BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya
of 23/23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya Film adalah salah satu media komunikasi massa yang pada saat ini sangat dekat dan mudah untuk diakses oleh hampir sebagian besar masyarakat Indonesia. Pada saat ini perkembangan film di Indonesia pun terbukti cukup pesat dengan ditandai dengan hadirnya bioskop-bioskop baru di beberapa daerah dan juga hadirnya beberapa layanan streaming berbayar yang menunjukan bahwa film saat ini sudah dijadikan sebagai salah satu sarana hiburan yang sangat dekat dengan masyarakat Indonesia. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, informasi mengenai film pun sekarang sangat mudah untuk diakses oleh masyarakat. Tidak hanya film dari luar negeri saja, saat ini juga film buatan para Sineas dalam negeri pun sangat diminati oleh masyarakat di Indonesia, terbukti di setiap bulan film-film lokal berbagai macam genre selalu menghiasi bioskop-bioskop yang ada di Indonesia sendiri. Genre merupakan pengelompokan atau pengklasifikasian sebuah film yang memiliki pola yang sama seperti setting, isi dan subyek cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood, serta tokoh. Dengan adanya genre kita dapat memilah film sesuai dengan klasifikasinya. Dari klasifikasi inilah muncul beberapa genre populer yang saat ini sangat banyak diproduksi seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya
Text of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Karya
A. Latar Belakang Penciptaan Karya
Film adalah salah satu media komunikasi massa yang pada saat ini
sangat
dekat dan mudah untuk diakses oleh hampir sebagian besar masyarakat
Indonesia.
Pada saat ini perkembangan film di Indonesia pun terbukti cukup
pesat dengan
ditandai dengan hadirnya bioskop-bioskop baru di beberapa daerah
dan juga
hadirnya beberapa layanan streaming berbayar yang menunjukan bahwa
film saat
ini sudah dijadikan sebagai salah satu sarana hiburan yang sangat
dekat dengan
masyarakat Indonesia.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju,
informasi
mengenai film pun sekarang sangat mudah untuk diakses oleh
masyarakat. Tidak
hanya film dari luar negeri saja, saat ini juga film buatan para
Sineas dalam negeri
pun sangat diminati oleh masyarakat di Indonesia, terbukti di
setiap bulan film-film
lokal berbagai macam genre selalu menghiasi bioskop-bioskop yang
ada di
Indonesia sendiri.
Genre merupakan pengelompokan atau pengklasifikasian sebuah film
yang
memiliki pola yang sama seperti setting, isi dan subyek cerita,
tema, struktur cerita,
aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood, serta
tokoh. Dengan adanya
genre kita dapat memilah film sesuai dengan klasifikasinya. Dari
klasifikasi inilah
muncul beberapa genre populer yang saat ini sangat banyak
diproduksi seperti
1
contohnya drama, aksi, komedi, horor, thriller, film noir, roman,
dan sebagainya
(Himawan Pratista, 2017: 39-41).
Jika ditarik lebih dalam sebenarnya film diciptakan berdasarkan
atas
permasalahan manusia, apapapun itu bentuk dan genre nya sudah dapat
di pastikan
itu akan memuat sebuah cerita yang di rangkai oleh seorang
filmmaker atas apa
yang pernah dialaminya, ekspresi atas realitas-realitas yang ada,
maupun protes
akan hal yang sedang terjadi di kehidupan manusia saat ini. Atas
dasar tersebut
fungsi film seharusnya bukan hanya dijadikan sebagai sarana hiburan
saja akan
tetapi film juga berfungsi untuk media pembelajaran. Menurut UU No
33 Tahun
2009, tujuan film adalah untuk membina akhlak mulia, mewujudkan
kecerdasan
kehidupan bangsa, memelihara persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan
harkat dan martabat bangsa, mengembangkan dan melestarikan budaya
bangsa,
memperkenalkan budaya bangsa kepada dunia internasional,
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dan mengembangkan film berdasarkan budaya
bangsa
yang hidup dan berkelanjutan.
Perkembangan film di Indonesia juga tidak selalu tentang film
komersil
saja, perkembangan film independen atau yang lebih kita kenal
dengan film indie
pun sangat pesat. Mulai dari festival film, bioskop alternatif,
pendanaan melalui
proses funding yang pada saat ini sudah mulai tumbuh pesat, dan
bahkan beberapa
festival dan pendanaan pun mendapat dukungan dari lembaga
pemerintahan. Hal
inilah yang membuat para sineas-sineas muda Indonesia
berlomba-lomba untuk
menciptakan sebuah karya yang dinamakan film indie. Menurut P.
Putri (2013:128)
secara garis besar film indie atau independent di Indonesia adalah
film yang di
2
produksi dengan biaya yang rendah di bawah satu milyar rupiah,
film-film ini
dibiayai oleh lembaga non-komersil (lembaga donor, lembaga
endowment film,
perseorangan dengan logika pendanan non-komersial atau program
Corporate
Social Responsibility perusahaan, dan ditayangkan pada ekshibisi
alternatif baik itu
festival film, maupun roadshow kampus ke kampus..
Secara umum film (fiksi) memiliki dua unsur pembentuk, yaitu unsur
naratif
dan unsur sinematik. Dua unsur tersebut saling berkaitan satu sama
lain dalam
membentuk sebuah film. Menurut Himawan Pratista, (2017: 23-25) dua
unsur
tersebut tidak akan dapat membentuk sebuah film apabila hanya
berdiri sendiri.
Bisa dikatakan bahwa unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan
diolah menjadi
film, sedangkan unsur sinematik adalah gaya untuk mengolahnya.
Unsur naratif
dalam film terdiri dari tokoh, masalah, konflik, lokasi, dan waktu,
sementara unsur
sinematik di dalam film terdiri dari Mise-en-scene, Sinematografi,
Editing, dan
suara.
Dalam penciptaan karya film fiksi “Galatama” ini penulis akan
berfokus ke
pembangunan unsur Mise-en-scene. Mise-en-scene menurut Himawan
Pratista
lewat bukunya Memahami Film (2017:97), adalah segala hal yang
terletak di depan
kamera yang akan diambil gambarnya dalam sebuah produksi film. Jika
kita
ibaratkan layar bioskop sebagai sebuah panggung pertunjukan maka
semua elemen
yang ada diatas panggung tersebut adalah unsur-unsur dari
Miss-en-scene. Penulis
yang juga sebagai sutradara pada penciptaan karya film fiksi
“Galatama” akan
membangun Mise-en-sen yang sesuai dengan tujuan film ini dan akan
relate dengan
keadaan yang terjadi di masyarakat saat ini.
3
Sutradara adalah orang yang memimpin dalam proses pembuatan film,
ia
yang bertanggung jawab atas “apa yang harus tampak” oleh
penonton.
Tanggungjawabnya meliputi aspek-aspek kreatif, baik itu
interpretatif maupun dari
segi teknis. Selain mengarahkan akting serta dialog aktor di depan
kamera , ia juga
mengontrol posisi kamera beserta gerak kamera, suara, pencahayaan,
dan hal-hal
lain yang menyumbang kepada hasil akhir sebuah film (Marselli
Sumarno,
1996:34). Dalam hal ini sutradara akan membutuhkan bantuan kru
untuk
mewujudkan visi dan misinya tersebut. Kru di dalam film sendiri
terdiri dari
Produser, Director of Photography, Sound, Art director, dan juga
Editor yang
tentunya mereka juga akan dibantu oleh beberapa asisten di
departemen nya
masing-masing. Para kru ini akan bekerja sesuai dengan arahan dari
sutradara yang
dimana ini akan diterapkan dalam proses penciptaan karya film fiksi
pendek dengan
judul “ Galatama”.
Film “Galatama” bercerita tentang Agus (25 tahun) yang mengajak
adiknya
Janu (13 Tahun) untuk pertama kalinya ikut lomba pemancingan
galatama di kolam
pemancingan yang baru buka di desa mereka. Akan tetapi, ketika
perlombaan
tersebut berjalan ternyata banyak kecurangan yang dilakukan oleh
para pemancing
dan juga oleh si pemilik kolam pemancingan demi mendapatkan
keuntungan besar.
Agus dan Janu secara tidak langsung terjebak di tengah orang-orang
yang memiliki
tujuan untuk memenangkan lomba dengan menggunakan cara-cara yang
kotor.
Ide cerita film fiksi pendek “Galatama” ini berawal dari keresahan
penulis
yang sekaligus akan menjadi sutradara di film ini. Keresahan akan
praktik Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme yang pada saat ini sudah semakin dekat dan
sangat dirasakan
4
dampak langsungnya oleh masyarakat. Kasus korupsi pun yang terjadi
di Indonesia
seakan tidak ada habisnya. Hadirnya lembaga independen
pemberantasan Korupsi
pun tidak serta merta membuat praktik kotor itu sendiri
berkurang.
Praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ini akan di gambarkan
terjadi di
sebuah kolam pemancingan yang dimana sebuah kolam pemancingan ini
hadir
beberapa orang dengan tujuan memenangkan perlombaan teteapi dengan
berbagai
macam cara-cara yang merugikan orang lain. Secara tidak sadar
praktik tersebut
terjadi di tempat yang bisa dikatakan tidak penting untuk sebagian
banyak orang.
Alasan untuk memilih kolam dengan sistem pemancingan galatama
sebagai setting
adalah, budaya memancing sangat dekat dengan kehidupan masyarakat
di
Indonesia dan kolam galatama adalah salah satu tempat untuk para
pemancing
beradu teknik dan strategi serta racikan umpan yang pas. Di kolam
galatama,
seluruh lapisan masyarakat yang punya hoby memancing akan berkumpul
untuk
saling beradu skill dan strategi, tidak memandang usia maupun
status sosial
semuanya akan berkompetisi untuk memenangkan sebuah gelar. Penulis
dan juga
sutradara akan menggunakan sudut pandang masyarakat sendiri dalam
menghadapi
praktik dari KKN sendiri.
korupsi mengalami lonjakan pada jumlah kerugian negara. Pada tahun
2015
terdapat 550 kasus dengan 1124 tersangka dengan kerugian negara
mencapai 3,11
Triliun Rupiah, lalu di tahun 2016 menurun dengan 482 kasus dengan
1.101
tersangka dengan kerugian negara 1,45 Triliun Rupiah, di tahun 2017
terjadi
lonjakan yang cukup drastis dari tahun-tahun sebelumnya yaitu 576
kasus dengan
5
tersangka 1,298 orang dan mengakibatkan kerugian negara sampai 6,5
Triliun
Rupiah, dan pada data tahun 2018 terjadi penurunan yang tidak
begitu signifikan
yaitu 454 kasus dengan 1.087 orang tersangka yang mengakibatkan
kerugian negara
mencapai 5,56 Triliun Rupiah. Dari data diatas tersebut memang
terjadi penurunan
dalam jumlah tersangka pada setiap tahun, namun nilai kerugiannya
justru jauh
lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya.
Kasus korupsi saat ini tidak hanya terjadi di pemerintah pusat
maupun
pemerintah daerah saja, pemerintah desa yang notabene nya memiliki
daerah yang
sangat kecil pun saat ini sudah sangat banyak melakukan tindak
kejahatan korupsi.
Dilansir melalui kanal berita online Tirto.id, Indonesia Corruption
Watch (ICW)
menemukan 252 kasus korupsi anggaran desa sepanjang 2015-2018.
Jumlah
tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun. "Pada tahun 2015
terdapat 22 kasus,
pada tahun 2016, meningkat menjadi 48 kasus, pada tahun 2017 dan
2018
meningkat menjadi 98 dan 96.
Pada tahun 2018 sektor pemerintahan desa adalah sektor yang paling
banyak
melakukan korupsi. ICW mencatatkan ada 96 kasus korupsi di sektor
pemerintahan
desa dari 454 kasus korupsi yang di tindak pada tahun 2018 dan
tindak korupsi pada
pemerintahan desa ini merugikan negara sampai 37,2 Milliar Rupiah.
Pada setiap
tahunnya tingkat korupsi pada pemerintahan desa mengalami
pelonjakan yang
sangat drastis, pada tahun 2015 tercatat terdapat 17 kasus dengan
kerugian negara
mencapai 9,2 Milyar Rupiah, tahun 2016 menjadi 41 kasus dengan
kerugian negara
mencapai 8,33 Milyar Rupiah dan meningkat pada tahun 2017 menjadi
98 kasus
dengan kerugian negara mencapai 47,56 Milyar Rupiah.
6
Berdasarkan Pasal 75 ayat 1 Undang-Undang No 6 Tahun 2014
tentang
desa, Peraturan pemerintah No 43 Tahun 2014 tentang Dana Desa
sebagaimana
diubah dengan Perarturan pemerintah No 47 Tahun 2015 mengatakan
bahwa
Kepala Desa adalah pemegang kekuasan pengelolaan Keuangan Desa.
Berarti
kepala desa memiliki peran penuh atas dana yang diturunkan oleh
pemerintah yang
bersumber dari APBN, hal inilah yang membuat banyak oknum-oknum
perangkat
desa yang banyak mengambil atau menyelewengkan dana tersebut, dan
juga
minimnya pengawasan oleh lembaga pemberantasaan korupsi yang pada
saat ini
hanya berfokus di pusat maupun daerah membuat tingkat korupsi di
pemerintahan
desa semakin menjadi-jadi.
Kepala Desa adalah aktor yang paling dominan terjerat kasus korupsi
ini.
Pada tahun 2015-2018 terdapat 112 orang kepala desa dengan rincian
2015 dengan
15 orang, 2016 dengan 32 orang, dan 65 orang pada tahun 2017,
pelaku lain adalah
32 orang perangkat desa dan 3 orang keluarga kepala desa.
Dana desa merupakan bentuk kepedulian nyata negara akan
keberadaan
suatu desa, dengan dana desa maka pengakuan akan hak asal usul
(Rekognis) dan
kewenangan lokal bersekala desa (Subsidiaritas) sudah dapat dilihat
dan dirasakan
langsung oleh masyarakat desa (Y Kadir, RM Moonti, 2018:434). Ini
membuktikan
bahwasanya korupsi semakin dekat dengan rakyat, yang seharusnya
dana
digunakan untuk memperbaiki sarana dan prasarana di sebuah desa
ternyata di salah
gunakan oleh pihak-pihak terkait untuk kepentingan pribadinya
sendiri.
Melalui film pendek “Galatama” penulis yang sekaligus sutradara
akan
memberikan sebuah pandangan baru terhadap masyarakat bahwasanya
praktik
7
Korupsi saat ini sudah semakin dekat dengan keberadaan masyarakat
itu sendiri dan
tanpa disadari bahkan masyarakat pun turut andil dalam upaya
beberapa pihak
dalam usahanya untuk mengambil keuntungan pribadi dari dana yang
seharusnya
digunakan untuk mensejahterakan rakyat. Penulis yang juga sebagai
sutradara akan
mengambil sudut pandang dari masyarakat itu sendiri lewat dua orang
tokoh
karakter yaitu Agus dan Janu. Dua orang karakter ini akan
mewakilkan dua contoh
masyarakat dalam menghadapi praktik KKN, karakter Agus akan
berperan seperti
orang yang tau akan peraturan tetapi karena tujuan dari karakter
tersebut sama
akhirnya dia pun ikut melanggar peraturan tersebut, sedangkan Janu
dia akan
berperan sebagai orang yang baru dalam dunia pemancingan galatama
dan baru
mengetahui adanya kecurangan, akan tetapi Janu tidak mempunyai
power untuk
menghentikan praktik kecurangan tersebut.
Film ini akan di distribusikan ke beberapa festival film dalam
maupun luar
negeri seperti Malang Film Festival, Ganesha film Festival,
UCIFest, dan lain-lain,
serta juga beberapa bioskop alternatif yang memiliki konsep
pemutaran yang
terbuka untuk umum. Bioskop alternatif menurut Arifianto dan
Junaedi (2017:81),
adalah bioskop yang digunakan untuk pemutaran film alternatif
sekaligus juga film
pendek, yang dimana film alternatif dan film pendek tidak dapat
diputarkan lewat
jaringan bioskop-bioskop arus utama di Indonesia. Marganingtyas
dalam Arifianto
dan Junaedi (2017) juga menambahkan, bioskop alternatif dapat
menciptakan
kontak antar manusia melalui berbagai acara. Bukan hanya antara
penyelenggara
acara dengan penonton teteapi juga antara penonton dengan penonton
itu sendiri
sehingga dapat membentuk komunitas-komunitas yang membicarakan
sesuatu di
8
dalam ruang tersebut. Bioskop alternatif ini menurut penulis adalah
tempat yang
tepat untuk jalur eksebisi film “Galatama”.
Film “Galatama” akan menggunakan format film 4K 3840x2160
dengan
aspect ratio 16:9 dan akan berdurasi kurang lebih 15 menit. Setelah
umur film
mencapai satu tahun (dihitung pada saat pertama kali
didistribusikan), film
“Galatama” akan di upload di layanan streaming Youtube agar dapat
diakses oleh
banyak orang. Film “galatama” ini ditujukan untuk masyarakat
seluruh kalangan,
mulai dari kelas menengah keatas sampai menengah kebawah,
diharapkan film ini
mampu memberikan impact bahwasanya praktik KKN tersebut sudah
sangat dekat
dengan kehidupan masyarakat sendiri.
Konsep warna yang akan digunakan atau colour pallete pada film
pendek
galatama ini adalah menggunakan warna analogus yaitu tiga warna
yang berdekatan
dalam lingkaran warna, dan yang akan digunakan adalah warna kuning,
hijau, dan
biru. Hijau akan dominan digunakan sebagai mood dalam film,
sedangkan kuning
dan biru akan dominan digunakan pada aspek-aspek Mise en Scene pada
film
pendek “galatama” ini.
dapat di rumuskan ide penciptaan karyanya adalah bagaimana
sutradara akan
membangun unsur Mise-en-scene dalam proses pembuatan film pendek
Galatama?
9
sebagai berikut:
menambah kajian bagi prodi Ilmu Komunikasi khususnya dalam
kajian
penciptaan karya film pendek untuk memenuhi persyaratan
kelulusan
sarjana S1
Penciptaan karya film pendek “Galatama” ini merupakan
bentuk pengaplikasian teori Ilmu Komunikasi yang didapat
selama menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Serta diharapkan workflow kerja Sutradara pada
proses penciptaan karya ini dapat dijadikan acuan dalam
proses
penciptaan karya selanjutnya.
b. Bagi Masyarakat
bahaya laten korupsi yang saat ini sudah semakin dekat
dengan masyarakat itu sendiri.
sendiri dalam upaya memerangi korupsi.
3)
10
1. Untuk memberikan pandangan kepada masyarakat tentang bahaya
korupsi.
2. Untuk menggambarkan korupsi yang semakin dekat dengan
masyarakat
sendiri.
penciptaan karya film fiksi pendek.
E. Tinjauan Karya
Berikut ini adalah referensi film pendek yang digunakan sebagai
acuan
dalam proses penciptaan karya ini, referensi ini hanya bertujuan
untuk
pertimbangan serta acuan beberapa aspek dan tentunya bukan
digunakan untuk
tujuan plagiat.
(Sumber: https://www.viddsee.com/video/blessed/adxx1)
Film ini bercerita tentang seorang seleb instagram yang manis
bernama
Della, ia memanfaatkan ketenarannya untuk menipu banyak orang. Di
balik
kehidupan glamour nya di media sosial ternyata dia penipu yang
sudah memakan
banyak korban dengan berbagai macam bentuk penipuannya. Saking
banyak
kasusnya tim penyidik pun kebingungan dengan kesaksian para
korban.
Di film #Blessed ini mengangkat isu yang pada saat ini sedang
hangat,
tentang kehidupan real seseorang yang tidak diketahui oleh orang
banyak yang
dimana mereka menganggap kehidupan yang di bagikan di media sosial
adalah
kehidupan yang telah di rekayasa agar mendapat simpati maupun
empati dari orang-
orang. Hal inilah yang membuat sesorang itu dapat semakin mudah
untuk
memperdayai atau merugikan orang banyak demi kepentingan pribadinya
saja.
#Blessed sendiri adalah salah satu dari 7 pemenang Anti-Corruption
Film
Festival (ACFFest) 2018 yang diselenggarakan oleh Komisi
Pemberantasan
Korupsi (KPK). Film ini akan menjadi acuan bagi penulis dalam
mengembangkan
konsep ide cerita dan juga menjadi acuan dari segi teknis karena
film ini sama
tujuannya dengan film “Galatama” yang akan memberikan informasi
akan semakin
dekatnya fenomena korupsi dengan masyarakat dengan berbagai macam
bentuk dan
upaya serta menyadarkan masyarakat untuk bersama-sama memerangi
kasus
korupsi ini.
Gambar 1.2 screenshot salah satu shot di film pendek Jimpitan
( Sumber https://www.viddsee.com/video/jimpitan/dn177)
Film Jimpitan bercerita tentang Poniman (30), seorang petugas ronda
yang
berusaha untuk mengganti jimpitan (budaya iuran berupa beras)
yang
dikumpulkannya dari rumah-rumah warga. Pasalnya, tanpa
sepengetahuannya
beras tersebut telah dijadikan bubur oleh istrinya, Juminten (25)
untuk sarapan
Poniman dan anakanya Septu (10) sebelum di setorkan ke pak RT. Film
ini juga
salah satu peserta Anti-Corruption Film Festival (ACFFest) 2018
yang diadakan
oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
Film Jimpitan ini akan dijadikan sebagai referensi dalam bentuk
mood cerita
pada film “Galatama”, yang dimana Agus yang secara tidak sadar akan
ikut
membantu dan terjebak dalam praktik kecurangan yang dilakukan oleh
beberapa
orang yang mengikuti kompetisi memancing. Selain mood, film ini
akan dijadikan
referensi wardrobe dan set artistik yang dimana film “Galatama”
akan membangun
setting kolam pemancingan yang terdapat di sebuah pedesaan.
Sutradara: Rein Maychaelson
Gambar 1.3 Screenshoot pada salah satu shot film Erroris of
Seasons
(Sumber
https://www.viddsee.com/video/errorist-of-seasons/02j7p)
Film Erroris of Seasons bercerita tentang seorang karyawan di
sebuah
pabrik garmen yang baru saja dipecat dari pekerjaannya, lalu pulung
mengikuti
saran temannya untuk menginvestasikan uang pesangon mereka untuk
memulai
bisnis baru yaitu penyewaan perahu karet. Mereka telah merencanakan
untuk
menggunakan momen banjir tahunan untuk mendapatkan keuntungan
yang
dikatakan oleh mereka dengan jutaan. Tetapi ketika mereka sudah
menyiapkan
segalanya, tidak setetes pun hujan turun.
Film ini bercerita melalui hal-hal yang sangat amat dekat
dengan
masyarakat di Indonesia seperti contohnya, masyarakat Indonesia
masih
mempercayai dukun, Pulung yang mempunyai paman seorang dukun lalu
datang
kepadanya untuk meminta di turunkannya hujan. Hal seperti itulah
yang akan di
bangun di film “Galatama” ini, tentang apa saja hal yang sangat
dekat dengan
masyarakat Indonesia dan apa saja yang dipercayai oleh masyarakat
Indonesia
sendiri. Referensi ini akan berguna sebagaimana dengan tujuan film
ini dibuat
untuk menyadarkan masyarakat yang tentunya harus membangun hal-hal
yang
dekat dengan masyarakat di Indonesia itu sendiri.
F. Landasan Teori
Sebelum masuk ke tahapan produksi penciptaan film pendek
“Galatama”
ini, tentunya kita harus memiliki landasan teori yang berkaitan
dengan proses
penciptaan karya film pendek. Beberapa landasan teori yang
digunakan sebagai
dasaran atas penciptaan karya ini adalah sebagai berikut:
1. Sutradara
menurut Marselli Sumarno (1996:34-37) adalah seseorang yang
memimpin pembuatan sebuah film tentang “bagaimana yang harus
tampak” oleh penonton. Tanggung jawabnya meliputi aspek-aspek
kreatif, baik interpretatif maupun teknis dari sebuah produksi
film.
Seorang sutradara harus mampu membuat film dengan wawasan,
keartistikan, serta pengetahuan tentang medium film, untuk
mengontrol film dari awal hingga tahap penyelesaian.
Selain menerjemahkan naskah tulisan skenario ke dalam
bahasa visual, sutradara juga bertugas mengarahkan adegan dan
dialog para pelaku, serta mengkordinasakan kru yang berkaitan
15
karena itu untuk menjadi seorang sutradara dibutuhkan visi,
misi,
serta imajinasi yang tinggi, karena sutradara yang akan
bertanggung
jawab atas baik atau buruk filmnya.
Tugas sutradara menurut Widagdo dan Gora (2004:37-39),
dibagi menjadi tiga tahap yaitu, pra produksi, produksi, dan
pasca
produksi.
sebelum pengambilan gambar, biasanya proses ini
dimulai setelah naskah cerita sudah jadi. Sutradara
akan memulai mempelajari dan memproduksi sendiri
naskah cerita yang sudah dibentuk oleh seorang
penulis cerita lewat kepalanya, maka sutradara akan
paham akan seperti apa film yang akan dia buat, lalu
sutradara akan menentukan karakter seperti apa yang
akan dia gambarkan lewat cerita tersebut sekaligus
melakukan proses casting untuk mencari actor yang
sesuai untuk memerankan tokoh yang ada di film
tersebut. Setelah melalui proses casting, sutradara
akan mempelajari dialog yang ada di dalam naskah
tersebut bersama actor yang sudah dipilihnya atau
proses ini bisa kita sebut dengan proses reading.
16
beberapa hal yang harus di tulis ulang dan
menambahkan sedikit dialog atau action, maka
sutradara berhak untuk melakukannya.
pada filmnya tersebut, sutradara akan membedah dan
merubah naskah cerita tersebut dalam bentuk shotlist
dan juga director treatment yang ditulis lebih
lengkap dengan memasukan type of shot, angle,
lensa, dan lain-lain. Hal ini yang akan menjadi
panduan bagi kru di film tersebut untuk mengatur apa
saja yang dibutuhkan dan set seperti apa yang akan
di bangun. Proses ini dilakukan agar semua kru yang
terlibat memiliki visi yang sama dengan sutradara.
b. Produksi
dengan tahap shooting atau proses pengambilan
gambar, sutradara akan bekerja mengarahkan adegan
yang sudah direncanakan dari awal. Sutradara juga
akan mengontrol kerja dari semua kru yang terlibat
17
direncanakan.
elemen-elemen yang sudah di ambil pada saat proses
shooting, atau ketika dibutuhkan beberapa efek
visual untuk mendukung dramatisasi film, hal itu
akan dilakukan pada saat proses editing ini.
Sutradara akan memberikan arahan kepada
editor yang akan di terjemahkan oleh editor dengan
pertimbangan dan sentuhan seninya. Pada tahapan ini
seorang sutradara akan terlihat kualitasnya dalam
cara mengemas setiap adegan tanpa mengurangi nilai
dan cita rasanya.
2. Film Pendek
Film pendek adalah film cerita fiksi yang berdurasi kurang
dari 60 menit. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para
mahasiswa
jurusan perfilman atau mahasiswa yang menyukai dunia film dan
ingin berlatih membuat film dengan baik (Javandalasta
2011:2).
Film pendek akan dijadikan oleh seseorang sebagai media
untuknya
belajar membuat film, yang mana film pendek berdurasi kurang
dari
18
sampaikan dalam waktu yang sangat terbatas.
Film pendek sangat identik dengan film indie, sebagaimana
dikatakan oleh Triaton (2013:42), film pendek identik dengan
film
indie karena kedua film ini diproduksi dengan biaya yang
sangat
kecil dan jauh dari kata komersil. Oleh karena sama-sama
diproduksi dengan biaya yang rendah, maka dari itu film
pendek
sangat identik dengan film indie. Kedua film ini hanya
membutuhkan keinginan dan semangat berkarya dari sineasnya.
Film pendek juga akan dijadikan alat untuk beberapa sineas
untuk upayanya menyampaikan keresahannya terhadap suatu
realitas yang sedang dihadapinya, oleh karena itu film pendek
akan
benar-benar menjadi sebuah karya dengan sentuhan seni yang
murni
dari seorang sineas tersebut. Untuk jalur pendistribusian film
pendek
akan berbeda dengan film panjang komersil yang dimana umumnya
film tersebut akan dipasarkan ke bioskop, sedangkan film
pendek
akan didistribusikan sineasnya ke festival-festival film dan
pemutaran alternatif.
3. Mise-en-Scene
“putting in scene”. Mise-en-scene ini adalah bagian dari salah
satu
19
biasanya di dahului oleh sebuah perencanaan, akan tetapi
tidak
menutup kemungkinan bahwa aktor film akan berimprovisasi
untuk
memperkuat cerita film tanpa merencanankannya dahulu.
Ditambahkan oleh Pratista (2017:97), jika di ibaratkan layar
bioskop
adalah sebuah panggung pertunjukan maka semua elemen yang ada
diatas panggung tersebut adalah unsur-unsur mise-en-scene.
Sebagai
contoh, film horor akan lebih terasa mood mencekamnya ketika
film
itu didominasi oleh suasana gelap dan suram serta make up
aktornya
yang terkesan pucat. Mka bisa kita katakan hampir setengah
kekuaatan film terdapat pada unsur ini.
Pratista juga menambahkan, Mis-en-scene terdiri atas empat
unsur utama antara lain:
propertinya, dalam hal ini properti adalah benda yang
tidak bergerak seperti contohnya kursi, meja, jendela,
tirai, dan lain sebagainya yang dimana benda tersebut
adalah benda yang tidak bergerak. Dan fungsi setting
sendiri adalah sebagai penunjuk ruang dan waktu,
20
aksi/adegan . Setting juga berguna untuk
menambahkan informasi yang kuat untuk
mendukung cerita film tersebut.
dengan senyata mungkin sesuai dengan konteks di
film tersebut. Ketika setting yang dibangun dengan
sangat nyata dan sempurna, penonton akan dapat
merasakan seolah-olah seperti berada di dalam film
tersebut, hal seperti ini akan menambah nilai
bahwasanya penonton dapat menerima pesan yang
disampaikan oleh sutradara. Dalam proses
perencanaan dan perancangan Setting, seorang
penata artistik yang mengerjakannya dan atas
pemikiran dari sutradara film itu sendiri.
b. Kostum dan Tata Rias Karakter
Kostum adalah segala sesuatu yang
dikenakan oleh pemain bersama seluruh aksesorinya
yaitu seperti topi, kalung, sepatu, gelang, jam tangan
dan lain sebagainya. Sedangkan tata rias karakter
adalah secara umum berfungsi untuk
menggambarkan usia, luka atau lebam di wajah,
21
sebagainya.
gambar yang ada di dalam film adalah manipulasi
dari cahaya. Pencahayaan disini juga berguna untuk
membentuk suasana dan mood dalam sebuah film,
contohnya jika cahaya di film horor akan dibuat
terang hal tersebut akan membuat mood film horor
tersebut menjadi tidak mencekam dan suram.
d. Pemain serta Pergerakannya
Seorang sutradara penting untuknya
Pemain atau aktor ini akan memotivasi naratif dan
akan selalu bergerak dalam melakukan aksinya.
Pergerakannya akan dibatasi oleh sebuah framing
(pembingkaian) pada aspek sinematografi, oleh
karena itu sutradara harus mengontrol gerak pemain
atau aktor ini untuk terus berada di dalam frame
tersebut. Sutradara juga harus mengarahkan seorang
pemainnya untuk mengeluarkan performa akting
terbaiknya.
22