33
BAB I PENDAHULUAN Perhatian Bab 1 ini adalah untuk memberikan gambaran tujuan dan kondisi di lapangan tentang konflik apartemen. Konflik ini sudah berlangsung kurang lebih dua tahun dan belum menemukan penyelesaian yang riil. Pada bab ini akan diutarakan latar belakang konflik, kajian pendahulu yang berkaitan dengan tata ruang kota, kajian teoretis dan metode yang digunakan dalam penelitian ini. A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota suatu daerah selalu menyisakan satu pertanyaan penting. Pertanyaan itu berupa mampuka kota itu di masa mendatang memberi kehidupan layak pada rakyatnya? Sudah lebih dari tiga dasawarsa diskusi semacam ini mengusik para pemikir dan perancang tata ruang kota. Selama itu pula belum ada jawaban maupun tindakan nyata untuk mengubah wajah ruang kota secara saksama. Akibatnya perkembangan kota yang kian maju pesat yang ditandai dengan tingginya perkembangan teknologi, transportasi dan kemajuan di bidang ekonomi masih menyimpan satu ironi besar, yakni kehidupan yang tidak layak bagi rakyat yang ada di bawahnya. Tingginya harapan hidup di kota telah memancing laju urbanisasi. Tetapi kenaikan jumlah penduduk yang terjadi secara simultan tidak dibarengi dengan kebijakan untuk membagi dan menata ruang secara adil oleh pemegang otoritas kota. Pengalaman berbagai kota tua di zaman dahulu dan kota modem sekarang ini telah menunjukkan bahwa masalah perumahan adalah masalah yang tidak pernah selesai (Marbun, 1994, hal. 75).

BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

BAB I

PENDAHULUAN

Perhatian Bab 1 ini adalah untuk memberikan gambaran tujuan dan kondisi di lapangan

tentang konflik apartemen. Konflik ini sudah berlangsung kurang lebih dua tahun dan belum

menemukan penyelesaian yang riil. Pada bab ini akan diutarakan latar belakang konflik, kajian

pendahulu yang berkaitan dengan tata ruang kota, kajian teoretis dan metode yang digunakan

dalam penelitian ini.

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan kota suatu daerah selalu menyisakan satu pertanyaan penting. Pertanyaan

itu berupa mampuka kota itu di masa mendatang memberi kehidupan layak pada rakyatnya?

Sudah lebih dari tiga dasawarsa diskusi semacam ini mengusik para pemikir dan perancang tata

ruang kota. Selama itu pula belum ada jawaban maupun tindakan nyata untuk mengubah wajah

ruang kota secara saksama. Akibatnya perkembangan kota yang kian maju pesat yang ditandai

dengan tingginya perkembangan teknologi, transportasi dan kemajuan di bidang ekonomi masih

menyimpan satu ironi besar, yakni kehidupan yang tidak layak bagi rakyat yang ada di

bawahnya.

Tingginya harapan hidup di kota telah memancing laju urbanisasi. Tetapi kenaikan

jumlah penduduk yang terjadi secara simultan tidak dibarengi dengan kebijakan untuk membagi

dan menata ruang secara adil oleh pemegang otoritas kota. Pengalaman berbagai kota tua di

zaman dahulu dan kota modem sekarang ini telah menunjukkan bahwa masalah perumahan

adalah masalah yang tidak pernah selesai (Marbun, 1994, hal. 75).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama bagi

penduduk asli dan pribumi pendatang, tumbuh agak liar dan tanpa rencana. Bahkan dapat disebut

bahwa sekitar 80% dari perumahan penduduk asli atau para migran tidak memiliki 1MB (Izin

Mendirikan Bangunan) dan tidak mengikuti pola tata kota secara konsekuen (Marbun, 1994, hal.

77). Wajah kota dalam konteks itu tentu berbeda dengan konteks sekarang di mana persoalan

sudah sedemikian kompleks dan pelik. Bangunan-bangunan liar yang tumbuh di pinggir sungai

menunjukkan betapa sulitnya mendapat tempat tinggal layak. Marbun melanjutkan bahwa

"masalah perumahan rakyat miskin dan rakyat kecil di kota semakin lebih kompleks lagi apabila

dikaitkan dengan keterbatasan tanah yang tersedia dan harga tanah yang selangit” (Marbun, 1994,

hal. 77).

Di sisi lain, terjadi pula perebutan lahan akibat kesulitan lahan kosong di daerah

perkotaan. Purnawan Basundoro mengatakan bahwa ketika para penghuni kota atau orangorang

yang tertarik untuk tinggal di kota dibiarkan untuk bersaing secara bebas, maka akan terjadi

proses di mana ruang-ruang kota yang masih terbuka diperebutkan secara bebas pula. Bahkan

tidak jarang ruang kosong yang sudah memiliki legalitas klaim, yang mestinya bukan lagi ruang

kosong karena sudah ada otoritas di tempat itu, diabaikan begitu saja oleh individu atau

kelompok yang merasa memiliki kekuatan untuk menduduki ruang tersebut. Realitas tersebut

juga menggambarkan bahwa ruang kota adalah ruang yang senantiasa diperebutkan oleh berbagai

pihak yang menginginkan ruang tersebut (Basundoro, 2012, hal. 119-120).

Tekanan untuk tetap survive di kota terus meningkat seiring sulitnya mendapatkan

tempat tinggal yang layak di sana. Kehendak untuk mendapatkan tempat tinggal lebih besar dari

pada tekanan hukum yang mengatur tentang legalitas tanah. Akibatnya banyak dari mereka yang

mendirikan pemukiman tanpa mengantongi legalitas dari pemerintah. Bukti kepemilikan tanah

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

seperti sertifikat dianggap tidak penting.

Hasil studi Purnawan Basundoro memperlihatkan terjadinya perebutan tanah secara

eksesif di Yogyakarta. Di Yogyakarta terdapat sebuah kampung yang bernama Blimbingsari.

Kampung tersebut pada awalnya adalah sebuah makam Tionghoa. Akibat proses akuisisi tanah

makam oleh masyarakat dari golongan tidak mampu, lama kelamaan terbentuklah sebuah

kampung yang berdiri di atas makam tionghoa. Terbentuknya Kampung Blimbingsari merupakan

hasil dari sebuah perebutan ruang. Walaupun kawasan Blimbingsari pada awalnya adalah sebuah

makam, bukan berarti perebutan ruang yang terjadi di kawasan tersebut adalah hasil dari sebuah

pertarungan antara yang telah mati dengan yang telah hidup. Blimbingsari adalah hasil dari

sebuah pertarungan antara pewaris dari yang telah dimakamkan, dengan para pendatang yang

membutuhkan tempat tinggal (Basundoro, 2012, hal. 118).

Blimbingsari hanyalah salah satu rangkaian episodik perebutan tanah di Yogyakarta.

Kasus serupa prnah terjadi pula di Karnpung Badran, Komplek Masjid UGM, dan Sagan. Hal ini

rnenunjukkan bahwa perebutan ruang di perkotaan oleh para pendatang yang rnenginginkan

tempat tinggal sudah menggumpal sedemikian keras. Dengan kata lain kenaikan jumlah

penduduk yang tidak terkendali yang berujung pada kebutuhan akan ruang, ruang kota terbatas,

dan kekuatan (power) yang dimiliki oleh sekelompok maupun individu penghuni kota memiliki

keterkaitan yang erat yang berujung pada klaim terhadap ruang kota (Basundoro, 2012, hal. 20).

Dari studinya itu Basundoro mengemukakan asumsi menarik bahwa "sejak jaman

kolonial sampai awal kemerdekaan baik pemerintah kolonial belanda maupun pemerintah

Indonesia, tidak pernah mengantisipasi kenaikan jumlah penduduk di perkotaan yang sangat

cepat tersebut, baik yang bersifat preventif dengan cara membatasi jumlah kelahiran dan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

mengurangi arus migrasi maupun dengan cara menaikkan daya dukung kota" (Basundoro, 2012,

hal. 125-126).

Fenomena perumahan berpagar (gated communities) yang marak dalam beberapa dekade

belakangan ini menjadi warna dari perkembangan perkotaan. Fenomena ini adalah bukti nyata

yang bisa disaksikan hingga hari ini betapa perumahan masih menjadi perebutan antara warga

lokal yang tetap rnempertahankan tanah dengan para pendatang yang memerlukan tempat tinggal.

Para pengembang akan terus berlomba-lomba mengembangkan perumahan sesuai kebutuhan

yang terus meningkat.

Istilah gated communities sendiri sebenarnya tidak hanya mengacu pada bentuk rumah.

Ia lebih merupakan bangunan hunian eksklusif. Karena itu bisa jadi gated communities berbentuk

komplek perumahan, kost, asrama, maupun apartemen. Tempat-tempat ini memiliki tingkat

eksklusifitasnya sendiri. Eksklusifitas itulah yang menjadi karakter paling menonjol dari

keberadaan gated communities. Perkembangan Yogyakarta dewasa ini juga diwarnai dengan

munculnya bangunan-bangunan ini.

Perkembangan ini disebabkan karena gated communities masih dianggap menjadi

tempat ideal bagi para pendatang untuk tinggal di daerah itu. Faktor keamanan, kenyamanan dan

kemudahan akses menjadi salah satu pertimbangan mereka untuk menempati hunian model ini.

Fenomena perumahan berpagar tentu saja menjadi persoalan di tengah kelangkaan tanah kosong

di daerah perkotaan.

Gated communities di Yogyakarta tengah mengalami kemajuan pesat. Kota ini memang

banyak menjadi tujuan bagi para pendatang baik untuk keperluan bersekolah maupun

menghabiskan masa tua atau bersekolah. Gated communities adalah pilihan ideal model hunian

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

bagi mereka.

Setidaknya ada 383 titik yang didominasi oleh produk gated communities di kawasan

urban Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Tidak kurang dari 249 yang

dibangun dan masih banyak yang belum teridentifikasi di seluruh wilayah DIY (Widyharto,

2009, hal. 211). Jumlah ini terus mengalami pertambahan. Para pengembang terus mencari ruang

kosong untuk dibangun permukiman. Menurut studi pola penyebaran ini lebih cenderung ke

daerah peKelurahanan dengan menawarkan konsep keasrian dan eksotisme peKelurahanan.

Beberapa studi terdahulu tentang masyarakat urban memberikan informasi mengenai

dampak perubahan ruang terutama pada aspek pembangunan gated communities. Dampak-

dampak ini mulai dirasakan oleh masyarakat lokal sebagai subjek yang berhubungan langsung

dengan perumahan.

Ajibola (2010) dalam studinya tentang perkembangan gated communities melihat

dampak pembangunan permukiman itu. Ia berpendapat bahwa:

"the rise of gated communities can lead to spatial fragmentation and separation in cities

as a result of its security and financial implications. Gated communities give a sense of

community, safety, security and social exclusion which lead to urban fragmentation and

separation. " (Mahgoub & Khalfani, 2012, hal. 53).

Secara fisik gated communities telah memisahkan diri dengan karakter lingkungan

sekitar yang lebih cair dan hangat. Komunikasi dan relasi sosia1 tidak segera terbangun. Bahkan

tak jarang memunculkan sinisme karena kecemburan masyarakat yang bermotif ekonomis.

Dalam kasus tertentu yang terjadi justeru bukan hanya fragmentasi tetapi sudah masuk dalam

kategori konflik terbuka. Di mana gated communities di bangun di daerah perkotaan atau

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

pinggiran perkotaan, perebutan tanah dengan penduduk lokal tak dapat dihindari. Keinginan

untuk mendapatkan lahan guna memuluskan usaha berbenturan dengan kebutuhan masyarakat

lokal mempertahankan tanah warisan mereka.

Islahul Amal dalam studinya di Semarang menyebutkan bahwa pembangunan proyek

perumahan pada tahun 1986 menyimpan konflik dengan warga lokal. Selain karena nilai ganti

rugi yang rendah hal lain yang tidak kalah penting adalah penutupan sungai Tawang oleh

pengembang (PT. IPU dan PT. Puri Sakti Co). Sungai menjadi kebutuhan bagi masyarakat.

Praktik demikian sangat lazim di era orde baru. Nilai ganti rugi diukur dari luas tanah semata.

Kesuburan tanah dan hubungan sosial-psikologis antar warga tidak dilihat sebagai element

penting dalam proses pembangunan (Amal, 2004).

Demikian juga pengamatan Kirana Prama Dewi terhadap pembangunan perumahan di

Kelurahan Sariharjo, Sleman, D.I Yogyakarta. Menurutnya konversi lahan menjadi perumahan

mewah menimbulkan kerusakan keseimbangan lingkungan. Tipologi struktur ruang yang

mengantong dapat mengurangi keguyuban yang sudah ada di masyarakat. Meskipun muncul jenis

usaha yang baru di area perumahan yang merangsang kegiatan ekonomi warga, akan tetapi

sempitnya lahan pertanian jelas menjadi persoalan bagi masyarakat (Dewi, 2007).

Jumlah ini hanya dilihat dari pembangunan komplek perumahan dan belum menghitung

gated communities model kost, asrama maupun aparternen. Juga, masih banyak konstruksi beton

yang didirikan untuk membangun apartement. Kenyataan ini membuktikan bahwa keberadaan

pemukiman berpakar memang banyak. Jumlah ini boleh jadi akan terus bertambah seiring waktu.

Meski demikian baik perumahan, hotel, maupun apartemen memiliki dampak yang -

hampir-sarna. Berdirinya bangunan tidak saja berpotensi menyebabkan segregasi melainkan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

konflik sosial. Demonstrasi menolak apartemen dan hotel kini tengah marak di Yogyakarta

menyusul banyaknya hotel dan apartemen yang berdiri.

Kemajuan kota dan perubahan ruang yang terjadi di dalamnya serta akibat-akibat yang

ditimbulkan sebenamya sudah menjadi perhatian banyak pihak. Tak terkecuali bagi pemikir kritis

kelahiran Prancis yang berhaluan kiri, Henry Lefebvre. Lefebvre tidak mengkritik secara

langsung perkembangan gated communities seperti yang terjadi di Amerika Serikat, Eropa

maupun Asia belakangan ini. Ia menganalisis ruang secara fundamental.

Melalui bukunya yang terkenal, The Productions of Space, Lefebvre mengkritisi banyak

hal ihwal ruang yang ada selama ini. Bagi lefebvre ruang bukan saja dibentuk berdasarkan

serangkaian proses alamiah yang ada dengan sendirinya. Pemaknaan ruang semacam itu hanyalah

salah satu saja sebagai natural space. Faktanya ruang tidak terbentuk dengan natural melainkan

melalui serangkaian rekayasa tertentu. Bagi Lefebvre ruang dan masyarakat memiliki hubungan

timbal-balik. Ia mengungkapkan bahwa "space is socially produced". Bersamaan dengan itu juga

"we are spatially produced". Ada hubungan yang terkait antara kita dengan ruang (lefebvre,

1991).

Ruang tercipta menurut cara kehidupan sosial kita tinggal di dalamnya (lived space),

Lebih jauh, lefebvre mengemukakan bahwa ruang dibentuk berdasarkan kepentingan atau corak

produksi (lefebvre, 1991).

Berdasarkan hasil pengamatan Lefebvre ada perbedaan penting antara masyarakat abad

pertengahan yang bercirikan corak produksi feodal dengan masyarakat kapitalis. Pada masyarakat

pertama menghasilkan bentuk material ruang seperti manor, monastery, dan katedral. Sementara

itu, pada masyarakat kapitalis, ruang mewujud menjadi perbankan, pusat-pusat kegiatan bisnis

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

dan kegiatan produktif.

Perbedaan semacam ini tentu saja sesuai dengan corak produksi yang ada. Kapitalisme

pada dasarnya membentuk ruang abstrak (abstract space). Di dalamnya ruang terbentuk

berdasarkan jejaring bisnis baik berskala nasional maupun intemasional. Pada bentuk seperti

inilah, menurut Lefebvre, ruang tidak lagi dibentuk secara adil. Ruang kapitalis membuka jalan

lebar bagi terciptakan eksploitasi atau diskriminasi terhadap wong cilik. Diskriminasi yang

dimaksud seperti perebutan tanah yang telah diuraikan tadi.

Ruang abstrak yang digambarkan Lefebvre di atas bisa kita bedah dalam kasus yang

terjadi di lingkungan kita khususnya perkembangan gated communities (Kost, asrama,

apartemen). Wilayah agraris yang asri dan khas yang menjadi corak sejarah Yogyakarta selama

ini perlahan berubah menjadi daerah padat rumah yang tak teratur. Penyebabnya, perencanaan

ekonomi yang lebih luas berusaha mengundang para pendatang untuk datang. Aktivitas ekonomi

lebih memungkinkan untuk membangun "gedung raksasa"di tengah lingkungan rakyat kecil yang

secara prediktif akan merusak lingkungan. Hematnya, seperti yang dikatakan Laksmi Adriani

Savitri, bahwa perencanaan ekonomi cenderung mewujud sebagai perencanaan ruang (Savitri,

2011, hal. 8).

Skripsi ini mengambil tema tentang konflik dalam konteks pembangunan apartemen

Uttara di RT 01/RW 01 Karangwuni, Slernan, D. 1. Yogyakarta. Apartemen adalah salah satu

jenis hunian gated communities. Konflik ini melibatkan pihak Apartemen dengan warga lokal

yaitu RT 01/RW 01 sebagai wilayah ring-I. Meskipun ada keterlibatan warga dari RT lain untuk

menolak pembangunan akan tetapi gerakan perlawanan dan lahirnya paguyuban PWKTAU yang

digagas oleh warga RT 01/RW 01.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

Konflik ini sudah berlangsung sejak proses pembangunan yakni di akhir tahun 2013.

Perlawanan yang dilakukan masyarakat lokal dengan beragam ekspresi menjadi menjadi bahasa

penolakan yang dalam titik tertentu mampu menyendat proses pembangunan apartemen.

Resonansi konflik ini sudah cukup luas karena mampu melibatkan banyak kalangan baik LSM,

dosen maupun advokat. Peran pers dalam menyebarkan berita juga turut serta mengeskalasi

konflik.

Menurut laporan Tribun News, pada Selasa (29/4/2014) sore, puluhan warga RT 1/RW 1

Kelurahan Caturtunggal, Kecamatan Depok, Sleman, berunjuk rasa di depan lokasi apartemen.

Secara bergantian, mereka berorasi menyuarakan penolakan terhadap pembangunan apartemen

sembari membawa berbagai jenis poster (Tribunnews, 2014).

Meskipun muncul banyak penolakan dari masyarakat, pembangunan apartemen masih

tetap berlanjut hingga sekarang. lni yang menjadi faktor lanjut konflik ini terus meruncing. Dari

pihak apartemen sendiri tidak menurunkan tensi. Alih-alih menempuh jalur dialog untuk

meredam ketegangan, mereka justeru melibatkan banyak kelompok seperti menyewa jasa

keamanan. Keberadaan para pengaman di sisi lain, ditanggapi dengan reaksi keras dari

masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH

Uraian singkat di atas telah memaparkan sedikit gambaran tentang konflik Apartemen

Uttara antara warga dengan pihak pengembang, PT. Bukit Alam Permata. Terkait dengan

penelitian ini maka rumusan masalah meliputi, pertama, mengapa konflik pada pembangunan

Apartemen Uttara the Icon terjadi? Kedua, bagaimana perkembangan dan eskalasi konflik yang

terjadi?

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui dampak konflik dari pembangunan Apartemen. Ini menjadi penting karena dalam

beberapa dekade belakangan Sleman massif dengan pembangunan Hotel dan Apartemen. Seiring

dengan itu muncul gelombang protes yang keluar dari banyak pihak.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat penelitian ini antara lain:

a) Mahasiswa

Manfaat bagi mahasiswa adalah untuk menjadi referensi dan bahan diskusi agar

dianalisis secara lebih kritis.

b) Pemerintah Daearah

Bagi pemerintah daerah ini sangat penting agar pembangunan di kota lebih terarah dan

dapat menghindari konflik. Pembangunan semacam ini berpotensi memunculkan segregasi dan

konflik. Kebutuhan seperti air bagi warga lokal akan berkurang karena pembangunan ini

menimbulkan masalah resapan air. Sementara itu kebutuhan air sangat penting bagi warga.

E. KERANGKA TEORI

Sekalipun penelitian ini menganalisis aspek keruangan akan tetapi peneliti lebih

menekankan teori konflik dari pada teori ruang itu sendiri sebagai pisau analisis. Tentu saja

dengan alasan fokus penelitian. Ruang hanya dijadikan sebagai setting sosial dari konflik itu

sendiri.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

Dalam memahami teori konflik tentu harus dipahami antara penggagas dan

pewaris/penerus teori itu sendiri. Hal ini untuk mempermudah peta pemikiran dari para tokoh.

Sepintas istilah penggagas mudah dipahami karena mengerucut pada sosiolog seperti Karl Marx,

Max Weber, maupun George Simmel. Mereka adalah rujukan bagi generasi setelahnya yang

mengembangkan teori-teori konflik sesuai konteksnya masing-masing. Sementara Ralf

Dahrendorf, Simon Fisher, maupun Lewis Coser salah astu contoh generasi pewaris yang

meneruskan ide-ide, gagasan penggagas teori konflik. Dengan mengetahui posisi para tokoh ini

runtutan teori konflik menjadi jelas. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan ide-ide, gagasan-

gagasan dari para pewaris teori konflik, seperti yang dijelaskan di atas. Benang merah dari tiga

pewaris teori konflik ini akan dijadikan sebagai pisau analisis. Diharapkan dengan merangkai tiga

ide gagasan -yang relatif sama-dapat mengakomodir, membingkai temuan di lapangan.

Teori konflik, paling tidak sebagian darinya, dapat dilihat sebagai perkembangan yang

terjadi sebagai reaksi atas fungsionalisme struktural (Goodman, 2008, hal. 281). Teori konflik

lahir dari ketidakpuasan fungsionalisme struktural yang memandang masyarakat secara statis.

Menurut teori konflik, masyarakat adalah makhluk dinamis sehingga kemungkinan adanya

konflik sangat besar. Tepat di situ fungsionalisme struktural dianggap tidak mampu menjelaskan

dinamika masyarakat.

Kalau para fungsionalis menitikberatkan pada keteraturan masyarakat, para teoritisi

konflik melihat pertentangan dan konflik pada setiap sistem sosial. Para fungsionalis (atau paling

tidak fungsionalis awal) berpendapat bahwa setiap elemen dalam masyarakat memberikan

kontribusi pada stabilitas; para perintis teori konflik melihat begitu banyak elemen masyarakat

yang justeru berperan dalam lahirnya disintegrasi dan perubahan (Goodman, 2008, hal. 282).

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

Gugatan teori konflik atas fungsionalisme struktural didasari atas perlunya menjelaskan

kondisi masyarakat yang kompleks dan dinamis. Bayangan-bayangan yang dikonstruksikan para

fungsionalis tentang masyarakat yang selaras dan damai tidak mendapat pijakan yang kuat dalam

situasi tertentu. Meski kohesi yang diciptakan oleh nilai di masyarakat akan menyatukan mereka

akan tetapi pada titik tertentu tekanan akan muncul dari segelintir kelompok untuk merubah

tatanan itu.

Meski demikian teori konflik tidak lepas dari kritik. Ritzer dan Goodman menyebutkan

bahwa masalah utama teori konflik adalah ia tidak pernah berhasil memisahkan dirinya dari akar-

akar struktural-fungsional. Teori ini lebih sebagai salah satu jenis fungsionalisme struktural yang

memalingkan mukanya ketimbang sebagai teori masyarakat yang benar-benar kritis (Goodman,

2008, hal. 281).

• Otoritas dan Kepentingan

Adalah Ralf Dahrendorf sebagai pencetus pertama yang mengatakan bahwa masyarakat

seperti dua sisi mata uang (konsensus dan konflik). Dasar asumsi inilah yang mau tak mau

membelah teori sosisologi menjadi dua bagian: teori konsensus dan teori konflik. Teoretisi

konsensus harus menelaah integrasi nilai di tengah-tengah masyarakat, sementara teoretisi

konflik harus menelaah konflik kepentingan dan koersi yang menyatukan masyarakat di bawah

tekanan-tekanan tersebut (Goodman, 2008, hal. 282). Bagi Dahrendorf kedua elemen ini saling

berkelindan. Karena itulah masyarakat menjadi eksis. Adanya konflik, menurut Dahrendorf,

disebabkan telah terjadinya konsensus sebelumnya. Begitupun konflik akan mengarah pada

pembentukan konsensus.

Akan tetapi, Dahrendorf tidak memberikan jaminan kemungkinan dikembangkannya

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

teori sosiologi yang meliputi kedua proses tersebut (Goodman, 2008, hal. 282). Pada titik tertentu

asumsi ini mengalami hambatan.

Dahrendorf banyak dipengaruhi oleh aliran fungsionalisme struktural. Ia meyakini

bahwa masyarakat diikat dengan kekangan yang bersifat memaksa. Beberapa posisi di dalam

masyarakat adalah kekuasaan yang didelegasikan dan otoritas atas pihak lain (Goodman, 2008,

hal. 283). Inilah yang menghantarkan pada kata kunci pertama dari Dahrendorf, yakni otoritas.

Yang menjadi inti tesisnya adalah bahwa berbagai posisi dalam masyarakat memiliki

jumlah otoritas yang berlainan. Otoritas tidak terdapat pada individu, namun pada posisi

(Goodman, 2008, hal. 283). Dalam konteks ini otoritas tidak bersifat konstan (baca; tetap). Siapa

saja yang berada pada suatu posisi ia akan memiliki otoritas. Jadi, seseorang yang memegang

otoritas pada satu setting tidak berarti mendukung posisi sebagai pemegang otoritas pada setting

lain (Goodman, 2008, hal. 283).

Suatu contoh, di tahun 2004 seorang pengusaha memutuskan untuk mencalonkan diri

sebagai presiden. Beberapa waktu kemudian impian itu terwujud. Ia tentu saja memiliki

kekuasaan dan otoritas. Akan tetapi setelah lengser ia tak mampu lagi mengatur berbagai

kebijakan yang sebelumnya ia kendalikan di bawah otoritasnya. Siapapun yang menjadi presiden,

tak hanya pengusaha itu, ia akan mampu memiliki otoritas yang sama.

Pemerintah Kabupaten Sleman memiliki otoritas untuk menerbitkan izin kepada investor

dalam rangka pembangunan. Berdasarkan prosedur tertentu, misalnya, mereka merasa berhak

untuk memberikan perizinan. Akan tetapi pada sisi lain masyarakat juga merasa perlu untuk

melindungi lingkungannya karena mereka memiliki hak atas lingkungan untuk menjaga

kelangsungan hidup mereka.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

Dahrendorf menekankan perlunya sosiolog memandang otoritas itu dan bukan

mengarahkan pandangan pada subjek itu sendiri. Ini cukup rasionaI mengingat posisi adalah

setting di mana subjek akan melakukan suatu tindakan.

Otoritas dalam setiap asosiasi bersifat dikotomis; dua, dan hanya dua kelompok konflik

dapat terjadi dalam asosiasi mana pun. Mereka yang memegang otoritas dan mereka yang berada

pada posisi subordinat memiliki kepentingan yang "substansi dan arahnya berlawanan". Di

sinilah kita menemukan kata kunci lain dari teori konflik Dahrendorf, yakni kepentingan.

Menurutnya kelompok yang berada di puncak dan di bawah ditentukan oleh kepentingan

bersama. "Mereka yang berada pada posisi dominan berusaha mempertahankan status quo

sementara yang berada (Goodman, 2008, hal. 284)pada posisi subordinat berusaha melakukan

perubahan" .

Suatu contoh, argumentasi dan sanggahan yang diajukan aktivis dengan

mempertahankan tanah adat untuk masyarakat berbenturan dengan kepentingan pemerintah yang

ingin membangun tanah itu untuk mega proyek AirPort. Kepentingan pemerintah dibalut dengan

dasar peraturan daerah yang cukup kuat. Sementara di sisi lain para aktivis berusaha menggiring

opini massa demi terciptanya perubahan. Benturan inilah yang sejatinya menjadi cermin dari

harapan-harapan (peran) yang melekat pada posisi tersebut.

Pengembang, PT. Bukit Alam Permata, yang memiliki kepentingan tertentu ingin segera

membangun apartemen. Dengan bermodalkan izin dari pemerintah mereka terus melangsungkan

pembangunan. Sementara itu, masyarakat dengan kepentingan melindungi lingkungan dari krisis

dan bahaya kerusakan ekologis berupaya menolak kehadiran apartemen. Resistensi masyarakat

ini sebenarnya adalah hal yang wajar sebagaimana terjadi pada kasus-kasus konflik sumber daya

alam lainnya.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

Dalam konflik, misalnya, perbedaan persepsi menjadi pemicu awal. Posisi yang berbeda

memunculkan otoritas di sekitar mereka. Secara otomatis posisi yang berbeda dan kemunculan

otoritas itu diarahkan untuk mempertahankan kepentingan. Pengkutuban dua arah dengan otoritas

dan kepentingan berbeda menjadi aspek yang menarik dalam membedah konflik. Sekalipun

terdengar sangat simple. Dahrendorf telah memberikan kontribusi besar pada para sosiolog untuk

mengembangkan teori konflik.

• Integrasi

Lewis Coser mengembangkan teori konflik yang cukup kompleks dibanding

Dahrendorf. Jika level teori konflik Dahrendorf menekankan pada individu sementara Coser

justeru pada kelompok.

Pada dasarnya penekanan dan penggambaran atas pendekatan konflik yang diajukan

oleh Coser sebagai fungsionalisme konflik (conflict functionalism) yang tanpa melepaskan

konsep-konsep serta asumsi-asumsi fungsionalisme strukturalnya dengan menambahkan konflik

yang dinamis, perspektif integrasi dan perspektif konflik bukan merupakan skema penjelasan

yang saling bersaing. Melainkan justru dengan adanya konflik, konsensus, integrasi dan

perpecahan merupakan satu kesatuan yang utuh di dalam menjalankan suatu proses yang

fundamental, walaupun porsi setiap bagian memiliki muatan yang berbeda merupakan bagian

kesatuan dari setiap sistem sosial yang berkorelasi (Demartoto, 2010, hal. 4).

Pemahaman akan konflik menurut Coser merupakan suatu kesadaran yang

menceminkan semangat pembaruan di dalam masyarakat yang mana nantinya mungkin akan

dapat dijadikan sebagai suatu alat yang bersifat instrumentalis di dalam pembentukan, penyatuan

dan pemeliharaan atas struktur sosial yang ada. Selain itu konflik juga dapat menetapkan dan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

menjaga garis batas antara dua atau beberapa kelompok yang akhirnya dengan adanya konflik

inipun akan membuat kelompok yang lain untuk memperkuat kembali identitas kelompok dan

melindunginya agar tidak lebih ke dalam dunia sosial di sekelilingnya (Demartoto, 2010, hal. 2).

Menurut Coser struktur masyarakat yang longgar dapat direkatkan kembali ikatannya

melalui konflik. Relasi sosial yang mengalami masalah atau disintegrasi pada dasarnya dapat

diperbaiki melalui proses integrasi. Manfaat konflik lain adalah bahwa kelompok masyarakat

yang dulu terisolasi bisa aktif kembali peran dan fungsinya.

Penekanan teori konflik ini adalah bahwa tingkat struktur sosial yang berada di

masyarakat, di mana susunan struktur yang tercipta merupakan suatu hasil persetujuan dan

konsensus yang sekaligus mengarah pada proses konflik sosial (Demartoto, 2010, hal. 1-2).

Coser pun menegaskan bahwasanya konflik yang diungkapkan dapat merupakan tanda-

tanda dari hubungan-hubungan yang hidup, sedang tidak adanya konflik ini dapat berarti

penekanan masalah-masalah yang cenderung untuk dilupakan kelak akan menciptakan suasana

yang benar-benar kacau (Demartoto, 2010, hal. 2).

Setiap masyarakat mengandung konflik dalam dirinya atau dengan kata lain konflik

adalah gejala yang melekat dalam masyarakat. Karena masyarakat senantiasa berada di dalam

proses perubahan yang tidak pernah berakhir atau dengan kata lain perubahan sosial merupakan

gejala yang melekat dalam masyarakat.

• In-Group dan Out-Group: Paguyuban Masyarakat dan Paguyuban Apartemen.

Coser meyakini bahwa tingkat soliditas kelompok dalam (in-group) menjadi kuat karena

tingkat permusuhan dengan kelompok luar (out-group) juga tinggi. Johnson menjelaskan bahwa

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

kekompakan yang semakin tinggi dari suatu kelompok yang terlibat dalam konflik membantu

memperkuat batas antara kelompok yang terlibat dalam konflik membantu memperkuat batas

antara kelompok itu dan kelompok-kelompok lainnya dalam lingkungan itu, khususnya kelompok

yang bermusuhan atau secara potensial dapat menimbulkan permusuhan (Johnson, 1990, hal.

196).

Lebih lanjut, Johnson mengutarakan "di dalam kelompok itu ada kemungkinan

berkurangnya toleransi akan perpecahan atau pengkotakan, dan semakin tingginya tekanan pada

konsensus dan konformitas" (Johnson, 1990, hal. 196). Konflik yang berasal dari luar ini memacu

moral anggota untuk memperkuat kelompoknya. "Ancaman dari luar membantu meningkatkan

atau mempertahankan solidaritas internal" (Johnson, 1990, hal. 197). Konflik yang sedang

berlangsung dengan out-group dapat pula memperkuat identitas para anggota kelompok

(Demartoto, 2010, hal. 2). Sebaliknya, apabila tekanan dari luar kelompok berkurang maka akan

menipis rasa konformitas, kekompakan dan komitmen di dalam kelompok itu.

Identifikasi kelompok luar yang dalam hal ini adalah apartemen sebagai musuh bersama

membuat masyarakat kian kompak dan mengorganisir gerakan. Mereka mengetahui keberadaan

kelompok luar yang berpotensi merusak kehidupan mereka. Karena itulah mereka memperkuat

identitas agar mendapat posisi strategis dalam rangka perlawanan ini. Semakin kuat ancaman

dari kelompok luar maka semakin kuat pula kelompok mereka. Lahirnya paguyuban-paguyuban

yang digagas warga Karangwuni RT 01/RW 01 maupun pihak apartemen sendiri adalah bukti

adanya dorongan dari internal masing-masing untuk melindungi kepentingan mereka, secara

khusus, maupun memenangkan konflik ini, secara umum.

Akan tetapi bagi Coser bukan hanya konflik dengan kelompok luar yang dapat

menguntungkan kelompok itu. Konflik di internal kelompok juga menguntungkan. Karena itu

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

pertanyaan yang pantas diutarakan di sini bukan apakah ada konflik di internal kelompok

melainkan justeru pada bentuk konflik apa yang muncul.

Seperti Simmel, Coser berpendapat bahwa masyarakat tidak luput dari ketegangan,

konflik, dan perasaan negatif. Pertanyaannya adalah apa yang membuat kelompok itu mendapat

keuntungan dari konflik internal? Jawabnya bahwa perasaan negatif merupakan hasil dari

keinginan individu untuk meningkatkan kesejahteraannya, kekuasaan, prestise, dukungan sosial,

atau penghargaan-penghargaan lainnya (Johnson, 1990, hal. 199).

Konflik jenis ini bisa saja tidak meluap ke permukaan karena berhasil diredam. Akan

tetapi bila mana keinginan, hasrat dan aspirasi dari para anggota itu tidak dicarikan solusi konflik

itu akan dengan mudah menyala kembali. Bahkan konflik yang muncul kemudian akan lebih

besar dari konflik awal. Konflik yang bersifat integratif ini bisa melatih para anggota untuk

mengelola konflik secara dewasa. Tetapi konflik jenis ini juga spekulatif dalam arti "kalau

kerangka konsensus umum mengenai masalah pokok itu hancur, sehingga disintegrasi atau

perpecahan kelompok" (Johnson, 1990, hal. 200).

Bagaimana jika konflik itu akhimya dipendam oleh para anggota kelompok? Hal itu bisa

membuat hubungan para anggota terputus. "kalau keterlibatan para anggota sudah tinggi,

berakhirnya hubungan itu mungkin dipercepat dengan meledaknya konflik secara tiba-tiba dan

parah, di mana ketegangan dan permusuhan yang menggunung sejak masa lampau meledak

dalam bentuk amukan yang keras" (Johnson, 1990, hal. 201).

Konflik di dalam masyarakat sendiri muncul seiring waktu. Mereka yang pada awalnya

menolak apartemen beralih mendukung karena sebab-sebab yang tidak diketahui. Akhirnya

muncul keretakan di masyarakat yang lekas menjadi konflik laten. Konflik ini memuat pelajaran

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

penting di dalam paguyuban PWKTAU bahwa memperjuangkan kepentingan hidup mereka

dibutuhkan kerja sama dan kekompakan. Keintiman inilah yang menjadi harga mahal bagi

mereka.

Dengan melihat penjelasan singkat di atas dapat diketahui Coser sebenarnya

menekankan asumsi bahwa konflik adalah bagian dari proses perubahan sosial. Di mana konflik

tersebut dikelola menjadi potensi positif oleh para anggota kelompok. Polu integrasi

memungkinkan kekuatan di dalam kelompok kian solid dalam menghadapi konflik dengan

kelompok lain.

• Ketidakseimbangan

Simon Fisher sebenamya tidak menjelaskan secara panjang lebar terhadap kemungkinan

perkembangan teori konflik. Kata kunci yang bisa dikutip dari Fisher adalah tata kelola. Akan

tetapi sebelum ke inti sumbangan Fisher perlu dipaparkan dulu konteksnya agar bisa

mengerangkai gagasan besar Fisher.

Fisher mendefinisikan konflik sebagai hubungan antara dua pihak, atau lebih (individu

atau kelompok) yang memiliki, atau merasa memiliki, saran-saran yang tidak sejalan (Fisher,

2001, hal. 4). Sampai di sini ada kemiripan dengan gagasan Dahrendorf tentang dua kutub yang

memiliki perbedaan kepentingan. Akan tetapi perbedaannya ialah bahwa Dahrendorf lebih

terang-terangan dalam menganalisis pihak yang berkonflik. Sementara Fisher tidak demikian. la

menekankan bahwa "konflik timbul karena meratanya kemakmuran dan akses yang tidak

seimbang yang kemudian menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, pengangguran,

kemiskinan, penindasan, kejahatan" (Fisher, 2001, hal. 4-5). Kondisi ketidakseimbangan inilah

yang menurut Fisher menjadi sebab munculnya konflik. Ketidakseimbangan di sini berarti makro.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

Suatu masyarakat akan mengalami kondisi ketidakseimbangan. Dalam arti bahwa mereka akan

selalu menemukan konflik dalam hidupnya. Konflik adalah omnipresent. Tidak mungkin

menghindari konflik mengingat pula manusia hidup secara dinamis membangun hubungan

dengan manusia lain untuk menunjang hidupnya.

Dari kondisi ketidakseimbangan itu kemudian memunculkan inisiatif untuk menuju

kondisi yang seimbang. Ini berarti bahwa konflik dikelola sebagai potensi. Di antaranya melalui

pengidentifikasian konflik. Setidaknya ada empat tipe konflik:

1. Tanpa Konflik: Tanpa konflik dalam kesan umum adalah lebih baik. Namun,

setiap kelompok atau masyarakat yang hidup damai, jika mereka ingin agar

keadaan ini terus berlangsung, mereka harus hidup bersemangat dan dinamis,

memanfaatkan konflik perilaku dan tujuan. Serta mengelola konflik secara

kreatif.

2. Konflik Laten: sifatnya tersembunyi. Perlu diangkat ke permukaan sehingga

dapat ditangani secara efektif.

3. Konflik Terbuka: adalah konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, dan

memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai

efeknya.

4. Konflik di Permukaan: memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan

muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran, yang dapat diatasi

dengan meningkatkan komunikasi sendiri. Mengelola konflik terbuka tentu

berbeda dengan mengelola konflik laten.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

Penahapan Konflik

Penahapan konflik menegaskan bahwa konflik tidak muncul serta merta. Ia terjadi

melalui rangkaian proses panjang yang meluputi sebab-sebab tejadinya konflik, setting/latar,

eskalasi, dan penanganannya. Fisher menjelaskan lima tahap konflik.

Pertama, prakonflik. lni merupakan periode di mana terdapat suatu ketidaksesuaian

sasaran di antara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik tersembunyi dari

pandangan umum, meskipun satu pihak atau lebih mungkin mengetahui potensi terjadinya

konfrontasi. Mungkin terdapat ketegangan hubungan di antara beberapa pihak dan atau keinginan

untuk menghindari kontak satu sama lain pada tahap ini (Fisher, 2001, hal. 19).

Pada fase ini para aktor berusaha mengontruksikan diri mereka yang berbeda dengan

pihak lain. Potensi ini menimbulkan konflik pandangan berbeda di kedua belah pihak. Harus

ditegaskan bahwa konflik diawali perbedaan di antara kedua belah pihak. Karena itu di kedua

belah pihak itulah muncul konstruksi buruk pihak lain. Artinya jika hanya salah satu pihak saja

yang bertikai konflik tidak akan muncul. Persepsi buruk tentang orang lain muncul di dalarn

pikiran kedua belah pihak.

Kedua, konftrontasi. Pada tahap ini konflik menjadi sering terjadi. Jika hanya ada satu

pihak yang merasa ada masalah, mungkin para pendukungnya mulai melakukan aksi demonstrasi

atau perilaku konfrontatif lainnya. Kadang pertikaian atau kekerasan pada tingkat rendah lainnya

terjadi di antara kedua pihak. Masing-masing pihak mungkin mengumpulkan sumber daya dan

kekuatan dan mungkin mencari sekutu dengan harapan dapat meningkatkan konftrontasi dan

kekerasan. Hubungan di antara kedua pihak menjadi sangat tegang, mengarah pada polarisasi di

antara para pendukung di masing-masing pihak (Fisher, 2001, hal. 19).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

Konfrontasi bisa disebut sebagai fase mobilisasi di mana pihak yang berkonflik mulai

membangun kekuatan untuk menghadapi konflik. Kekuatan mereka bangun melalui mobilisasi

sekutu. Mereka membangun kekuatan dengan jaringan yang mereka miliki seluasluasnya untuk

memperkokoh kaki mereka di depan lawan.

Ketiga, krisis. Ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan atau kekerasan

terjadi paling hebat. Dalam konflik skala besar, ini merupakan periode perang, ketika orang-

orang dari kedua pihak terbunuh. Komunikasi normal di antara kedua pihak kemungkinan putus.

Pernyataan-pernyataan umum cenderung menuduh dan menentang pihak-pihak lainnya (Fisher,

2001, hal. 19).

Fase ini bisa disebut sebagai fase klimaks di mana para aktor berbenturan, saling

menyerang, mengalahkan guna memenangkan pihaknya. Kedua belah pihak tidak lagi sekadar

berbeda pendapat atau berselisih mengenai persepsi tetapi sudah memasuki fase "saling

menyalahkan".

Keempat, akibat. Suatu krisis pasti akan menimbulkan suatu akibat. Satu pihak mungkin

menaklukkan pihak lain, atau mungkin melakukan gencatan senjata (jika perang terjadi). Satu

pihak mungkin menyerah atas Kelurahankan pihak lain. Kedua pihak mungkin setuju

bernegosiasi, dengan atau tanpa bantuan perantara. Suatu pihak yang mempunyai otoritas atau

pihak ketiga lainnya yang lebih berkuasa mungkin memaksa kedua pihak menghentikan

pertikaian. Apa pun keadaannya, tingkat ketegangan, konfrontasi dan kekerasan pada tahap ini

agak menurun, dengan kemungkinan adanya penyelesaian (Fisher, 2001, hal. 19).

Setelah peperangan terjadi tentu saja satu hal yang perlu dicermati adalah akibat. Akibat

konflik adalah residu yang lahir dari himpitan konfrontasi kedua belah pihak. Bagaimana sikap

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

dari mereka setelah konflik itu mencapai klimaks. Misalnya, satu pihak menyerah baik secara

suka rela maupun Kelurahankan pihak lawan karena merasa kecil. Pada tahapan ini mulai

dipikirkan upaya penyelesaian konflik dan tensi konfrontasi tentu saja sudah menurun.

Kelima, pascakonflik. Akhirnya situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai

konftrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan mengarah ke arah lebih normal di

antara kedua pihak. Namun, jika isu-isu dan masalah-masalah yang timbul karena sasaran

mereka yang saling bertentangan tidak diatasi dengan baik, tahap ini sering kembali lagi menjadi

situasi pra-konflik (Fisher, 2001, hal. 19).

Pascakonflik adalah tahapan normalisasi. Ketegangan yang sempat mengemuka kini

sudah reda dengan, misalnya, dihadirkannya solusi tertentu. Akan tetapi ini bisa saja menjadi

catatan buruk jika pihak-pihak yang bertikai tidak diatasi dengan baik dan benar maka situasi

konflik akan terulang kembali. Ketidakseimbangan atau munculnya konflik tentu saja bisa

menjadi potensi di kemudian hari jika di manajemen dengan baik. Identifikasi masalah dan

penentuan strategi menjadi penting artinya dalam mengelola konflik.

Tahap-tahap konflik apartemen Uttara tidak selalu mengikuti siklus yang digambarkan

Fisher di atas. Sebab dalam fase yang digambarkan Fisher konflik berjalan seperti siklus yang

teratur. Artinya konflik berjalan melalui prasangka-prasangka sebelum akhirnya meletus.

Sementara di ujung cerita terjadi rekonsiliasi guna memperbaiki situasi pasca konflik. Ini tidak

terjadi, setidaknya belum terjadi, pada kasus konflik apartemen. Konflik justeru cenderung

berjalan pada situasi yang tidak normal. Maksudnya, pascakonfrontasi konflik ini cenderung

diendapkan oleh masyarakat. Mereka tetap menganggap ini sebagai konflik yang harus tetap

diadakan untuk mencapai aspirasi meskipun di sisi lain mereka tidak bergejolak lagi. Ini

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

sebenarnya sangat rawan karena konflik ini tidak benar-benar diselesaikan melalui mekanisme

yang jelas oleh pihak-pihak terkait.

F. METODE PENELITIAN

Menurut Bambang Rudito dan Melia Famiola, dalam karya tulis, metode penelitian yang

dipakai menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi kasus (case study) sebagai pisau

analisis (Famiola, 2008). Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum

yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan sosial (Narbuko,

2003, hal. 164). Sedangkan studi kasus merupakan pendekatan penelitian terhadap satu kasus

yang dilakukan secara intensif dan mendalam pada lingkungan sosial tertentu.

Menurut Yin studi kasus studi kasus memungkinkan peneliti untuk mempertahankan

karakteristik holistik dan bermakna dari peristiwa-peristiwa kehidupan nyata –seperti siklus

kehidupan seseorang, proses-proses organisasional dan manajerial, perubahan lingkungan sosial,

hubungan-hubungan internasional, dan kematangan industri-industri (Yin, 2013, hal. 4). Karena

itu tidak heran jika studi kasus menjadi strategi penelitian bidang-bidang psikologi, sosiologi,

ilmu politik, dan perencanaan.

Ada beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan studi kasus:

• Inti atau hakekat sebuah kasus yang diteliti. Dalam hal ini inti dari kasus

penelitian ini adalah pencarian akar konflik antara masyarakat dengan apartemen.

Serta bagaimana dinamika konflik ini pada akhirnya menimbulkan dampak sosial

di masyarakat.

• Latar belakang terjadinya kasus tersebut. Konflik antara masyarakat dengan

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

PT. Bukit Alam Permata disebabkan oleh pemerintah yang menerbitkan izin

pembangunan. Padahal Perda untuk mengatur apartemen sendiri belum tersedia di

Kabupaten Sleman. Selain itu daerah yang menjadi cikal bakal apartemen adalah

kawasan dagang. Hal ini yang menimbulkan gelombang protes dari masyarakat

sekitar apartemen.

• Lokasi atau setting kasus yang diteliti. Lokasi penelitian ini adalah Karangwuni

RT 01/RW 01, Kelurahan Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman,

D.I. Yogyakarta. Daerah ini adalah kawasan strategis untuk sektor perdagangan

sebab menjadi penopang bagi kebutuhan para mahasiswa. Jalan Kaliurang yang

selama ini dikenal sebagai “jalur emas” mampu menghubungkan tempat-tempat

vital seperti kampus, mall, Malioboro maupun tempat hiburan di Kaliurang. Fakta

inilah yang menjadikan Jalan Kaliurang sebagai daerah potensial, termasuk untuk

membangun apartemen sebagai hunian kelas menengah atas. Dengan berdirinya

apartemen ini para konsumen mampu mengakses tempat-tempat penting itu

dengan jarak tempuh yang tidak terlalu jauh.

• Konteks kasus. Konflik ini bukan konflik kepemilikan tanah. Melainkan konflik

sumber daya atau lingkungan. Ekspansi PT. Bukit Alam Permata di Jalan

Kaliurang itu dengan membangun apartemen setinggi 15 lantai dan 3 lantai

basement dinilai sebagai tindakan destruktif terhadap lingkungan. Betapa tidak,

daerah itu sebenarnya adalah dataran tinggi yang menjadi “penghantar” air kepada

daerah bawah seperti Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Jika aliran air ini

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

terhambat maka daerah di Sleman, Kota Yogyakarta, serta Kabupaten Bantul

sendiri akan mengalami kekeringan di musim kemarau dan tentu saja akan

mengalami kebanjiran di musim hujan. Akan tetapi menurut PT. Bukit Alam

Permata pembangunan apartemen telah mengantongi izin dari pemerintah. Ini

artinya, menurut mereka, pembangunan apartemen tidak merusak lingkungan.

Benturan pendapat ini terus terjadi dan tensi konflik jelas terus memanas.

• Sumber yang bisa memberikan informasi kasus yang diteliti. Sumber

informasi dalam penelitian ini dibagi menjadi empat. Pertama, warga Karangwuni

RT 01/RW 01. Kedua, pihak PT. Bukit Alam Permata. Ketiga, pihak pemerintah

baik Dukuh, Kelurahan maupun jajaran pemerintah di atasnya. Keempat,

komunitas peduli lingkungan seperti “Jogja Asat”. Akan tetapi dalam praktiknya

tidak semuanya bisa diwawancarai dengan mudah. Warga Karangwuni RT 01/RW

01 masih tertutup untuk memberikan keterangan kepada peneliti. Tak sedikit dari

warga yang sampai saat ini belum bersedia diwawancarai. Padahal penulis sudah

mengirimkan proposal penelitian via e-mail maupun datang langsung ke rumah

warga dan menjelaskan hal ihwal penelitian ini. Tetapi hingga skripsi ini ditulis

belum ada respons dari mereka. Kondisi yang sama juga penulis rasakan ketika

akan mewawancarai pihak apartemen yang berkantor di Jalan Kaliurang Km 4.5.

Menurut receptionist penulis hanya boleh mewawancarai Bapak Dadang. Tapi

setelah penulis meminta untuk ditentukan jadual wawancara, hingga hari ini, tidak

bisa direalisasikan dengan alasan kesibukan. Aparat Kelurahan juga demikian sulit

untuk ditembus.

Pendekatan studi kasus yang dipakai dalam penelitian ini ditujukan untuk mengamati

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

secara mendalam peristiwa yang muncul di masyarakat. Lebih jauh lagi, konflik terbuka yang ada

sejatinya merupakan rangkaian atau tahap dari proses panjang masyarakat.

Informan

Informan adalah orang yang menjadi sumber data/ informasi bagi peneliti kualitatif. Ada

beberapa cara untuk menentukan informan dalam penelitian. Salah satunya adalah orang yang

bersangkutan memiliki pengalaman dan pengetahuan akan masalah yang diteliti. Selain itu, usia

informan telah dewasa. Hal ini bertujuan supaya validitas data dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk menentukan informan kunci dibutuhkan beberapa strategi (Dirgantara, 2012),

yaitu :

1. Secara insidental artinya peneliti menemui seseorang yang sama sekali belum dikenal.

2. Menggunakan relasi dengan orang yang sudah dikenal sebelumnya pada lokasi penelitian

3. Informan kunci telah dirumuskan siapa orangnya

4. Dilakukan secara berkelanjutan (snowball). Artinya, dari satu orang merekomendasikan

orang lain. Proses ini dilakukan sampai peneliti mendapatkan data awal yang dibutuhkan.

Sebelum menemukan informan, ada dua informan kunci yang dapat membantu menuntun

kepada informan lainnya.

1. Ibu Indri

Ibu Indri adalah salah satu warga Karangwuni RT 01/RW 01 dan anggota PWKTAU yang

menolak pembangunan apartemen. Ia sering memobilisasi massa perempuan untuk turun ke jalan.

Ia mengetahui persis awal mula konflik ini meletus dan dinamika konfliknya hingga hari ini.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

Informasi yang bisa didapat dari Ibu Indri adalah:

Asal usul pembangunan apartemen.

Kondisi sosial dan ekonomi dari masyarakat Karangwuni.

Potensi daerah Sleman khususnya Jalan Kaliurang.

Dampak sosial pembangunan apartemen.

Awal kemunculan konflik.

Memberikan rekomendasi calon informan yang kompeten dan memahami secara

mendalam masalah yang ada.

2. Bapak Imam Prasojo

Bapak Imam Prasojo adalah ketua RT 01/RW 01 Karangwuni sekaligus wakil ketua

umum 1 di struktur PWKTAU. Ia juga sebagai suami dari Ibu Indri. Ia termasuk salah satu yang

menolak dengan keras pembangunan apartemen.

Informasi yang dapat dihimpun oleh peneliti dari hasil wawancara dengan Bapak Imam

Prasojo adalah:

Asal usul dan sosialisasi pembangunan apartemen.

Kondisi masyarakat Karangwuni RT 01/RW 01.

Potensi Jalan Kaliurang.

Agenda PWKTAU dalam menolak apartemen.

Awal mula konflik.

Tekanan dari pihak apartemen.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

Selain dua informan kunci itu, ada informan lain yang juga dijadikan sebagai rujukan

utama dalam pengambilan data. Informasi yang didapatkan dari informan sebagai data primer

dalam sebuah penelitian. Terdapat langkah untuk menentukan orang yang tepat dianggap sebagai

informan, (Spradley, 1997). Misalnya, informan harus terlibat langsung dalam permasalahan.

Atau, harus memahami nilai-nilai masyarakat setempat (enkulturasi penuh) karena mungkin

hidup di dalam budaya masyarakat itu.

1. Ibu Teti

Ibu Teti adalah salah satu warga Karangwuni RT 01/RW 01 sekaligus menjadi anggota

aktif di PWKTAU. Ia mengetahui dengan persis konflik apartemen dengan warga dan turut serta

dalam berbagai aksi penolakan.

2. Bapak Suratman

Bapak Suratman adalah salah satu anggota PWKTAU yang hingga kini masih aktif di

berbagai kegiatan menolak apartemen. Ia juga mengikuti dan mengawal kasus kriminalisasi Aji

Kusumo. Menurutnya ini adalah wujud kriminalisasi terhadap warga yang menolak apartemen.

3. Bapak Sarwiyono.

Adalah kepala Dukuh Karangwuni yang, konon, menjembatani warga dengan apartemen.

Ia memiliki pandangan yang berbeda dengan warganya bahwa apartemen Uttara the Icon telah

mengantongi izin dari pemerintah karena itu penolakan warga sama sekali tidak beralasan.

Menurutnya, sikap keras warga hanya akan memecahbelah masyarakat secara luas.

4. Mas Dodok

Sebagai salah satu aktivis “Jogja Asat” yang peduli terhadap lingkungan di Yogyakarta.

Sebenarnya pada awalnya ia hanya menangani kasus di Fave Hotel. Tetapi ia peduli dengan

berbagai kasus di daerah Sleman seperti yang dihadapi warga pada kasus konflik apartemen

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

Uttara the Icon. Ia ikut mengadvokasi kasus ini dan mengamati dinamika konfliknya.

Metode purposive (bertujuan) digunakan dalam memilih informan penelitian ini. Empat

informan di atas diperoleh berdasar rekomendasi yang diberikan Bapak Imam Prasojo dan Ibu

Indri. Nama-nama di atas merupakan orang-orang yang dianggap memahami benar

permasalahan sedari awal hingga kini.

Jenis dan Sumber data

Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan

sekunder. Data pertama diambil dari data yang langsung diambil melalui kegiatan lapangan

penelitian seperti wawancara mendalam (indept interview) dan observasi lapangan.

a. Wawancara mendalam ( Indept Interview).

Metode wawancara ini digunakan untuk wawancara langsung ke subjek studi kasus

dalam penelitian ini, yakni pihak yang berkonflik, pengembang Apartemen, masyarakat lokal

(RT 01/RW 01), dan aparat Kelurahan setempat. Wawancara dilakukan dengan menggunakan

prinsip triangulasi, di mana data yang diperoleh dari informan akan dicrossceck kepada informan

lain untuk memperoleh data yang valid. Misalnya data tentang kesalahan penulisan undangan

yang dilakukan PT. Bukit Alam Permata yang dikatakan oleh Ibu Indri dicrossceck kepada Bapak

Imam Prasodjo. Hal ini digunakan untuk memperkuat atau menemukan data yang valid.

b. Dokumentasi lapangan

Keadaan dan setting dari lokasi ini didokumentasikan agar didapatkan data sekunder

sebagai penguat data primer. Dokumentasi dilakukan pada saat observasi dan proses

pengumpulan data dengan cara mendokumentasikan kerja atau gambar yang dapat digunakan

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

sebagai instrument atau suplemen untuk memperkuat analisis data informan. Selama di lapangan

penulis berusaha mengikuti perkembangan kasus. Sering kali warga memberikan bukti berupa

gambar aktivitas pembangunan apartemen atau hasil kajian mereka. Kajian Renacana Detail Tata

Ruang (RDTR), kronologi perjuangan warga, atau catatan indikasi pelanggaran perizinan yang

didokumentasikan oleh warga juga diberikan kepada penulis sebagai bukti.

c. Observasi

Observasi sebenarnya hanyalah langkah awal saja untuk mendalami kondisi lapangan

dari penelitian ini. Sifat observasi dalam konteks ini sebagai penguat data primer. Pada saat

observasi dilakukan penulis merasakan kesulitan untuk masuk ke dalam persoalan. Tetapi setelah

beberapa kali melakukan pendekatan dengan warga disertai dengan perizinan yang resmi

perlahan-lahan penulis mampu memasuki area persoalan.

d. Studi Pustaka

Jurnal, buku, surat kabar, e-book juga dilibatkan sebagai penguat data primer yang telah

didapat di lapangan. Referensi yang disertakan berkaitan dengan isu tata ruang seperti karya

Henry Lefebvre yang berjudul “The Production of Space”. Selain itu sejarah kota yang ditulis

oleh Purnawan Basundoro, Djoko Suryo, maupun Sartono Kartodirjo dkk, turut membantu untuk

melacak berbagai konflik yang ada pada masa itu. Berbagai rujukan dari sumber lainpun menjadi

penting untuk membantu dalam proses penelitian ini.

2.1 Pengumpulan data

Penelitian ini dimulai dengan menentukan objek penelitian. Dalam menentukan focus of

interest penelitian, dilaksanakan kajian pendahuluan guna memperoleh signifikansi penelitan.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama

Selanjutnya, dilakukan prasurvey yakni observasi secara mendalam untuk memperoleh gambaran

awal permasalahan yang telah ditentukan di bagian awal. Pengumpulan data dalam penelitian ini

ditentukan melalui beberapa pengumpulan teknik data. Dalam pengumpulan data menggunakan

partisipatoris yang secara langsung terjun lapangan. Selain itu, dalam observasi partisipatoris juga

dilakukan pengamatan atas realitas yang ditemukan, kemudian dilakukan pencatatan lapangan

sebagai proses dokumentasi kegiatan. Dari berbagai proses pengumpulan data, selanjutnya

dilakukan pengolahan dan analisis data, yang kemudian diteruskan dengan proses evaluasi dan

penyusunan laporan penelitian.

Dalam menentukan objek penelitian penulis diberikan masukan dan saran oleh sejumlah

pihak untuk menentukan titik sasaran yang belum banyak dikaji peneliti pendahulu. Kajian-

kajian pendahuluan terkait apartemen juga menjadi sarana bagi penulis untuk mengetahui lebih

jelas terkait ampak dari pembangunan apartemen. Setelah itu peneliti melakukan prasurvey untuk

mengetahui kondisi lapangan. Selanjutnya peneliti terjun ke lapangan untuk mengamati secara

mendalam konflik apartemen dan mendokumentasikan kegiatan.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94242/potongan/S1-2016... · Dari segi historis perkembangan perumahan di kota-kota Indonesia, terutama