23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya Film adalah salah satu media komunikasi massa yang pada saat ini sangat dekat dan mudah untuk diakses oleh hampir sebagian besar masyarakat Indonesia. Pada saat ini perkembangan film di Indonesia pun terbukti cukup pesat dengan ditandai dengan hadirnya bioskop-bioskop baru di beberapa daerah dan juga hadirnya beberapa layanan streaming berbayar yang menunjukan bahwa film saat ini sudah dijadikan sebagai salah satu sarana hiburan yang sangat dekat dengan masyarakat Indonesia. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, informasi mengenai film pun sekarang sangat mudah untuk diakses oleh masyarakat. Tidak hanya film dari luar negeri saja, saat ini juga film buatan para Sineas dalam negeri pun sangat diminati oleh masyarakat di Indonesia, terbukti di setiap bulan film-film lokal berbagai macam genre selalu menghiasi bioskop-bioskop yang ada di Indonesia sendiri. Genre merupakan pengelompokan atau pengklasifikasian sebuah film yang memiliki pola yang sama seperti setting, isi dan subyek cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood, serta tokoh. Dengan adanya genre kita dapat memilah film sesuai dengan klasifikasinya. Dari klasifikasi inilah muncul beberapa genre populer yang saat ini sangat banyak diproduksi seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penciptaan Karya

Film adalah salah satu media komunikasi massa yang pada saat ini sangat

dekat dan mudah untuk diakses oleh hampir sebagian besar masyarakat Indonesia.

Pada saat ini perkembangan film di Indonesia pun terbukti cukup pesat dengan

ditandai dengan hadirnya bioskop-bioskop baru di beberapa daerah dan juga

hadirnya beberapa layanan streaming berbayar yang menunjukan bahwa film saat

ini sudah dijadikan sebagai salah satu sarana hiburan yang sangat dekat dengan

masyarakat Indonesia.

Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, informasi

mengenai film pun sekarang sangat mudah untuk diakses oleh masyarakat. Tidak

hanya film dari luar negeri saja, saat ini juga film buatan para Sineas dalam negeri

pun sangat diminati oleh masyarakat di Indonesia, terbukti di setiap bulan film-film

lokal berbagai macam genre selalu menghiasi bioskop-bioskop yang ada di

Indonesia sendiri.

Genre merupakan pengelompokan atau pengklasifikasian sebuah film yang

memiliki pola yang sama seperti setting, isi dan subyek cerita, tema, struktur cerita,

aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood, serta tokoh. Dengan adanya

genre kita dapat memilah film sesuai dengan klasifikasinya. Dari klasifikasi inilah

muncul beberapa genre populer yang saat ini sangat banyak diproduksi seperti

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

1

contohnya drama, aksi, komedi, horor, thriller, film noir, roman, dan sebagainya

(Himawan Pratista, 2017: 39-41).

Jika ditarik lebih dalam sebenarnya film diciptakan berdasarkan atas

permasalahan manusia, apapapun itu bentuk dan genre nya sudah dapat di pastikan

itu akan memuat sebuah cerita yang di rangkai oleh seorang filmmaker atas apa

yang pernah dialaminya, ekspresi atas realitas-realitas yang ada, maupun protes

akan hal yang sedang terjadi di kehidupan manusia saat ini. Atas dasar tersebut

fungsi film seharusnya bukan hanya dijadikan sebagai sarana hiburan saja akan

tetapi film juga berfungsi untuk media pembelajaran. Menurut UU No 33 Tahun

2009, tujuan film adalah untuk membina akhlak mulia, mewujudkan kecerdasan

kehidupan bangsa, memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan

harkat dan martabat bangsa, mengembangkan dan melestarikan budaya bangsa,

memperkenalkan budaya bangsa kepada dunia internasional, meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, dan mengembangkan film berdasarkan budaya bangsa

yang hidup dan berkelanjutan.

Perkembangan film di Indonesia juga tidak selalu tentang film komersil

saja, perkembangan film independen atau yang lebih kita kenal dengan film indie

pun sangat pesat. Mulai dari festival film, bioskop alternatif, pendanaan melalui

proses funding yang pada saat ini sudah mulai tumbuh pesat, dan bahkan beberapa

festival dan pendanaan pun mendapat dukungan dari lembaga pemerintahan. Hal

inilah yang membuat para sineas-sineas muda Indonesia berlomba-lomba untuk

menciptakan sebuah karya yang dinamakan film indie. Menurut P. Putri (2013:128)

secara garis besar film indie atau independent di Indonesia adalah film yang di

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

2

produksi dengan biaya yang rendah di bawah satu milyar rupiah, film-film ini

dibiayai oleh lembaga non-komersil (lembaga donor, lembaga endowment film,

perseorangan dengan logika pendanan non-komersial atau program Corporate

Social Responsibility perusahaan, dan ditayangkan pada ekshibisi alternatif baik itu

festival film, maupun roadshow kampus ke kampus..

Secara umum film (fiksi) memiliki dua unsur pembentuk, yaitu unsur naratif

dan unsur sinematik. Dua unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain dalam

membentuk sebuah film. Menurut Himawan Pratista, (2017: 23-25) dua unsur

tersebut tidak akan dapat membentuk sebuah film apabila hanya berdiri sendiri.

Bisa dikatakan bahwa unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah menjadi

film, sedangkan unsur sinematik adalah gaya untuk mengolahnya. Unsur naratif

dalam film terdiri dari tokoh, masalah, konflik, lokasi, dan waktu, sementara unsur

sinematik di dalam film terdiri dari Mise-en-scene, Sinematografi, Editing, dan

suara.

Dalam penciptaan karya film fiksi “Galatama” ini penulis akan berfokus ke

pembangunan unsur Mise-en-scene. Mise-en-scene menurut Himawan Pratista

lewat bukunya Memahami Film (2017:97), adalah segala hal yang terletak di depan

kamera yang akan diambil gambarnya dalam sebuah produksi film. Jika kita

ibaratkan layar bioskop sebagai sebuah panggung pertunjukan maka semua elemen

yang ada diatas panggung tersebut adalah unsur-unsur dari Miss-en-scene. Penulis

yang juga sebagai sutradara pada penciptaan karya film fiksi “Galatama” akan

membangun Mise-en-sen yang sesuai dengan tujuan film ini dan akan relate dengan

keadaan yang terjadi di masyarakat saat ini.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

3

Sutradara adalah orang yang memimpin dalam proses pembuatan film, ia

yang bertanggung jawab atas “apa yang harus tampak” oleh penonton.

Tanggungjawabnya meliputi aspek-aspek kreatif, baik itu interpretatif maupun dari

segi teknis. Selain mengarahkan akting serta dialog aktor di depan kamera , ia juga

mengontrol posisi kamera beserta gerak kamera, suara, pencahayaan, dan hal-hal

lain yang menyumbang kepada hasil akhir sebuah film (Marselli Sumarno,

1996:34). Dalam hal ini sutradara akan membutuhkan bantuan kru untuk

mewujudkan visi dan misinya tersebut. Kru di dalam film sendiri terdiri dari

Produser, Director of Photography, Sound, Art director, dan juga Editor yang

tentunya mereka juga akan dibantu oleh beberapa asisten di departemen nya

masing-masing. Para kru ini akan bekerja sesuai dengan arahan dari sutradara yang

dimana ini akan diterapkan dalam proses penciptaan karya film fiksi pendek dengan

judul “ Galatama”.

Film “Galatama” bercerita tentang Agus (25 tahun) yang mengajak adiknya

Janu (13 Tahun) untuk pertama kalinya ikut lomba pemancingan galatama di kolam

pemancingan yang baru buka di desa mereka. Akan tetapi, ketika perlombaan

tersebut berjalan ternyata banyak kecurangan yang dilakukan oleh para pemancing

dan juga oleh si pemilik kolam pemancingan demi mendapatkan keuntungan besar.

Agus dan Janu secara tidak langsung terjebak di tengah orang-orang yang memiliki

tujuan untuk memenangkan lomba dengan menggunakan cara-cara yang kotor.

Ide cerita film fiksi pendek “Galatama” ini berawal dari keresahan penulis

yang sekaligus akan menjadi sutradara di film ini. Keresahan akan praktik Korupsi,

Kolusi, dan Nepotisme yang pada saat ini sudah semakin dekat dan sangat dirasakan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

4

dampak langsungnya oleh masyarakat. Kasus korupsi pun yang terjadi di Indonesia

seakan tidak ada habisnya. Hadirnya lembaga independen pemberantasan Korupsi

pun tidak serta merta membuat praktik kotor itu sendiri berkurang.

Praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ini akan di gambarkan terjadi di

sebuah kolam pemancingan yang dimana sebuah kolam pemancingan ini hadir

beberapa orang dengan tujuan memenangkan perlombaan teteapi dengan berbagai

macam cara-cara yang merugikan orang lain. Secara tidak sadar praktik tersebut

terjadi di tempat yang bisa dikatakan tidak penting untuk sebagian banyak orang.

Alasan untuk memilih kolam dengan sistem pemancingan galatama sebagai setting

adalah, budaya memancing sangat dekat dengan kehidupan masyarakat di

Indonesia dan kolam galatama adalah salah satu tempat untuk para pemancing

beradu teknik dan strategi serta racikan umpan yang pas. Di kolam galatama,

seluruh lapisan masyarakat yang punya hoby memancing akan berkumpul untuk

saling beradu skill dan strategi, tidak memandang usia maupun status sosial

semuanya akan berkompetisi untuk memenangkan sebuah gelar. Penulis dan juga

sutradara akan menggunakan sudut pandang masyarakat sendiri dalam menghadapi

praktik dari KKN sendiri.

Menurut data dari ICW (Indonesian Corruption Watch) penindakan kasus

korupsi mengalami lonjakan pada jumlah kerugian negara. Pada tahun 2015

terdapat 550 kasus dengan 1124 tersangka dengan kerugian negara mencapai 3,11

Triliun Rupiah, lalu di tahun 2016 menurun dengan 482 kasus dengan 1.101

tersangka dengan kerugian negara 1,45 Triliun Rupiah, di tahun 2017 terjadi

lonjakan yang cukup drastis dari tahun-tahun sebelumnya yaitu 576 kasus dengan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

5

tersangka 1,298 orang dan mengakibatkan kerugian negara sampai 6,5 Triliun

Rupiah, dan pada data tahun 2018 terjadi penurunan yang tidak begitu signifikan

yaitu 454 kasus dengan 1.087 orang tersangka yang mengakibatkan kerugian negara

mencapai 5,56 Triliun Rupiah. Dari data diatas tersebut memang terjadi penurunan

dalam jumlah tersangka pada setiap tahun, namun nilai kerugiannya justru jauh

lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya.

Kasus korupsi saat ini tidak hanya terjadi di pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah saja, pemerintah desa yang notabene nya memiliki daerah yang

sangat kecil pun saat ini sudah sangat banyak melakukan tindak kejahatan korupsi.

Dilansir melalui kanal berita online Tirto.id, Indonesia Corruption Watch (ICW)

menemukan 252 kasus korupsi anggaran desa sepanjang 2015-2018. Jumlah

tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun. "Pada tahun 2015 terdapat 22 kasus,

pada tahun 2016, meningkat menjadi 48 kasus, pada tahun 2017 dan 2018

meningkat menjadi 98 dan 96.

Pada tahun 2018 sektor pemerintahan desa adalah sektor yang paling banyak

melakukan korupsi. ICW mencatatkan ada 96 kasus korupsi di sektor pemerintahan

desa dari 454 kasus korupsi yang di tindak pada tahun 2018 dan tindak korupsi pada

pemerintahan desa ini merugikan negara sampai 37,2 Milliar Rupiah. Pada setiap

tahunnya tingkat korupsi pada pemerintahan desa mengalami pelonjakan yang

sangat drastis, pada tahun 2015 tercatat terdapat 17 kasus dengan kerugian negara

mencapai 9,2 Milyar Rupiah, tahun 2016 menjadi 41 kasus dengan kerugian negara

mencapai 8,33 Milyar Rupiah dan meningkat pada tahun 2017 menjadi 98 kasus

dengan kerugian negara mencapai 47,56 Milyar Rupiah.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

6

Berdasarkan Pasal 75 ayat 1 Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang

desa, Peraturan pemerintah No 43 Tahun 2014 tentang Dana Desa sebagaimana

diubah dengan Perarturan pemerintah No 47 Tahun 2015 mengatakan bahwa

Kepala Desa adalah pemegang kekuasan pengelolaan Keuangan Desa. Berarti

kepala desa memiliki peran penuh atas dana yang diturunkan oleh pemerintah yang

bersumber dari APBN, hal inilah yang membuat banyak oknum-oknum perangkat

desa yang banyak mengambil atau menyelewengkan dana tersebut, dan juga

minimnya pengawasan oleh lembaga pemberantasaan korupsi yang pada saat ini

hanya berfokus di pusat maupun daerah membuat tingkat korupsi di pemerintahan

desa semakin menjadi-jadi.

Kepala Desa adalah aktor yang paling dominan terjerat kasus korupsi ini.

Pada tahun 2015-2018 terdapat 112 orang kepala desa dengan rincian 2015 dengan

15 orang, 2016 dengan 32 orang, dan 65 orang pada tahun 2017, pelaku lain adalah

32 orang perangkat desa dan 3 orang keluarga kepala desa.

Dana desa merupakan bentuk kepedulian nyata negara akan keberadaan

suatu desa, dengan dana desa maka pengakuan akan hak asal usul (Rekognis) dan

kewenangan lokal bersekala desa (Subsidiaritas) sudah dapat dilihat dan dirasakan

langsung oleh masyarakat desa (Y Kadir, RM Moonti, 2018:434). Ini membuktikan

bahwasanya korupsi semakin dekat dengan rakyat, yang seharusnya dana

digunakan untuk memperbaiki sarana dan prasarana di sebuah desa ternyata di salah

gunakan oleh pihak-pihak terkait untuk kepentingan pribadinya sendiri.

Melalui film pendek “Galatama” penulis yang sekaligus sutradara akan

memberikan sebuah pandangan baru terhadap masyarakat bahwasanya praktik

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

7

Korupsi saat ini sudah semakin dekat dengan keberadaan masyarakat itu sendiri dan

tanpa disadari bahkan masyarakat pun turut andil dalam upaya beberapa pihak

dalam usahanya untuk mengambil keuntungan pribadi dari dana yang seharusnya

digunakan untuk mensejahterakan rakyat. Penulis yang juga sebagai sutradara akan

mengambil sudut pandang dari masyarakat itu sendiri lewat dua orang tokoh

karakter yaitu Agus dan Janu. Dua orang karakter ini akan mewakilkan dua contoh

masyarakat dalam menghadapi praktik KKN, karakter Agus akan berperan seperti

orang yang tau akan peraturan tetapi karena tujuan dari karakter tersebut sama

akhirnya dia pun ikut melanggar peraturan tersebut, sedangkan Janu dia akan

berperan sebagai orang yang baru dalam dunia pemancingan galatama dan baru

mengetahui adanya kecurangan, akan tetapi Janu tidak mempunyai power untuk

menghentikan praktik kecurangan tersebut.

Film ini akan di distribusikan ke beberapa festival film dalam maupun luar

negeri seperti Malang Film Festival, Ganesha film Festival, UCIFest, dan lain-lain,

serta juga beberapa bioskop alternatif yang memiliki konsep pemutaran yang

terbuka untuk umum. Bioskop alternatif menurut Arifianto dan Junaedi (2017:81),

adalah bioskop yang digunakan untuk pemutaran film alternatif sekaligus juga film

pendek, yang dimana film alternatif dan film pendek tidak dapat diputarkan lewat

jaringan bioskop-bioskop arus utama di Indonesia. Marganingtyas dalam Arifianto

dan Junaedi (2017) juga menambahkan, bioskop alternatif dapat menciptakan

kontak antar manusia melalui berbagai acara. Bukan hanya antara penyelenggara

acara dengan penonton teteapi juga antara penonton dengan penonton itu sendiri

sehingga dapat membentuk komunitas-komunitas yang membicarakan sesuatu di

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

8

dalam ruang tersebut. Bioskop alternatif ini menurut penulis adalah tempat yang

tepat untuk jalur eksebisi film “Galatama”.

Film “Galatama” akan menggunakan format film 4K 3840x2160 dengan

aspect ratio 16:9 dan akan berdurasi kurang lebih 15 menit. Setelah umur film

mencapai satu tahun (dihitung pada saat pertama kali didistribusikan), film

“Galatama” akan di upload di layanan streaming Youtube agar dapat diakses oleh

banyak orang. Film “galatama” ini ditujukan untuk masyarakat seluruh kalangan,

mulai dari kelas menengah keatas sampai menengah kebawah, diharapkan film ini

mampu memberikan impact bahwasanya praktik KKN tersebut sudah sangat dekat

dengan kehidupan masyarakat sendiri.

Konsep warna yang akan digunakan atau colour pallete pada film pendek

galatama ini adalah menggunakan warna analogus yaitu tiga warna yang berdekatan

dalam lingkaran warna, dan yang akan digunakan adalah warna kuning, hijau, dan

biru. Hijau akan dominan digunakan sebagai mood dalam film, sedangkan kuning

dan biru akan dominan digunakan pada aspek-aspek Mise en Scene pada film

pendek “galatama” ini.

B. Rumusan Ide Penciptaan

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dijelaskan diatas maka

dapat di rumuskan ide penciptaan karyanya adalah bagaimana sutradara akan

membangun unsur Mise-en-scene dalam proses pembuatan film pendek Galatama?

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

9

C. Manfaat Penciptaan Karya

Manfaat dari persiapan, perancangan, serta pembuatan karya ini adalah

sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

Pembuatan film fiksi pendek “Galatama” ini diharapkan mampu

menambah kajian bagi prodi Ilmu Komunikasi khususnya dalam kajian

penciptaan karya film pendek untuk memenuhi persyaratan kelulusan

sarjana S1

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa / Pencipta Karya

Penciptaan karya film pendek “Galatama” ini merupakan

bentuk pengaplikasian teori Ilmu Komunikasi yang didapat

selama menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta. Serta diharapkan workflow kerja Sutradara pada

proses penciptaan karya ini dapat dijadikan acuan dalam proses

penciptaan karya selanjutnya.

b. Bagi Masyarakat

1) Sebagai media untuk mengingatkan masyarakat akan

bahaya laten korupsi yang saat ini sudah semakin dekat

dengan masyarakat itu sendiri.

2) Mendapatkan pemahaman akan pentingya peran rakyat

sendiri dalam upaya memerangi korupsi.

3)

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

10

D. Tujuan Penciptaan Karya

Tujuan dari penciptaan karya ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memberikan pandangan kepada masyarakat tentang bahaya korupsi.

2. Untuk menggambarkan korupsi yang semakin dekat dengan masyarakat

sendiri.

3. Mendeskripsikan peran serta workflow kerja sutradara dalam proses

penciptaan karya film fiksi pendek.

E. Tinjauan Karya

Berikut ini adalah referensi film pendek yang digunakan sebagai acuan

dalam proses penciptaan karya ini, referensi ini hanya bertujuan untuk

pertimbangan serta acuan beberapa aspek dan tentunya bukan digunakan untuk

tujuan plagiat.

1. Film Pendek - #Blessed

Sutradara: Candra Aditya

Gambar 1.1 Screenshot salah satu adegan di film #Blessed

(Sumber: https://www.viddsee.com/video/blessed/adxx1)

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

11

Film ini bercerita tentang seorang seleb instagram yang manis bernama

Della, ia memanfaatkan ketenarannya untuk menipu banyak orang. Di balik

kehidupan glamour nya di media sosial ternyata dia penipu yang sudah memakan

banyak korban dengan berbagai macam bentuk penipuannya. Saking banyak

kasusnya tim penyidik pun kebingungan dengan kesaksian para korban.

Di film #Blessed ini mengangkat isu yang pada saat ini sedang hangat,

tentang kehidupan real seseorang yang tidak diketahui oleh orang banyak yang

dimana mereka menganggap kehidupan yang di bagikan di media sosial adalah

kehidupan yang telah di rekayasa agar mendapat simpati maupun empati dari orang-

orang. Hal inilah yang membuat sesorang itu dapat semakin mudah untuk

memperdayai atau merugikan orang banyak demi kepentingan pribadinya saja.

#Blessed sendiri adalah salah satu dari 7 pemenang Anti-Corruption Film

Festival (ACFFest) 2018 yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK). Film ini akan menjadi acuan bagi penulis dalam mengembangkan

konsep ide cerita dan juga menjadi acuan dari segi teknis karena film ini sama

tujuannya dengan film “Galatama” yang akan memberikan informasi akan semakin

dekatnya fenomena korupsi dengan masyarakat dengan berbagai macam bentuk dan

upaya serta menyadarkan masyarakat untuk bersama-sama memerangi kasus

korupsi ini.

2. Film pendek – Jimpitan

Sutradara: Wiwid Septriadi

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

12

Gambar 1.2 screenshot salah satu shot di film pendek Jimpitan

( Sumber https://www.viddsee.com/video/jimpitan/dn177)

Film Jimpitan bercerita tentang Poniman (30), seorang petugas ronda yang

berusaha untuk mengganti jimpitan (budaya iuran berupa beras) yang

dikumpulkannya dari rumah-rumah warga. Pasalnya, tanpa sepengetahuannya

beras tersebut telah dijadikan bubur oleh istrinya, Juminten (25) untuk sarapan

Poniman dan anakanya Septu (10) sebelum di setorkan ke pak RT. Film ini juga

salah satu peserta Anti-Corruption Film Festival (ACFFest) 2018 yang diadakan

oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

Film Jimpitan ini akan dijadikan sebagai referensi dalam bentuk mood cerita

pada film “Galatama”, yang dimana Agus yang secara tidak sadar akan ikut

membantu dan terjebak dalam praktik kecurangan yang dilakukan oleh beberapa

orang yang mengikuti kompetisi memancing. Selain mood, film ini akan dijadikan

referensi wardrobe dan set artistik yang dimana film “Galatama” akan membangun

setting kolam pemancingan yang terdapat di sebuah pedesaan.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

13

3. Film Pendek – Errorist of Seasons

Sutradara: Rein Maychaelson

Gambar 1.3 Screenshoot pada salah satu shot film Erroris of Seasons

(Sumber https://www.viddsee.com/video/errorist-of-seasons/02j7p)

Film Erroris of Seasons bercerita tentang seorang karyawan di sebuah

pabrik garmen yang baru saja dipecat dari pekerjaannya, lalu pulung mengikuti

saran temannya untuk menginvestasikan uang pesangon mereka untuk memulai

bisnis baru yaitu penyewaan perahu karet. Mereka telah merencanakan untuk

menggunakan momen banjir tahunan untuk mendapatkan keuntungan yang

dikatakan oleh mereka dengan jutaan. Tetapi ketika mereka sudah menyiapkan

segalanya, tidak setetes pun hujan turun.

Film ini bercerita melalui hal-hal yang sangat amat dekat dengan

masyarakat di Indonesia seperti contohnya, masyarakat Indonesia masih

mempercayai dukun, Pulung yang mempunyai paman seorang dukun lalu datang

kepadanya untuk meminta di turunkannya hujan. Hal seperti itulah yang akan di

bangun di film “Galatama” ini, tentang apa saja hal yang sangat dekat dengan

masyarakat Indonesia dan apa saja yang dipercayai oleh masyarakat Indonesia

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

14

sendiri. Referensi ini akan berguna sebagaimana dengan tujuan film ini dibuat

untuk menyadarkan masyarakat yang tentunya harus membangun hal-hal yang

dekat dengan masyarakat di Indonesia itu sendiri.

F. Landasan Teori

Sebelum masuk ke tahapan produksi penciptaan film pendek “Galatama”

ini, tentunya kita harus memiliki landasan teori yang berkaitan dengan proses

penciptaan karya film pendek. Beberapa landasan teori yang digunakan sebagai

dasaran atas penciptaan karya ini adalah sebagai berikut:

1. Sutradara

Dalam penciptaan karya film fiksi pendek “Galatama” ini,

penulis akan menjadi sutradara, yang dimana sutradara sendiri

menurut Marselli Sumarno (1996:34-37) adalah seseorang yang

memimpin pembuatan sebuah film tentang “bagaimana yang harus

tampak” oleh penonton. Tanggung jawabnya meliputi aspek-aspek

kreatif, baik interpretatif maupun teknis dari sebuah produksi film.

Seorang sutradara harus mampu membuat film dengan wawasan,

keartistikan, serta pengetahuan tentang medium film, untuk

mengontrol film dari awal hingga tahap penyelesaian.

Selain menerjemahkan naskah tulisan skenario ke dalam

bahasa visual, sutradara juga bertugas mengarahkan adegan dan

dialog para pelaku, serta mengkordinasakan kru yang berkaitan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

15

dengan tugas utamanya tersebut (Panca Jalavandesta, 2011:8). Oleh

karena itu untuk menjadi seorang sutradara dibutuhkan visi, misi,

serta imajinasi yang tinggi, karena sutradara yang akan bertanggung

jawab atas baik atau buruk filmnya.

Tugas sutradara menurut Widagdo dan Gora (2004:37-39),

dibagi menjadi tiga tahap yaitu, pra produksi, produksi, dan pasca

produksi.

a. Pra produksi

Tahapan pra produksi adalah tahapan

sebelum pengambilan gambar, biasanya proses ini

dimulai setelah naskah cerita sudah jadi. Sutradara

akan memulai mempelajari dan memproduksi sendiri

naskah cerita yang sudah dibentuk oleh seorang

penulis cerita lewat kepalanya, maka sutradara akan

paham akan seperti apa film yang akan dia buat, lalu

sutradara akan menentukan karakter seperti apa yang

akan dia gambarkan lewat cerita tersebut sekaligus

melakukan proses casting untuk mencari actor yang

sesuai untuk memerankan tokoh yang ada di film

tersebut. Setelah melalui proses casting, sutradara

akan mempelajari dialog yang ada di dalam naskah

tersebut bersama actor yang sudah dipilihnya atau

proses ini bisa kita sebut dengan proses reading.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

16

Pada proses reading apabila sutradara menemukan

beberapa hal yang harus di tulis ulang dan

menambahkan sedikit dialog atau action, maka

sutradara berhak untuk melakukannya.

Setelah membayangkan seperti apa gambaran

pada filmnya tersebut, sutradara akan membedah dan

merubah naskah cerita tersebut dalam bentuk shotlist

dan juga director treatment yang ditulis lebih

lengkap dengan memasukan type of shot, angle,

lensa, dan lain-lain. Hal ini yang akan menjadi

panduan bagi kru di film tersebut untuk mengatur apa

saja yang dibutuhkan dan set seperti apa yang akan

di bangun. Proses ini dilakukan agar semua kru yang

terlibat memiliki visi yang sama dengan sutradara.

b. Produksi

Pada tahap produksi ini bisa kita sebut

dengan tahap shooting atau proses pengambilan

gambar, sutradara akan bekerja mengarahkan adegan

yang sudah direncanakan dari awal. Sutradara juga

akan mengontrol kerja dari semua kru yang terlibat

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

17

untuk terus berada pada konsep awal yang sudah

direncanakan.

c. Pasca Produksi

Proses ini lebih dikenal dengan proses

editing, proses ini akan menggabungkan semua

elemen-elemen yang sudah di ambil pada saat proses

shooting, atau ketika dibutuhkan beberapa efek

visual untuk mendukung dramatisasi film, hal itu

akan dilakukan pada saat proses editing ini.

Sutradara akan memberikan arahan kepada

editor yang akan di terjemahkan oleh editor dengan

pertimbangan dan sentuhan seninya. Pada tahapan ini

seorang sutradara akan terlihat kualitasnya dalam

cara mengemas setiap adegan tanpa mengurangi nilai

dan cita rasanya.

2. Film Pendek

Film pendek adalah film cerita fiksi yang berdurasi kurang

dari 60 menit. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para mahasiswa

jurusan perfilman atau mahasiswa yang menyukai dunia film dan

ingin berlatih membuat film dengan baik (Javandalasta 2011:2).

Film pendek akan dijadikan oleh seseorang sebagai media untuknya

belajar membuat film, yang mana film pendek berdurasi kurang dari

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

18

60 menit tersebut akan menjadi tantangan tersendiri bagi seorang

sineas tersebut untuk memasukan semua hal yang ingin dia

sampaikan dalam waktu yang sangat terbatas.

Film pendek sangat identik dengan film indie, sebagaimana

dikatakan oleh Triaton (2013:42), film pendek identik dengan film

indie karena kedua film ini diproduksi dengan biaya yang sangat

kecil dan jauh dari kata komersil. Oleh karena sama-sama

diproduksi dengan biaya yang rendah, maka dari itu film pendek

sangat identik dengan film indie. Kedua film ini hanya

membutuhkan keinginan dan semangat berkarya dari sineasnya.

Film pendek juga akan dijadikan alat untuk beberapa sineas

untuk upayanya menyampaikan keresahannya terhadap suatu

realitas yang sedang dihadapinya, oleh karena itu film pendek akan

benar-benar menjadi sebuah karya dengan sentuhan seni yang murni

dari seorang sineas tersebut. Untuk jalur pendistribusian film pendek

akan berbeda dengan film panjang komersil yang dimana umumnya

film tersebut akan dipasarkan ke bioskop, sedangkan film pendek

akan didistribusikan sineasnya ke festival-festival film dan

pemutaran alternatif.

3. Mise-en-Scene

Mise-en-scene berasal dari kata Perancis yang memiliki arti

“putting in scene”. Mise-en-scene ini adalah bagian dari salah satu

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

19

unsur pembentuk film yaitu unsur sinematik. Menurut Broadwell

dan Thompson (2008:), mise-en-scene juga dapat diartikan sebagai

proses penyuntingan dan kompleksitas yang dibangun oleh sebuah

film agar dapat menggapai tekstur dan resonansinya. Mise-en-scene

biasanya di dahului oleh sebuah perencanaan, akan tetapi tidak

menutup kemungkinan bahwa aktor film akan berimprovisasi untuk

memperkuat cerita film tanpa merencanankannya dahulu.

Ditambahkan oleh Pratista (2017:97), jika di ibaratkan layar bioskop

adalah sebuah panggung pertunjukan maka semua elemen yang ada

diatas panggung tersebut adalah unsur-unsur mise-en-scene. Sebagai

contoh, film horor akan lebih terasa mood mencekamnya ketika film

itu didominasi oleh suasana gelap dan suram serta make up aktornya

yang terkesan pucat. Mka bisa kita katakan hampir setengah

kekuaatan film terdapat pada unsur ini.

Pratista juga menambahkan, Mis-en-scene terdiri atas empat

unsur utama antara lain:

a. Setting

Setting adalah seluruh latar bersama segala

propertinya, dalam hal ini properti adalah benda yang

tidak bergerak seperti contohnya kursi, meja, jendela,

tirai, dan lain sebagainya yang dimana benda tersebut

adalah benda yang tidak bergerak. Dan fungsi setting

sendiri adalah sebagai penunjuk ruang dan waktu,

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

20

status sosial, motif/simbol, dan pendukung aktif

aksi/adegan . Setting juga berguna untuk

menambahkan informasi yang kuat untuk

mendukung cerita film tersebut.

Setting yang ada di film biasanya akan dibuat

dengan senyata mungkin sesuai dengan konteks di

film tersebut. Ketika setting yang dibangun dengan

sangat nyata dan sempurna, penonton akan dapat

merasakan seolah-olah seperti berada di dalam film

tersebut, hal seperti ini akan menambah nilai

bahwasanya penonton dapat menerima pesan yang

disampaikan oleh sutradara. Dalam proses

perencanaan dan perancangan Setting, seorang

penata artistik yang mengerjakannya dan atas

pemikiran dari sutradara film itu sendiri.

b. Kostum dan Tata Rias Karakter

Kostum adalah segala sesuatu yang

dikenakan oleh pemain bersama seluruh aksesorinya

yaitu seperti topi, kalung, sepatu, gelang, jam tangan

dan lain sebagainya. Sedangkan tata rias karakter

adalah secara umum berfungsi untuk

menggambarkan usia, luka atau lebam di wajah,

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

21

kemiripan dengan seorang tokoh, dan lain

sebagainya.

c. Pencahayaan

Cahaya berfungsi untuk menggambarkan

sebuah bentuk dan dimensi sebuah ruang. Seluruh

gambar yang ada di dalam film adalah manipulasi

dari cahaya. Pencahayaan disini juga berguna untuk

membentuk suasana dan mood dalam sebuah film,

contohnya jika cahaya di film horor akan dibuat

terang hal tersebut akan membuat mood film horor

tersebut menjadi tidak mencekam dan suram.

d. Pemain serta Pergerakannya

Seorang sutradara penting untuknya

mengontrol akting pemain serta pergerakannya.

Pemain atau aktor ini akan memotivasi naratif dan

akan selalu bergerak dalam melakukan aksinya.

Pergerakannya akan dibatasi oleh sebuah framing

(pembingkaian) pada aspek sinematografi, oleh

karena itu sutradara harus mengontrol gerak pemain

atau aktor ini untuk terus berada di dalam frame

tersebut. Sutradara juga harus mengarahkan seorang

pemainnya untuk mengeluarkan performa akting

terbaiknya.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya

22