45
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Timbulharjo merupakan sebuah desa di Kecamatan Sewon, Bantul dimana sebagian besar warganya merupakan suku Jawa. Hal ini membuat budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama. Observasi peneliti menemukan bahwa semangat kekeluargaan, gotong royong, dan rasa kolektivitas masih terasa di wilayah ini. Keunikan juga terlihat dalam komunikasi yang terjalin antar warga. Bagi warga Timbulharjo, harmonisasi harus selalu dijaga dalam relasi personal dan sosial, sehingga mereka menjauhi kritik dalam komunikasi langsung. Hal ini turut dipengaruhi budaya Jawa yang berusaha menghindari hal-hal yang dianggap ora ilok (tidak pantas) seperti melancarkan kritik yang membuat orang tersinggung. Kritik muncul dalam high context culture ditandai dengan ucapan, dan tindakan yang sangat halus. Maryani, peneliti Komunikasi UNPAD yang pernah melakukan penelitian di Timbulharjo pada 2011 menemukan bahwa di Timbulharjo sebenarnya banyak pihak yang sebenarnya tidak puas atau merasa tidak diperlakukan adil oleh para pamong atau birokrasi desa, akan tetapi mereka tidak berani mengungkapkan pendapat. Mereka takut akan menyakiti kelompok lain sehingga sebagian warga selalu menjaga hubungan baik satu sama lain, dan berusaha memberikan pemakluman. Kondisi ini memang ada baiknya, dimana warga Timbulharjo memiliki indentitas kolektif yakni berusaha mencapai kehidupan yang sukses namun tetap menghargai nilai-nilai budaya mereka. Namun di sisi lain, keengganan mengkritik atau menyakiti hati orang lain ini menyebabkan warga tidak bisa menyuarakan pendapat, kritik secara terbuka dan langsung pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Timbulharjo merupakan sebuah desa di Kecamatan Sewon, Bantul

dimana sebagian besar warganya merupakan suku Jawa. Hal ini membuat

budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan

bersama. Observasi peneliti menemukan bahwa semangat kekeluargaan, gotong

royong, dan rasa kolektivitas masih terasa di wilayah ini. Keunikan juga terlihat

dalam komunikasi yang terjalin antar warga. Bagi warga Timbulharjo,

harmonisasi harus selalu dijaga dalam relasi personal dan sosial, sehingga

mereka menjauhi kritik dalam komunikasi langsung. Hal ini turut dipengaruhi

budaya Jawa yang berusaha menghindari hal-hal yang dianggap ora ilok (tidak

pantas) seperti melancarkan kritik yang membuat orang tersinggung. Kritik

muncul dalam high context culture ditandai dengan ucapan, dan tindakan yang

sangat halus.

Maryani, peneliti Komunikasi UNPAD yang pernah melakukan penelitian

di Timbulharjo pada 2011 menemukan bahwa di Timbulharjo sebenarnya banyak

pihak yang sebenarnya tidak puas atau merasa tidak diperlakukan adil oleh para

pamong atau birokrasi desa, akan tetapi mereka tidak berani mengungkapkan

pendapat. Mereka takut akan menyakiti kelompok lain sehingga sebagian warga

selalu menjaga hubungan baik satu sama lain, dan berusaha memberikan

pemakluman. Kondisi ini memang ada baiknya, dimana warga Timbulharjo

memiliki indentitas kolektif yakni berusaha mencapai kehidupan yang sukses

namun tetap menghargai nilai-nilai budaya mereka. Namun di sisi lain,

keengganan mengkritik atau menyakiti hati orang lain ini menyebabkan warga

tidak bisa menyuarakan pendapat, kritik secara terbuka dan langsung pada

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

2

birokrasi yang tidak menjalankan tugas dengan baik ataupun tindakan oknum

warga yang sering merugikan warga lainnya seperti misalnya kegiatan

membuang sampah sembarangan, pemalsuan data keluarga guna mendapat

bantuan pemerintah, dsb.

Beruntung pada tahun 2000, beberapa pemuda Timbulharjo berusaha

memecah kebuntuan komunikasi yang selama ini mengakar di desa mereka.

Mereka menyadari hanya media komunitas sebagai solusi alternatif bagi

komunikasi antarwarga di Timbulharjo. Hal inilah yang kemudian melahirkan

berbagai bentuk platform media yang dikenal dengan nama “Angkringan”. Media

komunitas dapat menjadi saluran strategis dan efektif untuk berkomunikasi serta

menyampaikan kritik yang terbebas dari dominasi budaya. Bentuk medianya pun

beragam mulaidari buletin, radio hingga berkonvergensi dengan internet. Namun

seiring berjalannya waktu, komunitas warga ini menyadari masih ada kekurangan

dari media-media tersebut dalam proses pertukaran informasi.1

Media buletin memiliki kekurangan antara lain jumlah tirasnya terbatas

hanya 500 eksemplar dengan jumlah penduduk 20.000 jiwa, tidak semua

informasi bisa disampaikan karena terbatasnya kolom, serta periode terbit hanya

satu minggu sekali menyebabkan informasi yang penting tidak bisa disalurkan

dengan segera. Media radio memiliki kekurangan yakni komunikasi hanya

bersifat satu arah, hanya yang mendengar radio saat itu saja yang mendapatkan

informasi, serta kendala terkait regulasi yang membatasi siaran radio komunitas

hanya sejauh 2,5 km dan kekuatan hanya 50 watt membuat belum seluruh Desa

Timbulharjo bisa dijangkau. Media baru yakni internet pun masih dianggap

kurang efektif karena masih sedikit warga Desa Timbulharjo yang memang betul-

betul akrab dan “melek” internet.

Melihat berbagai kekurangan dari media-media sebelumnya, muncullah

keinginan dari penggiat Media Komunitas Angkringan untuk menciptakan saluran

1 Wawancara dengan Tepos, pengelola MK-160 Karakter pada 11 April 2013.

2Wawancara dengan Ambar, pengelola SMS MK-160 Karakter, 11 April 2013

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

3

komunikasi baru yang lebih efektif untuk pertukaran informasi dan

meningkatkan partisipasi warga. Mereka sampai pada pemikiran bahwa saat ini

teknologi komunikasi yang murah, cepat, interaktif dan personal makin dinikmati

pengguna untuk berkomunikasi. Para penggiat media komunitas menyadari

teknologi yang memenuhi kriteria tersebut adalah handphone. Di dalam

perangkat keras handphone ini ada fasilitas khusus yakni Short Message Service

(SMS) yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk pertukaran informasi

secara masal. Selama ini SMS seringkali hanya digunakan untuk komunikasi

person to person. Padahal dengan sedikit inovasi yakni dikombinasikan dengan

aplikasi khusus, SMS bisa dikelola dan dimanfaatkan sebagai platform multifungsi

untuk komunikasi massal. Terlebih di awal 2012 saat ide ini muncul, masih

banyak promo SMS gratis dari provider seluler yang menjadi daya tarik tersendiri.

Peluang inilah yang kemudian ditangkap dan dikembangkan oleh

pengelola Media Komunitas Angkringan. Mereka menciptakan platform

komunikasi baru berbasis SMS yang kemudian diberi nama SMS MK-160

Karakter. Adapun dalam pelaksanannya, SMS MK-160 Karakter ini diawali

dengan pembuatan sistem aplikasi yang diisi database kependudukan. Data yang

berada dalam sistem adalah nomor handphone yang berfungsi untuk menerima

dan menyebarluaskan informasi serta data diri warga. Proyek ini

mengembangkan aplikasi SMS – MK (Media Komunitas) dengan fungsi untuk

mengirimkan informasi secara serentak (broadcast) kepada warga

komunitasberdasarkan kategori tertentu (lokasi wilayah pedukuhan, jenis

kelamin, usia, profesi, minat). Di samping itu, integrasi dengan database

komunitas membuat warga komunitas bisa mengakses data diri warga lain

secara cepat apabila sewaktu-waktu diperlukan. Misalnya, warga yang

membutuhkan donor darah bisa langsung mendapatkan balasan SMS berisi

daftar nama dan alamat pendonor yang sesuai.

Berikut adalah contoh SMS yang disampaikan dan disebarkan kepada

warga Timbulharjo melalui SMS MK-160 Karakter:

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

4

Gambar 1 Contoh Pesan SMS yang Dipertukarkan Melalui SMS MK-160 Karakter

Sumber : Pengelola SMS MK-160 Karakter

Dalam perjalanannya SMS MK-160 Karakter dirasa memberikan manfaat

yang cukup signifikan bagi pertukaran informasi warga di Desa Timbulharjo.

Terlebih SMS MK-160 Karakter ini memang lahir dari kebutuhan warga. Dengan

media SMS ini semua warga bisa terlibat dalam pertukaran informasi baik

sebagai pemberi informasi maupun penerima informasi. Warga bisa belajar

menyampaikan dan mengemas informasi penting terkait lingkungannya hanya

melalui 160 karakter. Dengan kata lain, terjadi perubahan terhadap warga yang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

5

selama ini hanya pasif menerima informasi menjadi aktif memberi informasi.

Platform ini juga dirasa tepat sasaran karena warga Desa Timbulharjo sendiri

sudah familiar dengan perangkat handphone untuk menelepon dan mengirim

pesan2. Berdasarkan survey Media Komunitas Angkringan, pengguna handphone

di Timbulharjo sendiri saat ini berjumlah sekitar 5000 orang.

Traffic SMS yang diterima pengelola dari hari ke hari juga cukup dinamis

mulai dari 10 hingga 100 SMS per hari. Traffic SMS cukup tinggi dijumpai pada

masa Pemilihan Lurah Desa (PILRUDES) pada pertengahan April 2013 lalu.

Namun tidak semua SMS yang dikirimkan warga akan disebarkan ke warga

lainnya. Apabila informasi tidak terlalu medesak untuk disebarkan atau terkait

isu politik tertentu seperti PILRUDES, pengelola SMS MK-160 Karakter

mensiasatinya dengan penyampaian informasi melalui Buletin Angkringan.

Pemanfaatan Facebook dan Twitter turut dioptimalisasikan untuk menunjang

penyebaran informasi dari, oleh dan untuk warga Desa Timbulharjo.

Saat ini dalam pengelolaannya, SMS MK-160 Karakter masih

memanfaatkan hibah dana yang diperoleh dari Lomba Cipta Media. SMS MK-160

Karakter terpilih menjadi salah satu penerima hibah karena dinilai memiliki

gagasan yang sederhana, tepat sasaran, menggunakan teknologi tepat guna,

serta mencerminkan semangat partisipatoris dari dan untuk masyarakat3.

Melihat peluang yang ada, ke depannya banyak cara yang bisa dilakukan untuk

mendapatkan dana untuk mengembangkan platform komunikasi ini. Sampai saat

ini pemanfaatan SMS MK-160 Karakter memang baru dilaksanakan di Desa

Timbulharjo. Keseluruhan proses akan didokumentasikan dan dikemas menjadi

panduan berupa teks dan audio visual. Keseluruhan produk berupa aplikasi,

panduan dan dokumentasi akan dirilis dan diunggah ke internet sehingga bisa

digunakan oleh siapapun secara bebas dan bisa direplikasi di komunitas lain.

Sejauh ini sudah ada beberapa komunitas dari Kulon Progo, Bantul, Kali Code,

2Wawancara dengan Ambar, pengelola SMS MK-160 Karakter, 11 April 2013

3http://ciptamedia.org/wiki/MK-160:_Media_Komunitas_160_Karakter diakses 9 Mei 2013

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

6

bahkan salah satu LSM di Papua tertarik dan berencana untuk mengadopsi SMS-

MK 160 Karakter ini bagi pengembangan media informasi di komunitasnya.

SMS MK-160 Karakter merupakan salah satu bentuk pergeseran dalam

pemanfaatan media dalam komunitas. Dalam pengimplementasiannya tentu

bukanlah sesuatu yang mudah untuk mengajak user (dalam hal ini warga

Timbulharjo) untuk beralih menggunakan platform komunikasi baru ini. Terlebih

tujuan akhir dari penerapan teknologi ini agar warga lebih aktif terlibat dalam

sharing informasi. Kasus yang unik di Timbulharjo seperti dijelaskan sebelumnya

adalah identitas budaya yang masih sangat kuat dimana warganya masih

memelihara cara-cara komunikasi tradisional seperti berkomunikasi tatap muka

secara langsung ataupun melalui pengeras suara dari masjid serta pengaruh

budaya Jawa yang menghindari kritik serta konflik dalam berkomunikasi.

Untuk itu menarik untuk melihat bagaimana pengalaman userpada

pergeseran media yang ada dimana identitas budaya turut berperan di

dalamnya. Lebih lanjut penelitian ini ingin mengeksplorasi bagaimana struktur

informasi serta dinamika sosial dari warga Timbulharjo dalam memanfaatkan

SMS MK-160 Karakter untuk sharing informasi. Hal ini bisa menjadi masukan bagi

komunitas atau institusi lain yang ingin mengadopsi platform komunikasi ini

atupun mengembangkan media yang baru sesuai kebutuhan, identitas kolektif

dan peluang di komunitas masing-masing.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana pemanfaatan SMS MK-160 Karakter oleh komunitas warga Desa

Timbulharjo, Sewon, Bantul pada Juli 2012 hingga Juli 2013?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Menganalisis kompleksitas proses pengumpulan, pengelolaan dan

pendistribusian informasi melalui SMS MK-160 Karakter.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

7

2. Menjelaskan motif penggunaan teknologi SMS MK-160 Karakter oleh

warga Desa Timbulharjo.

3. Menganalisis penerimaan teknologi berupa SMS MK-160 Karakter oleh

warga Desa Timbulharjo.

4. Mengeksplorasidinamika pemanfaatan teknologi SMS MK-160 Karakter

sebagai platform komunikasi baru warga Desa Timbulharjo dikaitkan pula

dengan peluang dan tantangan yang ada.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi kajian media, terutama terkait dinamika dan pengalaman

dari pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam

komunitas. Hal ini bisa menjadi pertimbangan untuk mengembangkan TIK

untuk komunitas di masa depan. Perlu disadari bahwa ke depannya peluang

hadirnya teknologi informasi komunikasi (TIK) baru sebagai platform

komunitas akan semakin terbuka.

2. Manfaat praktis

Dengan mengetahui motif dan penerimaan SMS MK-160 Karakter

oleh user, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

pengelola Media Komunitas Angkringan maupun komunitas lain yang ingin

mengadopsi teknologi ini. Di samping itu juga memberi masukan bagi pelaku

komunikasi serta penggiat media komunitas bahwa saat ini peluang adanya

media-media alternatif hasil inovasi dan kreatifitas komunitas seperti SMS

sudah bermunculan. Diharapkan ke depannya akan lebih banyak banyak

komunitas yang mememanfaatkan teknologi untuk pertukaran informasi

sesuai kebutuhan dan peluang di komunitas masing-masing.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

8

E. OBJEK PENELITIAN

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah warga Desa Timbulharjo, Sewon

Bantul sebagai user dari SMS MK-160 Karakter dan pengelola Media

Komunitas Angkringan.

F. KERANGKA PEMIKIRAN

1. Short Message Service (SMS) sebagai Platform Komunikasi Masal

Berbicara mengenai SMS tentu tidak bisa dipisahkan dengan konsep

teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai induknya. Penggunaan

istilah teknologi informasi dan komunikasi sendiri menurut Abrar (2002:4)

adalah sah jika menyangkut konsep teknologi komunikasi dan teknologi

informasi sekaligus. Istilah teknologi informasi dan komunikasi merujuk pada

alat yang bisa dipakai untuk meningkatkan kemampuan manusia

berkomunikasi dan membantu manusia mengolah data. Dengan demikian

teknologi informasi dan komunikasi adalah suatu paduan yang tidak dapat

dipisahkan yang mengandung pengertian luas tentang segala kegiatan yang

terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengolahan, dan transfer/

pemindahan informasi antarmedia.

Istilah teknologi informasi dan komunikasi muncul setelah adanya

perpaduan antara teknologi komputer (baik perangkat keras maupun

perangkat lunak) dengan teknologi komunikasi pada pertengahan abad ke-20

(Haryanto: 2008). Teknologi informasi komunikasi inilah yang dijumpai salah

satunya pada fasilitas SMS pada handphone. SMS dan handphone tidak bisa

dipisahkan karena keduanya berintegrasi meningkatkan kemampuan manusia

berkomunikasi dan membantu manusia mengolah data.

“Information and communication technologies and their associated social contexts, incorporating the artifacts or devices that anable and

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

9

extend our abilities to communicate; the communication activities or practice we engage in to develop and use these devices; and the social engagements or organizations that form around the devices and practices (Lievrouw and Sonia Livingston, 2002: 23).”

SMS sendiri merupakan sebuah layanan dalam perangkat Stasiun

Seluler Digital (Digital Cellular Terminal, seperti ponsel) yang memungkinkan

penggunanya dapat mengirim pesan dalam bentuk alphanumeric dan

menerima pesan-pesan teks dengan panjang sampai dengan 160 karakter

melalui jaringan GSM4. Layanan SMS merupakan layanan yang bersifat

nonreal time dimana sebuah short message dapat di-submit ke suatu tujuan,

tidak peduli apakah tujuan tersebut aktif atau tidak (Rozidi, 2004). Karena

melekat pada perangkat teknologi komunikasi handphone, pertukaran

informasi menggunakan SMS adalah bentuk salah satu bentuk dari media

interaktif.

Handphone sendiri adalah teknologi komunikasi yang relatif terjangkau

oleh masyarakat dan mudah akrab dengan kebiasaan hidup mereka sehari-

hari (Abrar, 2002: 3). Demikian pula dengan layanan SMS yang menyediakan

pengiriman pesan secara cepat, mudah dan murah. Seperti yang diungkapkan

Rich Ling (2004) dalam bukunya The Mobile Connection: The Cell Phone’s

Impact on Society, “The most commonly noted advantage is that texting is

relatively inexpensive and easy to budget for.” Hal inilah yang membuat para

pengguna ponsel sangat akbrab dengan SMS. Data Asosiasi Telekomunikasi

4Erwin Abdurachim, dkk. 2011. Rancang Bangun Aplikasi Sistem Kontrol Lampu Berbasis SMS

Gateway.terarsip dalam http://courseware.politekniktelkom.ac.id/Jurnal%20Proyek%20Akhir/MI/Jurnal%20PA%20-%20Erwin%20Abdurachim%20%2830108243%29.pdf

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

10

Seluler Indonesia (ATSI) mencatat, jumlah SMS yang terkirim pada tahun 2011

saja telah mencapai 260 miliar5.

Selain murah dan mudah, SMS memiliki beberapa keunggulan lainnya.

SMS merupakan bentuk ideal untuk berkomunikasi ketika tidak ingin didengar

sehingga SMS dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Seperti yang

diungkapkan Ling, “Texting allows us to be expressive even in situations where

other forms of communication are not appropriate”. SMS sendiri merupakan

layanandenganmetode store and forward yang memungkinkan ponsel

penerima pesan tidak harus aktif atau berada dalam jangkauan signal. Pesan

akan disimpan dalam sms center sampai ponsel penerima aktif kembali atau

berada dalam jangkauan dimana pesan dapat disampaikan. Pesan pun akan

tetap tersimpan dalam kartu SIM hingga pengguna ponsel menghapusnya.

Di samping itu bahasa SMS juga memiliki keunikan tersendiri karena

merupakan perpaduan dari bahasa tulis dan bahasa lisan. Ini membuat SMS

lebih praktis dan personal untuk digunakan.

“Accordingly, email and SMS can be arrange somewhere between personal letters and face to face and telephone conversation. Their language is a mixture of the written and spoken language and has the spontanity and informality of speech, tough it is ‘written’ and thus carries with it the written language (Moran and Howisher, 1998: 94)”.

SMS pada awalnya adalah bagian dari standar teknologi seluler GSM,

yang kemudian juga tersedia di teknologi CDMA, telepon rumah PSTN, dan

lainnya. KiniSMS tidak terbatas untuk komunikasi antar manusia pengguna

saja, namun juga bisa dibuat otomatis dikirim/diterima oleh peralatan

(komputer, mikrokontroler, dsb) untuk mencapai suatu tujuan tertentu. SMS

5Firman Nugraha. 2012. Jumlah Pelanggan Seluler di Indonesia Hampir Mendekati Jumlah

Penduduk Indonesia. Terarsip dalam:

http://www.teknojurnal.com/2012/01/18/jumlah-pelanggan-seluler-di-indonesia-hampir-mendekati-jumlah-penduduk-indonesia/ diakses 11 april 2013.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

11

kini pun tidak terbatas hanya untuk komunikasi person to person tapi bisa

untuk komunikasi masal dengan adanya SMS Gateway.

SMS Gateway adalah suatu platform yang menyediakan mekanisme

untuk menghantar dan menerima SMS dari peralatan mobile (HP, PDA phone,

Modem Dial-up, dll) melalui SMS Gateway’s shortcode (Romzi, 2004).

Keuntungan dalam penggunaan SMS Gateway adalah pesan dapat disebarkan

ke ratusan nomor yang ada di database secara otomatis. Selain itu, dengan

menggunakan program tambahan yang dapat dibuat sendiri, pengirim pesan

dapat lebih fleksibel dalam mengirim berita karena biasanya pesan yang ingin

dikirim berbeda-beda untuk masing-masing penerimanya.

SMS Gatewaypun semakin bermanfaat ketika dapat digunakan untuk

beragam aplikasi baik untuk keperluan pribadi, korporasi maupun publik.

Salah satu pemanfaatan SMS Gateway sehingga lebih berdaya guna kini

tengah dikembangkan oleh komunitas warga Desa Timbulharjo, Sewon,

Bantul, Yogyakarta. Media informasiyang dinamakan SMS MK-160 Karakter ini

mereka gunakan untuk pertukaran informasi secara masal di lingkup desa.

“Beyond the advantages for the individual user, texting can be seen from the perspective of the group. Indeed, texting is on the face of it a form of interaction between individuals. Thus, as we have seen, the messages help to coordinate, inform, and generally care for our social contacts. In this respect, texting has become a real link in the social network, a way to maintain a ‘background awareness’ as to what is happening within our social sphere (Ito: 2003).”

Tak dipungkiri dengan kehadiran teknologi layanan pengirim pesan

instan gratis lain, seperti BlackBerry Messenger, WhatsApp, Line,Cocoa Talk

dan aplikasi lainnya, akan mempengaruhi penggunaan SMS. Namun demikian,

meski pengguna pesan instan lain terus meningkat namun pengguna SMS

tradisional juga masih tinggi, terutama di daerah sub urban dan rural6. Hal ini

6http://www.beritajatim.com/detailnews.php/1/Ekonomi/2013-03

18/165227/Indosat_Luncurkan_SMS_Gratis_ke_Semua_Operator diakses 11 April 2013

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

12

disebabkan berbagai inovasi layanan yang disediakan oleh provider seluler

dan persaingan tarif yang semakin menggiurkan konsumen. Untuk itu

pemanfaatan SMS komunitas bagi masyarakat pedesaan seperti SMS MK-160

Karakter yang diterapkan di Desa Timbulharjo, sangat berpeluang untuk

dikembangkan ke depannya mengingat SMS masih dimanfaatkan secara aktif

oleh warga pedesaan.

2. Komunitas

Sebelum membahas lebih jauh mengenai komunitas, berikut ini ada

beberapa pandangan mengenai pengertian komunitas (community).

Di dalam PP Nomor 51 (3) disebutkan bahwa “Komunitas adalah

sekumpulan orang yang bertempat tinggal atau berdomisili dan berinteraksi di

wilayah tertentu”.

Woods dan Judikis dalam Conversations on Community Theory

mengartikan komunitas sebagai:

“A community is a group of people who are socially

interdependent, who participate together in discussion and

decision making, who share certain practices that both define

the community and are nurtured by it.”

Dari definisi di atas terlihat bahwa partisipasi adalah kata kunci penting

dari komunitas. Sedangkan Jankowski (2002:5) menyatakan bahwa komunitas

secara konvensional ditandai dengan daerah yang relatif berdekatan secara

geografis dalam lingkungannya, desa, kota, dalam beberapa kasus sama

dengan kota.

Dalam ranah ilmu sosial, terminologi komunitas merujuk pengertian

nilai-nilai bersama, norma-norma dan simbol-simbol yang memberi identitas

atau perasaan kekitaan (sense of we-ness atau we feeling) (Keliat, 2004:4). Hal

ini menjunjukkan bahwa masyarakat komunitas akan selalu berupaya untuk

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

13

dapat menyesuaikan diri dengan keberadaan dan keinginan dari komunitas

tersebut.

Selain terbentuk atas dasar geografis yang sama, komunitas juga dapat

terbentuk atas dasar rasa identitas yang sama, atau minat dan kepentingan,

kepedulian kepada hal yang sama (Fraser et all, 2001: 20). Komunitas yang

terbentuk atas dasar psikologis ini dapat berupa komunitas pekerja, buruh,

dsb.

Woods dan Judikis mengidentifikasi enam elemen yang esensial dari

komunitas, antara lain:

a. A sense of common purpose(s) or interest(s) among members;

b. An assuming of mutual responsibility;

c. Acknowledgment (at least among members) of interconnectedness;

d. Mutual respect for individual differences;

e. Mutual commitment to the well-being of each other; and

f. Commitment by the members to the integrity and well-being of the group,

that is, the community itself.

Dalam pendefinisian komunitas banyak ahli yang menekankan

komunitas pada tingkat partisipasi atau keterlibatan anggota. Pada tahun

1994, Joseph Rowntree Foundation mengidentifikasikan lima anak tangga

pada 'tangga partisipasi', yang mencerminkan berbagai tingkat keterlibatan

dalam komunitas, antara lain:

1. Menyediakan informasi bagi komunitas.

2. Konsultasi (termasuk menawarkan pilihan dan menerima umpan balik).

3. Memutuskan bersama-sama.

4. Bertindak bersama-sama

5. Mendukung kepentingan masyarakat mandiri (memberikan dukungan

kepada organisasi untuk mengembangkan agenda mereka.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

14

Kata kunci yang penting pula dalam partisipasi di komunitas adalah

dialog. Dalam buku The Magic of Dialogue, Daniel Yankelovich mengatakan

bahwa:

“Dialogue is verbal interaction for the purpose of building

(increasing) understanding between those engaged in the

interaction. It is not debator deliberation or simply conversation.”

Yankelovich juga menegaskan bahwa prosesdialog dalam komunitas

harus mencakup kesetaraan partisipatif, tanpa paksaan (voluntary), serta

mendengarkan dengan empati. Dengan demikian tidak ada dominasi di sana.

Tanpa kehadiran hal-hal tersebut, interaksi bukanlah dialog.

Untuk mencapai dialog yang efektif dalam komunitas dibutuhkan pula

sharing information. Informasi adalah kekuatan bagi tumbuh dan kembangnya

komunitas. Menurut Rahardjo (2001), ada hubungan antara informasi dan

kesejahteraan. Untuk mencapai kesejahteraan diperlukan adanya suatu

kemampuan daya saing yang ditunjang oleh informasi,

ilmu, knowledge, wisdom, sumber daya manusia (SDM), teknologi, dan

pasar. Dengan demikian kunci terwujudnya masyarakat yang kuat dan

sejahtera dalam suatu komunitas, maka harus dibangun terlebih dahulu

masyarakat yang mampu menguasai dan mengelola informasi sebagai

basisnya.

Untuk memenuhi kebutuhan informasi dibutuhkan adanya mekanisme

akses terhadap informasi dan ketersediaan informasi. Informasi ini dapat

diperoleh dari media massa yang cukup berkembang beberapa dekade

terakhir. Namun sayangnya informasi dari media massa saat ini lebih banyak

mementingkan peristiwa-peristiwa berskala besar dan konfliktual ketimbang

potret sosial kemasyarakatan dan realita kehidupan masyarakat itu sendiri

(Hakam, 2009: 17).

Kehidupan dan realita lokal atau keadaan masyarakat komunitas

sendiri terkadang belum mendapat tempat. Padahal informasi lokal lebih

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

15

dekat dan langsung bersentuhan dengan masyarakat. Keterbatasan informasi

lokal dapat menjauhkan masyarakat dari realitas yang terjadi disekitarnya.

Orang desa pun kemudian tidak mengenali kehidupan mereka sendiri karena

lebih banyak menonton dan mendengar apa yang terjadi di luar. Tak jarang

mereka terus “dicekoki” informasi yang terkadang kurang bermanfaat bagi

mereka. Kesempatan untuk menyalurkan pendapat dan suara pun menjadi

tertutup.

Pendapat menarik diungkapkan Nasir, salah seorang pengelola media

komunitas Angkringan di Timbulharjo, “Kalau presiden korupsi, ada media

nasional yang berbicara, bupati menyeleweng, ada media yang meliput. Nah

kalau lurahnya yang korup, siapa yang mau memuatnya?” (Kombinasi,

2002:3).

Di sinilah peran penting dari media komunitas. Secara sederhana

Pawito mengartikan media komunitas (community media) merupakan jenis

media (cetak maupun elektronik) yang hadir di dalam lingkungan masyarakat

atau komunitas tertentu dan dikelola oleh dan diperuntukkan bagi warga

komunitas tertentu.

Secara rinci karakter umum media komunitas menurut Jankowski

(2002) adalah sebagai berikut:

1. Tujuan

Menyajikan berita dan informasi relevan yang dibutuhkan anggota

komunitas dan mengajak anggota masyarakat berpartisipasi dalam

komunikasi publik melalui media komunitas.

2. Kontrol dan kepemilikan

Mayoritas saham media komunitas dikuasai oleh penduduk lokal,

pemerintah lokal, atau organisasi berbasis komunitas.

3. Isi berorientasi lokal

Hal ini senada dengan prinsip kedekatan (proximity) dan jurnalistik

sebagai nilai berita (news value)

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

16

4. Produksi media

Dikerjakan oleh pekerja nonprofesional dan sukarelawan.

5. Distribusi

Distribusi melalui jaringan, “televisi kabel” atau model jaringan khusus

lainnya, seperti jalur inependen dalam industri musik dan film.

6. Audiens

Lingkup audiens biasanya bersifat lokal yang jumlahnya relatif kecil,

lokasinya jelas secara geografis. Beberapa jaringan komunitas terbilang

luas dengan audiens yang menyebar.

7. Keuangan

Secara mendasar pendanaan bersifat nonkomersial, namun dana yang

masuk bisa berasal dari sponsorship, iklan, dan subsidi pemerintah.

Karakteristik tersebut merupakan gambaran umum yang ada dalam

media komunitas secara fleksibel. Pada kenyataannya, bisa saja terjadi sebuah

media massa baik dalam bentuk cetak maupun elektronik, lahir dengan

penambahan dan pengurangan dari karakteristik yang ada. Selain itu,

menurut Jankowski perbedaan skala antara media komunitas dan media

massa bersifat relatif. Sebab, luas ruang lingkup suatu komunitas secara

geografis sulit untuk didefinisikan. Metode komunikasi serta jenis medium

yang digunakan juga tidak dapat digunakan sebagai pembeda antara media

komunitas dengan media massa.

Seperti saat ini perkembangan teknologi informasi dan komunikasi

membawa warna berbeda bagi perkembangan media komunitas. Realita

inilah yang kemudian mengilhami pakar serta praktisi media dan

pembangunan masyarakat untuk mencari instrumen teknologi informasi

komunikasi yang murah namun tetap dapat memberikan peluang kepada

masyarakat lokal untuk terlibat di dalamnya. Kemampuan masyarakat untuk

menyediakan informasi alternatif di samping terpaan arus informasi yang

begitu dahsyat membawa dampak penting bagi pendidikan dan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

17

pemberdayaan masyarkat sebagai civil society (Wuryanta, 2010). Hal ini

ditandai dengan kemunculan berbagai bentuk media informasi yang

berkembang di berbagai komunitas dan dikelola secara mandiri. Salah satunya

SMS komunitas yang ada di Desa Timbulharjo, Sewon Bantul.

3. Teori Uses and Gratificationsdan Model Unified Theory of Acceptance

and Use of Technology (UTAUT)

Penelitian ini mengombinasikan Teori Uses and Gratificationsdan

Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) untuk

menganalisis bagaimana penggunaan SMS untuk pertukaran informasi dalam

komunitas. Secara umum Teori Uses and Gratifications digunakan untuk

melihat motif di balik penggunaan sebuah media/TIK, sedangkan Model

UTAUT digunakan untuk membedah bagaimana penerimaan suatu bentuk TIK

di suatu organisasi yang di dalam penelitian ini adalah penerimaan SMS MK-

160 Karakter dalam komunitas warga Desa Timbulharjo. Pembahasan pertama

akan diawali dengan Teori Uses and Gratifications.

Teori Uses and Gratifications

Dalam sejarah perkembangan teori komunikasi menempatkan teori

Uses and Gratifications sebagai bagian dari pendekatan yang merujuk pada

motif khalayak komunikasi massa dalam mengonsumsi media maupun

informasi (Triyono dan Kunto, 2011). Fokus teori ini adalah khalayak sebagai

pusat, dengan mengkaji lebih jauh tentang harapan khalayak terhadap media

yang bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak,

tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak.

Dengan kata lain penekanannya pada khalayak yang aktif, yang sengaja

menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus. Dengan menempatkan

khalayak pada posisi memiliki harapan atas media dan informasi yang

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

18

dikonsumsi, pendekatan Uses and Gratifications berpijak atas asumsi dasar

bahwa khalayak memiliki pilihan terhadap media yang ingin dikonsumsinya.

Berikut ini gambaran mengenai Teori Uses and Gratificationsdalam

penggunaan media massa yang dikembangkan oleh Kats, Gurevitch dan Haas:

Bagan 1. Skema Teori Uses and Gratifications

Sumber : Onong Uchjana Effendy, 2003:293

Teori ini dimulai dengan lingkungan sosial (social environment) yang

menentukan kebutuhan individu. Lingkungan sosial tersebut meliputi ciri-ciri

afiliasi kelompok dan ciri-ciri kepribadian. Sedangkan kebutuhan individu

(individual’s needs) dikategorisasikan dalam beberapa hal, diantaranya

cognitive needs (kebutuhan kognitif), affective needs (kebutuhan afektif),

personal integrative needs (kebutuhan pribadi secara integrative), social

Integrative needs (kebutuhan sosial secara integratif), dan escapist needs

(kebutuhan pelepasan).

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

19

Setelah menyadari kebutuhan yang ada, maka individu pasti memiliki

sebuah keinginan untuk segera memenuhi kebutuhannya. Pada proses

pemenuhan ini dapat dilakukan melalui dua sumber, pertama melalui non

media source yaitu melalui hubungan dalam keluarga, komunikasi inter

personal, hobby, dan minum-minuman keras, dll. Sumber pemenuhan kedua

dapat melalui mass media use yaitu dengan memilih media cetak maupun non

cetak seperti koran, radio, tv, film dan konten media sosial.

Katz et al, (1974:20) menyebutkan ada beberapa hal terkait dengan

proses seleksi media oleh individu, di antaranya: (1) the social and

psychological origins of, (2) needs which generate, (3) expectations of, (4) the

mass media or other sources which lead to, (5) differential exposure (or

enganging in other activities) resulting in, (6) need gratification and (7) other

consequences.

Pada perjalanannya, peneliti komunikasi memusatkan perhatian pada

unsur motif/motivasi individu untuk melihat bagaimana pemenuhan

kebutuhan individu melalui media. Menurut disiplin ilmu psikologi dikatakan

bahwa motivasi digunakan untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang ada

dan bekerja pada diri organisme atau individu yang menjadi penggerak dan

pengarah tingkah laku individu tersebut (Koeswara, 1986:1). Adapun

pendekatan Uses and Gratifications menekankan pada motif, khususnya

kebutuhan yang diperlukan oleh audiens terhadap media (McQuail,

1994:318).“These studies attampt to codify ideas about why individuals

choose certain media at various times and what they get out of their

connection with the media.” (Miller, 2002: 234)

Dalam studinya, McQuail (1983 dalam Miller, 2002) misalnya

mengusulkan tipologi gratifikasi penggunaan media massa sebagai berikut:

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

20

Tabel 1. Tipologi Motif Gratifikasi Audience dalam Menggunakan Media Massa menurut McQuail

Pendekatan Uses and Gratifications tidaklah berjalan mulus saat

perkembangannya. Ruggeiro (2000) mencatat ada lima hal pokok yang sering

menjadi masalah penelitian Uses and Gratifications. Pertama, dengan

memfokuskan studi pada konsumsi audiens terhadap media, penelitian Uses

and Gratifications umumnya bersifat individualistik dan anatomik. Hal ini

menyulitkan untuk menarik kesimpulan seputar implikasi penggunaan media

dalam lingkungan sosial. Kedua, beberapa contoh studi yang menggunakan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

21

penelitian ini menjadi sangat terkotak-kotak, menggunakan skala dan tipologi

motif yang berbeda-beda. Efeknya dalah pengembangan konsep penelitian ini

menjadi sulit karena hasil penelitian yang berbeda tidak bisa disintesiskan.

Ketiga, masih kaburnya penjelasan tentang konsep-konsep sentral yang

digunakan, seperti latar belakang psikologis, kebutuhan, motif, perilaku dan

konsekuensi. Keempat, masih adanya perbedaan arti akan operasionalisasi

konsep-konsep dasar seperti motif, dan penggunaan, gratifikasi. Kelima,

pendekatan ini terlalu mengandalkan laporan self-report dimana audies

dianggap sadar dan paham dengan jawaban-jawaban yang diberikan.

Kelemahannya, hasil laporan tersebut dicurigai underrated ataupun overrated

karena self-report mungkin saja tidak mewakili perilaku audiens yang

sebenarnya, tergantung dari pemahaman individu terhadap pertanyaan yang

diajukan melalui kuesioner atau wawancara.

Kritik yang paling terkenal adalah mengenai bagaimana pendekatan ini

memandang audiens sebagai entitas aktif, seperti kritik yang dilontarkan

Rubin (dalam Sun, 2003) terhadap ritualisasi penggunaan televisi, “audience

activity would involve the notion of utility, but apparently not a great degree

of intentionality or selectivity” dan Anderson (1996 dalam Ruggiero, 2000)

bahwa Teori Uses and Gratifications merupakan, “ intelligent splice of

pschylogical motivations and sosiological functions, but materalism,

reductionism,and determinism, as well as foundatinal empiricism, are all

firmly in place.”

Sejak dicetuskan Blumler dan Katz pada tahun 1974 pun, Teori Uses

and Gratification telah mengalami berbagai dinamika. Ruggiero (2000) dan

Dervin dan Song secara sistematis membagi perkembangan tersebut dalam

dasawarsa-dasawarsa perkembangan Uses and Gratifications. Selama ini Uses

and Gratifications banyak digunakan dalam konteks komunikasi massa pada

ranah old media. Dalam perkembangan saat ini, Uses and Gratifications

dihadapkan pada tantangan dari perkembangan teknologi informasi dan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

22

komunikasi yang menghadirkan media-media baru. Dalam kasus

perkembangan media tradisional ke media baru, Uses and

Gratifications sangat penting posisinya untuk memetakan kecenderungan

media baru yang menjadi suplemen atau bahkan menggantikan posisi media

tradisional di dalam masyarakat (Baran & Davis, 2009:238).

“As technology rapidly advances and mediated communication

option increase, the uses andgratifications approach will become

more important to laying an empirical foundation understand the

appeal of these media. Indeed, many scholars believe that as

interactive media become more commonplace and central in our

environment, the uses and gratifications approach will become even

more valuable in research due to the assumptions of the uses and

gratifications approach that are particularly applicable to interactive

media.” (Lin, 1996; Lowery & De Fleur, 1995; Rubin, 1994; Ruggerio,

2000 dalam Forreger. 2008)

Dalam kaitannya dengan perkembangan media baru, Teori Uses and

Gratifications ternyata masih potensial untuk digunakan dalam penelitian

yang terkait video games (Shery, et.al., 2006), telepon seluler (Leung & Wei,

2000), website di internet (Eighmey & McCord, 1998), e-mail (Recchiuti,

2003), internet chat (Leung, 2001; Recchiutti, 2003), dan blog (Li, 2005).Secara

umum tidak banyak yang berbeda dari penggunaan Uses and Gratifications

dalam mengkaji media massa ataupun media baru. Namun ada variasi dari

motif gratifikasi penggunaan media baru oleh user. Apabila motif gratifikasi

pada media massa terdiri dari surveillance, personal identiy, social

relationship, entertainment, maka bentuk motif gratifikasi dari penggunaan

media baru lebih berkembang.

Berikut ini motif gratifikasi user media baru hasil penelitian Uses and

Gratifications dalam beberapa tahun terakhir :

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

23

Tabel 2. Overview studi Uses and Gratifications mengenai New Media

Sumber : Olahan dari berbagai sumber

Tak hanya itu, dalam fase perkembangannya, nampak bahwa tradisi

kuantitatif mendominasi Teori Uses and Gratifications. Jensen dan Jankowski

(1991), dalam Triyono dan Kunto (2011),menawarkan penggunakan

metodologi kualitatif secara efektif dan lebih umum dalam Uses and

Gratifications, bahkan menggunakan pendekatan yang lebih holistik.

Penggunaan metode wawancara dalam pengumpulan data (sebagai bagian

dari aplikasi metodologi kualitatif) dipandang mampu menggali yang terdapat

Author(s) Research Areas

Research Methods

Motivations identified

O’Keefe and Sulamowski 1995

Telephone Qualitative Entertainment, social, aquisition, time management

Leung and Wei 1998

Pager Quantitative Fashion/status, sociability, entertainment, information seeking, utility

Leung and Wei 2000

Mobile phone

Qualitative Fashion/status, affection/sociability, relaxation, mobility, immediacy, instrumentality, reassurance

Aoki and Downes 2003

Mobile phone

Qualitative + quantitative

Personal safety, financial incentive, information access, social interaction, parental contacts, time management, dependency, image, privacy management

Stafford et al. 2004

Internet Qualitative + quantitative

Resources, search engine, searching, surfing, technology, website, education, information, learning, research, chatting, friends, interaction, people

Eighmey and McCord 1998

Internet Qualitative + quantitative

Purchase interest, controversy, clarity of purpose, continuing relationship, personal involvement

Gillenson and Stafford 2004

Mobile internet

Qualitative + quantitative

Convenience, efficiency, immediacy, ease of use, speed, productivity

Leung 2004 SMS Quantitative Entertainment, affection, fashion, escape, convenient and low cost, coordination

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

24

pada informan. Untuk itulah penelitian kali ini coba membedah fenomena

penggunaan TIK secara kualitatif menggunakan teori Uses and Gratifications.

Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT)

UTAUT merupakan teori yang berpengaruh dan banyak diadopsi untuk

melakukan penelitian penerimaan pengguna (user acceptance) terhadap

suatu teknologi informasi komunikasi (TIK). UTAUT has served as a baseline

model and has been applied to the study of a variety oftechnologies in both

organizational and non-organizational settings (Venkantesh, dkk: 2013).

UTAUT sendiri merupakan salah satu model penerimaan teknologi

terkini yang dikembangkan oleh Venkatesh, dkk.UTAUT menggabungkan fitur-

fitur yang berhasil dari delapan teori penerimaan teknologi terkemuka

menjadi satu teori. Kedelapan teori terkemuka yang disatukan di dalam

UTAUT adalah Theory of Reasoned Action (TRA), Technology Acceptance

Model (TAM), Motivational Model (MM), Theory of Planned Behavior (TPB),

Combined TAM and TPB, Model of PC Utilization (MPTU), Innovation Diffusion

Theory (IDT), dan Social Cognitive Theory (SCT). UTAUT terbukti lebih berhasil

dibandingkan kedelapan teori yang lain dalam menjelaskan hingga 70 persen

varian pengguna (Venkantesh, dkk: 2003).

Dalam penggunaannya, ada banyak aplikasi dan pengulangan dari

seluruh model atau sebagian model UTAUT dalam pengaturan organisasi yang

telah memberikan kontribusi untuk memperkuat generalisasi. Jenis pertama

merupakan ekstensi/integrasi yang menggunakan Model UTAUT dalam

konteks baru, seperti teknologi baru (misalnya, kolaborasi teknologi dan

informasi dalam sistem kesehatan), populasi pengguna baru (misalnya,

profesional kesehatan, konsumen) dan pengaturan budaya baru (misalnya,

Cina, India) (Gupta, 2008). Tipe kedua adalah penambahan konstruksi baru

untuk memperluas ruang lingkup mekanisme teoritis endogen yang diuraikan

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

25

dalam UTAUT. Terakhir, jenis ketiga adalah masuknya prediktor eksogen dari

variabel-variabel UTAUT.

Penelitian ini sendiri merupakan sebuah usaha untuk melakukan

aplikasi, ekstensi serta integrasi dari studi mengenai UTAUT. Sebelumnya

banyak studi menggunakan UTAUT untuk menguji tingkat penerimaan

karyawan terhadap suatu bentuk TIK yang diterapkan perusahaan bersifat

profit oriented atau penerimaan konsumen terhadap suatu produk atau

layanan teknologi. Penelitian ini mencoba menggunakan Model UTAUT untuk

memperluas pemahaman terhadap adopsi teknologi dan memperpanjang

batas teoritis dari teori dengan melihatnya dalam konteks komunitas yang

bersifat non profit oriented.

Adapun model asli dari UTAUT yang dikembangkan oleh Venkatesh

(2003) dapat dilihat dalam ilustrasi berikut:

Bagan 2. Model UTAUT

Sumber : Venkatesh, V.,dkk. 2003. User Acceptance of Information Technology: Toward a Unified View”, MIS Quarterly, Vol. 27 No. 3. Hal.27

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

26

Bila melihat skema model di atas, UTAUT memiliki empat konstruksi

kunci yaitu, ekspektasi kinerja (performance expectancy), ekspektasi usaha

(effort expectancy), pengaruh sosial(social influence), dan kondisi yang

memfasilitasi (facilitating condition) yang mempengaruhi minat pemanfaatan

(behavioral intention) dan pada perilaku penggunaan teknologi (use behavior).

Berikut pembahasannya.

a. Ekspektasi Kinerja (Performance Expectancy)

Venkatesh (2003) mendefinisikan ekspektasi kinerja (performance

expectancy) sebagai tingkat dimana seseorang mempercayai dengan

menggunakan perangkat TIK tertentu akan membantu orang tersebut untuk

memperoleh keuntungan-keuntungan kinerja pada pekerjaan. Dalam konsep

ini terdapat gabungan variabel-variabel yang diperoleh dari model penelitian

sebelumnya tentang model penerimaan dan penggunaan teknologi. Adapun

variabel tersebut antara lain:

1. Persepsi Terhadap Kegunaan (Perceived Usefulness)

Menurut Venkatesh (2003), persepsi terhadap kegunaan (perceived

usefulness) didefinisikan sebagai seberapa jauh seseorang percaya bahwa

menggunakan suatu perangkat TIK tertentu akan meningkatkan

kinerjanya. Hal ini dapat dilihat dari persepsi pengguna bahwa

menggunakan perangkat TIK tersebut dapat menjadikan pekerjaan lebih

mudah, bermanfaat, menambah produktivitas, mempertinggi efektivitas,

dan meningkatkan kinerja pekerjaan.

2. Motivasi Ekstrinsik (Extrinsic Motivation)

Menurut Venkatesh (2003), motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation)

didefinisikan sebagai persepsi yang diinginkan pemakai untuk melakukan

suatu aktivitas karena dianggap sebagai alat dalam mencapai hasil-hasil

bernilai yang berbeda dari aktivitas itu sendiri.

3. Kesesuaian Pekerjaan (Job Fit)

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

27

Menurut Venkatesh(2003), kesesuaian pekerjaan (job fit) didefinisikan

bagaimana kemampuan-kemampuan dari suatu perangkat TIK

meningkatkan kinerja pekerjaan individual.

4. Keuntungan Relatif (Relative Advantage)

Menurut Venkatesh (2003), keuntungan relatif (relative advantage)

didefinisikan sebagai seberapa jauh menggunakan suatu teknologi yang

dipersepsikan akan lebih baik dibandingkan menggunakan pendahulunya.

5. Ekspektasi-ekspektasi Hasil (Outcome Expectations)

Menurut Venkatesh (2003), ekspektasi-ekspektasi hasil (outcome

expectations) berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi dari

perilaku. Berdasarkan pada bukti empiris, mereka dipisahkan ke dalam

ekspektasi-ekspektasi kinerja (performance expectations) dan ekspektasi-

ekspektasi personal (personal expectations).

b. Ekspektasi Usaha (Effort Expectancy)

Ekspektasi usaha (effort expectancy) merupakan tingkat kemudahan

penggunaan perangkat TIK yang akan dapat mengurangi upaya (tenaga dan

waktu) individu dalam melakukan pekerjaannya. Davis (1989)

mengidentifikasikan bahwa kemudahan pemakaian mempunyai pengaruh

terhadap penggunaan TIK. Kemudahan penggunaan sistem akan

menimbulkan perasaan dalam diri seseorang bahwa sistem itu mempunyai

kegunaan dan karenanya menimbulkan rasa yang nyaman bila bekerja

dengan menggunakannya (Venkatesh dan Davis 2000). Davis (1989)

memberikan beberapa indikator kemudahan penggunaan TIK, yaitu TIK

mudah dipahami, TIK mengerjakan dengan mudah apa yang diinginkan oleh

penggunanya, keterampilan pengguna akan bertambah dengan

menggunakan TIK, dan TIK tersebut sangat mudah untuk dioperasikan. Dari

beberapa penjelasan yang telah disampaikan di atas, pengguna TIK

mempercayai bahwa teknologi informasi yang lebih fleksibel, mudah

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

28

dipahami dan mudah dalam hal pengoperasiannya akan menimbulkan minat

dalam menggunakan teknologi informasi tersebut dan seterusnya akan

menggunakan teknologi tersebut.

c. Faktor Sosial (Social Influence)

Faktor sosial (social influence) diartikan sebagai tingkat dimana

seorang individu menganggap bahwa orang lain menyakinkan dirinya bahwa

dia harus menggunakan sistem baru. Herbert Kelman (1958)

mengidentifikasi tiga varietas luas dari faktor sosial:

1. Kepatuhan adalah ketika orang tampaknya setuju dengan orang lain,

namun sebenarnya tetap tidak setuju dan sesuai pendapat mereka

pribadi.

2. Identifikasi adalah ketika orang dipengaruhi oleh seseorang yang disukai

dan dihormati, seperti selebriti terkenal atau seorang pemain favorit.

3. Internalisasi adalah ketika orang menerima keyakinan atau perilaku dan

setuju baik umum dan pribadi.

Menurut Triandis (1980) dalam Tjhai (2003) faktor sosial memiliki

hubungan positif dengan pemanfaatan TIK. Hal ini menunjukkan bahwa

individu akan meningkatkan pemanfaatan TIK jika mendapat dukungan dari

individu lainnya. Moore dan Benbasat (1991) menyatakan bahwa pada

lingkungan tertentu, penggunaan TIK akan meningkatkan status (image)

seseorang di dalam sistem sosial. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak

pengaruh yang diberikan sebuah lingkungan terhadap calon pengguna untuk

menggunakan suatu TIK yang baru maka semakin besar minat yang timbul

dari personal calon pengguna tersebut dalam menggunakan TIK tersebut

karena pengaruh yang kuat dari lingkungan sekitarnya.

d. Kondisi yang Memfasilitasi (Facilitating Conditions)

Kondisi yang memfasilitasi penggunaan TIK adalah tingkat dimana

seseorang percaya bahwa infrastruktur organisasi dan teknis ada untuk

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

29

mendukung penggunaan sistem. Triandis (1980) mendefinisikan kondisi

pendukung sebagai “faktor-faktor obyektif” yang dapat mempermudah

melakukan suatu tindakan.

e. Minat Pemanfaatan (Behavioral Intention)

Minat pemanfaatan (behavioral intention) didefinisikan sebagai tingkat

keinginan atau niat pemakai menggunakan perangkat TIK tertentu secara

terus menerus dengan asumsi bahwa mereka mempunyai akses terhadap

informasi. Seorang akan berminat menggunakan suatu TIK yang baru apabila

si pengguna tersebut meyakini dengan menggunakan TIK tersebut akan

meningkatkan kinerjanya, menggunakan TIK dapat dilakukan dengan mudah,

dan si pengguna tersebut mendapatkan pengaruh lingkungan sekitarnya

dalam menggunakan TIK tersebut.

f. Perilaku Penggunaan (Use Behavior)

Perilaku penggunaan (use behavior) didefinisikan sebagai intensitas

dan atau frekuensi pemakai dalam menggunakan TIK. Perilaku penggunaan

TIK sangat bergantung pada evaluasi pengguna dari teknologi tersebut.

Suatu perangkat TIK akan digunakan apabila pengguna tersebut berminat

dalam menggunakan TIK tersebut karena keyakinan bahwa menggunakan

teknologi tersebut dapat meningkatkan kinerjanya, menggunakan TIK dapat

dilakukan dengan mudah, dan pengaruh lingkungan sekitarnya dalam

menggunakan teknologi informasi tersebut. Selain itu, perilaku penggunaan

TIK juga dipengaruhi oleh kondisi yang memfasilitasi pemakai dalam

menggunakan teknologi tersebut.

Di samping itu terdapat pula empat moderator yakni jenis kelamin

(gender), usia (age), pengalaman (experience) dan kesukarelaan

(voluntariness)yang diposisikan untuk memoderasi dampak dari empat

konstruk utama pada minat pemanfaatan (behavioral intention) dan perilaku

penggunaan (use behavior). Gambar 2 menampilkan keterkaitan antara

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

30

determinan-determinan dan moderator-moderator ini. Adapun penjelasan

lebih lanjut dari moderator-moderator tersebut antara lain:

1. Jenis kelamin (Gender)

Jenis kelamin (gender) merupakan jenis kelamin dari individu yang

menggunakan TIK. Laki-laki, lebih dari wanita, bersedia untuk menghabiskan

lebih banyak upaya untuk mengatasi kendala yang berbeda dan kesulitan-

kesulitan untuk mengejar tujuan mereka. Sedangkan perempuan cenderung

lebih fokus pada besarnya usaha yang terlibat dan proses untuk mencapai

tujuan mereka (Henning dan Jardim 1977; Rotter dan Portugal 1969;

Venkatesh dan Morris 2000). Dengan demikian, pria cenderung kurang

mengandalkan memfasilitasi kondisi ketika mempertimbangkan penggunaan

teknologi baru, sedangkan wanita cenderung lebih menekankan pada faktor-

faktor pendukung eksternal.

2. Usia (Age)

Usia (age) merupakan usia individu dalam menggunakan TIK. Older

consumers (user) tend to face more difficulty in processing new or complex

information, thus affecting their learning of new technologies (Morris et al.

2005).

3. Kebiasaan (Behavior)

Kebiasaan (behavior) merupakan pengalaman individu dalam menggunakan

TIK sebelumnya. Ketika seorang pengguna pernah menggunakan TIK

sebelumnya, maka dia akan dapat mengevaluasinya sehingga pengguna

dapat memutuskan apakah dia akan berminat untuk menggunakan TIK di

masa depan (Dewi, 2009).

4. Kesukarelaan (Voluntariness of Use)

Kesukarelaan (Voluntariness of use) merupakan tingkat kesukarelaan

individu dalam menggunakan TIK. Kesukarelaan menggunakan TIK berasal

dari dalam diri masing-masing individu, bukan paksaan pihak lain.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

31

Adapun khusus dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan dua

moderator yakni kebiasaan (behavior) dan kesukarelaan (voluntariness of use)

karena SMS MK-160 Karakter baru diterapkan pertama kali di Desa Timbulharjo

sehingga kebiasaan warga cenderung seragam dan semua warga Desa

Timbulharjo yang terdata secara sukarela menyatakan bergabung. Dengan

demikian, warga Desa Timbulharjo sebagai user dari SMS MK-160 Karakter

berada dalam kondisi yang setara dalam experience dan voluntariness of use.

Untuk menggantikannya, penulis akan menghadirkan moderator baru yakni

pendidikan (education) karena tingkat pendidikan warga Timbulharjo sangat

beragam dan pendidikan cukup mempengaruhi pola pikir user dalam menerima

sebuah perangkat media. Pendidikan dalam hal ini merupakan pendidikan

terakhir yang telah ditempuh oleh pengguna SMS MK-160 Karakter.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji minat pemanfaatan

dan penggunaan TIK menggunakan Model UTAUT yang dikembangkan

Venkatesh, et al. (2003), baik dalam model aslinya maupun yang dimodifikasi,

antara lain:

Tabel 3. Overview Penelitian Terdahulu Menggunakan Model UTAUT

No Peneliti

(Tahun

Penelitian)

Judul

Penelitian

Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1. Venkatesh, et

al. (2003)

User

Acceptance of

Information

Technology:

Toward a

Unified View

Independen:

Performance

expectancy, effort

expectancy, social

influence,

facilitating

conditions,

Computer self

efficacy, Computer

anxiety, Attitude

toward using

technology

Dependen:

1. Adanya hubungan

positif signifikan

ekpektasi kinerja,

ekspektasi usaha dan

faktor sosial terhadap

minat pemanfaatan

sistem informasi.

2. Adanya hubungan

positif signifikan minat

pemanfaatan

sistem informasi dan

kondisi-kondisi yang

memfasilitasi pemakai

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

32

Behavioral

Intention, Use

Behavior

terhadap

penggunaan sistem

informasi.

2. Bandyopadhy

ay dan

Fraccastoro

(2007)

The Effect of

Culture on

User

Acceptance of

Information

Technology

Independen:

Performance

expectancy, effort

expectancy, social

influence

Dependen:

Behavioral intention

1. Performance

expectancy, effort

expectancy, dan social

influence berpengaruh

signifikan positif

terhadap behavioral

intention.

3. Dasgupta, et

al. (2007)

User

Acceptance of

Case Tools in

System

Analysis and

Design: An

Empirical

Study

Independen:

Performance

expectancy, effort

expectancy, social

influence,

facilitating

conditions

Dependen:

Behavioral

intention, use

behavior

1. Effort expectancy

tidak berpengaruh

terhadap behavioral

intention.

2. Facilitating

conditions memiliki

pengaruh yang

signifikan terhadap

behavioral intention.

4. AlAwadhi

dan Morris

(2008)

The Use of the

UTAUT Model

in the

Adoption of E-

government

Services in

Kuwait

Independen:

Performance

expectancy, effort

expectancy, peer

influence,

facilitating

conditions

Dependen:

Behavioral

intention, use

behavior

1. Performance

expectancy tidak

berpengaruh signifikan

positif terhadap

behavioral intention.

2. Effort expectancy

dan peer influence

berpengaruh signifikan

positif terhadap

behavioral intention.

3. Facilitating

conditions memiliki

pengaruh yang

signifikan positif

terhadap use behavior.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

33

4. Fikriansyah

dan Albarda

(2010)

Pegembangan

Model User

Acceptance

Aplikasi KPP

Percontohan

(Studi Kasus

KPPN di

Wilayah DKI

Jakarta)

Independen:

Performance

expectancy, effort

expectancy, social

influence,

facilitating

conditions,

managerial

intervention,

technology trust

Dependen:

Behavioral

intention, use

behavior

1. Effort expectancy

tidak berpengaruh

signifikan positif

terhadap use behavior.

2. Managerial

intervention tidak

berpengaruh signifikan

positif terhadap

behavioral intention.

Diolah dari berbagai sumber

Sinergi Teori Uses and Gratifications dan Model UTAUT

Seperti yang dijelaskan di bagian sebelumnya bahwa pendekatan Uses

and Gratifications tidaklah berjalan mulus dalam perkembangannya. Ruggeiro

(2000) mengkritik bahwadengan memfokuskan studi pada konsumsi audiens

terhadap media, penelitian Uses and Gratifications umumnya bersifat

individualistik dan anatomik. Uses and Gratifications dianggap individualistik

karena berfokus pada konsumsi penonton, yang membuatnya sulit untuk

menjelaskan faktor di luar individu dalam studi tertentu. Hal ini menyulitkan

untuk menarik kesimpulan seputar implikasi penggunaan media dalam

lingkungan sosial. Para kritikus berpendapat bahwa kebutuhan untuk

menggunakan media tertentu dibentuk dan diinformasikan oleh budaya maupun

oleh kecenderungan psikologis tertentu. Carey dan Kreiling (1974) berpendapat,

hal ini membuat sangat sulit untuk mempertimbangkan penggunaan media

dalam konteks sosial yang lebih besar. Dari kritik ini dapat disimpulkan Uses and

Gratifications dalam melihat motif gratifikasi penggunaan media, hanya berfokus

pada lingkungan internal dari audiens/user saja. Padahal, motivasi seseorang

menggunakan media tidak hanya didasari keinginan peribadi audiens/user saja.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

34

Berbeda dengan Uses and Gratifications, Model UTAUT memiliki

pandangan sedikit berbeda untuk melihat motivasi/faktor seseorang dalam

mengkonsumsi media. UTAUT menganggap ada faktor eksternal seperti

pengaruh lingkungan sosial dan kondisi yang memfasilitasi yang mendasari

seseorang menggunakan media. Fakta ini menunjukkan ada link antara Teori

Uses and Gratifications dan Model UTAUT. Untuk itu penelitian ini berusaha

menggabungkan dan mengolaborasikan kedua hal ini. Teori Uses and

Gratifications dapat memberikan referensi terkait aspek internal individu yang

mendasari penggunaan media/TIK, sedangkan Model UTAUT melengkapi

referensi mengenai aspek eksternal individu yang mendasari penggunaan

media/TIK.

G. KERANGKA KONSEP

Bagian ini secara sederhana berusaha mengonseptualisasi kerangka

berpikir yang telah dijabarkan sebelumnya. Sedikit me-review kembali bahwa

terdapat empat pokok pemikiran dalam penelitian ini yaitu SMS, komunitas,

Teori Uses and Gratifications dan Model Unified Theory of Acceptance and Use of

Technology (UTAUT). Keterkaitan antara keempat hal tersebut telah melahirkan

sejumlah konsep penting sebagai pisau analisis dalam penelitian ini. SMS dilihat

bentuknya sebagai platform komunikasi, Teori Uses and Gratifications dan Model

Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) digunakan untuk

menganalisa penggunaan SMS tanpa melepaskan konteks penelitian yang terjadi

dalam komunitas.

1. Strukturdan Manajemen Informasi SMS MK-160 Karakter dalam Komunitas

Timbulharjo

SMS MK-160 Karakter merupakan platform komunikasi baru bagi

warga Desa Timbulharjo. Tentu dalam penerapannya terdapat struktur atau

manajemen informasi yang dilakukan untuk memaksimalkan pertukaran

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

35

informasi. Bagian ini akan membahas secara mendetail bagaimana proses

penerapan SMS MK-160 Karakter sebagai platform baru komunikasi;

kompleksitas proses pengumpulan, penyusunan dan pendistribusian informasi

melalui SMS MK-160 Karakter; struktur informasi yang terbentuk dari

platform komunikasi ini serta konvergensi media yang dilakukan guna

memaksimalkan pertukaran informasi.

2. Motif Penggunaan SMS sebagai Platform Komunikasi Masal dalam

Komunitas

Penelitian ini berangkat dari fakta adanya teknologi informasi dan

komunikasi berupa SMS yang kini telah digunakan oleh komunitas warga Desa

Timbulharjo untuk pertukaran informasi. Proses komunikasi yang ingin dilihat

adalah tentang mengapa warga menggunakan platform baru komunikasiini

untuk bertukar informasi. Secara khusus, penelitian ini ingin melihat apa saja

motif yang mendasari warga Desa Timbulharjo dalam menggunakan SMS MK-

160 Karakter. Konsep ini akan dibedah dengan menggunakan Teori Uses and

Gratification. Adapun dalam penelitian ini motif bermedia (media

gratifications) yang akan dilihat antara lain :

a. Motif Informasi (Surveillance), terkait dengan keinginan pengguna untuk

menggunakan SMS MK-160 Karakter sebagai sarana pertukaran informasi.

b. Motif Hiburan (Entertainment), terkait dengan kebutuhan pengguna untuk

mencari hiburan, bersantai, mengisi waktu luang melalui SMS MK-160

Karakter.

c. Motif Pembentukan Identitas Pribadi (Personal Identity), merupakan

keinginan pengguna untuk mencari penguatan nilai pribadi atau

pembentukan status di masyarakat dengan menggunakan SMS MK-160

Karakter.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

36

d. Motif interaksi dan Integrasi Sosial (Social Relationship), terkait upaya

pengguna untuk mengidentifikasi diri dengan orang lain di lingkungan

sekitar serta meningkatkan rasa memiliki akan lingkungan sosial melalui

partisipasi dalam SMS MK-160 Karakter.

e. Kemudahan (Convenient) dan Biaya yang Murah (Low Cost),pengguna

menggunakan SMS MK-160 Karakter karena didasari kemudahan dalam

menggunakan dan tarif yang murah

f. Koordinasi (Coordination), pengguna menggunakan SMS MK-160 Karakter

untuk melakukan koordinasi dengan pihak lain.

3. Penerimaan Teknologi Berupa SMS MK-160 Karakter oleh Komunitas Warga

Timbulharjo

Bagian ini akan membahas mengenai bagaimana pola penerimaan SMS

MK-160 Karakter oleh warga Timbulharjo. Pola penerimaan ini dapat

diketahui melalui faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan teknologi.

Konsep ini akan dibedah dengan menggunakan Model Unified Theory of

Acceptance and Use of Technology (UTAUT). Model UTAUT menjelaskan

bahwa ada empat konstruksi kunci yang mempengaruhi penerimaan TIK

dalam sebuah organisasi/komunitas, antara lain:

a. Ekspektasi Kinerja (Performance Expectancy)

Ekspektasi kinerja (performance expectancy) merupakan keadaan dimana

seseorang mempercayai dengan menggunakan SMS MK-160 Karakter akan

membantu orang tersebut untuk memperoleh keuntungan-keuntungan

dalam berkomunikasi. Keuntungan tersebut antara lain SMS MK-160

Karakter membuat pertukaran informasi antar warga Desa Timbulharjo

lebih mudah dan cepat, sangat bermanfaat dan efektif sebagai platform

komunikasi warga, meningkatkan partisipasi individu dalam pertukaran

informasi, SMS MK-160 Karakter lebih baik dari plattform komunikasi

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

37

komunitas yang telah ada sebelumnya di Desa Timbulharjo, serta bisa

menambah informasi mengenai banyak hal tentang Desa Timbulharjo.

b. Ekspektasi Usaha (Effort Expectancy)

Ekspektasi usaha (effort expectancy) dalam penelitian ini merupakan faktor

kemudahan penggunaan SMS MK-160 Karakter, dimana pengguna percaya

dengan menggunakan SMS MK-160 Karakter dapat mengurangi upaya

(tenaga dan waktu) individu dalam melakukan pertukaran informasi.

Ekspektasi usaha ini terdiri dari anggapan bahwa SMS MK-160 Karakter

mudah dimengerti dan diaplikasikan, pertukaran informasi melalui SMS

MK-160 Karakter dapat dilakukan dengan mudah, baik ketika mengirim

informasi maupun menerima informasi, SMS MK-160 Karakter tidak

membutuhkan biaya yang besar (murah) serta pertukaran informasi

melalui SMS MK-160 Karakter hanya membutuhkan waktu yang singkat

c. Faktor Sosial (Social Influence)

Faktor sosial (social influence) diartikan sebagai tingkat dimana seorang

individu menganggap bahwa orang lain menyakinkan dirinya bahwa dia

harus menggunakan SMS MK-160 Karakter untuk pertukaran informasi.

Faktor sosial ini bisa dilihat dari adanya pengaruh atau saran dari pihak lain

seperti keluarga, teman, tetangga, relasi dalam menggunakan SMS MK-160

Karakter sebagai platform komunikasi.

d. Kondisi yang memfasilitasi (Facilitating Conditions)

Kondisi yang memfasilitasi penggunaan TIK adalah tingkat dimana

seseorang menggunakan SMS MK-160 Karakter karena adanya

infrastruktur organisasi dan teknis untuk mendukung penggunaan SMS MK-

160 Karakter.Kondisi yang memfasilitasi ini dapat dilihat dari kepemilikan

sumber daya (handphone) untuk ikut memanfaatkan SMS MK-160

Karakter, memiliki pengetahuan tentang tata cara berbagi dan menerima

informasi melalui SMS MK-160 Karakter, serta dapat memperoleh bantuan

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

38

dari pihak lain apabila kesulitan dalam menggunakan SMS MK-160

Karakter.

Adapun keempat faktor di atas nantinya akan berpengaruh pada

minat pemanfaatan (behavioral intention) serta perilaku penggunaan (use

behavior). Minat pemanfaatan (behavioral intention) dapat dilihat dari

keinginan pengguna untuk menggunakan SMS MK-160 Karakter baik untuk

memberi informasi ataupun menerima informasi dalam waktu dekat,

pengguna memprediksi akan memanfaatkan SMS MK-160 Karakter baik

memberi informasi ataupun menerima informasi, serta pengguna berencana

akan memanfaatkan SMS MK-160 Karakter baik memberi informasi ataupun

menerima informasi secara rutin. Pada puncaknya, minat pemanfaatan

(behavioral intention) inilah yang nantinya akan mempengaruhi perilaku

penggunaan(use behavior). Perilaku penggunaan sendiri dapat dilihat dari

intensitas/frekuensi memanfaatkan SMS MK-160 Karakter baik untuk

memberi informasi ataupun menerima informasi.

Dalam penelitian, diperhatikan pula pengaruh empat moderator

yakni jenis kelamin (gender), usia (age), dan pendidikan (education)dalam

memoderasi dampak dari empat konstruk utama pada minat pemanfaatan

(behavioral intention) dan perilaku penggunaan (use behavior).

4. Dinamika Pemanfaatan TIK dalam Komunitas

Komunitas merupakan objek material penting dalam penelitian ini.

Untuk itu penting untuk memaknai bagaimana sebuah komunitas yang

termediasi oleh kehadiran TIK. Bagian ini secara khusus ingin mengkritisi

sejauh mana SMS MK-160 Karakter ini mempengaruhi proses pertukaran

informasi dan kehidupan sosial warga Timbulharjo, bagaimana struktur

komunitas yang terbentuk setelah hadirnya SMS MK-160 Karakter, fenomena

information society seperti apa yang terbentukserta bagaimana dinamika

penggunaan SMS MK-160 Karakter dilihat dari sisi peluang dan tantangan?

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

39

Sudahkan SMS MK-160 Karakter menjadi solusi bagi pertukaran informasi di

komunitas warga Desa Timbulharjo? Pertanyaan ini akan dijawab berdasarkan

fakta-fakta di lapangan hasil pengamatan peneliti.

Tabel 4. Tabel Elemen Analisis Penelitian

Pokok Analisis Elemen Analisis Keterangan

Pemanfaatan SMS MK-160 Karakter oleh komunitas warga Desa Timbulharjo.

Strukturdan

Manajemen

Informasi SMS MK-

160 Karakter

- SMS MK-160 Karakter

sebagai Platform

Komunikasi Baru

- Proses penerapan

- Kompleksitas proses

pengumpulan,

penyusunan dan

pendistribusian informasi

- Isu konvergensi media

Motif Penggunaan

SMSMK-160

Karakter

a. Motif Informasi

(Surveillance)

b. Motif Hiburan

(Entertainment),

c. Motif Pembentukan

Identitas Pribadi (Personal

Identity)

d. Motif Interaksi dan

Integrasi (Social

Relationship)

e. Motif Kemudahan

(Convenient) dan Biaya

yang Murah (Low Cost)

f. Motif Koordinasi

(Coordination)

Penerimaan

Teknologi Berupa

SMS MK-160

Karakter

a. Ekspektasi Kinerja

(Performance Expectancy)

b. Ekspektasi Usaha (Effort

Expectancy)

c. Faktor Sosial (Social

Influence)

d. Kondisi yang

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

40

Pengaruh

moderator

memfasilitasi (Facilitating

Conditions)

- Jenis kelamin (gender),

- usia (age), dan

- pendidikan (education)

Dinamika

Pemanfaatan TIK

dalam Komunitas

- Sejauh mana SMS MK-

160 Karakter ini

mempengaruhi proses

pertukaran informasi dan

kehidupan sosial

- Fenomena information

society

- Dinamika penggunaan

SMS MK-160 Karakter

H. METODOLOGI PENELITIAN

1. Sifat Penelitian

Dilihat dari sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.

Penelitian ini terbatas pada pengungkapan dan analisa fakta yang didapat dari

pengamatan langsung di lapangan sesuai dengan realita yang ada/ obyektif,

mengenai keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki. Peneliti hanya

membuat kategori pelaku, mengamati gejala, mencatatnya lalu melaporkan.

Penelitian ini mencoba menjelaskan secara rinci dan akurat tentang pola dan

pengalaman sebuah komunitas warga dalam menggunakan suatu bentuk TIK

dalam hal ini berupa SMS komunitas. Harapannya penelitian ini bisa menjadi

tambahan pengetahuan mengenai kajian penggunaan TIK dalam konteks

komunitas yang bersifat non profit oriented.

2. Metode penelitian

Metode dalam penelitian ini adalah studi eksploratisi. Secara ringkas,

Neuman merangkum konsep studi eksplorasi ini sebagai “Research into an

area that has not been studied and in which a researcher wants todevelop

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

41

initial ideas and more focused research question”. Jika suatu topik tersebut

tergolong baru dan hanya sedikit peneliti yang melakukan riset terhadapnya,

kita dapat memulai dengan riset eksplorasi yang dikenal dengan explanatory

research.

Penelitian eskplorasi memang jarang menghasilkan jawaban yang

pasti. Penelitian ini ditujukan untuk rumusan persoalan yang mengandung

akar pertanyaan “what”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

memformulasikan sebuah topik secara lebih tepat. Formulasi ini kemudian

dapat membantu penelitian selanjutnya.

Secara ringkas, karakteristik studi eksplorasi antara lain:

1. Become familiar with the basic facts, setting, and concerns

2. Create a general mental picture of conition

3. Formulate and fokus questions for future research

4. Generates new ideas, conjectures, or hypotheses

5. Determine the feasibility of conducting research

6. Develop techniques for measuring and locating future data

Karakteristik yang terkandung dalam studi eksplorasi ini sesuai sebagai

metode untuk menjawab pertanyaan pada penelitian ini. Studi ini akan

mencoba mengeksplorasi tema mengenai pemanfaatan SMS MK-160 Karakter

dalam komunitas Timbulharjo. Studi eksplorasi cocok untuk digunakan dalam

penelitian ini karena isu mengenai pemanfaatan SMS untuk pertukaran

informasi di komunitas merupakan isu baru. Desa Timbulharjo merupakan

desa pertama yang menggunakan. Dalam praktiknya nanti, studi ini akan

membaur dengan studi deskriptif untuk memenuhi pertanyaan “how” dan

“who” (Neuman, 2000: 22) yang teradapat dalam penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara Mendalam

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

42

Wawancara mendalam adalah wawancara yang berusaha menggali

sedalam-dalamnya dan mendapat pengertian yang seluas-luasnya dari

jawaban yang diberikan oleh responden (Moser & Kalton, 1979). Wawancara

dilakukan sebagai sumber data primer dalam penelitian ini. Dengan

wawancara mendalam diharapkan peneliti dapat memperoleh informasi yang

tidak bisa didapatkan dengan cara lain. Wawancara dilakukan dengan

menggunakan panduan wawancara (interview guide). Namun tidak menutup

kemungkinan akan ada pertanyaan tambahan di lapangan. Pertanyaan

wawancara akan mengacu pada indikator yang telah dijabarkan dalam

kerangka konsep, sehingga bisa dibuktikan kebenarannya di lapangan.

Wawancara akan dilakukan terhadap :

1. Pengelola Media Komunitas Angkringan (Koordinator dan Admin SMS

MK-160 Karakter).

2. Warga Desa Timbulharjo sebagai user SMS MK-160 Karakter dengan

perbedaan usia, jenis kelamin dan latar belakang pekerjaan dan

pendidikan (sejumlah 25 orang).

Tabel 5. Karakteristik Informan

Karakteristik Jumlah

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

Usia

17-25 tahun

26-35 tahun

36-50 tahun

>50 tahun

Pendidikan

SD

SMP

SMA

Diploma

18 orang

7 orang

4 orang

7 orang

12 orang

2 orang

1 orang

6 orang

11 orang

2 orang

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

43

Sarjana

Pekerjaan

Buruh

Karyawan swasta

Wiraswasta

Guru/PNS

Ternak/tani

Konsultan Perencana

Pembantu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga

Pensiunan

Mahasiswa

5 orang

5 orang

6 orang

4 orang

1 orang

1 orang

1 orang

1 orang

2 orang

1 orang

1 orang

Teknik penentuan sampel/informan yang digunakan adalah purposive

sampling dimana penelitian ini tidak dilakukan pada seluruh populasi,tetapi

terfokus pada target. Purposive sampling artinya bahwa penetuan

sampel/informan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat

terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini

informan yang diteliti adalah warga Desa Timbulharjo yang pernah menggunakan

SMS MK-160 Karakter berjumlah 25 orang.

Adapun jumlah informan laki-laki jumlahnya 18 orang, lebih banyak

daripada perempuan yang hanya berjumlah 7 orang. Hal ini karena jumlah laki-

laki di Timbulharjo lebih banyak daripada jumlah perempuan. Di samping itu

warga laki-laki yang sudah memanfaatkan SMS MK-160 Karkater lebih banyak

daripada warga perempuan.

Dalam penelitian ini peneliti juga mencoba memilih informan dari latar

belakang pendidikan, latar belakang usia dan latar belakang profesi yang

beragam untuk memenuhi keterwakilan informan. Semakin beragam informan,

maka kesempatan untuk menggali hal-hal baru akan lebih besar.

b. Observasi

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

44

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis

terhadap fenomena yang diteliti. Agar diperoleh pengamatan yang jelas untuk

menghindari kesalahpahaman dengan obyek, maka penulis mengamati secara

langsung untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya (observasi langsung).

Dalam penelitian ini peneliti mencoba melakukan observasi langsung terkait

aktivitas pengelolaan dan penggunaan SMS MK-160 Karakter. Hal ini dapat

dilakukan dengan melihat secara langsung bagaimana proses pertukaran

informasi berlangsung mulai dari pengumpulan, penyusunan hingga

pendistribusian informasi. Peneliti juga mencoba menganalisa secara langsung

bagaimana perilaku bermedia dari warga Desa Timbulharjo setelah kehadiran

SMS MK-160 Karakter.

c. Dokumen dan arsip

Dokumen dan arsip utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah

arsip SMS yang sudah terdistribusi selama ini dan dianalisis lebih lanjut

mengenai tema-tema yang muncul, bagaimana feedback dari warga atas

informasi yang disampaikan, serta bagaimana statistik SMS dari hari ke hari. Di

samping itu dokumen dan arsip pendukung yang akan digunakan untuk

menunjang data dalam penelitian ini antara lainproposal pembuatan media,

catatan terkait pengelolaan dan kebijakan, database warga, foto-foto dan

laporan pengelolaan SMS MK-160 Karakter.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga tahapan kegiatan,

yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi

(B.Miles dan Michael Habermas, 2007: 16). Pejelasannya sebagai berikut :

a. Reduksi data

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67232/potongan/S1-2014... · budaya Jawa menjadi patokan atau norma-norma budaya dalam kehidupan bersama

45

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data-data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data dilakukan

dengan memilih bagian-bagian mana yang dikode, membuang data, membuat

pola-pola untuk meringkas bagian-bagian yang tersebar, dan mengungkapkan

cerita yang sedang berkembang.

b. Penyajian data

Penyajian data diartikan sebagai kumpulan informasi tersusun yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Dengan melihat penyajian data maka dapat dipahami apa yang

sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman yang

diperoleh dari penyajian-penyajian data tersebut. Penyajian data dilakukan

dengan tabel dan teks naratif.

c. Menarik kesimpulan/verifikasi

Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif

mulai mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin,

alur sebab akibat dan propisisi. Bagian ini akan berisi analisis dan interpretasi

terhadap data terkait penggunaan SMS MK-160 Karakter yang berlangsung

dalam komunitas warga Desa Timbulharjo. Analisis ini akan dikaitkan dengan

teori dan konsep yang menjadi rujukan.