Upload
lamliem
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Menelaah mengenai perkembangan kota, berarti melihatnya pula dari lahan
yang ditempati oleh masyarakat. Jumlah penduduk terus meningkat sedangkan
lahan dengan peruntukan permukiman tidak bertambah. Keadaan ini menaikan
tingkat persaingan diantara masyarakat untuk dapat memperoleh lahan dan tempat
tinggal yang layak. Kenaikan kepadatan penduduk seakan menjadi suatu
kepastian. Provinsi DKI Jakarta menempati peringkat pertama dengan kepadatan
tertinggi pada Tahun 2014 sebesar 15.173 jiwa/km. Jumlah kepadatannya pun
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi pula pada provinsi lainnya
sebagaimana dapat kita perhatikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Sepuluh Peringkat Kepadatan Penduduk Tertinggi di Indonesia
No. Provinsi Kepadatan Penduduk Jiwa/Km
2007 2008 2009 2010 2013 2014
1 DKI Jakarta 12245 12355 12459 14518 15015 15173
2 Jawa Barat 1092 1108 1124 1222 1282 1301
3 Banten 1045 1065 1085 1106 1185 1211
4 D.I.
Yogyakarta
1096 1107 1118 1107 1147 1161
5 Jawa
Tengah
987 995 1002 989 1014 1022
6 Jawa Timur 790 794 798 786 803 808
7 Bali 639 645 652 676 702 710
8 Nusa
Tenggara
Barat
218 221 225 243 254 257
9 Kep. Riau 172 180 187 206 227 234
10 Lampung 193 196 199 220 229 232
Sumber: BPS Indonesia, 2015
Yogyakarta menduduki peringkat kepadatan penduduk keempat
seindonesia. Kepadatan penduduk ini dipicu oleh brandnya sebagai kota
pariwisata dan kota pelajar, banyak masyarakat yang kemudian memilih menetap
di Yogyakarta setelah meyelesaikan pendidikan. Disisi lain, indonesia disebut-
sebut sebagai negara yang mampu menekan laju pertumbuhan penduduknya. Pada
tahun 1980-1990 laju pertumbuhan penduduk indonesia sebesar 1,97%, turun
pada tahun 1990-2000 menjadi hanya 1,49% saja. Namun demikian, menurut
Kuswartojo (2005) laju pertumbuhan ini dinilai masih tergolong besar. Pada tahun
1980 penduduk indonesia berjumlah 147 juta jiwa, tahun 1990 menjadi 179 juta
jiwa dan pada tahun 2000 menjadi 206 jiwa.
Berikut di bawah ini tabel persentase penduduk daerah perkotaan 10
tertinggi di indonesia. Data tersebut memberi gambaran bahwa ada sebuah
tantangan besar yakni permintaan pasar akan pemenuhan tempat tinggal di
perkotaan. Hal ini mendorong pemerintah maupun swasta untuk dapat
menyediakan tempat tinggal layak huni bagi kepentingan semua golongan yang
menjadi satu di perkotaan.
Tabel 1.2 Persentase Penduduk Daerah Perkotaan
Provinsi Tahun
2010 2015
DKI Jakarta 100.0 100.0
Kepulauan Riau 82.8 83.0
Jawa Barat 65.7 72.9
DI Yogyakarta 66.4 70.5
Banten 67.0 67.7
Kalimantan Timur 63.2 66.0
Bali 60.2 65.5
Sumatera Utara 49.2 52.6
Kepulauan Bangka
Belitung
49.2 52.5
Jawa Timur 47.6 51.1
Sumber: BPS Indonesia, 2015
Pemerintah dituntut untuk memberikan solusi terkait pengadaan hunian
penduduk melalui pembuatan kebijakan. Rumah susun sederhana sewa
selanjutnya disebut Rusunawa adalah salah satu upaya pemerintah untuk
mengatasi krisis hunian tempat tinggal tersebut. Dalam Kuswartojo (2005)
disebutkan bahwa selama 25 tahun, sejak Pelita II pada tahun 1974 hingga Pelita
ke VI tahun 1999 telah berjalan program pemerintah dalam hal perumahan secara
konsisten. Program tersebut secara mendasar mencakup: pembangunan
perumahan rakyat, perbaikan kampung, pemugaran perumahan dan lingkungan
desa serta permukiman transmigrasi. Lebih khusus lagi program pembangunan
perumahan untuk masyarakat yang tinggal di kota juga dikerjakan oleh
pemerintah. Dalam Sastra dan Marlina (2006) program pembangunan perumahan
kota diantaranya adalah: program pengadaan perumahan baru, program perbaikan
kampung, program peremajaan kota, program rumah sewa dan program
rehabilitas permukiman. Respon masyarakat terhadap kebijakan yang diberikan
pemerintah pun berbeda-beda. Diantara masyarakat ada yang menganggap
kebijakan-kebijakan ini sebagai bentuk pemaksaan dan tidak sesuai dengan
karakteristik sosial masyarakat, namun banyak pula yang memberikan apresiasi
terhadap solusi yang ditawarkan pemerintah ini.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki 25 Rumah susun dengan
28 Twin Blok yang digolongkan sebagai Rumah Susun Sederhana Sewa
(RUSUNAWA). Rusunawa diperoleh dengan cara mengajukan permohonan
pembangunan kepada Pemerintah pusat untuk lahan-lahan yang telah ditinjau dan
diperuntukkan oleh daerah. Setelah proses pembangunan diselesaikan dengan
koordinasi antara pemerintah dan masyarakat yang dituju, selanjutnya tahap
penghunian dimulai. Tahap penghunian mencangkup proses penghunian,
pengelolaan dan aset. Berdasarkan peruntukannya, rusunawa di D.I Yogyakarta
diperuntukan kepada 3 golongan utama. Golongan tersebut ialah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah, Rusunawa untuk TNI/Polri dan Rusunawa mahasiswa.
Rusunawa Gemawang terletak di pinggir kota Yogyakarta, tepatnya di
Kabupaten Sleman. Tujuan awal dari pembangunan Rusunawa Gemawang ialah
menyelesaikan permasalahan lingkungan kumuh yang ada di kawasan tersebut.
Selain itu, rusunawa ini juga bertujuan untuk menyediakan hunian murah bagi
masyarakat yang tidak memiliki rumah dan memiliki kemampuan ekonomi
menengah kebawah. Rusunawa Grha Bina Harapan terletak di Kecamatan
Danurejan Kelurahan Tegalpanggung. Secara administratif, pada awal
pembangunannya rusunawa grha bina harapan merupakan wilayah dari
Kecamatan Pakualaman yaitu Kelurahan Purwokinanti. Berbeda dengan
pembangunan Rusunawa Gemawang yang tidak menggusur perumahan warga,
pembangunan Rusunawa Grha Bina Harapan dilakukan dengan menggusur atau
memindah-hunikan rumah warga sebanyak 10 KK. Sehingga dalam proses
pembangunan dan penghuniannya memiliki kebijakan atau pengalaman sosial
yang berbeda.
Beberapa rusunawa yang dipusatkan di dalam Kota Yogyakarta,
sedangkan lainnya tersebar di kabupaten yang ada di D.I. Yogyakarta seperti yang
dapat dilihat pada tabel pembangunan Rusunawa Yogyakarta di bawah ini:
Tabel 1.3 Data Rumah Susun Sewa di Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta
No Nama Rusunawa Kabupaten/Kota Kecamatan Desa
1 Gemawang 1 Sleman Mlati Sinduadi
2 Gemawang 2 Sleman Mlati Sinduadi
3 Mranggen Sleman Mlati Sinduadi
4 Dabag 1,2 Sleman Depok Condongcatur
5 Dabag 3 Sleman Depok Condongcatur
6 Dabag 4 Sleman Depok Condongcatur
7 Panggungharjo Bantul Sewon Panggungharjo
8 Cokrodirjan Kota yogyakarta Danurejan Suryatmajan
9 Tegalpanggung Kota yogyakarta Danurejan Tegalpanggung
10 Jogoyudan Kota yogyakarta Jetis Gowongan
11 Jogoyudan Kota yogyakarta Jetis Gowongan
12 UII Sleman Ngemplak Umbulmartani
13 UII Sleman Ngemplak Umbulmartani
14 UGM Sleman Depok Caturtunggal
15 UGM Sleman Depok Caturtunggal
16 UGM Sleman Depok Caturtunggal
17 UMY Bantul Kasihan Tamantirto
18 UST Kota yogyakarta Umbulharjo Tahunan
19 UAD Kota yogyakarta Umbulharjo Giwangan
20 UNY Kulonprogo Pengasih Pengasih
Bersambung...
Lanjutan Tabel 3
No Nama Rusunawa Kabupaten/Kota Kecamatan Desa
21 Universitas Sanata
dharma
Sleman Maguwoharjo Plangan
22 Lanud Adisucipto Bantul Banguntapan Banguntapan
23 Tambak Bantul Kasihan Ngestiharjo
24 Stikes Sleman Gamping Ambarketawang
25 Jongke Sleman Mlati Sinduadi
Sumber: http://rusunawa.slemankab.go.id/daftar-rusunawa-di-yogyakarta.html
diakses tanggal 24 Agustus 2013
Rusunawa Gemawang dan Grha Bina Harapan termasuk dalam rusunawa
yang mencapai batas penghunian tahap pertama. Batas penghunian tahap pertama
adalah selama 6 tahun. Penghuni awal yang menempati kedua rusunawa tersebut
mencapai batas penghunian pada pertengahan tahun 2016. Pada tahap ini,
diperlukan penelitian terkait proses penghunian yang telah berlangsung
sebelumnya. Sehingga penulis menjadikan kedua Rusunawa tersebut sebagai
wilayah penelitian. Data yang diperoleh berasal dari pengalaman penghuni
maupun pengelola. Hasil dari pengamatan tersebut dapat menjadi bahan evaluasi
untuk perbaikan kebijakan rusunawa di masa yang akan datang.
Penelitian ini menggunakan metode induktif kualitatif yang
menitikberatkan pada eksplorasi informasi yang ada di lapangan untuk kemudian
dikumpulkan menjadi tema-tema agar dapat disimpulkan dalam bentuk konsep
maupun teori. Penggunaan metode ini sangat mendukung tujuan penelitian yang
ingin mendeskripsikan serta mengungkapkan proses penghunian di kedua
Rusunawa. data dikumpulkan dari sampel kecil dengan cara observasi dan
wawancara mendalam untuk kemudian dianalisis menggunakan metode analisis
induktif.
1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
1.2.1 Rumusan permasalahan
Sejak awal tahun 80-an, rusunawa mulai menjadi perhatian utama
pemerintah, karena dianggap sebagai solusi yang menjanjikan untuk mengatasi
masalah perumahan terutama di kota besar. Dalam Kuswartojo (2005) Rumah
susun pertama yang diuji coba pembangunannya untuk menyelesaikan
permasalahan permukiman kumuh ialah rusunawa di Kebon Kacang Jakarta.
Meskipun program rusunawa telah sejak tahun 80-an dijadikan
pemerintah sebagai solusi bagi masyarakat yang belum memiliki rumah, dalam
realisasinya ada banyak kendala dan ketidakcocokan antara tujuan pembangunan
dan penghunian. Konsep yang digunakan pemerintah dalam program Rusunawa
masih sangat jauh dari apa yang bisa diterima oleh karakter masyarakat.
Rusunawa kebon kacang Jakarta dapat menjadi salah satu contoh kegagalan nya.
“rumah susun yang dibangun berdasarkan semboyan ‘membangun tanpa
menggusur’ pada awal tahun 80an akhirnya menggusur juga, karena
penghuni permukiman kumuh merasa tidak cocok untuk tinggal di rumah
susun. Hubungan kekerabatan dan aktivitas ekonomi informalnya tidak
tepat bahkan tidak dapat ditempatkan di rumah susun” (Kuswartojo,
2005)
Dengan melihat proses penghunian yang terjadi disimpulkan bahwa
masalah berasal dari kesalahan yang terjadi di awal pembangunan rusunawa.
Pemerintah sebagai pengelola kurang mempertimbangkan perilaku masyarakat
yang menjadi sasaran utama pembangunan. Tidak dapat dipungkiri bahwa
masyarakat dulunya beraktivitas penuh di perkampungan kumuh sehingga sudah
memiliki pola hidup sosial maupun aktivitas ekonominya sendiri. Maka ketika
proses penghunian dimulai, terdapat ketidak cocokan masyarakat sebagai
pengguna dan lingkungan terbangun yang telah ada. Contoh lain Rusunawa yang
dinilai gagal ialah, Rusunawa yang ada di cirebon. Hasil evaluasi sistem
pengelolaan pada bangunan rumah susun sederhana sewa Dukuh Semar di Kota
Cirebon oleh Mulya (2006) menyebutkan beberapa kekurangan dari proses
penghunian rumah susun diantara kekurangan tersebut ialah: Pertama, sebagian
penghuni tidak tertib menjalankan kewajibannya dalam hal pembayaran sewa
rusunawa. Kedua, penghuni kurang memiliki kesadaran untuk bergotong royong
jika terjadi kerusakan pada prasarana rumah susun. Ketiga, kurangnya kesadaran
penghuni terhadap kebersihan dan ketertiban dalam membuang sampah maupun
menjemur pakaian. Keempat, terjadinya penurunan tingkat hunian yang cukup
tajam.
Secara keilmuan, fenomena ini dapat dipahami dengan mempelajari studi
perilaku dan lingkungan (studi Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku), bahwa
Karakter manusia berperan penting dalam menentukan sistem aktivitas dan sistem
seting (wadah). Sehingga perencana tetap harus mempertimbangkan masyarakat
pengguna pada saat perancangan. Perencana/perancang diharapkan mampu
menyamakan standar yang mereka gunakan dalam merancang dengan preferensi
pengguna. Persis seperti yang dikatakan Laurens (2004) yaitu:
“Apa yang dibayangkan dalam imajinasi arsitek pada proses
perangcangan mungkin akan menghasilkan akibat yang berbeda pada
saat atau setelah proses penghunian.”
Dengan mengetahui proses penghunian yang ada di Rusunawa diharapkan
akan ditemukan langkah-langkah positif bagi pengelola sebagai pemerintah untuk
menjalankan pengelolaan Rusunawa dengan lebih baik. Proses penghunian
tersebut dapat dilihat dari unsur aturan pengelolaan yang diimplementasikan,
pelaku yang terlibat, aktivitas dan adaptasi sosial, serta strategi penggunaan ruang
yang terjadi.
I.2.2 Pertanyaan penelitian
1. Bagaimana proses penghunian masyarakat di Rusunawa Gemawang dan
Rusunawa Grha Bina Harapan?
2. Perbedaan apa yang terdapat pada proses penghunian di kedua Rusunawa
tersebut?
I.3 Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi proses penghunian Rusunawa di Rusunawa Gemawang
dan Rusunawa Grha Bina Harapan
2. Memperoleh proses penghunian yang ideal berdasarkan pengalaman kedua
Rusunawa tersebut.
I.4 Manfaat Penelitian Penelitian proses penghunian di Rumah Susun Sewa memiliki manfaat
sebagai berikut :
1. Mahasiswa
Penelitian ini memberi wawasan dan pengetahuan mengenai prosedur dan
strategi yang dilakukan oleh masyarakat ketika menghuni sebuah Rumah
susun. Serta memberikan satu sumber rujukan kepada mahasiswa
mengenai penelitian dibidang permukiman/perumahan khususnya Rumah
Susun.
2. Universitas
Menambah referensi penelitian yang dapat digunakan sebagai bahan
rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Terutama bagi peneliti yang
mempelajari salah satu aplikasi perumahan dan permukiman khususnya
Rumah Susun
3. Pengembangan ilmu pengetahuan
Memberi masukan dan rekomendasi kepada pemerintah daerah Kabupaten
Sleman dan Kota Yogyakarta secara khusus. Sebagai acuan pertimbangan
dalam merumuskan kebijakan rumah susun selanjutnya.
I.5 Batasan Penelitian atau Ruang Lingkup Penelitian
1.5.1 Ruang lingkup substansial
Peneitian ini berfokus pada identifikasi tiga elemen sosial yaitu man,
activity dan space serta aturan pengelolaan yang diimplementasikan oleh
pengelola untuk menjabarkan bagaimana proses penghunian yang terjadi di kedua
Rusunawa. man dalam hal ini merupakan pelaku atau pihak yang terlibat dalam
proses penghunian, activity merupakan aktivitas/kegiatan adaptasi sosial yang
dilakukan selama proses penghunian dan space ialah tempat para pelaku
melakukan aktivitas dan strategi penggunaan ruang pada proses penghuniannya.
Aturan pengelolaan dan tata tertib yang dianalisis ialah segala kebijaksanaan
maupun peraturan yang diimplementasikan oleh pengelola dalam proses
penghunian Rusunawa.
1.5.2 Ruang lingkup spasial
Dalam penelitian ini ruang lingkup spasial yang digunakan ada dua,
pertama Rusunawa Gemawang (melingkupi Rusunawa Gemawang 1 dan 2) dan
yang kedua ialah Rusunawa Grha Bina Harapan yang juga dikenal sebagai
Rusunawa Juminahan/Rusunawa Tegalpanggung. Keduanya terletak di dalam
administrasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.5.3 Ruang lingkup temporal
Penelitian dilakukan pada awal tahun 2015 hingga pertengahan 2016.
I.6 Keaslian Penelitian Berikut di bawah ini adalah ringkasan tinjauan mengenai keaslian
penelitian Proses Penghunian Rusunawa di Rusunawa Gemawang dan Rusunawa
Grha Bina Harapan:
Tabel 1.4 Keaslian Penelitian Proses Penghunian
Judul Penelitian Fokus Metode Lokasi
Tesis, Efektivitas pembangunan
Rusunawa Grha Bina Harapan di
Kecamatan Danurejan Kota
Yogyakarta : Arga Rina apriliani,
S.I.P. (2015)
Efektivitas
implementasi kebijakan
pembangunan
Deduktif
kualitatif
Kampung Juminahan
Yogyakarta dan Rumah
Susun Grha Bina Harapan
Tesis, Proses penghunian Rumah
Susun Sederhana di Kota Semarang.
Lokasi : Rumah susun Pekunden,
Plamongansari dan Kaligawe : Tantri
Swasining (2010)
Proses penghunian
Deskriptif
kualitatif dan
kuantitatif
Rumah susun Pekunden,
Plamongansari dan
Kaligawe
Skripsi, Faktor Penyebab Rendahnya
Minat Warga Kampung Juminahan
untuk Menghunbi Rumah Susun Grha
Bina Harapan Tegalpanggung
Yogyakarta: Atqon Adi Sasmito
(2014)
Penyebab Rendahnya
Minat Warga
Deduktif-
Kuantitatif
Kampung Juminahan
Yogyakarta dan Rumah
Susun Grha Bina Harapan
Tesis, Efektivitas Pembangunan
Rumah Susun Sewa (rusunawa)
Dalam Penanganan Lingkungan
Permukiman Kumuh, Studi Kasus
rusunawa Gemawang, rusunawa
Joyudan dan rusunawa Cokrodirjan :
Meta Grizanda Meizy Rosadi (2010)
Efektivitas
pembangunan
RUSUNAWA dalam
Penanganan
Lingkungan
Permukiman Kumuh
kuantitatif dan
kaulitatif
deskriptif
Rusunawa Gemawang,
Joyudan dan Cokrodirjan
Sumber: Koleksi referensi perpustakaan, 2015
Berdasarkan tinjauan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian
mengenai proses penghunian rusunawa dengan lokus rusunawa Gemawang dan
rusunawa Grha Bina Harapan yang bertujuan untuk menemukan hal-hal yang
terjadi pada proses penghunian Rusunawa, berbeda dengan penelitian-penelitian
yang telah ada sebelumnya sejauh pengetahuan penulis.
I.7 Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 1.1: Bagan Kerangka Pikir Penelitian
Sumber: Analisis Penulis 2015
Rumah susun sederhana sewa
(rusunawa)
Rusunawa Gemawang
Terletak di Pinggir Kota
Jogja (Kabupaten Sleman)
Rusunawa Juminahan
Terletak di Kota Jogja
Dianggap berhasil
Analisis Komparasi proses penghunian :
- Bagaimana Kebijakan yang diimplementasikan pada proses penghunian
Rusunawa
- Bagaimana Pelaku (Unsur yang terlibat) pada proses penghunian Rusunawa
- Bagaimana Aktivitas atau Kegiatan adaptasi pada proses penghunian Rusunawa
- Bagaimana penggunaan ruang dalam proses penghunian Rusunawa
Proses Penghunian
Rusunawa
Kebutuhan Tempat Tinggal
meningkat
Keterbatasan lahan di
Perkotaan dan Pinggiran
Kota
Menggali permasalahan dari
proses penghunian
Dianggap tidak
berhasil
I.8 Sistematika Penulisan Untuk pelaporan hasil penelitian, maka penelitian ini menggunakan
sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab 1 Pendahuluan
Bab pendahuluan bertujuan untuk memberikan uraian secara garis besar
mengenai isi penelitian. Pada bab ini penuklis menjabarkan latar belakang
mengapa melakukan penelitian, perumusan masalah hingga menyusun tujuan-
tujuan yang ingin dicapai dan manfaat yang akan diperoleh jika mengadakan
peneliian. Selain itu, bab pendahuluan juga berisi batasan penelitian, keaslian
penelitian, kerangka pikir dan sistematika penulisan laporan penelitian
Bab II Landasan Teori
Bab Landasan Teori pada penelitian yang menggunakan metode induktif
kualitatif berisi tentang kisi-kisi teori yang menjadi landasan berpijak bagi
peneliti. Teori-teori yang dikumpulkan tidak dijadikan sebagai kerangka teori
yang menghasilkan hipotesis, namun digunakan sebagai pijakan peneliti untuk
menganalisis unit-unit informasi yang diperoleh di lapangan. Pada penelitian ini,
landasan teori yang digunakan diperoleh dari jurnal ilmiah, bahan penelitian
skripsi dan tesis yang telah ada, buku-buku dan sumber lainnya. Landasan teori
juga disusun berdasarkan fokus yang diambil.
Bab III Metode Penelitian
Bab metode penelitian merupakan penjelasan dari penulis mengenai
alasannya menggunakan metode kualitatif dalam penelitian ini. Kemudian bab ini
juga dilengkapi dengan pembahasan unit amatan dan unit analisis, alat dan
instrumen penelitian. Teknik dan langkah pengumpuan data, teknik analisis data,
bagaimana melakukan pengujian data, serta bagaimanakah tahapan-tahapan
penelitian yang telah dilakukan
Bab IV Deskripsi Lokasi Penelitian
Pada penelitian induktif kualitatif, peneliti diharapkan menemukan
kekhasan dari lokus yang akan di teliti. Maka penting sekali dalam laporan ini
untuk menyertakan bab tersendiri terkait deskripsi umum lokasi penelitian. Selain
itu, bab deskripsi lokasi penelitian ini dibutuhkan agar pembaca memahami
kondisi umum wilayah yang dijadikan sebagai lokus penelitian.
Bab V Temuan dan Pembahasan
Bab temuan dan pembahasan merupakan bab yang berisi hasil temuan
yang diperoleh selama melakukan penelitian. Kemudian, peneliti memberikan
pembahasan dengan maksud memperjelas atau memperkuat temuan yang
diperoleh. Pembahasan dilakukan dengan menyandingkan antara temuan dan
landasan teori yang penulis miliki atau dengan penelitian-penelitian yang telah
ada sebelumnya. Penyusunan bab ini dengan baik akan mempermudah pembaca
maupun penulis untuk menyimpulkan apa saja yang diperoleh dari penelitian.
Bab VI Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab ini berisi kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan dan
rekomendasi bagi pihak yang berkepentingan. Bab rekomendasi menjadi penting
untuk dibuat karena mencerminkan bahwa penelitian ini bermanfaat.