20
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada era pembangunan dewasa ini, kebutuhan akan informasi mengenai posisi suatu obyek di muka bumi semakin diperlukan. Posisi suatu obyek terkait langsung dengan kualitas penyajian informasi spasial yang umumnya dipresentasikan dalam bentuk peta. Sebagaimana kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang semakin pesat, teknologi pemetaan pun sudah sedemikian berkembang, baik dalam teknik akuisisi data maupun proses pengolahan dan penyajiannya. Alat serta metode akuisisi data dapat dipilih dengan mempertimbangkan berbagai aspek, salah satunya terkait dengan obyek atau daerah yang akan dipetakan. Fotogrametri merupakan salah satu metode akuisisi data untuk mendapatkan informasi ukuran dan bentuk obyek melalui analisis terhadap rekaman gambar pada film atau media elektronik. Metode fotogrametri telah diaplikasikan dan dikembangkan setelah ditemukannya fotografi pada abad ke-18. Aerial photogrammetry atau fotogrametri udara adalah metode fotogrametri yang dilakukan melalui pemotretan udara dan berkembang seiring dengan ditemukannya pesawat yang digunakan sebagai wahana pemotretan. Pada saat itu close range photogrammetry atau fotogrametri jarak dekat mengadaptasi perkembangan fotogrametri udara dengan menggunakan kamera yang sama agar didapat hasil yang sama baiknya. Metode fotogrametri udara menggunakan kamera metrik yang memiliki fixed focus sehingga memiliki fokus yang sama pula jika seandainya akan digunakan untuk kasus non-topografi. Kelebihan yang dimiliki oleh metode fotogrametri jarak dekat terutama adalah tidak memerlukan biaya besar dalam pelaksanaan pengukuran, akuisisi data dapat dilakukan dengan cepat, dapat diaplikasikan untuk mengukur obyek yang tidak dapat dijangkau dan obyek dengan dimensi kecil, serta visualisasi obyek disajikan dalam bentuk foto. Di samping kelebihan yang telah disebutkan, teknik fotogrametri jarak dekat juga tidak lepas dari kekurangan yang dimiliki, antara lain hasil ukuran yang tidak dapat diperoleh secara langsung serta kesalahan yang terjadi pada saat pengambilan dan pemrosesan foto

BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64051/potongan/S1-2013... · bentuk peta. Sebagaimana kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang

  • Upload
    lehuong

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pada era pembangunan dewasa ini, kebutuhan akan informasi mengenai posisi

suatu obyek di muka bumi semakin diperlukan. Posisi suatu obyek terkait langsung

dengan kualitas penyajian informasi spasial yang umumnya dipresentasikan dalam

bentuk peta. Sebagaimana kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang semakin

pesat, teknologi pemetaan pun sudah sedemikian berkembang, baik dalam teknik

akuisisi data maupun proses pengolahan dan penyajiannya. Alat serta metode akuisisi

data dapat dipilih dengan mempertimbangkan berbagai aspek, salah satunya terkait

dengan obyek atau daerah yang akan dipetakan.

Fotogrametri merupakan salah satu metode akuisisi data untuk mendapatkan

informasi ukuran dan bentuk obyek melalui analisis terhadap rekaman gambar pada

film atau media elektronik. Metode fotogrametri telah diaplikasikan dan

dikembangkan setelah ditemukannya fotografi pada abad ke-18.

Aerial photogrammetry atau fotogrametri udara adalah metode fotogrametri

yang dilakukan melalui pemotretan udara dan berkembang seiring dengan

ditemukannya pesawat yang digunakan sebagai wahana pemotretan. Pada saat itu

close range photogrammetry atau fotogrametri jarak dekat mengadaptasi

perkembangan fotogrametri udara dengan menggunakan kamera yang sama agar

didapat hasil yang sama baiknya. Metode fotogrametri udara menggunakan kamera

metrik yang memiliki fixed focus sehingga memiliki fokus yang sama pula jika

seandainya akan digunakan untuk kasus non-topografi. Kelebihan yang dimiliki oleh

metode fotogrametri jarak dekat terutama adalah tidak memerlukan biaya besar

dalam pelaksanaan pengukuran, akuisisi data dapat dilakukan dengan cepat, dapat

diaplikasikan untuk mengukur obyek yang tidak dapat dijangkau dan obyek dengan

dimensi kecil, serta visualisasi obyek disajikan dalam bentuk foto. Di samping

kelebihan yang telah disebutkan, teknik fotogrametri jarak dekat juga tidak lepas dari

kekurangan yang dimiliki, antara lain hasil ukuran yang tidak dapat diperoleh secara

langsung serta kesalahan yang terjadi pada saat pengambilan dan pemrosesan foto

2

dapat menyulitkan pekerjaan. Selain itu pengukuran untuk obyek kecil dan sulit

dijangkau tidak dapat dilakukan dengan metode fotogrametri udara. Kendala tersebut

menjadi keterbatasan bidang fotogrametri untuk aplikasi jarak dekat pada saat itu.

Seiring berkembangnya teknologi dan komputerisasi, penggunaan kamera nonmetrik

yang relatif murah dapat diterapkan pada metode fotogrametri jarak dekat.

Fotogrametri jarak dekat merupakan teknologi fotogrametri untuk memperoleh

informasi terpercaya tentang obyek fisik dan lingkungan melalui proses perekaman,

pengukuran, dan interpretasi gambaran fotografik dan pola radiasi tenaga

elektromagnetik yang terekam dengan kamera. Dalam perekaman tersebut, kamera

diletakkan di permukaan bumi (terestris) dengan jarak antara obyek yang diukur

dengan kamera tidak lebih dari 100 meter. Hasil dari penelitian sebelumnya dapat

diketahui bahwa ketelitian yang didapat dari metode fotogrametri jarak dekat

mencapai 1:2000 (Hanifa 2007). Aguilar M.A.,dkk (2004) menyatakan bahwa salah

satu aspek yang perlu diperhatikan dalam penerapan metode fotogrametri jarak dekat

adalah jarak pengambilan foto dari obyek ke kamera yang akan berpengaruh pada

ketelitian data yang dihasilkan.

Jarak pengambilan foto dari obyek ke kamera berkaitan dengan resolusi spasial

yang akan berpengaruh terhadap ketelitian yang dihasilkan. Selain itu juga

memengaruhi besar cakupan obyek dalam foto sehingga jarak menjadi pertimbangan

untuk menghasilkan data yang akurat dengan cakupan foto yang optimal. Penelitian

ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jarak terhadap ketelitian hasil pengukuran

dengan fotogrametri jarak dekat untuk obyek berdimensi kecil. Penelitian ini

diharapkan dapat memberi pertimbangan pada penerapan metode fotogrametri jarak

dekat khusunya dalam pemilihan jarak pemotretan sehingga efektivitas hasil dari

metode ini dapat ditingkatkan.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang perlu diketahui adalah

seberapa besar pengaruh perubahan jarak pemotretan terhadap ketelitian koordinat

hasil pengukuran pada teknik fotogrametri jarak dekat.

3

I.3. Tujuan Penelitian

Jarak pengambilan foto dari obyek ke kamera akan berpengaruh terhadap

cakupan foto. Selain itu Jjarak pengambilan foto juga berkaitan dengan resolusi

spasial yang akan berpengaruh terhadap ketelitian yang dihasilkan. Berdasarkan

rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui ketelitian koordinat hasil pengukuran fotogrametri jarak dekat terhadap

perubahan jarak pemotretan.

I.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan dalam penerapan

teknik fotogrametri jarak dekat. Ketelitian koordinat dipengaruhi oleh jarak

pengambilan foto. Jarak pengambilan foto serta cakupan foto yang optimal

diharapkan dapat menghasilkan koordinat titik dengan ketelitian yang tinggi

sehingga teknik fotogrametri jarak dekat dapat diterapkan lebih lanjut terkait dengan

pengukuran obyek dengan dimensi yang relatif kecil.

I.5. Batasan Masalah

Ruang lingkup pelaksanaan penelitian ini dibatasi oleh :

1. Pemotretan obyek studi dilakukan dengan menggunakan kamera digital

dengan panjang fokus yang sama untuk setiap perubahan jarak

pengambilan foto.

2. Target yang digunakan untuk proses kalibrasi merupakan target yang

diperoleh dari cetakan calibration grid dari perangkat lunak PhotoModeler

Scanner versi 6.2.

3. Pengambilan foto dilakukan dengan tiga variasi jarak, yaitu 6 meter, 9

meter, dan 12 meter.

4. Pemotretan dilakukan pada keadaan basis yang sama untuk setiap jarak

yang berbeda.

5. Pengambilan foto hanya dilakukan pada dua stasiun pemotretan dengan

arah pemotretan yang konvergen.

4

6. Koordinat yang diperoleh dari pengukuran menggunakan Total Station

(TS) tipe reflectorless merupakan ukuran yang diasumsikan benar serta

digunakan sebagai titik kontrol dan titik cek (check point) yang akan

dibandingkan dengan hasil ukuran pemotretan.

I.6. Tinjauan Pustaka

Penelitian dengan metode fotogrametri jarak dekat ini dilakukan untuk

mengetahui seberapa besar ketelitian koordinat yang dapat dihasilkan. Hasil dari

beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan ketelitian yang dapat dicapai dari

metode ini.

Cardenal, dkk (2004) melakukan evaluasi terhadap kamera digital nonmetrik

Canon D30 untuk pemodelan bangunan bersejarah. Pemodelan dilakukan dengan

memotret bagian atap dan muka bangunan dengan kombinasi konfigurasi kamera

yang sejajar (paralel) dan konvergen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

terjadi kesalahan sebesar 5-10 mm untuk pemotretan pada jarak obyek ke kamera

sebesar 15 m.

Hanke (2006) membandingkan tingkat akurasi penentuan posisi tiga dimensi

antara kamera metrik WILD P32 dan kamera nonmetrik Ashai Pentax yang diolah

dengan menggunakan software Photomodeler 2.1. Penelitian dilakukan dengan

membandingkan ketelitian hasil pemotretan dari konfigurasi posisi kamera yang

berbeda untuk kamera metrik dan nonmetrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kamera metrik memiliki ketelitian yang lebih tinggi daripada kamera nonmetrik.

Ketelitian kamera metrik dan nonmetrik dipengaruhi oleh konfigurasi posisi kamera

tetapi tidak mengakibatkan perubahan ketelitian yang terlalu signifikan untuk kamera

nonmetrik, dalam hal ini konfigurasi perbedaan ketinggian pengambilan gambar

pada jarak yang sama. Kamera metrik menghasilkan ketelitian rata-rata sebesar

1:6500, sedangkan untuk kamera nonmetrik menghasilkan ketelitian rata-rata sebesar

1:1700.

Hanifa (2007) melakukan penelitian dengan menggunakan kamera digital

nonmetrik Nikon Coolpix 2200 resolusi 2 megapiksel autofokus untuk melakukan

pemantauan deformasi. Sifat kamera autofocus menyebabkan perubahan yang cukup

5

signifikan untuk parameter internal kamera terutama pada nilai jarak utama. Oleh

karena sifat kamera autofocus, maka penentuan parameter internal kamera dilakukan

pada waktu yang sedekat mungkin pada saat pemakaian kamera (self calibration).

Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa kamera Nikon Coolpix 2200

resolusi 2 megapiksel mampu mendeteksi deformasi sampai 3mm atau 1:2000 dari

jarak obyek.

Harintaka, dkk (2008) melakukan pemodelan virtual bangunan arkeologi Candi

Kelir menggunakan kamera amatir digital dengan panjang fokus 6 mm. Untuk

menghasilkan kualitas geometrik, maka dilakukan perbandingan antara jarak titik

marking antara model virtual dengan hasil pengukuran langsung. Selisih nilai ukuran

terbesar mencapai 0,717 cm dengan nilai rata-rata selisih ukuran sebesar 0,3994 cm.

Leitch dan Coon (2012) melakukan pemodelan terhadap tiga struktur yaitu

bangunan First United Bank Center, tangga penahan erosi, dan patung koboi Tex

Randall menggunakan perangkat lunak Photomodeler. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan perbedaan ukuran di lapangan dengan hasil pengolahan menggunakan

perangkat lunak Photomodeler sebesar 0-2% dari besar ukuran. Perangkat lunak

Photomodeler sangat bermanfaat untuk obyek dengan kumpulan titik, garis, dan

lekukan yang jelas/ tajam.

Jarak merupakan salah satu aspek yang berpengaruh pada tingkat ketelitian

yang dihasilkan dengan metode fotogrametri jarak dekat. Penelitian kali ini

dilakukan dengan variasi jarak kamera ke obyek untuk membandingkan perbedaan

ketelitian yang dihasilkan dengan jarak pemotretan yang berbeda.

I.7. Landasan Teori

I.7.1. Fotogrametri jarak dekat

Fotogrametri dapat diartikan sebagai seni, ilmu, dan teknologi untuk

memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan

di sekitarnya melalui proses perekaman, pengukuran, dan interpretasi citra fotografis

atau rekaman pola radiasi elektromagnetik. Fotogrametri pada dasarnya

diklasifikasikan menjadi dua yaitu fotogrametri terestrial dan fotogrametri udara.

Fotogrametri terestrial menggunakan kamera yang diletakkan secara terestris,

6

sedangkan fotogrametri udara menggunakan wahana berupa pesawat untuk

melakukan pemotretan melalui udara (Wolf 2000). Fotogrametri udara pada dasarnya

digunakan untuk memetakan daerah topografi, sedangkan fotogrametri terestrial

biasa diaplikasikan untuk kasus di luar pemetaan topografi. Fotogrametri

nontopografi, fotogrametri jarak dekat, dan spesial fotogrametri dipakai untuk

mendeskripsikan aplikasi fotogrametri di luar area pemetaan topografi (ASPRS

1989). Fotogrametri jarak dekat adalah teknologi fotogrametri untuk memperoleh

informasi terpercaya tentang obyek fisik dan lingkungan melalui proses perekaman,

pengukuran, dan intrepetasi gambaran fotografik dan pola radiasi tenaga

elektromagnetik yang terekam dengan kamera yang terletak di permukaan bumi

(terestris). Istilah fotogrametri jarak dekat diperkenalkan sebagai suatu teknik

fotogrametri dengan jarak antara kamera dengan obyek kurang dari 100 m.

(Atkinson 1996 ).

Dalam bidang geodesi, metode fotogrametri jarak dekat ini banyak

dimanfaatkan karena dapat memberikan informasi jarak, luas, volume. Dari hasil

pengukuran dengan metode fotogrametri jarak dekat dapat diperoleh koordinat tiga

dimensi dalam sistem foto. Untuk itu agar dapat dibandingkan dengan koordinat

yang sebenarnya maka harus dilakukan transformasi ke sistem koordinat tanah.

Fotogrametri jarak dekat banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang non

topografi karena memiliki banyak keunggulan. Aplikasi yang berkembang antara lain

dalam bidang arsitektur, arkeologi, forensik, medis, deformasi, industri dan lainnya.

Beberapa kelebihan dari fotogrametri jarak dekat adalah:

1. Tidak melakukan kontak langsung terhadap obyek selama pengukuran

sehingga dapat digunakan untuk mengukur obyek yang sulit diakses

(Thompson 1962 dalam Atkinson 1996).

2. Akuisisi data dapat dilakukan dengan cepat dan dapat digunakan untuk

memroses terkait dengan ukuran obyek (Atkinson 1996).

3. Dapat digunakan untuk mengukur obyek yang relatif kecil dan atau tidak

beraturan (Thompson 1962 dalam Atkinson 1996).

4. Memiliki nilai yang ekonomis terutama untuk pengukuran obyek yang

sifatnya kompleks.

7

5. Foto adalah dokumen yang terkait dengan waktu dan dapat disimpan

dalam format digital sehingga dapat dipakai jika sewaktu-waktu

dibutuhkan.

6. Evaluasi dari foto dapat dilakukan kapanpun di laboratorium.

Pengulangan pemotretan dan penambahan selalu bisa dilakukan dan bisa

dioptimalkan menurut permintaan pengguna (Trieb,dkk 2004).

Namun di samping kelebihan, juga ada beberapa kelemahan dari fotogrametri

jarak dekat, yaitu (Leitch 2002 dalam Hanifa 2007):

1. Hasil ukuran tidak dapat diperoleh secara langsung.

2. Membutuhkan teknik yang kompleks dan kurang praktis jika

diaplikasikan untuk analisis yang relatif kecil (Trieb, dkk 2004).

3. Teknik fotogrametri akan terbatas pada area cakupannya, sehingga ada

kemungkinan tidak mencakup seluruh area yang akan difoto (Trieb, dkk

2004).

4. Kebutuhan akan spesialisasi dan peralatan pendukung yang mahal dapat

membuat harga operasionalnya menjadi tinggi dalam implementasi

(Trieb, dkk 2004).

5. Kesalahan yang terjadi pada saat pengambilan dan pemrosesan foto dapat

mempengaruhi ketelitian hasil.

Pada prinsipnya metode fotogrametri dilakukan dengan melakukan

pengambilan gambar di sekitar/ sekeliling obyek yang akan dipotret dengan posisi

kamera yang konvergen (Atkinson 1996). Terdapat empat langkah utama pada proses

fotogrametri, yaitu (1) pemasangan titik kontrol sebagai koordinat referensi, (2)

perencanaan dan pelaksanaan pemotretan, (3) pemrosesan foto, (4) pendefinisian titik

koordinat meggunakan foto (Hilton 1985 dalam ASCE 2003). Sebelum dilakukan

pengambilan gambar, perlu pemasangan premark. Premark ini menyebar pada

permukaan obyek yang akan dipotret sehingga dapat terlihat di foto yang satu dan

lainnya. Titik-titik ini akan dipakai untuk proses referencing. Titik premark diukur

koordinatnya dengan menggunakan TS yang akan digunakan sebagai titik kontrol

dan sebagai data koordinat pembanding dari koordinat hasil pengolahan foto.

8

Gambar I.1 Posisi pengambilan gambar obyek dengan teknik fotogrametri

jarak dekat.

I.7.2. Fotogrametri digital

Era digital semakin meluas sejak teknologi komputerisasi mengalami

perkembangan yang cepat. Teknologi telah mengubah sistem analog menjadi digital

dalam banyak bidang terutama untuk aplikasi fotogrametri jarak dekat dan satelit

fotogrametri. Pekerjaan yang fleksibel dan ekonomis menjadi unsur utama

keterlibatan sistem digital dalam aplikasi fotogrametri jarak dekat. Beberapa

keuntungan menggunakan foto digital (Atkinson 1996):

1. Foto digital dapat ditampilkan dan diolah menggunakan komputer (tidak

perlu alat optis ataupun mekanis).

2. Sistem pengolahannya stabil dan tidak memerlukan kalibrasi.

3. Penajaman gambar dapat dilakukan.

4. Automatisasi dapat dilakukan.

Penggunaan kamera digital erat kaitannya dalam perkembangan era digital dan

keekonomisannya untuk aplikasi fotogrametri jarak dekat. Kamera digital merupakan

salah satu jenis kamera non-metrik yang sering digunakan untuk berbagai

kepentingan. Kamera digital mamiliki komponen utama yang terdiri atas lensa,

sensor, dan media penyimpanan. Kamera ini memiliki karakteristik desain yang

berbeda dengan kamera analog. Perbedaan utamanya ialah pada media film seluloid

yang diganti oleh sensor optik elektrik seperti Charge–Couple Device (CCD) atau

Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS). CCD berfungsi mengubah

SISI 8

SISI 4

SISI 5 SISI 1

SISI 6

SISI 2

SISI 7 SISI 3

9

photon yang jatuh mengenai permukaan sensor menjadi elektron yang selanjutnya

elektron ini diakumulasikan ke dalam kapasitor dan diubah menjadi bentuk sinyal

elektronik. CCD memiliki keunggulan di mana sensor lebih peka terhadap cahaya

sehingga pada kondisi redup tanpa bantuan flash masih bisa menangkap obyek

dengan baik. Semakin banyak piksel yang terdapat di dalam sensor, maka

resolusinya semakin tinggi. Konsekuensi yang ditimbulkan ialah media

penyimpanannya memerlukan kapasitas yang lebih besar (Suharsana 1997).

Kamera digital juga dilengkapi dengan Liquid Crystal Display (LCD), yaitu

layar monitor mini yang digunakan untuk melihat secara langsung hasil pemotretan

yang dilakukan. Adanya LCD ini dapat membantu pengguna untuk memilih dan

mengatur menu secara interaktif, serta apabila hasil pemotretan kualitasnya kurang

baik, maka dapat langsung dihapus, kemudian dilakukan pemotretan ulang. Terdapat

sebuah istilah yang dikenal dengan nama ppi (pixel per inch) pada kamera digital.

Ppi menunjukkan jumlah piksel per inchi linear dalam sebuah foto. Resolusi foto

tidak dapat dipisahkan dengan ppi. Semakin besar ppi maka jumlah piksel per satuan

inchinya semakin banyak, sehingga obyek pada foto akan semakin jelas atau resolusi

fotonya baik (Ikawati 2012).

I.7.3. Geometri kamera

1.7.3.1. Geometri foto tunggal. Pemotretan pada pekerjaan fotogrametri

dilakukan dengan merekam bayangan obyek yang terbentuk di bidang bayangan

dalam suatu media. Media yang dipergunakan dalam pemotretan adalah film

fotografik yang terbuat dari bahan kaca atau film. Pada kamera digital, lembar film

atau film digantikan oleh plat sensor fotosensitif seperti sensor tipe solid state seperti

CCD (Charge Couple Device). Ketika pengambilan foto dilakukan, berkas sinar dari

obyek akan merambat menyerupai garis lurus menuju ke pusat lensa kamera hingga

berkas sinar ini mencapai bidang proyeksi. Keadaan dimana titik obyek pada dunia

nyata (real world), titik pusat (fokus), dan titik obyek pada bidang foto terletak satu

garis dalam suatu ruang dinamakan kondisi kesegarisan berkas sinar atau kondisi

kolinearitas (collinearity condition). Proyeksi sentral digunakan pada saat

perekaman, di mana garis-garis proyeksi dari obyek dengan koordinat ruang P (Xp,

Yp, Zp) ke bidang proyeksi melalui suatu titik pusat proyeksi Xo, Yo, Zo sehingga

10

terbentuk posisi obyek pada sistem koordinat foto (xp, yp, -c) seperti yang

ditunjukkan pada Gambar I.2 berikut.

Gambar I.2. Kondisi kolinear atau prinsip kesegarisan (Sumber: Atkinson, 1996)

Keterangan:

Xo, Yo, Zo = titik pusat kamera

xp, yp, -c = koordinat titik P pada sistem koordinat foto

XP, YP, ZP = koordinat titik P pada sistem koordinat tanah

Di dalam ASPRS (1989) dijelaskan bahwa proyeksi sentral pada fotografi

berbeda dengan proyeksi ortografi di mana proyeksi ortografi menunjukkan skala

yang konstan di sepanjang garis proyeksinya, sedangkan pada fotografi menunjukkan

skala yang berbeda pada setiap titik yang diproyeksikan. Skala suatu titik yang

mendekati pusat proyeksi pada proyeksi sentral akan lebih besar daripada skala suatu

titik yang jauh dari pusat proyeksi. Variasi skala pada foto menyebabkan

kekurangtelitian pengukuran pada satu foto. Semakin besar variasi jarak obyek ke

lensa kamera, semakin besar pula variasi skala yang disajikan. Hal tersebut

menyebabkan kemungkinan terjadinya relief displacement atau pergeseran relief.

Besarnya pergeseran relief bergantung pada jarak titik pada foto ke pusat proyeksi.

Semakin jauh dari pusat proyeksi, semakain besar kemungkinan terjadinya

pergeseran relief..

1.7.3.2. Geometri dua buah foto. Menurut Leitch (2000) dalam Hanifa (2007),

untuk mendapatkan posisi obyek pada dunia nyata, diperlukan berkas sinar obyek

dari foto lainnya, dimana kedua berkas tersebut akan berpotongan pada obyek yang

Y X

Z

Pusat kamera ( Xo, Yo, Zo)

Sistem koordinat ruang

Bidang proyeksi

y

x

z P (XP, YP, ZP )

p (xo, yo)

(xp, yp,-c) c

y

x Sistem koordinat foto

11

sama di dunia nyata. Perpotongan dari kedua berkas sinar inilah yang dinamakan

dengan interseksi spasial. Jika elemen orientasi luar dari dua buah kamera dengan

pusat perspektif di O1 dan O2 diketahui, maka perpotongan sinar garis dari foto satu

dan foto dua akan dapat menentukan posisi koordinat suatu obyek A yang terekam

dalam kedua foto tersebut (Atkinson 1996) (Gambar 1.3).

Gambar I.3. Ilustrasi interseksi dua buah foto (Sumber: Harintaka, 2012)

Pusat perspektif kamera dari setiap foto harus diketahui untuk dapat

menentukan posisi dari titik obyek relatif terhadap sistem koordinat kamera.

I.7.4. Kalibrasi kamera

Kamera fotogrametri tidak mempunyai lensa yang sempurna, sehingga proses

perekaman yang dilakukan akan memiliki kesalahan. Oleh karena itu perlu dilakukan

pengkalibrasian kamera untuk dapat menentukan besarnya penyimpangan-

penyimpangan yang terjadi. Kalibrasi adalah kegiatan untuk memastikan hubungan

antara harga-harga yang ditunjukkan oleh suatu alat ukur dengan harga yang

sebenarnya dari besaran yang diukur. Kalibrasi kamera dilakukan untuk menentukan

parameter distorsi, meliputi distorsi radial dan distorsi tangensial, serta parameter-

parameter lensa lainnya, termasuk juga panjang titik utama (c), serta titik pusat

fidusial foto. Model kalibrasi terdiri dari element interior orientasi (xo, yo, c),

koefisien distorsi lensa (K1, K2, K3, P1, and P2). Distorsi lensa dapat menyebabkan

bergesernya titik pada foto dari posisi yang sebenarnya, sehingga memberikan

12

ketelitian pengukuran yang tidak baik, namun tidak mempengaruhi kualitas

ketajaman citra yang dihasilkan (Fraser 1997 dalam Hanifa 2007).

Ilustrasi akibat adanya distorsi lensa dapat dilihat seperti pada Gambar I.4.

Gambar I.4. Ilustrasi akibat adanya distorsi lensa dan tidak ortogonalnya sumbu (affine deformation) (Sumber: Hanifa, 2007)

Kalibrasi kamera dilakukan untuk menentukan besarnya distorsi pada lensa.

Kalibrasi kamera dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu (Stensaas 2007

dalam Ikawati 2012) :

1. Laboratory calibration

Merupakan kalibrasi yang dilakukan di laboratorium dan terpisah dengan

pemotretan obyek. Metode ini cocok digunakan untuk kalibrasi kamera

metrik. Metode ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu optical laboratory

calibration dan test range calibration.

2. In field calibration

Metode kalibrasi in field calibration menggunakan target dan parameter

kalibrasi kamera dihitung menggunakan prinsip bundle adjustment, plumb

line, atau Direct Linear transform (DLT)

3. Self calbration

Kalibrasi pada saat pemotretan dikenal dengan self calibration, yakni

mengkalibrasi kamera sekaligus pada obyek amat dan data diambil

bersamaan dengan data observasi. Pada self calibration pengukuran titik-

13

titik target pada obyek pengamatan digunakan sebagai data untuk

penentuan titik obyek sekaligus untuk menentukan parameter kalibrasi

kamera.

Kalibrasi kamera yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode in field

calibration dengan menggunakan target cetakan calibration grid berupa titik-titik

target dengan empat buah titik kontrol.

I.7.5. Perangkat lunak PhotoModeler Scanner

PhotoModeler Scanner adalah aplikasi perangkat lunak (software) yang dibuat

oleh Eos System Inc yang tergabung dalam Windows Corporation (Setyadi 1998).

Perangkat lunak ini digunakan untuk menghasilkan ukuran dan model 3D yang

akurat dari pengukuran dengan fotografi yang telah diubah menjadi format digital.

Proses tersebut dinamakan dengan photo-based 3D scanning. Proses ini

menghasilkan titik-titik pada model permukaan/ dense surface modelling (DSM)

yang disebut dengan point cloud.

Untuk dapat membentuk model 3D pada PhotoModeler Scanner perlu

dilakukan beberapa langkah pekerjaan di mulai dari orientasi dalam, marking

(penandaan), referencing dan processing (PhotoModeler Scanner Help).

1.7.5.1. Orientasi dalam. Photomodeler mencakup fungsi kalibrasi kamera

untuk memberi informasi tentang parameter internal kamera. Parameter internal

kamera tersebut meliputi panjang titik utama, distorsi lensa, aspek format rasio, dan

posisi titik utama. Principal distance atau panjang titik utama merupakan jarak dari

titik proyeksi perspektif sentral ke bidang proyeksi foto (Atkinson 1996). Panjang

fokus sering diartikan sama dengan principal distance. Kalibrasi panjang fokus

merupakan hasil dari distribusi rata-rata distorsi radial (ASP 1989). Distorsi lensa

pada PhotoModeler mencakup distorsi radial dan distorsi tangensial. Distorsi radial

adalah pergeseran linier titik foto dalam arah radial terhadap titik utama dari posisi

idealnya ( ASP 1980 dalam Hanifa 2007). Distorsi radial diekspresikan sebagai

fungsi polinomial dari jarak radial terhadap titik utama foto (Atkinson 1996) sebagai

berikut :

δr = K1r3 + K2r

5 + K3r7 .................................................................... (I.1)

14

Di mana δr merupakan radial displacement dengan K adalah konstanta dan r2 = (x-

xo)2 + (y-yo)

2

Distorsi tangensial adalah pergeseran linier titik di foto pada arah normal (tegak

lurus) garis radial melalui titik foto tersebut (ASP 1980 dalam Hanifa 2007). Distorsi

tangensial disebabkan karena kesalahan sentering elemen lensa dalam satu gabungan

di mana titik pusat elemen lensa dalam gabungan lensa tersebut tidak terletak dalam

satu garis lurus (Atkinson 1996). Pergeseran ini dideskripsikan dengan 2 persamaan

yaitu untuk pergeseran ke arah x dan ke arah y :

�� = P1 [r2 + 2 ( x – xo )

2 ] + 2 P2 ( x – xo ) (y – yo ) ...................... (I.2)

�� = P1 [r2 + 2 ( y – yo )

2 ] + 2 P2 ( x – xo ) (y – yo ) ...................... (I.3)

Kalibrasi kamera pada PhotoModeler Scanner dilakukan untuk memberikan

hasil ukuran yang akurat. Kamera kalibrator dalam PhotoModeler Scanner mampu

menyimpan informasi tambahan untuk membantu mengukur kualitas hasil kalibrasi.

Keseluruhan RMS Residual dan Maksimum Residual memberikan umpan balik yang

berguna tentang keberhasilan kalibrasi dan sangat berguna ketika membandingkan

dua kalibrasi dari kamera yang sama. Semakin kecil nilai RMS Residual maka

semakin baik pula kualitas hasil kalibrasi.

Langkah yang harus dilakukan untuk memulai proses kalibrasi kamera adalah

dengan memasukkan minimal 6 foto hasil pemotretan terhadap calibration grid yang

dilakukan pada sisi pemotretan yang berbeda. Proses kalibrasi kamera pada

penelitian ini menggunakan Automatic Camera Calibration. Kalibrasi akan berjalan

secara otomatis di mana software akan mengidentifikasi dan menandai empat coded

targets 8 bit pada masing-masing foto. Setelah itu software akan mengestimasi

panjang fokus kamera, menentukan orientasi dan melakukan referencing secara

otomatis. Hasil dari proses kalibrasi kamera akan menghasilkan parameter internal

kamera.

1.7.5.2. Marking. Marking merupakan proses penandaan obyek pada foto.

Penandaan obyek pada foto dapat berupa titik, kurva, silinder, maupun penandaan

bagian tepi obyek. Penelitian ini menggunakan penandaan obyek berupa titik

terhadap titik target yang tampak pada foto. Proses marking dimaksudkan untuk

memudahkan melakukan proses selanjutnya yaitu referencing.

15

Penandaan titik pada PhotoModeler Scanner dapat dilakukan secara otomatis

yaitu dengan Automatic Target Marking. Penandaan titik dengan Automatic Target

Marking dapat memberikan ketelitian yang tinggi berupa sub-piksel.

1.7.5.3. Referencing. Referencing adalah proses untuk menghubungkan titik

yang sama pada sepasang foto atau lebih. Dalam project yang melibatkan beberapa

titik dan foto, referencing adalah langkah yang diperlukan untuk memastikan project

akan memproses dengan benar dan untuk memastikan obyek akan menampilkan

posisi 3D. Proses referencing dilakukan minimal pada 6 titik agar foto dapat

terorientasi dengan baik.

1.7.5.4. Processing. Processing dilakukan untuk mengolah foto agar

menghasilkan model 3D. Tahap processing pada PhotoModeler Scanner melalui dua

tahap yaitu audit dan adjustment. Audit digunakan untuk memeriksa kualitas dari

keseluruhan foto agar terbentuk model 3D yang baik. Pada tahap adjustment,

PhotoModeler Scanner akan menjalankan sejumlah algoritma untuk menghasilkan

model 3D dan meminimalisasi kesalahan agar terbentuk model 3D yang teliti.

Koordinat foto dari suatu obyek diperoleh dari persamaan kolinear seperti yang

ditunjukkan pada Persamaan 1.4 dan Persamaan 1.5 dengan 6 parameter orientasi

luar yaitu parameter rotasi ω, φ, κ dan koordinat Xo, Yo, Zo serta parameter orientasi

dalam c, xo, yo dan minimal 3 titik koordinat tanah X, Y, Z diketahui (Atkinson

1996). Persamaan ini merupakan persamaan dasar yang digunakan untuk proses

adjustment.

��= −�[���(�����)����(�����)����(�����)]

[���(�����)����(�����)����(�����)] ................................ (I.4)

��= −�[���(�����)����(�����)����(�����)]

[���(�����)����(�����)����(�����)] ............................... (I.5)

Dengan c merupakan principal distance/ panjang titik utama, dan ��� merupakan

elemen dari matriks rotasi [R]. Adapun bentuk matriks rotasi ditunjukkan pada

persamaan (I.6):

������

cos� cos � sin� sin� cos � + cos� sin � − cos� sin � cos � + sin� sin �= − cos � cos � − sin� sin� cos � + cos� sin � cos� sin � cos � + sin� sin �

sin� − sin� cos� cos� cos�

(I.6)

16

Adjustment merupakan suatu bagian penting dalam fotogrametri jarak dekat

yang digunakan sebagai proses penentuan atau perhitungan parameter orientasi

dalam/ interior orientation (IO), orientasi luar/ exterior orientation (EO) yaitu ω, φ,

κ, Xo, Yo, Zo, dan koordinat obyek yang dihitung secara bersamaan dengan

menggunakan teknik hitung kuadrat terkecil (Tjahjadi 2008 dalam Pantimena 2011).

Proses perhitungan bundle adjustment akan menghasilkan tingkat pengukuran

dengan akurasi tinggi (Shirkhani et al. 2006 dalam Pantimena 2011).

1.7.5.5. Ketelitian PhotoModeler Scanner. PhotoModeler Scanner dapat

menghasilkan model 3D yang akurat dalam waktu yang relatif singkat. Keakuratan

tersebut juga dipengaruhi oleh faktor terkait pengukuran yang dilakukan. Perangkat

lunak ini mensyaratkan beberapa hal agar diperoleh hasil pengolahan yang akurat,

yaitu :

1. Sudut pemotretan diusahakan mendekati besar sudut 90° agar kesalahan

posisi titik relatif lebih kecil.

Gambar 1.5. Lokasi kesalahan titik pada posisi kamera yang baik.

Stasiun 1 Stasiun 2

Lokasi titik yang benar Lokasi titik yang salah

Sinar yang benar dari stasiun 2 Sinar yang benar dari stasiun1

Sinar yang salah dari stasiun 1

17

Gambar 1.6. Lokasi kesalahan titik pada posisi kamera yang kurang baik.

Gambar 1.5 dan Gambar 1.6 menunjukkan bahwa kesalahan titik yang

terjadi pada posisi kamera yang mendekati 90° lebih kecil daripada

kesalahan titik pada posisi kamera dengan sudut pemotretan yang kecil.

2. Usahakan mengambil minimal 3 foto dari suatu obyek pada tiga stasiun

pemotretan yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar seluruh bagian obyek

dapat tercakup dan apabila posisi titik pada salah satu foto salah, maka dua

foto lain dapat mengkompensasi posisi yang benar.

3. Usahakan mendapatkan overlap sebesar mungkin agar terdapat banyak titik

yang sama pada masing-masing foto sehingga dapat dilakukan proses

referensi.

Gambar 1.7. Posisi kamera untuk obyek yang terhalang sebagian.

Sinar yang salah dari stasiun 1

Sinar yang benar dari stasiun 1

Lokasi titik yang salah Lokasi titik yang benar

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

Stasiun 4

Stasiun 4

Stasiun 1 objek

Tembok penghalang

18

Beberapa langkah harus dilakukan untuk menyelesaikan project menggunakan

perangkat lunak PhotoModeler Scanner, yaitu kamera yang digunakan untuk

memotret harus dikalibrasi terlebih dahulu agar parameter internal kamera dapat

ditentukan. Kemudian pemotretan terhadap obyek dilakukan dengan memastikan tiap

foto memperoleh cakupan obyek yang cukup dan banyak overlap. Photomodeler

kemudian akan mengorientasikan dan mereferensikan setiap foto sebelum model 3D

dibuat. Penyekalaan dapat dilakukan terhadap model dan dapat diekspor ke

AutoCAD, Google earth, 3D studio, dan aplikasi berbasis 3D yang lainnya (Eos

system 2010 dalam Leitch 2012).

Kualitas akurasi project dalam PhotoModeler Scanner ditentukan oleh

beberapa hal (PhotoModeler 6 Help), yaitu :

1. Kualitas kalibrasi kamera.

Kalibrasi digunakan untuk menentukan parameter orientasi dalam kamera

sehingga pemrosesan foto yang melibatkan kalibrasi kamera akan

memberikan akurasi hasil yang lebih tinggi.

2. Resolusi kamera.

Semakin besar resolusi piksel kamera, semakin tinggi akurasi yang akan

diperoleh. Hal tersebut berhubungan dengan resolusi spasial yang akan

dihasilkan, karena semakin tinggi resolusi spasial maka semakin presisi

pula proses penandaan titik pada foto.

3. Geometri posisi kamera.

Selama melakukan proses, PhotoModeler Scanner akan memperhitungkan

posisi dan sudut kamera pada setiap foto atau disebut dengan orientasi.

Kualitas orientasi akan menentukan ketelitian dari posisi titik pada foto.

4. Presisi penandaan titik.

Presisi penandaan titik juga menjadi salah satu indikator dalam penentuan

kualitas project. Kesalahan dalam penandaan titik akan memengaruhi

keseluruhan akurasi titik sehingga perlu dilakukan eliminasi terhadap

kesalahan penandaan titik yang terlalu besar. PhotoModeler Scanner

merekomendasikan keseluruhan project memiliki nilai kesalahan

penandaan titik di bawah 10 piksel serta 3 piksel untuk project yang

disertai dengan proses kalibrasi kamera.

19

I.7.6. Hasil pemodelan tiga dimensi

Secara teoritis, perhitungan ketelitian dari pengukuran tiga dimensi pada foto

stereo berkaitan dengan skala dan panjang basis foto (Cramer 2006 dalam Lee 2008)

dirumuskan sebagai berikut :

Sx = Sy = m x Sp x �

�............................................................................ (I.7)

Sz = m x �

� x Sp x

� ............................................................................ (I.8)

Penjelasan persamaan di atas adalah :

Sx, Sy, Sz = ketelitian x, y, z

Sp = ketelitian pengukuran dalam koordinat foto

m = faktor skala

b = panjang basis

H = jarak kamera ke obyek

Persamaan di atas secara teoritis hanya dipertimbangkan untuk ketelitian foto

stereo dari dua buah foto. Untuk saat ini perhitungan dengan menggunakan bundle

adjustment lebih dipertimbangkan karena memberikan ketelitian yang lebih baik.

Ketelitian perhitungan bundle adjustment tidak hanya tergantung dari skala dan

panjang basis sehingga secara teoritis ketelitian dari persamaan di atas merupakan

sebagian kecil dari penentuan ketelitian hasil pengukuran.

I.7.7. Ketelitian koordinat tiga dimensi

Selisih koordinat hasil pengukuran total station (TS) yang diasumsikan sebagai

koordinat sebenarnya dengan hasil pengolahan foto dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan matematis sebagai berikut:

dXi = XTSi – Xfotoi

dYi = YTSi – Yfotoi

dZi = ZTSi – Zfotoi ............................................................................ (I.9)

Ketelitian koordinat titik target dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

seperti berikut:

RMSe X = �∑(���������)�

20

RMSe Y = �∑(���������)�

RMSe Z = �∑(���������)�

� ........................................................................ (I.10)

1.8. Hipotesis

Ketelitian koordinat titik hasil pengolahan foto akan berbanding terbalik

terhadap jarak pengambilan foto. Semakin dekat jarak pengambilan foto maka

ketelitian koordinat titik akan semakin bertambah.