34
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk apotek. Dimana apotek adalah tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyalur sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Selain itu apotek merupakan jalur pendistribusian terakhir yang berhubungan langsung dengan pasien maupun konsumen, oleh karena itu pendistribusian yang ada pada apotek menjadi perhatian khusus. Tujuan dari adanya PP No.51/2009 tentang pekerjaan kefarmasian adalah memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/ atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian, mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelengaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundang-undangan dan memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian (Anonim, 2009). 1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan (promotif), pencegahan penyakit

(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan

(rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan

pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk apotek. Dimana

apotek adalah tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyalur

sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Selain itu

apotek merupakan jalur pendistribusian terakhir yang berhubungan langsung

dengan pasien maupun konsumen, oleh karena itu pendistribusian yang ada pada

apotek menjadi perhatian khusus. Tujuan dari adanya PP No.51/2009 tentang

pekerjaan kefarmasian adalah memberikan perlindungan kepada pasien dan

masyarakat dalam memperoleh dan/ atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa

kefarmasian, mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelengaraan Pekerjaan

Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

peraturan perundang-undangan dan memberikan kepastian hukum bagi pasien,

masyarakat dan Tenaga Kefarmasian (Anonim, 2009).

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

2

Setelah PP No. 51/2009 tentang pekerjaan kefarmasian disahkan dan

diberlakukan, muncul pertanyaan apakah peraturan pemerintah tersebut sudah

benar-benar diterapkan oleh apoteker, baik sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA)

atau apoteker yang bekerja untuk PSA. Keberadaan apoteker di apotek selama jam

buka mutlak diperlukan, dituntut untuk memberikan pelayanan kefarmasian yang

profesional, dan jaminan atas mutu obat dan alat kesehatan yang diserahkan.

Apoteker bukan hanya sebagai penanggung jawab teknis farmasi saat pendirian

apotek, tetapi bertanggung jawab atas seluruh kegiatan pelayanan apotek. Menurut

Melasti (2013) peran apoteker dalam mewujudkan patient safety meliputi dua

aspek, yaitu aspek manajemen dan aspek klinis. Aspek manajemen termasuk

pemilihan, pengadaan, distribusi (penyimpanan), dan penggunaan. Pada tahap

distribusi, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah memanfaatkan secara optimal

proses penerimaan perbekalan farmasi dan alur pelayanan sedangkan pada tahap

penyimpanan, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kesalahan pengambilan

obat, yaitu : (Melasti, 2013)

a) Simpan obat dengan nama obat, tampilan dan ucapan mirip (look-alike,

sound-alike medication names) secara terpisah.

b) Obat-obatan dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat

menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat.

c) Menyimpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.

Pelayanan apotek sangat ditunjang dengan sistem distribusi yang baik yang

menggunakan pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik yang dikeluarkan oleh

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

3

Konsumen berhak mendapatkan keamanan dari barang dan/atau jasa yang

ditawarkan kepadanya. Produk barang dan/ atau jasa itu tidak boleh

membahayakan jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara

jasmani dan rohani. Oleh sebab itu pemerintah selayaknya mengadakan

pengawasan secara ketat. Dengan diterapkannya otonomi daerah bukan berarti

organisasi pelayanan kesehatan di daerah dapat melakukan kegiatan pelayanan

secara bebas tanpa adanya kendali. Peran pemerintah pusat dan masyarakat

diperlukan sebagai pengendali melalui kegiatan regulasi. Peran pemerintah pusat

tersebut tentunya juga dapat didelegasikan sebagian kepada pemerintah daerah,

demikian juga peran masyarakat juga dapat diwujudkan melalui lembaga

masyarakat yang dipercaya dan mendapatkan otoritas untuk melakukan regulasi.

Pada dasarnya kegiatan regulasi diperlukan untuk mengendalikan kegiatan

pelayanan kesehatan agar dilaksanakan sesuai persyaratan yang berlaku, yang

dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat (Koentjoro, 2007).

Untuk melakukan perannya dalam mengawasi jalan peraturan serta

undang-undang tersebut dengan baik, untuk itu pada tahun 2000 pemerintah

Indonesia membentuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik

Indonesia yang selanjutnya disebut BPOM berdasarkan Keputusan Presiden No.

166 dan No. 173 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Wewenang,

Struktur Organisasi dan Tata Kerja BPOM, yang memiliki jaringan nasional dan

internasional serta kewenangan penegakan hukum dan memiliki kredibilitas

professional yang tinggi.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

4

Dalam prakteknya, BPOM adalah satu-satunya badan yang memiliki

kewenangan untuk menegakkan hukum dibidang pengawasan produk makanan,

minuman, obat, obat tradisional, napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif

lainnya) dan kosmetik. Pengawasan yang dilakukan oleh BPOM tersebut secara

tidak langsung memberikan peran perlindungan konsumen, yang dalam hal ini

adalah konsumen dari produk-produk illegal yang semakin marak beredar di

pasaran di seluruh nusantara.

CDOB merupakan dokumen penunjang yang menjamin kualitas dari

distribusi bahan baku obat, alat kesehatan dan distribusi dari obat mulai dari PBF (

Pedagang Besar Farmasi) hingga penyaluran pada konsumen. Acuan dari CDOB

merupakan GDP ( Good Distribution Practice) yang dikeluarkan oleh WHO yang

memiliki prinsip Menjamin keabsahan dan mutu obat sepanjang jalur distribusi

obat agar obat yang sampai ke konsumen adalah obat yang aman, efektif dan

dapat digunakan sesuai indikasi dan kegunaannya. Menjamin agar produk obat

tidak keluar ke jalur yang tidak semestinya seperti halnya obat maupun bahan obat

NAPZA yang beredar luas secara illegal maupun kasus-kasus yang marak terjadi

seperti bahan kimia obat yang ditambahkan ke jamu.

Kasus mengenai beredarnya obat palsu di Indonesia sendiri telah banyak

terjadi. Dalam kurun waktu 1999-2006 BPOM menemukan 89 merek obat yang

dipalsukan di pasar domestik. Obat-obat tersebut tergolong laku di pasaran

diantaranya antibiotik Super Tetra, obat analgetika Ponstan, antibiotik Amoxan,

sirup Tempra dan lain-lain. Data Badan POM menunjukkan, tahun 2003 sebanyak

268 kasus pelanggaran obat yang ditindaklanjuti kepolisian (projustisia).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

5

Pelanggaran itu meliputi peredaran obat keras di sarana tidak resmi (toko obat),

obat palsu, maupun obat tanpa izin edar, tahun 2004 (219 kasus), tahun 2005 (266

kasus), dan tahun 2006 (146 kasus).

Hal ini menunjukan bahwa peredaran obat illegal/palsu/substandard

hingga kini masih merajalela dan sudah memasuki jalur resmi seperti Toko Obat

Berijin, PBF, Apotek, Rumah Sakit, bahkan Pabrik Farmasi. Oleh karena itu tugas

Pengawasan dan Pemberantasan Obat Ilegal/palsu/substandar tidak hanya

dibebankan oleh BPOM saja tetapi harus melibatkan seluruh institusi terkait dan

masyarakat. Peran apoteker dalam memberantas peredaran obat palsu ini

sangatlah penting. Para apoteker yang menjalankan pelayanan kefarmasiannya di

apotek harus memastikan bahwa obat yang dibeli berasal dari distributor resmi,

sebab adanya kasus peredaran obat palsu yang merambah sampai ke lingkup

apotek ini terjadi karena adanya kesalahan dalam jalur pendistribusian obat.

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi Penerapan Cara Distribusi

Obat yang Baik (CDOB) pada Apotek di Kabupaten Gunung Mas. Kabupaten

Gunung Mas memiliki luas wilayah 10.804 Km2 dan terdiri dari 12 kecamatan.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan setempat Tahun 2014, kabupaten Gunung Mas

mempunyai jumlah apotek sangat minim yaitu sebanyak 6 apotek dan hanya

terdapat di satu kecamatan, yaitu kecamatan kurun dengan jumlah penduduk

dalam kecamatan tersebut 34.267 jiwa dengan kepadatan penduduk 41 jiwa per

Km2. Jumlah apotek minim tersebut menunjukan tingkat kepedulian terhadap

kesehatan yang rendah karena berbagai faktor. Hasil dari penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan dan bahan evaluasi bagi Apotek Kabupaten Gunung Mas,

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

6

dokter, apoteker, Badan Pengawasan Obat dan Makanan serta Dinas Kesehatan

Kabupaten Gunung Mas dalam upaya pembenahan pelayanan kesehatan.

B. RUMUSAN PENELITIAN

1. Bagaimanakah pelaksanaan perundang-undangan tentang Cara Distribusi

Obat yang Baik (CDOB) pada apotek di Kabupaten Gunung Mas Kalimantan

Tengah ?

2. Bagaimanakah sanksi administrasi yang mungkin diterapkan pada apotek di

Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah sebagai tindak lanjut dari

inspeksi apotek yang tidak memenuhi kualifikasi Cara Distribusi Obat yang

Baik (CDOB) ?

C. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu sumber

informasi bagaimana penerapan perundang-undangan yang dilakukan oleh

apotek serta menjadi sumber pengetahuan bagaimana regulasi dan sanksi

administrasi yang diterapkan oleh BPOM kepada apotek.

2. Bagi Apotek

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

bagaimana cara distribusi obat yang baik sehingga dapat menjadi acuan

dalam memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan Apotek.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

7

3. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai

pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai teknis cara distribusi

obat yang baik pada mata rantai jalur-jalur pendistribusian obat khususnya

pada apotek.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian dapat menambah wawasan peneliti mengenai

peraturan perundang-undangan tentang Cara Distribusi Obat yang Baik serta

teknis pelaksanaan dan sanksi-sanksi administratifnya sebagai tindak lanjut

persyaratan kualifikasi CDOB sesuai dengan aturan yang berlaku.

D. TUJUAN PENELITIAN

1. Mengevaluasi pelaksanaan perundang-undangan tentang Cara Distribusi

Obat yang Baik di Apotek Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

2. Mengetahui tindak lanjut yang mungkin diterapkan pada apotek di

kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah yang tidak memenuhi

kualifikasi CDOB.

E. TINJAUAN PUSTAKA

1. Apotek

a. Definisi Apotek

Apotek merupakan salah satu saarana pelayanan kesehatan

dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

8

optimal bagi masyarakat. Selain itu apotek juga berfungsi sebagai

salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker dalam

melakukan pekerjaan kefarmasian (Syamsuni, 2006).

1) Tugas dan Fungsi Apotek menurut Syamsuni ( 2006 ),

tugas dan fungsi apotek adalah :

a) Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang

telah mengucapkan sumpah jabatan.

b) Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan,

pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan

obat atau bahan obat.

c) Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus

menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat

secara meluas dan merata.

2) Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Peraturan umum tentang perapotekan yang terbaru

dan berlaku saat iini adalah Kepmenkes No. 1027 tahun

2004, dengan ketentuan umum sebagai berikut

(Anonim,2004) :

a) Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan

farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada

masyarakat.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

9

b) Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus

pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah

berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku

dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di

Indonesia sebagai Apoteker.

c) Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat

tradisional, kosmetik.

d) Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain

obat dan peralatan yang diperlukan ntuk

menyelenggarakan upaya kesehatan.

e) Alat kesehatan adalah bahan, instrument apparatus,

mesin, implant yang tidak mengandung obat yang

digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,

menyembuhkan, dan meringankan penyakit,

merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan

dan / atau untuk membentuk struktur dan

memperbaiki fungsi tubuh.

f) Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter

gigi, dan dokter hewan kepada apoteker untuk

menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

10

g) Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang

dipergunakan untuk melakukan pelayanan

kefarmasian di apotek.

h) Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care)

adalah bentuk pelayanan yang tanggung jawab

langsung profesi apoteker dalam pekerjaan

kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien.

i) Medication record adalah catatan pengobatan setiap

pasien.

j) Medication error adalah kejadian yang merugikan

pasien akibat pemakaian obat selama dalam

penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya

dapat dicegah.

k) Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah

yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk

mengidentifikasi dan memecahkan masalah

berkaitan dengan obat dan pengobatan.

l) Pelayanan residensial (home care) adalah pelayanan

apoteker sebagai care giver dalam pelayanan

kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk

kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan

terapi kronis lainnya.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

11

2. Apoteker

a. Definisi apoteker

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1027

tahun 2004, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus

pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan

peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan

pekerjaan kefarmasian di Indonesian sebagai apoteker.

Mengacu pada definisi apoteker di Kepmenkes No. 1027

tahun 2004 maka untuk menjadi seorang apoteker, seseorang harus

menempuh pendidikan di perguruan tinggi farmasi di jenjang S-1

maupun jenjang pendidikan profesi. Apoteker/farmasis memiliki

suatu perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom

yaitu Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) ( Hartini, 2006).

b. Peranan dan Tanggung jawab tugas apoteker di apotek

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51

tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah sarana

pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh

apoteker. Apoteker adalah praktisi kesehatan yang merupakan

bagian sistem rujukan professional. Karena mudah didatangi

(aksesibilitas), apoteker sering kali merupakan titik kontak pertama

antara seorang penderita dan sistem pelayanan kesehatan. Apoteker

berurusan dengan penerapan terapi, dengan menyediakan produk

obat yang peru untuk pengobatan kondisi yang didiagnosis oleh

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

12

dokter, dan memastikan penggunaan obat yang tepat, serta

mengendalikan mutu penggunaan terapi obat dalam bentuk

pengecekan atau interpretasi pada resep atau order dokter. Selain

itu, apoteker memberikan konsultasi atau konseling bagi penderita

tentang cara terbaik mengkonsumsi obat dan apoteker berada

dalam posisi untuk membantu penderita memantau pengaruh

positif dan negatif dari terapi mereka (Siregar dan Amalia, 2004).

Tanggung jawab dan tugas apoteker ialah ( Anief, 2005) :

1) Apoteker mampu menjelaskan tentang obat pada pasien,

sebab :

a) Apoteker mengetahui cara obat tersebut diminum.

b) Apoteker mengetahui reaksi samping obat yang

mungkin ada.

c) Apoteker mengetahui stabilnya obat dalam

bermacam-macam kondisi.

d) Apoteker mengetahui toksisitas obat dalam

bermacam-macam kondisi.

e) Apoteker mengetahui cara dan rute pemakaian obat.

2) Tanggung jawab apoteker untuk memberi informasi kepada

masyarakat dalam memakai obat bebas dan obat bebas

terbatas. Apoteker mempunyai tanggung jawab penuh

dalam menghadapi kasus self diagnosis atau pengobatan

sendiri dan pemakaian obat tanpa resep.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

13

Untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotik harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

a) Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.

b) Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker.

c) Memiliki Surat Izin Kerja dari Mentri.

d) Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk

melaksanakan tugasnya, sebagai Apoteker.

e) Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi

Apoteker Pengelola Apotik di Apotik lain.

Selain itu peryaratan Apotik yang diatur dalam pasal 6 ialah :

(1) Untuk mendapatkan izin Apotik, Apoteker atau Apoteker yang

bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi

persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk

sediaan farmasi dan perbekalan lainya yang merupakan milik

sendiri atau milik pihak lain.

(2) Sarana Apotik dapat dirikan pada lokasi yang sama dengan

kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.

(3) Apotik dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di

luar sediaan farmasi.

3. Obat

Pengertian obat menurut Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI

No. 193/kab/B.VII/71 adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

14

dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah,

mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala

penyakit. Obat berperan penting dalam pelayanan serta peningkatan

kesehatan.

Kebijakan Obat Nasional (KONAS) menyatakan bahwa obat

merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan

untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan

patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (KONAS, 2005).

Terdapat tiga jenis golongan obat yaitu obat bebas, obat bebas

terbatas dan obat keras :

1. Obat bebas adalah obat yang dijual bebas dipasaran dan dapat

dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus untuk obat bebas adalah

berupa lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

2. Obat bebas terbatas adalah obat yang dijual bebas dan dapat dibeli

tanpa dengan resep dokter, tetapi disertai dengan tanda peringatan.

Tanda khusus obat ini adalah lingkaran berwarna biru dengan garis

tepi hitam.

3. Obat keras adalah obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep

dokter. Ciri-cirinya adalah bertanda lingkaran bulat merah dengan

garis tepi berwarna hitam, dengan huruf K ditengah yang

menyentuh garis tepi. Obat ini hanya boleh dijual di apotek dan

harus dengan resep dokter saat membelinya.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

15

a. Rute Penggunaan Obat

Pemberian bentuk sediaan obat terdiri dari dua jenis yakni sediaan obat

untuk pemakaian luar dan sediaan obat untuk pemakaian dalam.

Penggunaan dalam adalah cara penggunaan obat melalui mulut,

tenggorokan masuk ke perut, disebut pula secara oral, sedang cara

penggunaan lainnya dianggap sebagai pemakaian luar seperti (Anief,

2005) :

1) Pemakaian melalui kulit dengan jalan merobek atau menembus

kulit yaitu per injeksi atau parenteral seperti : intravena,

intramuscular dan subkutan.

2) Pemakaian melalui lubang dubur (rectal) yaitu suppositoria,

melalui lubang kemaluan (genital) yaitu ovula, melalui lubang

kencing (urogenital) yaitu bacilli dan melalui lavamen yaitu

clysma.

3) Pemakaian pada selaput lendir : melalui mata yaitu collyrium (cuci

mata), dan guttae ophtalmicae (tetes mata), melalui rongga mulut

yaitu collutio (cuci mulut), dan obat kumur, serta melalui telinga

yaitu gittae auriculares (tetes telinga).

4) Pemakaian pada kulit yaitu unguentum, pasta, linimentum dan

krim.

4. Distribusi Obat

` Pengelolaan obat adalah suatu urutan kegiatan yang mencakup

perencanaan pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan pencatatan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

16

pelaporan obat (Ditjen POM, 2000). Menurut Management Science for

Health (2012), pengelolaan obat meliputi seleksi, pengadaan, distribusi,

dan penggunaan obat, yang mana pengelolaan obat tersebut membentuk

siklus yang saling menunjang dan saling melengkapi seperti sebuah rantai

yang tidak terputus.

Dalam fungsi pengelolaan obat, penyimpanan dan distribusi

merupakan bagian yang penting guna menjamin mutu obat yang akan

digunakan untuk pengobatan. Distribusi obat yang baik harus

menyelengarakan suatu sistem jaminan kualitas sehingga obat yang

didistribusikan terjamin mutu/khasiat, keamanan dan keabsahannya

sampai ke tangan masyarakat ( BPOM, 2003).

Distribusi adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan

meliputi pengadaan, pembelian, penyimpanan, penyaluran, importasi,

eksportasi obat dan/ atau bahan obat, tidak termasuk penyerahan obat

langsung kepada pasien (Anonim, 2012). Menurut Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian Pasal 14 Ayat 1

“Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan

Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai

penanggung jawab.”

Jalur distribusi obat pada umumnya diawali dari industri farmasi

kemudian disalurkan kepada PBF yang kemudian PBF akan menyalurkan

atau mendistribusikan obat pada PBF cabang, apotek, instalasi farmasi

rumah sakit, balai pengobatan, dan gudang farmasi. Untuk narkotik dan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

17

psikotropika memiliki jalur distribusi sendiri. Menurut Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika

menyebutkan bahwa Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan

Narkotika kepada PBF tertentu, apotek, sarana penyimpanan sediaan

farmasi pemerintah tertentu dan rumah sakit. PBF tertentu hanya dapat

menyalurkan narkotika kepada PBF tertentu lainnya, apotek, sarana

penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu, dan lembaga ilmu

pengetahuan. Untuk sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah

tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada rumah sakit

pemerintah, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan

pemerintah tertentu. Sedangkan untuk narkotika golongan I hanya dapat

disalurkan oelh PBF tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan.

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

1997 menyatakan penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh

pabrik obat kepada PBF, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi

Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga

pendidikan. PBF dapat meyalurkannya kepada PBF lain apotek, sarana

penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga

penelitian dan/atau lembaga pendidikan. Pada sarana penyimpanan

sediaan farmasi Pemerintah dapat menyalurkannya kepada puskesmas

dan balai pengobatan. Sedangkan untuk psikotropika golongan I hanya

dapat disalurkan oleh pabrik obat dan PBF kepada lembaga penelitian

dan/ atau lembaga pendidikan saja.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

18

5. BPOM

a. Profil tentang BPOM

BPOM adalah lembaga pemerintah non departemen yang

dibentuk untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dari Presiden.

Tugasnya yaitu melaksanakan tugas pemerintahan di bidang

pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif

lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Sebagai arah dalam melaksanakan kegiatannya Balai Besar

POM Palangkaraya mempunyai visi dan misi sebagai berikut :

Visinya yaitu Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan

yang Inovatif, Kredibel dan Diakui Secara Internasional Untuk

Melindungi Masyarakat. Sedangkan Misi yang diusung oleh BPOM

ialah :

1) Melakukan Pengawasan Pre-Market dan Post-

Market Berstandar Internasional.

2) Menerapkan Sistem Manajemen Mutu Secara Konsisten.

3) Mengoptimalkan Kemitraan dengan Pemangku Kepentingan di

Berbagai Lini.

4) Memberdayakan Masyarakat Agar Mampu Melindungi Diri dari

Obat dan Makanan yang Berisiko Terhadap Kesehatan.

5) Membangun Organisasi Pembelajar (Learning Organization).

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

19

b. Fungsi BPOM Palangkaraya

BPOM sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM), menyelenggarakan fungsinya sebagai berikut :

1) Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan

makanan;

2) Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pegujian dan

penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan

zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika, produk

komplemen, pangan dan bahan berbahaya;

3) Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan

penilaian mutu produk secara mikrobiologi;

4) Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan

pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi;

5) Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus

pelanggaran hukun;

6) Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi

tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan;

7) Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen;

8) Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian teranokoko,

pangan dan bahan berbahaya;

9) Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumah tanggaan; dan

10) Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan,

sesuai dengan bidang tugasnya.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

20

c. Susunan Organisasi BPOM Palangkaraya

Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK 00.05.21.4232

Tahun 2004 tanggal 27 September 2004 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Unit Pelaksanaan Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat

dan Makanan, maka susunan organisasi Balai Besar Pengawas Obat

dan Makanan di Palangkaraya terdiri dari kepala dan 4 (empat) bidang,

6(enam) seksi serta 1(satu) sub bagian tata usaha, yaitu :

1) Kepala Balai POM;

2) Bidang pemeriksaan dan penyidikan, dengan 2 seksi yaitu seksi

pemeriksaan dan seksi penyidikan;

3) Bidang sertifikasi dan layanan informasi konsumen, dengan 2

seksi yaitu seksi sertifikasi dan seksi layanan informasi

konsumen;

4) Bidang pengujian terapetik dan narkotika, psikotropika dan zat

adiktif lainnya (NAPZA);

5) Bidang pengujian pangan, baan berbahaya dan mikrobiologi

dengan 2 seksi yaitu seksi laboratorium pangan, bahan

berbahaya dan seksi laboratorium mikrobiologi;

6) Sub Bagian Tata Usaha; dan

7) Kelompok jabatan fungsional pengawas farmasi dan makanan.

Masing-masing bidang, seksi dan sub bagian tata usaha mempunyai

tugas pokok dan fungsi sebagai berikut :

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

21

1) Bidang Pengujian Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional dan

Kosmetik,

Mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan

program evaluasi dan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara

laboratorium, pengujian dan penilaian mutu dibidang produk

terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik dan produk

komplemen.

Dalam melaksanakan tugas, Bidang pengujian Teranokoko

menyelengarakan fungsi :

a) Pelaksanaan penyusunan rencana dan program,

evaluasi dan laporan pengelolaan laboratorium dan

pengendalian mutu hasil pengujian produk terapetik;

b) Pelaksanaan penyusunan rencana dan program,

evaluasi dan laporan pengelolaan laboratorium dan

pengendalian mutu hasil pengujian produk narkotika

dan psikotropika;

c) Pelaksanaan penyusunan rencana dan program,

evaluasi dan laporan pengelolaan laboratorium dan

pengendalian mutu hasil pengujian produk obat

tradisional dan produk komplemen; dan

d) Pelaksanaan penyusunan rencana dan program,

evaluasi dan laporan pengelolaan laboratorium dan

pengendalian mutu hasil pengujian produk kosmetik,

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

22

perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) dan alat

kesehatan.

2) Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi,

Mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan

program, evaluasi dan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara

laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang pangan

dan bahan berbahaya serta pemeriksaan secara laboratorium,

pengujian dan pengendalian mutu dibidang mikrobiologi.

Dalam melaksanakan tugas, Bidang Pengujian Pangan,

Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi menyelenggarakan fungsi :

a) Pelaksanaan penyusunan rencana dan program, evaluasi

dan laporan pengelolaan laboratorium dan pengendalian

mutu hasil pengujian pangan dan BB; dan

b) Pelaksanaan penyusunan rencana dan program, evaluasi

dan laporan pengelolaan laboratorium dan pengendalian

mutu hasil pengujian mikrobiologi.

Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan

Mikrobiologi terdiri dari :

a) Seksi Laboratorium Pangan dan BB, mempunyai tugas

melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana

program, evaluasi dan laporan pengelolaan

laboratorium dan pengendalian mutu hasil pengujian

pangan dan berbahaya; dan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

23

b) Seksi Laboratorium Mikrobiologi, mempunyai tugas

melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana dan

program, evaluasi dan laporan pengelolaan

laboratorium dan pengendalian mutu hasil pengujian

mikrobiologi.

3) Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan,

Mempunyai tugas meaksanakan penyusunan rencana dan

program, evaluasi dan laporan pemeriksaan setempat,

pengambilan contoh untuk pengujian, pemerikasaan sarana

produksi, distribusi dan pelayanan kesehatan serta penyidikan

kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapetik,

narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional,

kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

Dalam melaksanakan tugas, Bidang Pemdik

menyelenggarakan fungsi :

a) Penyusunan rencana dan penyidikan obat dan makanan;

b) Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pegambilan contoh

untuk pengujian dan pemeriksaan sarana produksi,

distribusi dan pelayanan kesehatan di bidang produk

terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain,

obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan

dan bahan berbahaya;

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

24

c) Pelaksanaan penyidikan terhadap kasus pelanggaran

hukum dibidang produk terapetik, narkotika,

psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional,

kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan

berbahaya; dan

d) Evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan dan

penyidikan obat dan makanan.

Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan terdiri dari :

a) Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan

pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk

pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi

produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif

lain,obat tradisional, kosmetik, produk komplemen,

pangan dan bahan berbahaya; dan

b) Seksi Penyidikan mempunyai tugas melakukan

penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum di

bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat

adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk

komplemen, pangan dan bahan berbahaya;

4) Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen,

Mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan

program, evaluasi dan laporan pelaksanaan sertifikasi produk,

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

25

sarana produksi dan distribusi tertentu, serta layanan informasi

konsumen.

Dalam melaksanakan tugas, Bidang Sertifikasi dan

Layanan Informasi Konsumen menyelenggarakan fungsi :

a) Penyusunan rencana dan program sertifikasi produk dan

layanan informasi konsumen;

b) Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan

distribusi tertentu;

c) Pelaksanaan layanan informasi untuk konsumen; dan

d) Evaluasi dan penyusunan laporan sertifikasi produk dan

layanan informasi konsumen (LIK).

Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen terdiri

dari :

a) Seksi Sertifikasi mempunyai tugas melakukan

sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi

tertentu; dan

b) Seksi Layanan Informasi Konsumen mempunyai tugas

melakukan layanan informasi untuk konsumen.

5) Sub Bagian Tata Usaha,

Mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan

administrasi di lingkungan Balai POM di Palangkaraya

Peran pemerintah dalam regulasi dibedakan menjadi tiga

(Koentjoro, 2007) yaitu peran sebagai pengarah, peran sebagai regulator,

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

26

dan peran sebagai pelaksana pelayanan yang diregulasi. Sebagai pengarah

dalam regulasi pelayanan kesehatan, pemerintah menetapkan,

melaksanakan dan memantau aturan main sistem pelayanan kesehatan,

menjamin keseimbangan berbagai pihak yang terlibat dalam pelayanan

kesehatan, dan menyusun rencana strategis untuk keseluruhan sistem

kesehatan. Sebagai regulator, pemerintah melakukan pengawasan untuk

menjamin agar organisasi pelayanan kesehatan memberikan pelayanan

yang bermutu, sedangkan jika pemerintah berperan sebagai pelaksana

melalui sarana-sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, pemerintah

wajib menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan efisien.

Perbedaan peran pemerintah sebagai pengarah, regulator, dan

pelaksana di bidang mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat pada tabel

berikut : ( koentjoro dalam utarini)

Tabel I. Perbedaan Peran Pemerintah sebagai Pengarah, Regulator, dan pelaksana

Pengarah Regulator Pelaksana

Peran Mengarahkan lembaga

regulator dan lembaga

penyedia layanan

Melakukan pengawasan/

regulasi

Mengelola sarana

pelayanan kesehatan

public

Tujuan Menjamin tercapainya

indikator mutu

kesehatan wilayah

dengan menetapkan

kebijakan regulasi

Menjamin bahwa sarana

penyedia pelayanan

kesehatan disuatu wilayah

memberikan pelayanan yang

bermutu

Efisiensi dan survival

sarana pelayanan

kesehatan public

dengan pelayanan

yang bermutu

Unit analisis Fokus pada wilayah

Fokus pada berbagai jenis

sarana pelayanan kesehatan

modern, dan tradisional,

milik pemerintah dan swasta

di suatu wilayah

Sarana pelayanan

kesehatan

pemerintah, terutama

pelayanan dasar, dan

rumah sakit rujukan

Konsekuensi Mengembangkan

kebijakan sistem

regulasi wilayah

Melaksanakan regulasi mutu

sarana pelayanan kesehatan

Bersaing dengan

sarana pelayanan

kesehatan swasta

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

27

Tabel I. Perbedaan Peran Pemerintah sebagai Pengarah, Regulator, dan pelaksana

6. CDOB

Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik ( CDOB )

menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia No. Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 adalah peraturan

perundang-undangan yang mengatur bagaimana cara distribusi atau

penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu

sepanjang jalur distribusi atau jalur penyaluran sesuai persyaratan dan

tujuan penggunaannya. Seluruh aspek yang menyangkut bagaimana cara

mendistribusikan obat yang baik guna menjamin mutu dan kualitas dari

suatu obat atau bahan obat sehingga ketika sampai kepada konsumen

kualitasnya tetap sama seperti pada saat pembuatannya yang senantiasa

memenuhi persyaratan yang berlaku sepanjang proses alur distribusi

produk sehingga tidak terpengaruh akan faktor eksternal maupun faktor

internal.

Penerapan CDOB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk

menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk

itu sistem mutu hendaklah dibangun, dimantapkan dan diterapkan

sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat

Persyaratan Memiliki sistem informasi

kesehatan pelayanan

public dan swasta yang

terintegrasi.

Mengembangkan standar

sarana dan standar

pelayahan sesuai

kebutuhan

Merupakan lembaga

regulator yang diakui

pemerintah dan memiliki

kredibilitas untuk

melaksanakan regulasi.

Memiliki surveyor-

surveyor yang handal

dan obyektif

Sistem manajemen

organisasi yang baik

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

28

dicapai. Dengan demikian penerapan CDOB merupakan nilai tambah bagi

sistem distribusi obat di Indonesia agar dapat bersaing dengan produk

sejenis dari Negara lain baik di pasar dalam negri maupun internasional.

Pengaturan CDOB dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat

dan Makanan ini meliputi obat, bahan obat dan produk biologi termasuk

vaksin yang digunakan untuk manusia (Anonim, 2012). Penerapan CDOB

oleh PBF dn PBF cabang dalam menyelenggarakan pengadaan,

penyimpanan, dan penyaluran obat dan atau bahan obat selain itu Instalasi

Sediaan Farmasi yang menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan

penyaluran obat dan atau bahan obat juga wajib menerapkan Pedoman

Teknis CDOB. Pelanggaran terhadap ketentuan Pedoman Teknis CDOB

dapat dikenai sanksi adminstratif, yaitu :

(1) Peringatan

(2) Peringatan Keras

(3) Penghentian sementara kegiatan

(4) Pencabutan Izin

Sanksi peringatan diberikan pada apotek jika terdapat temuan dengan

tingkat kekritisan minor, sedangkan peringatan keras akan diberikan pada

apotek jika terdapat temuan pada tingkat kekritisan mayor, sedangkan

penghentian sementara kegiatan dan pencabutan izin akan diberikan pada

sanksi yang melanggar CDOB pada tingkat kekritisan kritikal. Pada

dasarnya penghentian sementara kegiatan dan pencabutan izin sama-sama

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

29

menghentikan seluruh kegiatan apotek sehingga sama-sama menjadi

sanksi dalam tindak lanjut dari pelanggaran kritikal.

Terdapat prinsip-prinsip yang berlaku di dalam CDOB :

1. Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku

untuk aspek pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk

pengembalian obat dan/atau bahan obat dalam rantai distribusi.

2. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan/atau bahan

obat bertanggungjawab untuk memastikan mutu obat dan/atau

bahan obat dan mempertahankan integritas rantai distribusi selama

proses distribusi.

3. Prinsip-prinsip CDOB berlau juga untuk obat donasi, baku

pembanding dan obat uji klinis.

4. Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus

menerapkan prinsip kehati-hatian (due diligence) dengan mematuhi

prinsip CDOB, misalnya dalam prosedur yang terkait dengan

kemampuan telusur dan identifikasi risiko.

5. Harus ada kerja sama antara semua pihak termasuk pemerintah,

bea dan cukai, lembaga penegak hukum, pihak yang berwenang,

industri farmasi, fasilitas distribusi dan pihak yang bertanggung

jawab untuk penyediaan obat, memastikan mutu dan keamanan

obat serta mencegah paparan obat palsu terhadap pasien.

Aspek dalam CDOB meliputi :

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

30

A. Manajemen Mutu

Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang

mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko

terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus

memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai

distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan

distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan

semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna

harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus

mencangkup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu

merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi,

membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus

didukung oleh komitmen manajemen puncak.

B. Organisasi, Manajemen, dan Personalia

Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang

baik serta distribusi obat dan/ atau bahan obat yang benar sangat

bergantung pada personil yang menjalankannya. Harus ada personil

yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang

menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-

masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua

personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima

pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan

tanggung jawabnya.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

31

Penanggung jawab mempunyai uraian tugas yang harus

memuat kewenangan dalam hal pengambilan keputusan sesuai dengan

tanggung jawabnya. Manajemen fasilitas distribusi harus memberikan

kewenangan, sumber daya dan tanggung jawab yang diperlukan

kepada penanggung jawab untuk menjalankan tugasnya. Penanggung

jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan

kompentensi sesuai peraturan perundang-undangan. Disamping itu,

telah memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang

memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan/ atau bahan obat palsu

ke dalam rantai distribusi.

C. Bangunan dan Peralatan

Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan

untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat dan / atau bahan

obat. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan

bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan,

mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk

memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area

penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk

memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman.

D. Operasional

Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus

dapat memastikan bahwa identitas obat dan/ atau bahan obat tidak

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

32

hilang dan distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang

tercantum pada kemasan. Fasilitas distribusi harus menggunakan

semua perangkat dan cara yang tersedia untuk memastikan bahwa

sumber obat dan/atau bahan obat yang diterima berasal dari industri

farmasi dan/ atau fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin sesuai

peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan risiko obat

dan/atau bahan obat palsu memasuki rantai distribusi resmi.

E. Inspeksi diri

Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau

pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk

bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.

Program inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu saja,

melainkan mencangkup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis.

F. Keluhan, Obat dan/ atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan

Penarikan Kembali

Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/ atau bahan

obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai

dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap

proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan

kembali dan mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-

usul obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

33

obat untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat tersebut bukan

obat dan/atau bahan obat palsu.

G. Transportasi

Selama proses transportasi, harus diterapkan metode

transportasi yang memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut

dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan.

Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi

memalui darat, laut, udara atau kombinasi di atas. Apapun metode

transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau

bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi

yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus

digunakan ketika merencanakan rute transportasi.

H. Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak

Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan

keamanan, khasiat dan mutu obat dan/atau bahan obat :

1) Kontrak atar fasilitas distribusi

2) Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa

antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan,

kebersihan dan sebagainya

Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan

penerima kontrak serta setiap kegiana harus sesuai dengan persyaratan

CDOB.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73599/potongan/S1-2014... · menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat. c) Menyimpan

34

I. Dokumentasi

Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting daari sistem

manajemen mutu. Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah

kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran,

antara lain sejarah bets, instruksi, prosedur. Dokumentasi merupakan

dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan,

penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang

terkait dengan pemastian mutu.

F. KETERANGAN EMPIRIS

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai penerapan

CDOB yang sudah diterapkan oleh BPOM khususnya pada apotek di Kabupaten

Gunung Mas sehingga dapat memberikan masukan atau manfaat bagi pihak-pihak

terkait.