42
1 BAB I PENDAHULUAN Ancaman pembangunan ekonomi ekstraktif dan pembangunan infrastruktur yang mengkonversi lahan-lahan produktif pertanian, atau mengubah pertanian skala rumah tangga menjadi skala korporasi. Banyak media memberitakan atas hasil olah data BPS 2012 yang melaporkan adanya konversi lahan pangan sejumlah 100.000 ha/tahun, dan jumlah petani berkurang 3,1 juta/tahun (7,42% populasi). Akan tetapi kebijakan pemerintah di banyak kabupaten di Indonesia seakan menutup mata proses penghilangan lahan pangan ini. (Kompas, 12 Juni 2012). A. Latar Belakang Kajian ini menjelaskan tentang manajemen konflik berbasis komunitas dengan pemanfaatan CDR (Community Dispute Responsibility) sebagai instrumen berbasis komunitas dalam manajemen konflik tambang pasir besi di Kulon Progo. Konflik merupakan hal yang sangat rentan terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat. Konflik tambang pasir besi Kulon Progo merupakan konflik Sumber Daya Alam (SDA) yang sudah lama berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan instrumentasi CDR (Community Dispute Responsibility) dalam manajemen konflik berbasis komunitas pada konflik tambang pasir besi di Kulon Progo. Meskipun konflik tersebut sudah lama berlangsung namun penelitian ini tetap menarik karena terdapat perkembangan relasi kuasa antar aktor di lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir besi sekarang ini. Berikut ini peneliti sajikan uraian secara komprehensif terkait latar belakang yang menjadikan penelitian ini menarik dan perlu dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

  • Upload
    dothu

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

1

BAB I

PENDAHULUAN

Ancaman pembangunan ekonomi ekstraktif dan

pembangunan infrastruktur yang mengkonversi

lahan-lahan produktif pertanian, atau mengubah

pertanian skala rumah tangga menjadi skala

korporasi. Banyak media memberitakan atas

hasil olah data BPS 2012 yang melaporkan

adanya konversi lahan pangan sejumlah 100.000

ha/tahun, dan jumlah petani berkurang 3,1

juta/tahun (7,42% populasi). Akan tetapi

kebijakan pemerintah di banyak kabupaten di

Indonesia seakan menutup mata proses

penghilangan lahan pangan ini. (Kompas, 12

Juni 2012).

A. Latar Belakang

Kajian ini menjelaskan tentang manajemen konflik berbasis

komunitas dengan pemanfaatan CDR (Community Dispute Responsibility)

sebagai instrumen berbasis komunitas dalam manajemen konflik tambang

pasir besi di Kulon Progo. Konflik merupakan hal yang sangat rentan terjadi

dalam kehidupan sosial masyarakat. Konflik tambang pasir besi Kulon

Progo merupakan konflik Sumber Daya Alam (SDA) yang sudah lama

berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan instrumentasi

CDR (Community Dispute Responsibility) dalam manajemen konflik

berbasis komunitas pada konflik tambang pasir besi di Kulon Progo.

Meskipun konflik tersebut sudah lama berlangsung namun penelitian ini

tetap menarik karena terdapat perkembangan relasi kuasa antar aktor di

lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

besi sekarang ini. Berikut ini peneliti sajikan uraian secara komprehensif

terkait latar belakang yang menjadikan penelitian ini menarik dan perlu

dilakukan.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

2

Konflik ini memuncak saat pengesahan kontrak antara Pemerintah

Kabupaten Kulon Progo dengan investor yang akan menambang pasir besi

di lahan pesisir pantai Kulon Progo pada akhir tahun 2008. Kebijakan

pemerintah yang dinilai masyarakat tidak pro rakyat membuat rakyat

semakin marah dan tidak terima akan kebijakan tersebut. Kawasan

masyarakat yang dijadikan tambang pasir besi oleh pemerintah dan swasta

membuat masyarakat pro dan kontra. Masyarakat yang kontra terhadap

penambangan adalah mereka yang sehari-harinya menggantungkan dirinya

bekerja menjadi petani penggarap lahan pantai. Sedangkan mereka yang pro

penambangan adalah sekelompok masyarakat yang mendukung keberadaan

tambang pasir besi oleh PT. JMI, juga masyarakat yang tergabung dalam

Sekretariat Bersama Petani Penggarap Tanah Pakualam dan juga

masyarakat yang tidak berprofesi sebagai petani penggarap lahan pantai

serta tidak terkena dampak langsung dengan adanya penambangan pasir besi

di pesisir pantai Kulon Progo. Adapun pihak swasta yang berperan dalam

penambangan pasir besi adalah PT. Jogja Magasa Iron (JMI) di mana

pemilik saham terbesarnya adalah Sri Sultan Hamengku Buwono X serta

Pakualam IX.1

Pemerintah berdalih bahwa dengan adanya proyek penambangan

pasir besi di Kulon Progo akan meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup

masyarakat setempat namun jika dikaji lebih lanjut masyarakat sangat

paham akan dampak yang ditimbulkan akibat penambangan pasir. Rusaknya

ekosistem laut terutama lahan pesisir pantai yang menurut masyarakat

menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan sehingga masyarakat sangat

khawatir mereka akan kehilangan mata pencahariannya sebagai petani

penggarap lahan pantai. Masyarakat juga takut jika dampak penambangan

berakibat pada sumur-sumur yang mereka miliki akan menjadi asin karena

intrusi air laut ke daratan (karena tidak adanya pembatas lagi), air sumur

1 Data diambil dari riset Eka Zuni Lusi Astuti yang kemudian dipublikasikan dalam “Jurnal Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Volume 16 Nomor 1 pada bulan Juli tahun 2012 (62-74). Tulisan ini merupakan perngembangan dari hasil penelitian penulis pada tahun 2010 yang berjudul “Konflik Pasir Besi: Studi tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam di Pesisir Pantai Selatan Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo”.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

3

yang asin tidak akan bisa digunakan untuk mengairi lahan pertanian mereka,

selain itu air sumur yang asin akan mengganggu reproduksi perempuan.

Bentuk protes ataupun demonstrasi yang mereka lakukan tidak lain adalah

bentuk resistensi masyarakat Kulon Progo terhadap kebijakan pemerintah

yang tidak memihak kepada mereka.2

Pemerintah lebih memilih dan mendukung elit politik serta pemilik

modal dalam hal ini pihak swasta yaitu PT. JMI yang dimiliki oleh Sri

Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alaman IX. Masyarakat yang

diwakili dalam sebuah komunitas berusaha memperjuangkan haknya yang

diberi nama PPLP-KP 3 (Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo),

komunitas masyarakat ini berupaya untuk melakukan advokasi ke berbagai

pihak untuk mengakomodir kepentingan kolektif maupun kepentingan

masyarakat sekitar tambang pasir Kulon Progo. Sudah tidak terhitung

berapa kali PPLP-KP melakukan protes ke pemerintah namun aspirasi

mereka kurang didengar. PPLP-KP juga beraliansi dengan beberapa LSM

untuk merealisasikan usaha penolakan penambangan pasir di pesisir pantai

Kulon Progo. Pesisir pantai Kulon Progo memiliki garis pantai sepanjang

±1,8 kilometer dengan kondisi tanah yang berupa pasir.4

Lahan pasir seluas 2000 meter dari permukaan laut diperkirakan

mencapai 3600 hektare (Anshori, 2011) dan sebanyak 2500 hektar

digunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Potensi yang dimiliki

daerah Kulon Progo ini membuat daerah ini menjadi incaran berbagai pihak.

Selain kesuburan daerah Kulon Progo, banyak penelitian yang membuktikan

bahwa tanah pasir yang berada di pesisir pantai mengandung Titanium.

Penelitian pada proyek penambangan sudah direncanakan sejak tahun 1973.

Pemerintah serta investor masing-masing memiliki kepentingan terhadap

potensi yang dimiliki Kulon Progo. Sedangkan PT. Jogja Magasa Iron

merupakan korporasi yang dimiliki oleh keluarga Sultan yang memang

2 ibid 3 Petani penggarap lahan pantai Kulon Progo merupakan kelompok tani terbesar yang menolak

dan muncul akibat penambangan pasir besi Kulon Progo. 4 ibid

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

4

memiliki kepentingan khusus terhadap pasir besi Kulon Progo. Adanya

kepentingan tersebut disinyalir untuk kepentingan komersil dalam rangka

menambah pundi-pundi kekayaan yang dimiliki keluarga Keraton. Oleh

karena itu Sultan memihak pada korporasi keluarga ini yaitu PT. Jogja

Magasa Iron. Kekompakan pemerintah dan juga pihak korporasi membuat

posisi masyarakat Kulon Progo khususnya petani lahan pantai sangat sulit.

Sulit bagi mereka untuk memperjuangkan haknya bahkan mereka memaksa

Bupati dan Ketua DPR untuk membatalkan kesepakatan antara pemerintah

Kabupaten Kulon Progo dengan pemilik modal.5

Tarik ulur kepentingan pemerintah propinsi, korporasi dan juga

masyarakat semakin menyebabkan konflik pasir besi semakin sulit

diselesaikan. Sultan dan Pakualam memihak PT. Jogja Magasa Iron karena

menurut pihak mereka lahan pantai yang digunakan sebagai mata

pencaharian petani lahan pantai sehari-hari merupakan Sultan Ground dan

Pakualam Ground6 sehingga para penguasa ini merasa dengan bebas dapat

mengambil alih lahan menguntungkan yang notabene menjadi mata

pencaharian masyarakat selama berpuluh tahun. Masyarakat pesisir sangat

bergantung dengan lahan pesisir pantai. Pergulatan kepentingan antara

korporasi dan petani saling memperebutkan produksi pasir besi selain

karena mendatangkan keuntungan secara komersil bagi korporasi, pasir besi

juga mampu menopang kehidupan ekonomi masyarakat lahan pantai. Begitu

sulitnya masyarakat mengakses hak mereka sehingga komunitas masyarakat,

PPLP-KP (Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo) melakukan

berbagai macam upaya advokasi ke berbagai pihak untuk mencari dukungan

serta solusi dari konflik tambang pasir besi. PPLP-KP terbentuk tahun 2006

dan berfungsi sebagai gerakan sosial (social movement) dan gerakan politik

5 ibid 6 Sultan Ground merupakan tanah yang selama ini diakui oleh masyarakat DIY sebagai milik

Kesultanan yang meliputi tanah keprabon (tanah untuk bangunan istana dan pendukungnya) dan bukan keprabon (tanah yang digunakan penduduk/lembaga dengan hak dan tanpa alas hak). Sedangkan Pakualam Ground merupakan tanah yang selama ini diakui oleh masyarakat DIY sebagai milik Kadipaten Pakualam meliputi tanah keprabon dan bukan keprabon. Sultan Ground (SG) dan Pakualam Ground (PAG) memiliki pengertian tanah milik Sultan/Pakualam secara pribadi.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

5

(political movement) dari para petani lahan pantai yang ingin

memperjuangkan haknya.7

Banyak kendala yang dihadapi komunitas masyarakat seperti

PPLP-KP dalam memperjuangkan hak petani. Selain adanya tekanan dari

korporasi dan pemerintah setempat baik pemerintah lokal maupun

pemerintah propinsi juga harus menghadapi persepsi masyarakat yang pro

terhadap privatisasi penambangan pasir ini. Masyarakat yang bersifat pro

setuju dan mendukung segala kebijakan yang dikendalikan oleh Sultan

sehingga pengaruh Sultan seringkali sulit dihindarkan dari benak mereka.

Selain membawa dampak negatif bagi masyarakat setempat yaitu

penggusuran pemukiman penduduk, tergesernya lahan pertanian,

masyarakat juga sangat khawatir dengan adanya proyek tambang pasir besi

karena benteng yang digunakan untuk memecah ombak akan hilang

sehingga potensi dilanda tsunami semakin besar. Kekhawatiran masyarakat

makin parah ditambah dengan adanya Undang-Undang Tata Ruang

Kabupaten Kulon Progo yang menyebutkan bahwa kawasan pesisir pantai

diperuntukkan untuk kawasan pertambangan. Konflik juga berkepanjangan

karena menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 disebutkan bahwa

masyarakat berhak mengelola sepanjang lahan pesisir karena masyarakat

memiliki sertifikat sah tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Pemerintah

lebih pro pada kepentingan korporasi yang berupaya mendapatkan

keuntungan namun tidak memperhatikan kesejahteraan masyarakat pesisir

pantai.8

Berbagai upaya yang dilakukan masyarakat untuk memperjuangkan

hak-haknya selalu tidak berhasil karena kekuatan pemerintah. Pemerintah

selalu menghindar ketika dimintai penjelasan serta pertanggungjawaban

bahkan pemerintah masih tetap saja melegalkan penambangan pasir besi di

kawasan pesisir pantai. Ditambah lagi dengan keputusan Kementerian

ESDM yang sudah sepakat dan mendukung konsep perubahan

7 ibid 8 ibid

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

6

pengembangan dan pengelolaan proyek pengolahan pasir besi satu-satunya

di pulau Jawa. Meskipun area yang dibangun menjadi pabrik terbatas yaitu

di wilayah timur desa Karangwuni, kecamatan Wates yang memang sudah

dibebaskan, masyarakat tetap berupaya menolak sekuat tenaga keberadaan

pabrik yang akan semakin diperluas.9

Masyarakat yang tergabung dalam PPLP-KP (Paguyuban Petani

Lahan Pantai Kulon Progo) terus berusaha melakukan advokasi demi

masyarakat meskipun sering menemukan ‘jalan buntu’. Namun hal ini tidak

menghentikan langkah PPLP-KP sebagai komunitas masyarakat untuk terus

menyuarakan aspirasinya pada pemerintah. Seringkali PPLP-KP melakukan

demonstrasi menuntut ketegasan sikap pemerintah dan pada akhirnya tidak

menghasilkan apa-apa karena tidak ada respon dari pihak pemerintah.

PPLP-KP terus menyuarakan aspirasi masyarakat untuk mempertahankan

hak-hak mereka dan juga menolak keberadaan PT. Jogja Magasa Iron di

kawasan tambang pasir besi Kulon Progo. Tidak adanya ketegasan sikap

dan kepedulian pemerintah terhadap masyarakat. Kebijakan pemerintah

lebih pro pada korporasi penguasa dibandingkan dengan nasib masyarakat

yang ada di kawasan tersebut. Saat itu, banyaknya korban mogok makan

dalam demonstrasi serta beberapa petani lahan pasir yang ditangkap polisi

membuat masyarakat semakin marah dan anti terhadap pemerintah.

Masyarakat menuntut pemerintah untuk segera membebaskan petani lahan

pasir yang ditahan.10 Pemerintah berdalih kebijakan penambangan berasal

dan diputuskan oleh pusat sehingga pemerintah propinsi kurang memiliki

kewenangan dalam memutuskan kebijakan.

Meskipun pemerintah bersikeras memberikan pengertian kepada

masyarakat bahwa kelak dengan adanya keberadaan proyek tambang pasir

besi akan membawa dampak positif bagi masyarakat yaitu terbukanya

lapangan pekerjaan, menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta akan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir pantai. Masyarakat juga

9 ibid 10 ibid

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

7

bersikeras bahwa dengan adanya proyek tersebut akan membawa dampak

negatif lebih banyak dibandingkan dampak positif. Hilangnya lahan

pertanian pesisir pantai yang biasanya digunakan untuk bercocok tanam dan

juga berkebun, akan hilangnya benteng pemecah ombak yang digunakan

untuk mencegah potensi tsunami, tergesernya lahan pemukiman warga

masyarakat pesisir pantai, sumur-sumur mereka yang akan menjadi asin

karena air laut sehingga air sumur tidak dapat digunakan untuk kehidupan

sehari-hari dan juga membahayakan kesehatan serta reproduksi perempuan

di kawasan tersebut. Dengan adanya proyek tambang pasir besi juga akan

membuat lahan pesisir pantai tidak lagi subur seperti sebelumnya sehingga

diperlukan waktu lama untuk mengembalikan tanah pesisir pantai untuk

subur kembali.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana fisibilitas implementasi Community

Dispute Responsibility (CDR) dalam penyelesaian konflik tambang pasir

besi di Kulon Progo?”

C. Tujuan Penelitian

Creswell (2010) mengemukakan bahwa tujuan penelitian

merupakan kumpulan pernyataan yang menjelaskan sasaran-sasaran,

maksud-maksud atau gagasan-gagasan umum diadakannya suatu penelitian.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi berbagai karakteristik dan watak CDR yang

digunakan dalam manajemen konflik berbasis komunitas di proyek

tambang pasir besi.

2. Mendapatkan deskripsi dan realitas secara jelas terkait konflik yang

terjadi antara pemerintah, korporasi dan masyarakat dalam proyek

tambang pasir besi.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

8

3. Menjelaskan proses resistensi masyarakat terhadap pemerintah

Kabupaten Kulon Progo dan juga PT. Jogja Magasa Iron.

4. Menjelaskan pihak-pihak yang terkait seperti PPLP-KP, LSM, LBH,

Walhi serta pemerintah setempat.

5. Menunjukkan implikasi dari adanya manajemen konflik berbasis

komunitas dan berbagai gerakan sosial dari pihak masyarakat sekitar

serta komunitas masyarakat terhadap keberlangsungan lingkungan

pesisir Kulon Progo.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain:

1. Memberikan deskripsi terkait konflik yang terjadi dan pengembangan

resolusi konflik melalui fisibilitas implementasi Community Dispute

Responsibility (CDR) yang dilakukan.

2. Mengetahui adanya proses manajemen konflik berbasis komunitas pada

konflik tambang pasir besi di Kulon Progo melalui implementasi

Community Dispute Responsibility (CDR).

E. Literature Review

Dalam penelitian ini juga digunakan beberapa literature review

yang dijadikan acuan dan komparasi terhadap fokus penelitian yang akan

dijelaskan dalam tulisan ini. Pembahasan terkait pengelolaan Sumber Daya

Alam (SDA) sudah banyak dikaji namun terdapat beberapa hal yang

membedakan penelitian ini dengan beberapa penelitian lain yang pernah

dipaparkan maupun dipublikasikan sebelumnya. Dalam Jurnal Ilmu Sosial

dan Politik Volume 16 tahun 2012 yang berjudul “Konflik Pasir Besi: Pro

dan Kontra Rencana Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Kulon Progo”

yang membahas tentang pertarungan kepentingan antara pemerintah

Kabupaten dan masyarakat setempat dalam hal pengelolaan sumber daya

alam di daerah pesisir.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

9

Selain itu dijelaskan juga dalam Tesis yang berjudul “Potensi

Konflik Pengelolaan Sumber Daya Alam Papua” (Studi tentang

Pengoperasian PT. BP LNG Tangguh di Daerah Kepala Burung Propinsi

Papua) terkait pengelolaan sumber minyak bumi dan gas di daerah Kepala

Burung oleh BP Tangguh yang berada dalam wilayah tanah adat milik

masyarakat setempat. Belum ada kesepakatan jelas antara BP Tangguh

dengan seluruh masyarakat adat pemilik lokasi penambangan namun

pemerintah lebih dahulu memberikan ijin. Potensi konflik didominasi oleh

kepemilikan hak atas tanah yang belum diakui penuh oleh pemerintah

sehingga menimbulkan kekhawatiran masyarakat akan keterlibatan militer

di dalamnya. Upaya meminimalkan konflik dilakukan secara simultan dan

bersama-sama antara pemerintah, BP Tangguh, masyarakat adat setempat

dengan membangun kesamaan persepsi di antara semua pihak yang terlibat.

Terdapat pula Tesis yang berjudul “Manajemen Konflik dalam

Kasus Pertanahan di Kabupaten Labuhan Batu” (Studi Kasus PT. Grahadura

Leidong Prima dengan Masyarakat Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh

Hulu dan Masyarakat Desa Sukarame Kecamatan Kualuh Leidong)

menjelaskan bahwa penyebab terjadinya konflik pertanahan yaitu

ketidaksesuaian luas areal dalam pemberian hak guna usaha, penyimpangan

prosedur dalam kegiatan pembebasan tanah, ketidakjelasan batas tanah,

tumpang tindih kepemilikan dan sebagainya sehingga pemerintah

melakukan manajemen konflik terhadap penyelesaian masalah pertanahan

tersebut dengan melakukan pendekatan konsiliasi, mediasi dan arbitrasi.

Tesis lain yang berjudul “Organisasi sebagai Sarana Manajemen Konflik

Common Pool Resources” (Kasus Pengelolaan Konflik Nelayan di Pantai

Depok, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) dibahas

mengenai manajemen konflik yang digunakan oleh organisasi 45 dengan

membolehkan (enabling) nelayan andon untuk mengambil ikan di pantai

dan melarang (constraining) dalam memanfaatkan lahan pantai untuk

kegiatan produktif sedangkan masyarakat asli dibolehkan untuk melakukan

keduanya. Beberapa riset sebelumnya menjelaskan tentang deskripsi konflik

yang terjadi, pengelolaan konflik dan juga resolusi konflik yang dilakukan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

10

oleh beberapa stakeholder seperti pemerintah contohnya pemerintah daerah,

pihak yang berlaku sebagai mediator, sedangkan dalam tesis saya akan

dibahas mengenai manajemen konflik berbasis komunitas dengan

background pemanfaatan atau intrumentasi tools yang dinamakan CDR

(Community Dispute Responsibility) sebagai pengembangan resolusi konflik

tambang pasir besi di Kulon Progo di mana masyarakat yang tergabung

dalam komunitas-komunitas yang bergerak dan melakukan perjuangan

memiliki peran penting dan memiliki preferensi arah pengembangan

resolusi konflik menurut mereka sendiri yang kemudian menarik untuk

diteliti.

PENELITIAN ISI

Jurnal Ilmu Sosial dan Politik

Volume 16 tahun 2012 yang

berjudul “Konflik Pasir Besi: Pro

dan Kontra Rencana

Penambangan Pasir Besi di

Kabupaten Kulon Progo” Oleh

Eka Zuni Lusi Astuti

Pertarungan kepentingan antara

pemerintah Kabupaten dan masyarakat

setempat dalam hal pengelolaan

sumber daya alam di daerah pesisir.

Tesis yang berjudul “Potensi

Konflik Pengelolaan Sumber

Daya Alam Papua” (Studi tentang

Pengoperasian PT. BP LNG

Tangguh di Daerah Kepala

Burung Propinsi Papua) Oleh:

Margaretha Safkaur tahun 2005

Pengelolaan sumber minyak bumi dan

gas di daerah Kepala Burung oleh BP

Tangguh yang berada dalam wilayah

tanah adat milik masyarakat setempat.

Belum ada kesepakatan jelas antara BP

Tangguh dengan seluruh masyarakat

adat pemilik lokasi penambangan

namun pemerintah lebih dahulu

memberikan ijin.

Tesis yang berjudul “Manajemen

Konflik dalam Kasus Pertanahan

di Kabupaten Labuhan Batu”

(Studi Kasus PT. Grahadura

Leidong Prima dengan

Masyarakat Desa Air Hitam

Kecamatan Kualuh Hulu dan

Masyarakat Desa Sukarame

Kecamatan Kualuh Leidong)

Oleh: Abdi Yoso tahun 2005

Penyebab terjadinya konflik

pertanahan yaitu ketidaksesuaian luas

areal dalam pemberian hak guna

usaha, penyimpangan prosedur dalam

kegiatan pembebasan tanah,

ketidakjelasan batas tanah, tumpang

tindih kepemilikan dan sebagainya

sehingga pemerintah melakukan

manajemen konflik terhadap

penyelesaian masalah pertanahan

tersebut dengan melakukan

pendekatan konsiliasi, mediasi dan

arbitrasi.

Tesis yang berjudul “Organisasi Manajemen konflik yang digunakan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

11

sebagai Sarana Manajemen

Konflik Common Pool

Resources” (Kasus Pengelolaan

Konflik Nelayan di Pantai Depok,

Kabupaten Bantul, Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta)

Oleh: Tri Lindawati tahun 2010

oleh organisasi 45 dengan

membolehkan (enabling) nelayan

andon untuk mengambil ikan di pantai

dan melarang (constraining) dalam

memanfaatkan lahan pantai untuk

kegiatan produktif sedangkan

masyarakat asli dibolehkan untuk

melakukan keduanya.

F. Kerangka Teori

1. Community Dispute Responsibility (CDR)

Community Dispute Responsibility (CDR) merupakan salah satu

mekanisme penyelesaian konflik atau sengketa secara alternatif. Salah

satu karakteristik proses penyelesaian konflik atau sengketa tersebut

adalah menggunakan cara-cara non litigasi atau di luar pengadilan.

Selain itu, cara-cara tersebut biasanya selain biayanya murah juga

berlangsung secara cepat dan lebih fleksibel. Penyelesaian semacam ini

dapat digunakan sebagai solusi dan alternatif di tengah masyarakat saat

kondisi proses pengadilan sedang carut marut dan mulai dipertanyakan

akuntabilitas serta kredibilitasnya.

Permasalahan terkait sengketa ataupun konflik tidak dapat

terlepas dari kehidupan bermasyarakat karena sudah menjadi bagian

dari kehidupan manusia. Dapat dikatakan sengketa terjadi antar sesama

keluarga, rekan bisnis, antar teman, suami-istri, dan sebagainya.11

“Like conflict, Alternative Dispute Resolution (ADR) permeates

our lives. Everyone engages in ADR everyday: you negotiate

with your co-worker about where to go to lunch, you call in your

neighbor to “mediate” as you and your spouse try to reach

agreement on what color to paint the living room, you arbitrate

by deciding whether your son or your daughter will get the

11 Widipto Setiadi. “Penyelesaian Sengketa melalui Alternative Dispute Resolution (ADR)”, dalam

http://www.legalitas.org/node/21.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

12

family car for the evening based on the strength of their

respective arguments.”12

Konflik dapat terjadi dalam kehidupan sederhana manusia setiap

harinya. Misalnya kita bernegosiasi dengan asisten kita terkait di mana

kita akan makan siang, kita bernegosiasi dengan anak saat mereka harus

berkendara malam berikut dengan cara mereka mempertahankan

argumennya. Sengketa yang terjadi perlu untuk dicari penyelesaiannya.

Penyelesaian tersebut dapat melalui dua cara yaitu litigasi (melalui

pengadilan) maupun non litigasi (di luar pengadilan). Kelompok

masyarakat seperti PPLP-KP terbentuk karena gagasan-gagasan yang

sama tentang penolakan keberadaan tambang pasir besi. Berkaitan

dengan terbentuknya kelompok masyarakat tersebut baik bentuknya

komunitas, organisasi, paguyuban dan semacamnya yang melakukan

upaya bersama seperti penolakan terhadap keberadaan tambang pasir

besi, penolakan terhadap upaya pemerintah daerah menurut Sigmeund

Freud dalam Sarlito Wirawan (2008: 137) berpendapat ada beberapa

fungsi dari kelompok itu sendiri yaitu:

a. Fungsi kelompok masyarakat adalah untuk menghambat dan

me-repress impuls-impuls naluri perorangan. Ketertiban

masyarakat ditentukan atas kemampuan ego-ego masyarakat

yang bersangkutan untuk menyesuaikan dengan tuntutan

masyarakat yang berlaku.

b. Manusia dan lingkungan sosialnya selalu berada dalam konflik

yang tiada henti. Masyarakat berada di atas kepentingan

individu.

c. Keadilan sosial timbul dari perasaan saling membutuhkan dan

saling memenuhi antar anggota masyarakat.

d. Pranata-pranata sosial seperti hukum dan agama dibentuk untuk

melindungi umat manusia dan masyarakat dari perilaku dan

insting-insting agresif.

12 Cathy A. Costantino, Christina Sickles Merchant. Foreword by William L. Ury. “Designing

Conflict Management Systems (A Guide to Creating Productive and Healthy Organizations)”.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

13

Selain itu, dengan berkelompok maka pranata-pranata sosial seperti

sikap sosial berdasarkan persamaan nasib dan budaya dibentuk untuk

melindungi setiap anggota kelompok masyarakat dari perilaku dan

insting-insting agresif yang dianggap sebagai ancaman bersama.

Masyarakat menganggap dengan mereka bersatu dan membentuk

PPLP-KP, mereka akan mempunyai kekuatan untuk melindungi diri

dari kekhawatiran akan perasaan termarjinalkan dari tempat tinggalnya

akibat adanya proyek tambang pasir besi.

Dalam bukunya, Cathy A. Costantino, Christina Sickles

Merchant menjelaskan bahwa terdapat enam prinsip untuk sistem

penyelesaian sengketa. Adapun enam prinsip tersebut digambarkan

pada gambar di bawah ini:

Pertama adalah fokus terhadap kepentingan. Hal ini berarti

setiap penyelesaian sengketa harus dimulai dengan proses (baik

negosiasi langsung atau melalui mediasi) di mana terdapat pihak yang

mencoba untuk memecahkan masalah dengan menggunakan tawar

menawar berbasis kepentingan. Hal tersebut adalah cara terbaik untuk

menemukan solusi yang dapat memuaskan semua pihak. Hanya ketika

cara tersebut tidak berhasil, kemudian dapat beralih ke proses berbasis

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

14

hak (seperti arbitrasi) atau proses berbasis kekuasaan (seperti pemilu).

Kedua, pemenuhan hak-hak berbiaya rendah dan dukungan

kekuasaan. Arbitrasi, voting dan protes merupakan alternatif berbiaya

rendah untuk pemenuhan hak-hak dan kontes atau ajang kekuasaan.

Meskipun hal tersebut lebih banyak memerlukan biaya dibandingkan

negosiasi, ketiga hal tersebut lebih menekan biaya daripada melakukan

ajudikasi maupun kekerasan. Ketiga, membangun loop-back untuk

negosiasi. Strategi yang berbasis hak-hak dan kekuasaan untuk

menyelesaikan sengketa jarang perlu dimainkan sampai

akhir. Sebaliknya, apabila telah jelas siapa yang akan menang, pihak

dapat kembali (yang Cathy A. Constantino dan Sickles Merchant

menyebutnya loop-back pada negosiasi untuk mengembangkan solusi

yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka, serta hak-hak

mereka). Sebuah contoh umum dari proses loop-back tersebut adalah

ketika pihak menyelesaikan gugatan di luar pengadilan. Dengan begitu,

menjadi jelas pihak yang akan menang, hal ini menguntungkan bagi

kedua belah pihak untuk menghindari biaya dan ketidakpastian litigasi

lebih lanjut, dan menegosiasikan solusi untuk sengketa mereka.

Keempat, membangun konsultasi sebelumnya, kemudian

feedback (umpan balik) setelahnya. Meningkatkan pembagian informasi

adalah strategi dasar dalam mengatasi semua konflik. Mekanisme

konsultasi dan umpan balik di antara pihak memberikan konsistensi dan

metode pembagian informasi yang dapat diandalkan. Kelima,

pengaturan prosedur dalam urutan biaya rendah hingga biaya

tinggi. Sistem resolusi konflik biasanya memiliki serangkaian

langkah. Jika seseorang memiliki keluhan atau konflik dengan orang

lain atau suatu organisasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah

mencoba menyelesaikannya sendiri, dan kemudian mencari bantuan

dari seorang pengacara, dan sebagainya. Ury, Brett, dan Goldberg

menyarankan bahwa dengan mengatur prosedur penyelesaian sengketa

dalam urutan biaya rendah hingga ke biaya tinggi dapat mengurangi

kemungkinan terjadinya eskalasi secara cepat. Meminimalkan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

15

kecenderungan ke arah eskalasi cepat memiliki manfaat dalam

mengurangi pertikaian dan meningkatkan keyakinan pada kemampuan

sistem untuk menyelesaikan dasar konflik.

Keenam, perlunya pemenuhan motivasi, keterampilan, dan

sumber daya. Sebuah alternatif sistem dapat berfungsi hanya jika orang

masuk ke dalamnya. Orang menciptakan kebiasaan, dan hal ini

merupakan batas limit untuk perubahan sistemik berbasis

luas. Meskipun mungkin ada perlawanan aktif dari beberapa kelompok

terhadap sistem sengketa-resolusi baru, masalah yang lebih besar adalah

menyebar keterampilan, pengetahuan, dan kebiasaan yang dapat

memperkuat sistem baru. Hal tersebut merupakan tugas para elit dalam

konflik, dan pihak ketiga sebagai penengah untuk menyediakan sumber

daya dan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kerjasama dengan

sistem baru.

Terdapat enam kategori yang menjadi pilihan dari Alternative

Dispute Resolution (ADR) yaitu: pencegahan (preventive), negosiasi

(negotiated), fasilitasi (facilitated), pencarian fakta (fact finding),

penasehat (advisory), imposed. Adapun penjelasan kategori tersebut

akan dijelaskan dalam gambar berikut ini:

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

16

Gambar 1. Dinamika teknik Alternative Dispute Resolution (ADR)

Metode preventive digunakan untuk mendahului adanya perselisihan,

mekanisme penyelesaian sengketa tersebut diputuskan terlebih dahulu

oleh pihak untuk mengatur cara dan upaya penanganan perselisihan

atau konflik. Metode negosiasi termasuk yang didasarkan pada

kepentingan (juga dikenal sebagai prinsip saling menguntungkan, win-

win solution), posisi (menang-kalah didasarkan pada kekuasaan) dan

pemecahan masalah (problem solving) yaitu menyepakati masalah yang

akan diselesaikan serta menetapkan agenda penyelesaian masalah yang

biasanya menggunakan prinsip-prinsip metode tersebut. Metode

fasilitasi melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral untuk membantu

pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai resolusi konflik yang

memuaskan pihak-pihak yang bertikai. Metode pencarian fakta

mungkin akan mengikat atau tidak mengikat tergantung kesepakatan

yang telah disetujui para pihak yang terlibat. Metode advisory, ditandai

dengan adanya keterlibatan pihak ketiga yang bersifat netral (biasanya

dipilih oleh pihak-pihak yang terlibat) yang dapat mengulas aspek-

Imposed ADR

- binding arbitration Preventive ADR

- ADR clauses

- Partnering

- Consensus building

- Negotiated rule

making

- Joint problem solving

Advisory ADR:

- Early neutral

evaluation

- Private judging

- Summary jury trials

- Minitrials

- Nonbinding arbitration

Fact finding ADR

- Neutral expert fact

finding

- Masters

- Magistrates

Negotiated ADR

- Principled

- Positional

- Problem

solving

Facilitated ADR

- Mediated

- Conciliation

- Ombudsperson

n

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

17

aspek sengketa dan memberikan pendapat atau nasehat untuk

kemungkinan hasil yang dapat dicapai. Metode terakhir adalah imposed

di mana pihak ketiga membuat keputusan yang mengikat terkait

keuntungan atau manfaat dari sengketa. Perhatian ke arah penyelesaian

konflik berdasarkan community based approach menjadi sebuah pilihan

yang perlu dikembangkan. Peralihan paradigma pengelolaan konflik

dari pendekatan kekuasaan menuju pendekatan komunitas pada

awalnya harus melalui sebuah perdebatan konseptual yang panjang.

Misalnya oleh Thomas Hobbes, salah satu pemikir yang menegaskan

kapasitas masyarakat dalam mengatur dirinya sendiri.

Penyelesaian konflik menggunakan Community Dispute

Responsibility (CDR) termasuk jenis penyelesaian sengketa non litigasi

karena putusannya di luar pengadilan dan bersifat informal. Meskipun

begitu, keputusan yang dihasilkan tetap bersifat mengikat dan

disepakati atas persetujuan masing-masing pihak yang berkonflik. Cara

paling mudah dan sederhana dalam menyelesaikan konflik adalah

masing-masing pihak yang berkonflik menyelesaikan konflik itu sendiri.

Kemudian cara lain yang dapat digunakan adalah menggunakan jalur

formal yaitu proses pengadilan dan jalur informal di mana Community

Dispute Responsibility (CDR) termasuk di dalamnya.

Community Dispute Responsibility (CDR) dapat dikatakan

sebagai konsep yang berbentuk penyelesaian konflik melalui proses

selain peradilan, melalui cara-cara yang sah menurut hukum baik

berdasarkan pendekatan konsensus seperti negosiasi, mediasi dan

konsiliasi maupun tidak berdasarkan konsensus seperti arbitrasi yang

berlangsung atas dasar pendekatan adversarial (pertikaian) yang

menyerupai proses peradilan sehingga menghasilkan adanya pihak yang

menang dan pihak yang kalah. Penyelesaian konflik secara konsensus

dilakukan dengan menekankan pada upaya musyawarah mufakat,

kekeluargaan, perdamaian dan sebagainya. Semacam Alternative

Dispute Resolution (ADR) atau dalam istilah Indonesia diterjemahkan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

18

menjadi Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), CDR digunakan oleh

masyarakat untuk memperoleh keputusan dengan segala prosesnya dan

berbagai macam cara sehingga keputusan tersebut dapat diterima oleh

masing-masing pihak yang berkonflik. Dalam banyak permasalahan

biasanya, orang lebih suka mengusahakan suatu dialog (musyawarah)

dan meminta pihak ketiga, kepala desa atau suku untuk bertindak

sebagai mediator (perantara), konsiliator atau bahkan sebagai arbiter.

Dalam hal ini CDR dapat digunakan oleh komunitas-komunitas yang

ada di masyarakat untuk memperoleh penyelesaian dalam suatu konflik.

Komunitas masyarakat melakukan upaya untuk mendapatkan hak

masyarakat yang aspirasinya disuarakan pada komunitas tersebut.

Advokasi yang sudah dilakukan komunitas masyarakat seperti PPLP-

KP baik advokasi dengan pemerintah setempat maupun pemerintah

pusat. Bila mempersempit lingkungan organisasi maka dua orang pakar

penulis dari Amerika Serikat ini yaitu, Cathy A Constantino, dan

Chistina Sickles Merchant mengatakan dengan kata-kata yang lebih

sederhana, bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses

mengekspresikan ketidakpuasan, ketidaksetujuan, atau harapan-harapan

yang tidak terealisasi. Kedua penulis tersebut sepakat bahwa konflik

pada dasarnya adalah sebuah proses.

2. Manajemen Konflik

Manajemen konflik adalah mengatur, membimbing dan

memimpin semua orang yang menjadi bawahannya agar usaha yang

sedang dikerjakan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan

reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik.

Manajemen konflik termasuk dalam suatu pendekatan yang berorientasi

pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi termasuk

tingkah laku dari pelaku maupun pihak luar dan cara mereka

mempengaruhi kepentingan (interest) dan interpretasi. Bagi pihak luar

(di luar pihak yang berkonflik) sebagai pihak ketiga yang diperlukan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

19

adalah informasi yang akurat tentang situasi dan kondisi konflik. Hal ini

karena komunikasi afektif diantara pelaku dapat terjadi jika ada

kepercayaan terhadap pihak ketiga. Simon Fisher (2000) menyatakan

bahwa ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam usaha

mengendalikan konflik dalam upaya membangun manajemen konflik.

Adapun upaya-upaya tersebut antara lain:

a. Pencegahan konflik yaitu suatu upaya yang bertujuan untuk

mencegah timbulnya konflik yang lebih keras. Intinya adalah

berusaha agar potential conflict tidak ‘meletus’ menjadi actual

conflict.

b. Pengelolaan konflik yaitu suatu usaha yang bertujuan untuk

membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong

perubahan perilaku yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

c. Resolusi konflik yaitu suatu bentuk usaha untuk menangani

sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru

dan bisa bertahan lama di antara kelompok-kelompok yang

bermusuhan.

d. Transformasi konflik yaitu suatu upaya yang dilakukan untuk

mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih

luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif menjadi kekuatan

sosial dan politik yang positif. Dengan kata lain berupaya untuk

mentransformasikan potential conflict menjadi hal yang positif

bagi masyarakat yang bersangkutan.

Misi awalnya adalah untuk memperagakan kemungkinan-

kemungkinan merubah paradigma dan metode-metode dari

penyelesaian konflik melalui konfrontasi dan permusuhan yang

digunakan dalam kehidupan bermasyarakat dalam komunitas kearah

penyelesaian dan pemecahan konflik yang lebih kontekstual dengan

mengelola akar permasalahan yang menyebabkan terjadinya atau ter-

ekskalasi-nya konflik (Nasdian, 2004).

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

20

Menurut Nasdian (2004) proses mengelola konflik akhirnya

melibatkan pula unsur-unsur pencegahan konflik itu sendiri (conflict

anticipation), analisis konflik, penyiapan kondisi untuk menyelesaikan

konflik sampai pada pelaksanaan berbagai pilihan penyelesaian

termasuk misalnya melalui negosiasi. Sedangkan proses penyelesaian

konflik dilakukan dengan mendayagunakan pertemuan-pertemuan

diupayakan utnuk mencapai rekonsiliasi atau perdamaian, pemecahan

perselisihan dan penyelesaian bersama. Pada kesempatan tersebut dapat

pula dilakukan proses-proses lain seperti mediasi, fasilitasi dan

negosiasi.

Keterampilan manajemen konflik untuk mengubah situasi

konflik menjadi sesuatu yang produktif. Sebuah konflik yang awalnya

sangat sederhana tetapi apabila tidak segera diselesaikan atau salah

dalam melakukan pendekatan penyelesaian maka konflik tersebut dapat

menjadi sebuah konflik yang rumit dan kompleks sehingga sulit untuk

diselesaikan dan menemukan jalan tengah yang bersifat win-win

solution. Fisher mempunyai pandangan bahwa resolusi konflik

menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan

baru dan yang bisa tahan lama di antara kelompok-kelompok yang

bermusuhan. Apabila konflik sudah mencapai kesepakatan atau

konsensus maka tidak akan berdampak pada konflik yang berkelanjutan

sehingga kedua belah pihak merasa tidak direndahkan dan

dipermalukan dengan adanya kesepakatan bersama atau konsensus yang

telah disetujui. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa konflik

dapat diselesaikan apabila masing-masing pihak dapat melakukan

perubahan terhadap posisi, kepentingan dan pola pikir masing-masing

pihak.

Resolusi konflik adalah upaya menemukan cara agar dapat

bergerak dari posisi yang zero sum dan destruktif menuju kondisi

positif sum dan konstruktif. Tujuannya adalah membangun proses

penyelesaian konflik yang dapat diterima oleh semua pihak dan efektif

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

21

dalam menyelesaikan konflik (Azar dan Burton, 1986). Resolusi

konflik dimaksudkan Burton sebagai upaya transformasi hubungan

yang berkaitan dengan mencari jalan keluar dari suatu perilaku

konfliktual sebagai suatu hal yang utama. Ada perbedaan antara

resolusi sebagai perlakuan (treatment) terhadap persoalan akar konflik

dengan resolusi sebagai penanganan (settlement) konflik dengan cara-

cara paksa (coercive) atau dengan cara tawar-menawar (bargaining)

atau perundingan (negotiation). Beberapa strategi yang dilakukan untuk

melakukan pengembangan resolusi konflik antara lain yaitu Konsiliasi

di mana semua pihak berdiskusi dan berdebat secara terbuka untuk

mencapai kesepakatan tanpa ada pihak-pihak yang mendominasi dan

memonopoli pembicaraan bahkan memaksakan kehendak. (Dahrendorf,

1959). Konsiliasi dilakukan dengan mengidentifikasi masalah serta

memahami fakta dan keadaan, mendiskusikan masalah, merundingkan

penyelesaian konflik dan memahami kebutuhan masing-masing pihak

sehingga dapat dicapai kesepakatan yang disetujui satu sama lain.

Kemudian Mediasi di mana kedua pihak mencari pihak ketiga sebagai

mediator atau penasehat namun rujukan atau nasehatnya tidak bersifat

mengikat (Dahrendorf, 1959). Mediasi juga merupakan intervensi pihak

ketiga dalam konflik yang tujuannya membawa konflik pada suatu

kesepakatan yang dapat diterima oleh masing-masing pihak dan

konsisten dengan apa yang telah disepakati bersama.

Manajemen konflik yang dilakukan dalam konteks ini dilakukan

oleh komunitas sehingga dikatakan sebagai manajemen konflik berbasis

komunitas. PPLP-KP sebagai komunitas masyarakat yang berupaya

“menyambung lidah” masyarakat baik pada pihak perusahaan maupun

pada pemerintah. PPLP-KP mempunyai banyak fungsi dan juga peran

jika dilihat dari perspektif masyarakat. Selain itu, PPLP-KP juga

memanfaatkan atau menginstrumentasikan CDR (Community Dispute

Responsibility) sebagai upaya untuk melakukan manajemen konflik

agar menemukan jalan tengah antara pemerintah, korporasi, masyarakat

dan stakeholder lainnya yang terkait dengan konflik tersebut.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

22

Berhubung konflik yang terjadi bukan hanya konflik vertikal saja tetapi

juga konflik horizontal sehingga dibutuhkan instrumentasi suatu upaya

yang disebut CDR (Community Dispute Responsibility). Konflik yang

muncul ke permukaan tidak hanya berupa aksi perlawanan petani

kepada pemerintah terkait dengan kegiatan proyek tambang pasir besi

tetapi juga konflik-konflik lain dengan korporasi dan juga pihak-pihak

lain yang terkait dengan penambangan pasir besi. Keterlibatan

masyarakat yang diwakili suaranya oleh komunitas masyarakat sangat

berperan dalam instrumentasi CDR (Community Dispute Responsibility)

dalam manajemen konflik berbasis komunitas di tambang pasir besi

Kulon Progo.

3. Resolusi Konflik

Robbins (1996) dalam Organization Behavior menjelaskan

bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya

ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh

atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh

negatif. Sedangkan teori sumber konflik seperti yang dikemukakan

Fisher, et al (2000: 8-9) adalah:

a. Teori hubungan masyarakat, yang menganggap bahwa konflik

disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan

permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu

masyarakat. Sasarannya yaitu meningkatkan komunikasi dan saling

pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta

mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling

menerima keragaman yang ada di dalamnya.

b. Teori kebutuhan manusia, menganggap bahwa konflik yang

berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental

dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering

menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan,

partisipasi, dan otonomi. Sasarannya adalah mengidentifikasi dan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

23

mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi,

serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.

c. Teori negosiasi prinsip, menganggap bahwa konflik disebabkan

oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan

tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.

Sasarannya adalah membantu pihak yang berkonflik untuk

memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan

memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan

kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap.

Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan

kedua belah pihak atau semua pihak.

d. Teori identitas, berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas

yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau

penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasarannya

adalah melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak

yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman

dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan

rekonsiliasi di antara mereka.

e. Teori kesalahpahaman antar budaya, berasumsi bahwa konflik

disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di

antara berbagai budaya yang berbeda. Sasarannya adalah

menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai

budaya pihak lain, mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki

tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antar

budaya.

f. Teori transformasi konflik, berasumsi bahwa konflik disebabkan

oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang

muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasarannya

adalah mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan

ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi,

meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara

pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

24

mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian,

pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.

Sedangkan resolusi konflik merupakan bagian dari manajemen

konflik yang sangat penting. Selain resolusi konflik juga terdapat

pencegahan dan transformasi konflik. Ketiga hal tersebut mempunyai

peran penting dalam proses manajemen konflik. Bloomfield dan Reilly

(1998) 13 mengemukakan bahwa:

“Conflict management is the positive and constructive handling

of difference and divergence. Rather than advocating methods

for removing conflict, (it) addresses the more realistic question

of managing conflict: how to deal with it in a constructive way,

how to bring opposing sides together in a cooperative process,

how to design a practical, achievable, cooperative system for

constructive management of difference.”

Resolusi dalam Webster Dictionary menurut Levine (1998: 3)

adalah tindakan mengurai suatu permasalahan, pemecahan,

penghapusan atau penghilangan permasalahan. Resolusi konflik adalah

upaya menemukan cara agar dapat bergerak dari posisi yang zero sum

dan destruktif menuju kondisi positif sum dan konstruktif. Tujuannya

adalah membangun proses penyelesaian konflik yang dapat diterima

oleh semua pihak dan efektif dalam menyelesaikan konflik (Azar dan

Burton, 1986). Mengenai resolusi konflik dalam kenyataan banyak

dilakukan dengan cara represif dan jarang dilakukan dengan

memanfaatkan potensi pengetahuan lokal.

Teori resolusi konflik dikembangkan dari teori atau pendekatan

konflik itu sendiri. Miall, Ramsbotham dan Woodhouse (2000:7-33),

menawarkan banyak alternatif tentang resolusi konflik, mulai dari

pemikiran klasik hingga pada pemikiran kontemporer. Pemikiran

resolusi konflik berangkat dari asumsi bahwa konflik sebagai aspek

13 D. Bloomfield and Ben Reilly. 1998. The Changing Nature of Conflict and Conflict Management. In Peter Harris and Ben Reilly (1998) Democracy in Deep-rooted Conflict. Stockholm: Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA), hlm 18.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

25

intrinsik yang tidak mungkin dihindarkan dari perubahan sosial.

Weitzman & Weitzman (dalam Morton & Coleman 2000: 197)

mendefinisikan resolusi konflik sebagai sebuah tindakan pemecahan

masalah bersama (solve a problem together). Berbeda dengan Fisher et

al (2001: 7) yang menjelaskan bahwa resolusi konflik adalah usaha

menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan

baru yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang berseteru.

Menurut Mindes (2006: 24) resolusi konflik merupakan kemampuan

untuk menyelesaikan perbedaan dengan yang lainnya dan merupakan

aspek penting dalam pembangunan sosial dan moral yang memerlukan

keterampilan dan penilaian untuk bernegoisasi, kompromi serta

mengembangkan rasa keadilan. Dari pemaparan teori menurut para ahli

tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan

resolusi konflik adalah suatu cara individu untuk menyelesaikan

masalah yang sedang dihadapi dengan individu lain secara sukarela.

Sedangkan Bodine dan Crawford (Jones dan Kmitta, 2001: 2)

merumuskan beberapa macam kemampuan yang sangat penting dalam

menumbuhkan inisiatif resolusi konflik antara lain:

a. Kemampuan orientasi

Kemampuan orientasi dalam resolusi konflik meliputi

pemahaman individu tentang konflik dan sikap yang

menunjukkan anti kekerasan, kejujuran, keadilan, toleransi,

harga diri.

b. Kemampuan persepsi

Kemampuan persepsi adalah suatu kemampuan seseorang untuk

dapat memahami bahwa tiap individu dengan individu yang

lainnya berbeda, mampu melihat situasi seperti orang lain

melihatnya (empati) dan menunda untuk menyalahkan atau

memberi penilaian sepihak.

c. Kemampuan emosi

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

26

Kemampuan emosi dalam resolusi konflik mencakup

kemampuan untuk mengelola berbagai macam emosi, termasuk

di dalamnya rasa marah, takut, frustasi dan emosi negatif

lainnya.

d. Kemampuan komunikasi

Kemampuan komunikasi dalam resolusi konflik meliputi

kemampuan mendengarkan orang lain yaitu memahami lawan

bicara, berbicara dengan bahasa yang mudah dipahami dan me-

resume atau menyusun ulang pernyataan yang bermuatan

emosional ke dalam pernyatan yang netral atau kurang

emosional.

e. Kemampuan berfikir kreatif

Kemampuan berfikir kreatif dalam resolusi konflik meliputi

kemampuan memahami masalah untuk memecahkan masalah

dengan berbagi macam alternatif jalan keluar.

f. Kemampuan berfikir kritis

Kemampuan berfikir kritis dalam resolusi konflik yaitu suatu

kemampuan untuk memprediksi dan menganalisis situasi

konflik yang sedang dialami.

Tidak jauh berbeda, Scannell (2010: 18) juga menyebutkan

aspek-aspek yang mempengaruhi individu untuk dapat memahami dan

meresolusi sebuah konflik meliputi keterampilan berkomunikasi,

kemampuan menghargai perbedaan, kepercayaan terhadap sesama dan

kecerdasan emosi. Oleh karena itu, dari pemaparan ahli tersebut di atas

dapat diketahui bahwa dalam proses resolusi konflik diperlukan

kemampuan-kemampuan tertentu untuk mencari solusi konflik secara

konstruktif. Kemampuan tersebut diantaranya adalah kemampuan

orientasi, kemampuan persepsi atau menghargai perbedaan,

kemampuan emosi atau kecerdasan emosi, kemampuan berkomunikasi,

kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan berfikir kritis.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

27

Resolusi konflik juga menyarankan penggunaan cara-cara yang

lebih demokratis dan konstruktif untuk menyelesaikan konflik dengan

memberikan kesempatan pada pihak-pihak yang berkonflik untuk

memecahkan masalah mereka oleh mereka sendiri atau dengan

melibatkan pihak ketiga yang bijak, netral dan adil untuk membantu

pihak-pihak yang berkonflik memecahkan masalahnya. Resolusi

konflik dimaksudkan Burton sebagai upaya transformasi hubungan

yang berkaitan dengan mencari jalan keluar dari suatu perilaku

konfliktual sebagai suatu hal yang utama. Secara umum penyelesaian

konflik dapat dilakukan melalaui dua cara yaitu melalui mekanisme

pengadilan (litigation process) dan penyelesaian di luar pengadilan

(non litigation process). Akan tetapi proses litigasi mendapat banyak

protes. Menurut (Wijoyo, 1998) terdapat proses pengadilan “adversarial”

atau berlangsung atas dasar saling bermusuhan atau pertikaian antara

para pihak. Proses pengadilan selalu menghasilkan bentuk penyelesaian

yang menempatkan salah satu pihak sebagai pemenang (a winner) dan

pihak lain sebagai pihak yang kalah (a loser). Dengan dasar asumsi itu

penyelesaian konflik mencari bentuk lain yaitu penyelesaian di luar

pengadilan ini dikenal dengan nama Alternative Dispute Resolution.

Konsep Alternative Dispute Resolution ini merupakan ekspresi

responsif atas ketidakpuasan penyelesaian konflik melalui proses

litigasi yang konfrontatif. Ada perbedaan antara resolusi sebagai

perlakuan (treatment) terhadap persoalan akar konflik dengan resolusi

sebagai penanganan (settlement) konflik dengan cara-cara paksa

(coercive) atau dengan cara tawar-menawar (bargaining) atau

perundingan (negotiation). Pada hakekatnya resolusi konflik dipandang

sebagai upaya penanganan sebab akibat konflik dan berusaha

membangun hubungan baru yang bisa tahan lama di antara kelompok-

kelompok bermusuhan. Beberapa strategi yang dilakukan untuk

melakukan pengembangan resolusi konflik antara lain yaitu konsiliasi

di mana semua pihak berdiskusi dan berdebat secara terbuka untuk

mencapai kesepakatan tanpa ada pihak-pihak yang mendominasi dan

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

28

memonopoli pembicaraan bahkan memaksakan kehendak (Dahrendorf,

1959). Konsiliasi dilakukan dengan mengidentifikasi masalah serta

memahami fakta dan keadaan, mendiskusikan masalah, merundingkan

penyelesaian konflik dan memahami kebutuhan masing-masing pihak

sehingga dapat dicapai kesepakatan yang disetujui satu sama lain.

Kemudian mediasi di mana kedua pihak mencari pihak ketiga sebagai

mediator atau penasehat namun rujukan atau nasehatnya tidak bersifat

mengikat (Dahrendorf, 1959). Mediasi juga merupakan intervensi pihak

ketiga dalam konflik yang tujuannya membawa konflik pada suatu

kesepakatan yang dapat diterima oleh masing-masing pihak dan

konsisten dengan apa yang telah disepakati bersama. Selain itu, karena

pentingnya keberimbangan kekuatan bagi resolusi konflik, bukan tidak

biasa jika pihak ketiga bersikap memihak di dalam kontroversi yang

mereka tengahi. Sebelum pihak-pihak yang berkonflik termotivasi

untuk berusaha menuju ke arah penyelesaian, mereka seringkali perlu

merasakan bahwa diri dan lawannya memiliki kekuatan yang relatif

berimbang. Salah satu hal yang bisa dilakukan oleh pihak ketiga dalam

hal ini adalah menyeimbangkan situasi yang menampakkan adanya

perbedaan kekuatan dengan memihak kepada pihak yang lebih lemah,

paling tidak untuk sementara. Pelaku konflik memandang diri mereka

memiliki kekuatan yang seimbang mungkin akan melihat situasi ini

sebagai ‘kemandekan’ yang mendorong mereka untuk menerapkan

taktik-taktik problem solving, termasuk berkolaborasi dengan pihak

ketiga. Sebagai contoh, dengan menyarankan agar pembicaraan

dilakukan di tempat pihak yang lebih lemah atau bahkan dengan

menampakkan sikap lebih cocok dengan kepentingan dan pendirian

pihak yang lebih lemah, pihak ketiga mungkin akan mampu

menciptakan kondisi yang lebih ideal untuk melakukan problem

solving.14 Dahrendorf menjelaskan konflik sangat erat berkaitan dengan

dua hal yaitu otoritas atau kekuasaan dan kepentingan. Menurut

14 G. Pruitt, Jeffrey Z. Rubin. 1986. Social Conflict (Escalation, Stalemate and Settlement). McGraw-Hill, Inc.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

29

Dahrendorf konflik merupakan akibat dari adanya ketimpangan dalam

distribusi kekuasaan yang dilakukan secara sistematis. Sementara

otoritas dan kepentingan merupakan dua hal saling berkaitan yang

menjadi pemicu terjadinya konflik. Kekuasaan telah melahirkan dua hal

yaitu yang berkuasa dan dikuasai, di antara dua hal tersebut muncul dua

hal berbeda yang saling bertabrakan kemudian menjadi pemicu konflik

(dikutip dalam Ritzer, 2007: 154-155).

Pada awal mula konflik masih sering diwarnai banyaknya

pertikaian yang terjadi antara beberapa pihak dan tidak jarang juga

menimbulkan korban sehingga pihak yang mengupayakan resolusi

konflik berusaha untuk menemukan waktu dan situasi yang tepat untuk

memulai (entry point) proses pengembangan resolusi konflik. Hal yang

selanjutnya harus dilakukan adalah melakukan transformasi konflik

dengan tujuan untuk mengalihkan permusuhan ke arah proses

perdamaian. Untuk melakukan transformasi konflik masing-masing

pihak harus mengurangi tuntutannya agar dapat tercapai penyelesaian

yang memadai. Oleh karena itu, cara kolaborasi atau kerjasama sangat

berguna jika masing-masing pihak yang mempunyai tujuan berbeda

tetapi kompromi belum mungkin akan dilakukan (Santoso, 2002).

Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik

secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.

Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang

keras. Kemudian, Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri

perilaku kekerasan melalui persetujuan damai. Sedangkan Pengelolaan

Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan

mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

Tahap selanjutnya adalah Resolusi Konflik, yaitu menangani sebab-

sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa

tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan. Tahap

terakhir adalah Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber

konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

30

kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik

yang positif. Tahapan-tahapan di atas merupakan satu kesatuan yang

harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing

tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik

akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.

Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

Sebagai landasan pemahaman dan pedoman dalam upaya memahami

permasalahan penelitian secara umum berikut penekanan beberapa variabel

yang akan diteliti sehingga dengan adanya pemaparan di atas maka dapat

disimpulkan bahwa batasan konseptual variabel yang digunakan adalah:

1. Community Dispute Responsibility (CDR) merupakan suatu konsep

di mana penyelesaian konflik dilakukan melalui proses selain

peradilan (non litigasi) yaitu melalui cara-cara yang sah menurut

hukum baik berdasarkan pendekatan konsensus seperti negosiasi,

mediasi dan konsiliasi maupun tidak berdasarkan konsensus seperti

arbitrasi yang berlangsung atas dasar pendekatan adversarial yang

menyerupai proses peradilan sehingga menghasilkan adanya pihak

yang menang dan pihak yang kalah. Penyelesaian konflik secara

konsensus dilakukan dengan menitikberatkan pada upaya

musyawarah mufakat, kekeluargaan, perdamaian dan sebagainya.

Oleh karena itu, fisibilitas CDR terlihat dari progresivitas karakter

atau watak, kelemahan hingga tantangan dalam implementasinya.

Dengan setting konflik tambang pasir besi Kulon Progo, maka

dalam hal ini peneliti menekankan pada upaya penyelesaian konflik

yang berkepanjangan melalui implementasi CDR yang dapat

diidentifikasi fisibilitasnya melalui karakteristik dan wataknya.

Adanya prinsip yang harus dipenuhi serta aturan main yang harus

dilakukan oleh para pihak yang berkonflik. Selain itu, aktor-aktor

yang yang berkonflik masing-masing memiliki kekuatan (bargaining

position) sehingga harus dicari penyelesaian yang bersifat win-win

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

31

solution melalui upaya implementasi CDR sesuai dengan prinsip dan

prasyaratnya (Cathy A Constantino, Christina S Merchant, 1996).

2. Manajemen Konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi baik

dari pihak internal maupun eksternal konflik. Dalam penelitian ini,

peneliti secara spesifik menjelaskan bahwa manajemen konflik yang

diupayakan pada konflik tambang pasir besi di Kulon Progo yaitu

manajemen konflik berbasis komunitas, di mana wadah atau

organisasi yang diakomodir oleh masyarakat diberikan ruang dan

keleluasaan untuk menyelesaikan konflik menggunakan modal

kekuatan yang dimiliki baik yang bersifat material maupun

immaterial. Komunitas yang bergerak di sini adalah PPLP-KP yang

bersifat dinamis dan memiliki SDM serta relasi yang menjanjikan

untuk penyelesaian konflik.

3. Resolusi Konflik merupakan pengelolaan konflik dan penyelesaian

konflik yang dapat diterima oleh masing-masing pihak. Adapun

resolusi konflik dalam penelitian ini digunakan peneliti sebagai ‘pintu

masuk’ untuk menganalisa model penyelesaian konflik yang

dilakukan tanpa melalui proses litigasi karena dalam penelitian ini,

peneliti secara spesifik membahas CDR yang merupakan bagian

ataupun tools lain dari bentuk alternatif resolusi konflik.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

32

I. Kerangka/Alur Pemikiran

Penjelasan singkat:

Aktor besar yang berkonflik memperebutkan kuasa atas Sumber Daya

Alam yaitu tambang pasir besi menimbulkan konflik berkepanjangan dan

bersifat fluktuatif sehingga dari pihak masyarakat menginisiasi alternatif

SDA

Pasir Besi

Masyarakat

(PPLP-KP)

Negara

Swasta

PT. JMI

Konflik SDA

Pemetaan Aktor

& Pemetaan

Konflik

CDR

Resolusi

Konflik

Manajemen

Konflik Ala

PPLP-KP

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

33

resolusi konflik menurut versi mereka dengan manajemen konflik berbasis

komunitas PPLP-KP melalui fisibilitas implementasi Community Dispute

Responsibility (CDR). Selain itu terdapat beberapa faktor yang menjadi

modal PPLP-KP memiliki kekuatan untuk meredam konflik dan

mengembangkan relasi dengan modal yang mereka miliki.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang

menggunakan metode studi kasus. Penelitian kualitatif merupakan

jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui

prosedur statistik atau bentuk hitung lainnya. Selain itu, penelitian

kualitatif dapat menjadi sumber bagi deskripsi dan eksplanasi terkait

proses-proses yang terjadi dalam konteks lokal karena melalui

penelitian kualitatif, peneliti memasuki dunia informan serta mencari

perspektif informan sehingga peneliti dapat menjalin hubungan

keakraban dengan informan karena dengan begitu, peneliti dapat

mengetahui konstruksi konflik pasir besi yang terjadi di lapangan.

Penggunaan metode studi kasus sendiri bermula dari kerangka

pemikiran awal terjadinya konflik hingga proses eskalasinya yang

digunakan yang bertujuan untuk mengupayakan penyelesaian

konflik melalui implementasi CDR sebagai bagian dari ADR serta

menganalisa kelemahan CDR yang menghambat proses terjadinya

resolusi konflik dengan community based approach.

Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian

berdasarkan suatu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam,

mendetail, dan komprehensif (Moleong, 2009)Keunggulan-

keunggulan penggunaan metode studi kasus antara lain:

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

34

a. Studi kasus dapat memberikan informasi yang penting

mengenai hubungan antar konsep serta proses-proses yang

membutuhkan penjelasan dan pemahaman yang lebih luas.

b. Studi kasus memberikan kesempatan untuk memperoleh

wawasan mengenai konsep-konsep dasar perilaku manusia

melalui penyelidikan intensif peneliti dapat menemukan

karakteristik dan hubungan-hubungan yang mungkin tidak

diharapkan atau diduga sebelumnya.

c. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan

yang sangat berguna sebagai dasar untuk membangun latar

permasalahan bagi perencanaan penelitian yang lebih besar

dan mendalam dalam rangka pengembangan ilmu-ilmu sosial.

Metode studi kasus juga tidak terlepas dari beberapa

kelemahan antara lain:

(1) Pada konteks yang dilakukan selama ini, studi kasus masih

kurang memberikan dasar yang kuat untuk melakukan suatu

generalisasi ilmiah.

(2) Kedalaman studi yang dilakukan tanpa disadari ternyata

justru mengorbankan tingkat keluasan yang seharusnya

dilakukan sehingga sulit digeneralisasikan dengan keadaan

yang berlaku umum.

(3) Studi kasus memiliki kecenderungan kurang mampu

mengendalikan bias subjektivitas peneliti. Kasus yang dipilih

untuk diteliti lebih cenderung pada sifat dramatiknya bukan

karena sifat khas yang dimilikinya sehingga pandangan

subjektivitas peneliti dikhawatirkan terlalu jauh mencampuri

hasil penelitian.

Beberapa alternatif yang merupakan terobosan-terobosan

cerdas yang kemudian diambil oleh (Yin, 2003) untuk mengatasi

beberapa kelemahan studi kasus yaitu: Pertama, studi kasus harus

signifikan. Hal tersebut berarti kasus yang diangkat mengisyaratkan

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

35

sebuah keunikan dan memang khas serta menyangkut kepentingan

publik atau masyarakat umum. Oleh karena itu bukan hanya

disebabkan sifat dramatiknya saja. Kedua, studi kasus harus lengkap.

Kelengkapan ini terdiri dari beberapa hal yaitu:

a) Kasus yang diteliti mempunyai batas-batas yang jelas yaitu

terdapat perbedaan yang jelas antara fenomena dan

konteksnya.

b) Tersedianya bukti-bukti relevan yang meyakinkan.

c) Mempermasalahkan ketiadaan kondisi buatan tertentu yaitu

meskipun menghadapi berbagai keterbatasan, kasus yang

diangkat haruslah diselesaikan secara tuntas. 15

Penelitian kualitatif merupakan data yang dikumpulkan baik

berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini

disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu,

semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa

yang diteliti. Sejalan dengan pendapat tersebut, penulis bertujuan

untuk mendapatkan data dalam wawancara dari orang-orang yang

dianggap mampu memberikan jawaban yang diinginkan, serta

menuangkannya dalam bentuk deskripsi. Penelitian kualitatif juga

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan, dan lain-lain (Sugiyono, 2008). Secara holistik, dan dengan

cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai

metode alamiah. Penelitian ini berusaha memahami fenomena

manajemen konflik berbasis komunitas dengan instrumentasi CDR

(Community Dispute Responsibility) sebagai pengembangan resolusi

konflik pada tambang pasir besi di Kulon Progo.

15Robert K. Yin. 2003. Metode Penelitian Studi Kasus. Jakarta: Raja Grafindo

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

36

2. Sumber Data

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di

lapangan baik melalui wawancara kepada masyarakat. Data

sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari dokumen

baik pribadi maupun resmi, buku, jurnal, modul, laporan

pertanggungjawaban baik dari instansi maupun sebagainya. Sumber

data yang ingin ditemukan dalam penelitian ini adalah kondisi

lingkungan dan setting atau tempat di mana konflik berlangsung.

Kemudian informan baik dari pihak komunitas masyarakat maupun

pihak lain yang terkait seperti korporasi dan pemerintah setempat.

Selain itu, peneliti juga mengumpulkan dokumen baik sifatnya

tertulis maupun tidak tertulis.

Sumber data diperoleh secara bergulir atau snow ball dari

informan kunci yang telah peneliti wawancarai sebelumnya.

Penelitian diawali dengan penggalian informasi dari tokoh-tokoh

formal. Informan mempunyai arti orang yang diperkirakan

menguasai dan memahami data, informasi maupun fakta dari konflik

tambang pasir besi yang terjadi. Data yang ingin ditemukan dalam

penelitian ini adalah informasi yang diperoleh dari informan yang

terlibat dalam proses manajemen konflik berbasis komunitas pada

tambang pasir besi di Kulon Progo. Peneliti juga menggunakan

observasi untuk mengamati proses interaksi sosial masyarakat dalam

komunitas saat melakukan proses manajemen konflik berbasis

komunitas dengan instrumentasi CDR (Community Dispute

Responsibility) serta dokumen tertulis dan tidak tertulis yang

mendukung argumentasi.

Peneliti tidak berniat membatasi jumlah informan yang

menjadi subjek penelitian namun mementingkan ketercukupan data

untuk menjawab pertanyaan penelitian. Peneliti memutuskan jumlah

informan telah cukup dan tidak perlu ditambah apabila terjadi

pengulangan data. Menurut Sugiyono (2011) menjelaskan bahwa

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

37

penentuan informan dianggap telah memadai apabila telah sampai

kepada taraf redundancy (kejenuhan data, penambahan informan

tidak menambah informasi baru).

3. Teknik Pengumpulan Data

Setting penting dalam penelitian ini adalah fisibilitas

implementasi CDR dalam penyelesaian konflik tambang pasir besi.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dibutuhkan berbagai jenis

sumber data yang dapat digunakan untuk menganalisa terkait

karakteristik dan watak CDR dalam penyelesaian konflik. Oleh

karena itu, data ditemukan dari informasi yang dilakukan dengan:

1) Wawancara

Proses wawancara menggunakan bantuan pedoman

umum wawancara sehingga data yang peneliti butuhkan dari

informan tidak terlewatkan. Menurut Bungin (2011: 110)

mengungkapkan bahwa metode pengumpulan data kualitatif

yang paling independen salah satunya adalah wawancara

mendalam (in-depth interview). Peneliti menggunakan

bantuan alat perekam berupa voice recorder untuk

mendokumentasikan wawancara agar tidak terdapat

hambatan pada proses wawancara dengan informan dalam

penelitian. Pengamatan atau observasi dalam penelitian ini

menggunakan teknik observasi. Dokumentasi yang

digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang

sudah diolah dalam bentuk arsip tertulis.

2) Observasi lapangan

Observasi dilakukan untuk menggali informasi tidak

tertulis dalam interaksi sosial antar para aktor yang terlibat di

dalam aktivitas politik informal seperti manajemen konflik

berbasis komunitas. Namun juga bisa bersifat formal ketika

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

38

komunitas masyarakat melakukan advokasi hingga ke

pemerintah pusat. Teknik ini juga akan melengkapi informasi

dokumentasi yang belum dapat diperoleh dari teknik

wawancara serta menemukan dokumentasi baik tertulis

maupun tidak tertulis. Dalam obervasi ini yang menjadi fokus

peneliti adalah kesesuaian pernyataan informan yang

berhubungan dengan situasi dan kondisi lokasi tambang pasir

besi serta lingkungan tempat tinggal informan. Hasil

observasi tersebut berupa catatan tertulis ataupun rekaman

audio visual yang berguna untuk mempertajam data yang

didapatkan.

3) Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan melihat atau

menganalisa dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek

penelitian sendiri maupun oleh orang lain terkait dengan

subjek penelitian. Beberapa fakta dan data tersimpan dalam

bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data

yang biasanya tersedia adalah surat-surat, catatan atau

dokumen harian, laporan, foto dan sebagainya. Sifat utama

data ini tidak terbatas pada ruang dan waktu sehingga

memberikan peluang pada peneliti untuk mengetahui hal-hal

yang pernah terjadi di waktu silam.

4. Instrumen Penelitian

Berkaitan dengan proses collecting data (pengumpulan data),

peneliti membutuhkan instrumen sebagai alat bantu penelitian.

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Pedoman Wawancara

Pedoman wanwancara digunakan agar wawancara

yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

39

Pedoman wawancara ini disusun tidak hanya berdasarkan

tujuan penelitian tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti. Adapun informan dalam

penelitian ini adalah:

1. Masyarakat Kulon Progo dari kelompok yang pro dan

kontra terhadap penambangan pasir besi untuk

mengetahui lebih jauh terkait realita konflik yang terjadi,

proses penyelesaian konflik yang berbasis komunitas

serta sistem sosial masyarakat setempat dalam

memandang resolusi konflik menggunakan CDR.

2. Aktivis STTB (Solidaritas Tolak Tambang Pasir Besi)

dan FKMA (Forum Komunikasi Masyarakat Agraris)

untuk mendapatkan informasi lebih jauh terkait relasi atau

jaringan, aktivitas dan resolusi konflik berbasis komunitas

yang diupayakan.

3. Akademisi untuk mendapatkan analisisnya atas konflik

dan resolusi konflik melalui implementasi CDR.

4. NGO yang bergerak di bidang lingkungan untuk

mengetahui peran serta sejauh apa keterlibatannya dalam

menangani konflik tambang pasir besi di Kulon Progo.

5. Masyarakat Kulon Progo yang ditemui secara acak dalam

rangka mencari sejauh mana upaya resolusi konflik

melalui fisibilitas implementasi CDR. Batasan

masyarakat ditentukan sampai pada data jenuh

(redundancy) yang didapatkan.

b. Pedoman Observasi

Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat

melakukan observasi atau pengamatan sesuai tujuan

penelitian. Pedoman observasi disusun berdasarkan hasil

observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan

observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara serta

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

40

pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan informasi yang

muncul saat wawancara berlangsung.

c. Alat Perekam

Penggunaan kamera untuk tujuan dokumentasi

sekaligus menggunakan voice recorder untuk merekam

selama kegiatan wawancara berlangsung. Alat perekam

berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara agar peneliti

dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa

harus banyak berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari

subjek. Pada pengumpulan data, alat perekam baru dapat

digunakan setelah mendapat ijin dari subjek penelitian untuk

menggunakan alat tersebut selama wawancara berlangsung.

5. Teknik Analisis Data

Setelah keseluruhan data yang diperlukan terkumpul, untuk

menjawab rumusan masalah maka data tersebut perlu dianalisis

dengan menggunakan teknik kualitatif. Adapun langkah-langkah

yang ditempuh dalam teknik analisa data yang dilakukan dalam

penelitian ini sebagai berikut:

a. Reduksi data dimaksudkan untuk memilih dan memilah data

mentah yang masih beragam untuk dikelompokkan dalam

pokok-pokok persoalan sesuai fokus penelitian. Tujuannya

agar data yang sama segera terkelompok pada bagian yang

relevan dan mudah ditelusuri jika diperlukan.

b. Kemudian data data yang tersusun secara sistematis di-

display. Data-data yang di-display berupa tabel, matriks,

grafik dan sebagainya. Dengan demikian peneliti dapat

mempelajari data dengan mudah dan tidak terbebani oleh

banyaknya data.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

41

c. Pengambilan kesimpulan atau verifikasi data atas pertanyaan

penelitian. Data-data yang telah disusun sedemikian rupa

dikaitkan dengan pola, model, hubungan kausalitas atau

sebab akibat dan persamaan pendapat lain akan muncul

kesimpulan dari objek yang telah diteliti.

Dalam bukunya Qulitative Inquiry and Research Design:

Choosing, Among Five Traditions menurut John W. Creswell (1998)

proses analisa data dalam studi kasus tidak berbeda dengan

penelitian kualitatif lainnya. Lebih lanjut Creswell menjelaskan

bahwa untuk studi kasus analisisnya terdiri dari deskripsi terinci

terkait kasus serta settingnya. Apabila suatu kasus menunjukkan

kronologis suatu peristiwa maka menganalisisnya memerlukan

banyak sumber data untuk menentukan bukti pada setiap fase dalam

evolusi kasusnya. Terlebih lagi untuk setting kasus yang unik

hendaknya informasi dianalisa untuk menentukan bagaimana

peristiwa terjadi sesuai dengan settingnya sehingga dengan demikian

data-data yang diperoleh dari lapangan kemudian dideskripsikan

secara terinci dengan terlebih dahulu menjelaskan setting sosial

historis dari peristiwa atau kasus yang menjadi objek dalam

penelitian ini.

H. Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan dipaparkan dalam lima bab yaitu:

Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang

terjadinya konflik, deskripsi konflik yang terjadi dan alasan pemilihan topik,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, literature review

terkait manajemen konflik SDA, kerangka teori, definisi kontekstual,

definisi operasional, metode penelitian dan sistematika penulisan bab pada

penelitian manajemen konflik berbasis komunitas pada konflik tambang

pasir besi di Kulon Progo.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103347/potongan/S2-2016... · lapangan dan juga peran komunitas masyarakat terkait pertambangan pasir

42

Bab II dalam bab ini akan dibahas secara lengkap terkait deskripsi daerah

penelitian, gambaran umum, profil masyarakat serta kasus terkait

manajemen konflik berbasis komunitas, gerakan sosial yang dilakukan

komunitas serta konflik sosial yang terjadi serta pihak-pihak atau aktor yang

terlibat dan bertikai.

Bab III Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai hasil penelitian untuk

menjelaskan otoritas dan peran yang dimiliki pihak yang terlibat,

kemunculan gerakan masyarakat (social movement) utamanya gerakan yang

dilakukan oleh komunitas PPLP-KP di sekitar tambang serta kepentingan

pada konflik yang terjadi di lapangan dengan studi kasus konflik yang

terjadi pada tambang pasir besi di Kulon Progo,

Bab IV menjelaskan terkait detail hasil penelitian lapangan berdasarkan

kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan fenomena konflik yang

terjadi kemudian pemaparan manajemen konflik berbasis komunitas dan

menganalisa upaya pengembangan resolusi konflik yang dilakukan pihak

komunitas masyarakat. Penjelasan mengenai elaborasi pengembangan

resolusi konflik dan transformasi konflik serta manajemen konflik berbasis

komunitas dengan background instrumentasi Community Dispute

Responsibility (CDR).

Bab V Kesimpulan dan Saran untuk menjawab rumusan masalah yang telah

disebutkan dalam Bab I. Kesimpulan dari hasil penelitian juga akan

dihubungkan dengan kerangka teori yang digunakan. Bab ini juga meliputi

kritik terhadap teori yang digunakan jika memang temuan di lapangan

menunjukkan fenomena baru.