Upload
phungbao
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Timbulharjo merupakan sebuah desa di Kecamatan Sewon, Bantul
dimana sebagian besar warganya merupakan suku Jawa. Hal ini membuat
budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan
bersama. Observasi peneliti menemukan bahwa semangat kekeluargaan, gotong
royong, dan rasa kolektivitas masih terasa di wilayah ini. Keunikan juga terlihat
dalam komunikasi yang terjalin antar warga. Bagi warga Timbulharjo,
harmonisasi harus selalu dijaga dalam relasi personal dan sosial, sehingga
mereka menjauhi kritik dalam komunikasi langsung. Hal ini turut dipengaruhi
budaya Jawa yang berusaha menghindari hal-hal yang dianggap ora ilok (tidak
pantas) seperti melancarkan kritik yang membuat orang tersinggung. Kritik
muncul dalam high context culture ditandai dengan ucapan, dan tindakan yang
sangat halus.
Maryani, peneliti Komunikasi UNPAD yang pernah melakukan penelitian
di Timbulharjo pada 2011 menemukan bahwa di Timbulharjo sebenarnya banyak
pihak yang sebenarnya tidak puas atau merasa tidak diperlakukan adil oleh para
pamong atau birokrasi desa, akan tetapi mereka tidak berani mengungkapkan
pendapat. Mereka takut akan menyakiti kelompok lain sehingga sebagian warga
selalu menjaga hubungan baik satu sama lain, dan berusaha memberikan
pemakluman. Kondisi ini memang ada baiknya, dimana warga Timbulharjo
memiliki indentitas kolektif yakni berusaha mencapai kehidupan yang sukses
namun tetap menghargai nilai-nilai budaya mereka. Namun di sisi lain,
keengganan mengkritik atau menyakiti hati orang lain ini menyebabkan warga
tidak bisa menyuarakan pendapat, kritik secara terbuka dan langsung pada
2
birokrasi yang tidak menjalankan tugas dengan baik ataupun tindakan oknum
warga yang sering merugikan warga lainnya seperti misalnya kegiatan
membuang sampah sembarangan, pemalsuan data keluarga guna mendapat
bantuan pemerintah, dsb.
Beruntung pada tahun 2000, beberapa pemuda Timbulharjo berusaha
memecah kebuntuan komunikasi yang selama ini mengakar di desa mereka.
Mereka menyadari hanya media komunitas sebagai solusi alternatif bagi
komunikasi antarwarga di Timbulharjo. Hal inilah yang kemudian melahirkan
berbagai bentuk platform media yang dikenal dengan nama “Angkringan”. Media
komunitas dapat menjadi saluran strategis dan efektif untuk berkomunikasi serta
menyampaikan kritik yang terbebas dari dominasi budaya. Bentuk medianya pun
beragam mulaidari buletin, radio hingga berkonvergensi dengan internet. Namun
seiring berjalannya waktu, komunitas warga ini menyadari masih ada kekurangan
dari media-media tersebut dalam proses pertukaran informasi.1
Media buletin memiliki kekurangan antara lain jumlah tirasnya terbatas
hanya 500 eksemplar dengan jumlah penduduk 20.000 jiwa, tidak semua
informasi bisa disampaikan karena terbatasnya kolom, serta periode terbit hanya
satu minggu sekali menyebabkan informasi yang penting tidak bisa disalurkan
dengan segera. Media radio memiliki kekurangan yakni komunikasi hanya
bersifat satu arah, hanya yang mendengar radio saat itu saja yang mendapatkan
informasi, serta kendala terkait regulasi yang membatasi siaran radio komunitas
hanya sejauh 2,5 km dan kekuatan hanya 50 watt membuat belum seluruh Desa
Timbulharjo bisa dijangkau. Media baru yakni internet pun masih dianggap
kurang efektif karena masih sedikit warga Desa Timbulharjo yang memang betul-
betul akrab dan “melek” internet.
Melihat berbagai kekurangan dari media-media sebelumnya, muncullah
keinginan dari penggiat Media Komunitas Angkringan untuk menciptakan saluran
1 Wawancara dengan Tepos, pengelola MK-160 Karakter pada 11 April 2013.
2Wawancara dengan Ambar, pengelola SMS MK-160 Karakter, 11 April 2013
3
komunikasi baru yang lebih efektif untuk pertukaran informasi dan
meningkatkan partisipasi warga. Mereka sampai pada pemikiran bahwa saat ini
teknologi komunikasi yang murah, cepat, interaktif dan personal makin dinikmati
pengguna untuk berkomunikasi. Para penggiat media komunitas menyadari
teknologi yang memenuhi kriteria tersebut adalah handphone. Di dalam
perangkat keras handphone ini ada fasilitas khusus yakni Short Message Service
(SMS) yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk pertukaran informasi
secara masal. Selama ini SMS seringkali hanya digunakan untuk komunikasi
person to person. Padahal dengan sedikit inovasi yakni dikombinasikan dengan
aplikasi khusus, SMS bisa dikelola dan dimanfaatkan sebagai platform multifungsi
untuk komunikasi massal. Terlebih di awal 2012 saat ide ini muncul, masih
banyak promo SMS gratis dari provider seluler yang menjadi daya tarik tersendiri.
Peluang inilah yang kemudian ditangkap dan dikembangkan oleh
pengelola Media Komunitas Angkringan. Mereka menciptakan platform
komunikasi baru berbasis SMS yang kemudian diberi nama SMS MK-160
Karakter. Adapun dalam pelaksanannya, SMS MK-160 Karakter ini diawali
dengan pembuatan sistem aplikasi yang diisi database kependudukan. Data yang
berada dalam sistem adalah nomor handphone yang berfungsi untuk menerima
dan menyebarluaskan informasi serta data diri warga. Proyek ini
mengembangkan aplikasi SMS – MK (Media Komunitas) dengan fungsi untuk
mengirimkan informasi secara serentak (broadcast) kepada warga
komunitasberdasarkan kategori tertentu (lokasi wilayah pedukuhan, jenis
kelamin, usia, profesi, minat). Di samping itu, integrasi dengan database
komunitas membuat warga komunitas bisa mengakses data diri warga lain
secara cepat apabila sewaktu-waktu diperlukan. Misalnya, warga yang
membutuhkan donor darah bisa langsung mendapatkan balasan SMS berisi
daftar nama dan alamat pendonor yang sesuai.
Berikut adalah contoh SMS yang disampaikan dan disebarkan kepada
warga Timbulharjo melalui SMS MK-160 Karakter:
4
Gambar 1 Contoh Pesan SMS yang Dipertukarkan Melalui SMS MK-160 Karakter
Sumber : Pengelola SMS MK-160 Karakter
Dalam perjalanannya SMS MK-160 Karakter dirasa memberikan manfaat
yang cukup signifikan bagi pertukaran informasi warga di Desa Timbulharjo.
Terlebih SMS MK-160 Karakter ini memang lahir dari kebutuhan warga. Dengan
media SMS ini semua warga bisa terlibat dalam pertukaran informasi baik
sebagai pemberi informasi maupun penerima informasi. Warga bisa belajar
menyampaikan dan mengemas informasi penting terkait lingkungannya hanya
melalui 160 karakter. Dengan kata lain, terjadi perubahan terhadap warga yang
5
selama ini hanya pasif menerima informasi menjadi aktif memberi informasi.
Platform ini juga dirasa tepat sasaran karena warga Desa Timbulharjo sendiri
sudah familiar dengan perangkat handphone untuk menelepon dan mengirim
pesan2. Berdasarkan survey Media Komunitas Angkringan, pengguna handphone
di Timbulharjo sendiri saat ini berjumlah sekitar 5000 orang.
Traffic SMS yang diterima pengelola dari hari ke hari juga cukup dinamis
mulai dari 10 hingga 100 SMS per hari. Traffic SMS cukup tinggi dijumpai pada
masa Pemilihan Lurah Desa (PILRUDES) pada pertengahan April 2013 lalu.
Namun tidak semua SMS yang dikirimkan warga akan disebarkan ke warga
lainnya. Apabila informasi tidak terlalu medesak untuk disebarkan atau terkait
isu politik tertentu seperti PILRUDES, pengelola SMS MK-160 Karakter
mensiasatinya dengan penyampaian informasi melalui Buletin Angkringan.
Pemanfaatan Facebook dan Twitter turut dioptimalisasikan untuk menunjang
penyebaran informasi dari, oleh dan untuk warga Desa Timbulharjo.
Saat ini dalam pengelolaannya, SMS MK-160 Karakter masih
memanfaatkan hibah dana yang diperoleh dari Lomba Cipta Media. SMS MK-160
Karakter terpilih menjadi salah satu penerima hibah karena dinilai memiliki
gagasan yang sederhana, tepat sasaran, menggunakan teknologi tepat guna,
serta mencerminkan semangat partisipatoris dari dan untuk masyarakat3.
Melihat peluang yang ada, ke depannya banyak cara yang bisa dilakukan untuk
mendapatkan dana untuk mengembangkan platform komunikasi ini. Sampai saat
ini pemanfaatan SMS MK-160 Karakter memang baru dilaksanakan di Desa
Timbulharjo. Keseluruhan proses akan didokumentasikan dan dikemas menjadi
panduan berupa teks dan audio visual. Keseluruhan produk berupa aplikasi,
panduan dan dokumentasi akan dirilis dan diunggah ke internet sehingga bisa
digunakan oleh siapapun secara bebas dan bisa direplikasi di komunitas lain.
Sejauh ini sudah ada beberapa komunitas dari Kulon Progo, Bantul, Kali Code,
2Wawancara dengan Ambar, pengelola SMS MK-160 Karakter, 11 April 2013
3http://ciptamedia.org/wiki/MK-160:_Media_Komunitas_160_Karakter diakses 9 Mei 2013
6
bahkan salah satu LSM di Papua tertarik dan berencana untuk mengadopsi SMS-
MK 160 Karakter ini bagi pengembangan media informasi di komunitasnya.
SMS MK-160 Karakter merupakan salah satu bentuk pergeseran dalam
pemanfaatan media dalam komunitas. Dalam pengimplementasiannya tentu
bukanlah sesuatu yang mudah untuk mengajak user (dalam hal ini warga
Timbulharjo) untuk beralih menggunakan platform komunikasi baru ini. Terlebih
tujuan akhir dari penerapan teknologi ini agar warga lebih aktif terlibat dalam
sharing informasi. Kasus yang unik di Timbulharjo seperti dijelaskan sebelumnya
adalah identitas budaya yang masih sangat kuat dimana warganya masih
memelihara cara-cara komunikasi tradisional seperti berkomunikasi tatap muka
secara langsung ataupun melalui pengeras suara dari masjid serta pengaruh
budaya Jawa yang menghindari kritik serta konflik dalam berkomunikasi.
Untuk itu menarik untuk melihat bagaimana pengalaman userpada
pergeseran media yang ada dimana identitas budaya turut berperan di
dalamnya. Lebih lanjut penelitian ini ingin mengeksplorasi bagaimana struktur
informasi serta dinamika sosial dari warga Timbulharjo dalam memanfaatkan
SMS MK-160 Karakter untuk sharing informasi. Hal ini bisa menjadi masukan bagi
komunitas atau institusi lain yang ingin mengadopsi platform komunikasi ini
atupun mengembangkan media yang baru sesuai kebutuhan, identitas kolektif
dan peluang di komunitas masing-masing.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pemanfaatan SMS MK-160 Karakter oleh komunitas warga Desa
Timbulharjo, Sewon, Bantul pada Juli 2012 hingga Juli 2013?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Menganalisis kompleksitas proses pengumpulan, pengelolaan dan
pendistribusian informasi melalui SMS MK-160 Karakter.
7
2. Menjelaskan motif penggunaan teknologi SMS MK-160 Karakter oleh
warga Desa Timbulharjo.
3. Menganalisis penerimaan teknologi berupa SMS MK-160 Karakter oleh
warga Desa Timbulharjo.
4. Mengeksplorasidinamika pemanfaatan teknologi SMS MK-160 Karakter
sebagai platform komunikasi baru warga Desa Timbulharjo dikaitkan pula
dengan peluang dan tantangan yang ada.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi kajian media, terutama terkait dinamika dan pengalaman
dari pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam
komunitas. Hal ini bisa menjadi pertimbangan untuk mengembangkan TIK
untuk komunitas di masa depan. Perlu disadari bahwa ke depannya peluang
hadirnya teknologi informasi komunikasi (TIK) baru sebagai platform
komunitas akan semakin terbuka.
2. Manfaat praktis
Dengan mengetahui motif dan penerimaan SMS MK-160 Karakter
oleh user, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
pengelola Media Komunitas Angkringan maupun komunitas lain yang ingin
mengadopsi teknologi ini. Di samping itu juga memberi masukan bagi pelaku
komunikasi serta penggiat media komunitas bahwa saat ini peluang adanya
media-media alternatif hasil inovasi dan kreatifitas komunitas seperti SMS
sudah bermunculan. Diharapkan ke depannya akan lebih banyak banyak
komunitas yang mememanfaatkan teknologi untuk pertukaran informasi
sesuai kebutuhan dan peluang di komunitas masing-masing.
8
E. OBJEK PENELITIAN
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah warga Desa Timbulharjo, Sewon
Bantul sebagai user dari SMS MK-160 Karakter dan pengelola Media
Komunitas Angkringan.
F. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Short Message Service (SMS) sebagai Platform Komunikasi Masal
Berbicara mengenai SMS tentu tidak bisa dipisahkan dengan konsep
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai induknya. Penggunaan
istilah teknologi informasi dan komunikasi sendiri menurut Abrar (2002:4)
adalah sah jika menyangkut konsep teknologi komunikasi dan teknologi
informasi sekaligus. Istilah teknologi informasi dan komunikasi merujuk pada
alat yang bisa dipakai untuk meningkatkan kemampuan manusia
berkomunikasi dan membantu manusia mengolah data. Dengan demikian
teknologi informasi dan komunikasi adalah suatu paduan yang tidak dapat
dipisahkan yang mengandung pengertian luas tentang segala kegiatan yang
terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengolahan, dan transfer/
pemindahan informasi antarmedia.
Istilah teknologi informasi dan komunikasi muncul setelah adanya
perpaduan antara teknologi komputer (baik perangkat keras maupun
perangkat lunak) dengan teknologi komunikasi pada pertengahan abad ke-20
(Haryanto: 2008). Teknologi informasi komunikasi inilah yang dijumpai salah
satunya pada fasilitas SMS pada handphone. SMS dan handphone tidak bisa
dipisahkan karena keduanya berintegrasi meningkatkan kemampuan manusia
berkomunikasi dan membantu manusia mengolah data.
“Information and communication technologies and their associated social contexts, incorporating the artifacts or devices that anable and
9
extend our abilities to communicate; the communication activities or practice we engage in to develop and use these devices; and the social engagements or organizations that form around the devices and practices (Lievrouw and Sonia Livingston, 2002: 23).”
SMS sendiri merupakan sebuah layanan dalam perangkat Stasiun
Seluler Digital (Digital Cellular Terminal, seperti ponsel) yang memungkinkan
penggunanya dapat mengirim pesan dalam bentuk alphanumeric dan
menerima pesan-pesan teks dengan panjang sampai dengan 160 karakter
melalui jaringan GSM4. Layanan SMS merupakan layanan yang bersifat
nonreal time dimana sebuah short message dapat di-submit ke suatu tujuan,
tidak peduli apakah tujuan tersebut aktif atau tidak (Rozidi, 2004). Karena
melekat pada perangkat teknologi komunikasi handphone, pertukaran
informasi menggunakan SMS adalah bentuk salah satu bentuk dari media
interaktif.
Handphone sendiri adalah teknologi komunikasi yang relatif terjangkau
oleh masyarakat dan mudah akrab dengan kebiasaan hidup mereka sehari-
hari (Abrar, 2002: 3). Demikian pula dengan layanan SMS yang menyediakan
pengiriman pesan secara cepat, mudah dan murah. Seperti yang diungkapkan
Rich Ling (2004) dalam bukunya The Mobile Connection: The Cell Phone’s
Impact on Society, “The most commonly noted advantage is that texting is
relatively inexpensive and easy to budget for.” Hal inilah yang membuat para
pengguna ponsel sangat akbrab dengan SMS. Data Asosiasi Telekomunikasi
4Erwin Abdurachim, dkk. 2011. Rancang Bangun Aplikasi Sistem Kontrol Lampu Berbasis SMS
Gateway.terarsip dalam http://courseware.politekniktelkom.ac.id/Jurnal%20Proyek%20Akhir/MI/Jurnal%20PA%20-%20Erwin%20Abdurachim%20%2830108243%29.pdf
10
Seluler Indonesia (ATSI) mencatat, jumlah SMS yang terkirim pada tahun 2011
saja telah mencapai 260 miliar5.
Selain murah dan mudah, SMS memiliki beberapa keunggulan lainnya.
SMS merupakan bentuk ideal untuk berkomunikasi ketika tidak ingin didengar
sehingga SMS dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Seperti yang
diungkapkan Ling, “Texting allows us to be expressive even in situations where
other forms of communication are not appropriate”. SMS sendiri merupakan
layanandenganmetode store and forward yang memungkinkan ponsel
penerima pesan tidak harus aktif atau berada dalam jangkauan signal. Pesan
akan disimpan dalam sms center sampai ponsel penerima aktif kembali atau
berada dalam jangkauan dimana pesan dapat disampaikan. Pesan pun akan
tetap tersimpan dalam kartu SIM hingga pengguna ponsel menghapusnya.
Di samping itu bahasa SMS juga memiliki keunikan tersendiri karena
merupakan perpaduan dari bahasa tulis dan bahasa lisan. Ini membuat SMS
lebih praktis dan personal untuk digunakan.
“Accordingly, email and SMS can be arrange somewhere between personal letters and face to face and telephone conversation. Their language is a mixture of the written and spoken language and has the spontanity and informality of speech, tough it is ‘written’ and thus carries with it the written language (Moran and Howisher, 1998: 94)”.
SMS pada awalnya adalah bagian dari standar teknologi seluler GSM,
yang kemudian juga tersedia di teknologi CDMA, telepon rumah PSTN, dan
lainnya. KiniSMS tidak terbatas untuk komunikasi antar manusia pengguna
saja, namun juga bisa dibuat otomatis dikirim/diterima oleh peralatan
(komputer, mikrokontroler, dsb) untuk mencapai suatu tujuan tertentu. SMS
5Firman Nugraha. 2012. Jumlah Pelanggan Seluler di Indonesia Hampir Mendekati Jumlah
Penduduk Indonesia. Terarsip dalam:
http://www.teknojurnal.com/2012/01/18/jumlah-pelanggan-seluler-di-indonesia-hampir-mendekati-jumlah-penduduk-indonesia/ diakses 11 april 2013.
11
kini pun tidak terbatas hanya untuk komunikasi person to person tapi bisa
untuk komunikasi masal dengan adanya SMS Gateway.
SMS Gateway adalah suatu platform yang menyediakan mekanisme
untuk menghantar dan menerima SMS dari peralatan mobile (HP, PDA phone,
Modem Dial-up, dll) melalui SMS Gateway’s shortcode (Romzi, 2004).
Keuntungan dalam penggunaan SMS Gateway adalah pesan dapat disebarkan
ke ratusan nomor yang ada di database secara otomatis. Selain itu, dengan
menggunakan program tambahan yang dapat dibuat sendiri, pengirim pesan
dapat lebih fleksibel dalam mengirim berita karena biasanya pesan yang ingin
dikirim berbeda-beda untuk masing-masing penerimanya.
SMS Gatewaypun semakin bermanfaat ketika dapat digunakan untuk
beragam aplikasi baik untuk keperluan pribadi, korporasi maupun publik.
Salah satu pemanfaatan SMS Gateway sehingga lebih berdaya guna kini
tengah dikembangkan oleh komunitas warga Desa Timbulharjo, Sewon,
Bantul, Yogyakarta. Media informasiyang dinamakan SMS MK-160 Karakter ini
mereka gunakan untuk pertukaran informasi secara masal di lingkup desa.
“Beyond the advantages for the individual user, texting can be seen from the perspective of the group. Indeed, texting is on the face of it a form of interaction between individuals. Thus, as we have seen, the messages help to coordinate, inform, and generally care for our social contacts. In this respect, texting has become a real link in the social network, a way to maintain a ‘background awareness’ as to what is happening within our social sphere (Ito: 2003).”
Tak dipungkiri dengan kehadiran teknologi layanan pengirim pesan
instan gratis lain, seperti BlackBerry Messenger, WhatsApp, Line,Cocoa Talk
dan aplikasi lainnya, akan mempengaruhi penggunaan SMS. Namun demikian,
meski pengguna pesan instan lain terus meningkat namun pengguna SMS
tradisional juga masih tinggi, terutama di daerah sub urban dan rural6. Hal ini
6http://www.beritajatim.com/detailnews.php/1/Ekonomi/2013-03
18/165227/Indosat_Luncurkan_SMS_Gratis_ke_Semua_Operator diakses 11 April 2013
12
disebabkan berbagai inovasi layanan yang disediakan oleh provider seluler
dan persaingan tarif yang semakin menggiurkan konsumen. Untuk itu
pemanfaatan SMS komunitas bagi masyarakat pedesaan seperti SMS MK-160
Karakter yang diterapkan di Desa Timbulharjo, sangat berpeluang untuk
dikembangkan ke depannya mengingat SMS masih dimanfaatkan secara aktif
oleh warga pedesaan.
2. Komunitas
Sebelum membahas lebih jauh mengenai komunitas, berikut ini ada
beberapa pandangan mengenai pengertian komunitas (community).
Di dalam PP Nomor 51 (3) disebutkan bahwa “Komunitas adalah
sekumpulan orang yang bertempat tinggal atau berdomisili dan berinteraksi di
wilayah tertentu”.
Woods dan Judikis dalam Conversations on Community Theory
mengartikan komunitas sebagai:
“A community is a group of people who are socially
interdependent, who participate together in discussion and
decision making, who share certain practices that both define
the community and are nurtured by it.”
Dari definisi di atas terlihat bahwa partisipasi adalah kata kunci penting
dari komunitas. Sedangkan Jankowski (2002:5) menyatakan bahwa komunitas
secara konvensional ditandai dengan daerah yang relatif berdekatan secara
geografis dalam lingkungannya, desa, kota, dalam beberapa kasus sama
dengan kota.
Dalam ranah ilmu sosial, terminologi komunitas merujuk pengertian
nilai-nilai bersama, norma-norma dan simbol-simbol yang memberi identitas
atau perasaan kekitaan (sense of we-ness atau we feeling) (Keliat, 2004:4). Hal
ini menjunjukkan bahwa masyarakat komunitas akan selalu berupaya untuk
13
dapat menyesuaikan diri dengan keberadaan dan keinginan dari komunitas
tersebut.
Selain terbentuk atas dasar geografis yang sama, komunitas juga dapat
terbentuk atas dasar rasa identitas yang sama, atau minat dan kepentingan,
kepedulian kepada hal yang sama (Fraser et all, 2001: 20). Komunitas yang
terbentuk atas dasar psikologis ini dapat berupa komunitas pekerja, buruh,
dsb.
Woods dan Judikis mengidentifikasi enam elemen yang esensial dari
komunitas, antara lain:
a. A sense of common purpose(s) or interest(s) among members;
b. An assuming of mutual responsibility;
c. Acknowledgment (at least among members) of interconnectedness;
d. Mutual respect for individual differences;
e. Mutual commitment to the well-being of each other; and
f. Commitment by the members to the integrity and well-being of the group,
that is, the community itself.
Dalam pendefinisian komunitas banyak ahli yang menekankan
komunitas pada tingkat partisipasi atau keterlibatan anggota. Pada tahun
1994, Joseph Rowntree Foundation mengidentifikasikan lima anak tangga
pada 'tangga partisipasi', yang mencerminkan berbagai tingkat keterlibatan
dalam komunitas, antara lain:
1. Menyediakan informasi bagi komunitas.
2. Konsultasi (termasuk menawarkan pilihan dan menerima umpan balik).
3. Memutuskan bersama-sama.
4. Bertindak bersama-sama
5. Mendukung kepentingan masyarakat mandiri (memberikan dukungan
kepada organisasi untuk mengembangkan agenda mereka.
14
Kata kunci yang penting pula dalam partisipasi di komunitas adalah
dialog. Dalam buku The Magic of Dialogue, Daniel Yankelovich mengatakan
bahwa:
“Dialogue is verbal interaction for the purpose of building
(increasing) understanding between those engaged in the
interaction. It is not debator deliberation or simply conversation.”
Yankelovich juga menegaskan bahwa prosesdialog dalam komunitas
harus mencakup kesetaraan partisipatif, tanpa paksaan (voluntary), serta
mendengarkan dengan empati. Dengan demikian tidak ada dominasi di sana.
Tanpa kehadiran hal-hal tersebut, interaksi bukanlah dialog.
Untuk mencapai dialog yang efektif dalam komunitas dibutuhkan pula
sharing information. Informasi adalah kekuatan bagi tumbuh dan kembangnya
komunitas. Menurut Rahardjo (2001), ada hubungan antara informasi dan
kesejahteraan. Untuk mencapai kesejahteraan diperlukan adanya suatu
kemampuan daya saing yang ditunjang oleh informasi,
ilmu, knowledge, wisdom, sumber daya manusia (SDM), teknologi, dan
pasar. Dengan demikian kunci terwujudnya masyarakat yang kuat dan
sejahtera dalam suatu komunitas, maka harus dibangun terlebih dahulu
masyarakat yang mampu menguasai dan mengelola informasi sebagai
basisnya.
Untuk memenuhi kebutuhan informasi dibutuhkan adanya mekanisme
akses terhadap informasi dan ketersediaan informasi. Informasi ini dapat
diperoleh dari media massa yang cukup berkembang beberapa dekade
terakhir. Namun sayangnya informasi dari media massa saat ini lebih banyak
mementingkan peristiwa-peristiwa berskala besar dan konfliktual ketimbang
potret sosial kemasyarakatan dan realita kehidupan masyarakat itu sendiri
(Hakam, 2009: 17).
Kehidupan dan realita lokal atau keadaan masyarakat komunitas
sendiri terkadang belum mendapat tempat. Padahal informasi lokal lebih
15
dekat dan langsung bersentuhan dengan masyarakat. Keterbatasan informasi
lokal dapat menjauhkan masyarakat dari realitas yang terjadi disekitarnya.
Orang desa pun kemudian tidak mengenali kehidupan mereka sendiri karena
lebih banyak menonton dan mendengar apa yang terjadi di luar. Tak jarang
mereka terus “dicekoki” informasi yang terkadang kurang bermanfaat bagi
mereka. Kesempatan untuk menyalurkan pendapat dan suara pun menjadi
tertutup.
Pendapat menarik diungkapkan Nasir, salah seorang pengelola media
komunitas Angkringan di Timbulharjo, “Kalau presiden korupsi, ada media
nasional yang berbicara, bupati menyeleweng, ada media yang meliput. Nah
kalau lurahnya yang korup, siapa yang mau memuatnya?” (Kombinasi,
2002:3).
Di sinilah peran penting dari media komunitas. Secara sederhana
Pawito mengartikan media komunitas (community media) merupakan jenis
media (cetak maupun elektronik) yang hadir di dalam lingkungan masyarakat
atau komunitas tertentu dan dikelola oleh dan diperuntukkan bagi warga
komunitas tertentu.
Secara rinci karakter umum media komunitas menurut Jankowski
(2002) adalah sebagai berikut:
1. Tujuan
Menyajikan berita dan informasi relevan yang dibutuhkan anggota
komunitas dan mengajak anggota masyarakat berpartisipasi dalam
komunikasi publik melalui media komunitas.
2. Kontrol dan kepemilikan
Mayoritas saham media komunitas dikuasai oleh penduduk lokal,
pemerintah lokal, atau organisasi berbasis komunitas.
3. Isi berorientasi lokal
Hal ini senada dengan prinsip kedekatan (proximity) dan jurnalistik
sebagai nilai berita (news value)
16
4. Produksi media
Dikerjakan oleh pekerja nonprofesional dan sukarelawan.
5. Distribusi
Distribusi melalui jaringan, “televisi kabel” atau model jaringan khusus
lainnya, seperti jalur inependen dalam industri musik dan film.
6. Audiens
Lingkup audiens biasanya bersifat lokal yang jumlahnya relatif kecil,
lokasinya jelas secara geografis. Beberapa jaringan komunitas terbilang
luas dengan audiens yang menyebar.
7. Keuangan
Secara mendasar pendanaan bersifat nonkomersial, namun dana yang
masuk bisa berasal dari sponsorship, iklan, dan subsidi pemerintah.
Karakteristik tersebut merupakan gambaran umum yang ada dalam
media komunitas secara fleksibel. Pada kenyataannya, bisa saja terjadi sebuah
media massa baik dalam bentuk cetak maupun elektronik, lahir dengan
penambahan dan pengurangan dari karakteristik yang ada. Selain itu,
menurut Jankowski perbedaan skala antara media komunitas dan media
massa bersifat relatif. Sebab, luas ruang lingkup suatu komunitas secara
geografis sulit untuk didefinisikan. Metode komunikasi serta jenis medium
yang digunakan juga tidak dapat digunakan sebagai pembeda antara media
komunitas dengan media massa.
Seperti saat ini perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
membawa warna berbeda bagi perkembangan media komunitas. Realita
inilah yang kemudian mengilhami pakar serta praktisi media dan
pembangunan masyarakat untuk mencari instrumen teknologi informasi
komunikasi yang murah namun tetap dapat memberikan peluang kepada
masyarakat lokal untuk terlibat di dalamnya. Kemampuan masyarakat untuk
menyediakan informasi alternatif di samping terpaan arus informasi yang
begitu dahsyat membawa dampak penting bagi pendidikan dan
17
pemberdayaan masyarkat sebagai civil society (Wuryanta, 2010). Hal ini
ditandai dengan kemunculan berbagai bentuk media informasi yang
berkembang di berbagai komunitas dan dikelola secara mandiri. Salah satunya
SMS komunitas yang ada di Desa Timbulharjo, Sewon Bantul.
3. Teori Uses and Gratificationsdan Model Unified Theory of Acceptance
and Use of Technology (UTAUT)
Penelitian ini mengombinasikan Teori Uses and Gratificationsdan
Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) untuk
menganalisis bagaimana penggunaan SMS untuk pertukaran informasi dalam
komunitas. Secara umum Teori Uses and Gratifications digunakan untuk
melihat motif di balik penggunaan sebuah media/TIK, sedangkan Model
UTAUT digunakan untuk membedah bagaimana penerimaan suatu bentuk TIK
di suatu organisasi yang di dalam penelitian ini adalah penerimaan SMS MK-
160 Karakter dalam komunitas warga Desa Timbulharjo. Pembahasan pertama
akan diawali dengan Teori Uses and Gratifications.
Teori Uses and Gratifications
Dalam sejarah perkembangan teori komunikasi menempatkan teori
Uses and Gratifications sebagai bagian dari pendekatan yang merujuk pada
motif khalayak komunikasi massa dalam mengonsumsi media maupun
informasi (Triyono dan Kunto, 2011). Fokus teori ini adalah khalayak sebagai
pusat, dengan mengkaji lebih jauh tentang harapan khalayak terhadap media
yang bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak,
tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak.
Dengan kata lain penekanannya pada khalayak yang aktif, yang sengaja
menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus. Dengan menempatkan
khalayak pada posisi memiliki harapan atas media dan informasi yang
18
dikonsumsi, pendekatan Uses and Gratifications berpijak atas asumsi dasar
bahwa khalayak memiliki pilihan terhadap media yang ingin dikonsumsinya.
Berikut ini gambaran mengenai Teori Uses and Gratificationsdalam
penggunaan media massa yang dikembangkan oleh Kats, Gurevitch dan Haas:
Bagan 1. Skema Teori Uses and Gratifications
Sumber : Onong Uchjana Effendy, 2003:293
Teori ini dimulai dengan lingkungan sosial (social environment) yang
menentukan kebutuhan individu. Lingkungan sosial tersebut meliputi ciri-ciri
afiliasi kelompok dan ciri-ciri kepribadian. Sedangkan kebutuhan individu
(individual’s needs) dikategorisasikan dalam beberapa hal, diantaranya
cognitive needs (kebutuhan kognitif), affective needs (kebutuhan afektif),
personal integrative needs (kebutuhan pribadi secara integrative), social
Integrative needs (kebutuhan sosial secara integratif), dan escapist needs
(kebutuhan pelepasan).
19
Setelah menyadari kebutuhan yang ada, maka individu pasti memiliki
sebuah keinginan untuk segera memenuhi kebutuhannya. Pada proses
pemenuhan ini dapat dilakukan melalui dua sumber, pertama melalui non
media source yaitu melalui hubungan dalam keluarga, komunikasi inter
personal, hobby, dan minum-minuman keras, dll. Sumber pemenuhan kedua
dapat melalui mass media use yaitu dengan memilih media cetak maupun non
cetak seperti koran, radio, tv, film dan konten media sosial.
Katz et al, (1974:20) menyebutkan ada beberapa hal terkait dengan
proses seleksi media oleh individu, di antaranya: (1) the social and
psychological origins of, (2) needs which generate, (3) expectations of, (4) the
mass media or other sources which lead to, (5) differential exposure (or
enganging in other activities) resulting in, (6) need gratification and (7) other
consequences.
Pada perjalanannya, peneliti komunikasi memusatkan perhatian pada
unsur motif/motivasi individu untuk melihat bagaimana pemenuhan
kebutuhan individu melalui media. Menurut disiplin ilmu psikologi dikatakan
bahwa motivasi digunakan untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang ada
dan bekerja pada diri organisme atau individu yang menjadi penggerak dan
pengarah tingkah laku individu tersebut (Koeswara, 1986:1). Adapun
pendekatan Uses and Gratifications menekankan pada motif, khususnya
kebutuhan yang diperlukan oleh audiens terhadap media (McQuail,
1994:318).“These studies attampt to codify ideas about why individuals
choose certain media at various times and what they get out of their
connection with the media.” (Miller, 2002: 234)
Dalam studinya, McQuail (1983 dalam Miller, 2002) misalnya
mengusulkan tipologi gratifikasi penggunaan media massa sebagai berikut:
20
Tabel 1. Tipologi Motif Gratifikasi Audience dalam Menggunakan Media Massa menurut McQuail
Pendekatan Uses and Gratifications tidaklah berjalan mulus saat
perkembangannya. Ruggeiro (2000) mencatat ada lima hal pokok yang sering
menjadi masalah penelitian Uses and Gratifications. Pertama, dengan
memfokuskan studi pada konsumsi audiens terhadap media, penelitian Uses
and Gratifications umumnya bersifat individualistik dan anatomik. Hal ini
menyulitkan untuk menarik kesimpulan seputar implikasi penggunaan media
dalam lingkungan sosial. Kedua, beberapa contoh studi yang menggunakan
21
penelitian ini menjadi sangat terkotak-kotak, menggunakan skala dan tipologi
motif yang berbeda-beda. Efeknya dalah pengembangan konsep penelitian ini
menjadi sulit karena hasil penelitian yang berbeda tidak bisa disintesiskan.
Ketiga, masih kaburnya penjelasan tentang konsep-konsep sentral yang
digunakan, seperti latar belakang psikologis, kebutuhan, motif, perilaku dan
konsekuensi. Keempat, masih adanya perbedaan arti akan operasionalisasi
konsep-konsep dasar seperti motif, dan penggunaan, gratifikasi. Kelima,
pendekatan ini terlalu mengandalkan laporan self-report dimana audies
dianggap sadar dan paham dengan jawaban-jawaban yang diberikan.
Kelemahannya, hasil laporan tersebut dicurigai underrated ataupun overrated
karena self-report mungkin saja tidak mewakili perilaku audiens yang
sebenarnya, tergantung dari pemahaman individu terhadap pertanyaan yang
diajukan melalui kuesioner atau wawancara.
Kritik yang paling terkenal adalah mengenai bagaimana pendekatan ini
memandang audiens sebagai entitas aktif, seperti kritik yang dilontarkan
Rubin (dalam Sun, 2003) terhadap ritualisasi penggunaan televisi, “audience
activity would involve the notion of utility, but apparently not a great degree
of intentionality or selectivity” dan Anderson (1996 dalam Ruggiero, 2000)
bahwa Teori Uses and Gratifications merupakan, “ intelligent splice of
pschylogical motivations and sosiological functions, but materalism,
reductionism,and determinism, as well as foundatinal empiricism, are all
firmly in place.”
Sejak dicetuskan Blumler dan Katz pada tahun 1974 pun, Teori Uses
and Gratification telah mengalami berbagai dinamika. Ruggiero (2000) dan
Dervin dan Song secara sistematis membagi perkembangan tersebut dalam
dasawarsa-dasawarsa perkembangan Uses and Gratifications. Selama ini Uses
and Gratifications banyak digunakan dalam konteks komunikasi massa pada
ranah old media. Dalam perkembangan saat ini, Uses and Gratifications
dihadapkan pada tantangan dari perkembangan teknologi informasi dan
22
komunikasi yang menghadirkan media-media baru. Dalam kasus
perkembangan media tradisional ke media baru, Uses and
Gratifications sangat penting posisinya untuk memetakan kecenderungan
media baru yang menjadi suplemen atau bahkan menggantikan posisi media
tradisional di dalam masyarakat (Baran & Davis, 2009:238).
“As technology rapidly advances and mediated communication
option increase, the uses andgratifications approach will become
more important to laying an empirical foundation understand the
appeal of these media. Indeed, many scholars believe that as
interactive media become more commonplace and central in our
environment, the uses and gratifications approach will become even
more valuable in research due to the assumptions of the uses and
gratifications approach that are particularly applicable to interactive
media.” (Lin, 1996; Lowery & De Fleur, 1995; Rubin, 1994; Ruggerio,
2000 dalam Forreger. 2008)
Dalam kaitannya dengan perkembangan media baru, Teori Uses and
Gratifications ternyata masih potensial untuk digunakan dalam penelitian
yang terkait video games (Shery, et.al., 2006), telepon seluler (Leung & Wei,
2000), website di internet (Eighmey & McCord, 1998), e-mail (Recchiuti,
2003), internet chat (Leung, 2001; Recchiutti, 2003), dan blog (Li, 2005).Secara
umum tidak banyak yang berbeda dari penggunaan Uses and Gratifications
dalam mengkaji media massa ataupun media baru. Namun ada variasi dari
motif gratifikasi penggunaan media baru oleh user. Apabila motif gratifikasi
pada media massa terdiri dari surveillance, personal identiy, social
relationship, entertainment, maka bentuk motif gratifikasi dari penggunaan
media baru lebih berkembang.
Berikut ini motif gratifikasi user media baru hasil penelitian Uses and
Gratifications dalam beberapa tahun terakhir :
23
Tabel 2. Overview studi Uses and Gratifications mengenai New Media
Sumber : Olahan dari berbagai sumber
Tak hanya itu, dalam fase perkembangannya, nampak bahwa tradisi
kuantitatif mendominasi Teori Uses and Gratifications. Jensen dan Jankowski
(1991), dalam Triyono dan Kunto (2011),menawarkan penggunakan
metodologi kualitatif secara efektif dan lebih umum dalam Uses and
Gratifications, bahkan menggunakan pendekatan yang lebih holistik.
Penggunaan metode wawancara dalam pengumpulan data (sebagai bagian
dari aplikasi metodologi kualitatif) dipandang mampu menggali yang terdapat
Author(s) Research Areas
Research Methods
Motivations identified
O’Keefe and Sulamowski 1995
Telephone Qualitative Entertainment, social, aquisition, time management
Leung and Wei 1998
Pager Quantitative Fashion/status, sociability, entertainment, information seeking, utility
Leung and Wei 2000
Mobile phone
Qualitative Fashion/status, affection/sociability, relaxation, mobility, immediacy, instrumentality, reassurance
Aoki and Downes 2003
Mobile phone
Qualitative + quantitative
Personal safety, financial incentive, information access, social interaction, parental contacts, time management, dependency, image, privacy management
Stafford et al. 2004
Internet Qualitative + quantitative
Resources, search engine, searching, surfing, technology, website, education, information, learning, research, chatting, friends, interaction, people
Eighmey and McCord 1998
Internet Qualitative + quantitative
Purchase interest, controversy, clarity of purpose, continuing relationship, personal involvement
Gillenson and Stafford 2004
Mobile internet
Qualitative + quantitative
Convenience, efficiency, immediacy, ease of use, speed, productivity
Leung 2004 SMS Quantitative Entertainment, affection, fashion, escape, convenient and low cost, coordination
24
pada informan. Untuk itulah penelitian kali ini coba membedah fenomena
penggunaan TIK secara kualitatif menggunakan teori Uses and Gratifications.
Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT)
UTAUT merupakan teori yang berpengaruh dan banyak diadopsi untuk
melakukan penelitian penerimaan pengguna (user acceptance) terhadap
suatu teknologi informasi komunikasi (TIK). UTAUT has served as a baseline
model and has been applied to the study of a variety oftechnologies in both
organizational and non-organizational settings (Venkantesh, dkk: 2013).
UTAUT sendiri merupakan salah satu model penerimaan teknologi
terkini yang dikembangkan oleh Venkatesh, dkk.UTAUT menggabungkan fitur-
fitur yang berhasil dari delapan teori penerimaan teknologi terkemuka
menjadi satu teori. Kedelapan teori terkemuka yang disatukan di dalam
UTAUT adalah Theory of Reasoned Action (TRA), Technology Acceptance
Model (TAM), Motivational Model (MM), Theory of Planned Behavior (TPB),
Combined TAM and TPB, Model of PC Utilization (MPTU), Innovation Diffusion
Theory (IDT), dan Social Cognitive Theory (SCT). UTAUT terbukti lebih berhasil
dibandingkan kedelapan teori yang lain dalam menjelaskan hingga 70 persen
varian pengguna (Venkantesh, dkk: 2003).
Dalam penggunaannya, ada banyak aplikasi dan pengulangan dari
seluruh model atau sebagian model UTAUT dalam pengaturan organisasi yang
telah memberikan kontribusi untuk memperkuat generalisasi. Jenis pertama
merupakan ekstensi/integrasi yang menggunakan Model UTAUT dalam
konteks baru, seperti teknologi baru (misalnya, kolaborasi teknologi dan
informasi dalam sistem kesehatan), populasi pengguna baru (misalnya,
profesional kesehatan, konsumen) dan pengaturan budaya baru (misalnya,
Cina, India) (Gupta, 2008). Tipe kedua adalah penambahan konstruksi baru
untuk memperluas ruang lingkup mekanisme teoritis endogen yang diuraikan
25
dalam UTAUT. Terakhir, jenis ketiga adalah masuknya prediktor eksogen dari
variabel-variabel UTAUT.
Penelitian ini sendiri merupakan sebuah usaha untuk melakukan
aplikasi, ekstensi serta integrasi dari studi mengenai UTAUT. Sebelumnya
banyak studi menggunakan UTAUT untuk menguji tingkat penerimaan
karyawan terhadap suatu bentuk TIK yang diterapkan perusahaan bersifat
profit oriented atau penerimaan konsumen terhadap suatu produk atau
layanan teknologi. Penelitian ini mencoba menggunakan Model UTAUT untuk
memperluas pemahaman terhadap adopsi teknologi dan memperpanjang
batas teoritis dari teori dengan melihatnya dalam konteks komunitas yang
bersifat non profit oriented.
Adapun model asli dari UTAUT yang dikembangkan oleh Venkatesh
(2003) dapat dilihat dalam ilustrasi berikut:
Bagan 2. Model UTAUT
Sumber : Venkatesh, V.,dkk. 2003. User Acceptance of Information Technology: Toward a Unified View”, MIS Quarterly, Vol. 27 No. 3. Hal.27
26
Bila melihat skema model di atas, UTAUT memiliki empat konstruksi
kunci yaitu, ekspektasi kinerja (performance expectancy), ekspektasi usaha
(effort expectancy), pengaruh sosial(social influence), dan kondisi yang
memfasilitasi (facilitating condition) yang mempengaruhi minat pemanfaatan
(behavioral intention) dan pada perilaku penggunaan teknologi (use behavior).
Berikut pembahasannya.
a. Ekspektasi Kinerja (Performance Expectancy)
Venkatesh (2003) mendefinisikan ekspektasi kinerja (performance
expectancy) sebagai tingkat dimana seseorang mempercayai dengan
menggunakan perangkat TIK tertentu akan membantu orang tersebut untuk
memperoleh keuntungan-keuntungan kinerja pada pekerjaan. Dalam konsep
ini terdapat gabungan variabel-variabel yang diperoleh dari model penelitian
sebelumnya tentang model penerimaan dan penggunaan teknologi. Adapun
variabel tersebut antara lain:
1. Persepsi Terhadap Kegunaan (Perceived Usefulness)
Menurut Venkatesh (2003), persepsi terhadap kegunaan (perceived
usefulness) didefinisikan sebagai seberapa jauh seseorang percaya bahwa
menggunakan suatu perangkat TIK tertentu akan meningkatkan
kinerjanya. Hal ini dapat dilihat dari persepsi pengguna bahwa
menggunakan perangkat TIK tersebut dapat menjadikan pekerjaan lebih
mudah, bermanfaat, menambah produktivitas, mempertinggi efektivitas,
dan meningkatkan kinerja pekerjaan.
2. Motivasi Ekstrinsik (Extrinsic Motivation)
Menurut Venkatesh (2003), motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation)
didefinisikan sebagai persepsi yang diinginkan pemakai untuk melakukan
suatu aktivitas karena dianggap sebagai alat dalam mencapai hasil-hasil
bernilai yang berbeda dari aktivitas itu sendiri.
3. Kesesuaian Pekerjaan (Job Fit)
27
Menurut Venkatesh(2003), kesesuaian pekerjaan (job fit) didefinisikan
bagaimana kemampuan-kemampuan dari suatu perangkat TIK
meningkatkan kinerja pekerjaan individual.
4. Keuntungan Relatif (Relative Advantage)
Menurut Venkatesh (2003), keuntungan relatif (relative advantage)
didefinisikan sebagai seberapa jauh menggunakan suatu teknologi yang
dipersepsikan akan lebih baik dibandingkan menggunakan pendahulunya.
5. Ekspektasi-ekspektasi Hasil (Outcome Expectations)
Menurut Venkatesh (2003), ekspektasi-ekspektasi hasil (outcome
expectations) berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi dari
perilaku. Berdasarkan pada bukti empiris, mereka dipisahkan ke dalam
ekspektasi-ekspektasi kinerja (performance expectations) dan ekspektasi-
ekspektasi personal (personal expectations).
b. Ekspektasi Usaha (Effort Expectancy)
Ekspektasi usaha (effort expectancy) merupakan tingkat kemudahan
penggunaan perangkat TIK yang akan dapat mengurangi upaya (tenaga dan
waktu) individu dalam melakukan pekerjaannya. Davis (1989)
mengidentifikasikan bahwa kemudahan pemakaian mempunyai pengaruh
terhadap penggunaan TIK. Kemudahan penggunaan sistem akan
menimbulkan perasaan dalam diri seseorang bahwa sistem itu mempunyai
kegunaan dan karenanya menimbulkan rasa yang nyaman bila bekerja
dengan menggunakannya (Venkatesh dan Davis 2000). Davis (1989)
memberikan beberapa indikator kemudahan penggunaan TIK, yaitu TIK
mudah dipahami, TIK mengerjakan dengan mudah apa yang diinginkan oleh
penggunanya, keterampilan pengguna akan bertambah dengan
menggunakan TIK, dan TIK tersebut sangat mudah untuk dioperasikan. Dari
beberapa penjelasan yang telah disampaikan di atas, pengguna TIK
mempercayai bahwa teknologi informasi yang lebih fleksibel, mudah
28
dipahami dan mudah dalam hal pengoperasiannya akan menimbulkan minat
dalam menggunakan teknologi informasi tersebut dan seterusnya akan
menggunakan teknologi tersebut.
c. Faktor Sosial (Social Influence)
Faktor sosial (social influence) diartikan sebagai tingkat dimana
seorang individu menganggap bahwa orang lain menyakinkan dirinya bahwa
dia harus menggunakan sistem baru. Herbert Kelman (1958)
mengidentifikasi tiga varietas luas dari faktor sosial:
1. Kepatuhan adalah ketika orang tampaknya setuju dengan orang lain,
namun sebenarnya tetap tidak setuju dan sesuai pendapat mereka
pribadi.
2. Identifikasi adalah ketika orang dipengaruhi oleh seseorang yang disukai
dan dihormati, seperti selebriti terkenal atau seorang pemain favorit.
3. Internalisasi adalah ketika orang menerima keyakinan atau perilaku dan
setuju baik umum dan pribadi.
Menurut Triandis (1980) dalam Tjhai (2003) faktor sosial memiliki
hubungan positif dengan pemanfaatan TIK. Hal ini menunjukkan bahwa
individu akan meningkatkan pemanfaatan TIK jika mendapat dukungan dari
individu lainnya. Moore dan Benbasat (1991) menyatakan bahwa pada
lingkungan tertentu, penggunaan TIK akan meningkatkan status (image)
seseorang di dalam sistem sosial. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak
pengaruh yang diberikan sebuah lingkungan terhadap calon pengguna untuk
menggunakan suatu TIK yang baru maka semakin besar minat yang timbul
dari personal calon pengguna tersebut dalam menggunakan TIK tersebut
karena pengaruh yang kuat dari lingkungan sekitarnya.
d. Kondisi yang Memfasilitasi (Facilitating Conditions)
Kondisi yang memfasilitasi penggunaan TIK adalah tingkat dimana
seseorang percaya bahwa infrastruktur organisasi dan teknis ada untuk
29
mendukung penggunaan sistem. Triandis (1980) mendefinisikan kondisi
pendukung sebagai “faktor-faktor obyektif” yang dapat mempermudah
melakukan suatu tindakan.
e. Minat Pemanfaatan (Behavioral Intention)
Minat pemanfaatan (behavioral intention) didefinisikan sebagai tingkat
keinginan atau niat pemakai menggunakan perangkat TIK tertentu secara
terus menerus dengan asumsi bahwa mereka mempunyai akses terhadap
informasi. Seorang akan berminat menggunakan suatu TIK yang baru apabila
si pengguna tersebut meyakini dengan menggunakan TIK tersebut akan
meningkatkan kinerjanya, menggunakan TIK dapat dilakukan dengan mudah,
dan si pengguna tersebut mendapatkan pengaruh lingkungan sekitarnya
dalam menggunakan TIK tersebut.
f. Perilaku Penggunaan (Use Behavior)
Perilaku penggunaan (use behavior) didefinisikan sebagai intensitas
dan atau frekuensi pemakai dalam menggunakan TIK. Perilaku penggunaan
TIK sangat bergantung pada evaluasi pengguna dari teknologi tersebut.
Suatu perangkat TIK akan digunakan apabila pengguna tersebut berminat
dalam menggunakan TIK tersebut karena keyakinan bahwa menggunakan
teknologi tersebut dapat meningkatkan kinerjanya, menggunakan TIK dapat
dilakukan dengan mudah, dan pengaruh lingkungan sekitarnya dalam
menggunakan teknologi informasi tersebut. Selain itu, perilaku penggunaan
TIK juga dipengaruhi oleh kondisi yang memfasilitasi pemakai dalam
menggunakan teknologi tersebut.
Di samping itu terdapat pula empat moderator yakni jenis kelamin
(gender), usia (age), pengalaman (experience) dan kesukarelaan
(voluntariness)yang diposisikan untuk memoderasi dampak dari empat
konstruk utama pada minat pemanfaatan (behavioral intention) dan perilaku
penggunaan (use behavior). Gambar 2 menampilkan keterkaitan antara
30
determinan-determinan dan moderator-moderator ini. Adapun penjelasan
lebih lanjut dari moderator-moderator tersebut antara lain:
1. Jenis kelamin (Gender)
Jenis kelamin (gender) merupakan jenis kelamin dari individu yang
menggunakan TIK. Laki-laki, lebih dari wanita, bersedia untuk menghabiskan
lebih banyak upaya untuk mengatasi kendala yang berbeda dan kesulitan-
kesulitan untuk mengejar tujuan mereka. Sedangkan perempuan cenderung
lebih fokus pada besarnya usaha yang terlibat dan proses untuk mencapai
tujuan mereka (Henning dan Jardim 1977; Rotter dan Portugal 1969;
Venkatesh dan Morris 2000). Dengan demikian, pria cenderung kurang
mengandalkan memfasilitasi kondisi ketika mempertimbangkan penggunaan
teknologi baru, sedangkan wanita cenderung lebih menekankan pada faktor-
faktor pendukung eksternal.
2. Usia (Age)
Usia (age) merupakan usia individu dalam menggunakan TIK. Older
consumers (user) tend to face more difficulty in processing new or complex
information, thus affecting their learning of new technologies (Morris et al.
2005).
3. Kebiasaan (Behavior)
Kebiasaan (behavior) merupakan pengalaman individu dalam menggunakan
TIK sebelumnya. Ketika seorang pengguna pernah menggunakan TIK
sebelumnya, maka dia akan dapat mengevaluasinya sehingga pengguna
dapat memutuskan apakah dia akan berminat untuk menggunakan TIK di
masa depan (Dewi, 2009).
4. Kesukarelaan (Voluntariness of Use)
Kesukarelaan (Voluntariness of use) merupakan tingkat kesukarelaan
individu dalam menggunakan TIK. Kesukarelaan menggunakan TIK berasal
dari dalam diri masing-masing individu, bukan paksaan pihak lain.
31
Adapun khusus dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan dua
moderator yakni kebiasaan (behavior) dan kesukarelaan (voluntariness of use)
karena SMS MK-160 Karakter baru diterapkan pertama kali di Desa Timbulharjo
sehingga kebiasaan warga cenderung seragam dan semua warga Desa
Timbulharjo yang terdata secara sukarela menyatakan bergabung. Dengan
demikian, warga Desa Timbulharjo sebagai user dari SMS MK-160 Karakter
berada dalam kondisi yang setara dalam experience dan voluntariness of use.
Untuk menggantikannya, penulis akan menghadirkan moderator baru yakni
pendidikan (education) karena tingkat pendidikan warga Timbulharjo sangat
beragam dan pendidikan cukup mempengaruhi pola pikir user dalam menerima
sebuah perangkat media. Pendidikan dalam hal ini merupakan pendidikan
terakhir yang telah ditempuh oleh pengguna SMS MK-160 Karakter.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji minat pemanfaatan
dan penggunaan TIK menggunakan Model UTAUT yang dikembangkan
Venkatesh, et al. (2003), baik dalam model aslinya maupun yang dimodifikasi,
antara lain:
Tabel 3. Overview Penelitian Terdahulu Menggunakan Model UTAUT
No Peneliti
(Tahun
Penelitian)
Judul
Penelitian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1. Venkatesh, et
al. (2003)
User
Acceptance of
Information
Technology:
Toward a
Unified View
Independen:
Performance
expectancy, effort
expectancy, social
influence,
facilitating
conditions,
Computer self
efficacy, Computer
anxiety, Attitude
toward using
technology
Dependen:
1. Adanya hubungan
positif signifikan
ekpektasi kinerja,
ekspektasi usaha dan
faktor sosial terhadap
minat pemanfaatan
sistem informasi.
2. Adanya hubungan
positif signifikan minat
pemanfaatan
sistem informasi dan
kondisi-kondisi yang
memfasilitasi pemakai
32
Behavioral
Intention, Use
Behavior
terhadap
penggunaan sistem
informasi.
2. Bandyopadhy
ay dan
Fraccastoro
(2007)
The Effect of
Culture on
User
Acceptance of
Information
Technology
Independen:
Performance
expectancy, effort
expectancy, social
influence
Dependen:
Behavioral intention
1. Performance
expectancy, effort
expectancy, dan social
influence berpengaruh
signifikan positif
terhadap behavioral
intention.
3. Dasgupta, et
al. (2007)
User
Acceptance of
Case Tools in
System
Analysis and
Design: An
Empirical
Study
Independen:
Performance
expectancy, effort
expectancy, social
influence,
facilitating
conditions
Dependen:
Behavioral
intention, use
behavior
1. Effort expectancy
tidak berpengaruh
terhadap behavioral
intention.
2. Facilitating
conditions memiliki
pengaruh yang
signifikan terhadap
behavioral intention.
4. AlAwadhi
dan Morris
(2008)
The Use of the
UTAUT Model
in the
Adoption of E-
government
Services in
Kuwait
Independen:
Performance
expectancy, effort
expectancy, peer
influence,
facilitating
conditions
Dependen:
Behavioral
intention, use
behavior
1. Performance
expectancy tidak
berpengaruh signifikan
positif terhadap
behavioral intention.
2. Effort expectancy
dan peer influence
berpengaruh signifikan
positif terhadap
behavioral intention.
3. Facilitating
conditions memiliki
pengaruh yang
signifikan positif
terhadap use behavior.
33
4. Fikriansyah
dan Albarda
(2010)
Pegembangan
Model User
Acceptance
Aplikasi KPP
Percontohan
(Studi Kasus
KPPN di
Wilayah DKI
Jakarta)
Independen:
Performance
expectancy, effort
expectancy, social
influence,
facilitating
conditions,
managerial
intervention,
technology trust
Dependen:
Behavioral
intention, use
behavior
1. Effort expectancy
tidak berpengaruh
signifikan positif
terhadap use behavior.
2. Managerial
intervention tidak
berpengaruh signifikan
positif terhadap
behavioral intention.
Diolah dari berbagai sumber
Sinergi Teori Uses and Gratifications dan Model UTAUT
Seperti yang dijelaskan di bagian sebelumnya bahwa pendekatan Uses
and Gratifications tidaklah berjalan mulus dalam perkembangannya. Ruggeiro
(2000) mengkritik bahwadengan memfokuskan studi pada konsumsi audiens
terhadap media, penelitian Uses and Gratifications umumnya bersifat
individualistik dan anatomik. Uses and Gratifications dianggap individualistik
karena berfokus pada konsumsi penonton, yang membuatnya sulit untuk
menjelaskan faktor di luar individu dalam studi tertentu. Hal ini menyulitkan
untuk menarik kesimpulan seputar implikasi penggunaan media dalam
lingkungan sosial. Para kritikus berpendapat bahwa kebutuhan untuk
menggunakan media tertentu dibentuk dan diinformasikan oleh budaya maupun
oleh kecenderungan psikologis tertentu. Carey dan Kreiling (1974) berpendapat,
hal ini membuat sangat sulit untuk mempertimbangkan penggunaan media
dalam konteks sosial yang lebih besar. Dari kritik ini dapat disimpulkan Uses and
Gratifications dalam melihat motif gratifikasi penggunaan media, hanya berfokus
pada lingkungan internal dari audiens/user saja. Padahal, motivasi seseorang
menggunakan media tidak hanya didasari keinginan peribadi audiens/user saja.
34
Berbeda dengan Uses and Gratifications, Model UTAUT memiliki
pandangan sedikit berbeda untuk melihat motivasi/faktor seseorang dalam
mengkonsumsi media. UTAUT menganggap ada faktor eksternal seperti
pengaruh lingkungan sosial dan kondisi yang memfasilitasi yang mendasari
seseorang menggunakan media. Fakta ini menunjukkan ada link antara Teori
Uses and Gratifications dan Model UTAUT. Untuk itu penelitian ini berusaha
menggabungkan dan mengolaborasikan kedua hal ini. Teori Uses and
Gratifications dapat memberikan referensi terkait aspek internal individu yang
mendasari penggunaan media/TIK, sedangkan Model UTAUT melengkapi
referensi mengenai aspek eksternal individu yang mendasari penggunaan
media/TIK.
G. KERANGKA KONSEP
Bagian ini secara sederhana berusaha mengonseptualisasi kerangka
berpikir yang telah dijabarkan sebelumnya. Sedikit me-review kembali bahwa
terdapat empat pokok pemikiran dalam penelitian ini yaitu SMS, komunitas,
Teori Uses and Gratifications dan Model Unified Theory of Acceptance and Use of
Technology (UTAUT). Keterkaitan antara keempat hal tersebut telah melahirkan
sejumlah konsep penting sebagai pisau analisis dalam penelitian ini. SMS dilihat
bentuknya sebagai platform komunikasi, Teori Uses and Gratifications dan Model
Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) digunakan untuk
menganalisa penggunaan SMS tanpa melepaskan konteks penelitian yang terjadi
dalam komunitas.
1. Strukturdan Manajemen Informasi SMS MK-160 Karakter dalam Komunitas
Timbulharjo
SMS MK-160 Karakter merupakan platform komunikasi baru bagi
warga Desa Timbulharjo. Tentu dalam penerapannya terdapat struktur atau
manajemen informasi yang dilakukan untuk memaksimalkan pertukaran
35
informasi. Bagian ini akan membahas secara mendetail bagaimana proses
penerapan SMS MK-160 Karakter sebagai platform baru komunikasi;
kompleksitas proses pengumpulan, penyusunan dan pendistribusian informasi
melalui SMS MK-160 Karakter; struktur informasi yang terbentuk dari
platform komunikasi ini serta konvergensi media yang dilakukan guna
memaksimalkan pertukaran informasi.
2. Motif Penggunaan SMS sebagai Platform Komunikasi Masal dalam
Komunitas
Penelitian ini berangkat dari fakta adanya teknologi informasi dan
komunikasi berupa SMS yang kini telah digunakan oleh komunitas warga Desa
Timbulharjo untuk pertukaran informasi. Proses komunikasi yang ingin dilihat
adalah tentang mengapa warga menggunakan platform baru komunikasiini
untuk bertukar informasi. Secara khusus, penelitian ini ingin melihat apa saja
motif yang mendasari warga Desa Timbulharjo dalam menggunakan SMS MK-
160 Karakter. Konsep ini akan dibedah dengan menggunakan Teori Uses and
Gratification. Adapun dalam penelitian ini motif bermedia (media
gratifications) yang akan dilihat antara lain :
a. Motif Informasi (Surveillance), terkait dengan keinginan pengguna untuk
menggunakan SMS MK-160 Karakter sebagai sarana pertukaran informasi.
b. Motif Hiburan (Entertainment), terkait dengan kebutuhan pengguna untuk
mencari hiburan, bersantai, mengisi waktu luang melalui SMS MK-160
Karakter.
c. Motif Pembentukan Identitas Pribadi (Personal Identity), merupakan
keinginan pengguna untuk mencari penguatan nilai pribadi atau
pembentukan status di masyarakat dengan menggunakan SMS MK-160
Karakter.
36
d. Motif interaksi dan Integrasi Sosial (Social Relationship), terkait upaya
pengguna untuk mengidentifikasi diri dengan orang lain di lingkungan
sekitar serta meningkatkan rasa memiliki akan lingkungan sosial melalui
partisipasi dalam SMS MK-160 Karakter.
e. Kemudahan (Convenient) dan Biaya yang Murah (Low Cost),pengguna
menggunakan SMS MK-160 Karakter karena didasari kemudahan dalam
menggunakan dan tarif yang murah
f. Koordinasi (Coordination), pengguna menggunakan SMS MK-160 Karakter
untuk melakukan koordinasi dengan pihak lain.
3. Penerimaan Teknologi Berupa SMS MK-160 Karakter oleh Komunitas Warga
Timbulharjo
Bagian ini akan membahas mengenai bagaimana pola penerimaan SMS
MK-160 Karakter oleh warga Timbulharjo. Pola penerimaan ini dapat
diketahui melalui faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan teknologi.
Konsep ini akan dibedah dengan menggunakan Model Unified Theory of
Acceptance and Use of Technology (UTAUT). Model UTAUT menjelaskan
bahwa ada empat konstruksi kunci yang mempengaruhi penerimaan TIK
dalam sebuah organisasi/komunitas, antara lain:
a. Ekspektasi Kinerja (Performance Expectancy)
Ekspektasi kinerja (performance expectancy) merupakan keadaan dimana
seseorang mempercayai dengan menggunakan SMS MK-160 Karakter akan
membantu orang tersebut untuk memperoleh keuntungan-keuntungan
dalam berkomunikasi. Keuntungan tersebut antara lain SMS MK-160
Karakter membuat pertukaran informasi antar warga Desa Timbulharjo
lebih mudah dan cepat, sangat bermanfaat dan efektif sebagai platform
komunikasi warga, meningkatkan partisipasi individu dalam pertukaran
informasi, SMS MK-160 Karakter lebih baik dari plattform komunikasi
37
komunitas yang telah ada sebelumnya di Desa Timbulharjo, serta bisa
menambah informasi mengenai banyak hal tentang Desa Timbulharjo.
b. Ekspektasi Usaha (Effort Expectancy)
Ekspektasi usaha (effort expectancy) dalam penelitian ini merupakan faktor
kemudahan penggunaan SMS MK-160 Karakter, dimana pengguna percaya
dengan menggunakan SMS MK-160 Karakter dapat mengurangi upaya
(tenaga dan waktu) individu dalam melakukan pertukaran informasi.
Ekspektasi usaha ini terdiri dari anggapan bahwa SMS MK-160 Karakter
mudah dimengerti dan diaplikasikan, pertukaran informasi melalui SMS
MK-160 Karakter dapat dilakukan dengan mudah, baik ketika mengirim
informasi maupun menerima informasi, SMS MK-160 Karakter tidak
membutuhkan biaya yang besar (murah) serta pertukaran informasi
melalui SMS MK-160 Karakter hanya membutuhkan waktu yang singkat
c. Faktor Sosial (Social Influence)
Faktor sosial (social influence) diartikan sebagai tingkat dimana seorang
individu menganggap bahwa orang lain menyakinkan dirinya bahwa dia
harus menggunakan SMS MK-160 Karakter untuk pertukaran informasi.
Faktor sosial ini bisa dilihat dari adanya pengaruh atau saran dari pihak lain
seperti keluarga, teman, tetangga, relasi dalam menggunakan SMS MK-160
Karakter sebagai platform komunikasi.
d. Kondisi yang memfasilitasi (Facilitating Conditions)
Kondisi yang memfasilitasi penggunaan TIK adalah tingkat dimana
seseorang menggunakan SMS MK-160 Karakter karena adanya
infrastruktur organisasi dan teknis untuk mendukung penggunaan SMS MK-
160 Karakter.Kondisi yang memfasilitasi ini dapat dilihat dari kepemilikan
sumber daya (handphone) untuk ikut memanfaatkan SMS MK-160
Karakter, memiliki pengetahuan tentang tata cara berbagi dan menerima
informasi melalui SMS MK-160 Karakter, serta dapat memperoleh bantuan
38
dari pihak lain apabila kesulitan dalam menggunakan SMS MK-160
Karakter.
Adapun keempat faktor di atas nantinya akan berpengaruh pada
minat pemanfaatan (behavioral intention) serta perilaku penggunaan (use
behavior). Minat pemanfaatan (behavioral intention) dapat dilihat dari
keinginan pengguna untuk menggunakan SMS MK-160 Karakter baik untuk
memberi informasi ataupun menerima informasi dalam waktu dekat,
pengguna memprediksi akan memanfaatkan SMS MK-160 Karakter baik
memberi informasi ataupun menerima informasi, serta pengguna berencana
akan memanfaatkan SMS MK-160 Karakter baik memberi informasi ataupun
menerima informasi secara rutin. Pada puncaknya, minat pemanfaatan
(behavioral intention) inilah yang nantinya akan mempengaruhi perilaku
penggunaan(use behavior). Perilaku penggunaan sendiri dapat dilihat dari
intensitas/frekuensi memanfaatkan SMS MK-160 Karakter baik untuk
memberi informasi ataupun menerima informasi.
Dalam penelitian, diperhatikan pula pengaruh empat moderator
yakni jenis kelamin (gender), usia (age), dan pendidikan (education)dalam
memoderasi dampak dari empat konstruk utama pada minat pemanfaatan
(behavioral intention) dan perilaku penggunaan (use behavior).
4. Dinamika Pemanfaatan TIK dalam Komunitas
Komunitas merupakan objek material penting dalam penelitian ini.
Untuk itu penting untuk memaknai bagaimana sebuah komunitas yang
termediasi oleh kehadiran TIK. Bagian ini secara khusus ingin mengkritisi
sejauh mana SMS MK-160 Karakter ini mempengaruhi proses pertukaran
informasi dan kehidupan sosial warga Timbulharjo, bagaimana struktur
komunitas yang terbentuk setelah hadirnya SMS MK-160 Karakter, fenomena
information society seperti apa yang terbentukserta bagaimana dinamika
penggunaan SMS MK-160 Karakter dilihat dari sisi peluang dan tantangan?
39
Sudahkan SMS MK-160 Karakter menjadi solusi bagi pertukaran informasi di
komunitas warga Desa Timbulharjo? Pertanyaan ini akan dijawab berdasarkan
fakta-fakta di lapangan hasil pengamatan peneliti.
Tabel 4. Tabel Elemen Analisis Penelitian
Pokok Analisis Elemen Analisis Keterangan
Pemanfaatan SMS MK-160 Karakter oleh komunitas warga Desa Timbulharjo.
Strukturdan
Manajemen
Informasi SMS MK-
160 Karakter
- SMS MK-160 Karakter
sebagai Platform
Komunikasi Baru
- Proses penerapan
- Kompleksitas proses
pengumpulan,
penyusunan dan
pendistribusian informasi
- Isu konvergensi media
Motif Penggunaan
SMSMK-160
Karakter
a. Motif Informasi
(Surveillance)
b. Motif Hiburan
(Entertainment),
c. Motif Pembentukan
Identitas Pribadi (Personal
Identity)
d. Motif Interaksi dan
Integrasi (Social
Relationship)
e. Motif Kemudahan
(Convenient) dan Biaya
yang Murah (Low Cost)
f. Motif Koordinasi
(Coordination)
Penerimaan
Teknologi Berupa
SMS MK-160
Karakter
a. Ekspektasi Kinerja
(Performance Expectancy)
b. Ekspektasi Usaha (Effort
Expectancy)
c. Faktor Sosial (Social
Influence)
d. Kondisi yang
40
Pengaruh
moderator
memfasilitasi (Facilitating
Conditions)
- Jenis kelamin (gender),
- usia (age), dan
- pendidikan (education)
Dinamika
Pemanfaatan TIK
dalam Komunitas
- Sejauh mana SMS MK-
160 Karakter ini
mempengaruhi proses
pertukaran informasi dan
kehidupan sosial
- Fenomena information
society
- Dinamika penggunaan
SMS MK-160 Karakter
H. METODOLOGI PENELITIAN
1. Sifat Penelitian
Dilihat dari sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.
Penelitian ini terbatas pada pengungkapan dan analisa fakta yang didapat dari
pengamatan langsung di lapangan sesuai dengan realita yang ada/ obyektif,
mengenai keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki. Peneliti hanya
membuat kategori pelaku, mengamati gejala, mencatatnya lalu melaporkan.
Penelitian ini mencoba menjelaskan secara rinci dan akurat tentang pola dan
pengalaman sebuah komunitas warga dalam menggunakan suatu bentuk TIK
dalam hal ini berupa SMS komunitas. Harapannya penelitian ini bisa menjadi
tambahan pengetahuan mengenai kajian penggunaan TIK dalam konteks
komunitas yang bersifat non profit oriented.
2. Metode penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah studi eksploratisi. Secara ringkas,
Neuman merangkum konsep studi eksplorasi ini sebagai “Research into an
area that has not been studied and in which a researcher wants todevelop
41
initial ideas and more focused research question”. Jika suatu topik tersebut
tergolong baru dan hanya sedikit peneliti yang melakukan riset terhadapnya,
kita dapat memulai dengan riset eksplorasi yang dikenal dengan explanatory
research.
Penelitian eskplorasi memang jarang menghasilkan jawaban yang
pasti. Penelitian ini ditujukan untuk rumusan persoalan yang mengandung
akar pertanyaan “what”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memformulasikan sebuah topik secara lebih tepat. Formulasi ini kemudian
dapat membantu penelitian selanjutnya.
Secara ringkas, karakteristik studi eksplorasi antara lain:
1. Become familiar with the basic facts, setting, and concerns
2. Create a general mental picture of conition
3. Formulate and fokus questions for future research
4. Generates new ideas, conjectures, or hypotheses
5. Determine the feasibility of conducting research
6. Develop techniques for measuring and locating future data
Karakteristik yang terkandung dalam studi eksplorasi ini sesuai sebagai
metode untuk menjawab pertanyaan pada penelitian ini. Studi ini akan
mencoba mengeksplorasi tema mengenai pemanfaatan SMS MK-160 Karakter
dalam komunitas Timbulharjo. Studi eksplorasi cocok untuk digunakan dalam
penelitian ini karena isu mengenai pemanfaatan SMS untuk pertukaran
informasi di komunitas merupakan isu baru. Desa Timbulharjo merupakan
desa pertama yang menggunakan. Dalam praktiknya nanti, studi ini akan
membaur dengan studi deskriptif untuk memenuhi pertanyaan “how” dan
“who” (Neuman, 2000: 22) yang teradapat dalam penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara Mendalam
42
Wawancara mendalam adalah wawancara yang berusaha menggali
sedalam-dalamnya dan mendapat pengertian yang seluas-luasnya dari
jawaban yang diberikan oleh responden (Moser & Kalton, 1979). Wawancara
dilakukan sebagai sumber data primer dalam penelitian ini. Dengan
wawancara mendalam diharapkan peneliti dapat memperoleh informasi yang
tidak bisa didapatkan dengan cara lain. Wawancara dilakukan dengan
menggunakan panduan wawancara (interview guide). Namun tidak menutup
kemungkinan akan ada pertanyaan tambahan di lapangan. Pertanyaan
wawancara akan mengacu pada indikator yang telah dijabarkan dalam
kerangka konsep, sehingga bisa dibuktikan kebenarannya di lapangan.
Wawancara akan dilakukan terhadap :
1. Pengelola Media Komunitas Angkringan (Koordinator dan Admin SMS
MK-160 Karakter).
2. Warga Desa Timbulharjo sebagai user SMS MK-160 Karakter dengan
perbedaan usia, jenis kelamin dan latar belakang pekerjaan dan
pendidikan (sejumlah 25 orang).
Tabel 5. Karakteristik Informan
Karakteristik Jumlah
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia
17-25 tahun
26-35 tahun
36-50 tahun
>50 tahun
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Diploma
18 orang
7 orang
4 orang
7 orang
12 orang
2 orang
1 orang
6 orang
11 orang
2 orang
43
Sarjana
Pekerjaan
Buruh
Karyawan swasta
Wiraswasta
Guru/PNS
Ternak/tani
Konsultan Perencana
Pembantu Rumah Tangga
Ibu Rumah Tangga
Pensiunan
Mahasiswa
5 orang
5 orang
6 orang
4 orang
1 orang
1 orang
1 orang
1 orang
2 orang
1 orang
1 orang
Teknik penentuan sampel/informan yang digunakan adalah purposive
sampling dimana penelitian ini tidak dilakukan pada seluruh populasi,tetapi
terfokus pada target. Purposive sampling artinya bahwa penetuan
sampel/informan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat
terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini
informan yang diteliti adalah warga Desa Timbulharjo yang pernah menggunakan
SMS MK-160 Karakter berjumlah 25 orang.
Adapun jumlah informan laki-laki jumlahnya 18 orang, lebih banyak
daripada perempuan yang hanya berjumlah 7 orang. Hal ini karena jumlah laki-
laki di Timbulharjo lebih banyak daripada jumlah perempuan. Di samping itu
warga laki-laki yang sudah memanfaatkan SMS MK-160 Karkater lebih banyak
daripada warga perempuan.
Dalam penelitian ini peneliti juga mencoba memilih informan dari latar
belakang pendidikan, latar belakang usia dan latar belakang profesi yang
beragam untuk memenuhi keterwakilan informan. Semakin beragam informan,
maka kesempatan untuk menggali hal-hal baru akan lebih besar.
b. Observasi
44
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap fenomena yang diteliti. Agar diperoleh pengamatan yang jelas untuk
menghindari kesalahpahaman dengan obyek, maka penulis mengamati secara
langsung untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya (observasi langsung).
Dalam penelitian ini peneliti mencoba melakukan observasi langsung terkait
aktivitas pengelolaan dan penggunaan SMS MK-160 Karakter. Hal ini dapat
dilakukan dengan melihat secara langsung bagaimana proses pertukaran
informasi berlangsung mulai dari pengumpulan, penyusunan hingga
pendistribusian informasi. Peneliti juga mencoba menganalisa secara langsung
bagaimana perilaku bermedia dari warga Desa Timbulharjo setelah kehadiran
SMS MK-160 Karakter.
c. Dokumen dan arsip
Dokumen dan arsip utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
arsip SMS yang sudah terdistribusi selama ini dan dianalisis lebih lanjut
mengenai tema-tema yang muncul, bagaimana feedback dari warga atas
informasi yang disampaikan, serta bagaimana statistik SMS dari hari ke hari. Di
samping itu dokumen dan arsip pendukung yang akan digunakan untuk
menunjang data dalam penelitian ini antara lainproposal pembuatan media,
catatan terkait pengelolaan dan kebijakan, database warga, foto-foto dan
laporan pengelolaan SMS MK-160 Karakter.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga tahapan kegiatan,
yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi
(B.Miles dan Michael Habermas, 2007: 16). Pejelasannya sebagai berikut :
a. Reduksi data
45
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data-data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data dilakukan
dengan memilih bagian-bagian mana yang dikode, membuang data, membuat
pola-pola untuk meringkas bagian-bagian yang tersebar, dan mengungkapkan
cerita yang sedang berkembang.
b. Penyajian data
Penyajian data diartikan sebagai kumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Dengan melihat penyajian data maka dapat dipahami apa yang
sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman yang
diperoleh dari penyajian-penyajian data tersebut. Penyajian data dilakukan
dengan tabel dan teks naratif.
c. Menarik kesimpulan/verifikasi
Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif
mulai mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin,
alur sebab akibat dan propisisi. Bagian ini akan berisi analisis dan interpretasi
terhadap data terkait penggunaan SMS MK-160 Karakter yang berlangsung
dalam komunitas warga Desa Timbulharjo. Analisis ini akan dikaitkan dengan
teori dan konsep yang menjadi rujukan.