Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan jasmani memiliki peran penting dalam rangka membentuk
manusia seutuhnya, karena tidak ada pendidikan yang lengkap tanpa pendidikan
jasmani. Pendidikan jasmani tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik saja
melainkan juga perkembangan psikis siswa.
Rusli Lutan (2000 :2 ) menjelaskan bahwa:
Tujuan ideal program pendidikan jasmani itu bersifat menyeluruh, sebab
mencakup bukan hanya aspek fisik tapi juga aspek lainnya yang mencakup
aspek intelektual, emosional, sosial dan moral dengan maksud kelak anak
muda itu menjadi seseorang yang percaya diri, berdisiplin, sehat, bugar dan
hidup bahagia.
Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung
seumur hidup, pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang diajarkan
disekolah memiliki peranan yang sangat penting yaitu memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar
melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang terpilih dan dilakukan
secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina
pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus
membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat. Pendidikan jasmani
olahraga dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik,
perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan, penalaran,
penghayatan nilai-nilai ( sikap, mental, emosional, sportivitas, spiritual dan sosial
), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang
pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang
seimbang.Pendidikan itu sendiri sekarang sudah tidak bisa dilepaskan dari
perkembangan teknologi itu sendiri.
2
Perkembangan teknologi yang kontinu dalam dunia pendidikan tidak hanya
mengharuskan lulusan sekolah-sekolah diberbagai jenjang menghasilkan anak
didik yang lebih cerdas, melainkan memiliki pengetahuan yang luas serta
memiliki keterampilan yang lebih yang bahkan siap digunakan di lapangan
pekerjaan. Kenyataan ini membawa konsekuensi bahwa sekolah-sekolah secara
terus-menerus perlu melakukan peningkatan kualitas lulusan agar memiliki
kompetensi seperti yang diinginkan.
Penggunaan Sarana prasarana tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu
sarana media penunjang para peserta didik dalam lebih memahami materi
pelajaran yang diajarkan. Terkadang alat pembelajaran yang sudah ada kurang
mampu menjadi solusi bagi para pengajar. Dalam aktivitas pembelajaran, media
dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat membawa informasi dan
pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara dosen dengan mahasiswa
(Heinich, dkk,1996). Dengan kata lain, media pembelajaran berperan sebagai
perantara dalam pembelajaran yang dilakukan oleh antara pengajar dengan
mahasiswa peserta didik dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran yaitu (1)
Media yang tidak diproyeksikan, (2) Media yang diproyeksikan (projected
media), (3) Media audio, (4) Media video dan film, (5) Komputer, dan (6)
Multimedia berbasis komputer.
Suksesnya pembelajaran di sekolah didukung oleh adanya pendayagunaan
semua sarana prasarana dan media pembelajaran pendidikan yang ada di sekolah
secara efektif dan efisien. Sarana dan prasarana yang ada di sekolah tersebut perlu
didayagunakan dan dikelola untuk kepentingan proses pembelajaran di sekolah.
Pengelolaan itu dimaksudkan agar dalam menggunakan sarana dan prasarana di
sekolah bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Pengelolaan sarana prasarana dan
media pembelajaran merupakan kegiatan yang amat penting di sekolah, karena
keberadaannya akan sangat mendukung terhadap suksesnya proses pembelajaran
di sekolah. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan komponen penting dalam
pendidikan dan menjadi satu dari delapan Standar Nasional Pendidikan. Begitu
pentingnya sarana prasarana pendidikan sehingga setiap institusi berlomba-lomba
3
untuk memenuhi standar sarana dan prasarana pendidikan demi meningkatkan
kualitas proses pembelajaran.
Kelengkapan sarana prasarana pendidikan merupakan salah satu daya tarik
bagi calon peserta didik. Tetapi sayangnya, sarana dan prasarana pendidikan di
sekolah tidak dikelola dengan pengetahuan yang cukup sehingga sering terjadi
ketidaktepatan dalam pengelolaan. Satu sisi harapan yang dibebankan pada dunia
pendidikan sangat banyak, tetapi di sisi lain dunia pendidikan mempunyai banyak
masalah yang menghambat dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di
sekolah. Ketidaktepatan pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan
menyangkut cara pengadaan, penanggung jawab dan pengelola, pemeliharaan dan
perawatan, serta penghapusan bisa menimpa sekolah negeri maupun swasta.
Bahkan banyak pengelola yang kurang memahami standar dari sarana dan
prasarana yang dibutuhkan. Beberapa kasus pengelola hanya mampu membeli
tetapi tidak mampu merawat. Kasus lain juga membuktikan banyak sarana yang
dibeli, padahal bukan menjadi skala prioritas utama suatu lembaga pendidikan.
Seperti sering kita dengar di media massa kasus-kasus penyalahgunaan anggaran,
anggaran-anggaran yang tidak sesuai dan salah sasaran, dan semacamnya. Kasus-
kasus ini kebanyakan terjadi di kota-kota besar, tidak tertutup kemungkinan di
kota solo hanya saja belum termediakan. Tidak jarang pula beberapa Sarana
prasarana pembelajaran yang sudah disiapkan tidak terpakai secara maksimal
karena sumber daya pengajar yang kurang menguasai materi. Dari permasalahan
yang telah dikemukakan diatas maka perlu dilakukan Penelitian survey dengan
Judul ―Survey Ketersediaan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Sarana Prasarana
Pembelajaran Olahraga Di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Solo Ditinjau dari
Status Sekolah‖.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagaimanakah Ketersediaan Sarana prasarana Pembelajaran Dalam Mata
Pelajaran Olahraga Di Sekolah Menengah Pertama Negeri, dan Di
Sekolah Menengah Pertama Swasta?
b. Bagaimanakah Penggunaan Sarana prasarana Pembelajaran Dalam Mata
Pelajaran Olahraga Di Sekolah Menengah Pertama Negeri, dan Di
Sekolah Menengah Pertama Swasta?
c. Bagaimanakah kemanfaatan Sarana prasarana Pembelajaran Dalam Mata
Pelajaran Olahraga Di Sekolah Menengah Pertama Negeri, dan Di
Sekolah Menengah Pertama Swasta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk Memaparkan Data dilapangan akan ketersediaan Sarana prasarana
Pembelajaran Dan Media Pembelajaran Dalam Mata Pelajaran Olahraga
Di Sekolah Menengah Pertama Negeri, dan Di Sekolah Menengah
Pertama Swasta.
2. Untuk Memaparkan Data dilapangan akan Penggunaan Sarana prasarana
Pembelajaran Dan Media Pembelajaran Dalam Mata Pelajaran Olahraga
Di Sekolah Menengah Pertama Negeri, dan Di Sekolah Menengah
Pertama Swasta?
3. Untuk Memaparkan Data dilapangan akan kemanfaatan Sarana prasarana
Pembelajaran Dan Media Pembelajaran Dalam Mata Pelajaran Olahraga
Di Sekolah Menengah Pertama Negeri, dan Di Sekolah Menengah
Pertama Swasta?
5
D. Manfaat Penelitian
Penelitian survey ini dilakukan oleh peneliti setelah melakukan
pengamatan, serta studi pendahuluan.Adapun beberapa manfaat yang dapat
diperoleh dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian survey ini dilakukan untuk dapat memaparkan data
dilapangan dan menambah informasi akan Ketersediaan dan Penggunaan Sarana
Prasarana Pembelajaran Olahraga Di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Solo
Ditinjau dari Status Sekolah yang berguna bagi pihak-pihak terkait.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi peneliti
Penerapan teori dan praktek yang didapat selama menempuh kuliah. Dan
sebagai syarat kelulusan menempuh program magister olahraga
b) Bagi pihak terkait
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengetahui dana yang mereka keluarkan
dari segi ketermanfaatannya dan dapat digunakan sebagi laporan pertimbangan
dalam pembuatan kebijakan nantinya.
c) Bagi Program Studi Ilmu Keolahragaan Universitas Sebelas Maret
Sebagai bahan pustaka dan tambahan referensi tentang penelitian survey
khususnya terkait dengan Ketersediaan dan Penggunaan Sarana Prasarana
Pembelajaran Olahraga Di Sekolah Menengah Pertama Se Kota Solo Ditinjau dari
Status Sekolah.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Belajar dan Pembelajaran
a. Pengertian Belajar
Belajar menurut Slameto (1995:2) adalah ―suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya‖. Nana Sudjana (2000:28) berpendapat bahwa ―belajar adalah
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk
seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah laku,
keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya
penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu‖.
Manusia sepanjang hidupnya akan terus belajar tentang hal-hal yang ada
di sekitarnya. Melalui pengalaman yang didapatnya, manusia mulai belajar
melihat, mengamati dan memahami sesuatu sehingga menjadi lebih bermanfaat
dalam kehidupannya.
b. Prinsip-prinsip belajar.
Menurut Sutikno (2009: 8) ada 8 prinsip belajar yang perlu diketahui,
sebagai berikut :
1) Belajar perlu memiliki pengalaman dasar. Pada dasarnya seseorang
akan mudah belajar sesuatu jika sebelumnya memiliki pengalaman
yang akan mempermudah dalam memperoleh pengalaman baru.
2) Belajar harus bertujuan yang jelas dan terarah, Adanya tujuan-tujuan
akan dapat memabantu dalam menuntun guna tercapainya tujuan.
3) Belajar memerlukan situasi yang problematis.Situasi yang
problematis ini akan membantu membangkitkan motivasi belajar.
Siswa akan termotivasi untuk memecahkan problem tersebut.
7
Semakin sukar problem yang dihadapi, semakin keras usaha berpikir
untuk memecahkannya.
4) Belajar harus memiliki tekat dan kemauan yang keras dan tidak
mudah putus asa. Banyak orang yang gagal dalam belajar karena
tidak memiliki tekat dan kemauan yang kuat untuk belajar. Bagi
mereka.belajar hanya sekedar datang, duduk dan diam. Tidak
menutup kemungkinan, orang tersebut setelah belajar tidak memiliki
pengetahuan apapun dari hasil belajarnya. Putus asa juga akan
mempengaruhi keberhasilan dalam belajar.Mudah putus asa akan
menyebabkan gairah belajar menajdi berkurang karena menganggap
sesuatu yang dipelajarinya seperti tidak sesuai atau benar-benar tidak
sanggup dipelajari sehingga muncul penyataan ―untuk apa saya
belajar?‖.
5) Belajar memerlukan bimbingan , arahan serta dorongan. Ini akan
memeprmudah dalam hal penerimaan serta pemahaman akan suatu
materi. Seseorang yang mengalami kelemahan dalam belajar akan
banyak mendatangkan hasil yang membangun jika diberi bimbingan,
arahan serta dorongan yang baik.
6) Belajar memerlukan latihan. Memperbanyak latihan dapat membantu
menguasai segala sesuatu yang dipelajari, mengurangi kelupaan dan
memperkuat daya ingat.
7) Belajar memerlukan metode yang tepat. Metode belajar yang tepat
memungkinkan siswa belajar lebih efektif dan efisien.Metode yang
dipakai dalam belajar dapat disesuaikan dengan materi pelajaran
yang kita pelajari dan juga sesuai dengan siswa (orang yang belajar) ,
yaitu metode yang membuat mereka cepat paham.
8) Belajar membutuhkan waktu dan tempat yang tepat. Karena faktor
waktu dan tempat ini merupakan faktor ytang sangat memperngaruhi
keberhasilan siswa dalam belajar, faktor ini perlu mendapat perhatian
lebih khusus.
c. Pengertian Pembelajaran
Menurut Wina Sanjaya (2011:6) bahwa ―pembelajaran merupakan
sebuah sistem yang terdiri atas siswa, guru, serta orang-orang yang mendukung
terhadap keberhasilan proses pembelajaran‖. Menurut Depdiknas (2003) dalam
UU No. 20 Tahun 2003 tentang siskdiknas pasal 1 ayat 20, ―pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar‖. (Waluyo, 2013:18). Sedangkan menurut Menurut Dini
Rosdiani (2013:73), ―pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar‖.
8
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses
pembelajaran bukan sekedar transfer ilmu dari guru kepada siswa, melainkan
suatu proses kegiatan, yakni terjadi interaksi antara guru dengan siswa serta antara
siswa dengan siswa.Pada sebuah sistem, unsur yang membentuk sistem itu saling
memiliki keterkaitan untuk mencapai sebuah tujuan. Dibutuhkan adanya beberapa
pendekatan sistem dalam pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Merencanakan arah dan tujuan pembelajaran dengan jelas.
2) Guru berpikir secara sistematis (runtut) sehingga langkah-langkah
pembelajaran yang jelas dan pasti memungkinkan hasil pembelajaran
yang maksimal.
3) Merancang pembelajaran dengan mengoptimalkan potesi dan sumber
daya yang ada agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
optimal.
4) Memberikan umpan balik sebagai tolok ukur dalam mengetahui
tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum.
―Perencanaan pembelajaran adalah proses pengambilan keputusan hasil
berpikir secara rasional tentang sasaran dan tujuan pembelajaran tertentu, serta
rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan sebagai upaya pencapaian tujuan
tersebut dengan memanfaatkan segala potensi dan sumber belajar yang ada‖.
(Wina Sanjaya, 2011: 9)
Untuk menjalankan proses pendidikan, kegiatan belajar dan
pembelajaran merupakan suatu usaha yang amat strategis untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Pergaulan yang sifatnya mendidik itu terjadi melalui interaksi
aktif antara siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai pendidik. Kegiatan
belajar dilakukan oleh siswa, dan melalui kegiatan itu akan ada perubahan
perilakunya, sementara kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk
memfasilitasi proses belajar, kedua peranan itu tidak akan terlepas dari situasi
saling mempengaruhi dalam pola hubungan antara dua subyek, meskipun disini
guru lebih berperan sebagai pengelola.
9
Istilah pembelajaran sama dengan instruction atau pengajaran. Menurut
Purwadarminta 1976 yang dikutip H.J.Gino Suwarni, Suripto, Maryanto dan
Sutijan (1998:30) bahwa, ―pengajaran mempunyai arti cara (perbuatan) mengajar
atau mengajarkan‖. Hal ini juga dikemukakan Wina Sanjaya (2006: 74) bahwa,
―mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi dari guru kepada
siswa‖.
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkunganya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.
Interaksi adalah saling mempengaruhi yang bermula adanya saling hubungan
antar komponen yang satu dengan yang lainnya. Interaksi dalam pembelajaran
adalah kegiatan timbal balik dan saling mempengaruhi antara guru dengan peserta
didik.
Pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik untuk
memfasilitasi dan meningkatkan proses belajar, maka kegiatan pembelajaran
berkaitan erat jenis hakikat dan jenis belajar serta hasil belajar tersebut. Kegiatan
belajar merupakan masalah yang sangat kompleks dan melibatkan keseluruhan
aspek psiko-fisik, bukan saja aspek kejiwaan, tetapi juga aspek neuro-fisiologis.
Pada tahap baru mengenal substansi yang dipelajari, baik yang menyangkut
pembelajaran kognitif, afektif, maupun psikomotor bagi siswa materi
pembelajaran itu menjadi sesuatu yang pada mulanya. Namun setelah guru
berusaha untuk memusatkanya dan menangkap perhatian siswa pada peristiwa
pembelajaran maka sesuatu yang asing itu menjadi berangsur-angsur berkurang.
Oleh krena itu, guru harus mengupayakan semaksimal mungkin penataan
lingkungan belajar dan perencaan materi agar terjadi proses pembelajaran didalam
maupun diluar kelas.
Dengan demikian proses belajar bisa terjadi di kelas, lingkungan
sekolah, dan dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam bentuk interaksi social
kultural melalui media massa. Dalam konteks pendidikan non formal justru
sebaliknya proses pembelajaran sebagian besar terjadi dalam lingkungan
10
masyarakat, termasuk dunia kerja, media massa dan lain sebagainya. Hanya
Sebagian kecil saja pembelajaran terjadi dikelas dan lingkungan.
Kegiatan mengajar selalu terkait langsung dengan tujuan yang jelas. Ini
berarti, proses mengajar itu tidak begitu bermakna jika tujuannya tidak jelas. Jika
tujuan tidak jelas maka isi pengajaran berikut metode mengajar juga tidak
mengandung apa-apa. Oleh karena itu, seorang guru harus menyadari benar-benar
keterkaitan antara tujuan, pengalaman belajar, metode, dan bahkan cara mengukur
perubahan atau kemajuan yang dicapai. Untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam proses belajar mengajar, maka seorang guru harus mampu
menerapkan cara mengajar cocok untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
Mengajar merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang yang memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang lebih dari pada yang diajar, untuk memberikan
suatu pengertian, kecakapan, ketangkasan, kegitan mengajar meliputi
pengetahuan, menularkan sikap kecakapan atau ketrampilan yang diatur sesuai
dengan lingkungan dan menghubungkannya dengan subyek yang sedang belajar.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, ini sesuai dengan yang
dikemukakan Nana Sudjana (2005:19) yaitu:
Untuk keperluan analisis tugas guru sebagai pengajar, maka kemampuan
guru atau kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha
meningkatkan proses dan hasil belajar dapat diguguskan kedalam empat
kemampuan yakni:
1) Merencanakan program belajar mengajar.
2) Melaksnakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar.
3) Menilai kemajuan proses belajar mengajar.
4) Menguasai bahan pelajaran dalam pengertian menguasai bidang studi
atau mata pelajaran yang dipegangnya.
11
Dalam kegiatan pembelajaran guru bertugas merencanakan program
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai kemajuan pembelajaran dan
menguasai materi atau bahan yang diajarkannya. Jika seorang guru memiliki
kemampuan yang baik sesuai dengan bidang studi yang diajarkan, maka akan
diperoleh hasil belajar yang optimal. Hasil belajar dapat dicapai dengan baik, jika
seorang guru mampu melaksanakan tugas diantaranya mengelola proses
pengajaran berupa aktivitas merencanakan dan mengorganisasikan semua aspek
kegiatan. Husdarta dan Yudah M.Saputra (2000: 4) bahwa:
Tugas utama guru adalah untuk menciptakan iklim atau atmosfir supaya
proses belajar terjadi dikelas dilapangan,ciri utamanya terjadinya proses belajar
adalah siswa dapat secara aktif ikut terlibat didalam proses pembelajaran. Para
guru harus selalu berupaya agar para siswa dimotivasi untuk lebih berperan.walau
demikian guru tetap berfungsi sebagai pengelola proses belajar dan pembelajaran.
Untuk itu seorang guru harus memiliki beberapa kemampuan dalam
menyampaikan tugas ajar,agar tujuan pengajran dapat tercapai. Hal yang
terpenting dan harus diperhatikan dalam mengajar yaitu, guru harus mampu
menerapkan metode mengajar yang tepat dan mampu membelajarkan siswa
manjadi aktif melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru.
d. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Belajar suatu ketrampilan adalah sangat kompleks. Belajar membawa
suatu perubahan pada individu yang belajar. Menurut Nasution yang dikutip
H.J.Gino dkk (1998: 51) bahwa, ―perubahan akibat belajar tidak hanya mengenai
jumlah pengetauhan, melainkan juga dalam kecakupan, kebiasaan, sikap,
pengertian, penyesuaian diri, minat, penghargaan, pendeknya mengenai segala
aspek organisme atau pribadi seseorang‖.
Perubahan akibat dari belajar adalah menyeluruh pada diri siswa untuk
mencapai perubahan atau peningkatan pada diri siswa, maka dalam proses
pembelajaran harus diterapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat. Menurut
12
Wina Sanjaya (2006: 30) bahwa sejumlah prinsip yang harus diperhatikan dalam
pengelolaan kegiatan pembelajaran diantaranya:
1) Berpusat pada siswa
2) Belajar dengan melakukan
3) Mengembangkan kemampuan sosial
4) Mengembangkan keingintauhan,imajinasi dan fitrah
5) Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah
6) Mengembangkan kreatifitas siswa
7) Mengembangkan kemampuan ilmu danteknologi
8) Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik
9) Belajar sepanjang hayat
Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sangat penting untuk diperhatikan
oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran
yang didasarkan pada prinsip-prinsip belajar yang benar, maka akan diperoleh
hasil belajar yang optimal. Lembaga yang melaksanakan perencanaan
pembelajaran tersebut dikenal dengan istilah sekolah.
2. Sekolah
a. Pengertian Sekolah
Sekolah sebagai suatu lembaga yang memang dirancang khusus untuk
pengajaran para murid (siswa) di bawah pengawasan para guru. Sekolah yang
pada dasarnya sebagai sarana untuk melaksanakan pendidikan memang
diharapkan bisa menjadikan masyarakat yang lebih maju, oleh sebab itu sekolah
sebagai pusat dari pendidikan harus bisa melaksanakan fungsinya dengan optimal
dan perannya bisa menyiapkan para generasi muda sebelum mereka terjun di
dalam proses pembangunan masyarakat. Melalui sumber daya sekolah, seluruh
lapisan masyarakat bisa melatih dirinya untuk menjadi warga masyarakat
sekaligus warga sosial yang terus meningkatkan sikap baru, ilmu pengetahuan dan
keterampilannya dalam mencapai taraf hidup yang jauh lebih baik. Di sekolah
pulalah nilai kehidupan masyarakat dan pribadi, peluang pengembangan diri serta
peningkatan produktivitas bisa di gali dan kemudian dikembangkan.
Menurut ahli Sekolah adalah sistem interaksi sosial suatu organisasi
keseluruhan terdiri atas interaksi pribadi terkait bersama dalam suatu hubungan
13
organic (Wayne dalam buku Soebagio Atmodiwiro, 2000:37). Sedangkan
berdasarkan undang-undang no 2 tahun 1989 sekolah adalah satuan pendidikan
yang berjenjang dan berkesinambungan untuk menyelenggarakan kegiatan belajar
mengajar. Jadi, sekolah sebagai suatu sistem sosial dibatasi oleh sekumpulan
elemen kegiatan yang berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan sosial sekolah
yang demikian bersifat aktif kreatif artinya sekolah dapat menghasilkan sesuatu
yang bermanfaat bagi masyarakat dalam hal ini adalah orang-orang yang terdidik.
Dari definisi tersebut bahwa sekolah adalah suatu lembaga atau
organisasi yang diberi wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran. Sebagai suatu organisasi sekolah memiliki persyaratan tertentu.
Sekolah adalah suatu lembaga atau tempat untuk belajar seperti membaca,
menulis dan belajar untuk berperilaku yang baik. Sekolah juga merupakan bagian
integral dari suatu masyarakat yang berhadapan dengan kondisi nyata yang
terdapat dalam masyarakat pada masa sekarang. Sekolah juga merupakan
lingkungan kedua tempat anak-anak berlatih dan menumbuhkan kepribadiannya.
(Zanti Arbi dalam Made Pidarta, 1997:171).
Pada tanggal 16 mei 2005 diterbitkan peraturan pemerintah (PP) nomor
19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Dengan PP 19/2005 itu,
semua sekolah di Indonesia diarahkan dapat menyelenggarakan pendidikan yang
memenuhi standar nasional. pendidikan standar wajib dilakukan oleh sekolah,
delapan standar tersebut setahap demi setahap harus bisa dipenuhi oleh sekolah.
Secara berkala sekolah pun diukur pelaksanaan delapan standar itu melalui
akreditasi sekolah. Berdasarkan dari beberapa teori di atas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa sekolah adalah bagian integral dari suatu masyarakat yang
berhadapan dengan kondisi nyata yang terdapat dalam mayarakat pada masa
sekarang dan sekolah juga merupakan alat untuk mencapai pendidikan yang
bermutu dan memenuhi standar nasional pendidikan.
b. Tanggung Jawab Sekolah
Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar terhadap perkembangan
peserta didik dan peningkatan mutu pendidikan di sekolah dengan
14
mendayagunakan komponen-komponen sekolah secara maksimal dalam
kehidupan bermasyarakat yang bersifat nyata di sekitarnya. (Daryanto :1997:544)
c. Fungsi Sekolah
Di bidang sosial dan pendidikan sekolah memiliki fungsi, yaitu membina
dan mengembangkan sikap mental peserta didik dan menyelenggarakan
pendidikan yang bermutu dengan melaksanakan pengelolaan komponen-
komponen sekolah, melaksanakan administrasi sekolah dan melaksanakan
supervisi. Simanjuntak dalam Soebagio Atmodiwirio (2000:65) menyatakan
Secara garis besar fungsi sekolah adalah :
1. Mendidik calon warga negara yang dewasa
2. Mempersiapkan calon warga masyarakat
3. Mengembangkan cita-cita profesi atau kerja
4. Mempersiapkan calon pembentuk keluarga yang baru
5. Pengembangan pribadi (realisasi pribadi)
Dari teori diatas, dijelaskan bahwa banyaknya fungsi dan manfaat
sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan yang dipercaya oleh
masyarakat sebagai alat untuk membentuk kepribadian diri individu dalam
mayarakat, mendidik warga negara menjadi lebih baik dan nantinya diharapkan
dapat berguna bagi bangsa dan negara.
d. Tenaga Pendidik
Tenaga pendidik merupakan unsur terpenting di dalam keseluruhan
sistem pendidikan. Karena itu peranan dan kedudukan guru demi meningkatkan
mutu dan kualitas anak didik harus diperhitungkan dengan sungguh-sungguh.
a. Berprestasi
Guru Berprestasi adalah guru yang memiliki kinerja melampaui standar
yang telah ditetapkan oleh satuan pendidikan dan mampu menghasilkan karya
inofatif yang diakui baik pada tingkat daerah, nasional dan/atau internasional.
b. Berkompetensi
15
Kompetensi guru tersebut meliputi kompetensi intelektual, kompetensi
fisik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi spiritual.
e. Komponen Pembelajaran.
Komponen-komponen dalam belajar dan mengajar menurut Nana
Sudjana (2000: 30) adalah sebagai berikut:
1) Tujuan proses pengajaran
2) Materi atau bahan pelajaran
3) Metode dan alat yang digunakan dalam proses pengajaran
4) Penilaian dalam proses pengajaran
Tujuan pembelajaran merupakan hal yang paling penting dalam proses
pengajaran sebagai indikator keberhasilan pembelajaran. Bahan pelajaran
diharapkan dapat melengkapi dan mendukung tercapainya tujuan pembelajaran.
Metode dan alat berfungsi sebagai jembatan atau media pelajaran terhadap tujuan
yang ingin dicapai, sehingga harus efektif dan efisien. Sedangkan penilaian
berperan untuk mengukur tercapai tidaknya tujuan pengajaran.
Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2011:9) bahwa komponen sistem
pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Siswa sebagai subjek dalam pembelajaran dijadikan pusat dari
segala kegiatan. Artinya perencanaan dan desain pembelajaran
disesuaikan dengan kondisi siswa yang bersangkutan, baik sesuai
dengan kemampuan dasar, minat dan bakat, motivasi belajar, dan
gaya belajar siswa itu sendiri.
2) Tujuan adalah komponen terpenting dalam pembelajaran setelah
komponen siswa sebagai subjek belajar. tujuan merupakan
persoalan tentang visi dan misi suatu lembaga pendidikan.
3) Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang dirancang agar
siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan. Pengalaman belajar harus mendorong siswa aktif
belajar baik secara fisik maupun nonfisik.
4) Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang
memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar
meliputi: lingkungan fisik seperti tempat belajar, bahan dan alat
16
yang dapat digunakan, personal seperti guru, petugas
perpustakaan dan ahli media, siapa saja yang berpengaruh baik
langsung maupun tidak langsung untuk keberhasilan dalam
pengalaman belajar.
5) Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh
kemampuan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.
Tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang
instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan
siswa mencapai tujuan pembelajaran.
e. Fasilitas Sekolah
Fasilitas Sekolah merupakan sarana dan prasarana yang dapat
menunjang kelancaran proses belajar baik di sekolah. Dengan adanya fasilitas
belajar yang memadai maka kelancaran dalam belajar akan dapat terwujud.
a. Bidang Pendidikan
Fasilitas sekolah dibidang pendidikan diantaranya yaitu : perpustakaan
dan laboratorium.
b. Bidang Olahraga
Fasilitas sekolah dibidang olahraga diantaranya yaitu : lapangan basket,
lapangan bola.
f. Status Sekolah
Sekolah menurut status terbagi atas dua kategori, yaitu :
a. Sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah,
mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan
perguruan tinggi.
b. Sekolah swasta adalah sekolah yang diselenggarakan oleh non-
pemerintah atau swasta. Penyelenggara sekolah swasta berupa badan maupun
yayasan pendidikan.
g. Tingkat sekolah
Berdasarkan PP no 66 tahun 2010 pasal 60, Penyelenggaraan pendidikan
formal meliputi:
17
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan dasar;
c. pendidikan menengah; dan
d. pendidikan tinggi.
Lebih lanjut mengenai hal tersebut diatas diterangkan pengertian
mengenai tingkatan-tingkatan sekolah sebagai berikut:
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan
formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada
satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk
lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan
pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah
Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan
formal yang merupakan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengah
Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah
Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan
formal setelah pendidikan menengah yang dapat berupa program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor, yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi.
3. SMP (Sekloah Menegah Pertama)
Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat SMP, adalah
salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan
umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk
18
lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara
SD atau MI. (PP no 66 tahun 2010 pasal 1 ayat 10)
Sekolah Menengah Pertama ( SMP) merupakan jenjang pendidikan
dasar formal di Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD)
atau yang sederajat. Sekolah Menengah Pertama dilaksanakan dalam kurun waktu
3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Siswa kelas 9 diwajibkan mengikuti
Ujian Nasional yang mempengaruhi kelulusan atau tidaknya siswa. Lulusan
sekolah menengah pertama dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan lebih tinggi,
yaitu pendidikan sekolah menengah atas (SMA) atau sekolah menengah kejuruan
(SMK) atau yang sederajat. Pelajar sekolah menengah pertama umumnya berusia
13-15 tahun.
Sekolah Menengah Pertama ( SMP) termasuk wajib belajar bagi setiap
warga negara berusia 7-15 tahun di Indonesia. Wajib belajar 9 tahun meliputi
pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah
menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.
Sekolah Menengah Pertama ( SMP) diselenggarakan oleh pemerintah
maupun swasta. Pengelolaan sekolah menengah pertama negeri di Indonesia yang
sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota sejak diberlakukannya
otonomi daerah pada tahun 2001. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional
hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan.
Secara struktural, sekolah menengah pertama negeri merupakan unit pelaksana
teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.
a. Karakteristik anak SMP
Pada masa sekolah menengah pertama (SMP) peserta didiknya berkisar
antara usia 12-15 tahun. Pada masa inilah seseorang dikatakan sedang memasuki
usia remaja. Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia
yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja
19
ini sering dianggap sebagai masa peralihan, dimana saat-saat ketika anak tidak
mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya
ia belum dapat dikatakan orang dewasa. Menurut Anna Freud (dalam Yusuf. S,
2004) masa remaja juga dikenal dengan masa strom and stress dimana terjadi
pergolakan emosi yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan
psikis yang bervariasi. Pada masa ini remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan
dan sebagai akibatnya akan muncul kekecewaan dan penderitaan, meningkatnya
konflik dan pertentangan, impian dan khayalan, pacaran dan percintaan,
keterasingan dari kehidupan dewasa dan norma kebudayaan (Gunarsa, 1986).
Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-
anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya.
Fase-fase masa remaja (pubertas) menurut Monks dkk (2004) yaitu antara umur
12 – 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18
tahun termasuk masa remaja pertengahan, 18-21 tahun termasuk masa remaja
akhir.
Karakteristik anak remaja bisa dilihat dalam beberapa aspek, yaitu dari
Pertumbuhan fisik, perkembangan seksual, cara berfikir kausalitas, emosi yang
meluap-luap, perkembangan sosial, perkembangan moral dan perkembangan
kepribadian.
1. Pertumbuhan fisik: Pada masa remaja, pertumbuhan fisik mengalami
perubahan lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa
dewasa. Pada fase ini remaja memerlukan asupan gizi yang lebih, agar
pertumbuhan bisa berjalan secara optimal. Perkembangan fisik remaja jelas
terlihat pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan, serta otot-otot
tubuh berkembang pesat.
2. Perkembangan seksual: Terdapat perbedaan tanda-tanda dalam
perkembangan seksual pada remaja. Tanda-tanda perkembangan seksual
pada anak laki-laki diantaranya alat reproduksi spermanya mulai
berproduksi, ia mengalami masa mimpi yang pertama, yang tanpa sadar
20
mengeluarkan sperma. Sedangkan pada anak perempuan, bila rahimnya
sudah bisa dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi yang pertama.
Terdapat ciri lain pada anak laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki
pada lehernya menonjol buah jakun yang bisa membuat nada suaranya
pecah; didaerah wajah, ketiak, dan di sekitar kemaluannya mulai tumbuh
bulu-bulu atau rambut; kulit menjadi lebih kasar, tidak jernih, warnanya
pucat dan pori-porinya meluas. Pada anak perempuan, diwajahnya mulai
tumbuh jerawat, hal ini dikarenakan produksi hormon dalam tubuhnya
meningkat. Pinggul membesar bertambah lebar dan bulat akibat dari
membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit.
Payudara membesar dan rambut tumbuh di daerah ketiak dan sekitar
kemaluan. Suara menjadi lebih penuh dan merdu. Pada saat seorang anak
memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada
remaja putri ataupun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia
mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak
tiba-tiba memiliki kemampuan untuk bereproduksi.
3. Cara berfikir kausalitas: Hal ini menyangkut tentang hubungan sebab akibat.
Remaja sudah mulai berfikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua,
guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka tidak
akan terima jika dilarang melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa
diberikan penjelasan yang logis. Misalnya, remaja makan didepan pintu,
kemudian orang tua melarangnya sambil berkata ―pantang‖. Sebagai remaja
mereka akan menanyakan mengapa hal itu tidak boleh dilakukan dan jika
orang tua tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan maka dia akan
tetap melakukannya. Apabila guru/pendidik dan oarang tua tidak memahami
cara berfikir remaja, akibatnya akan menimbulkan kenakalan remaja berupa
perkelahian antar pelajar.
21
4. Emosi yang meluap–luap: Emosi pada remaja masih labil, karena erat
hubungannya dengan keadaan hormon. Mereka belum bisa mengontrol
emosi dengan baik. Dalam satu waktu mereka akan kelihatan sangat senang
sekali tetapi mereka tiba-tiba langsung bisa menjadi sedih atau marah.
Contohnya pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang tersinggung
perasaannya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka
daripada pikiran yang realistis. Saat melakukan sesuatu mereka hanya
menuruti ego dalam diri tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi.
5. Perkembangan sosial: Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk
mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai
dengan aturan atau norma yang berlaku. Ketrampilan sosial dan kemampuan
penyesuaian diri menjadi semakin penting manakala anak sudah menginjak
masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah
memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman
dan lingkungan sosial akan sangat menentukan.
6. Perkembangan moral: adanya perkembangan moral karena para remaja
mulai mengetahui dunia luar yang sebenarnya dan kemudian
membandingkannya dengan apa yang mereka percayai dulu. Dari sinilah
para remaja ini menemui kejanggalan adanya perbedaan dan ingin mencari
kebenarannya. Ia melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan
beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan
seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu
lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
7. perkembangan kepribadian: secara umum penampilan sering diindentikkan
dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak.
Karena apa yang tampil tidak selalu mengambarkan pribadi yang
sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini amatlah penting
22
bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata,
sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung
dikucilkan. Disinilah pentingnya orangtua memberikan penanaman nilai-
nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan
pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.
Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/jati diri. Individu
ingin mendapat pengakuan tentang apa yang dapat ia hasilkan bagi orang lain.
Apabila individu berhasil dalam masa ini maka akan diperoleh suatu kondisi yang
disebut identity reputation (memperoleh identitas). Apabila mengalami kegagalan,
akan mengalami Identity Diffusion (kekaburan identitas). Maka dari itu dalam
proses pelaksanaan perencanaan proses pembelajaran sangat perlu diperhatikan
tentang metode dan cara yang akan ditempuh, dan disesuaikan dengan
karakteristik anak pada masa itu. Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 Pasal 20
dinyatakan bahwa yang dimaksud Perencanaan proses pembelajaran tersebut
meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang
kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar,
dan penilaian hasil belajar.
b. Silabus Pembelajaran Olahraga SMP
Silabus pada dasarnya merupakan rencana pembelajaran jangka panjang
pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran tertentu yang mencakup standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.
Silabus sebagai suatu rencana pembelajaran diperlukan sebab proses pembelajaran
di sekolah dilaksanakan dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Selain itu,
proses pembelajaran sendiri pada hakikatnya merupakan suatu proses yang ditata
dan diatur sedemikian rupa menurut langkah-langkah tertentu agar dalam
pelaksanaannya dapat mencapai hasil yang diharapkan dan kompetensi dasar
dapat tercapai secara efektif.
23
Silabus juga merupakan hasil atau produk pengembangan disain
pembelajaran, seperti Pola Dasar Kegiatan Belajar Mengajar (PDKBM) dan
Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP). Dalam silabus tersebut memuat
komponen-komponen minimal dari kurikulum satuan pendidikan. Untuk
mengadakan pengkajian terhadap kurikulum yang sedang dilaksanakan pada suatu
satuan pendidikan, bisa dilakukan melalui penelaahan silabus yang telah
dikembangkan dan diberlakukan. Dari pengkajian terhadap silabus bisa
memberikan berbagai informasi, di antaranya dapat dilihat apakah kurikulum
sebagai suatu teori telah diterjemahkan dengan baik. Melalui silabus dapat
ditelaah standar kompetensi dan kompetensi yang akan dicapai, materi yang akan
dikembangkan, proses yang diharapkan terjadi, serta bagaimana cara mengukur
keberhasilan belajar. Dari silabus juga akan tampak apakah hubungan antara satu
komponen dengan komponen lainnya harmonis atau tidak. Karena itu kedudukan
silabus dalam telaah kurikulum tingkat satuan pendidikan sangatlah penting..
Silabus pada dasarnya merupakan program yang bersifat makro yang harus
dijabarkan lagi ke dalam program-program pembelajaran yang lebih rinci, yaitu
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Silabus merupakan program yang
dilaksanakan untuk jangka waktu yang cukup panjang (satu semester), 8 menjadi
acuan dalam mengembangkan RPP yang merupakan program untuk jangka waktu
yang lebih singkat. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau
kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan
penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian.
Dalam silabus tingkat SMP telah diatur beberapa materi olahraga yang
harus diberikan oleh guru penjas khususnya kepada anak didiknya mulai dari
kelas 7,8, dan 9. Cabang tersebut antara lain:
24
1) Permainan Bola besar, meliputi
2) Permainan Bola kecil, yang meliputi
3) Atletik, yang meliputi
4) Olah raga bela diri, yang meliputi
5) Kebugaran jasmani
6) Uji diri/ senam lantai
7) Senam irama tanpa alat dandengan alat
8) Aquatic/ renang
9) Pendidikan luar kelas
10) dasar-dasar penyelamatan di lingkungan sekolah
11) budaya hidup sehat
4. Sarana prasarana pembelajaran
a. Pengertian Sarana prasarana Pembelajaran
Sarana prasarana merupakan alat-alat yang digunakan oleh pendidik
dalam menyampaikan materi pembelajaran.Sarana prasarana ini lebih sering
disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan mempraktekan sesuatu
dalam proses pendidikan pengajaran. Menurut Samsudin (2008: 57) menyatakan
bahwa, ―untuk melaksanakan proses aktivitas jasmani tersebut sudah barang tentu
menuntut adanya kelengkapan media dan Sarana prasarana pembelajaran. Karena
tanpa adanya dukungan media dan Sarana prasarana tersebut, maka proses
pembelajaran pendidikan jasmani akan sia-sia belaka‖.
Jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Dengan
perkataan lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengerahkan indera sebanyak
mungkin suatu objek sehingga mempermudah persepsi.
Manfaat Sarana prasarana pembelajaran menurut Soekidjo (2003) secara
terperinci antara lain sebagai berikut:
1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan
2) Mencapai sasaran yang lebih banyak
3) Membatu mengatasi hambatan bahasa
4) Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan
kesehatan
25
5) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.
6) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang
diterima kepada orang lain
7) Mempermudah peyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para
pendidik pelaku pendidikan.
8) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan
Seperti diuraikan diatas bahwa pengetahuan yang ada pada seseorang
diterima melalui indera.
b. Syarat Sarana prasarana Pembelajaran Yang Baik
Menurut Soekidjo (2003) suatu alat pembelajaran dikatakan baik,
apabila mempunyai tujuan pendidikan untuk mengubah pengetahuan,/pengertian,
pendapat dan konsep-konsep, mengubah sikap dan persepsi, menanamkan tingkah
laku/kebiasaan yang baru. Selain itu Sarana prasarana harus efisien dalam
penggunaanya, dalam waktu yang singkat dapat mencakup isi yang luas dan
tempat yang diperlukan tidak terlalu luas. Penempatan Sarana prasarana perlu
diperhatikan ketepatannya agar dapat diamati dengan baik oleh siswa.
Efektif artinya memberikan hasil guna yang tinggi ditinjau dari segi
pesannya dan kepentingan siswa yang sedang belajar sedangkan yang dimaksud
dengan komunikatif ialah bahwa media tersebut mudah untuk dimengerti
maksudnya,sehingga membuat siswa mejadi lebih mudah dalam menerima
pembelajaran yang diberikan oleh guru.
c. Penerapan Sarana prasarana Pembelajaran
Penerapan Sarana prasarana pembelajaran merupakan cara kerja yang
mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan
membelajarkan siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Penerapan Sarana prasarana pembelajaran dapat diartikan sebagai titik
tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada
pandangan suatu proses yang sifatnya masih sangat umum yang mewadahi,
menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoritis tertentu.
26
Menurut Sagala (2010:68) bahwa ―penerapan Sarana prasarana
merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan
instruksional untuk suatu satuan intruksional tertentu‖. Menurut Benny A. Pribadi
(2009:58) bahwa, ―penerapan Sarana prasarana pembelajaran diartikan sebagai
desain sistem pembelajaran yaitu sebagai suatu keseluruhan proses yang
dilakukan untuk menganalisis kebutuhan dan tujuan pembelajaran serta
pengembangan sistem penyampaian materi pelajaran untuk mencapai tujuan
tertentu‖. Sedangkan menurut Asep Jihad & Abdul Haris (2013:24) bahwa
―penerapan Sarana prasarana pembelajaran sebagai proses penyajian isi
pembelajaran kepada siswa untuk mencapai kompetensi tertentu dengan suatu
metode atau beberapa metode pilihan‖.
Penerapan Sarana prasarana pembelajaran merupakan salah satu bagian
integral yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Berhasil tidaknya
tujuan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang
ditetapkan oleh guru. Oleh karena itu, seorang guru harus cermat dan tepat dalam
menetapkan penekatan pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dilihat dari pendekatannya terdapat dua jenis pendekatan yaitu (1) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa dan (2) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan dapat ditarik kesimpulan
bahwa penerapan Sarana prasarana pembelajaran merupakan cara kerja yang
mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan
membelajarkan siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
d. Media
27
Dalam aktivitas pembelajaran, media dapat didefinisikan sebagai sesuatu
yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang
berlangsung antara dosen dengan mahasiswa (Heinich, dkk,1996). Dengan kata
lain, media pembelajaran berperan sebagai perantara dalam pembelajaran yang
dilakukan oleh antara dosen dengan mahasiswa. Heinich, Molenda, & Russel
mengemukakan klasifikasi media yang dapat digunakan dalam kegiatan
pembelajaran yaitu (1) Media yang tidak diproyeksikan, (2) Media yang
diproyeksikan (projected media), (3) Media audio, (4) Media video dan film, (5)
Komputer, dan (6) Multimedia berbasis komputer.
Teknogi pembelajaran adalah bidang garapan dan keahlian yang dapat
diaplikasikan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan aktivitas
pembelajaran.Implementasi teknologi pembelajaran mempunyai makna adanya
penggunaan teknologi baik berupa produk maupun pemikiran konsep untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi aktivitas pembelajaran.
Media yang tidak diproyeksikan terdiri dari beberapa jenis yaitu : benda
nyata (realia), replika dan model, kit multimedia, simulator, bahan cetakan
(printed materials), foto, gambar, chart, poster dan grafik. Berdasarkan bentuknya,
jenis media ini dapat diklasifikasikan ke dalam media dua dimensi dan media tiga
dimensi.Bahan cetakan seperti gambar, chart, poster, foto dan grafik tergolong
sebagai media dua dimensi.Sedangkan realia, replika, model, dan simulator dapat
digolongkan sebagai media tiga dimensi.
Setiap jenis media mempunyai karakteristik yang spesifik jika digunakan
dalam aktivitas pembelajaran.Media dua dimensi dapat berbentuk gambar yang
merepresentasikan suatu objek dan prosedur yang dapat dipelajari untuk
menguasai suatu pengetahuan dan keterampilan tertentu.Sementara itu, media tiga
dimensi yang dapat berbentuk media murah dan sederhana sampai jenis media
yang mahal dan canggih, memberi kemungkinan bagi mahasiswa untuk
memperoleh pengalaman belajar yang bersifat langsung yang berkaitan dengan
pengetahuan dan keterampilan yang sedang dipelajari.Simulator dan bahan serta
28
perlengkapan yang terdapat di laboratorium tergolong ke dalam jenis media tiga
dimensi.Dengan menggunakan jenis media ini mahasiswa mempelajari
pengetahuan dan prosedur tertentu yang perlu dipelajari dalam suatu mata kuliah.
Media yang diproyeksikan adalah jenis media yang penggunaanya
diproyeksikan ke layar.Jenis media yang tegolong kedalam media yang
diproyeksikan adalah overhead transparansi, film slide, dan gambar proyeksi
komputer (Computer Image Projection).
Pada umumnya jenis media ini digunakan untuk membantu dalam
presentasi materi pembelajaran. Penggunaan media overhead transparansi dan
film slide mampu menayangkan teks dan gambar untuk memperjelas konsep yang
diajarkan. Jenis media ini mampu menayangkan hampir semua jenis pengetahuan
dan konsep melalui kombinasi tayangan teks dan gambar. Media overhead
transparansi dan film slide dapat digunakan dalam proses belajar mengajar baik
untuk kelompok sedang maupun besar.
Perkembangan teknologi proyektor saat ini telah memungkinkan
pengajar atau presenter mempresentasikan output komputer, baik berupa teks,
gambar, maupun kombinasi keduanya. Jika digunakan dalam proses pembelajaran
maka hal ini diharapkan dapat menambah kualitas pemahaman mahasiswa
terhadap materi perkuliahan yang diajarkan. Media dan teknologi gambar
proyeksi komputer masih jarang digunakan karena harga proyektor LCD yang
masih sangat mahal.
Media audio adalah bahan suara (audio) yang direkam dalam format
fisik tertentu.Secara fisik jenis media yang tergolong sebagai media audio adalah
kaset audio dan disk audio. Jenis media ini pada dasarnya dapat digunakan dalam
proses pembelajaran yang berkaitan dengan bunyi, suara, serta bahasa. Dalam
jurusan seni dan bahasa, media audio dapat memberikan kontribusi yang positif
jika diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh, laboratorium
bahasa dan ruang akustik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jurusan
bahasa dan jurusan etnomusikologi di PT seni.
29
Media video dan film adalah gambar bergerak yang direkam dalam
format kaset video, Video Cassette Disc (VCD), dan Digital Versatile Disc
(DVD).Jenis media ini dapat digunakan untuk mengajarkan hampir semua jenis
topik perkuliahan. Namun demikian dalam penggunaannya kita perlu mengetahui
karakteristik yang spesifik dari media ini yaitu kemampuannya dalam
Menayangkan objek bergerak (moving objects) dan proses yang spesifik. Pada
jurusan Biologi, misalnya, medium video dapat digunakan untuk memperlihatkan
bagaimana suatu objek atau spesies tumbuh dan berkembang seiring dengan
berjalannya waktu.Medium video dapat dapat digunakan untuk memperjelas
pemahaman mahasiswa dalam pengajaran konsep gerak dan momentum jika
diintegrasikan dalam topik spesifik dalam mata kuliah fisika.
Komputer merupakan jenis media yang secara virtual dapat
menyediakan respon yang segera terhadap hasil belajar yang dilakukan oleh
mahasiswa.Lebih dari itu, komputer memiliki kemampuan menyimpan dan
memanipulasi informasi sesuai dengan kebutuhan.Perkembangan teknologi yang
pesat saat ini telah memungkinkan komputer memuat dan menayangkan beragam
bentuk media di dalamnya. Dalam hal ini Heinich, Molenda, & Russel (1996:
228) mengemukakan bahwa :
“…It has ability to control and integrate a wide variety of media – still
pictures, graphics and moving images, as well as printed information. The
computer can also record, analyze, and react to student responses that are typed
on a keyboard or selected with a mouse”.
Saat ini teknologi komputer tidak lagi hanya digunakan sebagai sarana
komputasi dan pengolahan kata (word processor) tetapi juga sebagai sarana
belajar multi media yang memungkinkan mahasiswa membuat desain dan
rekayasa suatu konsep dan ilmu pengetahuan.Sajian multimedia berbasis
komputer dapat diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran komputer
sebagai sarana untuk menampilkan dan merekayasa teks, grafik, dan suara dalam
sebuah tampilan yang terintegrasi.Dengan tampilan yang dapat
30
mengkombinasikan berbagai unsur penyampaian informasi dan pesan, komputer
dapat dirancang dan digunakan sebagai media teknologi yang efektif untuk
mempelajari dan mengajarkan materi perkuliahan yang relevan misalnya
rancangan grafis dan animasi.
Multimedia berbasis komputer dapat pula dimanfaatkan sebagai sarana
dalam melakukan simulasi untuk melatih keterampilan dan kompetensi
tertentu.Misalnya, penggunaan simulator kokpit pesawat terbang yang
memungkinkan mahasiswa dalam akademi penerbangan dapat berlatih tanpa
menghadapi risiko jatuh. Contoh lain dari penggunaan multimedia berbasis
komputer adalah tampilan multimedia dalam bentuk animasi yang memungkinkan
mahasiswa pada jurusan eksakta – biologi, kimia, dan fisika - melakukan
percobaan tanpa harus berada di laboratorium.
Perkembangan teknologi komputer saat ini telah membentuk suatu
jaringan (network) yang dapat memberi kemungkinan bagi siswa untuk
berinteraksi dengan sumber belajar secara luas.Jaringan komputer berupa internet
dan web telah membuka akses bagi setiap orang untuk memperoleh informasi dan
ilmu pengetahuan terkini dalam bidang akademik tertentu.Diskusi dan interaksi
keilmuan dapat terselenggara melalui tersedianya fasilitas internet dan web di
kampus.
e. Manajemen Pemanfaatan Sarana Prasarana dan Media
Pembelajaran.
Pemanfaatan sarana prasarana dan media dan teknologi pembelajaran di
Sekolah selain dapat memberi kontribusi terhadap pengetahuan dan keterampilan
mahasiswa juga dapat membantu tenaga pengajar di Sekolah untuk
mempermudah proses belajar, memperjelas materi pembelajaran dengan beragam
contoh yang konkret, memfasilitasi interaksi dengan siswa, memberi kesempatan
praktek kepada siswa, dan memberi kesempatan evaluasi beragam bentuk media
dan teknologi pembelajaran (Pannen, dkk, 2003).
31
Agar pemanfaatan sarana prasarana dan media pembelajaran dapat
memberi kontribusi yang positip terhadap hasil belajar mahasiswa, maka
pengguna media harus mempertimbangkan beberapa faktor pemilihan media.
Smith dan Ragan (1993: 345) mengemukakan faktor-faktor pemilihan media
dalam pembelajaran adalah:
―(1) the learning task along along with the instructional conditions that
facilitate the learning of the task, (2) the characteristics of the learners, (3)
the learning context andother practical matters that influence the
appropriteness of the medium, and (4) The attributes of the potential media
(what each potential media can and cannot do)”.
Sarana prasarana dan Media pembelajaran telah banyak dimanfaatkan di
dunia pendidikan dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Pentingnya
pemanfaatan sarana prasarana dan media pembelajaran dalam meningkatkan mutu
proses pembelajaran yang pada akhirnya berdampak terhadap kualitas kompetensi
anak didik.
Manajemen sarana prasarana pendidikan dapat didefinisikan sebagai
proses kerja sama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan secara
efektif dan efisien. Definisi ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang
ada di sekolah perlu didayagunakan dan dikelola untuk kepentingan proses
pembelajaran di sekolah. Pengelolaan itu dimaksudkan agar dalam menggunakan
sarana dan prasarana di sekolah bisa berjalan dengan efektif dan efisien.
Pengelolaan sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang sangat penting di
sekolah, karena keberadaannya akan sangat mendukung terhadap suksesnya
proses pembelajaran di sekolah (Sulistyorini:115-116).
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan
menjaga sarana prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara
optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini
meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan
inventarisasi, dan penghapusan serta penataan. Manajemen sarana prasarana yang
32
baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapih, dan indah
sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun murid
untuk berada di sekolah (E. Mulyasa;50).
Secara umum, tujuan manajemen perlengkapan sekolah adalah
memberikan layanan secara professional di bidang sarana dan prasarana
pendidikan dalam rangka terselenggaranya proses pendidikan secara efektif dan
efisien. Secara rinci tujuannya adalah sebagai berikut (Ibrahim Bafadal;5) :
1) Untuk mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
melalui sistem perencanaan dan pengadaan yang hati-hati dan
seksama. Dengan perkataan ini, melalui manajemen perlengkapan
pendidikan diharapkan semua perlengkapan yang didapatkan oleh
sekolah adalah sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas
tinggi, sesuai dengan kebutuhan sekolah, dan dengan dana yang
efisen.
2) Untuk mengupayakan pemakaian sarana dan prasarana sekolah secara
tepat dan efisien.
3) Untuk mengupayakan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah,
sehingga keberadaannya selalu dalam kondisi siap pakai dalam setiap
diperlukan oleh semua personel sekolah.
5. Model-Model Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi di mana suatu tujuan
telah dapat dicapai (M. Sukardi: 2008:1) Definisi tersebut menerangkan secara
langsung hubungan evaluasi dengan tujuan suatu kegiatan yang mengukur derajat, di
mana suatu tjuan dapat dicapai. Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari
bahasa inggris ―evaluation‖ yang berarti penilaian atau penaksiran. Sedangkan
menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk
mengikuti keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya
dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan (Chabib
Toha:2003:1). Evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktifitas secara spontan dan
insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana,
sistematik dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas. Kegiatan evaluasi
33
memerlukan penggunaan informasi yang diperoleh melalui pengukuran maupun
dengan cara lain untuk menentukan pendapat dan membuat keputusan pendidikan.
Evaluasi pendidikan mencakup dua sasaran pokok yaitu evaluasi makro
(program) dan evaluasi mikro (kelas). Secara umum, evaluasi terbagi dalam tiga
tahap sesuai proses belajar mengajar yakni dimulai dari evaluasi input, evaluasi
prosess dan evaluasi output (Suharsimi Arikunto; 1993; 4) Setiap jenis evaluasi
memiliki fungsi yang berbeda satu dengan yang lain. Evaluasi input mencakup fungsi
kesiapan penempatan dan seleksi. Evaluasi proses mencakup formatif, diagnostic dan
monitoring, sedangkan evaluasi output mencakup sumatif. Evaluasi program adalah
proses untuk mendeskripsikan dan menilai suatu program dengan menggunakan
kriteria tertentu dengan tujuan untuk membantu merumuskan keputusan atau
kebijakan yang lebih baik. Pertimbangannya adalah untuk memudahkan evaluator
dalam mendeskripsikan dan menilai komponen-komponen yang dinilai, apakah sesuai
dengan ketentuan atau tidak. Menurut S. Arikunto evaluasi program juga berarti
upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan
cara mengetahui efektifitas masing-masing komponennya. Ada empat kemungkinan
kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah
program, yaitu:
a. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut
tidak ada manfaatnya atau tidak dapat terlaksana sebagaimana
diharapkan.
b. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai
dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit).
c. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program sudah berjalan
sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.
d. Menyebarluaskan program, karena program berhasil dengan baik
maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain
(Suharsimi Arikunto dan Cepi Syafruddin Abdul Jabar; 2004:8)
34
Model evaluasi merupakan suatu desain yang dibuat oleh para ahli atau
pakar evaluasi. Biasanya model evaluasi ini dibuat berdasarkan kepentingan
seseorang, lembaga atau instansi yang ingin mengetahui apakah program yang telah
dilaksanakan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Terdapat beberapa model
evaluasi yang umum di masyarakat, antara lain:
1. Model Evaluasi CIPP
2. Model Evaluasi UCLA
3. Model Evaluasi Brinkerhoff
4. Model Evaluasi Stake atau model Countenance
5. Model Evaluasi Metfessel dan Michael
Dalam melakukan evaluasi, perlu dipertimbangkan model evaluasi yang
akan dibuat. Berikut uraian dari kelima model evaluasi di bawah ini :
a. Model Evaluasi CIPP
Evaluasi, dari awal kemunculannya sampai dengan saat ini terus
mengalami perkembangan. Evaluasi merupakan istilah baru dalam kajian
keilmuan yang telah berkembang menjadi disiplin ilmu sendiri. Walaupun
demikian, bidang kajian evaluasi ternyata telah banyak memberikan manfaat dan
kontribusinya didalam memberikan informasi maupun data, khususnya mengenai
pelaksanan suatu program tertentu yang pada gilirannya akan menghasilkan
rekomendasi dan digunakan oleh pelaksana program tersebut untuk menentukan
keputusan, apakah program tersebut dihentikan, dilanjutkan, atau ditingkatkan
lebih baik lagi. Dan saat ini, evaluasi telah berkembang menjadi tren baru sebagai
disiplin ilmu baru dan sering digunakan oleh hampir semua bidang dalam suatu
program tertentu seperti,evaluasi program training pada sebuah perusahaan,
evaluasi program pembelajaran dalam pendidikan, maupun evalausi kinerja para
pegawai negeri sipil pada sebuah instansi tertentu.
Dalam implementasinya ternyata evaluasi dapat berbeda satu sama lain,
hal ini tergantung dari maksud dan tujuan dari evaluasi tersebut dilaksanakan.
35
Seperti evaluasi program pembelajaran tidak akan sama dengan evaluasi kinerja
pegawai. Evaluasi program pembelajaran dilakukan dengan dituan untuk melihat
sejauh mana hasil belajar telah tercapai dengan optimal sesuai dengan target dan
tujuan pembelajaran itu sediri. Sedangkan evaluasi kinerja pegawai dilakukan
dengan tujuan untuk melihat kualitas, loyalitas, atau motivasi kerja pegawai,
sehingga akan menentukan hasil produksi. Dengan adanya perbedaan tersebut
lahirlah beberapa model evaluasi yang dapat menjadi pertimbangan evaluator
dalam melakukan evaluasi. Dari beberapa model evaluasi yang ada, penulis hanya
akan membahas model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) yang
dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam.
Model evaluasi CIPP dalam pelaksanaannya lebih banyak digunakan
oleh para evaluator, hal ini dikarenakan model evaluasi ini lebih komprehensif
jika dibandingkan dengan model evaluasi lainnya. Model evaluasi ini
dikembangkan oleh Daniel Stuffleabem, dkk (1967) di Ohio State University.
Model evaluasi ini pada awalnya digunakan untuk mengevaluasi ESEA (the
Elementary and Secondary Education Act). CIPP merupakan singkatan dari,
context evaluation : evaluasi terhadap konteks, input evaluation : evaluasi
terhadap masukan, process evaluation : evaluasi terhadap proses, dan product
evaluation : evaluasi terhadap hasil. Keempat singkatan dari CIPP tersebut itulah
yang menjadi komponen evaluasi.
Model CIPP berorientasi pada suatu keputusan. Tujuannya adalah untuk
membantu administrator (kepala sekolah dan guru) didalam membuat keputusan.
Menurut Stufflebeam, (1993 : 118) dalam Eko Putro Widoyoko mengungkapkan
bahwa, ― the CIPP approach is based on the view that the most important purpose
of evaluation is not to prove but improve.‖ Konsep tersebut ditawarkan oleh
Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan
membuktikan, tetapi untuk memperbaiki.Berikut ini akan di bahas komponen atau
dimensi model CIPP yang meliputi, context, input, process, product.
1) Context Evaluation (Evaluasi Konteks)
36
Stufflebeam (1983 : 128) dalam Hamid Hasan menyebutkan, tujuan
evaluasi konteks yang utama adalah untuk mengetahui kekutan dan kelemahan
yang dimilki evaluan. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator
akan dapat memberikan arah perbaikan yang diperlukan. Suharsimi Arikunto dan
Cepi Safrudin menjelaskan bahwa, evaluasi konteks adalah upaya untuk
menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi,
populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.
2) Input Evaluation (Evaluasi Masukan)
Tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi input, atau evaluasi
masukan. Menurut Eko Putro Widoyoko, evaluasi masukan membantu mengatur
keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternative apa yang diambil,
apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja
untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi : 1) Sumber daya
manusia, 2) Sarana dan peralatan pendukung, 3) Dana atau anggaran, dan 4)
Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.
Menurut Stufflebeam sebagaimana yang dikutip Suharsimi Arikunto,
mengungkapkan bahwa pertanyaan yang berkenaan dengan masukan mengarah
pada pemecahan masalah yang mendorong diselenggarakannya program yang
bersangkutan.
3) Process Evaluation (Evaluasi Proses)
Worthen & Sanders (1981 : 137) dalam Eko Putro Widoyoko
menjelaskan bahwa, evaluasi proses menekankan pada tiga tujuan : ― 1) do detect
or predict in procedural design or its implementation during implementation
stage, 2) to provide information for programmed decision, and 3) to maintain a
record of the procedure as it occurs “. Evaluasi proses digunakan untuk
menditeksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi
selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan
sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses meliputi
37
koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik
pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai
sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki.
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi proses dalam model CIPP
menunjuk pada ―apa‖ (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, ―siapa‖
(who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, ―kapan‖ (when)
kegiatan akan selesai. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada
seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan didalam program sudah terlaksana
sesuai dengan rencana.
4) Product Evaluation (Evaluasi Produk/Hasil)
Sax (1980 : 598) dalam Eko Putro Widoyoko memberikan pengertian
evaluasi produk/hasil adalah ― to allow to project director (or techer) to make
decision of program ―. Dari evaluasi proses diharapkan dapat membantu pimpinan
proyek atau guru untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan,
akhir, maupun modifikasi program. Sementara menurut Farida Yusuf Tayibnapis
(2000 : 14) dalam Eko Putro Widoyoko menerangkan, evaluasi produk untuk
membantu membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah
dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan.
b. Model Evaluasi UCLA
Menurut Alkin (1969) evaluasi adalah suatu proses meyakinkan
keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan, dan menganalisa
informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat
keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Ia mengemukakan lima macam
evaluasi yakni :
a. Sistem assessment, yaitu memberikan informasi tentang keadaan atau
posisi sistem.
b. Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin
akan berhasil memenuhi kebutuhan progam.
38
c. Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah rogram
sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang
direncanakan.
d. Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana
program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan? Apakah
menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru
yang muncul tak terduga.
e. Program certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna
program.
c. Model Evaluasi Brinkerhoff
Brinkerhoff & Cs. (1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang
disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-
evaluator lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut :
a. Fixed vs Emergent Evaluation Design. Dapatkah masalah evaluasi dan kriteria
akhirnya dipertemukan. Apabila demikian, apakah itu suatu keharusan? Belum
lengkap penjelasannya
b. Formative vs Summative Evaluation. Apakah evaluasi akan dipakai untuk
perbaikan atau untuk melaporkan kegunaan atau manfaat suatu program? Atau
keduanya
c. Experimental and Quasi Experimental Design vs Natural/ Unobtrusive Inquiry.
Apakah evaluasi akan melibatkan intervensi ke dalam kegiatan program/mencoba
memanipulasi kondisi, orang diperlakukan, variabe1 dipengaruhi dan sebagainya,
atau hanya diamati, atau keduanya
d. Model Evaluasi Stake atau Model Countenance
Menurut model ‗Countenance‘, penilaian harus mengandung langkah-
langkah berikut; menerangkan program; melaporkan keterangan tersebut kepada
pihak yang berkepentingan; mendapatkan dan menganalisis ‗judgment;
39
melaporkan kembali hasil analisis kepada pelanggan. Seterusnya, model responsif
mencadangkan perhatian yang terus menerus oleh penilai dan semua pihak yang
terlibat dengan penilaian. Stake telah menentukan 12 langkah interaksi antara
penilai dan pelanggan dalam proses penilaian.
Model evaluasi Stake, merupakan analisis proses evaluasi yang
membawa dampak yang cukup besar dalam bidang ini, meletakkan dasar yang
sederhana namun merupakan konsep yang cukup kuat untuk perkembangan yang
lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake menekankan pada dua jenis operasi yaitu
deskripsi (descriptions) dan pertimbangan (judgments) serta membedakan tiga
fase dalam evaluasi program yaitu :
Persiapan atau pendahuluan (antecedents)
Proses/transaksi (transaction-processes)
Keluaran atau hasil (outcomes, output)
Descriptions matrix menunjukkan Intents (goal=tujuan) dan
observations (effect=akibat) atau yang sebenarnya terjadi. Judgment berhubungan
dengan standar (tolak ukur = kriteria)/dan judgment (pertimbangan). Stake
menegaskan bahwa ketika kita menimbang-nimbang di dalam menilai suatu
program pendidikan, kita tentu melakukan pembandingan relatif (antara satu
program dengan standard).
Model ini menekankan kepada evaluator agar membuat
keputusan/penilaian tentang program yang sedang dievaluasi secara benar, akurat
dan lengkap. Stake menunjukkan bahwa description disatu pihak berbeda dengan
pertimbangan (judgment) atau menilai. Di dalam model ini data tentang
Antecendent (input), Transaction (process) dan Outcomes (Product) data tidak
hanya dibandingkan untuk menentukan kesenjangan antara yang diperoleh dengan
yang diharapkan, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang mutlak agar
diketahui dengan jelas kemanfaatan kegiatan di dalam suatu program.
40
e. Model Evaluasi Metfessel dan Michael
Metfessel dan Michael (1967), dapat digunakan oleh guru dan evaluator
program. Dalam strategi model Metfessel dan Michael terdapat delapan langkah
yaitu:
a. Keterlibatan masyarakat (envalvement of the community) yakni :
orangtua, ahli-ahli pendidikan dan peserta didik
b. Pengembangan tujuan dan memilih tujuan menurut skala prioritas.
c. Menterjemahkan tujuan menjadi bentuk tingkah laku dan
mengembangkan pengajaran.
d. Mengembangkan metode untuk mengukur dan mengevaluasi pencapaian
tujuan.
e. Menyusun dan mengadministrasi ukuran untuk mengevaluasi pencapaian
tujuan
f. Menganalisis hasil pengukuran
g. Menginterpretasi dan mengevaluasi data
h. Menyusun rekomendasi untuk mengembangkan pengajaran
Dari teori tersebut dalam penelitian ini model evaluasi yang paling cocok
digunakan ialah model evaluasi Stake.
6. Model Evaluasi Stake
Model ini dikembangkan oleh Stake. Menurut ulasan tambahan yang
diberikan oleh Fernandes pada tahun 1984, model Stake ini menekankan pada
adanya pelaksanaan dua hal pokok, yaitu: (1) deskripsi (description) dan (2)
pertimbangan (judgments); serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi
program, yaitu: (1) anteseden (antecedents/context), (2) transaksi
(transaction/process), dan (3) keluaran (output – outcomes). Oleh Stake, model
evaluasi yang diajukan dalam bentuk diagram (matriks), yang menggambarkan
deskripsi dan tahapan dalam evaluasi program sebagai berikut:
41
Rational intens Observation Standart Judgement
Antecedents
Transaction
Outcomes
Description Matrix Judgement Matrix
Tiga hal yang dituliskan di antara dua matriks, menunjukkan objek atau
sasaran dari evaluasi. Dalam setiap program yang dievaluasi, evaluator harus
mampu mengidentifikasikan tiga hal, yaitu:
1. Antecedents, yang diartikan sebagai input/masukan. Contohnya: latar belakang
guru dan peserta didik, ketersediaan sumber daya.
2. Transaction, yang diartikan sebagai proses. Contohnya: interaksi antara guru
dengan peserta didik.
3. Outcomes, yang diartikan sebagai hasil. Contohnya: hasil belajar peserta didik.
Selanjutnya, kedua matriks yang digambarkan sebagai deskripsi (description) dan
pertimbangan (judgement), yang menunjukkan langkah-langkah yang terjadi
selama proses evaluasi.
Matriks pertama, yaitu matriks deskripsi, berkaitan atau menyangkut dua
hal yang menunjukkan posisi sesuatu (yang menjadi sasaran evaluasi), yaitu:
1. maksud/tujuan yang diharapkan oleh program (intens) dan
2. yang sesungguhnya terjadi atau apa yang benar-benar terjadi
(observation).
Selanjutnya, evaluator mengikuti matriks yang ke dua, yaitu matriks
pertimbangan, yang menunjukkan langkah pertimbangan (judgement), yang
dalam langkah tersebut mengacu pada standar acuan (standard). Menurut Stake,
ketika evaluator sedang mempertimbangkan program, mereka harus melakukan
dua perbandingan, yaitu:
42
1. membandingkan kondisi hasil evaluasi program tertentu dengan yang terjadi
pada program yang lain, dengan objek sasaran yang sama
2. membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang
diperuntukkan bagi program yang bersangkutan, didasarkan pada tujuan yang
akan dicapai.
Evaluasi terhadap ketersediaan Sarana prasarana dan media
pembelajaran serta kemanfaatannya dalam mata pelajaran olahraga, maka maka
tahapan dalam evaluasinya sebagai berikut:
1. Matriks Deskripsi
a. Kategori pertama dari matriks deskripsi adalah intens.
Intens diartikan sebagai sesuatu yang direncanakan pengembang program.
Dalam konteks ketersediaan Sarana prasarana dan media pembelajaran serta
kemanfaatannya dalam mata pelajaran olahraga yang dimaksud program adalah
silabus dan Rencana Program Pengajaran (RPP) yang dikembangkan guru. Guru
sebagai pengembang program merencanakan keadaan/persyaratan yang
diinginkannya untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Misalnya yang berhubungan
dengan jumlah, kemampuan, dari peserta didik. Kategori ini terdiri atas
antecedents (input/masukan), transaction (proses), dan outcomes (hasil).
b. Kategori ke dua dari matriks deskripsi adalah observation.
Observation berhubungan dengan apa yang sesungguhnya terjadi sebagai
implementasi yang diinginkan pada kategori yang pertama. Kategori ini juga
sebagaimana yang pertama terdiri atas antecedents (input/masukan), transaction
(proses), dan outcomes (hasil). Evaluator harus melakukan observasi
(pengumpulan data) mengenai antecedents (input/masukan), transaction (proses),
dan outcomes (hasil) yang ada di suatu satuan pendidikan.
2. Matriks Pertimbangan
a. Kategori pertama dari matriks pertimbangan adalah standard.
43
Standard adalah kriteria mengenai antecedents (input/masukan),
transaction (proses), dan outcomes (hasil) yang harus dipenuhi oleh suatu
kurikulum atau program yang dijadikan evaluan. Standar dapat dikembangkan
dari karakteristik yang dimiliki kurikulum, tetapi dapat juga dari yang lain
(mutually adaptive)
.
b. Kategori ke dua dari matriks pertimbangan adalah judgement.
Judgement adalah kategori pertimbangan. Kategori ini menghendaki
evaluator melakukan pertimbangan dari apa yang telah dilakukan dari kategori
yang pertama dan ke dua pada Matriks Deskripsi sampai kategori pertama pada
Matriks Pertimbangan. Suatu evaluasi harus sampai kepada pemberian
pertimbangan terhadap antecedents (input/masukan), transaction (proses), dan
outcomes (hasil).
B. Kerangka Pemikiran
Dalam studi tentang evaluasi, banyak sekali dijumpai model-model
evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda, diantaranya:
1. Model Evaluasi CIPP
2. Model Evaluasi UCLA
3. Model Evaluasi Brinkerhoff
4. Model Evaluasi Stake atau model Countenance
5. Model Evaluasi Metfessel dan Michael
Dalam melakukan evaluasi, perlu dipertimbangkan model evaluasi yang akan
dibuat. Dalam penelitian ini yang dirasa cocok adalah model evaluasi STAKE atau
model Countenance. langkah-langkah yang harus dilakukan evaluator dalam
model evaluasi ini ialah Evaluator harus bertemu terlebih dahulu untuk membuat
kerangka acuan yang berhubungan dengan antecedents (input/masukan),
transaction (proses), dan outcomes (hasil). Hal tersebut dilakukan tidak hanya
untuk memperjelas tujuan evaluasi, tetapi juga untuk melihat apakah model
44
evaluasi Countenance Stake‘s konsisten terhadap transaction (proses) yang
berkaitan dengan antecedents (input/masukan) dan outcomes (hasil).
Kemudian, evaluator mengumpulkan data mengenai apa yang diinginkan
pengembang program, baik yang berhubungan dengan kondisi awal, proses, dan
hasil. Data dapat dikumpulkan melalui studi dokumen atau dapat pula melalui
wawancara. Setelah itu, evaluator mengadakan analisis congruence (kesesuaian)
antara apa yang dikemukakan dalam tujuan (intens) dengan apa yang
sesungguhnya terjadi dalam pelaksanaannya (observation). Perlu diperhatikan
apakah yang telah direncanakan dalam tujuan sesuai dengan pelaksanaanya di
lapangan atau terjadi penyimpangan-penyimpangan.
Tugas evaluator berikutnya adalah memberikan pertimbangan (judgement)
mengenai program yang sedang dikaji, yang berhubungan dengan kondisi awal,
proses, dan hasil, dengan mengacu pada suatu standar (standard). tahapan dalam
evaluasinya adalah sebagai berikut:
1. Matriks deskripsi kategori intens (maksud/tujuan)
a. Komponen antecedents (masukkan)
Mengevaluasi sarana prasarana dan media pembelajaran yang ada,
dimana pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar harus didukung oleh
sarana prasarana dan media yang memadai.
b. Komponen transaction (proses)
Mengevaluasi penggunaan sarana dan prasarana guru olahraga
dengan peserta didik dalam kegiatan belajar-mengajar baik di kelas
maupun dilapangan. 7
c. Komponen outcomes (hasil)
Mengevaluasi pemanfaatan sarana dan prasarana dan media
pembelajaran yang ada pada pelajaran olahraga terhadap peserta
didik
2. Matriks deskripsi kategori observation (hasil pengamatan)
a. Komponen antecedents (masukkan)
Melakukan pengamatan terhadap keadaan sarana prasarana dan
media pembelajaran yang ada.
b. Komponen transaction (proses)
45
Melakukan pengamatan terhadap penggunaan sarana dan prasarana
guru olahraga dengan peserta didik dalam kegiatan belajar-
mengajar baik di kelas maupun dilapangan.
c. Komponen outcomes (hasil)
Melihat pemanfaatan sarana dan prasarana dan media pembelajaran
yang ada pada pelajaran olahraga terhadap peserta didik.
3. Matriks pertimbangan kategori standard (acuan)
a. Komponen antecedents (masukkan)
Mengacu pada sarana prasarana dan media pembelajaran, Sarana
Prasarana berupa: ruang belajar, ruang praktik, lapangan, ,alat-alat
ukuran standart untuk tiap cabang olahraga. media pembelajaran:
buku penunjang, OHP/ LCD, komputer, dan internet.
b. Komponen transaction (proses)
Standar acuan untuk proses pemanfaatan sarana dan prasarana dan
media pembelajaran olahraga adalah setiap sarana prasarana dapat
dipakai seluruhnya untuk pembelajaran yang maksimal.
c. Komponen outcomes (hasil)
Standar acuan untuk hasil pemanfaatan sarana dan prasarana dan
media pembelajaran adalah setiap sarana prasarana dapat
digunakan secara maksimal terhadap anak didik.
4. Matriks pertimbangan kategori judgement
a. Komponen antecedents (masukkan)
Pertimbangan terhadap sarana dan prasarana yang ada,
memadai/tidak memadai untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
belajar-mengajar.
b. Komponen transaction (proses)
Pertimbangan terhadap penggunaan sarana prasarana dan media
pembelajaran oleh guru olahraga terhadap peserta didik dalam
kegiatan belajar-mengajar baik di kelas maupun dilapangan.
c. Komponen outcomes (hasil)
Pertimbangan terhadap pemanfaatan sarana dan prasarana dan
media pembelajaran yang ada pada pelajaran olahraga terhadap
peserta didik dengan mengacu pada tujuan manajemen
perlengkapan sekolah.
Secara garis besar matriks yang tersusun dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
46
Intens Observation Standart Judgement
Mengevaluasi
sarana
prasarana dan
media
pembelajaran
yang ada.
Melakukan
pengamatan
terhadap
keadaan sarana
prasarana dan
media
pembelajaran
yang ada.
Antecedents
Mengacu pada
sarana
prasarana dan
media
pembelajaran
yang memadai
Pertimbangan
terhadap sarana
prasarana dan
media
pembelajaran
yang ada,
memadai/tidak
memadai.
Mengevaluasi
penggunaan
sarana
prasarana dan
media
pembelajaran
oleh guru
olahraga
terhadap
peserta didik
dalam kegiatan
belajar-
mengajar baik
di kelas
maupun
dilapangan.
Melakukan
pengamatan
terhadap
penggunaan
sarana prasarana
dan media
pembelajaran
oleh guru
olahraga
terhadap peserta
didik dalam
kegiatan belajar-
mengajar baik di
kelas maupun
dilapangan.
Transaction
Standar acuan
untuk proses
pemanfaatan
sarana dan
prasarana dan
media
pembelajaran
olahraga
adalah sesuai
dengan tujuan
manajemen
perlengkapan
sekolah.
Pertimbangan
terhadap
penggunaan
sarana prasarana
dan media
pembelajaran
oleh guru
olahraga
terhadap peserta
didik dalam
kegiatan
belajar-
mengajar baik
di kelas maupun
dilapangan.
Mengevaluasi
pemanfaatan
sarana dan
prasarana dan
media
pembelajaran
yang ada pada
pelajaran
olahraga
terhadap
peserta didik
Melihat
pemanfaatan
sarana dan
prasarana dan
media
pembelajaran
yang ada pada
pelajaran
olahraga
terhadap peserta
didik.
Outcomes
Standar acuan
untuk proses
pemanfaatan
sarana dan
prasarana dan
media
pembelajaran
olahraga
adalah sesuai
dengan tujuan
manajemen
perlengkapan
sekolah.
Pertimbangan
terhadap
pemanfaatan
sarana dan
prasarana dan
media
pembelajaran
yang ada pada
pelajaran
olahraga
terhadap peserta
didik
Description Matrix Judgement Matrix
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama dikota Solo
sesuai dengan dari status sekolah(swasta dan negeri). Berikut daftar nama sekolah
dan kategori sekolah dilaksanakan penelitian.
Tabel 3.1. Daftar nama sekolah dan kategori sekolah
KATEGORI SEKOLAH No NAMA SEKOLAH
SEKOLAH NEGERI
1 SMPN 19 Surakarta
2 SMPN 8 Surakarta
3 SMPN 4 Surakarta
4 SMPN 2 Surakarta
5 SMPN 6 Surakarta
SEKOLAH SWASTA
6 SMP Pelita nusantara kasih Surakarta
7 SMP AL IRSYAD Surakarta
8 SMP Bintang laut Surakarta
9 SMP Kristen 5 Surakarta
10 SMP Regina Pacis Surakarta
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2016.
Tabel 3.2. Rincian Jadwal Penelitian
Kegiatan Sekolah Pelaksanaan
Penyebaran
Kuesioner
SEKOLAH NEGERI Bulan Maret
SEKOLAH SWASTA
Pengambilan Hasil
Kuesioner SEKOLAH NEGERI
Bulan April SEKOLAH SWASTA
Pengolahan Data Bulan mei
48
B. Metode Penelitian
Metode adalah aspek yang sangat penting dan besar pengaruhnya
terhadap berhasil tidaknya suatu penelitian, terutama untuk mengumpulkan
data. Metode penelitian merupakan strategi umum yang dianut dalam
pengumpulan dan analisis data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang
dihadapi. Arif Furchan dalam (Andi Prastowo 2011:18) menjelaskan penggunaan
metode dalam suatu penelitian adalah untuk memecahkan suatu masalah yang
sedang diteliti dengan menggunakan cara-cara ilmiah agar menghasilkan kebenaran
yang objektif.
Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif menggunakan metode
diskriptif dengan teknik survey. Model evaluasi yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu model evaluasi STAKE. Model evaluasi STAKE terdiri dari 2 matrik
yaitu deskripsi dan judgement matrix. Dalam setiap program yang dievaluasi,
evaluator harus mampu mengidentifikasikan tiga hal, yaitu:
1. Antecedents, yang diartikan sebagai input/masukan.
2. Transaction, yang diartikan sebagai proses.
3. Outcomes, yang diartikan sebagai hasil.
Selanjutnya, kedua matriks yang digambarkan sebagai deskripsi (description) dan
pertimbangan (judgement), yang menunjukkan langkah-langkah yang terjadi
selama proses evaluasi.
Kedua komponen tersebut digunakan, karena hasil penelitian ini pada
dasarnya merupakan catatan tentang ketersediaan dan kemanfaatan penggunaan
Sarana prasarana pembelajaran dan media pembelajaran dalam mata pelajaran
olahraga, maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif survey. Moh.Nazir
dalam (Andi Prastowo, 2011:202) juga mejelaskan metode deskriptif
merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,
suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang. Sedangkan metode survey merupakan metode penyelidikan
berkaitan dengan pengumpulan data tentang perulangan, kejadian peristiwa,
49
atau masalah dalam berbagai situasi dan lingkungan. Tujuan penggunaan metode
deskriptif survey ini adalah untuk memperoleh informasi dan gambaran atau
deskripsi yang seutuhnya mengenai ketersediaan dan kemanfaatan penggunaan
Sarana prasarana pembelajaran dan media pembelajaran dalam mata pelajaran
olahraga. Langkah-langkah dalam metode survey ini meliputi, pengumpulan data,
penyusunan data, menganalisa dan menginterpretasi data sehingga diperoleh suatu
kesimpulan yang berdasarkan pada data-data yang telah diperoleh.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Sesuai dengan judul pada penelitian ini maka Populasi penelitian yang
sesuai adalah guru olahraga dari masing-masing Sekolah Menengah Pertama di
kota Solo sesuai dengan dari status sekolah (negeri dan swasta).
2. Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Quota Sampling.
Teknik ini dilakukan dengan atas dasar jumlah atau jatah yang telah ditentukan.
Karena banyaknya SMP di masing-masing kecamatan dikota solo, maka
direncanakan tiap status sekolah diambil maksimal 5 nama sekolah yang
masing—masing sekolah bertempat dikecamatan yang berbeda.
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Sarana olah raga adalah sumber daya pendukung yang terdiri dari segala
bentuk dan jenis peralatan serta perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan
olah raga. Prasarana olah raga adalah sumber daya pendukung yang terdiri dari
tempat olah raga dalam bentuk bangunan di atasnya dan batas fisik yang statusnya
jelas dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk pelaksanaan program
kegiatan olah raga. Sarana prasarana olah raga adalah semua sarana prasarana
olah raga yang meliputi semua lapangan dan bangunan olah raga beserta
perkengkapannya untuk melaksanakan program kegiatan olah raga.
50
Sarana prasarana oloahraga dalam penelitian ini adalah segala sumber
daya pendukung yang terdiri dari segala bentuk jenis bangunan/tanpa bangunan
yang digunakan untuk perlengkapan olah raga yang digunakan selama proses
pembelajaran berlangsung.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk dapat memperoleh data, maka diperlukan suatu cara untuk
mengumpulkan data, atau yang dikenal dengan Instrumen penelitian. Menurut
(Sugiyono, 2011:148), ―Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan
untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.Secara spesifik
fenomena ini disebut variabel penelitian.‖Jumlah instrumen yang digunakan
tergantung pada jumlah variabel yang ditelilti.Instrumen penelitian digunakan
untuk melakukan pengukuran yang bertujuan untuk menghasilkan data kuantitatif
yang tepat dan akuran, maka setiap instrumen harus memiliki skala yang jelas.
Untuk mendapatkan data penelitian, maka akan digunakan alat
pengumpul data berupa kuesioner. Kuesioner adalah instrumen yang digunakan
untuk kepentingan memperoleh data menyangkut Ketersediaan dan Penggunaan
Sarana Prasarana Pembelajaran Olahraga Di Sekolah Menengah Pertama.
Studi/analisis dokumen dilakukan melalui analisis/pemeriksaan isi dari Rencana
Pelaksanaaan Pembelajaran selama tiga tahun. Untuk kepentingan analisis
dokumen, disiapkan instrumen yang berisi seperangkat kuisioner untuk
mengungkapkan ketersediaan dan kemanfaatan penggunaan Sarana prasarana
pembelajaran dan media pembelajaran dalam mata pelajaran olahraga. Ada 4
matriks dalam metode STAKE, yaitu:
1. Matriks deskripsi kategori intens (maksud/tujuan)
a. Komponen antecedents (masukkan)
Mengevaluasi sarana prasarana dan media pembelajaran yang ada,
dimana pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar harus didukung oleh
sarana prasarana dan media yang memadai.
b. Komponen transaction (proses)
51
Mengevaluasi penggunaan sarana dan prasarana guru olahraga
dengan peserta didik dalam kegiatan belajar-mengajar baik di kelas
maupun dilapangan. 7
c. Komponen outcomes (hasil)
Mengevaluasi pemanfaatan sarana dan prasarana dan media
pembelajaran yang ada pada pelajaran olahraga terhadap peserta
didik
2. Matriks deskripsi kategori observation (hasil pengamatan)
a. Komponen antecedents (masukkan)
Melakukan pengamatan terhadap keadaan sarana prasarana dan
media pembelajaran yang ada.
b. Komponen transaction (proses)
Melakukan pengamatan terhadap penggunaan sarana dan prasarana
guru olahraga dengan peserta didik dalam kegiatan belajar-
mengajar baik di kelas maupun dilapangan.
c. Komponen outcomes (hasil)
Melihat pemanfaatan sarana dan prasarana dan media pembelajaran
yang ada pada pelajaran olahraga terhadap peserta didik.
3. Matriks pertimbangan kategori standard (acuan)
a. Komponen antecedents (masukkan)
Mengacu pada sarana prasarana dan media pembelajaran, Sarana
Prasarana berupa: ruang belajar, ruang praktik, lapangan, ,alat-alat
ukuran standart untuk tiap cabang olahraga. media pembelajaran:
buku penunjang, OHP/ LCD, komputer, dan internet.
b. Komponen transaction (proses)
Standar acuan untuk proses pemanfaatan sarana dan prasarana dan
media pembelajaran olahraga adalah setiap sarana prasarana dapat
dipakai seluruhnya untuk pembelajaran yang maksimal.
c. Komponen outcomes (hasil)
Standar acuan untuk hasil pemanfaatan sarana dan prasarana dan
media pembelajaran adalah setiap sarana prasarana dapat
digunakan secara maksimal terhadap anak didik.
4. Matriks pertimbangan kategori judgement
a. Komponen antecedents (masukkan)
52
Pertimbangan terhadap sarana dan prasarana yang ada,
memadai/tidak memadai untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
belajar-mengajar.
b. Komponen transaction (proses)
Pertimbangan terhadap penggunaan sarana prasarana dan media
pembelajaran oleh guru olahraga terhadap peserta didik dalam
kegiatan belajar-mengajar baik di kelas maupun dilapangan.
c. Komponen outcomes (hasil)
Pertimbangan terhadap pemanfaatan sarana dan prasarana dan
media pembelajaran yang ada pada pelajaran olahraga terhadap
peserta didik dengan mengacu pada tujuan manajemen
perlengkapan sekolah.
Namun dalam penelitian ini hanya ada 2 matriks yang akan diukur,
sesuai dengan rumusan masalah yaitu Matriks deskripsi kategori intens
(maksud/tujuan) dan Matriks pertimbangan kategori judgement
1. Instrumen Penilaian Matriks deskripsi kategori intens (maksud/tujuan)
(Instrument A)
Instrumen ini untuk mengukur ketersediaan serta kemanfaatan
Sarana prasarana pembelajaran dan media pembelajaran dalam mata
pelajaran olahraga dilihat dari Penilaian Matriks deskripsi kategori intens
yang terdiri dari:
a. Komponen antecedents (masukkan)
Mengevaluasi sarana prasarana dan media pembelajaran yang ada,
dimana pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar harus didukung oleh
sarana prasarana dan media yang memadai.
b. Komponen transaction (proses)
Mengevaluasi penggunaan sarana dan prasarana guru olahraga
dengan peserta didik dalam kegiatan belajar-mengajar baik di kelas
maupun dilapangan.
c. Komponen outcomes (hasil)
53
Mengevaluasi pemanfaatan sarana dan prasarana dan media
pembelajaran yang ada pada pelajaran olahraga terhadap peserta
didik
Untuk kepentingan validasi instrumen, dilakukan pegujian validasi
konstruk, dengan menerapkan analisis butir terhadap indikator maupun
kawasan evaluasi yang telah ditentukan.
2. Instrumen Penilaian Matriks deskripsi kategori observation (hasil
pengamatan) (Instrument B)
Instrumen ini untuk mengukur ketersediaan serta kemanfaatan
Sarana prasarana pembelajaran dan media pembelajaran dalam mata
pelajaran olahraga dilihat dari Penilaian Matriks deskripsi kategori
observation yang terdiri dari:
a. Komponen antecedents (masukkan)
Melakukan pengamatan terhadap keadaan sarana prasarana dan
media pembelajaran yang ada.
b. Komponen transaction (proses)
Melakukan pengamatan terhadap penggunaan sarana dan prasarana
guru olahraga dengan peserta didik dalam kegiatan belajar-
mengajar baik di kelas maupun dilapangan.
c. Komponen outcomes (hasil)
Melihat pemanfaatan sarana dan prasarana dan media pembelajaran
yang ada pada pelajaran olahraga terhadap peserta didik.
Instrument ini diisi oleh observer. Untuk mengisi instrument ini
akan digunakan pencocokan melalui document pembelajaran(RPP) yang
sudah dibuat oleh guru olahraga selama satu periode 2014/2015.
54
Untuk kepentingan validasi instrumen, dilakukan pegujian validasi
konstruk, dengan menerapkan analisis butir terhadap indikator maupun
kawasan evaluasi yang telah ditentukan.
F. Uji Coba Instrumen
1. Uji Validitas
Metode analisis data yang digunakan untuk menguji validitas tiap
butir instrumen menggunakan Korelasi Product Moment Pearson (Suharsimi
Arikunto, 2000:72). Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan skor
masing-masing butir dengan skor total menggunakan rumus Product Moment
Pearson sebagai berikut:
N (XY)–(X)(Y)
rxy =
{N. X2 – (X)
2} {N. Y
2 – (Y)
2}
(Suharsimi Arikunto, 2002)
Dimana
rxy : Koefisien korelasi antara X danY.
X : Nilai masing-masing item.
Y : Nilai total.
XY : Jumlah perkalian antara X dan Y.
X2
: Jumlah kuadrat X.
Y2 : Jumlah kuadrat Y.
N : Jumlah subyek dari hasil penghitungan rhitung dikonsultasikan
dengan r tabel pada taraf signifikansi 5 %. Jika r hitung> r table maka
55
butir tersebut valid. Sebaliknya jika r hitung< r tabel, maka butir tes
tidak valid.
Selanjutnya item yang dipakai adalah item-item yang valid, item yang
tidak valid dibuang/tidak dipakai.
2. Uji Reliabilitas
Metode analisis data yang digunakan untuk menguji reliabilitas, dalam
penelitian dilakukan dengan formula belah dua. Pengujian reliabilitas
instrumen dengan panjang sama digunakan formula belah dua dari Spearman
Brown dengan rumus sebagai berikut:
N.Y1Y2 - Y1. Y2
ry1y2 =
{N. Y12 – (Y1)
2} {N. Y2
2 – (Y2)
2}
(Saifuddin Azwar, 2000:69)
Keterangan :
N : Jumlah sampel
ry1y2 : Korelasi antara Y1dan Y2
Y1 : Belahan ganjil
Y : Belahan genap
Hasil penghitungan koefisien korelasi tersebut kemudian dimasukkan
kedalam formula reliabilitas dari Spearman Brown sebagai berikut:
2 (y1y2)
r‘ =
56
1 + (y1y2)
Keterangan :
r‘ : Koefisien reliabilitas
ry1y2 : Koefisien korelasi antara Y1dan Y 2
Perhitungan reliabilitas dalam penelitian ini digunakan aplikasi SPSS
20.0 demi keakuratan pehitungan data.
G. Teknik Analisis Data
Data dianalisis secara kuantitatif dengan bantuan analisis statistik
deskriptif. Untuk kepentingan tersebut, masing-masing data yang diperoleh dari
analisis dokumen rencana program pembelajaran, lembar observasi alat dan media
pembelajaran. Hasil penghitungan frekuensi dan prosentase yang diperoleh dari
kedua alat pengumpul data yang digunakan, akan disajikan dalam bentuk tabel
dan kemudian dilanjutkan dengan interpretasi dalam uraian deskriptif untuk
masing-masing butir instrumen pada tiap-tiap indikator.