ?
3. Faktor apa sajakah yang melatarbelakangi terjadinya campur kode dalam
acara Hello Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko FM Kota Kediri ?
D. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan bentuk campur kode dalam acara Hello Dangdut (HelDa)
radio Wijang Songko FM Kota Kediri
2. Mendeskripsikan fungsi campur kode dalam acara Hello Dangdut (HelDa)
radio Wijang Songko FM Kota Kediri
3. Mendeskripsikan faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode dalam
acara Hello Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko FM Kota Kediri
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
teori linguistik jawa, khususnya mengenai campur kode. Kemudian bagi
masyarakat yaitu dapat menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan
baik dan benar.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bahan ajar ataupun
penelitian selanjutnya. Menambahkan perbendaharaan penelitian linguistik
9
khususnya linguistik bahasa Jawa. Memberikan informasi tentang campur kode
yang terdapat dalam siaran acara Hello Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko
Kota Kediri.
F. Kajian Teori
Kajian teori pada penelitian ini meliputi: sosiolinguistik, bilingualisme,
kode, campur kode dan alih kode, fungsi campur kode, faktor yang melatar
belakangi penggunaan campur kode, media cetak/tulis dan media elektronik.
1. Sosiolinguistik
Di dalam masyarakat seseorang tidak lagi dipandang secara individual,
tetapi ia sudah menjadi bagian dari anggota kelompok sosialnya. Dalam kelompok
sosial, masyarakat dapat mempengaruhi tingkat kebahasaan seseorang. Ini terjadi
dikarenakan adanya tingkat sosial yang berkembang salah satunya yaitu tingkat
pendidikan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin
tinggi pula tingkat penguasaan bahasa seseorang. Hubungan antar bahasa dengan
kehidupan sosial masyarakat yang terjadi dalam ilmu kebahasaan disebut dengan
sosiolinguistik. Sosilinguistik adalah kajian ilmu bahasa dengan faktor-faktor di
luar bahasa. Sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan
dan saling pengaruh antar perilaku bahasa dan perilaku social (Kridalaksana,
2008:225). Sosiolinguistik pada awalnya hanya menilai hubungan antara bahasa
dan tingkat sosial masyarakat atau faktor-faktor sosial masyarakat. Seiring
perkembangan jaman, teknologi dan perkembangan bahasa, sosilinguistik tidak
hanya mengkaji tentang hubungan antara bahasa dan tingkat sosial masyarakat,
tetapi sudah berkembang mengenai adat dan kebudayaan yang berkembang di
masyarat. Perkembangan adat dan kebudayaan sangat cepat, hal ini dipengaruhi
10
oleh faktr ektern masyarakat. Sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang
dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan (dipelajari oleh ilmu-ilmu sosial
khususnya sosiologi) (Sumarsono dan Paina, 2002:1)
Dapat disimpulkan bahwa sosilinguistik adalah ilmu bahasa yang mengkaji
penggunaaan bahasa dalam masyarakat yang dilihat dari segi kehidupan sosial
masyarakat. Masyarakat Jawa pada khususnya sangat kompleks. Adat dan
kebudayaan yang semakin berkembang turut mempengaruhi tingkat kebahasaan
masyarakat. Sehingga menimbulkan variasi bahasa yang lain. Variasi yang
muncul misalnya penggunaan lebih dari satu bahasa secara bersamaan dalam
sebuah tuturan dan pemakaian bahasa asing dalam sebuah tuturan. Selain itu,
munculnya istilah baru dalam bidang sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya.
2. Bilingualisme
Masyarakat tertutup adalah masyarakat yang tidak tersentuh oleh
masyarakat tutur lain karena letaknya yang terpencil atau memang tidak mau
berhubungan dengan masyarakat tutur lain, maka masyarakat tutur itu akan tetap
menjadi masyarakat tutur yang statis dan akan tetap menjadi masyarakat yang
monolingual (pemakain satu bahasa). Sebaliknya masyarakat yang terbuka yang
mau berinteraksi dengan masyarakat tutur lain maka masyarakat tersebut akan
mengalami kontak bahasa. Di banyak negara, bahkan daerah dan kota terdapat
banyak sekali penggunaan bahasa yang berlainan atau berbeda. Di Indonesia
sendiri misalnya penggunaan bahasa pada masyarakat Jawa dan Sunda, mereka
menggunakan bahasa daerah yang berbeda. Diera yang sudah sangat maju ini
mungkin sudah jarang ditemukan masyarakat yang hanya memakai satu bahasa
saja. Pada umumnya saat ini seseorang sudah memiliki kemampuan untuk
11
menggunakan dua bahasa atau lebih, pemakaian dua bahasa atau lebih inilah yang
disebut dengan bilingualisme. Contoh bilingualisme yaitu pemakaian bahasa
daerah dengan bahasa Indonesia terjadi dalam satu tuturan ataupun bahasa daerah
dengan bahasa asing juga terjadi dalam satu tuturan. Bilingualisme dalam bahasa
Indonesia juga disebut dengan kedwibahasaan. Bilingualisme adalah istilah lain
dari kedwibahasaan. Bilingualisme merupakan kebiasaan menggunakan dua
bahasa dalam interaksi dengan orang lain (Nababan, 1993:27). Orang yang
menggunakan dua bahasa itu sering disebut dengan bilingual sedangkan
kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (Chaer dan
Leonie, 2010:85)
Karena adanya perkembangan jaman, tingkat kebahasaan seserang
mengalami perubahan juga. Awalnya masyarakat hanya menguasai dua bahasa
saja, kini tingkat kebahasaan yang dimiliki semakin bertambah luas. Masyarakat
dapat menggunakan lebih dari tiga bahasa yang dikuasainya. Dalam suatu
komunikasi yang dilakukan masyarakat biasanya menggunakan dua bahasa
ataupun lebih dalam berkmunikasi dengan mitra tutur. Maka dapat disimpulkan
bahwa bilingualisme adalah penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang
atau individu untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain.
3. Kode
Istilah kode dimaksudkan untuk menyebut salah satu varian di dalam
hierarkhi kebahasaan misalnya varian regional, kelas sosial, ragam, gaya,
kegunaan dan sebagainya (Suwito 1983:67). Pengkodean ini sebenarnya melalui
proses kepada pembicara maupun lawan bicara. Seseorang dalam berinteraksi
sebenarnya mengirimkan suatu kode pada lawan tuturnya. Kode yang dihasilkan
12
oleh tuturan tersebut harus dimengerti oleh kedua belah pihak. Kode bukanlah
suatu unsur kebahasaan seperti fonem, morfologi, kata, frasa atau kalimat
melainkan variasi bahasa yang digunakan dalam masyarakat. Di dalam proses
pengkodean mitra tutur atau pendengar memahami apa yang dikodekan oleh
lawan bicara pasti ia akan mengambil keputusan dan bertidak sesuai dengan apa
yang disarankan oleh penutur, tindakan itu misalnya pengulangan pertanyaan atau
pemutusan pembicaraan.
4. Campur Kode dan Alih Kode
Campur kode dapat terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu
bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa
lainnya. Hal ini bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa
tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa
lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Dalam situasi berbahasa yang
formal, jarang terdapat campur kode. Kalau terdapat campur kode dalam keadaan
formal biasanya disebabkan karena keterpaksaan tidak adanya ungkapan atau
padanan yang tepat dalam bahasa yang dipakai itu, sehingga perlu memakai kata
atau ungkapan dari bahasa lain (bahasa asing). Nababan (1984:32) mengatakan
campur kode adalah suatu keadaan berbahasa dimana orang mencampur dua (atau
lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak tutur. Dalam campur kode
penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa
tertentu. Seorang penutur yang menguasai banyak bahasa akan mempunyai
kesempatan bercampur kode lebih banyak dari penutur lain yang hanya menguasai
satu, dua bahasa saja. Dengan kata lain sifat penutur misalnya latar belakang,
tingkat pendidikan, rasa keaagamaan dan sebagainya juga sangat berpengaruh
13
(Suwito, 1983:75). Suwito (1983:75) juga mengatakan ciri lain dari gejala campur
kode ialah bahwa unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisip di
dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri. Unsur-unsur itu telah
menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan hanya
mendukung satu fungsi. Campur kode tersebut dapat dibedakan menjadi dua
golongan yaitu 1). Yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasi-
variasinya disebut dengan campur kode ke dalam (inner code mixing) dan 2).
Bersumber dari bahasa asing atau campur kode ke luar (outer code mixing).
Campur kode ini juga memiliki beberapa macam ujud. Adapun beberapa macam
ujud dari campur kode adalah (a) penyisipan unsur-unsur yang berujud kata (b)
penyisipan unsur yang berujud frasa (c) penyisipan unsur yang berujud baster
(gabungan pembentukan kata asli dan asing) (d) penyisipan unsur yang berupa
perulangan kata (e) penyisipan unsur berupa ungkapan atau idiom (f) penyisipan
unsur yang berujud klausa.
Dari pendapat tersebut, campur kode dapat disimpulkan bahwa adanya
unsur dari bahasa asing yang disisipkan atau dimasukkan ke dalam bahasa sumber
yang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari. Campur kode ini mempunyai
ciri dan tujuan antara lain cirinya bahwa unsur-unsur bahasa atau variasi-
variasinya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai fungsi
tersendiri, unsur-unsur itu telah menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan
secara keseluruhan hanya mendukung satu fungsi dan memiliki tujuan
memperjelas kata yang dimaksudkan oleh penutur menggunakan bahasa lain
dikarenakan dalam bahasa penutur tidak memiliki padanan kata tersebut, campur
kode ini biasanya digunakan atau dipakai dalam suasana yang informal atau tidak
14
resmi. Campur kode dapat dibedakan menjadi dua yaitu campur kode kedalam
(inner) dan ke luar (outer). Bentuk atau wujud dari campur kode dapat berupa (a)
penyisipan unsur-unsur yang berujud kata (b) penyisipan unsur yang berujud frasa
(c) penyisipan unsur yang berujud baster (d) penyisipan unsur yang berupa
perulangan kata (e) penyisipan unsur berupa ungkapan atau idiom (f) penyisipan
unsur yang berujud klausa. Alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang
satu ke kode yang lain. Jadi apabila seorang penutur mula-mulamenggunakan
kode A dan kemudian beralih menggunakan kode B, maka peralihan bahasa
seperti itu disebut sebagai alih kode (kode switching) (Suwito dalam Kunjana
Rahadi, 2001:20). Di dalam masyarakat multilingual hampir tidak mungkin
seorang penutur menggunakan satu bahasa secara mutlak murni tanpa sedikit pun
memanfaatkan bahasa atau unsur bahasa yang lain (Suwito, 1983:69). Alih kode
adalah istilah umum untuk menyebut pergantian atau peralihan pemakaian dua
bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa, atau bahkan beberapa gaya
dari suatu ragam (Dell Hymes dalam Rahardi, 2001:20). Heymes juga membagi
alih kode menjadi dua yaitu alih kode intern dan alih kode ekstern. Alih kode
intern (internal code switching) adalah alih kode yang terjadi antarbahasa daerah
dalam suatu bahasa nasional, antardialek dalam suatu bahasa daerah atau antara
beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam suatu dialek. Sedangkan alih kode
ekstern (external code switching) adalah apabila yang terjadiadalah antara bahasa
asli dengan bahasa asing. Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
alih kode adalah peralihan dari bahasa satu ke bahasa yang lain, alih kode tersebut
dapat berupa alih kode intern mapun alih alih kode ekstern.
15
Jika didalam suatu tuturan terjadi peralihan dari klausa bahasa yang satu
ke klausa bahasa yang lain dan masing masing klausa masih mendukung fungsi
tersendiri, maka terjadilah peristiwa alih kode. Tetapi apabila suatu tuturan baik
klausa maupun frasa-frasanya tidak lagi mendukung fungsinya tersendiri, maka
akan terjadi peristiwa campur kode ( Suwito, 1983:76).
5. Fungsi Campur Kode
Campur kode terjadi disebabkan oleh latar belakang yang sama antara
penutur dan mitra tuturnya. Karena latar belakang yang sama menimbulkan
fungsi-fungsi tertentu dalam dalam penggunaan campur kode oleh penuturnya.
Fungsi campur kode adalah (1) lebih argumentatif, (2) lebih persuasif, (3) lebih
komunikatif, (4) lebih singkat dan mudah diucapkan, dan (5) lebih prestise atau
bergengsi (Vinansis, 2011:23). Secara umum pemakaian campur kode digunakan
untuk bergengsi, karena ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan serta kelas sosial
dari penutur itu sendiri. Fungsi campur kode dapat juga untuk menegaskan suatu
maksud tertentu agar lebih jelas untuk mengutarakan sesuatu pada saat
komunikasi berlangsung. Misalnya orang mengatakan legging akan lebih mudah
daripada harus menjelaskannya secara panjang lebar karena tidak ada padanannya
dalam bahasa Jawa.
Dapat disimpulkan bahwa fungsi campur kode yaitu : (1) lebih mudah
diucapkan, (2) lebih prestise, (3) menegaskan suatu maksud tertentu, dan (4) lebih
tepat digunakan (5) membangkitkan rasa humor.
6. Faktor yang Melatar Belakangi Penggunaan Campur Kode
Faktor yang melatar belakangi terjadinya campur kode, yaitu : (a)
identifikasi peranan (sosial, registrasi edukasinal), (b) identifikasi ragam
16
(ditentukan oleh bahasa dimana penutur melakukan campur kode yang
menempatkan dia pada hierarki status sosialnya), (c) keinginan untuk menjelaskan
dan menafsirkan (campur kode menandai sikap dan hubungan terhadap orang lain
atau sebaliknya). Dalam hal ini pun ketiganya saling bergantung dan tidak jarang
tumpang tindih (Suwito, 1983:77). Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya
campur kode oleh Sarwiji Suwandi (2008:95) yaitu : (a) partisipan memiliki latar
belakang bahasa ibu yang sama, misalnya bahasa Jawa, (b) adanya keinginan
penutur untuk memperoleh ungkapan yang tepat, dan (c) kebiasaan dan kesantaian
pelaku tindak tutur dalam berkomunikasi (bercakap-cakap).
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang
menyebabkan terjadinya campur kode adalah (1) mendapatkan ungkapan yang
tepat, (2) faktor kebiasaan, (3) keinginan menjelaskan suatu maksud tertentu, dan
(4) keadaan sosial dari penutur itu sendiri. Dalam Aslinda dan Leni, Dell Hymes
(2010: 32-33) berpendapat bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan
komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim
SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah :
S = Setting, and scene
P = Participants
E = Ends
A = Act sequences
K = Key
I = Instrumentalities
N = Norms of interaction and interpretation
G = Genres
17
Setting berkaitan dengan waktu dan tempat terjadinya tuturan itu
berlangsung dan scene berkaitan dengan situasi, tempat dan waktu terjadinya
interaksi tutur (misalnya ruang diskusi dan suasana diskusi)
Participants dapat disebut dengan peserta tutur atau pihak-pihak yang
terlibat dalam pertuturan, yakni adanya penutur dan mitra tutur.
Ends yaitu didasarkan pada maksud dan tujuan dari terjadinya tuturan itu.
Act sequences adalah hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan.
Bentuk pesan mencakup sebagaimana topik itu dituturkan sedangkan isi
percakapan ini berkaitan dengan persoalan apa yang dikatakan oleh penutur.
Key adalah menunjuk pada cara atau semangat (nada/jiwa) dalam
melaksanakan percakapan. Tuturan tersebut akan berbeda antara serius dan santai,
resmi dan tidak resmi, dan lain sebagainya.
Instrumentalis yaitu menunjuk pada jalur percakapan, apakah secara lisan
atau tidak. Jalur percakapan yang digunakan itu dapat melalui lisan, telegraf,
telepon, surat dan lain-lain. Percakapan secara lisan dapat seperti berbicara,
menyanyi, bersiul, dan lain sebagainya.
Norm yaitu menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan. Yang
termasuk di dalamnya semua kaidah yang mengatur pertuturan yang bersifat
imperatif (memerintah). Misalnya, bagaimana cara berinterupsi, bertanya,
berbicara yang sopan dan sebagainya.
Genres yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang
digunakan. Misalnya, jenis penyampaian puisi, narasi, doa, dan sebagainya.
Komponen tutur tersebut merupakan faktor yang melatarbelakangi tuturan
beserta fungsi yang merupakan pengaruh bentuk tutur. Dalam penelitian ini
18
masalah yang dianalisis hanya menggunakan sebagian komponen tutur
SPEAKING yang lebih dominan digunakan antara lain Setting, Participant, End,
Act Sequences, Key, Norm.
7. Media Cetak/Tulis dan Media Elektronik
Seiring dengan berkembangnya jaman dan teknologi informasi dan
komunikasi media saat ini juga turut serta mengikuti perkembangannya. Secara
umum media dibagi menjadi dua yaitu media cetak dan media elektronik. Media
cetak adalah media yang berbentuk printing bisa dinikmati dengan cara membaca.
Media cetak biasanya berupa surat kabar dan majalah. Sedangkan media
elektronik adalah media yang menggunakan pemancar atau transmisi untuk
menangkap energi elektromagnetis dan disebar luaskan ke khalayak. Media
elektronik antara lain televisi (audiovisual) dan radio (audio). Radio adalah media
yang bersifat audio (untuk didengar saja), radio adalah teknologi yang digunakan
untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan gelombang elektromagnetik.
Radio sudah sejak jaman dahulu sudah ada, radio pada awalnya digunakan
sebagai alat komunikasi satu arah, pemakainnya dahulu juga hanya untuk
kepentingan militer saja tetapi pada saat ini radio sudah sangat berkembang
dengan baik. Radio saat ini sudah berkembang dan sangat bermanfaat bagi umum
tidak hanya menjadi media hiburan saja untuk masyarakat tetapi kita juga bisa
mendapatkan informasi, tips-tips kesehatan, berita cuaca, olahraga maupun berita
yang sedang beredar saat itu juga. Disetiap daerah pastilah terdapat beberapa
stasiun radio sebagai media hiburan yang akan menghibur sebagian masyarakat
dengan berbagai program acaranya. Di kota Kediri juga terdapat beberapa stasiun
radio diantaranya ada SK FM, Andika FM, Sriaji Wijaya FM, RWS FM..
19
Radio Wijang Songko (selanjutnya disebut RWS) adalah salah satu media
hiburan di Kota Kediri. Radio Wijang Songko terletak di Jl. Kilisuci No. 40-42
Kota Kediri, Jawa Timur. RWS dinaungi oleh PT. Radio Siaran Wijang Songko
dengan saluran radio 99.0 FM, jangkauan siaran sejauh 90 KM. nomor telepon
resmi dari pihak Radio Wijang Songko yaitu 0354-684300/683107, sms request
ke nomor 081335900998, Fax (0354) 689196. Radio dengan jargon „Radio
Terpercaya di Kota Kediri‟ ini memiliki format umum, campuran, hiburan, berita
dan religi sedangkan format musiknya ada pop Indonesia, dangdut, dan etnik
(Jawa). Radio ini memiliki email dengan alamat [email protected], akun
facebook dengan nama Radio Wijang Songko Kediri, dan twitter yaitu
@wijangsongkofm. Banyak sekali acara yang di sajikan kepada pendengar salah
satunya yaitu acara Hello Dangdut (HelDa). Acara HelDa ini di bawakan oleh dua
orang penyiar yaitu Menik dan Lik Dul. Acara ini menyajikan hiburang lagu-lagu
dangdut yang sangat populer di jamannya. Tak jarang juga pada acara ini penyiar
juga memberikan tips-tips kepada pendengar setianya. Acara HelDa ini
mengudara pada pukul 10.00-13.00 WIB. Acara ini sangat dinanti-nanti oleh
pendengar setianya karena acara ini memiliki selera humor yang selalu membuat
para pendengar tergelitik untuk ikut berinteraksi dengan para penyiar walaupun
hanya mengirim reaksi atas apa yang sudah dibicarakan oleh penyiar melalui sms
saja. Interaksi yang terjadi antara penyiar I dan penyiar II dengan pendengar yang
dilakukan dalam membawa acara tersebut merupakan sebuah peristiwa tutur.
Peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi
linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu
penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan
20
situasi tertentu (Chaer dan Leoni, 2004:47)
G. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan alat, prosedur dan teknik yang dipilih dalam
melaksanakan penelitian (dalam pengumpulan data) (Djajasudarma, 2010:4).
1. Jenis Penelitian
Penelitian “campur kode dalam siaran acara Hello Dangdut (HelDa) pada
radio Wijang Songko FM Kota Kediri (Suatu Kajian Sosiolinguistik)” termasuk
bentuk penelitian deskriptif kualitatif. Rancangan penelitian ini sesuai dengan
fakta bahasa penutur di masyarakat dan bukan berupa angka-angka. Peneliti
mencatat dengan teliti dan cermat data yang berwujud kata-kata, kalimat-kalimat,
wacana, gambar-gambar/foto, catatan harian, memorandum, video-tipe (Subroto
1992:7). Kualitatif merupakan penelitian yang metode pengkajian atau metode
penelitian terhadap suatu masalah yang tidak didesain atau dirancang
menggunakan prosedur-prosedur statistik (Subroto, 1992:5). Obyek yang dikaji
merupakan obyek kebahasaan. Sehingga, penelitian ini mendeskripsikan
fenomena bahasa baik data dan laporannya berupa kata-kata bukan angka atau
statistik.
2. Sampel
Sampel penelitian adalah data yang disahkan untuk dikaji yang dijadikan
objek penelitian sesuai dengan teori dan rumusan masalah yang digunakan dan
tujuan penelitian. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang
memiliki data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang
diteliti (Sutopo, 2006: 45-46). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah tuturan
21
yang berupa kata, frasa, klausa yang mengandung campur kode dari data yang
mewakili informasi.
3. Sumber Data dan Data
Sumber data ialah ragam bahasa lisan yang terdapat dalam pemakaian
secara umum dan wajar, resmi dari para pemakai bahasa yang diperoleh dengan
secara perekaman (Subroto, 1992:33). Sumber data pertama adalah penyiar I dan
penyiar II (Menik dan Lik Dul) sebagai informan dan penyiar langsung acara
Hello Dangdut radio Wijang Songko FM. Selanjutnya adalah seluruh tuturan dari
penyiar berupa kalimat-kalimat dalam siaran acara Hello Dangdut yang sudah di
transkrip oleh peneliti. Acara Hello Dangdut radio Wijang Songko Kota Kediri ini
dipilih karena radio ini salah satu radio terkemuka di Kota Kediri jadi memiliki
peminat atau pendengar dari berbagai kalangan yang mempunyai latar belakang
yang berbeda-beda sehingga penyiar menggunakan variasi bahasa untuk
berkomunikasi dengan para pendengarnya yang setia. Oleh karena itu
memungkinkan terjadinya campur kode yang beragam. Program acara ini
mengudara setiap hari pukul 10.00-13.00 WIB selalu dengan dua penyiar yaitu
Lik Dul dan Menik, pernah seketika salah satu penyiar berhalangan hadir tetapi
dapat digantikan oleh penyiar yang lain. Hal ini dilakukan mungkin agar suasana
yang diciptakan terasa ramai dan komunikatif. Data adalah semua informasi atau
bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas) yang harus dicari/dikumpulkan
dan dipilih oleh peneliti, data terdapat pada segala sesuatu apa pun yang menjadi
bidang dan sasaran penelitian. Data dalam penelitian ini berupa data lisan yang
berupa tuturan-tuturan yang mengandung campur kode kemudian pada data lisan
ini ditranskrip menjadi data tulis oleh penulis, data tersebut hasil dari rekaman
22
acara Hello Dangdut radio Wijang Songko Kota Kediri. Pengambilan data yang
digunakan yaitu metode simak dengan teknik rekam dan catat. Data pada
penelitian ini diambil pada bulan Maret 2016. Kemudian data dipilih secara
selektif disesuaikan dengan kebutuhan. Adapun data yang dimaksud yang sudah
memenuhi syarat, produktif dan dianggap penting sesuai dengan permasalahan
yang diteliti adalah transkrip data pada tanggal 1 dan 14 Maret 2016. Data ini
diambil hanya ada dua hari dikarenakan pada hasil rekaman yang lainnya terdapat
gangguan dari sinyal, ketidak jelasan pengucapan dari pembawa acara ataupun
adanya gangguan suara yang membuat rekaman menjadi tidak utuh.
4. Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa alat utama dan
alat bantu. Alat utama yaitu peneliti sendiri dalam pengumpulan data dan
menganalisis data, hal tersebut karena alat tersebut paling dominan dalam
penelitian. Adapun alat penggerak bagi alat penentu atau pirantinya ialah daya
bagi yang bersifat intuitif, atau secara singkat: intuisi tentu saja intuisi kebahasaan
atau intuisi lingual (Sudaryanto, 1993:31). Menurut Sutopo, berkaitan dengan
kedudukan peneliti sebagai instrumen utama karena dalam penelitian kualitatif
ada keyakinan bahwa hanya manusia yang mampu menggapai dan menilai makna
dari berbagai interaksi (2002:36). Alat bantu merupakan alat yang digunakan
peneliti untuk membantu dalam mengerjakan penelitian yang sedang
dilaksanakan. Alat bantu yang digunakan dalam penelitian adalah handphone,
hearset, radio, pensil, bolpoin, kertas HVS, buku referensi, dan notebok.
23
5. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode adalah cara mendekati, mengamati, menganalisis dan menjelaskan
suatu fenmena (Harimurti, 2008:153). Metode yang digunakan untuk
pengumpulan data ini yaitu metode simak, yang dimaksudkan adalah mengadakan
penyimakan terhadap pemakaian bahasa lisan yang bersifat spontan (Subroto,
1992:41). Metode simak dalam penelitian ini dilakukan dengan menyimak
penggunaan bahasa oleh dua penyiar pembawa acara Hello Dangdut di radio
Wijang Songko Kota Kediri. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
teknik dasar dan teknik lanjutan. Adapun teknik dasar yang digunakan yaitu
teknik rekam. Teknik rekam ialah pemerolehan data dengan cara merekam
pemakaian bahasa lisan yang bersifat spontan (Subroto, 1992:36). Teknik rekam
dalam penelitian ini yaitu dengan merekam percakapan penyiar pertama dengan
penyiar kedua dalam acara Hello Dangdut di radio Wijang Songko Kota Kediri.
Teknik ini digunakan supaya pemakaian bahasa secara alamiah dari penutur tetap
terjamin. Kemudian teknik lanjutannya ialah teknik catat. Teknik catat ialah
pencatatan terhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian
(Subroto, 1992:42). Teknik catat ini digunakan untuk melakukan pencatatan hal-
hal yang penting yang sesuai dengan tujuan penelitian kemudian mentranskripsi
penggunaan bahasa lisan menjadi data tulis dan mencatat berbagai hal yang
berkaitan dengan permasalahan campur kode dalam acara Hello Dangdut di radio
Wijang Songko Kota Kediri.
6. Metode dan Teknik Analisis Data
Metode dan teknik analisis data digunakan sebagai cara untuk mengulas
secara mendalam terkait data-data yang telah ditemukan peneliti dengan alat
24
tertentu. Tahap ini merupakan upaya sang peneliti menangani langsung masalah
yang terkandung pada data. Penanganan itu tampak dari adanya tindakan
mengamati yang segera diikuti dengan “membedah” atau mengurai dan
memburaikan masalah yang bersangkutan dengan cara khas tertentu (Sudaryanto,
1993:6)
Metode yang digunakan peneliti dalam analisis data pada penelitian ini
adalah:
a. Metode Distribusional
Metode distribusional adalah metode yang menganalisis satuan lingual
tertentu berdasarkan perilaku atau tingkah laku kebahasaan satuan itu dalam
hubungannya dengan satuan lain (Subroto, 1992:84). Teknik dasar yang
digunakan yaitu teknik Bagi Unsur Langsung (BUL). Teknik Bagi Unsur
Langsung (BUL) ini digunakan untuk membagi satuan lingual data yang telah
didapatkan menjadi beberapa bagian atau beberapa unsur, dan unsur-unsur yang
bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual
yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31). Metode distribusional dengan teknik BUL
digunakan untuk mengkaji bentuk campur kode dalam siaran acara Hello
Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko Kota Kediri.
b. Metode Padan
Menurut Edi Subroto metode padan adalah alat yang penentunya sesuatu
yang bersifat luar bahasa atau yang tidak terkait dengan bahasa. Alat penentu
metode itu ialah referent bahasa,organ atau alat ucap tertentu, bahasa atau lingua
lain, perekam atau pengawet bahasa (tulisan), dan lawan bicara (1992:62). Hal
yang sama diungkapkan oleh Sudaryanto bahwa metode padan, alat penentunya di
25
luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan
(1993:13). Metode padan ini juga sering disebut metode identitas. Metode padan
dapat dibedakan atas lima subjenis berdasarkan alat penentunya 1) Alat
penentunya adalah kenyataan atau segala sesuatu (yang bersifat luar bahasa) yang
ditunjuk oleh bahasa, segala sesuatu yang bersifat dunia luar bahasa itu disebut
referent bahasa 2) Alat penentunya organ atau alat ucap pembentuk bunyi bahasa
3) Alat penentunya bahasa atau lingual lain 4) Alat penentunya perekam dan
pengawet bahasa atau tulisan 5) Alat penentunya adalah lawan bicara (Sudaryanto
dalam Subroto, 1992: 56). Metode padan dalam penelitian ini digunakan untuk
menganalisis faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya campur kode dalam
siaran acara Hello Dangdut (HelDa) radio Wijang Songko Kota Kediri. Teknik
dasar yang digunakan adalah teknik Pilih Unsur Penentu (PUP), alat yang
digunakan yaitu daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti
sendiri. Teknik ini digunakan untuk memilah data dengan menggunakan alat
komponen tutur dengan akronim SPEAKING.
Metode padan digunakan untuk membandingkan dan menyamakan
pemakaian campur kode dalam data penelitian antara fungsi dan faktor yang
melatar belakangi terjadinya campur kode. Berdasarkan uraian metode
distribusional dan metode padan di atas, dapat dicontohkan mengenai analisis
data sebagai berikut:
Data (2)
Menik :“Tanggal siji aja pegel ta, lha nyapo ta tangga?”
„Tanggal satu itu jangan marah, kenapa tetanggamu?‟
Dul : “Pegel kok nyawang tanggal, aku lek puegeli tanggal pira-pira pegel
aku, pokoke lek wayae delok tanggal pegel-pegel!”
„Aku lihat tanggal, aku jika marah tanggal berapa-berapa marah aku,
pokoknya kalo melihat tanggal aku marah‟
Menik : “Mengawali bulan ki aja karo pegel”
26
„Mengawali bulan itu jangan dengan marah‟
(D2/RWS/1/03/2016)
Penerapan analisis menggunakan BUL dapat menjawab bentuk campur
kode data di atas adalah sebagai berikut. Pada data tersebut terdapat tuturan yang
dapat dibagi dalam bentuk bagi unsur langsung sebagai berikut. Tuturan pertama,
mengawali bulan „mengawali bulan itu‟, tuturan kedua ki aja karo pegel „jangan
dengan marah‟.
Selanjutnya pada tuturan pertama mengawali bulan „mengawali bulan itu‟
terdapat campur kode berupa frase yaitu mengawali bulan yang berasal dari
bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa. Campur kode yang terjadi pada data
tersebut merupakan campur kode ke dalam atau internal code-mixing karena
campur kode yang digunakan berasal dari bahasa Indonesia yang digunakan di
luar bahasa yang digunakan (Jawa).
Data (3)
Dul :“Halah halah lah..”
„Halah halah lah...‟
Menik :“Ngko kan lek misale diawali dengan pegel kan gak baik kedepannya,
cie...kaya psikolog”
„Nanti kalau misalnya diawali dengan marah kan tidak baik kedepannya,
cie seperti psikolog‟
(D3/RWS/1/03/2016)
Setting tuturan ini terjadi atau berlangsung di dalam studio siaran Radio Wijang
Songko Kota Kediri.
Participants, peristiwa tersebut ada dua pastisipan yaitu O1 (Lik Dul) sebagai
penutur dan O2 (Menik) sebagai mitra tutur.
Ends, tujuan dari peristiwa tutur tersebut O1 menjelaskan bahwa jika mengawali
bulan baru dengan marah-marah akan berakhir tidak baik, kemudian O2
menyadari bahwa tuturannya seperti psikolog (ahli tingkah laku dan mental).
27
Act sequences, bentuk ujaran yang digunakan secara lisan dan secara bergantian.
Hubungan antara pembicaraan dan topik saling berkaitan.
Key, tuturan disampaikan dengan jelas, karena ingin menjelaskan yang diinginkan
oleh penutur, penutur dan mitra tutur juga sudah saling mengenal lama. Cara
penyampaian tuturan juga secara santai dan komunikatif.
Instrumentalities, jalur yang digunakan adalah jalur lisan yaitu keduanya berada
pada tempat yang sama dalam melakukan siaran.
Norms of interaction and interpretation, aturan yang dilakukan dalam interaksi
tersebut yaitu menanggapi satu sama lain antara penutur dan mitra tutur.
Genres, penyampaian pada peristiwa tutur tersebut berupa percakapan yang
dilakukan secara bergantian antara penutur dan mitra tutur.
Fungsi campur kode pada data (D3/RWS/1/03/2016) di atas untuk
mempengaruhi pembicaraan agar mudah dimengerti dan lebih komunikatif.
Faktor yang melatarbelakangi penggunaan campur kode karena adanya keadaan
sosial penutur dan faktor kebiasaan, kemudian penggunaan campur kode misale
diawali dengan, gak baik kedepannya, dan psikolog ini dikarenakan Menik
sebagai penutur bisa dikatakan masih relatif muda dan juga dalam berkomunikasi
sehari-hari penutur lebih sering atau terbiasa dengan penggunaan bahasa
Indonesia dalam berkomunikasi dengan orang lain. Latar belakang campur kode
ini yaitu faktor kebiasaan dan identifikasi sosial dari penutur.
7. Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil penyajian data pada penelitian ini berupa data deskriptif yang
diperoleh dari data yang digunakan sebagai bahan penelitian. Data tersebut berupa
28
tuturan yang berbentuk data tulis yang berkaitan dengan penggunaan campur
kode.
Metode penyajian data disebut dengan metode penyajian kaidah yang
terdiri dari metode penyajian informal dan metode penyajian formal. Metode
penyajian informal adalah bentuk penyajian data berupa uraian berwujud kalimat-
kalimat yang diikuti pemerian secara terperinci, sedangkan metode penyajian
secara formal yaitu dengan perumusan yang menggunakan tanda dan lambang-
lambang atau an artifical language, antara lain tanda kurung biasa ((..)); tanda
garis miring (/); tanda petik („....‟) untuk menampilkan hasil terjemahan data yang
berupa bahasa Jawa ke Indonesia (Sudaryanto, 1993: 144-145).
Penyajian hasil analisis data pada penelitian ini adalah ada yang berupa
campur kode dalam bahasa Jawa siaran acara Hello Dangdut (HelDa) radio
Wijang Songko Kota Kediri yang didasarkan pada bentuk campur kode, fungsi
campur kode, dan faktor yang melatarbelakangi penggunaan campur kode.
29
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bab yaitu:
Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian teori,
metode penelitian, sistematika penulisan.
Bab II Analisis Data, berisi tentang bentuk campur kode, fungsi campur
kode serta faktor yang melatarbelakangi campur kode dalam acara Hello Dangdut
(HelDa) radio Wijang Songko FM Kota Kediri.
Bab III Penutup, berisi tentang simpulan dan saran dari hasil penelitian
yang telah dilakukan.