97
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sastra di Indonesia memang tidak bisa dilepaskan dari Sastra Melayu Tionghoa (selanjutnya disingkat SMT) yang sudah berkembang terlebih dahulu dari sastra Indonesia itu sendiri. Tentu dalam perkembangannya SMT tidak bisa dilepaskan dari peran produsennya yakni masyarakat peranakan Tionghoa/Cina yang tinggal di Indonesia. Sebagai karya sastra, SMT dinilai mewarisi kerusakan bahasa karena berkaitan dengan percampuran bahasa produsennya. Soemardjo memaparkan bahasa yang digunakan SMT bersifat praktis, adaptabel, dan fleksibel. Bahasa tersebut sering dinamai bahasa ―Melayu rusak‖ karena memang tidak memiliki gramatika baku. Berbagai gramatika (Barat, Tionghoa, dan Indonesia) berbaur menjadi satu. Hal inilah yang menyebabkan bahasa tesebut kurang disukai pemerintah kolonial. Pemerintah kolonial cenderung menyukai Melayu tinggi atau Melayu Riau yang jelas pembakuannya. Kecenderungan pemerintah kolonial tersebut diwujudkan dengan diadakannya badan penerbitan Volkslectuur pada tahun 1908 yang kemudian berubah menjadi Balai Pustakan pada tahun 1917 (2004:21). Meskipun SMT dinilai mewaris kerusakan bahasa, SMT dianggap karya sastra yang ―kaya‖ akan informasi di dalamnya, baik informasi kehidupan sosial pada zamannya maupun informasi mengenai pandangan hidup masyarakat peranakan Tionghoa pada masa itu. Myra Sidharta dalam pengantar Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia menyatakan bahwa SMT dipakai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

  • Upload
    phamdan

  • View
    234

  • Download
    6

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan sastra di Indonesia memang tidak bisa dilepaskan dari Sastra

Melayu Tionghoa (selanjutnya disingkat SMT) yang sudah berkembang terlebih

dahulu dari sastra Indonesia itu sendiri. Tentu dalam perkembangannya SMT

tidak bisa dilepaskan dari peran produsennya yakni masyarakat peranakan

Tionghoa/Cina yang tinggal di Indonesia. Sebagai karya sastra, SMT dinilai

mewarisi kerusakan bahasa karena berkaitan dengan percampuran bahasa

produsennya. Soemardjo memaparkan bahasa yang digunakan SMT bersifat

praktis, adaptabel, dan fleksibel. Bahasa tersebut sering dinamai bahasa ―Melayu

rusak‖ karena memang tidak memiliki gramatika baku. Berbagai gramatika

(Barat, Tionghoa, dan Indonesia) berbaur menjadi satu. Hal inilah yang

menyebabkan bahasa tesebut kurang disukai pemerintah kolonial. Pemerintah

kolonial cenderung menyukai Melayu tinggi atau Melayu Riau yang jelas

pembakuannya. Kecenderungan pemerintah kolonial tersebut diwujudkan dengan

diadakannya badan penerbitan Volkslectuur pada tahun 1908 yang kemudian

berubah menjadi Balai Pustakan pada tahun 1917 (2004:21).

Meskipun SMT dinilai mewaris kerusakan bahasa, SMT dianggap karya

sastra yang ―kaya‖ akan informasi di dalamnya, baik informasi kehidupan sosial

pada zamannya maupun informasi mengenai pandangan hidup masyarakat

peranakan Tionghoa pada masa itu. Myra Sidharta dalam pengantar Kesastraan

Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia menyatakan bahwa SMT dipakai

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

2

untuk menyampaikan peristiwa-peristiwa penting, dan kemudian dipakai untuk

menyampaikan peristiwa itu secara lisan kepada rakyat (Marcus & Pax

Benedanto, 2002:iv). Hal senada juga diungkapkan oleh Soemardjo. Ia

menyatakan bahwa SMT bentuk pantun dan syair memang sudah populer

digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya sejak

tahun 1870-an, baik di lingkungan Belanda maupun Tionghoa (2004:30).

Claudine Salmon mencatat bahwa perkembangan SMT sudah dimulai

sejak tahun 1870 dan surut, bahkan bisa dikatakan benar-benar hilang sejak tahun

1966 (melalui Soemardjo, 2004:50). Hal tersebut berkaitan dengan tindakan

pemerintah yang menutup semua sekolah yang menggunakan pengantar bahasa

Tionghoa karena dianggap media ―totokisasi‖ juga kecurigaan pada Beijing yang

terlibat dalam pemberontakan PKI pada bulan Oktober 1966. Sejak saat itu secara

otomatis golongan Tionghoa yang bermukim di Indonesia mulai kehilangan

bahasa bahkan budaya leluhurnya dari Cina daratan, karena kebutuhan bacaan

tentang Cina tidak terpenuhi. Kemudian golongan ini beradaptasi dengan

masyarakat setempat.

Setelah Orde Baru runtuh, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut segala

bentuk diskriminasi terhadap golongan Tionghoa. Orang-orang Tionghoa pun

berlomba mencari kembali unsur-unsur Tionghoanya. Salah satunya dapat dilihat

dari maraknya buku-buku yang mengulas tentang Tionghoa. Agus Setiadi dalam

Geliat Sang Naga dalam Pustaka mengungkapkan bahwa maraknya buku yang

berkembang adalah untuk menanggapi kebutuhan kelompok etnis Tionghoa yang

ingin ―mencari akar‖ ketionghoannya (2010:140). Perkembangan itu faktanya

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

3

juga terjadi pada dunia fiksi, salah satunya adalah dengan adanya novel Putri

Cina karya Sindhunata yang terbit pada tahun 2007. Novel ini muncul bebarengan

dengan maraknya perkembangan buku-buku yang mengangkat tentang Tionghoa.

Bagi penulis, walaupun Putri Cina sebagai objek penelitian sama-sama

mengangkat tentang orang-orang Tionghoa namun novel tersebut tetap bukan

SMT. Putri Cina tidak megulang SMT yang telah hilang 50 tahun lebih itu,

namun sebagai kelanjutan babak baru sastra Indonesia yang mengangkat

kehidupan orang-orang Tionghoa. Hal ini dikarenakan dari segi bahasa Putri Cina

sudah berbeda dengan SMT.

Lebih jauh lagi, Putri Cina sebagai objek penelitian merupakan bahan

kajian yang sangat menarik. Isinya berkisah tentang Putri Cina sebagai tokoh

utama yang mewakili kaumnya yakni orang-orang Cina dikatakan ―tidak

berwajah‖ di tanah yang mereka tempati (Tanah Jawa). Selain itu, tokoh Jaka

Prabangkara anak Prabu Brawijaya tiba-tiba mampu berbicara dengan bahasa

Cina seketika ia tiba di Cina daratan. Padahal ia sama sekali tidak pernah pergi ke

Cina. Cerita ini kemudian memunculkan sebuah makna tersirat tentang asal-usul

orang Cina di Tanah Jawa sendiri.

Tidak kalah pentingnya Putri Cina juga menceritakan pandangan hidup

orang-orang Cina sering kali dianggap materialis (ngadonyan dalam bahasa Jawa)

mengakibatkan Putri Cina dan kaumnya mengalami prasangka bahkan konflik

rasial sehingga mengakibatkan korban berjatuhan. Konflik itu seperti yang terjadi

di Batavia pada tahun 1740 yang menewaskan 10.000 jiwa. Lalu konflik yang

terjadi di Kudus pada tahun 1916. Kemudian ada juga peristiwa yang terjadi di

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

4

Tanggerang pada tahun 1946. Konflik tidak hanya berhenti di situ, konflik terus

berulang hingga puncaknya pada masa Kerajaan Medang Kamulan sebagaimana

diceritakan di dalam Putri Cina. Selanjutnya menjadi sebuah pertanyaan besar,

apakah benar pandangan atas orang-orang Cina sedemikian rupa?

Putri Cina sebagai sebuah karya yang dianggap kembali mengangkat

kehidupan orang-orang Tionghoa kemudian menjadi sebuah karya yang penting.

Menurut hemat penulis, novel ini penting karena Putri Cina merupakan ekspresi

dan pandangan Sindhunata sebagai anggota masyarakat Tionghoa. Hal tersebut

terbukti, sebagaimana ditunjukan di dalam pengantar Putri Cina di bawah ini:

Buku ini saya persembahkan sebagai kenang-kenangan untuk almarhum

ayah dan almarhumah ibu saya, Liem Swie Bie dan Koo Soen Ling, juga

kakak dan adik perempuan saya, Liem Sioe Lan dan Liem Hwie Lian,

yang telah meninggal (Sindhunata, 2007:8).

Tidak hanya itu, sebagai sebuah karya, Putri Cina kemudian juga

menuntun pembacanya pada pencariaan dan pemaknaan hidup. Jatman dalam

Sastra, Psikologi, dan Masyarakat mengatakan sebagai berikut:

Pada hemat saya, kesusastraan yang bertanggung jawab adalah

kesusastraan yang historis; ia mencairkan mitos menjadi sejarah; namun

dalam perjalanan waktunya, ia baru bisa dikatakan berperan apabila ia

sendiri telah menjadi mitos; atau paling tidak, berfungsi sebagai mitos.

Dan karena ia menyejarah, maka mestilah fungsional dalam

masyarakatnya. Ia bisa membantu masyarakatnya menginterprestasikan

makna hidup mereka. Itu yang terutama. Sering juga posisi ini disebut

sebagai mitos profan, yang merupakan bagian dari upaya manusia untuk

memberikan makna bagi hidupnya—sesuatu yang juga dibutuhkan oleh

manusia-manusia religius yang mempercayakan diri akan pertemuannya

dengan sang kudus, sang misteri dalam pengalaman-pengalaman

langsung, afektif dan intuitif (1985:212).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Identitas dan pandangan hidup orang-orang Tionghoa terrepresentasikan

dalam Putri Cina.

2. Jalan penyatuan yang diajukan Putri Cina untuk mengatasi persoalan pribumi

dan orang-orang Tionghoa.

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah, penelitian ini memiliki tujuan yang dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengungkapkan identitas dan pandangan hidup orang-orang Tionghoa

ditinjau dari Putri Cina.

2. Mengungkapkan solusi yang diajukan Putri Cina dalam mengatasi persoalan

pribumi dan orang-orang Tionghoa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan dua manfaat yakni manfaat praktis dan teoretis.

Manfaat praktis yang dapat diambil adalah dengan adanya penelitian ini

memperkaya khasanah penelitian sosiologi sastra. Pada penelitian ini juga dapat

diambil manfaat teoretisnya, yakni memperluas pandangan pembaca mengenai

sosiologi sastra melalui Putri Cina yang dianalisis dalam penelitian ini.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

6

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini merupakan penelitian lingkup kepustakaan. Ruang

lingkup kepustakaan memusatkan penelitian pada data. Sumber data dalam

penelitian ini adalah Putri Cina karya Sindhunata. Putri Cina merupakan objek

material penelitian. Pada objek formalnya, penelitian ini memfokuskan pada

identitas, pandangan hidup, dan jalan penyatuan untuk orang-orang Tionghoa

ditinjau dari Putri Cina

F. Metode Penelitian

Mengingat tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan masalah-masalah sosial

dalam teks sastra, yakni masalah identitas, pandangan hidup, dan pembauran

masyarakat Tionghoa dalam Putri Cina, maka metode yang penulis gunakan

adalah metode sosiologi sastra. Damono dalam Pedoman Penelitian Sastra

menyatakan bahwa sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap sastra

mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Istilah sosiologi sastra tidak

berbeda pengertiannya dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis, atau

pendekatan sosiokultural terhadap sastra (2002:2).

Hartoko dan Rahmanto dalam Pemandu di Dunia Sastra memaparkan

bahwa sosiologi sastra adalah cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari

hubungannya dengan kenyataan sosial. Kenyataan sosial dalam sosiologi sastra

meliputi pengarang, pembaca, dan teks sastra. Konteks pengarang dan pembaca

dalam sosiologi sastra disebut dengan sosiologi komunikasi sastra. Di dalam

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

7

sosiologi komunikasi sastra, penelitian memusatkan pada konteks sosial

pengarang meliputi status, pekerjaan, keterikatannya akan suatu kelas, ideologi

dan sebagainya lalu meneliti sejauh mana pengaruh pengarang terhadap karyanya.

Sosiologi komunikasi sastra juga menempatkan pembaca sebagai bagian dari

fokus kajian. Fokus kajian pembaca meliputi kebiasaan membaca dalam kalangan

tertentu seperti remaja, buruh, dan lan-lain. Konteks yang memusatkan pada teks

sastra dalam sosiologi sastra disebut penafsiran teks sastra secara sosiologis.

Penafsiran teks secara sosiologis merupakan analisis gambaran tentang dunia dan

masyarakat dalam sebuah karya kemudian melihat sejauh mana gambaran itu

menyimpang atau serasi dengan kenyataan. Hubungan antara teks sastra dan

kenyataan digunakan untuk meneliti fungsi manakah yang dominan di dalam

sebuah teks. Fungsi itu sendiri meliputi hiburan, informasi, sosialisasi dan lain-

lain guna melihat peranan sastra dalam masyarakat (1986:129).

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa tujuan dari penelitian

ini adalah mengungkapkan aspek-aspek sosial dalam teks sastra. Maka, metode

yang representatif dalam penelitian ini adalah metode sosiologi sastra berdasarkan

penafsiran teks secara sosiologis.

G. Landasan Teori

Dalam sosiologi sastra, terutama kajian sosiologi terhadap penafsiran teks sastra

terdapat ilmu bantu yang dapat dimanfaatkan sebagai teori. Ilmu bantu tersebut

antara lain linguistik, filsafat, sosiologi, antropologi, dan sebagainya. Ilmu filsafat

sebagai ilmu bantu menyangkut teori-teori antara lain romantisme, positivisme,

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

8

feminisme, marxisme, dan lain-lain. Teori marxisme sendiri melahirkan teori-teori

sastra yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori

refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa, dan landasan

bahasa (Noor, 2007:125-133).

Penulis dalam penelitian ini menggunakan teori strukturalisme genetik.

Strukturalisme genetik merupakan teori sastra yang melakukan pendekatan pada

teks sastra atau seperti yang sudah dijelaskan pada subbab sebelumnya disebut

penafsiran teks sastra secara sosiologis.

Teori strukturalisme genetik tidak muncul begitu saja. Teori ini muncul

atas tanggapan dari teori sebelumnya yang dikenal dengan teori strukturalisme

tradisional. Strukturalisme tradisional merupakan teori yang melakukan

pendekatan teori secara objektif. Pendekatan ini dalam penelitian sastra

memusatkan perhatiannya pada otonomi karya sastra dalam karya fiksi (Iswanto,

2012:78). Namun, pendekatan objektif terhadap karya sastra seperti yang

diungkapkan Juhl dinilai akan sangat berbahaya karena penafsiran tersebut akan

mengorbankan ciri khas, kepribadian, cita-cita dan juga norma yang dipegang

teguh oleh pengarang tersebut dalam kultur sosial tertentu (melalui Iswanto,

2012:79).

Strukturalisme genetik dimunculkan oleh Lucien Goldmann seorang

kritikus dari Rumania. Goldmann menganggap bahwa karya sastra adalah struktur

yang bermakna mewakili pandangan dunia (vision du monde) pengarang, tidak

sebagai individu melainkan sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian,

strukturalisme genetik merupakan penelitian yang menghubungkan struktur sastra

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

9

dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang

diekspresikan (melalui Endraswara 2011:57).

Seperti yang telah dikemukakan di atas, strukturalisme genetik lahir atas

tanggapan strukturalisme tradisional. Namun, strukturalisme genetik menganggap

bahwa adanya hubungan antara struktur karya sastra dan struktur masyarakat

melalui pandangan dunia. Hal ini menunjukan, meskipun strukturalisme genetik

menolak gagasan strukturalisme tradisional—melakukan pendekatan secara

objektif— pada penerapannya strukturalisme genetik tetap memperhitungkan

strukturalisme tradisional dalam penerapannya.

H. Sistematika Penulisan

Penyajian penelitian ini disusun secara sistematis yang terdiri dari lima bab, yaitu:

Bab I berupa pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian,

landasan teori, dan sistematika penulisan.

Bab II adalah tinjauan pustaka dan landasan teori. Di dalam bab ini berisi

perihal tentang penelitian sebelumnya dan penjelasan teori yang akan digunakan.

Bab III adalah diberi judul unsur pembangun Putri Cina. Dalam bab ini

berisi uraian unsur pembangun novel Putri Cina yakni unsur instrinsik novel itu

sendiri.

Bab IV diberi judul terapan strukturalisme genetik padaPutri Cina. Berisi

paparan teoretis mengenai jati diri, pandangan hidup dan solusi yang diberikan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

10

terhadap orang Tionghoa melalui Putri Cina yang dikaji melalui strukturalisme

genetik.

Bab V adalah penutup. Bab ini berisi simpulan dari keseluruhan analisis.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Bab ini terdiri atas dua subbab judul yakni penelitian-penelitian sebelumnya dan

landasan teori. Di penelitian-penelitian sebelumnya, penulis menjelaskan tentang

penelitian yang terkait dengan skripsi ini. Keterkaitan ini menyangkut hubungan

penggunaan teori dan objek penelitian. Di landasan teori berisi paparan teoretis

mengenai teori strukturalisme genetik.

A. Penelitian-penelitian Sebelumnya

Menurut hemat penulis, penggunaan teori strukturalisme genetik untuk mengkaji

karya sastra tidak sepopuler dengan teori-teori lainnya. Berbeda halnya dengan

teori-teori seperti strukturalisme tradisional, psikoanalisis, semiotika, feminisme,

dan lain-lain. Penulis sendiri mengalami kesulitan untuk mencari penelitian

dengan teori serupa di kalangan akademisi. Hanya beberapa, salah satunya adalah

Natiqotul Muniroh dari Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul ―Analisis

Strukturalisme Genetik dalam Novel Moi Nojoud, 10 Ans, Divorcee Karya

Nojoud Ali dan Delphine Minoui: Sebuah Sosiologi Sastra‖. Dari penelitiannya,

Muniroh menemukan bahwa struktur novel Moi Nojoud, 10 Ans, Divorcee saling

terkait. Keterkaitan tersebut meliputi hubungan latar belakang sosial, budaya,

ekonomi, dan politik berwujud kemiskinan, keterbelakangan, pendidikan rendah,

terikat budaya pernikahan anak, dan budaya patriarki.Pandangan dunia dalam

novel tersebut adalah mencegah perkawinan anak di pedesaan Yaman dengan

perceraian dan meningkatkan batas usia legal untuk menikah.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

12

Di lingkungan Universitas Diponegoro (Undip) sendiri, penelitian dengan

menggunakan teori strukturalime genetik belum penulis temui, baik di tingkat

Strata 1 (S1) maupun Strata 2 (S2). Pencarian ini didasarkan pada judul yang

diarsipkan oleh perpustakaan Undip Fakultas Ilmu Budaya dan Program Studi

Magister Ilmu Susastra. Akan tetapi, untuk objek material penelitian, Putri Cina

karya Sindhunata sudah pernah dikaji oleh mahasiswa S2 bernama Edy Sutanto.

Sutanto sendiri memberikan judul tesisnya ―Simbol Daging dan Darah dalam

Novel Putri Cina Karya Sindhunata: Kajian Struktural dan Semiotika‖.

Penggunaan strkturalisme genetik dalam penelitian ini tidak hanya untuk

membedakan teori dengan penelitian sebelumnya pada Putri Cina, namun juga

digunakan untuk mendapatkan hasil temuan yang diharapkan.

B. Landasan Teori

Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, strukturalisme genetik

sebagai sebuah teori nyatanya tidak seketika muncul begitu saja. Kehadirannya

sebagai teori muncul atas rasa ketidakpuasan terhadap teori sebelumnya yang

biasa dikenal dengan nama teori strukturalisme tradisional. Strukturalisme

tradisional yang cenderung melakukan pendekatan secara objektif dan

memperlakukan teks sastra secara otonom dinilai menghilangkan esensi dari

karya sastra itu sendiri. Banyak lontaran kritik untuk strukturalisme tradisional ini,

Endraswara dalam Metodologi Peneltian Sastra mencatat dari pernyataan Taine

menganggap bahwa sastra tidak sekadar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

13

dapat merupakan cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran

tertentu karya itu dilahirkan (2011:55).

Pernyataan Taine tersebut kemudian dianggap sebagai tonggak dasar dari

strukturalisme genetik. Selanjutnya, strukturalisme genetik baru benar-benar

dikembangkan oleh seorang kritikus Rumania bernama Lucien Goldmann.

Goldmann sebagaimana dikutip oleh Salden (1993:37) menilai bahwa teks-teks

bukanlah ciptaan teks jenius individual pengarang, menurutnya teks-teks itu

berdasarkan pada struktur-struktur mental transindividual milik kelompok-

kelompok (kelas-kelas) khusus. Ia menambahkan pandangan dunia ini secara

terus-menerus dibangun dan dihancurkan oleh kelompok masyarakat karena

menyesuaikan citraan mereka terhadap realitias yang berubah di hadapan mereka.

Hal ini senada dengan apa yang dijelaskan Noor, strukturalisme genetik melihat

karya bukan sebagai ungkapan pribadi pengarang, tetapi sebagai ungkapan

aspirasi kelas sosial yang dianut pengarang (2007:129).

Struktur yang dibangun dan dihancurkan secara terus-menerus bukanlah

sesuatu yang statis. Perubahan yang terjadi secara terus-menerus dianggap sebagai

proses dari produk sejarah. Faruk memberikan pendapat terhadap strukturalisme

genetik sebagai berikut:

Sebagai sebuah teori, strukturalisme genetik merupakan pernyataan yang

sahih mengenai kenyataan. Pernyataan ini dikatakan sahih jika di

dalamnya terkandung gambaran mengenai tata kehidupan yang bersistem

dan terpadu, didasarkan pada landasan ontologis yang berupa kodrat

keberadaan kenyataan itu, dan landasan epistimologis yang berupa

seperangkat gagasan yang sistematik mengenai cara memahami atau

mengetahui kenyataan yang bersangkutan (2010:56).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

14

Lebih lanjut Faruk memformulasikan teori strukturalisme genetik

Goldmann ini menjadi enam konsep dasar yaitu fakta kemanusiaan, subjek

kolektif, strukturasi, pandangan dunia, pemahaman, dan penjelasan.

Pertama adalah fakta kemanusiaan. Fakta kemanusiaan merupakan

landasan ontologis dari strukturalisme genetik. Fakta ini memuat pengertian

segala aktivitas atau perilaku manusia baik yang verbal maupun fisik. Fakta

kemanusiaan sendiri terbagi menjadi dua, fakta indiviual dan fakta sosial. Dalam

strukturalisme genetik hanya fakta sosial yang dianggap berperan, sedangkan

fakta individual dianggap sebagai perilaku libidinal seperti mimpi, tingkah laku

orang gila, dan sebagainya tidak berperan. Fakta kemanusiaan ini dianggap

sebagai sebuah struktur yang memiliki arti dan saling mengikat sebagai sebuah

produk sejarah (Goldmann melalui Faruk, 2010:57).

Bagi strukturalisme genetik karya sastra hidup dalam dan menjadi bagian

dari proses asimilasi dan akomodasi yang terus menerus tersebut. Karya

sastra pada dasarnya aktivitas strukturasi yang dimotovasi oleh adanya

keinginan dari subjek karya sastra untuk membangun keseimbangan dalam

hubungan antara dirinya dengan lingkungan di sekitarnya (Faruk,

2010:61).

Ke dua adalah subjek kolektif. Sudah disinggung di atas bahwa dalam

strukturalisme genetik hanya fakta sosial yang dikatakan berperan. Berbeda

halnya dengan fakta individual yang sifatnya libidinal. Fakta sosial berperan

karena bernilai historis. Faruk (2010:62) menekankan jika mengembalikan fakta

kepada subjek individual sama artinya ―pemerkosaan‖ terhadap kodrat fakta itu

sendiri. Peristiwa besar seperti revolusi sosial, politik, dan ekonomi tidak

mungkin diciptakan oleh individu oleh dorongan libidonya. Strukturalisme

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

15

genetik menganggap jika peristiwa besar hanya mampu diciptakan oleh subjek

trans-individual (Goldmann melalui Faruk, 2010:63).

Subjek kolektif atau subjek trans-individual dalam strukturalisme genetik

adalah kelas sosial. Kelas sosial adalah kelompok yang berpengaruh dalam

sejarah karena mengandung gagasan lengkap dan menyeluruh mengenai

kehidupan umat manusia (Goldmann melalui Faruk, 2010:63). Kelas sosial yang

digunakan Goldmann ialah kelas sosial yang dikemukakan Marx yakni membagi

masyarakat berdasarkan kepemilikan alat produksi. Kelas sosial terbagi menjadi

dua yakni kelompok sosial pemilik alat produksi dan kelompok sosial tidak

memiliki alat produksi. Pada dasarnya kelas sosial bersifat antagonistis karena

mengikuti kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Hubungan itu tercipta karena

satu sisi kelas pemilik alat produksi berusaha untuk mempertahankan kelas. Sisi

lain, kelas yang tidak memiliki alat produksi berusaha merebut kedudukan

tersebut (melalui Faruk, 2010:26-27).

Sentimen kelas sosial merupakan hubungan yang sangat memungkinkan

terjadinya perubahan. Perubahan sosial pun dibedakan menjadi dua yakni

perubahan infrastruktur dan superstruktur. Infrastruktur merupakan hubungan

lingkungan produksi. Sedangkan superstruktur mencakup hubungan yang lebih

luas dan lebih umum (Goldmann melalui Faruk, 2010:64).

Ke tiga adalah pandangan dunia. Goldmann mempercayai adanya

persamaan (homologi) antara struktur karya sastra dengan struktur masyarakat,

sebab keduanya merupakan produk dari aktivitas struktur yang sama (melalui

Faruk, 2010:64). Konsep homologi sendiri berbeda dengan konsep refleksi. Hal

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

16

ini dipahami bahwa karya sastra bukanlah sebuah karya realistis melainkan

imajinatif bahkan fantastis. Bangunan dunia dalam karya sastra berbeda dengan

bangunan dunia dalam kenyataan. Dengan memakai konsep homologi, hubungan

antara bangunan dunia imajiner dan dunia nyata dapat dipahami, yakni dengan

memahami kesamaan tersebut bukan pada subtansinya melainkan pada

strukturnya.

Pandangan dunia dalam konsep homologi ialah struktur yang berarti

mewakili gagasan, pikiran, dan perasaan kelompok tertentu. Pandangan dunia ini

mempertentangkan dengan pandangan dunia kelompok lain karena masih

berhubungan dengan sentimen antar kelas. Menurut strukturalisme genetik

pandangan dunia diperoleh melalui proses yang panjang dan tidak setiap orang

mampu memahaminya. Pandangan dunia pun terbagi menjadi dua yakni

‗kesadaran yang mungkin‘ dan ‗kesadaran yang nyata‘. Kesadaran yang mungkin

merupakan kesadaran yang menyatakan kecenderungan kelompok ke arah suatu

mengikat dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan sesamanya.

Pandangan ini jarang disadari dan hanya muncul dalam momen krisis. Sedangkan

kesadaran nyata adalah kesadaran yang dimiliki setiap individu dalam anggota

masyarakat (Goldmann melalui Faruk 2010:68-69).

Ke empat adalah strukturasi. Goldmann (melalui Faruk, 2010:71-72)

dalam esainya The Epistimology of Sociology mengemukakan pendapat tentang

karya sastra yang sebenarnya merupakan sebuah hal yang biasa. Pendapat

pertama adalah bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara

imajiner. Pendapat kedua menyatakan bahwa pengarang mengekspresikan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

17

pandangan dunia tersebut dengan menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek,

dan relasi-relasi imajiner. Mengacu hal tersebut, Goldmann kemudian

membedakan karya sastra dari filsafat dan sosiologi. Menurutnya filsafat

mengekspresikan dunia secara konseptual, sedangkan sosiologi mengacu pada

dunia empiris. Selanjutnya Goldmann menciptakan konsep struktur yang bersifat

tematik. Pusat penelitian struktur tematik ini memusatkan perhatiannya pada relasi

antara tokoh dengan tokoh dan tokoh dengan objek. Sifat tematik dari konsep

strukur Goldmann dapat dilihat dari kutipan berikut:

Dengan mendasarkan diri pada Lukacs dan Girard, Goldmann

mendefinisikan novel sebagai cerita mengenai pencarian yang terdegradasi

akan nilai-nilai otentik dalam dunia dunia yang terdegradasi. Pencarian itu

dilakukan oleh seorang hero yang problematik (melalui Faruk, 2010:73).

Terakhir yakni pemahaman dan penjelasan. Telah dijelaskan sebelumnya

pada fakta kemanusiaan yang menyatakan bahwa karya sastra merupakan struktur

yang memiliki arti. Karya sastra yang memiliki arti tersebut berkaitan dengan

usaha manusia memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan sosial yang

ada di dunia nyata (Faruk, 2010:76). Untuk mendapatkan pengetahuan karya

sastra dengan kodrat keberadaan (ontologi), Goldmann kemudian

mengembangkan sebuah metode yang disebut sebagai metode dialektik (melalui

Faruk, 2010:76).

Goldmann menganggap metode dialektik sama dengan metode positivistik

karena keduanya sama-sama bermula dan berakhir pada teks sastra. Perbedaannya

metode ini adalah jika positivistik tidak mempertimbangkan persoalan koherensi

struktur, metode dialektik memperhitungkannya (melalui Faruk, 2010:77).

Permasalahan yang mendasar dari metode dialektik merupakan reaksi atas fakta-

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

18

fakta kemanusiaan yang akan tetap absrak jika tidak dibuat konkret dengan

mengintegrasikan ke dalam kesuluruhan. Berhubungan dengan ini Goldmann

mengembangkan dua pasangan konsep ‗keseluruhan-bagian‘ dan ‗pemahaman-

penjelasan‘.

Menurut Goldmann, sudut pandang dialektik mengukuhkan perihal tidak

pernah adanya titik awal secara mutlak sahih, tidak adanya persoalan yang

pasti terpecahkan. Oleh karena itu, dalam sudut pandang tersebut pikiran

tidak pernah bergerak seperti garis lurus. Setiap fakta atau gagasan

individual mempunyai arti hanya jika ditempatkan secara keseluruhan.

Sebaliknya, keseluruhan hanya bisa dapat dipahami dengan pengetahuan

yang betambah mengenai fakta-fakta parsial atau yang tidak menyeluruh

yang membangun keseluruhan itu (Faruk, 2010:77).

Seterusnya dapat dilihat bahwa konsep keseluruhan-bagian berkaitan erat

dengan konsep pemahaman-penjelasan. Goldmann menjelaskan bahwa

pemahaman adalah usaha mendeskripsikan struktur objek yang dipelajari,

sedangkan penjelasan adalah usaha menggabungkan ke dalam struktur yang lebih

besar (melalui Faruk, 2010:79). Adapun teknik pelaksanaan metode dialektik

dijabarkan sebagai berikut:

1. Peneliti membangun sebuah model yang dianggapnya memberikan tingkat

probabilitas tertentu atas dasar bagian.

2. Peneliti melakukan pengecekan ulang terhadap model itu dengan

membandingkan dengan keseluruhan dengan beberapa cara. Pertama melihat

sejauh mana setiap unit tergabungkan dalam hipotesis yang menyeluruh. Ke

dua, daftar elemen-elemen dan hubungan baru yang tidak diperlengkapi

dalam model semula. Ke tiga, frekuensi elemen-elemen dan hubungan-

hubungan yang diperlengkapi dalam model yang sudah dicek itu (melalui

Faruk, 2010:79).

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

19

Walaupun demikian, strukturalisme genetik yang dianggap sebagai reaksi

atas strukturalisme tradisional nyatanya tidak bisa dilepaskan dari strukturalisme

tradisional itu sendiri. Pendekatan unsur intrinsik sebagai ciri khas dari penelitian

strukturalisme tradisional sangat erat terjalin dalam penelitian strukturalisme

genetik.

Penelitian strukturalisme genetik memandang karya sastra dari dua sudut

yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Studi diawali dari kajian unsur intrinsik

(kesatuan dan koherensinya) sebagai data dasarnya. Selanjutnya, penelitian

akan menggabungkan berbagai unsur dengan realitas masyarakatnya.

Karya dipandang sebagai refleksi zaman, yang dapat mengungkap aspek

sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa

penting pada zamannya akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur

intrinsik karya sastra (Endraswara 2011:56).

Nurgiyantoro dalam Teori Pengkajian Fiksi mendeskripsikan unsur

intrinsik sebagai unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (2012:23).

Adapun unsur-unsur yang dimaksud adalah peristiwa, cerita, plot, penokohan,

tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.

Akan tetapi dalam aplikasinya, tidak semua unsur dimasukkan dalam penelitian

ini. Pertimbangan tersebut diambil karena menyesuaikan dengan kebutuhan

penelitian dan relevansi terhadap teori pokok yang dipakai, yakni strukturalisme

genetik. Unsur yang dipakai dalam penelitian ini antara lain:

1. Cerita

Cerita dalam karya fiksi dianggap suatu hal yang paling penting. Unsur ini

memiliki peranan sentral dari awal hingga akhir. Cerita dianggap erat berkaitan

dengan berbagai unsur pembangun fiksi yang lain. Foster (melalui Nurgiyantoro,

2012:90) mengartikan cerita sebagai sebuah narasi berbagai kejadian yang segaja

disusun berdasarkan urutan waktu.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

20

2. Tokoh

Tokoh oleh Abrams memiliki pengertian orang(-orang) yang ditampilkan dalam

suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas

moral dan kecenderungan tertentu seperti diucapkan dan apa yang dilakukan

dalam tindakan (melalui Nurgiyantoro, 2012:165).

Tokoh ini sendiri pun dibedakan menurut jenisnya. Telah disampaikan

sebelumnya, bahwa dalam penelitian ini pemakaian unsur disesuaikan dengan

kebutuhan, begitu pula dengan jenis tokoh yang akan dianalisis dalam penelitian

ini. Dalam penelitian ini jenis tokoh dibedakan berdasarkan segi peranan dan

tingkat kepentingannya. Pembagian tingkat berdasarkan peranan dan kepentingan

melahirkan dua tokoh yakni tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama

adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia

merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian

maupun yang dikenai kejadian (2012:176). Sebaliknya, tokoh tambahan

merupakan tokoh yang tidak terlalu mendominasi cerita, baik berkaitan secara

langsung ataupun tidak langsung.

3. Latar

Latar dalam pengertian Abrams (melalui Nurgiyantoro, 2012:216) mengacu pada

tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-

pertiwa diceritakan. Tempat mengacu pada wilayah. Waktu berisi ‗kapan‘

peristiwa dalam karya sastra terjadi. Lingkungan sosial merupakan keadaan atau

situasi yang digambarkan pada karya sastra.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

21

Laurenson dan Swingewod menawarkan sebuah langkah penelitian

strukturalisme genetik yang juga disetujui oleh Goldmann. Pertama, mula-mula

sastra diteliti strukturnya untuk membuktikan jaringan-jaringan bagiannya

sehingga terjadi keseluruhan yang padu dan holistis. Ke dua, penghubungan

dengan sosial budaya. Unsur-unsur sastra dihubungan dengan sosio budaya dan

sejarahnya, kemudian dihubungkan dengan struktur mental yang berhubungan

dengan pandangan dunia pengarang. Sebagai penutup, untuk mencapai solusi atau

kesimpulan digunakan metode induktif, yaitu metode pencarian kesimpulan

dengan jalan melihat premis-premis yang sifatnya spesifik untuk selanjutnya

mencari premis general (melalui Iswanto, 2012:82).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

22

BAB III

UNSUR INTRINSIK PUTRI CINA

Bab ini berisi tentang analisis unsur intrinsik Putri Cina. Unsur intrinsik

sebagaimana dijelaskan pada bab II adalah unsur yang membangun karya sastra.

Penulis dalam bab ini memilah unsur intrinsik menjadi tiga bagian meliputi cerita,

tokoh, dan latar Putri Cina.

A. Cerita dalam Putri Cina

Putri Cina karya Sindhunata pertama diterbitkan pada September tahun 2007

dengan tebal 304 halaman. Novel ini bercerita tentang tokoh yang bernama Putri

Cina. Putri Cina sebagai pembawa jalan cerita mengarungi ruang dan waktu.

Akan tetapi secara garis besar, penulis melihat bahwa novel ini terdiri dari dua

garis besar cerita yaitu ketika Putri Cina sebagai istri Prabu Brawijaya Kelima raja

dari Kerajaan Majapahit dan Putri Cina yang kedua menjelma sebagai Giok Tien

istri Setyoko (Senopati Gurdo Paksi).

Putri Cina sebagai istri dari Prabu Brawijaya Kelima adalah cerita bagian

pertama. Cerita ini diawali oleh kesedihan yang dirasakan oleh Putri Cina yang

mempertanyakan jatidirinya. Putri Cina sendiri adalah tokoh yang juga digunakan

untuk menyebutkan kaumnya.

Tidakkah hidupnya memang tidak punya akar, yang mengikat dia pada

suatu tanah, tempat ia bisa berpijak? Katanya, ia berasal dari Cina. Tapi ia

tak tahu sama sekali, apakah dan bagaimanakah keadaan di tanah

leluhurnya itu. Dan ke sana sekali pun ia tidak pernah.

Dan tidakkah ia dan kaumnya terbang seperti debu, yang berhamburan

kemana-mana? Kaumnya tak bisa bicara satu sama lain. Bahasa mereka

berupa-rupa, tergantung di mana mereka tinggal. Sementara ia dan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

23

kebanyakan kaumnya pun tidak bisa sama sekali bicara dalam bahasa

leluhur (Sindhunata 2007:10).

Putri Cina merasa sedih. Banyak orang mengatakan bahwa ia cantik.

Meskipun demikian, ia sendiri merasa tidak memiliki wajah. Sesungguhnya Putri

Cina itu kaya raya, tetapi semakin bertambah kaya, ia merasa bahwa kekayaannya

itu tidak mampu menyangga wajahnya yang ternyata sudah ―hilang‖. Kesedihan

pun bertambah saat ia melihat kaumnya selalu tergoda mencari harta dan

kekayaan. Padahal leluhurnya dari Cina melarang ia dan kaumnya agar tidak

terikat pada harta dan benda.

Putri Cina sendiri tidak tahu kenapa ia diberi nama Putri Cina. Menurut

dongeng Jawa, ia adalah salah satu istri yang diceraikan oleh Prabu Brawijaya

Kelima. Hal itu dikarenakan istri Prabu Brawijaya Kelima yang lain yakni Putri

Campa cemburu dan merasa bahwa raja tidak mencintainya lagi. Karena tidak

tega, Prabu Brawijaya menceraikannya dan menitipkan Putri Cina pada salah satu

anaknya yakni Arya Damar, raja di Palembang.

Saat diceraikan oleh Prabu Brawijaya Kelima, Putri Cina sedang hamil.

Prabu Brawijaya berpesan agar Arya Damar tidak menggaulinya sebelum anak

tersebut lahir. Tak lama kemudian anak itu lahir dan diberi nama Raden Patah,

menyusul kemudian dari pernikahannya dengan Arya Damar melahirkan Raden

Kusen.

Raden Patah dan Raden Kusen lama-kelamaan tumbuh menjadi dewasa.

Melihat hal itu, muncullah keinginan Arya Damar untuk menjadikan Raden Patah

sebagai raja dan Raden Kusen sebagai patihnya. Tetapi Raden Patah menolaknya,

pada suatu malam ia pergi secara diam-diam meninggalkan istana. Seluruh istana

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

24

gempar, Raden Kusen sedih mendengar kabar tersebut. Setelah mendengar kabar

tersebut, Raden Kusen pun juga menyusul kakaknya secara diam-diam dan

kemudian mereka bertemu.

Mulanya Raden Patah dan Raden Kusen ingin mengabdikan diri kepada

Prabu Brawijaya. Namun setibanya mereka di Jawa, tepatnya Ngampeldenta,

Raden Patah memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanannya. Di

Ngampeldenta, Raden Patah berguru pada Sunan Ngampeldenta dan memeluk

agama baru (Islam). Sedangkan Raden Kusen melanjutkan perjalanannya ke

Majapahit. Di Majapahit, Raden Kusen diterima oleh Prabu Brawijaya bahkan

diangkat menjadi adipati di Terung.

Sementara itu, Raden Patah tetap mendalami ilmunya di Ngampeldenta.

Sunan Ngampeldenta kemudian mengambilnya menjadi menantu. Ia

mengawinkan Raden Patah dengan cucunya, Nyai Ageng Mendaka, anak

Nyai Ageng Manyura putri sulungnya.

Suatu hari Raden Patah minta petuah dari gurunya, di mana ia boleh

mendirikan pedepokan tempat ia hening bersemadi. Sunan Ngampeldenta

memerintahkan, agar ia berjalan lurus ke barat. Bila di sana ia mencium

gelagah yang harum di sanalah ia harus mendirikan pedepokannya. Bila

ketemu, tempat itu akan menjadi cikal bakal bagi sebuah kerajaan baru,

yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem kertara harja.

Raden patah berjalan, sesuai dengan pesan gurunya. Di sebuah hutan, ia

mencium bau yang amat harum, bau yang berasal dari gelagah. Inilah

tempat yang dicarinya. Maka di sinilah ia mendirikan padepokannya. Dan

dinamakan tempat itu Bintara. Dalam waktu dekat datanglah orang-orang

ke sana untuk berguru pada Raden Patah dan menjadi pengikutnya

(2007:28-29).

Kabar tentang Raden Patah dan Bintara akhirnya sampai ke telinga Prabu

Brawijaya. Setelah itu Prabu Brawijaya memerintahkan Raden Kusen untuk

menjemput Raden Patah. Betapa gembiranya Prabu Brawijaya bahwa yang di

hadapannya adalah anak yang tampan seperti dengan dirinya. Bahkan, Prabu

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

25

Brawijaya mengakui Bintara dan yakin akan menjadi kerajaan besar. Bintara

kemudian berubah nama menjadi Demak.

Namun, lama-kelamaan muncul tekad dari Raden Patah untuk

menyebarkan agama baru tersebut dengan cara menaklukan Majapahit. Niatan itu

diutarakan kepada gurunya pada Sunan Ngampeldenta. Akan tetapi, Sunan

Ngampeldenta menenangkan Raden Patah dan menunggu agar waktunya tepat.

Akhirnya waktu yang ditunggu pun tiba, Raden Patah dan pasukannya

menyerang Majapahit. Dengan mudah Majapahit ditaklukan oleh Raden Patah dan

tentaranya. Pindahnya kekuasaan dari Prabu Brawijaya ke Raden Patah menandai

perubahan babakan baru di Tanah Jawa, dari agama lama menuju agama baru.

Kabar tentang hancurnya Majapahit menggembirakan Putri Cina. Maklum

saja Putri Cina pernah merasa sakit hati karena diceraikan oleh Prabu Brawijaya.

Ia bangga karena dari rahimnya lahirlah Raden Patah yang membawa perubahan

di Jawa.

Tidak hanya dalam hal pemerintahan, tapi juga dalam hal agama. Ia yakin,

anaknya bisa membuat manusia di tanah Jawa bahagia karena taat pada

ajaran dan jalan agama baru itu. Keyakinannya makin kuat karena bukan

hanya Raden Patah, anaknya, tapi banyak dari kaumnya, orang-orang Cina

sendiri, adalah pemeluk agama baru itu. Orang-orang Cina itu datang

bersama saudaragar-saudagar dari Gujarat ke Tanah Jawa. Sambil

berniaga, mereka menyebarkan agama baru itu. Dengan demikian, berkat

kaumnya pula, maka Tanah Jawa menjadi terbuka terhadap kegiatan dan

kebudayaan baru yang dibawa agama baru tersebut ke Tanah Jawa

(2007:32-33).

Namun demikian, dalam hati Putri Cina mulai ragu dan bertanya apakah

anaknya Raden Patah sungguh mencintai dirinya. Raden Patah, anak yang

dicintainya itu, malah pergi meninggalkan dirinya di Palembang. Ditambah

kemudian muncul perasaan bersalah bahwa anaknya telah melupakan ajaran

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

26

leluhurnya karena memerangi ayahnya Prabu Brawijaya. Maka Putri Cina

memutuskan untuk mencari jawaban pertanyaan itu dengan pergi ke Majapahit.

Singkatnya, di Jawa, Putri Cina bertemu dengan Sabdopalon-

Nayanggenggong. Sabdopalon-Nayanggenggong adalah abdi setia Putri Cina saat

berada di Majapahit. Lalu kepada mereka lah Putri Cina mengutarakan maksud

kedatangannya di Tanah Jawa. Dari mulut Sabdopalon-Nayanggenggong

diceritakanlah kepada Putri Cina semua sejarah pertikaian yang dianggapnya

selalu berulang. Dari pertikaian yang dimulai dari Janameya dan Srutasena yang

ingin membersihkan medan Kurusena, namun malah berbuntut salah paham

karena Sutrasena malah memukul Sarameya yang tidak bersalah. Sarameya adalah

anak dari Sarama, istri Begawan Pulaha. Sarameya mengadukan perbuatan

Srutasena pada ibunya. Sarama mengutuk anak cucu Janameya dan Srutasena

tidak akan bersih dari pertikaian yang disebabkan oleh dendam.

Diceritakan pula pertikaian di negeri dewa antara Sang Hyang Antaga,

Sang Hyang Ismaya, dan Sang Hyang Manikamaya yang berebut kuasa tahta

ayahnya Sang Hyang Tunggal. Perebutan kuasa ini dimulai melalui sayembara

dengan menelan Gunung Gabawarsa antara Sang Hyang Ismaya dan Sang Hyang

Antaga. Sang Hyang Ismaya gagal mulutnya robek karena gunung terlalu besar.

Sang Hyang Antaga berhasil, tetapi naas gunung itu tidak dapat keluar dari

mulutnya. Sang Hyang Tunggal yang mengetahui masalah ini marah, karena

perbuatan anaknya tidak lebih daripada manusia yang haus kuasa. Maka

dibuanglah kedua anaknya ini ke bumi. Sang Hyang Ismaya berubah nama

menjadi Semar dan Sang Hyang Antaga menjadi Togog. Semar ditugasi

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

27

menemani manusia yang hatinya bersih dan Togog ditugasi menemani manusia

yang hatinya jahat. Nyatanya sayembara ini hanyalah tipu muslihat Sang Hyang

Manikmaya yang ternyata juga ingin merebut tahta ayahnya, Sang Hyang

Tunggal. Sang Hayang Manikmaya kemudian berubah nama menjadi Batara

Guru.

Putri Cina lantas dibuat kaget dengan pengakuan Sabdopalon-

Nayanggenggong yang menyatakan bahwa mereka adalah Semar itu sendiri.

Lanjutnya lagi, Sabdopalon-Nayanggenggong menceritakan tentang ramalan Putri

Cina dan kaumnya yang kelak tidak lepas dari pertikaian yang terus berlangsung

itu.

―Bukan karena Paduka dan kaum Paduka yang bersalah. Tapi hendaknya

Paduka tahu, bila mereka-mereka bertikai, dan pertikaian mereka tak bisa

selesai, haruslah dicari korban yang asalnya bukan dari mereka. Sebab

korban itu harus lain dari mereka, supaya terasa bahwa mereka tak

bersalah, karena mereka memang mau menyembunyikan kesalahan

mereka. Tapi korban tidak boleh terlalu lain dari mereka, supaya bisa

mewakili mereka, karena di lubuk hati mereka yang terdalam mereka toh

merasa bersalah, karena itu mereka harus membersihkan diri mereka.

Kalau korban itu terlalu lain dari mereka, bagaimana dia bisa mewakili

mereka untuk membersihkan diri mereka?‖ jelas Sabdopalon-

Nayanggenggong (2007:71).

Ramalan itu memilukan hati Putri Cina. Ramalan itu adalah jawaban dari

pertanyaan Putri Cina kenapa di Jawa pertikaian selalu saja terjadi. Ramalan itu

juga menjadi penutup pada bagian pertama cerita Putri Cina.

Di bagian ke dua diceritakan bahwa di Kerajaan Medang Kamulan, raja

sudah berubah tidak seperti awalnya ketika ia naik tahta. Dulunya raja bernama

Murhardo. Ia dikenal rakyat sebagai pemimpin yang bijaksana dan peduli pada

rakyat. Kemudian namanya berubah menjadi Amurco Sabdo karena rakyat

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

28

membencinya. Prabu Amurco Sabdo memerintah dengan kekerasan. Ia hanya

peduli pada tahta dan kekuasaan. Setelah itu Kerajaan Medang Kamulan berubah

namanya menjadi Pedang Kamulan.

Memang sejak Prabu Amurco Sabdo menggulingkan penguasa

sebelumnya seperti Ajisaka menggulingkan Dewata Cengkar, orang-orang

Cina dilarang menjalankan kebudayaan, adat istiadat, dan tata cara

agamanya. Di Pedang Kamulan ini, tak bisa lagi orang-orang Cina hidup

menurut kebudayaannya. Nama mereka pun harus diganti dengan nama

pribumi asli. Dihapuslah nama-nama Cina di Tanah Jawa ini. Padahal

tidakkah nama itu adalah warisan mereka yang diterima secara turun

menurun? Dan nama itu menyimpan siapa diri mereka sesungguhnya? Apa

arti kaya jika mereka tidak lagi bernama?

Di Pedang Kamula, orang-orang Cina juga tak boleh mempertunjukan lagi

keseniannya. Tak ada lagi barongsai, samsi, liong atau leang-leong, serta

wayang potehi yang dulu pernah menghibur banyak orang dan bahkan

disukai oleh orang-orang pribumi. Orang-orang Cina juga tidak mudah

menjalankan ibadat mereka di klenteng-klenteng. Bahkan mereka tidak

diperbolehkan merayakan Tahun Baru Cina. Orang Cina yang nekat

terpaksa merayakan tahun barunya sembunyi-sembunyi.

Begitulah, di Pedang Kamulan, penguasa menyandarkan diri pada

kekayaan orang-orang Cina. Tetapi orang-orang Cina itu justru dipersulit

dalam mengurus hal-hal yang mereka perlukan untuk hidup nyaman di

Tanah Jawa. Mereka tetap dianggap orang Cina, yang harus dibedakan

dengan orang-orang bumi putera. Karena itu untuk memperjuangkan

kesamaan hak sulitnya bukan mati (Sindhunata 2007:110).

Lama-kelamaan rakyat tidak menyukai Raja Amurco Sabdo. Rakyat yang

merasa tertekan kemudian marah dan menghancurkan apa saja yang ada di

hadapan mereka. Rakyat menginginkan raja untuk segera lengser.

Prabu Amurco Sabdo memiliki beberapa bawahan di antaranya Senapati

Gurdo Paksi, Tumenggung Jaya Sumengah, dan Patih Wrehonegoro. Senapati

Gurdo Paksi adalah prajurit paling tinggi di kerajaan. Ia dikenal baik dan

berpegang teguh pada peraturan. Karena ia memiliki kekuasaan tertinggi oleh raja

dianugerahi pusaka bernama Kyai Pesat Nyawa sebagai simbol atas

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

29

kekuasaannya. Berbeda dengan Tumenggung Jaya Sumengah, ia dikenal pemarah,

sombong, dan tidak kenal ampun. Sama halnya dengan Jaya Sumengah,

Wrehonegoro juga dikenal sangat licik dan menghalalkan segala cara.

Rakyat semakin marah kepada Prabu Amurco Sabdo karena ia menolak

untuk turun tahta. Melihat hal tersebut, Prabu Amurco Sabdo memerintah Gurdo

Paksi untuk menumpas gerakan rakyat tersebut. Namun Gurdo Paksi menolak

keinginan raja. Gurdo Paksi merasa bahwa dari tangannya telah menghilangkan

banyak nyawa. Raja marah terhadap Gurdo Paksi. Melihat kemarahan Raja,

Wrehonegoro mengusulkan saran agar kemarahan rakyat dialihkan kepada orang-

orang Cina.

―Mudah sinuwun. Sekali lagi hamba katakan itu sungguh mudah! Alihkan

saja segala kekerasaan yang mau pecah itu kepada orang-orang Cina.

Setelah itu, Sinuwun akan mengendalikan keadaan dengan mudah,‖kata

Patih Wrehonegoro. Ia tersenyum, tanpa perasaan (2007:134).

Mendengar usulan tersebut raja merasa puas. Ia menganggap

kekuasaannya akan aman jika tuntutan rakyat dialihkan ke orang-orang Cina.

Namun Gurdo Paksi marah, ia menolak untuk melakukan pekerjaan itu. Raja

semakin marah dan menganggap bahwa Gurdo Paksi hanya mau enaknya saja

tanpa mau melakukan perintah raja. Gurdo Paksi bersikukuh menolak perintah

raja, ia meninggalkan Raja dan menyerahkan pusaka Kyai Pesat Nyawa kembali

pada raja.

Dengan cepat Wrehonegoro mengarahkan kebencian rakyat pada orang-

orang Cina. Banyak rumah-rumah orang Cina dibakar. Banyak wanita Cina

diperkosa. Semua amarah ditujukan kepada orang-orang Cina. Di sisi lain, Giok

Tien istri Gurdo Paksi merasa ketakutan. Di rumah, ia ditemani oleh kedua

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

30

kakaknya Giok Hong dan Giok Hwa. Mereka merasa ketakutan melihat keadaan

yang melanda orang-orang Cina. Mereka mempertanyakan Gurdo Paksi yang

seharusnya menjalankan tugas memberikan perlindungan terhadap kaumnya

orang-orang Cina. Sembari itu, mereka bersiap-siap meninggalkan Jawa untuk

pergi ke Negeri Singa menghindar dari kekacauan.

Di dalam ketakutan dan kekacauan yang terjadi pada orang-orang Cina,

Giok Tien teringat dengan kisahnya yang telah lalu. Dulu Giok Tien adalah

pemain ketoprak Sekar Kastubo. Ayahnya sudah meninggal terlebih dahulu waktu

ia masih remaja. Sehari-hari ia hidup bersama ibunya Siok Nio. Sekar Kastubo

melakukan pentas secara berpindah-pindah. Giok Tien adalah gadis yang cantik,

maka tidak heran jika banyak orang tergila-gila dan berniat untuk

mempersuntingnya, tidak terkecuali Radi Prawiro.

Radi Prawiro adalah punggawa kerajaan. Badannya tegap dan gagah.

Kendati demikian, ia dikenal sangat galak dan suka bertindak sesuka hatinya. Ia

juga tidak segan-segan memukul orang jika sesuai dengannya. Untuk memperoleh

apa yang diinginkan, Radi Prawiro menghalalkan segala cara, termasuk

menggunakan teluh untuk mendapatkan Giok Tien. Untungnya Giok Tien selalu

ditemani oleh Korsinah yang juga bermain ketoprak di Sekar Kastubo. Teluh yang

digunakan Radi Prawiro selalu gagal karena bisa ditangani oleh Korsinah.

Namun, jodoh memang tidak kemana. Akhirnya Giok Tien berjumpa

dengan pria yang juga punggawa kerajaan. Nama pria itu adalah Setyoko.

Setyoko memang sudah lama suka dengan Giok Tien. Karena tidak dapat

menahan perasaanya, Setyoko mendatangi Giok Tien dan mengutarakan perasaan

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

31

cintanya. Giok Tien tidak dapat menolak perasaan Setyoko, kemudian mereka

memutuskan untuk menikah.

Akan tetapi, perasaan bahagia tidak selalu bersama dengan Giok Tien.

Sejalan dengan itu, Siok Nio yang sudah lama dilanda sakit akhirnya meninggal

dunia. Sebelum meninggal, Siok Nio berpesan kepada Setyoko agar ia selalu

menjaga anaknya yang Cina itu. Setelah menikah, Giok Tien memutuskan untuk

berhenti dari Sekar Kastubo dan ikut dengan suaminya ke kota. Giok Hong dan

Giok Hwa juga ikut bersama Giok Tien. Di kota, Setyoko diangkat menjadi

senapati dan namanya berubah menjadi Senapi Gurdo Paksi. Tapi tanpa disangka,

Radi Prawiro juga diangkat menjadi Tumenggung dan berubah namanya menjadi

Tumenggung Jaya Sumengah.

Giok Tien kembali tersadar, lalu ia meneruskan mengemas barangnya

untuk pergi ke Negeri Singa. Namun, tiba-tiba pintu rumah mereka digedor oleh

orang-orang bertopeng. Giok Hong dan Giok Hwa dibekap mulutnya dan

diperkosa di depan mata Giok Tien. Giok Tien pun meronta-ronta, ia ingin

berteriak namun mulutnya juga dibekap. Tiba-tiba seorang datang untuk

menyelamatkan Giok Tien. Gik Tien mengira bahwa itu adalah suaminya Gurdo

Paksi. Namun salah, ternyata yang menyelamatkannya adalah Jaya Sumengah.

Setelah itu, Jaya Sumengah segera membawa Giok Tien ke katumenggungan dan

meninggalkan kedua kakaknya yang sudah tak bernyawa itu.

Di katumenggungan, Jaya Sumengah mengutarakan cintanya kepada Giok

Tien yang sedari dulu masih ada padanya. Jaya Sumengah terus memperdaya

Giok Tien dan menjelek-jelekan Gurdo Paksi yang tidak mampu melindunginya

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

32

dan keluarganya. Dengan keadaan sedimikian rupa, Jaya Sumengah tidak dapat

menahan nafsunya dan mencoba memperkosa Giek Tien. Giok Tien meronta-

ronta dan mencoba memberontak. Jaya Sumengah semakin tidak terkendali,

dalam posisi itu tiba-tiba Prabu Amurco Sabdo masuk dan mencoba melarang

tindakan Jaya Sumengah. Kemudian Prabu Amurco Sabdo membawa Giok Tien

ke istana. Prabu Amurco Sabdo tidak sungguh-sungguh menyelamatkan Giok

Tien. Nyatanya ia juga menginginkan tubuh Giok Tien. Prabu Amurco Sabdo pun

memaksa Giok Tien untuk menyerahkan tubuhnya. Tanpa disadari perbuatan itu

ternyata juga dilihat Jaya Sumengah. Jaya Sumengah tidak menghadang tindakan

itu, malah ia senang bahwa sakit hatinya terbalas.

Di lain pihak, Gurdo Paksi kaget melihat rumahnya sudah berantakan.

Ditambah lagi kedua kakak iparnya sudah meninggal dan di sana menancap Kyai

Pesat Nyawa pusakanya dulu. Masyarakat yang ada di sekitar tempat tinggal

mengira Gurdo Paksi lah yang telah membunuh kedua kakak iparnya. Masyarakat

marah melihat Gurdo Paksi yang harusnya menjaga keamanan malah membunuh

kedua kakak iparnya yang Cina.

― Mana mungkin pusaka itu bukan milikmu! Hanya Senapati Pedang

Kamulan yang berhak memiliki keris pusaka Kyai Pesat Nyawa itu. Dan

kau adalah Senapati Pedang Kamulan ini,‖ teriak mereka menyudutkan

Gurdo Paksi (2007:238).

Gurdo Paksi tidak menemukan istrinya. Ia mencari dan bertanya pada

warga setempat. Sayang warga tidak percaya lagi padanya. Hingga akhirnya

Gurdo Paksi meminta pertanggungjawaban ke Prabu Amurco Sabdo.

Setelah Prabu Amurco Sabdo menggagahi Giok Tien, Jaya Sumengah pun

menginginkan hal yang sama. Dalam keadaan yang sudah tak berdaya dan dengan

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

33

baju yang sudah sebagian terbuka, Giok Tien mencoba menghindar dari perbuatan

Jaya Sumengah. Belum sempat Jaya Sumengah melakukan perbuatannya, Gurdo

Paksi sudah sampai di sana.

Gurdo Paksi mengutuk perbuatan kedua orang tua itu. Prabu Amurco

Sabdo dan Jaya Sumengah mengelak dan menuding Gurdo Paksi adalah dalang

dari kekacauan Pedang Kamulan karena ia adalah senapatinya. Di sisi lain,

muncul keraguan dalam Giok Tien tentang kesetiaan suaminya yang dulu berjanji

akan melindunginya sampai mati. Terlepas dari itu, Giok Tien tetap mengutuk

perbuatan Prabu Amurco Sabdo padanya. Ia menuntut agar Prabu Amurco Sabdo

turun dari kekuasaannya, tidak peduli siapa penggantinya. Jika tidak Giok Tien

akan melaporkan perbuatannya pada rakyat. Prabo Amurco Sabdo menghendaki

tuntutan itu dan kemudian posisinya digantikan oleh Aryo Sabrang yang masih

kerabatnya.

Kekuasaan Prabu Amurco Sabdo berakhir, zaman pun berganti. Aryo

Sabrang yang menggantikannya tidak meneruskan tradisi Prabu Amurco Sabdo

yang menundukan rakyat dengan senjata. Akan tetapi, Jaya Sumengah tidak

kemudian menghilang. Ia kemudian diangkat menjadi senapati dan memegang

Kyai Pesat Nyawa.

Empat puluh hari setelah kematian Giok Hong dan Giok Hwa, Giok Tien

datang ke pemakaman kedua saudaranya itu. Ia merenung dan sedih mengingat

kematian kedua saudaranya. Setelah itu, Gurdo Paksi menyusulnya dengan

membawa pakaian prajuritnya yang sudah terlepas. Gurdo Paksi memilih hidup

biasa dan melepaskan semua keprajuritannya. Ia juga meminta maaf dan menyesal

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

34

karena tidak mampu melindungi istri dan saudaranya. Lalu Gurdo Paksi

memeluknya erat-erat. Saat suasana menjadi demikian haru, tiba-tiba anak panah

datang menuju ke arah mereka. Giok Tien yang melihat lebih dahulu mencoba

melindungi Gurdo Paksi. Giok Tien pun tertusuk anak panah itu. Kemudian

ribuan anak panah lainnya menyusul menghampiri mereka. Giok Tien dan Gurdo

Paksi seketika tewas di tempat itu. Dari kejauhan, terdengar suara orang tertawa

terbahak-bahak. Ternyata suara itu datang dari Jaya Sumengah. Mulanya Jaya

Sumengah merasa sangat senang atas kematian mereka berdua. Namun kemudian

ia menyesali karena ternyata ia sangat mencintai Giok Tien. Jaya Sumengah

melihat kedua mayat di depannya berpelukan erat lalu ia mencoba

memisahkannya. Tetapi belum sempat menyentuh kedua mayat itu, keduanya

malah berubah menjadi kupu-kupu yang indah. Jaya Sumengah pun semakin

sedih dan tidak dapat menahan kesedihannya ketika kupu-kupu itu semakin

menjauh. Dari balik awan seakan ia melihat wajah Giok Tien yang dikenalnya

dulu. Rasa sakit itu kemudian menuntunnya untuk menusukan Kyai Pesat Nyawa

ke dadanya. Tubuh Jaya Sumengah pun seketika terjatuh di tempat Giok Tien dan

Gurdo Paksi tadi.

B. Tokoh dalam Putri Cina

Tokoh utama yang terdapat dalam Putri Cina adalah Putri Cina itu sendiri. Putri

Cina adalah tokoh yang membawa ke mana arah cerita. Kemunculannya selalu

ada di setiap cerita. Ia juga yang dikenai peristiwa-peristiwa yang menyangkut

jalannya cerita. Putri Cina itu sendiri sebenarnya terbagi menjadi dua. Putri Cina

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

35

yang pertama ada di masa Majapahit istri Prabu Brawijaya Kelima. Putri Cina

yang ke dua menjelma sebagai Giok Tien yang hidup di masa Pedang Kamulan

sebagai istri Gurdo Paksi.

Baik Putri Cina sebagai istri dari Prabu Brawijaya dan Putri Cina sebagai

Giok Tien adalah dua bagian yang terpisah. Hal ini dikarenakan mereka

menempati ruang dan waktu yang terpisah pula. Penghubung antara Putri Cina

sebagai istri dari Prabu Brawijaya dan Putri Cina sebagai Giok Tien adalah sifat

mereka. Keduanya memiliki sifat yang positif.

Putri Cina yang ada di masa Majapahit adalah orang yang tabah. Ia tetap

sabar walaupun diceraikan oleh Prabu Brawijaya hanya karena alasan

kecemburuan dari istrinya yang lain seperti di bawah ini:

Cerita Kim Liyong tentang diceraikannya Putri Cina oleh Raja Majapahit

tidak terlau menyusahkan hatinya. Ia berpikir, sudah takdirnyalah bagi

Putri Cina, bahwa ia harus diserahkan kepada Arya Damar di Palembang.

Dan Memang beginilah Babad Tanah Jawa bercerita tentang masa itu

(2007:26).

Sifat positif juga diperlihatkan oleh Giok Tien, salah satunya seperti ini:

―Kata papa, kalau ke Taw Low She, mintalah untuk menjadi bijaksana,

Sedang Mama kalau sembahyang di Eyang Djoego juga tidak minta apa-

apa, kecuali minta selamat lahir batin. Aku juga minta selamat,‖ jawab

Gioek Tien (2007:167).

Kesamaan lain pada dua Putri Cina ini adalah konflik yang menimpanya.

Meski begitu, konflik antara Putri Cina di masa Majapahit dan konflik yang

terjadi pada masa Pedang Kamulan berbeda tingkatan. Konflik Putri Cina yang

ada di masa Majapahit lebih bersifat batiniah. Konflik ini lebih membicarakan

identitas Putri Cina itu sendiri dan perasaan bersalah terhadap anaknya Raden

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

36

Patah yang memerangi ayahnya. Putri Cina (Giok Tien) pada masa Pedang

Kamulan lebih bersifat konflik fisik. Konflik fisik ini berupa huru-hara yang

menimpa orang Cina dan pada Giok Tien sendiri.

Sedangkan untuk tokoh tambahan dalam Putri Cina, tokoh jenis ini pun

terbagi menjadi dua karena terbagi menjadi dua sub cerita. Pada masa Majapahit

tokoh tambahannya adalah Prabu Brawijaya Kelima, Jaka Prabangkara, Kim

Liyong, Kim Muwah, Raden Patah, Raden Kusein, Sabdo Palon

Nayanggenggong, Jayameya, Srutasena, Sang Hyang Ismaya, Sang Hyang

Antaga, Sang Hyang Manikmaya, dan lain-lain. Pada masa Pedang Kamulan

tokoh tambahan meliputi Gurdo Paksi (Setyoko), Jaya Sumengah (Radi Prawiro) ,

Wrehonegoro, Prabu Amurco Sabdo, Siok Nio, Giok Hong, Giok Hwa, Korsinah,

dan lain-lain.

C. Latar dalam Putri Cina

Pembagian latar di dalam Putri Cina terbagi menjadi tiga meliputi latar waktu,

tempat, dan suasana sosial. Latar waktu di dalam Putri Cina pada dasarnya sudah

terpilah-pilah sendirinya berdasarkan pembagian subcerita, yakni pada masa

kerajaan Majapahit dan pada masa kerajaan Pedang Kamulan.

Latar tempat dalam Putri Cina sebagian besar adalah Tanah Jawa.

Meskipun begitu sebenarnya ada lagi yakni Cina (ketika Jaka Prabangkara

diasingkan) namun tidak terlalu diperhitungkan karena tokoh utama tidak berada

di sana. Latar tempat Cina hanya sebagai selingan. Sama halnya dengan latar-latar

sampingan lain seperti Palembang, Padang Kurusetra, alam dewata, dan lain-lain.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

37

Pada latar suasana Putri Cina tidak menunjukan keadaan yang tetap. Tentu

hal ini dimengerti, pada masa Putri Cina istri Prabu Brawijaya awalnya orang

Cina membaur dengan masyarakat setempat terbukti dengan menghilangnya

bahasa leluhur mereka sesuai dengan tempat yang di tinggalinya. Kemudian

keadaan itu berubah saat Raden Patah menyerang Majapahit. Suasana menjadi

buruk diakibatkan oleh perang. Begitu juga dengan masa Prabu Amurco Sabdo,

mulanya orang Cina terutama Giok Tien membaur dengan masyarakat setempat.

Hal ini dapat dilihat dengan membaur Giok Tien pada kelompok ketoprak Sekar

Kastubo yang kebanyakan adalah orang Jawa. Kemudian keadaan menjadi

mengerikan, mengingat Prabu Amurco Sabdo berlaku sewenang-wenang pada

rakyat dan melimpahkan kesalahan itu pada orang-orang Cina. Banyak orang-

orang Cina dibantai, wanita Cina diperkosa dan rumah-rumah mereka banyak

yang dibakar.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

38

BAB IV

TERAPAN STRUKTURALISME GENETIK PADA PUTRI CINA

Penerapan teori strukturalisme genetik digunakan untuk mengungkapkan aspek

sosial dalam Putri Cina meliputi identitas, pandangan hidup, dan pembauran

masyarakat Tionghoa. Strukturalisme genetik bukan sekadar penelusuran asal-

usul, namun berkaitan aktivitas kultural manusia dalam menghasilkan karya

sastra. Putri Cina adalah karya yang lahir dari aktivitas kultural Sindhunata

sebagai subjek trans-individual itu. Subjek trans-individual mewakili gagasan dan

perasaan kelompok masyarakat, maka karya sastra mengarah pada pandangan

kelompok untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

Untuk mengungkap aspek sosial yang ada di dalam Putri Cina perlunya

memahami arti dari karya tersebut sebagai strukturasi aktivitas kemanusiaan. Arti

tersebut dapat dipahami dengan strukturalisme genetik yang menekankan pada

enam konsep yakni fakta kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia,

stukturasi, pemahaman, dan penjelasan.

A. Fakta Kemanusiaan

Telah disampaikan pada bab sebelumnya, fakta kemanusiaan merupakan segala

aktivitas atau perilaku manusia baik verbal maupun fisik. Fakta kemanusiaanpun

terbagi menjadi dua yakni fakta individual dan fakta sosial. Dalam fakta

kemanusiaan hanya fakta sosial yang dikatakan berperan, karena fakta itu

mempunyai dampak sosial, ekonomi, maupun politis.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

39

Putri Cina sendiri merupakan karya sastra yang hidup dan menjadi bagian

dari proses asimilasi dan akomodasi yang terus-menerus. Novel tersebut memiki

struktur dan tentu saja bukan sekadar struktur. Struktur itu memiliki arti dan

tujuan tertentu. Struktur dalam Putri Cina merupakan unsur instrinsik antara lain

cerita, tokoh, dan latar yang terdapat pada bab III.

Fakta kemanusiaan di dalam Putri Cina merupakan aktivitas manusia di

dalam novel tersebut. Aktivitas itu dikatakan berperan jika bersifat kolektif karena

memiliki dampak pada hubungan sosial manusia. Aktivitas manusia yang bersifat

individual tidak diperhitungkan dalam fakta kemanusiaan karena tidak memiliki

dampak pada hubungan sosial. Aktivitas yang bersifat individual itu seperti

peristiwa diceraikannya Putri Cina oleh Prabu Brawijaya. Dalam aktivitas ini,

Putri Cina tidak mewakili orang-orang Cina. Peristiwa ini murni aktivitas tokoh

individual. Begitu juga peristiwa Raden Patah melarikan diri dari istana, peristiwa

itu merupakan aktivitas individual karena tidak mewakili kelompok sosial

tertentu.

Fakta kemanusiaan di dalam Putri Cina diwujudkan melalui aktivitas-

aktivitas yang dilakukan oleh Putri Cina dan kaumnya. Aktivitas Putri Cina dan

kaumnya tidak terbatas hanya pada ruang lingkup fisik, namun juga berupa

dialog-dialog yang dilakukan oleh Putri Cina.

Di cerita bagian pertama, fakta kemanusiaan Putri Cina berupa persoalan

identitas tokoh Putri Cina dan kaumnya itu sendiri. Persoalan identitas berupa

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

40

aktivitas Putri Cina sebagai wakil kelompoknya mengidentifikasi diri dalam

kelompok masyarakat yang lebih besar yaitu Jawa.

Tidakkah hidupnya memang tidak punya akar, yang mengikat dia pada

suatu tanah, tempat ia bisa berpijak? Katanya, ia berasal dari Cina. Tapi ia

tidak tahu sama sekali, apakah dan bagaimanakah keadaan di tanah

leluhurnya itu. Dan ke sana; sekalipun tidak pernah.

Dan tidakkah ia dan kaumnya terbang seperti debu, yang berhamburan

kemana-mana? Kaumnya tidak bisa bicara satu sama lain. Bahasa mereka

berupa-rupa, tergantung di mana mereka tinggal. Sementara ia dan

kebanyakan kaumnya pun tidak bisa sama sekali bicara dengan bahasa

leluhur.

Apa artinya merasa menjadi saudara serumpun dan seleluhur, jika mereka

tidak mempunyai bahasa yang menjalin mereka untuk saling bicara? Ia

berpikir, andaikan ia dan kaumnya tidak terikat dengan daging dan darah,

tidak akan pernah mereka saling bersaudara. Betapa daging dan darah

sama sekali tak cukup untuk menjadikan dirinya sebagai manusia sepenuh-

penuhnya. Malahan daging dan darah itu membatasi dia untuk manusia di

tempat ia berada. Ya, setiap kali ia mengeluh tentang dirinya, ia pun

bertanya:

Kita datang ke dunia ini sebagai saudara;

Tapi mengapa kita mesti diikat pada daging dan darah? (Sindhunata,

2007:9-10)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Putri Cina dan kaumnya merupakan

bagian dari kelompok sosial yang terpisah dari tanah leluhurnya yaitu Tanah Cina.

Kelompok sosial ini menyebar ke berbagai wilayah sehingga mereka tidak mampu

berkomunikasi satu sama lain karena menempati wilayah-wilayah yang baru.

Mereka beradaptasi dengan wilayah yang baru dan tidak bisa berbicara dengan

bahasa Cina. Maka, sudah sepantasnya jika Putri Cina lantas mempertanyakan

apakah jika ia dan kaumnya tidak terikat oleh daging dan darah masih tetap

dianggap sebagai saudara. Padahal, daging dan darah yang menunjuk sebagai

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

41

keturunan Cina berdasarkan fisik pada dasarnya hanya membatasi diri mereka

untuk menjadi bagian di tanah baru yang mereka tempati.

Proses identifikasi sosial sebagai fakta kemanusiaan Putri Cina dan

kaumnya tidak berhenti di situ. Identifikasi sosial Putri Cina dan kaumnya sebagai

sebuah kelompok masyarakat meliputi kebiasaan hidup mereka. Kebiasaan hidup

seperti yang dikisahkan dalam Putri Cina merupakan kelompok sosial yang

meterialis. Mereka tergoda mencari harta dan kekayaan.

Ia sendiri terheran-heran, mengapa ia dan kaumnya selalu tergoda untuk

mencari harta dan kekayaan yang berlebih-lebihan. Padahal leluhurnya

mengajarkan berulang-ulang untuk menemukan tao, jalan kebahagiaan itu,

manusia tidak boleh terikat akan benda atau harta apapun jua. Di hadapan

tao, segala usaha manusia tidak akan berarti apa-apa. Apa pun usahamu,

kau harus menerima, bahwa akhirnya gunung-gunung akan tetap hijau dan

sungai-sungai akan terus mengalir, seperti adanya. Dan tidakkah Chuang

Tzu berkata, ―Jika saat berpulang telah tiba, aku hanya membutuhkan

beberapa lembar daun pisang saja.‖ Untuk apakah semuanya, bila akhirnya

manusia cukup dibaringkan di atas daun ketika ia selamanya tidur?

(2007:14).

Kelompok ini tidak hanya tergoda untuk mencari harta. Bahkan, kelompok

tersebut benar-benar mempraktikan usaha mengejar kekayaan tersebut. Praktik

tersebut diwujudkan dengan berbagai cara, khususnya berdagang yang

diwujudkan pada kutipan berikut:

Mereka memang bekerja keras. Berdagang dan mengolah ladang.

Semuanya dikerjakan dengan memeras keringat. Mereka seakan-akan tak

kenal lelah, seolah-olah mempunyai tenaga yang berlipat ganda.

Kesungguhan, ketekunan dan kerja keras, tak pantang menyerah, itu semua

datang dengan sendirinya pada mereka seolah memperoleh anugerah. Tak

mengherakan, di Tanah Jawa ini, banyaklah mereka yang menjadi kaya

dengan harta melimpah (2007:75).

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

42

Di cerita bagian ke dua, fakta kemanusiaan masih berhubungan dengan

cerita bagian pertama. Keterkaitan ini ditunjukan dengan menampilkan konflik-

konflik yang terjadi sebagai akibat cerita bagian pertama. Fakta kemanusiaan di

cerita bagian ke dua dikisahkan bahwa Putri Cina dan kaumnya tidak belajar dari

sejarah kaumnya sendiri. Konflik itu sendiri dilatarbelakangi oleh identitas dan

kebiasaan hidup mereka yang gemar mencari harta.

Putri Cina merasa dirinya sungguh berubah, meski kelihatannya tak pernah

berubah. Ia sungguh tenang. Dan ia ingin, agar kaumnya juga menemukan

kebenaran tao ini. Hanya dengan demikian, mereka bisa sekurang-

kurangnya menahan, agar sejarah kekejaman tidak berulang lagi menimpa

mereka. Sebab ia tahu, betapa sejarah di Tanah Jawa sering mengulangi

kekejaman itu. Tak bisalah ia menyebutkan satu-persatu kekejaman yang

pernah terjadi itu. Tetapi kekejaman itu membayang di hadapan matanya.

Ketika di tahun 1740, kurang lebih 10.000 orang Cina di Batavia dibantai

Kompeni. Ketika di Kudus, tahun 1916 orang-orang Cina mati dalam

kekerasan yang dilancarkan terhadap mereka. Ketika tahun 1946, di

sebelah barat Sungai Tangerang, terjadi pembunuhan besar-besaran, di

mana ratusan orang Cina yang dituduh dengan kejam, mayatnya ditumpuk

dan hartanya dijarah, rumahnya dibakar. Ketika di tahun itu pula, di

Bandung Selatan Tangerang, Mauk dan sekitarnya, ribuan orang Cina

dikorbankan. Ketika di Malang, tahun 1947 tentara Belanda melancarkan

politioneel actie, di mana dilakukan penjarahan, perampokan, perkosaan,

dan pembunuhan terhadap orang Cina. Ketika di tahun yang sama, di

Lawang, rumah orang-orang Cina dijarah dan dibakar. Ketika di tahun

yang sama pula, di Singasari dilakukan pembakaran terhadap rumah-

rumah orang Cina, ketika hari masih pagi. Ketika 1949, tahanan Kalisosok

di Surabaya dilepaskan untuk mendukung gerakan bumi hangus, banyak

orang Cina dibunuh tanpa alasan. Ketika di tahun yang sama, di kota-kota

Kertosono, Nganjuk, Caruban, Madiun, Blitar, Tulungagung, Kediri,

Wlingi, orang-orang Cina terus dijarah, dirampok, dan dibunuh (2007:84-

85).

Orang-orang Cina terlambat menyadari bahwa sejarah di Tanah Jawa

teruslah berulang. Hingga akhirnya mereka sadar saat konflik itu benar-benar

terjadi bahwa identitas dan sikap mereka yang hanya peduli harta adalah bagian

utama dari penyebab konflik tersebut. Mulanya, Kerajaan Medang Kamulan

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

43

dijalankan dengan sangat represif, rakyat sangat ditekan, termasuk orang-orang

Cina. Tidak ada keadilan di Medang Kamulan, hanya raja dan orang terdekatnya

yang dibenarkan. Di Medang Kamulan, raja dan kerabatnya sibuk memperkaya

diri tanpa mementingkan kehidupan rakyat.

Orang-orang Cina di Medang Kamulan sangat tertekan. Mereka dilarang

menjalankan kebudayaan, adat istiadat, dan tata acara agamanya. Nama asli

mereka pun dihapus dan diganti dengan nama pribumi asli. Di Medang Kamulan,

raja dan kerabatnya memperkaya diri dengan memeras orang-orang Cina karena

mereka terkenal kaya.

Hingga akhirnya konflik pun pecah. Rakyat tidak percaya lagi dengan raja

dan meminta untuk segera turun dari tahtanya. Namun, raja menolak dan dengan

dengan segala tipu dayanya gerakan rakyat mudah dibelokan kepada orang-orang

Cina karena mereka kaya dan dianggap pusat kesengsaraan rakyat itu sendiri.

Rakyat pun mengamuk, mereka melampiaskan kekesalan pada orang-orang Cina.

Harta orang-orang Cina dijarah, rumah-rumah mereka dibakar, tempat mereka

berdagang pun dihanguskan. Wanita-wanita Cina tidak luput dari kekejam itu,

banyak dari mereka yang diperkosa. Orang-orang Cina dianggap sebagai bagian

yang terpisah dari orang-orang di Tanah Jawa karena mereka dianggap simbol

kekayaan. Meskipun sebenarnya, orang-orang Cina itu sendiri seperti yang telah

dijelaskan di cerita bagian pertama, sama sekali tidak tahu tentang tanah

leluhurnya itu sendiri. Bahkan menggunakan bahasa leluhurnya sendiri tak

mampu. Mereka telah menyatu dengan wilayah-wilayah yang mereka tempati.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

44

Sesungguhnya itulah yang diinginkan oleh Prabu Amurco Sabdo. Biar

rakyatnya berbeda entah dalam perasaaan salah entah dalam perasaan

benar, pokoknya mereka menjadi satu dan seragam. Maka selama

berkuasa, Prabu Amurco Sabdo selalu mengusahakan kesatuan dan

keseragaman itu. Ia lalai, bahwa dengan demikian ia seperti menyimpan

api dalam sekam. Sebab apa pun halnya, keseragam dan kesatuan itu

sesungguhnya gudang yang menyimpan pertikaian, permusuhan dan

kekerasan di antara rakyat sendiri. Dan suatu saat nanti, api dalam sekam

itu pasti menyala.

Sekaranglah saatnya api itu menyala: rakyat pun bersatu melawan dia.

Satu-satunya lawan adalah dia! Ya, rakyat tak peduli lagi, sesungguhnya

mereka juga bertikai sendiri. Tapi karena semua merasa benar, sehingga

tak ada yang salah, maka kesalahan harus ditimpakan ke satu orang saja.

Dan dia itulah Prabu Amurco Sabdo, yang memang banyak bersalah dalam

membuat mereka sengsara. Tapi bukanlah Prabu Amurco Sabdo, jika ia

tidak dapat keluar dari jepitan dan dakwaan ini. Adakah jalan keluar itu

adalah jalan kematian bagi diri dan kaumnya, orang-orang Cina?

(2007:123).

B. Subjek Kolektif

Strukturalisme genetik menganggap bahwa subjek kolektif atau subjek sosial

membawa perubahan karena memiliki dampak-dampak sosial. Sebjek kolektif itu

sendiri berupa kelas sosial. Putri Cina dan kaumnya adalah representasi dari kelas

sosial. Mereka mewakili kelas sosial yang menguasai alat produksi. Dikatakan

demikian karena Putri Cina sebagai sebuah subkultur di Tanah Jawa mengusai

perekonomian tersebut. Sebaliknya, orang-orang Jawa mewakili kelas-kelas

bawah atau dengan kata lain kelas tidak menguasai alat produksi karena tidak

menguasai perekonomian di Tanah Jawa.

Kelas-kelas sosial bersifat antagonistis. Satu sisi kelas pemilik alat

produksi mempertahankan kedudukannya. Di sisi lain kelas yang tidak memiliki

alat produksi berusaha untuk merebut kedudukan tersebut. Kelas-kelas sosial

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

45

merupakan kelompok yang memungkinkan terjadinya perubahan. Perubahan itu

sendiri dibedakan menjadi dua, seperti yang diungkapkan Faruk melalui kutipan

berikut:

Perubahan yang dilakukan kelas sosial adalah perubahan yang sangat

mendasar, yang sampai kepada perubahan pada tingkat infrastruktur atau

struktur ekonomi masyarakat, tidak sekadar perubahan pada tingkat

superstruktur. Perubahan yang pertama itulah yang perubahan

revolusioner, struktural, sedangkan perubahan kedua hanyalah perubahan

yang reformatif, kultural sebagaimana yang antara lain terlihat pada

perubahan dari tata kehidupan era Orde Baru ke era Reformasi di

Indonesia (2010:64).

Perubahan infrastruktur dalam Putri Cina tergambar melalui peristiwa

pembakaran rumah-rumah dan tempat usaha orang-orang Cina. Pembakaran

rumah-rumah dan tempat usaha orang-orang Cina menunjukan usaha yang

dilakukan oleh orang-orang Jawa untuk merebut pengaruh orang-orang Cina

dalam perekonomian. Selain itu, perubahan superstrukur juga nampak dalam Putri

Cina. Konflik yang berasal dari usaha merebut pengaruh perekonomian tersebut

kemudian membuat perubahan kultural terhadap orang-orang Cina. Posisi orang-

orang Cina lantas termarjinalkan karena kemudian sebagian besar kekuasaan

direbut oleh orang-orang Jawa.

C. Pandangan Dunia dan Strukturasi

Pandangan dunia dalam strukturalisme genetik dianggap sebagai sebuah

pandangan aspirasi-aspirasi, gagasan-gagasan, dan perasaan-perasaan kelompok

atau kelas sosial. Kelompok atau kelas sosial di sini mengacu pada Putri Cina dan

kaumnya yang merupakan subkultur di Tanah Jawa. Mereka mewakili kelas

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

46

pemilik produksi. Pandangan dunia dipahami melalui konsep homologi atau

kesamaan. Konsep homologi menekankan hubungan kesamaan pandangan dunia

dalam karya sastra dan dunia kenyataan realitas sosial. Pandangan dunia itu

sendiri bertujuan, yakni sebagai akomodasi kelompok untuk memecahkan

permasalahan yang dihadapinya.

Putri Cina dan kaumnya adalah bagian subkultur di Tanah Jawa.

Sebenarnya mereka adalah keturunan dari orang-orang di Tanah Cina, karena

mereka menganggap tanah leluhur mereka berada di sana. Namun, sebagai

keturunan Cina yang menyebar ke berbagai wilayah, mereka tidak lagi mampu

menggunakan bahasa Cina. Mereka telah kehilangan sebagian kebudayaan dari

tanah leluhurrnya. Bahkan, mereka sendiri tidak tahu bagaimana keadaan tanah

leluhurnya itu. Pandangan ini, sebagaimana digambarkan dalam Putri Cina

memiliki kesamaan dengan kenyataan sosial. Di dalam dunia nyata, pandangan

dunia Putri Cina memiliki kesamaan dengan masyarakat Tionghoa peranakan.

Masyarakat Tionghoa peranakan seperti dalam deskripsi Skinner (melalui Tan,

1979:x) adalah orang-orang yang mengalami proses akulturasi mendalam dengan

kebudayaan di mana mereka dibesarkan dan dilahirkan.

Putri Cina dan kaumnya sebagaimana diceritakan dalam Putri Cina

merupakan subjek kolektif yang memegang materialisme sebagai bagian dari

kehidupannya. Kelompok tersebut digambarkan sebagai kelompok yang gemar

mengumpulkan kekayaan. Mereka mengumpulkan harta dengan berdagang. Itulah

yang menyebabkan mereka menjadi kelas penguasa di atas kelas orang-orang

Jawa itu sendiri.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

47

Prabu Amurco Sabdo berusaha menciptakan keadaan teratur dengan

menekan pergerakan orang-orang Cina dan melarang aktivitas kebudayaan Cina.

Putri Cina dan kaumnya tidak boleh menggelar kebudayaan yang berasal dari

leluhurnya Tanah Cina. Mereka dileburkan dengan kebudayaan setempat yakni

Jawa dengan mengganti nama asli mereka dengan nama orang-orang Jawa.

Kebijakan yang diberikan oleh Prabu Amurco Sabdo terhadap orang-orang Cina

sebenarnya memiliki kesamaan dengan kenyataan sosial. Kenyataan sosial itu

adalah kebijakan yang muncul pada masa Orde Baru yang dikenal sebagai anti

kebudayaan Cina. Produk Orde Baru tentang anti kebudayaan itu adalah sebagai

berikut:

1. Keputusan presidium kabinet no. 127/U/Kep/12/1966 mengenai ganti nama

bagi Warga Negara Indonesia yang memakai nama Cina.

2. Instruksi presiden no. 14 th.1967 tentang agama, kepercayaan dan adat

istiadat Cina tanggal 6 Desember 1967. Isi intruksi ini adalah

a. Tanpa mengurangi jaminan keleluasaan, memeluk agama dan menunaikan

ibadatnya, tata cara ibadat Cina yang memiliki afinitas kulturil yang

berpusat pada negeri leluhurnya pelaksanaan harus dilakukan secara intern

dalam hubungan keluarga atau perorangan.

b. Perayaan-perayaan pesta agama dan adat-istiadat dilakukan secara tidak

menyolok di depan umum melainkan dilakukan dalam lingkungan

keluarga.

3. Keppres 240/1967 tgl.10 april 1967 tentang kebijaksanaan pokok yang

menyangkut WNI keturunan asing. Isi dari kebijakan ini meliputi persamaan

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

48

kedudukan warga negara RI termasuk yang keturunan asing. Yang terakhir

akan dibina melalui proses asimilasi dan pencegahan ekslusive rasial.

4. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sejak tahun 1978 tentang

kebijaksanaan pembauran etnik Cina. Juga GBHN tahun 1988 yang

menyatakan, usaha-usaha pembauran bangsa perlu dilanjutkan di segala

bidang kehidupan, baik di bidang ekonomi maupun sosial dan budaya, dalam

rangka usaha memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta

memantapkan ketahanan nasional (Greif, 1991:xvii-xx).

Meskipun begitu, nyatanya peraturan yang menekan orang-orang Cina

nyatanya tak mampu membendung sikap antagonisme kelas itu sendiri. Hal itu

dipahami karena saat rakyat marah dan meminta Prabu Amurco Sabdo turun tahta,

dengan mudah kemarahan tersebut disasarkan kepada orang-orang Cina.

Putri Cina adalah bagian dari kelompok orang-orang Cina. Ia memiliki

‗kesadaran nyata‘ sebagai anggota kelompok, kelompok yang kehilangan

sebagian besar kebudayaan leluhurnya dan bagian kelas penguasa ekonomi yang

materialis. Akan tetapi, Putri Cina sebagai tokoh utama juga memiliki ‗kesadaran

yang mungkin‘, yakni kesadaran yang tidak dimiliki secara kolektif kelompok itu

sendiri. Ia adalah tokoh problematis, tokoh yang berusaha mencari jalan

keseimbangan untuk keluar dari situasi krisis.

Putri Cina membangun keseimbangan dengan mempertanyakan sekaligus

mengkritik identitas dan pandangan orang-orang Cina. Keseimbangan tidak hanya

dibangun melalui fokus orang-orang Cina, melainkan juga mempertimbangkan

kedudukan orang-orang Jawa sebagai kelas lain.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

49

Apa artinya merasa menjadi saudara serumpun dan seleluhur, jika mereka

tidak mempunyai bahasa yang menjalin mereka untuk saling bicara? Ia

berpikir, andaikan ia dan kaumnya tidak terikat dengan daging dan darah,

tidak akan pernah mereka saling bersaudara. Betapa daging dan darah

sama sekali tak cukup untuk menjadikan dirinya sebagai manusia sepenuh-

penuhnya. Malahan daging dan darah itu membatasi dia untuk manusia di

tempat ia berada. Ya, setiap kali ia mengeluh tentang dirinya, ia pun

bertanya:

Kita datang ke dunia ini sebagai saudara;

Tapi mengapa kita mesti diikat pada daging dan darah? (Sindhunata,

2007:9-10).

Kutipan ini menunjukan bahwa orang-orang Cina sendiri pada dasarnya memiliki

identitas yang kabur. Identitas ini kabur karena hanya mematok pada hubungan

daging dan darah yang sebenarnya mengacu pada hubungan fisik orang-orang

Cina. Namun, kutipan diatas nyatanya juga sebagai kritik, bahwa identitas itu

sendiri tidak hanya berhenti pada hubungan daging darah, tetapi juga pemahaman

tentang Cina itu sendiri. Bagaimanapun orang-orang Cina seperti yang

digambarkan pada kutipan di atas tidak mampu memahami Cina, sampai akhirnya

Putri Cina menyerukan kepada kaumnya agar menentukan sikap yakni agar

menjadikan Tanah Jawa sebagai tanah leluhurnya.

Memang, pikir Putri Cina, Tanah Jawa seharusnya tak boleh hanya

menjadi sekadar tempat untuk lewat, di mana orang hanya bisa mampir

minum belaka. Tanah Jawa seharusnya menjadi tanah yang mengikat

badan dan jiwa manusianya, agar mereka tidak hanya menjadi seperti roh

halus yang sekadar menengok kejadian hidup di dunia. Memang semua

orang harus meninggalkan dunia ini, tapi itu tidak boleh berhenti, seakan

hanya surgalah tempat hidup mereka satu-satunya. Dunia, ya Tanah Jawa

ini, juga seharusnya menjadi tempat orang merasakan kebahagiannya.

Dengan demikian, Tanah Jawa ini menjadi pancaran bagi kebahagiaan

abadi yang akan diperoleh manusiannya nanti (2007:113).

Sikap materialis adalah sikap orang-orang Cina sebagaimana tergambar

dalam Putri Cina. Putri Cina pun menyadari hal itu karena ia bagian dari

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

50

kelompok. Padahal leluhurnya mengajarkan untuk tidak terikat terlalu pada harta

dan benda. Di sini ada perbedaan antara keterikatan dengan tanah leluhur dan

ajaran leluhur. Putri Cina mengajak kaumnya untuk lepas dari tanah leluhur yakni

Tanah Cina, namun mereka tetap memegang ajaran leluhur itu sendiri. Ajaran

leluhurlah yang membimbing orang-orang Cina agar mereka tidak diperbudak

dengan harta.

Sungguh itu adalah hal yang berlawanan dengan ajaran K‘ung Tzu. Sebab

tidaklah K‘ung Tzu berkata, jauhilah harta, jika hidupmu dperbudak

olehnya, hingga kamu menjadi seperti binatang tak bernyawa. Berkali-kali

K‘ung Tzu mengajarkan jangan anak-cucunya jatuh kepada tetek bengek

dunia yang membuat mereka lupa apa yang pokok bagi hidup mereka. Dan

siapa hanya mengejar harta, tak mungkin ingat, bahwa ia harus mengejar

lebih dari harta, dan itu adalah kemanusiaannya sendiri. Kata K‘ung Tzu,

kemanusiaan itu melebihi api dan air. Manusia bisa mati karena harta. Tapi

kemanusiaan belum tentu ada, kendati manusianya ada karena berharta.

Bila manusia demikian mati, ia akan hilang untuk selamanya, karena

kemanusiaan tak ada padanya. Seharusnya, ia mati, tapi kemanusiaannya

tetap tinggal abadi. Itu artinya, selama hidup ia juga harus mencari

kemanusiaannya itu, melebihi perburuan akan harta yang akan binasa,

ketika ia mati nanti (2007:111).

Akan tetapi konflik terlanjur terjadi karena sikap materialis orang-orang

Cina. Dari sikap itu, kemudian mereka dipinggirkan dari kebudayaan Tanah Jawa.

Melalui peraturan anti kebudayaan Cina, orang-orang Cina seolah menjadi bagian

terpisah dengan orang-orang Jawa. Padahal, mereka seperti yang telah dijelaskan

di atas, telah kehilangan sebagian besar kebudayaannya, bahkan menjadi orang-

orang Jawa. Putri Cina pun bertanya ―Apa salahnya orang Cina menumpuk harta?

Menumpuk harta memang tidak salah. Orang Jawa pun banyak yang menumpuk

harta. Begitu jawab Putri Cina sendiri.‖ (2007:79). Kutipan ini menunjukan

bahwa adanya ketidakadilan dalam memperlakukan orang Cina dan Jawa. Dengan

diberlakukannya anti kebudayaan Cina memperjelas ketidakadilan tersebut.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

51

Orang-orang Cina tidak dibebaskan mengekspresikan kebudayaannya. Berbeda

dengan orang-orang Jawa, mereka dibebaskan mengekspresikan kebudayaan

karena tidak ada peraturan yang mengengkang mereka. Anti kebudayaan Cina

seterusnya mengukuhkan posisi orang-orang Jawa sebagai masyarakat asli

(pribumi) di Jawa yang mengadung makna anti kemanusiaan karena memisahkan

berdasarkan ras. Oleh karena itu, Putri Cina pun menganggap bahwa jalan keluar

ini adalah menghilangkan hak ekslusif kepemilikan tanah yang terlihat seperti

syair Tao Yuan Ming di bawah ini:

Tak berakarlah hidup manusia ini,

seperti debu jalanan, kita berterbangan,

dibawa angin, dan ditebarkan kemana-mana,

terlalu lemah tubuh kita untuk melawan.

Karena kelahiran kita di duna, kita dipersaudarakan,

mengapa masih juga bertanya,

siapakah yang termasuk keluarga kita? (2007:301-302).

D. Pemahaman dan Penjelasan

Putri Cina tidak lain merupakan ‗bagian‘ dari ‗keseluruhan‘ dalam strukturalisme

genetik. Pandangan dunia Putri Cina di atas bersifat abstrak jika tidak

ditempatkan pada keseluruhan. Maka dari itu, untuk menjelaskan hubungan

bagian-keseluruhan digunakan metode dialektik, yakni menekankan pada

‗pemahaman‘ dan ‗penjelasan‘. Pemahaman sendiri merupakan pembacaan Putri

Cina dengan memperhitungkan strukturnya sebagai bagian dari keseluruhan.

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

52

Penjelasan digunakan untuk menghubungkan Putri Cina pada struktur yang lebih

besar yaitu meliputi keadaan sosial pada kenyataan.

Keadaan sosial pada kenyataan tidak terlepaskan oleh Sindhunata sebagai

pengarang. Sindhunata adalah subjek trans-individual yang melahirkan tokoh

trans-individual Putri Cina. Sindunata lahir 12 Mei 1952 di Kota Baru, Jawa

Timur. Ia sendiri adalah keturunan Tionghoa. Pandangan dunia yang terdapat

dalam Putri Cina dianggap mewakili kelompok Sindhunata dalam kenyataan

sosial melalui rentang waktu ia dilahirkan dan karya itu ada. Ini menunjukan

bahwa Putri Cina lahir dari proses strukturasi dari masa Orde Lama, Orde Baru

sampai masa Reformasi.

Selain itu, atribut yang sulit dilepaskan dari Sindhunata adalah karirnya

sebagai seorang jurnalis. Sindhunata pernah menjadi jurnalis Majalah Taruna

terbitan PN Balai Pustaka Jakarta. Ia juga pernah menjadi jurnalis di Harian

Kompas. Tidak hanya itu, ia juga pernah bekerja di Majalah Basis. Strukturasi

dalam Putri Cina dianggap bagian kerjanya sebagai seorang jurnalis yakni melalui

investigative reporting. Hal ini sebagaimana dikatakan Goenawan Mohamad

―Wartawan yang baik akan mencoba mempelajari dokumen-dokumen

bersangkutan dan membongkar keberadaan tindak kejahatan di belakangnya‖

(melalui Harsono, 2010:234). Strukturasi tidak hanya dibangun melalui

pengalaman yang bersifat langsung. Strukturasi Putri Cina juga dibangun melalui

reproduksi peristiwa jauh sebelum Sindhunata lahir dengan menelusuri asal-usul

kelompoknya. Di tambah lagi, tempat Sindhunata melakukan kerja sebagai

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

53

jurnalis mempengaruhi sikap kemana ia condong. Inilah yang membuat kisah

dalam Putri Cina begitu mendalam.

Menjadi wartawan Kompas sejak 1978, Sindhunata berjuang sekeras-

kerasnya mengejawantahkan prinsip humanisme-trensendal. Itulah

ideologi yang ditanamkan almarhum P.K Ojong dan Jacob Oetama kepada

keluarga besar Kompas. Itulah Amanat Hati Nurani Rakyat:

memanusiakan manusia dengan basis ilahiah. Atau, dalam bahasa St.

Sularso, ―kemanusiaan yang imani‖ (Hasyim, 2010).

1. Identitas Orang Tionghoa dalam Putri Cina

Identitas Putri Cina dan kaumnya seperti dikemukan di atas adalah identitas yang

kabur, rumit dan kompleks. Satu sisi, seperti yang digambarkan dalam Putri Cina,

Putri Cina dan kaumnya ialah keturunan dari Tanah Cina. Mereka dihubungkan

pada daging dan darah yang merujuk pada hubungan yang bersifat fisik. Di sisi

lain, Putri Cina dan kaumnya dihadapkan pada situasi bahwa mereka telah

kehilangan sebagian besar kebudayaannya, khususnya bahasa. Ditambah lagi,

Putri Cina dan kaumnya sama sekali tidak tahu bagaimana keadaan tanah

leluhurnya itu. Di cerita bagian pertama, kerumitan identitas Putri Cina ditegaskan

dengan pernyataan ―Dimanakah ia ketika tiada lagi wajahnya? Ia pun bertanya,

siapa ia sesungguhya, dan mengapa ia bernama Putri Cina?‖ (Sindhunata,

2007:14).

Pandangan dunia yang ada di dalam Putri Cina bersifat abstrak dan hanya

nyata di dalam konteks Putri Cina. Pandangan dunia ini nyata jika kemudian di

letakan dalam wilayah keseluruhan yakni dalam wilayah kenyataan sosial.

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

54

Di kenyataan sosial, identitas orang Cina atau Tionghoa tidaklah

sederhana, bahkan cenderung rumit. Gondomono melalui Upaya Mencari Jatidiri

mengungkapkan bahwa Cina diungkapan oleh bangsa Barat melalui beberapa

bahasa seperti a Chinese, een Chinesen dalam bahasa Belanda, atau un Chinois

dalam bahasa Perancis dan lain-lain. Akan tetapi, perlu dipahami bahwa orang

Cina sendiri tidak pernah menyebutkan dirinya sebagai orang Cina—atau dalam

bahasa Cina disebut C’ in ren, suatu nama yang mengacu pada dinasti pertama

yang bisa mempersatukan wilayah yang sangat luas di Asia bagian timur dalam

sejarah Cina yaitu dinasti C’in (221-206SM). Lebih lanjut, sekarang penduduk

RRC lebih suka menggunakan sebutan orang Han (hen ren) yang mengacu pada

dinasti setelah masa dinasti C’in (206 sm-221 ad) (1998:63).

Orang Cina untuk menyebutkan identitasnya biasanya mengacu wilayah

yang sangat beragam. Hal ini tentunya dimaknai sebelum adanya nasionalisme

Cina. Gondomo memberikan keterangan lebih, bahwasanya penyebutan dari mana

asal mereka mesti dibedakan dari tingkat intelektualitas mereka, secara kasar

diungkapkan antara rakyat jelata dan kaum terdidik. Dalam hal ini, rakyat jelata

lebih suka menyebut asal mereka berdasarkan wilayah desa, sedangkan kaum

terdidik mengacu pada negara atau kemudian juga dinasti ketika ia dilahirkan dan

dibesarkan (1998:63).

Gondomono memberikan sebuah pandangan yang benar dan masuk akal

mengingat wilayah Asia Timur yang terus berubah sehingga penyebutan asal-usul

pun berubah mengikuti zamannya. Sebagai contoh pada awalnya filsuf besar dari

Cina, Konghucu yang seringkali dianggap sebagai ‗nabi‘ mulanya dikenal sebagai

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

55

orang Lu (nama tempat di mana ia dilahirkan) 551 SM. Namun, kemudian orang-

orang yang lahir di tempat yang sama tidak menyebut Konghuchu sebagai orang

Lu melainkan dengan sebutan orang Shantung karena ia dilahirkan di dalam

wilayah yang sekarang termasuk provinsi Shantung. Orang Cina menggunakan

nama desa sebagai acuan, mungkin juga tidak berubah-ubah sekalipun wilayah

tersebut dikuasai oleh negara yang berbeda (1998:63).

Asal-usul penyebutan Cina juga diungkapkan oleh Sutami, menurutnya

kata Cina (China dalam bahasa Inggris, Chinees dalam bahasa Belanda,

Chinesische dalam bahasa Jerman dan Chinois dalam bahasa Prancis) adalah

berasal dari bahasa Sansekerta yakni China yang memiliki arti daerah yang sangat

jauh. Kata tersebut sudah berada dalam, buku Mahabarata sekitar 1400 tahun

sebelum masehi. Kemudian kata China menyebar dari Asia ke Eropa dengan

mengalami penyesuaian fonologis. Penjelajah dari Eropa itu antara lain adalah

Marcopolo yang menyebut dengan nama Chin, lalu oleh Barbosa (1516) dan

Gracia de Orta (1563) dengan sebutan China. Istilah tersebut (yang memiliki

pengucapan mirip) kemudian oleh bangsa barat dibawa ke nusantara sejak awal

abad ke 16 (melalui Lembong, 2011:3-4).

Penyebutan nama Cina oleh Gondomono dan Sutami memiliki dua

perspektif yang berbeda. Satu sisi Gondomo menyebutkan Cina merujuk pada

nama dinasti yang pernah berkuasa di Cina daratan. Di sisi lain, Sutami melalui

Lembong memberikan perspektif yang berbeda berdasarkan buku Mahabarata

yang berasal dari 1400 SM. Akan tetapi, dari dua sudut pandang ini memiliki

pengertian yang sama, pada dasarnya orang Cina sendiri tidak menyebut Cina

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

56

untuk mengidentifikasi dirinya, melainkan dari orang lain. Hal tersebut kemudian

ditekankan oleh Wang Gungwu yang dikutip oleh Lembong, bahwa orang-orang

Tionghoa sendiri tidak mengenal apalagi menggunakan istilah Cina atau China

(2011:4).

Selain Cina, istilah Tionghoa juga digunakan untuk menyebutkan

kelompok masyarakat yang berasal dari Cina daratan itu. Menurut Darmosumarto,

istilah Tionghoa berasal dari kata Zhong Guo dari dialek Hokkian. Tionghoa

memiliki arti Negara Tengah (Darmosumarto, 2012).

Dalam sejarah perjalanan Indonesia, istilah Cina dan Tionghoa digunakan

secara bergantian berkaitan dengan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi.

Lembong memaparkan, mula-mula masyarakat di Nusantara menggunakan istilah

Cina tanpa konotasi buruk. Kemudian karena besarnya pengaruh politik ―devide et

impera‖ oleh Belanda, istilah Cina digunakan dengan aksen penuh kebencian.

Setelah itu, istilah Tionghoa muncul untuk menggantikan Cina –yang memiliki

konotasi buruk— ditandai dengan kemunculan Tiong Hoa Hwe Koan

(Perhimpunan Kaum Tionghoa). Istilah Tionghoa juga dikukuhkan seperti

ditunjukan di harian Sin Po yang berkembang pada dekade 1920-an dengan

mengganti istilah Cina menjadi Tionghoa dalam penulisannya. Di lain pihak,

istilah Tionghoa pada tahun 1928 mendapat pengakuan pemerintah kolonial

Belanda. Pada masa perang dingin, khususnya setelah Gerakan 30 September

1965 (G30S), Seminar II AD di Bandung tanggal 25 sampai dengan 31 Agustus

1966 mengusulkan untuk mengganti sebutan Republik Rakyat Tiongkok menjadi

warga negara Tjina (Cina) dengan alasan mengembalikan istilah yang telah lazim

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

57

dan menghilangkan rasa inferior pada bangsa sendiri dan menghilangkan rasa

superior pada bangsa yang bersangkutan (2011:5-9).

Namun, karena tingginya sentimen anti Republik Rakyat Tiongkok setelah

G30S, penggunaan istilah Cina kemudian kembali digunakan oleh banyak orang.

Menurut Coppel dan Suryadinata (melalui Lembong, 2011:10), minggu pertama

September 1966 hampir semua surat kabar beralih dari istilah Tionghoa ke Cina.

Akan tetapi, istilah Tionghoa dan Tiongkok muncul lagi yang dipelopori oleh

Presiden Abdurahman Wahid dengan mencantumkan Republik Rakyat Tiongkok

di dalam laporan kerja pada Agustus 2000 (Darmosumarto, 2012).

Pembahasan istilah di atas pada dasarnya tidak menyelesaikan siapa

sebenarnya orang Cina atau Tionghoa di Indonesia. Selanjutnya istilah ‗Cina‘ dan

‗Tionghoa‘ akan digunakan secara bergantian. Hal ini semata-mata hanya untuk

membedakan konteks wilayah. Istilah Cina digunakan untuk menyebut Putri Cina

dan kaumnya dalam konteks Putri Cina. Istilah Cina juga digunakan untuk

menyebutkan wilayah dalam kenyataan yakni mengacu pada masyarakat dan

wilayah Cina daratan (Republik Rakyat Cina). Istilah Tionghoa dipakai untuk

menyebutkan masyarakat dalam konteks sosial kenyataan di Indonesia dengan

tanpa memberikan muatan politis dan semata-mata karena istilah ini lazim di

masa kini.

Secara awam, untuk mengidentifikasi Tionghoa sangatlah mudah.

Lazimnya apa yang diungkapkan oleh Supatra dapatlah dilihat secara fisiknya

yakni berkulit kuning, berambut lurus, bermata sipit, dan sebagainya (2009:11).

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

58

Atau seperti yang diungkapkan oleh Skinner (1979:1) bahwa untuk

mengidentifikasi orang Tionghoa adalah melalui namanya yang terdiri dari tiga

suku kata itu. Nyatanya, Skinner sendiri kemudian menyangkal, sebab

berdasarkan situasi kultural dan politik –yang akan dijelaskan pada bagian

selanjutnya— mengindikasikan bahwa ras dan nama bukanlah patokan yang kuat

untuk menilai ketionghoaan mereka.

Tidaklah berbeda jauh antara orang Cina dan orang Indonesia. Pengertian

ini mengacu bahwa pada dasarnya di Cina daratan terdiri dari masyarakat yang

beragam etnis. Orang Cina tidak homogen sama sekali. Mereka ini seperti apa

yang diungkapkan oleh Skinner berasal dari propinsi Fukien dan Kwantung

(1979:6). Imigran dari Cina daratan ini pada mulanya adalah laki-laki. Mereka

datang dari wilayah asalnya menggunakan perahu-perahu jung dan ahirnya sampai

di nusantara. Pada umumnya migrasi yang dilakukan oleh orang-orang Cina

dimotori oleh motif ekonomi dan ketidakstabilan pemerintah Cina waktu itu yang

membuat mereka merasa tidak nyaman.

Telah diungkapkan sebelumnya, orang Cinatidaklah homogen. Orang Cina

terdiri dari bermacam-macam etnis. Di daerah asalnya mereka ini sebagian besar

dari orang-orang etnis Hokkian, Hakka dan Kanton.

Orang-orang Hokkian adalah orang Tionghoa pertama kali bermukim di

Indonesia dalam jumlah besar. Mereka merupakan imigran terbesar di antara

imigran-imigran lainnya sampai abad ke-19. Orang-orang Hokkian yang

kemudian menempati wilayah Indonesia di Jawa Tengah, Jawa Timur dan pantai

barat Sumatra.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

59

Selain orang-orang Hokkian, ada juga etnis Teociu. Orang-orang Teociu

berasal dari pedalaman Siatow. Siatow terletak di sebelah selatan dari orang-orang

Hokkian berasal. Mereka kemudian tinggal di sepanjang pantai timur Sumatra,

Kepulauan Riau, Kalimantan Barat serta di distrik-distrik sekitarnya.

Orang-orang Hakka termasuk golongan yang melakukan migrasi secara

besar-besaran ke Indonesia. Pusat kampung halamannya adalah di pedalaman

Kwantung yang memiliki keadaan alam yang tidak begitu subur. Mulanya mereka

tertarik untuk mengusahakan sumber-sumber mineral. Orang-orang Hakka

merupakan etnis yang paling banyak di antara orang Tionghoa yang berada di

distrik tambang emas Kalimantan Barat. Sejak akhir abad ke-19 banyak orang

Hakka yang berdatangan ke Jawa Barat. Mereka tertarik dengan cepatnya

pertumbuhan Jakarta dan dibukanya Priangan sebagai pusat perdagangan orang-

orang Tionghoa.

Masih ada lagi orang-orang Kanton. Mereka tinggal di delta raya Sungai

Mutiara dan Sungai Barat. Mulanya orang Kanton kebanyakan berada di wilayah

Bangka. Namun berbeda dengan etnis Tionghoa yang lain, orang Kanton

kemudian menyebar secara merata seperti di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Bangka, Sumatra Tengah. Sekarang

melebar ke Riau, Jambi dan Sumatra Barat.

Lambat laun para imigran yang kebanyakan laki-laki ini mau tidak mau

menjalin hubungan dengan wanita pribumi setempat. Seterusnya melahirkan

keturunan dan generasi yang bernama Tionghoa peranakan. Atau seperti deskripsi

Skinner di atas, mereka adalah orang-orang yang mengalami proses akulturasi

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

60

mendalam dengan kebudayaan di mana mereka dibesarkan dan dilahirkan

(melalui Tan, 1979:x). Jika digolongankan dalam ras, sebenarnya Tionghoa

peranakan bukanlah orang-orang golongan Tionghoa murni lagi.

Akan tetapi, perlu dipahami juga bahwa tidak semua orang Tionghoa yang

ada di Indonesia adalah orang Tionghoa peranakan. Selain Tionghoa peranakan

terdapat pula Tionghoa totok. Tionghoa totok adalah orang Tionghoa yang lahir di

Cina daratan. Istilah Tionghoa totok juga digunakan untuk menunjuk orang

Tionghoa yang berorientasi pada kultur leluhurnya. Hal itu seperti yang tulis

Supatra ―Lagi pula umumnya disepakati bahwa ukuran ketotokan Tionghoa

Indonesia ini bukanlah kemurnian darah mereka melainkan budaya dan bahasa

utama dalam hidup sehari-hari mereka‖ (2009:13).

Budaya dan bahasa memang bisa dijadikan sebagai tolak ukur untuk

mengidentifikasi ketionghoaan orang Tionghoa Indonesia. Dalam sebuah kutipan

Oetama melalui Kemultibahasaan dan Identitas Orang Cina Indonesia

menjelaskan seperti berikut:

Pemakaian bahasa oleh suatu komunitas Cina dengan sendirinya sudah

menyatakan suatu identitas Cina yang terpisah, dalam arti bahwa suatu

komunitas Cina dapat diidentifikasikan sebagai terpisah melalui bahasa

yang digunakan dalam komunitas itu (1991:131).

Kutipan di atas sebenarnya adalah sebuah penanda yang menunjukan

bahwa bahasa membentuk streotip orang-orang Tionghoa adalah majemuk dan

sebagai orang asing atau bisa diistilahkan nonpribumi. Penanda yang menunjukan

orang Tionghoa majemuk adalah bahasa komunitas yang mereka gunakan pastilah

berbeda-beda. Hal ini dikarenakan seperti yang sudah dijelaskan pada bagian

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

61

sebelumnya, mereka adalah etnis yang heterogen, memiliki bahasa identitas

sendiri-sendiri sesuai darimana asal mereka. Kemudian penanda yang

menunjukan bahwa mereka diistilahkan sebagai nonpribumi adalah bahasa

identitas ini jelas berbeda dengan bahasa masyarakat setempat.

Dalam kehidupan keseharian mereka, orang Tionghoa mengenal bahasa

keakraban. Bahasa keakraban adalah varietas bahasa yang digunakan di

lingkungan rumah tangga dan keluarga dekat juga kerabat dekat (Oetama,

1991:133). Bahasa ini dianggap sebagai ciri yang khusus mengenai identitas

Tionghoa karena bahasa ini adalah bahasa yang khas mereka bawa dari daerah

asalnya. Paling tidak masih bahasa ini terbawa dari generasi ke generasi. Namun

ada sebuah pengeculian, yakni untuk orang-orang Tionghoa di wilayah

Kalimantan Barat yang berbahasa Hakka atau Teociu, komunitas Kepulauan Riau

yang berbahasa Hokkian dan bahasa yang digunakan di wilayah Bangka Belitung.

Di wilayah ini bahasa keakraban mereka gunakan sebagai bahasa komunitas,

berbeda dengan wilayah lain yang menggunakan bahasa keakraban dalam wilayah

yang terbatas. Hal ini menunjukan bahwa pada gelombang kedatangan mereka

selanjutnya, mereka datang dalam jumlah (baik pria maupun wanita) yang relatif

banyak di daerah yang dulunya sepi penghuni. Bisa jadi, di wilayah tersebut

mereka bukan lagi sebagai orang totok yang nonprubumi. Bahkan mereka

dianggap sebagai suku asli. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ong Hok

Ham bahwa sistem totok dan peranakan hanya ada di wilayah Jawa (2008:2).

Pandangan Sindhunata sebagai subjek trans-individual atas masyarakat

Tionghoa yang dituangkan dalam Putri Cina menyatakan bahwa bahasa yang

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

62

digunakan Putri Cina dan kaumnya beragam tergantung dimana mereka tinggal

relatif benar. Meskipun begitu, faktanya bahasa sebagai bentuk identitas

ketionghoaan nyatanya belum bisa menjelaskan secara detil siapa sebenarnya

identitas Tionghoa di kehidupan nyata juga di dalam Putri Cina.

Sejalan dengan klasifikasi secara kultural, khususnya bahasa, rasanya

belum cukup untuk menjawab pertanyaan siapakah sebenarnya jatidiri orang

Tionghoa di Indonesia. Klasifikasi masyarakat Tionghoa di Indonesia nyatanya

terpilah-pilah lagi secara politis. Secara khusus Jawa, seperti latar utama yang

disajikan Sindhunata. Tetap saja mereka seperti yang ditulis Sindhunata sebagai

berikut:

Sia-sialah segala kerinduan untuk pulang ke tanah air, yang entah tidak ia

ketahui dimana. Di sinilah, di tanah Jawa ini, ia hanya melengkapi

takdirnya, dengan hidup sebagai Putri Cina, entah ia keturunan Cina asli

dari negeri Cina, entah ia keturunan Jawa yang diperanakan oleh anak-

cucu Jaka Prabangkara di Negeri Cina (2007:25).

Pandangan dunia ini menunjukan bahwa orang Cina dalam Putri Cina memiliki

identitas yang kabur, entah mereka Cina atau Jawa. Jika ditarik dalam konsep

keseluruhan, pandangan ini menunjuk pada identitas masyarakat Tionghoa itu

sendiri. Mereka terlalu Tionghoa untuk disebut Jawa atau terlalu Jawa untuk

disebut Tionghoa. Namun juga bukan berarti berada di tengah-tengah. Seperti apa

yang dinyatakan oleh Supatara, identitas orang Tionghoa terus-menerus bergeser

sejalan dengan peristiwa-peristiwa penting sejarah (2009:13).

Identitas orang Tionghoa selalu berubah mengikuti kebijakan politik yang

menyertainya. Perkembangan secara politis ini dimulai sejak Belanda menginjak

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

63

kakinya di nusantara. Benar memang jika perkembangan orang Tionghoa tidak

terlepas dari semua kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial.

Pemerintah kolonial yang berkuasa di nusantara membagi sistem

kemasyarakatan menjadi tiga. Pertama orang Barat yang terdiri dari orang-orang

Belanda. Kedua orang Timur Asing seperti Arab, India, dan Cina. Ketiga adalah

orang pribumi sebagai strata paling bawah (Ong Hok Ham, 2008:3; Sadeli

1998:96).

Pengelompokan itu dimaksudkan untuk membagi masyarakat di nusantara

menjadi kategori kelas berdasarkan ras. Sistem inilah yang kemudian dipahami,

meskipun orang Tionghoa telah mengalami akulturasi—kehilangan bahasa dan

budayanya hingga melahirkan pembagian golongan (peranakan dan totok)—tetap

saja mereka dianggap sebagai minoritas asing (nonpribumi). Pemahaman

berdasarkan itulah yang juga dipahami sampai sekarang.

Sepanjang perkembangan orang Tionghoa Indonesia, nyatanya juga tidak

terlepas dari perkembangan orang Cina di Cina daratan. Diketahui, gerakan

nasionalisme Cina lebih dulu berkembang daripada gerakan nasionalisme di

Indonesia. Sejalan dengan itu, orang Tionghoa di Indonesia pada dasarnya sudah

terbelah menjadi dua kubu yakni Tionghoa peranakan dan Tionghoa totok.

Mereka adalah kaum yang memiliki akar yang sama namun terpisah jauh secara

kultural. Totok dalam hal ini menganggap bahwa orang peranakan tidaklah

memiliki seratus persen darah Tionghoa. Pandangan ini disikapi oleh totok

perlunya untuk mentionghoakan kembali kaum peranakan. Di sisi lain, dengan

sukarela mereka yang berdarah campuran ini untuk ikut andil dalam proyek ini.

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

64

Maka muncullah gerakan Pan Tionghoa dengan tujuan khusus mentionghoakan

kembali kaum peranakan.

Pan Tionghoa memiliki program khusus untuk mewujudkan cita-cita itu

yakni dengan program pendidikan dan membuka perkumpulan-perkumpulan

khusus yang sejalan dengan tujuan itu. Di sektor pendidikan mereka

menggunakan bahasa Tionghoa dengan harapan menyatukan kembali bahasa

mereka yang sebelumnya terpecah-belah karena akulturasi yang mendalam seperti

sudah disebutkan di atas. Di dalam perkumpulan, mereka menjujung tinggi

ketionghoaan mereka dan memperjuangkan status kedudukan mereka supaya

sejajar dengan orang-orang Belanda.

Pada jalannya program Pan Tionghoa tidaklah seutuhnya menyuarakan

apa yang diinginkan oleh orang-orang peranakan. Seperti apa yang diungkapkan

Skinner, gerakan ini pada akhirnya hanya berorientasi pada mereka golongan

totok. Terbukti pada tahun 1915 Tionghoa totok mengambil alih pimpinan

gerakan tersebut dan pada tahun 1920 bahwa syarat-syarat penyatuan mengikuti

kebijakan Tionghoa totok (1979:14).

Belanda tidak serta merta membiarkan gerakan ini tumbuh dalam

masyarakat Tionghoa di Indonesia. Maka untuk mengimbangi dan menghalangi

menjamurnya gerakan ini, dibukalah sekolah-sekolah dengan bahasa Belanda

sebagai pengantar. Orang-orang peranakan sebenarnya sudah merasa bahwa

Tionghoa totok tidak menyuarakan aspirasi suara mereka. Dengan pandangan

tersebut para pemimpin-pemimpin Tionghoa peranakan menyerukan agar

masyarakatnya untuk ikut ke dalam sekolah ini. Hal ini dikarenakan sekolah

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

65

tersebut dianggap lebih mewakili keinginan mereka untuk setara dengan orang-

orang Belanda. Atau dengan kata lain, sekolah dengan bahasa Belanda dianggap

lebih modern.

Tetapi perlu dipahami juga bahwa sekolah Belanda tidak hanya

mempengaruhi mereka (peranakan) hanya untuk berorientasi pada Belanda.

Sekolah ini pada seterusnya juga mempengaruhi jalan hidup orang Tionghoa

untuk berorientasi kepada Indonesia mengingat apa yang mereka terima adalah

sikap-sikap modern dari sekolah Belanda. Terbukti, dari gerakan yang dimulai

dari Pan Tinghoa ini kemudian melahirkan beberapa organisasi yang menentukan

kemana arah politik mereka condong.

Ada dua organisasi yang berpengaruh pada masa itu yaitu Partai Tionghoa

Indonesia (PTI) dan Chung Hwa Hui (CHH). PTI adalah partai yang dibentuk

oleh mahasiswa radikal yang menentang baik golongan nasionalis yang berkiblat

ke Cina juga golongan Belanda. Bisa dikatakan bahwa partai tersebut adalah

partai yang mendukung kemerdekaan Indonesia (pro Indonesia). Program partai

tersebut sebagaimana tercatat oleh Greif bertujuan memperjuangkan status

dominan untuk Indonesia dan satu kewarganegaraan untuk semua orang tak

perduli rasnya. Akan tetapi PTI tidak bertahan lama, partai ini mendapatkan

serangan yang berarti dari kubu Tionghoa lainnya. Selain itu, besarnya pengaruh

politik Belanda adu domba yang memisahkan mereka dengan golongan lain

membuat partai ini hancur oleh golongan nasional Indonesia sendiri (1991:8).

Untuk CHH seperti yang sudah dijelaskan, partai ini berkiblat ke Belanda.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

66

Jepang mendarat di Indonesia pada bulan maret 1942. Kedatangan mereka

menandai atas akan berakhirnya masa Belanda di Indonesia. Di lain pihak

perseteruan antara peranakan dan totok mereda dan menjadi tidak penting karena

bagi Jepang mereka adalah masyarakat kelas dua. Di sini, antara peranakan dan

totok dipersatukan kembali dalam perasaan senasib dan sepenanggungan.

Bom atom yang diluncurkan oleh sekutu menghancurkan dua kota penting

di Jepang (Hiroshima dan Nagasaki). Seketika itu juga Jepang menyerah tanpa

syarat dan mencabut kedudukannya atas Indonesia. Dua hari setelah itu,

dimanfaatkan untuk para patriot Indonesia untuk memproklamasikan Indonesia.

Pada tahun 1946 pemerintah Indonesia menawarkan kepada semua orang

Tionghoa yang lahir dan telah lima tahun berturut-turut di Indonesia untuk

memilih kewarganegaraannya. Usia kemerdekaan yang terlalu dini dan dinilai

membuat pemerintahan tidak terlalu stabil, akibatnya pemecahan masalah

mengenai identitas kewarganegaraan cenderung tidak terlalu berhasil.

Usaha untuk mestabilkan keadaan negara terus diupayakan. Baru pada

tahun 1949 —mengacu pada perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB)—orang

Tionghoa kelahiran Indonesia diperbolehkan memilih kewarganegaraanya.

Sedangkan untuk orang Tionghoa kelahiran Cina tidak ada pilihan, mereka harus

menjadi warga negara Cina. Proses ini nyatanya tidak terlepas dari gerakan

nasionalisme Cina yakni apa yang disebut perseteruan dua kelompok besar antara

Partai Komunisme Cina (PKC) yang berhaluan komunis dan Partai Kuomintang

(KMT) yang berhaluan liberal. PKC mendesak golongan totok untuk merangkul

para Tionghoa peranakan kembali ke tanah leluhurnya Cina. Sebaliknya KMT

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

67

mendesak golongan peranakan Tionghoa untuk memilih kewarganegaraan

Indonesia. Hingga akhirnya, kemenangan PKC mengakhiri perseteruan dua

kelompok besar ini. Bagaimanapun kemenangan PKC atas KMT tidaklah

berpengaruh besar, sebagian besar dari masyarakat peranakan lebih memilih

kewarganegaraan Indonesia. Hal tesebut dibuktikan mengingat ketika perjanjian

KMB tidak mendapatkan jalan keluar –karena orang Tionghoa tidak menolak

kewarganegaraan Indonesia juga memilih kewarganegaraan Cina sekaligus—

orang Tionghoa peranakan lebih memilih kewarganegaraan Indonesia mengacu

Perjanjijan Dwikewarganegaraan pada tahun 1955 yang mewajibkan orang-orang

Tionghoa memilih satu kewarganegaraan.

Dari penjelasan di atas dapatlah ditarik sebuah simpulan sederhana, jika

kebudayaan khususnya bahasa dapat dijadikan patokan untuk mengidentifikasi

asal, karakteristik, dan bagaimana kedatangan orang Tionghoa di Indonesia.

Relatif benar jika Putri Cina dan kaumnya tidak dapat menggunakan bahasa

leluhur mereka di Cina daratan. Bahasa mereka berbeda-beda mengikuti di

wilayah mana mereka tinggal. Hal tersebut dimaknai dengan konsep penjelasan

dengan menariknya dalam wilayah keseluruhan (kenyataan) bahwa orang-orang

Tionghoa berasal dari wilayah Cina yang heterogen. Saat mereka memasuki

Indonesia yang heterogen, bahasa mereka pun lalu terbagi-bagi lagi. Selain itu,

jika dilihat dari penggunannya menunjukan bahwa gelombang kedatangannya pun

berbeda-awalnya mereka datang dalam kelompok kecil, kemudian datang dalam

kelompok yang lebih besar. Dari situ pula, dapat dilihat pula bagaimana keadaan

wilayah sebelum orang Tionghoa menempatinya. Seperti halnya di Kalimantan

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

68

Barat, bahkan mereka dianggap orang asli (pribumi) karena wilayah tersebut sepi

sebelum mereka datangi. Berbeda dengan Jawa, sebelum kedatangan mereka

wilayah ini sudah ramai, maka di Jawa lah konsep pribumi dan nonpribumi

berlaku.

Hal yang tidak kalah penting dari segi kultural adalah segi politik yang

menetukan identitas orang Tionghoa di Indonesia. Orang Tionghoa (baik

peranakan dan totok) sejak masa kolonial telah dianggap sebagai bagian yang

terpisah dari orang yang dianggap pribumi. Ini didukung oleh golongan yang

melakukan politisasi untuk mengembalikan para perantauan berorientasi kepada

Cina daratan. Selain itu, gejolak politik Indonesia juga menentukan sikap orang

Tionghoa. Dari sejarah perjalan politik ini, maka dapat diketahui bahwa orang

Tionghoa di Indonesia pada dasarnya memiliki tiga kiblat yaitu ke Belanda, ke

Cina dan ke Indonesia. Dari situ menunjukan bahwa ada orang Tionghoa yang

berkiblat ke wilayah tempat mereka hidup. Atau dalam kehidupan nyata bisa

dilihat jika ada beberapa pemuka Tionghoa peranakan ketika nasionalisme

mencapai puncaknya antara lain Tam Kin San, Kwe Hing Ciat, Tjou Bou San,

Hauw Tek Kong dan Oey Soen You saat hijrah ke Cina dan tinggal di sana—

kecuali Tjou San— menganggap bahwa Cina adalah negara yang asing untuk

peranakan (Supatra, 2009:14). Mereka inilah orang Tionghoa yang berkiblat ke

Indonesia. Akan tetapi, perlu dipahami juga sejak diberlakukannya perjanjian

Dwikewarganegaraan pada tahun 1955 –yang menuntut orang Tionghoa untuk

memilih kewarganegaraan—menunjukan bahwa orang Tionghoa yang tinggal

setelah tahun itu, hanya orang Tionghoa yang berorientasi ke Indonesia. Sehingga

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

69

tidak heran di dalam Putri Cina muncul sebuah tulisan ―Ampun saya memang

Cina tapi sudah lama menjadi orang Jawa‖ jerit orang Cina menyayat

(Sindhunata, 2007:150).

2. Pandangan Hidup Orang Tionghoa dalam Putri Cina

Perjalanan orang Tionghoa di Indonesia telah mengalami sejarah yang panjang.

Namun, tetap saja mereka diragukan berkaitan dengan loyalitas mereka. Melihat

hal tersebut, pemerintah mengupayakan banyak cara untuk mengatasi

permasalahan orang-orang Tionghoa ini. Puncaknya dengan diberlakukannya

program asimilasi yang gencar-gencarnya dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.

Pemerintah Orde Baru secara gigih dan konsisten mengupayakan

terjadinya suatu masyarakat yang tertib. Hal itu membuat pemerintah

melaksanakan asimilasi secara ketat. Asimilasi sendiri memiliki pengertian seperti

yang diungkapkan oleh Jahja (melalui Greif, 1991:xiii), tidak menganggap etnik

Cina yang sudah warga negara Republik Indonesia (RI) sebagai minoritas maupun

sebuah suku baru yang sederajat dengan Jawa, suku Aceh, suku Madura, dan

sebagainya. Lanjutnya, asimilasi berarti menghilangkan ekslusivisme-seketurunan

yang sudah ada sejak zaman dahulu. Atau dengan kata lain meleburkan budaya

asli.

Program asimilasi Orde Baru sejatinya adalah program anti kebudayaan

Cina seperti telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Program ini meliputi

penggantian nama, dari nama Cina ke nama Indonesia. Kemudian pelarangan

terhadap aktivitas kebudayaan Cina. Dalam konteks kenyataan sosial, asimilasi

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

70

berdampak hebat pada aktivitas masyarakat Tionghoa. Asimilasi merupakan

penghapusan pilar-pilar kebudayaan Tionghoa meliputi pers berbahasa Tionghoa,

sekolah menengah Tionghoa dan organisasi etnik Tionghoa. Kebijakan tersebut

tidak pernah dilakukan oleh Orde Lama, karena pada dasarnya asimilasi tidak

sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Kebijakan Orde Baru dinilai sangat

kabur. Penilaian itu mendasar karena asimilasi yang dianggap menyatukan, pada

jalannya asimilasi lebih bersifat anti asimilasi. Hal tersebut seperti yang

diungkapkan oleh Suryadinata di bawah ini:

Namun, dalam praktiknya seringkali asimilasi berjalan dengan kabur dan

bertentangan dan bahkan dalam beberapa kebijakan Soeharto cenderung

anti asimilasi karena pertimbangan keadaan politis. Sebagai contoh,

toleransi terhadap agama-agama minoritas dan pembedaan terhadap

pribumi dan nonpribumi cenderung malah memilah, bukan

mempersatukan etnik Tionghoa dan orang Indonesia asli. Dengan

perkataan lain, etnik Tionghoa tetap terpisah dengan komunitas tuan

rumah (2003:2).

Jika demikian, maka bisa dikatakan asimilasi (anti kebudayaan Cina)

merupakan sebuah program yang serampangan. Tentu saja, mengingat baik di

dalam Putri Cina maupun di dalam kenyataan sosial, mereka (baik Putri Cina dan

kelompoknya atau masyarakat Tionghoa dalam kenyataan sosial) merupakan

kelompok yang telah kehilangan sebagian besar kebudayaannya. Program

asimilasi justru kembali memposisikan mereka sebagai orang asing. Tanpa

adanya program asimilasi, mereka dengan sendirinya sudah melakukan asimilasi

secara alamiah karena melebur dengan kebudayaan setempat. Di dalam kenyataan,

orang Tionghoa yang telah kehilangan sebagian besar kebudayaannya dapat

dilihat dari wawancara yang dilakukan Greif terhadap wanita berusia 52 tahun di

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

71

Yogyakarta. Responden tersebut memiliki suami berasal dari keluarga campuran.

Mereka mengaku tidak tahu menahu tentang nenek moyang mereka.

T: Apa-apa sajakah yang menjadi identitas Anda?

J: Kami adalah kelompok lama yang tidak terpisahkan dari budaya Jawa.

Kami bangga dengan latar belakang budaya campuran kami. Kami

menganggap jawa Tengah, dan bukan Cina, sebagai kampung halaman

kami (1991:49-50).

Meskipun asimiliasi dijalankan secara ketat, nyatanya program ini tidak

mampu menghilangkan sentimen yang bersifat rasial pada orang-orang Tionghoa.

Sentimen ini tidak muncul begitu saja, namun telah memiliki sejarah yang

panjang.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, keberadaan orang Tionghoa di

Indonesia tidak bisa dipisahkan oleh keberadaan pemerintah Belanda. Awalnya

kedua kelompok ini memiliki tujuan yang sama yakni untuk berdagang.

Selanjutnya mereka menjalin kerja sama dan menjadikan orang Tionghoa

berkedudukan sebagai perantara. Akan tetapi pada jalannya, hubungan ini tidak

berjalan mulus seperti apa yang ditulis Ong Hok Ham, hubungan ini melahirkan

pembantai besar-besaran di Batavia pada tahun 1740 yang menewaskan kurang

lebih 10.000 jiwa (2008:20) .

Setelah peristiwa itu, pemerintah Belanda memberikan kebijakan resmi

untuk membagi masyarakat menjadi tiga golongan yaitu golongan Barat,

Golongan Timur Asing (Cina, Arab, dan lain-lain), dan golongan pribumi. Pada

praktiknya kebijakan ini juga membagi mereka berdasarkan tempat tinggalnya.

Untuk orang Tionghoa wilayah tempat tinggal mereka disebut pecinan. Kebijakan

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

72

ini juga ditambah dengan memberlakukan pajak jalan untuk orang Tionghoa

sehingga menghalangi pergerakan fisik mereka.

Dengan pembatasan ini orang Tionghoa hanya mampu mengembangkan

kehidupan di bidang ekonomi. Namun tidak semua orang Tionghoa harus

mengalami kesusahan apa yang dialami oleh orang Tionghoa lainnya. Hal ini

dikarenakan orang-orang yang secara mapan di bidang ekonomi kemudian

ditunjuk untuk menjadi opsir-opsir Belanda menarik pajak.

Munculnya gerakan Pan Tionghoa berpengaruh langsung pada kehidupan

mereka. Gerakan ini pada jalannya menuntut mereka untuk setara dengan pihak

Belanda dengan menghapuskan sistem tempat tinggal yang terpusat itu. Gerakan

ini memang terbukti berhasil. Efek dari gerakan ini adalah keluarnya dari modal

orang Tionghoa yang sebelumnya terpusat pada wilayah-wilayah tempat tinggal

mereka sebelumnya. Hasilnya adalah berkembangnya usaha mereka disertai

dengan rasa tidak senang oleh golongan pribumi terutama golongan menengah

atas seperti yang Ong Hok Ham ungkap sebagai berikut:

Ketika pemerintah mencabut larangan pembatasan mobilitas orang Cina

pada 1905, para pengusaha Cina berpindah keluar dari perkampungan

minoritas dan datang berbondong-bondong untuk bersaing dengan kelas

pengusaha jawa.

Sarekat Dagang Islamiyah yang kemudian menjadi Sarekat Islam (1912)

terbentuk sebagai respon dari perkembangan ini dan terus berlanjut

menjadi gerakan massal sosial dan politik di Hindia,

Huru-hara anti Cina yang pertama terjadi pada 1908 di Kota Kudus yang

memiliki borjuasi orang Jawa dan muslim yang kuat. Awal mulanya

karena prosesi klenteng Cina yang melukai orang muslim. Akan tetapi,

insiden ini terjadi karena latar belakang persaingan kelas menengah

(2008:22).

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

73

Nampaknya kekerasan yang berbau rasial memang berasal dari pemerintah

Belanda yang memilah-milah kelompok masyarakat berdasarkan ras itu. Konflik

lainnya terjadi pada tahun 1959 sejak diberlakukannya Perjanjian

Dwikewarganegaraan. Orang-orang Tionghoa dilarang berdagang di pedesaan.

Selain itu, konflik juga terjadi pada tahun 1963 di Bandung, Cirebon, Semarang,

dan sekitarnya.

Orde Baru dengan asimilasi secara ketat dinilai tidak mampu

menyelamatkan mereka dari konflik-konflik bersifat rasial yang sebagian besar

dipengaruhi oleh motif ekonomi. Puncaknya, konflik itu sendiri berulang ketika

Orde Baru berakhir.

Kerusuhan anti Cina yang sekarang terjadi di Jakarta merupakan akibat

kecemburuan dan sentimen berbau rasis. Komunitas Cina telah

menunjukan kreativitas dan memperoleh sukses meskipun kedudukan

mereka tidak dikenal dalam masyarakat (Ong Hok Ham, 2008:24).

Keberhasilan orang Tionghoa memang sulit dipisahkan dari keunggulan

mereka di bidang ekonomi. Mereka dianggap elemen penting di antara kelas

menengah dan kelas atas kapitalis Indonesia. Kebanyakan dari mereka adalah

usahawan, pedagang, profesional dan orang terlatih.

Walaupun terdapat orang-orang cina miskin, namun tidak boleh dilupakan

bahwa tujuh atau delapan dari sepuluh besar kapitalis di indonesia aslinya

orang Cina. Dalam daftar 200 orang terkaya di seluruh negara Indonesia,

lebih dari 50% adalah orang Cina (Ong Hok Ham, 2008:19).

Gordon Reading (melalui Ong Hok Ham, 2008:29) menyatakan

bagaimanapun orang Cina tidak akan menghilangkan identitasnya, artinya selalu

merasa sebagai bagian dari peradaban yang palng kuno. Pandangan itu kemudian

ditolak Ong Hok Ham. Hal ini dikarenakan, untuk menilai ketionghoaan mesti

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

74

dilihat dari beberapa sisi. Identitas ekonomi orang Tionghoa relatif terjaga

daripada segi politis dan kultural mereka. Hal ini beralasan karena posisi politis

dan kultural mereka berubah-ubah berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sejarah.

Perkembangan politis dan kultural sulit digunakan untuk menjangkau

keberhasilan mereka di bidang ekonomi. Oleh karena itu, untuk menjangkau

keberhasilan tersebut perlunya melihat kehidupan religius mereka.

Orang Tionghoa memiliki karakteristik yang khas dalam kehidupan

religius mereka. Begitulah laporan penelitian Wilmott (1960) di Semarang

(melalui Supatra, 2009:17). Sikap keagamaan mereka baik di Cina daratan

maupun di Semarang memiliki kesamaan dan belum dipengaruhi oleh idiologi

Barat ataupun agama Kristen dalam menyikap agama-agama yang ada.

Ciri pertama adalah toleran. Sikap toleran itu diduga masih berhubungan

dengan Konfusius. Bagi orang Tionghoa, Yang Maha Kuasa itu baik, maka untuk

menyatakan sikap religius ini diwujudkan dengan membahagiakan sesama

manusia. Berangkat dari sini, seperti apa yang diketengahkan Willmott kepada

respondennya terhadap pemilihan jodoh, 50 % menjawab latar belakang agama

menjadi pertimbangan penting, 50 % menjawab tidak. Ini menunjukan sikap

religius mereka bisa dikatakan tetap walaupun berpindah-pindah dari agama satu

ke agama lain. Tentu juga hal tersebut dipengaruhi sikap agama yang dipeluk, jika

agama yang dipeluk konservatif maka sikap toleran tidak dipertahankan, begitu

juga sebaliknya.

Ke dua adalah ekletik. Orang Tionghoa di Indonesia mengenal Tri Dharma

sebagai bagian dari kehidupan religius mereka. Tri Dharma sendiri terdiri Budha,

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

75

Konfusius dan Tao, kadang juga ditambah shenism. Mereka tidak segan-segan

menggabungkan beberapa unsur kepercayaan karena bagi mereka semua agama

adalah baik.

Ciri berikutnya adalah pragmatis. Orang Tionghoa tidak segan memungut

ajaran apapun jika itu dirasa membawa kebaikan bagi mereka. Sudah tentu dapat

dilihat dari sikap mereka dalam pemujaan terhadap dewa dan leluhurnya. Mereka

membawa ―apa-apa‖ saja untuk persembahan seperti makanan, minuman, uang-

uang, rumah-rumahan, dan lain-lain. Keyakinan mereka terhadap akhirat

diwujudkan dengan keyakinan terhadap dunia dengan membahagiakan sanak-

saudara mereka. Sikap inilah yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan

ekonomi orang Tionghoa. Bagi orang Tionghoa menjadi kaya dibenarkan oleh

Tuhannya, karena dengan menjadi kaya kebajikan dapat dilakukan terhadap

saudara mereka, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.

Pandangan dunia dalam Putri Cina yang menunjukan bahwa mereka

adalah orang-orang yang kaya relatif benar. Spirit berdagang untuk mencari

kekayaan (materialis) ditunjang oleh aktivitas religius mereka, seperti aktivitas

yang ditunjukan Giok Tien pada kutipan berikut:

Giok Tien juga selalu menyiapkan makanan dan kue-kue kesenangan

kedua kakaknya di meja sembahyangan itu. Dihidangkannya di sana nasi

bakmoi dan mihun goreng, serta sup merah. Ditaruhnya kue mangkok, kue

ku, kue perut ayam, roti kukus, roti goreng, dan cakwe. Juga buah pir dan

kelengkeng. Tak lupa, sepoci teh dengan tiga buah cangkir, dan sesloki

ciu.

Sambil memandang asap hio yang membumbung dari hiolo, tempat dupa,

Giok Tien teringat, betapa dulu mereka bertiga amat menyukai makanan

dan kue-kue itu. Sekarang Giok Hong dan Giok Hwa tak mungkin lagi

menemaninya, menikmati teh Cina, dan menghangatkan diri dengan

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

76

minuman ciu, bertiga satu sloki, sebagai tanda eratnya persaudaraan

mereka (Sindhunata, 2007:280).

3. Jalan Keluar dari Konflik

Permasalahan mendasar dalam Putri Cina terhadap orang-orang Cina dan

kenyataan sosial pada masyarakat Tionghoa ialah identitas dan sikap materialis.

Permasalahan identitas kenyataan sosial merupakan bentuk kecurigaan terhadap

loyalitas yang dipengaruhi oleh motif ekonomi. Maka, untuk mengendalikan

masyarakat Tionghoa diberlakukanlah program asimilasi oleh pemerintah Orde

Baru, yakni meleburkan kebudayaan yang sebenarnya telah hilang. Asimilasi

dianggap kembali memposisikan orang-orang Tionghoa sebagai orang asing

(nonpribumi).

Kebijakan asimilasi dinilai mengorbankan banyak hal daripada

memberikan manfaat. Kebijakan untuk menyatukan orang Tionghoa dalam

kebangsaan Indonesia cenderung anti kemanusiaan karena terpengaruh dengan

kebijakan kolonial yang memisahkan mereka berdasarkan ras. Tokoh Putri Cina

sebagai tokoh trans-indivual selalu menekankan untuk memegang nilai-nilai

leluhur tetapi tidak berorientasi pada tanah leluhurnya itu. Pandangan dunia ini

dekat dengan konsep integrasi yang ada pada Orde Lama. Integrasi berarti

menjadikan orang Tionghoa sebagai suku bangsa baru keturunan Cina. Konsep ini

muncul di bawah organisasi Badan Permusyawaratan Kewaganegaraan Indonesia

(Baperki) yang didirikan tahun 1954 dan bubar pada tahun 1965. Baperki lebih

menekankan pada persolan kewarganegaraan. Sebagaimana dinyatakan

Suryadinata (2003:8), konsep kewarganegaraan lebih bersifat hukum atau politik.

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

77

Lebih jauh, Sindhunata melalui Putri Cina menolak asimilasi (anti

kebudayaan Cina) yang cenderung pada persolan pribumi dan nonpribumi dengan

menekankan pada ‗kemanusiaan‘ itu sendiri kepada khalayak luas. Kemanusiaan

itu sendiri diwujudkan dengan menolak sikap ekslusif kepemilikan wilayah

(konsep pribumi dan nonpribumi) melalui syair dari penyair Tao Yuan Ming

seperti yang disebutkan di atas. Syair tersebut menjelaskan bahwa pada dasarnya

manusia adalah makhluk yang tidak punya akar dan bertebaran kemana-mana.

Syair Tao Yuan Ming tersebut sejalan dengan Abdurahman Wahid yang dikutip

oleh Suryadinata sebagai berikut:

Banyak orang Indonesia, termasuk NU yang dipimpinnya, seringkali

menganggap etnis Tionghoa orang Indonesia, dan mencatat bahwa ini

salah. Kesalahan tersebut berasal dari konsep pribumi, yang menganggap

bahwa orang Tionghoa sebagai ras non pribumi. Ia mengatakan lebih

lanjut bahwa Indonesia terdiri bukan hanya dari dua ras, melainkan tiga,

yaitu: ras melayu, austro melanesia dan cina. Ketiga ras tersebut yang

membentuk kebangsaan kita. Ia sendiri menyatakan dirinya berdarah

sebagian Cina dan sebagian Arab, dan mengatakan bahwa tidak ada

keturunan asli (2003:7).

Eddy Sadeli melalui Pribumi dan Non-Pribumi Benarkah Ada?

menyatakan bahwa dua ribu tahun yang lalu, Indonesia adalah wilayah yang

kosong, lalu wilayah ini didatangi oleh orang-orang dari beberapa dari golongan

ras yaitu Ras Negroid, Wedoid, Melayu Tua, Melayu Muda, Indo Asia dan Indo

Eropa (1998:92).

Ras Negroid memiliki ciri-ciri kulit hitam, tinggi dan rambut kriting.

Mereka berasal dari Afrika dan sekarang menempati Irian. Ras Wedoid memiliki

ciri-ciri kulit hitam, tubuh sedang dan rambut keriting. Ras ini datang dari India

bagian selatan dan sekarang mendiami Kepulauan Maluku, Timor-timor dan

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

78

Kupang. Ras Melayu Tua memiliki ciri-ciri kulit sawo matang, tubuh tidak terlalu

tinggi dan rambut lurus. Ras ini berasal dari Tiongkok bagian selatan, mereka

menempati wilayah Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Sumatra

Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara

Barat, Kalimantan, dan Sulawesi. Ras Melayu Muda memiliki ciri-ciri kulit sawo

matang agak kuning, tubuh tidak terlalu tinggi, dan rambut lurus. Ras ini

menempati Riau, Minangkabau, Palembang, Lampung, Toraja, dan Manado.

Terakhir adalah Indo Asia dan Indo Eropa, mereka ini terdiri dari etnis Arab, etnis

India, etnis Jepang, etnis Pakistan, etnis Tionghoa dan lain-lain.

Dalam Putri Cina ajaran leluhur sangat berperan pada kehidupan tokoh

Putri Cina. Pada kenyataan sosial, orang Tionghoa sebelum memeluk agama yang

bersifat monoteistik seperti agama Islam, Kristen, Katolik, dan Yahudi cenderung

mengalami kesulitan untuk menafsirkan agama mereka sendiri. Agama

monoteistik mengenal tuhan, kitab suci dan nabi sebagai bagian dari kehidupan

religius. Namun, berbeda dengan orang Tionghoa, mereka tidak mengenal tuhan,

kitab suci, dan nabi sebagai bagian dari kehidupan religius mereka. Orang-orang

Tionghoa pada kehidupan religius mereka lebih mengenal dewa-dewa yang

jumlahnya ratusan daripada tuhan, nabi ataupun kitab suci. Seperti apa yang

ditulis Ong Hok Ham, untuk memahami kehidupan orang Tionghoa, perlunya

menggunakan kerangka kepercayaan orang Romawi kuno. Dari sini dapatlah

diketahui bahwa kerangka kepercayaan orang Tionghoa mengacu pada

kepercayaan yang sifatnya tradisional. Penjabaran dari kepercayaan tradisional ini

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

79

dapat ditemui saat mereka menjadikan Laksamana Cengho sebagai dewa yang

disembah (2008:118).

Orang Tionghoa mengenal kelenteng sebagai tempat peribadahan mereka.

Kelenteng berbeda dengan masjid atau gereja. Di kelenteng orang Tionghoa

meminta pertolongan pada kekuatan supranatural seperti meminta rezeki,

kesehatan, karir, jodoh, dan lain-lain. Sudah menjadi jelas bahwa permohonan

pada kekuatan supranatural merupakan penjabaran dari kepercayaan terhadap

kekuatan magis dewa-dewa seperti yang telah disebutkan di atas. Hal ini

menunjukan bahwa mereka masih memegang tradisi kepercayaan lokal tradisional

yang jauh untuk dikatakan sebagai sebuah agama (Ong Hok Ham, 2008:118).

Di dalam Putri Cina struktur ini ditemui di beberapa bagian. Salah satunya

dapat dilihat di kutipan berikut:

Ia melanjutkan sembahyangnya. Bersujudlah ia di kimsin atau patung

Kongco Hok Tek Ceng Sin. Kongco Hok Tek Ceng Sin adalah pelindung

orang miskin. Ia tidak menuntut persembahan apa-apa. Ia juga mau

ditempatkan di mana saja. Jamban pecah pun bisa dijadikan sebagai

tempat pemujaannya. Katanya akan mudah terkabullah bila orang

memohon rezeki lewat perantara Kongco Hok Tek Ceng Sin. Panen akan

berhasil, dan ternak akan berkembang biak, kalau orang rajin memuja

Kongco Hok Tek Ceng Sin.

Karena kemurahan hatinya, ia diangkat menjadi petugas Pintu Langit

Selatan untuk menjaga kebun buah dewa. Karena itu orang-orang memuja

dia sebagai dewa bumi. Kongco Hok Tek Ceng Sin digambarkan sebagai

orang tua, ptuih jenggot dan rambutnya, dan selalu tersenyum ramah. Ia

ditemani seekor harimau, yang namanya Hu Jiang Jun. Harimau itulah

yang membantu Kongco Hok Tek Ceng Sin mengusir roh jahat dan

menolong rakyat dari malapetaka (Sindhunata, 2007:39).

Orang Tionghoa juga mengenal Konfusius sebagai bagian dari kehidupan

religius mereka. Inti ajaran Konfusius adalah dunia yang harmonis. Hubungan

harmonis ini diwujudkan melalui pengabdian seorang anak kepada orang tua, baik

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

80

yang sudah hidup maupun yang sudah meninggal. Dalam hierarki yang lebih

besar, kepercayaan ini diwujudkan melalui penghormatan terhadap dinasti. Ini

masih jauh dari kategori agama karena Konfisius hanya mempertimbangkan

dunia, bukan akhirat(Ong Hok Ham, 2008:120).

Orang Tionghoa yang melakukan migrasi pada umumnya adalah ekonomi

kelas bawah. Konsep tentang Konfusius tidak terlalu berpengaruh. Pada masa

dinasti Quing orang-orang Tionghoa yang keluar dari Cina dianggap pengkhianat.

Hal ini disebabkan mereka (para perantau) telah meninggalkan tanah leluhur

dianggap telah mengkhianati ajaran Konfusius. Meski begitu, orang-orang

perantauan beranggapan lain, bagi mereka penghormatan terhadap orang tua

dimulai dari tempat mereka berada. Orang inilah yang disebut sebagai generasi

pertama.

Secara umum penghormatan terhadap dewa dan orang (leluhur) yang

sudah meninggal disebut senism. Menurut Gondomo, pemeluk senism percaya

bahwa keberhasilan seseorang tidak hanya tergantung pada kerajinan, kepandaian,

kepiawaian atau kerja keras, namun juga tergantung pada arwah-arwah, para dewa

dan tokoh yang didewakan, serta terutama sekali dari leluhur mereka sendiri

(1998:66).

Dalam praktik senism (baik penghormatan kepada dewa-dewa dan

konfosius) orang Tionghoa mengibaratkan kehidupan di akhirat seperti kehidupan

di dunia nyata. Mereka membawa buah-buahan, makanan, minuman sebagai

prosesi ritual mereka. Atau juga membakar uang (dari kertas), rumah-rumahan

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

81

dari kayu, mobil-mobilan dari kardus dengan harapan orang yang sudah

meninggal dapat menikmatinya di kehidupan sana.

Dengan melihat penjabaran sikap religius orang Tionghoa di atas. Sudah

barang tentu sulit untuk menilai agama mereka. Sikap religius mereka bisa

dipandang negatif karena mereka akan dinilai sebagai orang-orang yang hanya

mementingkan urusan dunia. Maka dari itu, wajar jika mereka lebih sering

mengalami konflik yang sifatnya ekonomi. Akan tetapi juga bisa positif jika

mereka tetap berpijak pada nilai-nilai konfusius. Orang-orang Tionghoa

perantauan harus menganggap bahwa tanah yang baru adalah tanah leluhur

mereka. Maka mereka haruslah berbakti pada tanah yang baru ini sesuai dengan

prinsip-prinsip Konfusius. Jadi, masuk akal bila Sindhunata selalu menekankan

kepada orang-orang Tionghoa melalui Putri Cina untuk berpegang teguh pada

nilai-nilai luhurnya agar mereka tidak dianggap sebagai binatang ekonomi.

Mengapa orang Cina hanya sibuk mencari harta? Begitu pikir Putri Cina.

Ia bilang, nafsu akan harta bukanlah kodrat orang Cina. Tidakkah K‘ung

Tzu berkata ―Kau tak usah resah jika kau tak punya jabatan. Tapi kau

harus resah jika jabatanmu tak ada nilainya. Kau tidak usah resah, jika kau

tidak mempunyai kehormatan, tapi kau harus resah, jika kehormatanmu

tiada nilainya. Kau tidak usah resah jika kau tidak punya harta, tapi kau

harus resah, jika hartamu tidak ada nilainya.‖

Jadi menurut K‘ung Tzu, orang tak dilarang mencari harta, asalkan harta

itu ada nilainya. Pikir Putri Cina, adakah nilai dalam kekayaan yang kini

diburu mati-matian oleh orang Cina, jika harta itu tidak dibagikan kepada

sesamanya? (Sindhunata 2007:78).

E. Pandangan Dunia Masyarakat Tionghoa dalam Putri Cina

Putri Cina merupakan struktur yang berarti. Keberartian ini karena Putri Cina

merupakan strukturasi dari kenyataan sosial yang dihasilkan oleh Sindhunata

sebagai subjek trans-individual. Dengan menggunakan strukturalisme genetik,

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

82

ditemukan beberapa temuan, antara lain masyarakat Tionghoa di Indonesia

sebagai subkultur kebudayaan dianggap asing karena dinilai berdasarkan ras.

Ditambah mereka juga dianggap sebagai simbol kekayaan. Hal tersebut

memancing terjadinya konflik.

Pemerintah Orde Baru selalu mengupayakan terjadinya masyarakat yang

tertib. Oleh karena itu, pemerintah menjalankan program yang disebut asimilasi.

Asimilasi bertujuan untuk meleburkan kebudayaan masyarakat Tionghoa ke

dalam kebudayaan masyarakat setempat. Namun, asimilasi pada praktiknya

cenderung anti asimilasi karena memposisikan masyarakat Tionghoa sebagai

orang asing lagi. Pemerintah membedakan kelompok tuan rumah (pribumi) dan

bukan tuan rumah (nonpribumi). Padahal, mereka telah kehilangan sebagian

kebudayaan dari tanah leluhur mereka di Cina. Kebijakan ini dinilai anti

kemanusiaan karena membedakan manusia berdasarkan ras. Melalui Putri Cina,

Sindhunata menyerukan agar manusia sebaiknya menganggap dirinya sebagai

makhluk yang tidak memiliki akar. Dengan begitu, konflik berdasarkan

kepemilikan tuan tanah (pribumi dan nonpribumi) tidak terjadi.

Materialis dan kaya sulit terpisah dari masyarakat Tionghoa. Pandangan

ini sulit terbantahkan karena memang didukung oleh falsafah leluhur (konfusius)

mereka. Konfusius menekankan hubungan dunia yang harmonis. Hubungan

harmonis itu diwujudkan melalui hubungan anak dan orangtua. Dalam lingkup

yang lebih besar hubungan antara masyarakat dan dinasti atau negara. Dengan

menjadi kaya, pengabdian dan kebajikan dapat dilakukan menjadi kaya.

Sindhunata melalui Putri Cina menggambarkan bahwa masyarakat Tionghoa

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

83

telah melupakan konfusius karena hanya mencari harta tanpa berbuat kebaikan

terhadap keluarga dan negara. Oleh karena itu, ia selalu menekankan agar

masyarakat Tionghoa mengingat konfusius. Kekayaan mereka harus berguna

untuk keluarga dan negara agar mereka terlepas dari konflik yang sering kali

menyertai.

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

84

BAB V

SIMPULAN

A. Unsur Intrinsik Putri Cina

1. Cerita Putri Cina

Putri Cina terdiri dari dua struktur cerita. Cerita pertama berisi persoalan identitas

Putri Cina dan kaumnya sebagai masyarakat yang tidak bisa menggunakan bahasa

leluhur dan tidak bisa berbicara dengan kaumnya yang lain karena menyesuaikan

bahasa tempat di mana mereka tinggal. Di bagian cerita ini juga diceritakan

bagaimana sifat Putri Cina dan kaumnya yakni orang-orang Cina yang bekerja

keras dan menumpuk harta dengan berdagang.

Cerita bagian ke dua berisi permasalahan konflik yang disebabkan oleh

identitas dan sikap orang-orang Cina yang gemar menumpuk harta. Akibatnya,

orang-orang Cina disisihkan dari orang-orang Jawa. Orang-orang Cina dilarang

menggunakan nama asli mereka dan menggantinya dengan nama-nama Jawa.

Mereka juga tidak boleh menggelar acara keagamaan dan kebudayaan.

2. Tokoh Putri Cina

Pembagian struktur cerita menjadi dua, juga membagi tokoh utama Putri Cina.

Tokoh Putri Cina terbagi menjadi dua yaitu Putri Cina sebagai istri Prabu

Brawijaya dan Putri Cina sebagai Giok Tien istri dari Setyoko. Pembagian cerita

juga membagi tokoh tambahan dalam Putri Cina. Tokoh tambahan di bagian

pertama antara lain, Prabu Brawijaya Kelima, Jaka Prabangkara, Kim Liyong,

Kim Muwah, Raden Patah, Raden Kusein, Sabdopalon-Nayanggenggong,

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

85

Jayameya, Srutasena, Sang Hyang Ismaya, Sang Hyang Antaga, Sang Hyang

Manikmaya, dan lain-lain. Di cerita bagian kedua, tokoh tambahan antara lain

Gurdo Paksi (Setyoko), Jaya Sumengah (Radi Prawiro) , Wrehonegoro, Prabu

Amurco Sabdo, Siok Nio, Giok Hong, Giok Hwa, Korsinah, dan lain-lain.

3. Latar Putri Cina

Latar waktu dalam Putri Cina dengan sendirinya terbagi dua mengikuti

pembagian struktur cerita. Latar waktu yang pertama adalah masa Kerajaan

Majapahit dan latar waktu yang ke dua masa Kerajaan Medang Kamulan.

Latar tempat utama dalam Putri Cina adalah Tanah Jawa karena hampir

seluruh peristiwa terjadi di sana. Palembang, Tanah Cina, Padang Kurusetra, dan

alam dewata merupakan latar tambahan. Latar tambahan tidak terlalu

diperhitungkan karena sedikit disebutkan dan tokoh utama tidak menempati

wilayah tersebut.

Latar suasana tidak hanya menunjukan keadaan tempat. Latar suasana juga

menggambarkan keadaan Putri Cina dan kaumnya dalam Putri Cina. Latar

suasana tidak bersifat tetap tergantung peristiwa yang terjadi di dalamnya. Di

bagian pertama, suasana awalnya tenang terbukti dengan membaurnya orang-

orang Cina hingga mereka sendiri kemudian kehilangan bahasa leluhurnya. Saat

Raden Patah menyerang Majapahit, suasananya menjadi buruk karena perang.

Begitu juga di bagian ke dua, keadaan membaur juga diperlihatkan ketika Giok

Tien yang Cina bermain ketoprak di Sekar Kastubo yang mayoritas Jawa. Saat

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

86

Prabu Amurco Sabdo menjadi raja, keadaan berubah menjadi buruk karena rakyat

diberlakukan dengan tidak adil dan ditekan, termasuk orang-orang Cina.

B. Strukturalisme Genetik terhadap Putri Cina

Strukturalisme genetik menganggap bahwa karya sastra merupakan hasil ciptaan

pengarang sebagai subjek trans-individual. Ia mewakili aspirasi, gagasan, dan

pikiran kelompok masyarakat tertentu. Karya sastra lahir dari proses strukturasi

terus-menerus dari kenyataan sosial. Begitu pula dengan Putri Cina. Putri Cina

merupakan karya sastra yang diciptakan Sindhunata sebagai subjek trans-

individual yang mewakili gagasan dan perasaan kelompoknya, masyarakat

Tionghoa. Putri Cina lahir dari strukturasi terus-menerus melalui kenyataan sosial

masyarakat tersebut.

Dengan menggunakan strukturalisme genetik, dapat disimpulkan bahwa

relatif benar Putri Cina mewakili gagasan-gagasan masyarakat Tionghoa di

Indonesia. Orang-orang Tionghoa tetap dianggap asing meskipun mereka telah

kehilangan sebagian besar kebudayaannya. Pembagian masyarakat berdasarkan

ras sangat mengakar di masyarakat Indonesia. Pandangan yang menyatakan orang

Tionghoa dianggap materialis juga relatif benar, pandangan tersebut tidak terlepas

dari sikap religius mereka. Inilah yang membuat posisi ekonomi menjadi kuat.

Kuatnya posisi ekonomi masyarakat Tionghoa menimbulkan kecemburuan

terhadap orang-orang Indonesia sendiri. Hal tersebut juga menimbulkan persoalan

terhadap loyalitas mereka. Puncaknya pada masa Orde Baru dengan program

asimilasi. Masyarakat Tionghoa yang sebenarnya telah kehilangan sebagian besar

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

87

kebudayaannya, ditekan dan dianggap sebagai orang asing lagi (nonpribumi)

dengan kebijakan itu.

Putri Cina adalah struktur yang berarti karena dibangun oleh subjek trans-

individual yang menyampaikan gagasan suatu kelompok. Dalam hal ini, Putri

Cina digunakan Sindhunata untuk menyampaikan gagasan sebagai bagian dari

masyarakat Tionghoa dalam menghadapi permasalahannya. Dengan

strukturalisme genetik ditemukan pandangan dunia bahwa stigma pribumi dan

nonpribumi bersifat anti kemanusiaan karena membedakan manusia berdasarkan

ras. Sindhunata dalam Putri Cina menyerukan agar menghilangkan sikap

eksklusif kepemilikan wilayah (pribumi dan nonpribumi) dengan menganggap

bahwa manusia adalah makhluk yang tidak punya akar.

Sikap materialis masyarakat Tionghoa tidak disalahkan dalam sudut

pandang Sindhunata. Namun, sikap materialis harus diarahkan agar harta mereka

berguna bagi keluarga, dalam konteks yang lebih luas yakni negara sesuai ajaran

leluhur (konfusius). Konfusius menekankan pada hubungan yang harmonis.

Manusia harus saling membantu, baik yang masih hidup ataupun yang sudah

meninggal.

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

88

DAFTAR PUSTAKA

Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta:

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS.

Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai-Post

Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gondomono. ―Upaya Mencari Jatidiri‖. dalam Bina Darma, Reformasi:

Memandang Islam dan Etnis Tionghoa. 1998. Salatiga: UKSW.

Greif, Stuart W. 1991 .“WNI” Problematik Orang Indonesia Asal Cina. Jakarta:

Pustaka Utama Grafiti.

Harsono, Andreas. 2010. Agama Saya Adalah Jurnalisme. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius.

Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta:

Kanisius.

Iswanto. ―Penelitian Sastra dalam Perspektif Strukturalisme Genetik‖. dalam

Jabrohim, Ed. Teori Penelitian Sastra. 2012. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jatman, Darmanto. 1985. Sastra, Psikologi, dan Masyarakat. Bandung: Penerbit

Alumni.

Lembong, Eddie. 2011. Istilah “Cina”, “China”, dan “Tionghoa”:Tinjauan

Historis dan Masalah Penggunaannya Dewasa Ini. Jakarta: Yayasan

Nabil.

Marcus, A.S & Pax Benedanto. 2002. Kesastraan Melayu Tionghoa dan

Kebangsaan Indonesia Jilid 1. Jakarta: Kepustakaan Gramedia Populer.

Noor, Redyanto. 2007. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang. Fasindo.

Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Oetama, Dede. ―Kemultibahasaan dan Identitas Orang Cina Indonesia‖. dalam

Cushman, Jennifer&Wang Gungwu, Peny. Perubahan Identitas Tionghoa

di Asia Tenggara. 1991. Jakarta. Pustaka Utama Grafiti.

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

89

Ong Hok Ham. 2008. Anti Cina, Kapitalisme Cina, dan Gerakan Cina, Sejarah

Etnis Cina di Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu.

Sadeli, Eddy. ―Pribumi dan Nonpribumi Benarkah Ada?‖. dalam Bina Darma,

Reformasi: Memandang Islam dan Etnis Tionghoa. 1998. Salatiga:

UKSW.

Salden, Raman. 1993. Panduan Membaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press.

Setiadi, Agus. ―Geliat Sang Naga dalam Pustaka‖. dalamWibowo& Thung Ju

Lan, Setelah Air Mata Kering Mayarakat Tionghoa Pasca-Peristiwa Mei

1998. 2010. Jakarta: Penerbit Kompas.

Soemardjo, Jakob. 2004. Kesusastraan Melayu Rendah Masa Awal. Yogyakarta:

Galang Press.

Sindhunata. 2007. Putri Cina. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Skinner, William G. ―Golongan Minoritas Tionghoa‖. dalam Tan, Mely G, Ed.

Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia, Suatu Masalah Pembinaan

Kesatuan Bangsa.1979. Jakarta: LEKNAS – LIPI dan Yayasan Obor

Indonesia.

Supatra, Hendarto. ―Identitas Ketionghoaan dalam Geraja Tionghoa Indonesia‖.

dalam Sabda, Jurnal Kebudayaan. 2009. Semarang: Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Diponegoro.

Suryadinata, Leo. ― Kebijakan Negara Indonesia terhadap Etnik Tionghoa: dari

Asimilasi ke Multikulturalisme?‖. dalam Antropologi Indonesia. 2003.

Jakarta: Departemen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Indonesia.

Suwondo, Tirto. ― Analisis Struktural: Salah Saru Model Pendekatan dalam

Penelitian Sastra‖. dalam Jabrohim, Ed. Teori Penelitian Sastra. 2012.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tan, Mely G (Ed.). 1979. Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia, Suatu

MasalahPembinaan Kesatuan Bangsa. Jakarta: LEKNAS – LIPI dan

Yayasan Obor Indonesia.

Sumber Internet

Darmosumarto, Santo. 2012. ―Istilah Tiongkok, Cina, dan China‖. (online)

http://politik.kompasiana.com/2012/02/24/istilah-tiongkok-cina-dan-china-

442136.html.Diakses 26 Agustus 2013.

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

90

Hasyim, Herman. 2010. ―Wisnu Nugroho, Sindhunata, dan Humanisme

Transendentral‖. (online) http://sosbud.kompasiana.com/2010/08/13/wisnu-

nugroho-sindhunata-dan-humanisme-transendental-224839.html.Diakses 20

Agustus 2013.

Page 91: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

91

Lampiran A

PROFIL SINGKAT SINDHUNATA

Dr. Gabriel Possenti Sindhunata, SJ atau biasa

dikenal dengan Rama Sindhu dilahirkan pada

tanggal 12 Mei 1952 di Kota Batu, Malang, Jawa

Timur. Tahun 1980 ia menyelesaikan studi di

Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta. Lalu

melanjutkan studinya di Institute Filsafat Teologi

Kentungan Yogyakarta dan menyelesaikan studinya

pada tahun 1983. Setelah itu dia melanjutkan studi doktoralnya di Hochshule fur

Philosophie, Philoshopische Fakultat SJ Munchen Jerman dari 1986 dan selesai

pada tahun 1992.

Karir kepenulisan Sindhunata dimulai dengan menjadi wartawan Majalah

Taruna terbitan PN Balai Pustaka Jakarta pada tahun 1974 sampai 1977. Setelah

itu ia melanjutkan menjadi wartawan Kompas dan aktif menjalankan karir

wartawannya dengan menulis feature tentang kemanusiaan. Ia juga mengisi kolom

tentang sepak bola. Sekarang ia menjadi redaktur majalah Basis Yogyakarta.

Banyak sudah karya yang sudah dihasilkan oleh Sindhunata. Salah satunya

adalah novel Putri Cina yang diangkat oleh penulis menjadi objek penelitian.

Putri Cina merupakan sebuah novel dengan kisah yang sangat menyentuh, enak

dibaca dan sarat akan makna. Selain itu ada juga novel Anak Bajang Menggiring

Page 92: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

92

Angin yang banyak diperbincangkan orang karena dianggap sebagai novel yang

klasik. Anak Bajang Menggiring Angin adalah novel yang menceritakan tentang

epos Ramayana. Masih banyak karya-karya lainnya, antara lain, Dilema Usaha

Manusia Rasional, Hoffen auf den Ratu Adil-Das eschatologische Motiv des

“Gerechten Konigs” im Baur auf Java wahrend des 19 und zu Beginn des 20

Jahrhunderts (Menanti Ratu Adil-Motif Eskatologis dari Ratu Adil dalam Protes

Petani di Jawa Abad ke-19 dan Awal ke-20), Sakitnya Melahirkan Demokrasi,

Teori Kambing Hitam Rene Girard, Cikar Bobrok dan Bayang-bayang Ratu Adil,

Air Penghidupan, Semar Mencari Raga, Mata Air Bulan, Tak Enteni Keplokmu

Tanpa Bunga dan Telegram Duka, dan masih banyak lagi. Sindhunata juga aktif

menulis dalam bahasa Jawa seperti Aburing Kupu-kupu Kuning, Nderek Sang

Dewi ing Ereng-erenging Redi Merapi, Sumur Kitiran Kencana, dan Nggayuh

Gesang Tentrem.

Page 93: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

93

Lampiran B

KARYA-KARYA SINDHUNATA

Page 94: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

94

Lampiran C

SINOPSIS PUTRI CINA

Putri Cina karya Sindhunata pertama kali terbit September 2007. Di dalamnya

berkisah tentang kehidupan yang dilalui oleh Putri Cina. Putri Cina sendiri

dikisahkan sebagai ―manusia yang tidak mempunyai wajah‖. Tidak mempunyai

wajah karena walaupun ia hidup di Jawa, namun ia merasa tidak seperti orang-

orang Jawa lainnya. Ia lebih mirip sebagai orang Cina asli dari negeri Cina. Putri

Cina adalah wakil dari kaumnya yang tidak mempunyai wajah.

Putri Cina mengarungi ruang dan waktu, dari zaman Majapahit sampai

zaman Medang Kamulan Baru (Pedang Kamulan Baru). Di zaman Majapahit ia

adalah istri yang diceraikan oleh raja Majapahit yakni Prabu Brawijaya Kelima.

Saat diceraikan, Prabu Brawijaya menitipkan Putri Cina yang sedang hamil

kepada anaknya dari pernikahan yang lain bernama Arya Damar di Palembang.

Kelak dengan Arya Damar, Putri Cina memiliki dua anak. Anak pertama bernama

Raden Patah dari pernikahannya dengan Prabu Brawijaya dan anak kedua

bernama Raden Kusen dari pernikahan dengan Arya Damar.

Saat dewasa, Raden Patah melarikan diri ke Jawa diikuti oleh adiknya

Raden Kusen. Di Jawa, Raden Patah bertemu dengan Sunan Ngampeldenta dan

kemudian ia memeluk ajaran baru. Setelah memeluk ajaran baru ia mendirikan

sebuah padepokan hingga kemudian berubah menjadi kerajaan bernama Demak.

Dengan didirikannya Demak dan dibawanya sebuah ajaran baru oleh Raden

Page 95: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

95

Patah, berarti berakhir pula kejayaan kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh

ayahnya Prabu Brawijaya.

Di zaman Pedang Kamulan Baru, Putri Cina menjelma menjadi Giok Tien.

Giok Tien adalah seorang pemain ketoprak Sekar Kastubo. Sekar Kastubo

menggelar acaranya secara berpidah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

Dari pertunjukannya yang berpindah-pindah akhirnya Giok Tien bertemu dengan

Setyoko dan Radi Prawiro. Kedua-duanya merupakan prajurit kerajaan yang jatuh

cinta pada Giok Tien. Seiring berjalannya waktu, Giok Tien menjatuhkan

pilihannya pada Setyoko sebagai suaminya. Hal itu dikarenakan Radi Prawiro

menggunakan cara-cara yang licik untuk merebut hati Giok Tien seperti teluh.

Tidak seperti Setyoko yang bersikap jujur.

Kebencian Radi Prawiro karena gagal mendapatkan Giok Tien semakin

besar ketika lama terpisah, kemudian dipertemukan kembali saat menjadi petinggi

kerajaan. Di negeri Pedang Kamulan Baru yang dipimpin Prabu Amurco Sabdo,

Setyoko dianugerahi gelar senapati dan namanya berubah Senapati Gurdo Paksi.

Radi Prawiro mendapat jabatan lebih rendah yakni tumenggung dan namanya

berubah menjadi Tumenggung Joyo Sumengah.

Rasa iri dan benci Tumenggung Joyo Sumengah yang semakin menjadi-

jadi seolah mendapatkan jalan ketika negeri Pedang Kamulan Baru didera

ketidakpercayaan kepada raja. Di tengah rakyat yang semakin miskin, raja malah

sibuk memperkaya diri dan keluarganya. Tidak jarang untuk meredam emosi

rakyat, raja menggunakan kekerasan. Peristiwa ini pun dijadikan Tumenggung

Joyo Sumengah untuk melampiaskan kebenciannya. Ia memanfaatkan tindakan

Page 96: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

96

raja yang melampiaskan kebencian rakyat pada orang-orang Cina untuk merebut

hati Giok Tien.

Page 97: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang dikenal sebagai lima model teori sastra marxis yang terdiri dari teori refleksi, penciptaan, strukturalisme genetik, pengatahuan bahasa,

97

Lampiran D

BIODATA PENULIS

Achmad Dwi Afriyadi, lahir di Semarang pada 17

April 1991 dari pasangan Achmad Khaerudin dan

Surti. Ia anak ke dua dari dua bersaudara. Menempuh

pendidikan di SDN Petompon 03 Semarang, SMPN

13 Semarang, dan SMAN 1 Semarang. Setelah lulus

SMA, ia melanjutkan di Universitas Diponegoro

jurusan Sastra Indonesia pada tahun 2009.

Selama menjadi mahasiswa, aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)

Hayamwuruk. Ia pernah menjabat sebagai staff perusahaan dan pemimpin umum.

Dari organisasi tersebut, kecintaannya terhadap baca dan tulis muncul. Tulisannya

berjudul ―Wheatpaste, Tanda dari Seni Jalanan‖, ―Di Balik Kebesaran Cina‖ dan

―Maryani dan Pondok Pesantren Warianya‖ pernah dimuat di majalah

Hayamwuruk. Selain itu, berkat ketekunannya ia menjadi 10 pereview terbaik dari

lomba review berita tempo.co yang diadakan oleh Tempo Institute.