16
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi di Indonesia dirasakan telah merambah keseluruh lini kehidupan masyarakat dan dilakukan secara sistematis, sehingga merusak perekonomian dan menghambat pembangunan serta memunculkan stigma negatif bagi bangsa Indonesia dan negara Indonesia di dalam pergaulan masyarakat internasional. Upaya pemberantasan korupsi terkendala dan berpacu dengan munculnya beragam modus operandi korupsi yang semakin canggih. Begitu mengakarnya korupsi sampai membentuk struktur kejahatan, yaitu faktor negatif yang terpatri dalam berbagai institusi masyarakat yang bekerja melawan kesejahteraan bersama. 1 Urgensi perang melawan korupsi salah satunya di dorong merebaknya berbagai anomali menyangkut pembacaan atas doktrin agama yang secara langsung atau tidak menjadi ”landasan pacu” bagi merebaknya perbuatan korupsi. Agama apapun pasti melarang perbuatan korupsi. Dan pelaku korupsi pun tahu pasti agama apapun melarang dan 1 Loso, “Peningkatan Pemahaman Siswa tentang Bahaya Korupsi melalui Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah dalam Upaya Menciptakan Generasi Muda yang Anti Korupsi di SMK Diponegoro Karang Anyar” (Pekalongan: Fakultas Ilmu Hukum UNIKAL: Jurnal Pena Vol. 19, No. 2,September 2010), hlm. 145

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Korupsi di Indonesia dirasakan telah merambah keseluruh lini

kehidupan masyarakat dan dilakukan secara sistematis, sehingga merusak

perekonomian dan menghambat pembangunan serta memunculkan

stigma negatif bagi bangsa Indonesia dan negara Indonesia di dalam

pergaulan masyarakat internasional. Upaya pemberantasan korupsi

terkendala dan berpacu dengan munculnya beragam modus operandi

korupsi yang semakin canggih. Begitu mengakarnya korupsi sampai

membentuk struktur kejahatan, yaitu faktor negatif yang terpatri dalam

berbagai institusi masyarakat yang bekerja melawan kesejahteraan

bersama.1

Urgensi perang melawan korupsi salah satunya di dorong

merebaknya berbagai anomali menyangkut pembacaan atas doktrin

agama yang secara langsung atau tidak menjadi ”landasan pacu” bagi

merebaknya perbuatan korupsi. Agama apapun pasti melarang perbuatan

korupsi. Dan pelaku korupsi pun tahu pasti agama apapun melarang dan

1 Loso, “Peningkatan Pemahaman Siswa tentang Bahaya Korupsi melalui Pendidikan

Anti Korupsi di Sekolah dalam Upaya Menciptakan Generasi Muda yang Anti Korupsi di

SMK Diponegoro Karang Anyar” (Pekalongan: Fakultas Ilmu Hukum UNIKAL: Jurnal

Pena Vol. 19, No. 2,September 2010), hlm. 145

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

2

mengutuk tindakan itu. Mungkin dengan pendekatan agama bisa dipakai

untuk pencegahan yang bersifat kultural. Paradoks itu menunjukkan

bahwa ibadah ritual yang tidak bermutu tidak berdampak positif bagi

para perilaku.2

Singkatnya, dalam upaya memberantas korupsi, peranan agamawan

(guru, ulama, kyai, ustadz, da‟i) dengan institusi sosial keagamaannya

sangatlah strategis. Agamawan yang memiliki kedekatan dengan

masyarakat tentu sangat efektif dalam menyosialisasikan pesan-pesan

agama anti korupsi. Apalagi pada kenyataannya dalam struktur sosial-

politik Indonesia, agamawan mempunyai legitimasi dan pengaruh yang

luas yang jauh melampaui sekadar fungsi-fungsi spiritual. Sehingga pada

sisi ini, gerakan sosial anti korupsi yang terpusat di kalangan tokoh

agama harus dimaknai sebagai sebuah gerakan moral, yang diharapkan

memiliki implikasi positif.

Keterlibatan pendidikan formal dalam upaya pencegahan korupsi

memiliki kedudukan strategis-antisipatif. Upaya pencegahan budaya

korupsi di masyarakat terlebih dahulu dapat dilakukan dengan mencegah

berkembangnya mental korupsi pada anak bangsa Indonesia melalui

pendidikan.

Semangat antikorupsi yang patut menjadi kajian adalah penanaman

pola pikir, sikap, dan perilaku antikorupsi melalui sekolah, karena

sekolah adalah proses pembudayaan. Sektor pendidikan formal di

2Pemberantasan Korupsi dengan Nilai-nilai Islam diakses pada tanggal 5 Oktober 2015

dari http://adahspace.blogspot.co.id/2013/05/pemberantasan-korupsi-dengan-nilai.html

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

3

Indonesia dapat berperan dalam memenuhi kebutuhan pencegahan

korupsi.

Langkah pencegahan tersebut secara tidak langsung bisa melalui

dua pendekatan, pertama: menjadikan peserta didik sebagai target, dan

kedua: menggunakan pemberdayaan peserta didik untuk menekan

lingkungan agar tidak permissive to corruption.

Pendidikan yang diberikan untuk mengurangi korupsi adalah

pendidikan nilai, yaitu pendidikan untuk mendorong setiap generasi

menyusun kembali sistem nilai yang diwarisi oleh Nabi Muhammad

SAW.3 Tujuan pendidikan itu adalah untuk mengetahui konsep

Pendidikan anti korupsi yang direlevansikan dengan tinjauan normatif

aspek kurikulum dalam Pendidikan Agama Islam, kemudian mencoba

menampilkan model Pendidikan anti korupsi dalam Pendidikan Agama

Islam. Pendidikan anti korupsi yang dimaksud disini adalah program

pendidikan anti korupsi yang secara konsepsional disisipkan pada mata

pelajaran yang sudah ada di sekolah dalam bentuk perluasan tema yang

sudah ada dalam kurikulum dengan menggunakan pendekatan

kontekstual pada pembelajaran antikorupsi, yaitu dengan model

Pendidikan antikorupsi integratif-inklusif dalam Pendidikan Agama

Islam.

Untuk berpartisipasi dalam gerakan pemberantasan dan pencegahan

korupsi ada dua model yang dapat dilakukan oleh sekolah/madrasah

3Agus Syahrul Amnan, Cegah Mental Korupsi Sedini Mungkin Dengan Pendidikan

Islam,diakses pada tanggal 10 Oktober 2015 dari

http://sugihrejo31.blogspot.co.id/2014_06_01_archive.html

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

4

dalam mengembangkan kurikulum Pendidikan Antikorupsi yang

integratif-inklusif pada Pendidikan Agama Islam.

a. Pertama, proses pendidikan harus menumbuhkan kepedulian sosial-

normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan

perspektif universal pada individu.

b. Kedua, pendidikan harus mengarah pada penyemaian strategis,

yaitu kualitas pribadi individu yang konsekuen dan kokoh dalam

keterlibatan peran sosialnya. Model Pendidikan anti korupsi yang

integratif inklusif dalam pendidikan agama Islam secara aplikatif

lebih berkedudukan sebagai pendekatan dalam pembelajaran

berbasis kontekstual.4

Melawan budaya korupsi harus dengan budaya juga yaitu budaya

Antikorupsi. Hakikat dari Korupsi menurut pandangan saya adalah

perbuatan mencuri, seleweng (menyimpang dari jalan yang benar), segala

kelakuan yang merusak, mengambil uang yang bukan menjadi hak milik

individu dengan cara sembunyi-sembunyi yang menyebabkan negara

mengalami berbagai macam kerugian. Mencuri adalah akibat dari pola

hidup manusia yang membudayakan egoisme dalam kehidupannya akibat

rendahnya “rasa” berbagi, peduli, perhatian dan kasih sayang.

Budaya Korupsi adalah cerminan dari perilaku manusia yang

menganut paham hedonisme. Hedonisme adalah suatu pola hidup atau

pandangan yang menjadikan kesenangan dan kenikmatan materi sebagai

4 Model Integrasi Pendidikan Anti Korupsi di akses pada tanggal 10 Oktober 2015 dari

http://dokumen.tips/documents/04-model-integrasi-pendidikan-anti-korupsi-lukman-

hakim1.html

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

5

tujuan utama dalam hidup. Karena tujuannya adalah kepuasan dan

kesenangan hidup di dunia, semuanya kemudian diukur dengan

kebendaan berupa harta, uang dan semua yang tampak dari luanya saja.

Orang yang senang itu menurut mereka adalah yang harta bendanya

banyak dan orang yang bahagia itu adalah orang yang senang.5

Pandangan hidup seperti ini membuahkan pola pikir bagaimana

agar punya harta yang banyak lalu hidup jadi senang dan bahagia. Tidak

peduli dengan tujuan yang mulia. Yang penting puas, yang penting

senang, tidak peduli dengan yang lain. Sedangkan orang atau individu

yang menganut pandangan ini disebut sebagai hedonis atau hedon.

Pola hidup hedonisme menimbulkan egoisme semakin membudaya,

memprioritaskan kesenangan diri sendiri. Memberi gadget pada anak

juga dapat menyebabkan anak menjadi egois, materealistis, konsumtif,

korupsi, pergaulan bebas, melupakan tanggung jawab, merusak sistem

nilai kebudayaan.

Budaya egoisme timbul karena sikap acuh atau tidak perhatian

terhadap kesulitan sesama manusia dan lunturnya “rasa” peduli. Manusia

lebih memprioritaskan terpenuhinya kebutuhan tersier (barang, jasa dan

fasilitas serba mewah).

Budaya antikorupsi termasuk dalam ranah itsar (altruisme).

Altruisme adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri.

Lawan dari altruisme adalah egoisme. Sedangkan altruisme adalah

5 Hedonisme di akses pada tanggal 10 Oktober 2015 dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Hedonisme

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

6

perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri

sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya

dan dianggap penting oleh beberapa agama. Gagasan ini sering

digambarkan sebagai aturan emas etika. Altruisme dapat dibedakan

dengan perasaan loyalitas dan kewajiban. Altruisme memusatkan

perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan untuk

melakukan kebaikan tanpa mengharap adanya balasan, sementara

kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan moral dari individu

tertentu.6

Perbuatan yang berlawanan dengan tindak mencuri adalah memberi

bantuan. Orang yang mencuri bisa jadi karena mereka benar-benar

kekurangan, atau orang yang sudah kaya namun mereka merasa kurang

atas penghasilan yang diperolehnya. Orang dapat memberi bantuan

karena memiliki “rasa” peduli. Orang bisa peduli karena mereka empati.

Altruisme dapat dikembangkan dengan menanamkan empati.

Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat menentukan dan

berpengaruh terhadap perubahan sosial. Dampak globalisasi yang terjadi

saat ini membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter

bangsa. Padahal, pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa

yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak.

Globalisasi telah membawa kita pada “penuhanan” materi sehingga

6 Altruisme di akses pada tanggal 10 Oktober 2015 dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Altruisme

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

7

terjadi ketidakseimbangan antara pembangunan ekonomi dan tradisi

kebudayaan masyarakat.7

Pembentukan karakter yang dijalankan oleh pemerintah masih

belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Seperti dalam kebijakan

kurikulum 2013 yang belum efektif, semakin minimnya jam untuk mata

pelajaran yang bernafaskan moralitas dan keagamaan. Sementara itu,

Pemerintah lebih berfokus pada pembangunan fisik ataupun fasilitas saja.

Secara kuantitas, umat islam di Indonesia merupakan mayoritas,

bahkan dikenal sebagai The Largest Moslem Country in The World. Di

sisi lain, Indonesia dikenal sebagai The Most Corrupted Country di

belahan Asia Fenomena tersebut disebabkan oleh faktor keberagamaan

yang sebatas ritual saja, tidak memberi warna bagi kehidupan sosial

kemasyarakatan yang kompleks. Akibatnya, umat Islam dalam beribadah

pun sering terjebak pada rutinitas menjalankan kewajiban saja. Padahal,

baik secara historis maupun filosofis, agama bagi bangsa Indonesia

merupakan salah satu aspek yang tak terpisahkan dari aspek-aspek

kehidupan lainnya, sehingga agama telah ikut mewarnai dan menjadi

landasan spiritual, moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri

bangsa.8

Pendidikan sejatinya merupakan faktor pertama untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa, juga mempunyai integritas moral yang

7Masnur, Pendidikan Karakter, (Jakarta : Bumi Aksara, September 2011) hlm. 1

8 Ahmad Ludjito, Mengembangkan Keilmuan Pendidikan Islam, Rasail Media

Group1995 : 5

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

8

tinggi. Oleh karena itu, maju mundurnya suatu bangsa sangat ditentukan

oleh maju mundurnya pendidikan. Dalam Undang-Undang Sisdiknas No.

20 Tahun 2003, terdapat rumusan sebagaimana terangkum dalam tujuan

pendidikan Nasional, yakni “berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.”

Pendidikan adalah suatu proses belajar dan penyesuaian dan

penyesuaian individu-individu secara terus menerrus terhadap nilai-nilai

budaya dan cita-cita masyarakat; suatu proses di mana suatu bangsa

mempersiapkan regenerasi untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi

tujuan hidup secara efektif dan efisien. 9

Membentuk watak dalam Islam disebut dengan pendidikan akhlak

sehingga manusia wajib dibekali dengan nilai-nilai akhlak demi

mempertinggi kualitas iman. Karena pada hakikatnya, pendidikan

menurut Islam adalah membentuk kepribadian agar menjadi manusia

yang berakhlak mulia, maka, menjadi pendorong baginya untuk berbuat

kebaikan dalam kehidupan dan menghalangi dirinya dari berbuat

maksiat.

Ketika bangsa Indonesia bersepakat untuk memproklamasikan

kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, para Bapak

pendiri bangsa (the founding fathers) menyadari bahwa paling tidak ada

9 Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, Suatu Pengantar 2002: 3

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

9

tiga tantangan besar yang harus dihadapi. Pertama, adalah mendirikan

negara yang bersatu dan berdaulat, kedua adalah membangun bangsa,

dan ketiga adalah membangun karakter. Ketiga hal tersebut secara jelas

tampak dalam konsep negara bangsa (nation-state) dan pembangunan

karakter bangsa (nation and character building). Pada implementasinya

kemudian upaya mendirikan negara relatif lebih cepat jika dibandingkan

dengan upaya untuk membangun bangsa dan membangun karakter.

Pendidikan karakter saat inisangat mendesak. Gambaran situasi

masyarakat bahkan situasi dunia pendidikan di Indonesia menjadi

motivasi pokok pengarus utamaan (mainstreaming) implementasi

pendidikan karakter di Indonesia.10

Upaya preventif dalam menangani

kasus korupsi dapat dilakukan lewat jalur pendidikan agama islam di

sekolah, keluarga dan di masyarakat dalam upaya penanaman nilai

antikorupsi dalam mendidik anak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah tersebut di atas,

maka peneliti mengajukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penanaman nilai-nilai Antikorupsi dalam pembelajaran

Akidah Akhlakdi MAN Kota Batu?

10

Muchlas Samani (Pendidikan Karakter, Konsep dan Model) hlm. 2

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

10

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan penanaman nilai-nilai anti korupsi dalam

pembelajaran Pendidikan Akidah Akhlak di MAN Kota Batu

D. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

dalam dunia pendidikan khususnya di bidang Pendidikan Agama

Islam. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai

pedoman di dalam menyampaikan materi atau pengajaran dalam

Pendidikan Agama Islam serta mengkritisi proses pembelajaran

yang dilakukan di berbagai lembaga pendidikan dalam perannya

sebagai proses internalisasi nilai-nilai antikorupsi.

b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

kepada para pembaca berupa informasi mengenai problematika

mampu membuat pemikir/pendidik pendidikan islam bersikap

aktif untuk mengarahkan agar peserta didik mampu

mengaktualisasikan nilai-nilai pendidikan islam dan memerangi

kejahatan korupsi sebagai wujud perlawanan terhadap penyakit

masyarakat/kemungkaran sosial.

E. Batasan Istilah

1. Penanaman

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

11

Penanaman berasal dari kata “tanam” yang mengandung arti

memberikan dasar, benih, atau bibit, dalam hal ini agama. Sehingga

mengandung arti menaburkan faham ajaran dan sebagainya.11

Sedangkan “penanaman” sendiri berarti proses, cara melakukan

sesuatu perbuatan, menanamkan sesuatu ke dalam diri manusia

yang disebut pendidikan.12

Dan yang dimaksud sebagai dasar di

sini adalah nilai-nilai ajaran Islam.

Nilai adalah daya pendorong dalam hidup, yang memberi

makna dan pengabsahan pada tindakan seseorang.13

Nilai adalah

suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem

kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindari

suatu tindakan atau mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas

dikerjakan, dimiliki dan dipercayai.14

Jadi, dari pengertian di atas

nilai15

merupakan sifat yang melekat pada sesuatu yang

berhubungan dengan subyek/manusia (dalam hal ini manusia

selaku pemberi nilai). Sehingga penanaman nilai dapat diartikan

sebagai wujud aplikasi dari apa yang di peroleh dari pendidikan

11

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka,1982), hlm.1008 12

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Umum Bahasa Indonesia Kontemporer,(Jakarta

:Modern English Press, 1991), hlm. 1035 13

EM. K. Kaswardi, Pendidikan nilai Memasuki tahun 2000. (Jakarta : PT.

Grasindo,1993). hlm. 24-25 14

Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008),

hlm.16. 15

Nilai bila di lihat dari sumbernya terdapat 2 Jenis : nilai ilahiyah & nilai insaniyah,

nialiilahiyah adalah nilai yang bersumber dari agama (wahyu Allah) sedangkan nilai

insaniyah yaitu nilai yang di ciptakan manusia atas dasar kriteria yang diciptakan oleh

manusia pula. Baca.Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai. (Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2008), hlm. 19

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

12

yang kemudian di transformasikan secara sadar ke dalam sikap dan

perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

2. Anti Korupsi

a. Menurut kamus umum bahasa indonesia, korupsi adalah

penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara

(perusahaan,organisasi, yayasan, dsb) untuk keuntungan pribadi

atau orang lain.16

b. Korupsi berasal dari bahasa latin, corruptio yang artinya busuk,

rusak, menggoyahkan, atau memutarbalikkan. Melihat dari asal

katanya, korupsi adalah semua tindakan yang merusak serta

menggoyahkan kehidupan masyarakat luas.17

Pengertian korupsi di

dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme, dijelaskan sebagai berikut. Penyelenggara negara

adalah pejabat negara yang melaksanakan fungsi eksekutif,

legislatif, dan yudikatif, serta pejabat lain yang fungsi dan tugas

pokoknya berkaitan dengan penyelenggara negara sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Sedangkan berdasarkan pemahaman pasal 2 UU No. 31 th. 1999

sebagaimana yang diubah dengan UU No. 20 th 2001, korupsi

adalah perbuatan secara melawan hukum dengan maksud

16

DEPDIKNAS, kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan ke empat, (Jakarta : PT

Gramedia PustakaUtama, 2008) hlm. 736 17

Diana Napitupulu, KPK In Action, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2010), hlm. 8

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

13

memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan/korporasi) yang

dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara.18

Korupsi

juga dapat memiliki makna tingkah laku yang menyimpang dari

tugas-tugas resmi sebuah jabatan Negara karena keuntungan status

atau uang yang menyangkut (pribadi, perorangan, keluarga dekat,

kelompok sendiri), atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan

beberapa tingkah laku pribadi.

Dalam pembahasan kali ini anti korupsi dimaknai sebagai nilai-

nilai yang berlawanan dengan sikap korupsi, atau dapat dikatakan

nilai yang bertentangan dengan sikap korupsi yang selama ini

dijadikan sebagai penyakit yang dapat merusak tatanan masyarakat

khususnya terkait dengan perilaku atau moral bangsa.

3. Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaktif yang berlangsung antaraguru

dan siswa dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan,

ketrampilan, atau sikap serta memantapkan apa yang dipelajarinya

itu.19

Jadi, pelaksanaan pembelajaran disini yaitu merupakan suatu

proses pembelajaran yang dilaksanakan guru untuk membelajarkan

siswa dalam belajar bagaimana memperoleh, memproses

pengetahuan, keterampilan, dan sikap, dalam hal ini mencakup

18

Arya Maheka, Mengenali & Memberantas Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK)hlm. 14 19

S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), hlm. 102.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

14

pembelajaran pendidikan agama islam. Dimana dalam pelaksanaan

pembelajaran disini meliputi materi, metode, serta evaluasi

penanaman nilai-nilai antikorupsi yang digunakan di MAN BATU

yang dalam praktek pelaksanaan kesehariannya disesuaikan dengan

SKH (Satuan Kegiatan Harian) yang sudah dibuat oleh guru sesuai

tema yang sudah dipilih. Proses pembelajaran harus diupayakan

dan selalu terikat dengan tujuan (goal based). Oleh karenanya,

segala interaksi, metode dan kondisi pembelajaran harus

direncanakan dan mengacu pada tujuan pembelajaran yang

dikehendaki.

4. Akidah Akhlak

Akidah adalah Ilmu pengetahuan dalam memahami perkara-

perkara yang berkaitan keyakinan terhadap Allah swt dan sifat-sifat

kesempurnaanNya. Akidah yang benar adalah akidah yang

berdasarkan pada al-Quran dan As-Sunnah.20

Kata akhlak berasal dari kata khuluk yang dalam bahasa Arab

artinya watak, kelakuan, tabiat, perangai, budi pekerti, tingkah laku

dan kebiasaan. Pengertian akhlak dalam islam adalah perangai serta

tingkah laku yang terdapat pada diri seseorang yang telah melekat,

dilakukan dan dipertahankan secara terus menerus.21

20

M. Basyaruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta : Ciputat

Pers, 2002), hlm. 45. 21

Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta ; PT. Bumi Aksara, Cetakan

kelima, 2004), hlm. 86.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

15

F. Sistematika Penulisan

Pada sistematika penulisan skripsi ini terdapat empat bab yang

yang berisi tentang penjelasan, perinciannya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN,

Pembahasan pada bab ini meliputi Latar Belakang Penelitian,

Rumusan Masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Batasan

Istilah, dan Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA,

Bab ini akan membahas tentang teori yang digunakan sebagai

kunci dalam melihat hasil penelitian, maksud dalam hal ini diantaranya:

Pengertian Penanaman Nilai, Pengertian Anti Korupsi yang terdiri dari:

Pengertian Korupsi dan Anti Korupsi, Nilai-nilai Islam tentang Anti

Korupsi, Pendidikan Anti Korupsi. Pembelajaran Akidah Akhlak yang

terdiri dari: Pengertian Pembelajaran Akidah Akhlak, Dalil /

Argumentasi dalam Akidah, Tujuan Akidah Islam, Prinsip-Prinsip

Akidah Akhlak, Pengertian Akhlak, Macam-macam Akhlak, Macam-

macam Akhlak.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas tentang Pendekatan dan Jenis

Penelitian, Lokasi Penelitian, Informan Penelitian, Teknik Pengumpulan

Data, Analisis Data.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/44445/2/jiptummpp-gdl-triwahyuni-48677-2-babi.pdf · normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif

16

Pada bab ini akan memaparkan tentang data yang telah diteliti dan

berkaitan dengan latar belakang obyek penelitian. Adapun penyajian dan

analisis data yang akan dibahas adalah: Latar Belakang Obyek Penelitian,

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pemilihan Metode Pembelajaran,

Metode-metode Pengajaran Akidah Akhlak, Integrasi Nilai-Nilai Akidah

Akhlak yang mengandung Nilai Anti Korupsi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan memaparkan hasil dari kesimpulan dari

penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dan berkaitan

dengan rumusan masalah yang peneliti lakukan. Sedangkan saran akan

memaparkan beberapa masukan yang berkaitan dengan hasil penelitian

selama proses penelitian berlangsung.