Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara tentang pemimpin dan kepemimpinan, maka teladan yang
paling baik adalah kepemimpinan Rasulullah SAW.Sebab, dalam kurun waktu
yang singkat (sekitar 23 tahun) beliau berhasil dengan gemilang
merekontruksi akhlak masyarakat Mekkah dari akhlak jahiliyyah menjadi
masyarakat yang berakhlak mulia. Sehingga terbentuklah pribadi yang kuat,
tangguh, mandiri dan bermartabat. Beliau adalah pemimpin paripurna.Tutur
katanya diikuti, perilakunya menjadi suri tauladan terbaik pada masa itu dan
sampai sekarang.
Era globalisasi sekarang ini, berbagai ragam budaya dengan sangat
mudahnya dapat merusak dan mempengaruhi pola kehidupan masyarakat
dalam berbagai segi dan tingkatannya, terutama pada kalangan anak-anak
yang masih sangat rentan terhadap benturan berbagai budaya, karakter,
ekonomi, dan pendidian. Maka, sangat diperlukan adanya figur yang akan di
jadikan teladan bagi mereka dengan harapan mampu memberikan bimbingan
yang memadai sejalan dengan ajaran Ilahi. Oleh karena itu dibutuhan
kurikulum pendidikan yang berorientasi pada pembentukan akhlak atau
karakter.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1
Pendidikan merupakan upaya sektor dari orang tua atau lembaga
pendidikan untuk mengenalkan anak (peserta) didik kepada Allah, Tuhan yang
telah menciptakannya, agar dia bisa menggunakan seluruh potensi yang telah
1Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung:
Citra Utama, 2003, h. 3.
2
Allah anugerahkan, beribadah kepadanya dalam rangka mensyukuri nikmat-
Nya, dan untuk berbuat baik kepada sesama dengan selalu mengutamakan
kemuliaan akhlak. Dengan definisi seperti itu, diharapkan sejak awal
memasuki dunia pendidikan terjadi proses menyadarkan dalam diri anak atau
peserta didik, bahwa pendidikan yang dilaluinya adalah dalam rangka
beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama mahluk Allah.
Islam sangat mementingkan pendidikan anak dimulai sedini mungkin,
bahkan sebelum kelahiran (dalam kandungan). Pendidikan memegang peranan
yang sangat penting dalam menentukan pembentukan karakter, hitam putihnya
manusia, dan akhlak juga menjadi standar kualitas manusia. Baik buruknya
akhlak merupakan salah satu indikator berhasil atau tidaknya pendidikan.
Karena dengan pendidikan diharapkan dapat menciptakan manusia yang tidak
hanya cerdas saja (kognitif), tetapi juga dapat berperilaku baik (berakhlak
mulia). Hal ini dimaksudkan agar anak menjadi sehat, tangkas, cerdas dan
tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan, sehingga menjadi generasi
penerus yang memiliki akhlak baik. Oleh karena itu, memberikan pendidikan
tentang dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, agama, bahasa, sosial
emosional, konsep diri, seni dan etika yang didasarkan nilai-nilai akhlak,
Jadi, membicarakan pendidikan harus sampai juga ke ranah yang lebih
abstrak, yaitu keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia. Karena pendidikan
tidak boleh dilepaskan dari pokok kehidupan manusia, yaitu iman dan takwa.
Bukan sekedar mengisi otak dengan ilmu pengetahuan dan teknologi saja.
Otak memang perlu gizi dan nutrisi berupa ilmu, pengetahuan, dan teknologi.
Kalau kebutuhan itu terpenuhi pada siri seseorang, maka dia bisa disebut
orang pandai (cerdas).2 Menjadi manusia yang tidak hanya mengasah
kecerdasan otak kiri saja, tetapi juga dapat menempatkan dirinya pada posisi
yang benar, dalam artian bahwa tidak hanya mengandalkan pemikirannya saja,
tetapi juga respect terhadap lingkungan dan kehidupan sehari-harinya.
2 Amka Abdul Aziz, Hati Pusat Pendidikan Karakter, Klaten: Cempaka Putih, 2012,
h. 45.
3
Kualitas moral sangat penting untuk dijaga dan dipertahankan dalam
kehidupan manusia, terutama dalam pendidikan.
Fenomena yang terjadi dalam masyarakat, ada orang tua
mempercayakan anaknya pada seorang pembantu dalam pengawasan
pendidikan. Orang tua terlalu sibuk dengan kerjanya, sehingga melihat
kenyataan yang ada dalam kehidupan sekarang, banyak kasus-kasus yang
menunjukkan bahwa moral bangsa kita ini telah menurun. Beberapa tindakan
negatif yang sudah menjadi hal yang biasa, seperti berani kepada guru,
bahkan sampai memukul hingga membunuhnya, kekerasan dalam rumah
tangga dan masih banyak lainnya terjadi di masyarakat kita.
Dari salah satu contoh kemerosotan moral tersebut ada kaitannya
dengan pendidikan kita dalam upaya untuk pembentukan karakter bagi
generasi sekarang, terutama pembentukan akhlak yang baik berangkat dari
sebuah pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus
melibatkan semua pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan
lingkungan sekolah dan masyarakat luas. Oleh karena itu, perlu menyambung
kembali hubungan dan educational networks (jejaring kerja pendidikan) yang
mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut, tidak
akan berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan
dan keharmonisan.3
Pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran
pengetahuan, tetapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika,
estetika, budi pekerti yang luhur dan lain sebagainya. Selain itu, tidak kalah
pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat
mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang.Lingkungan
masyarakat yang luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman
nilai-nlai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais Shihab
(1996: 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya,
mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika
3Amka Abdul Aziz, Ibid.,169.
4
sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada kini dan disini maka upaya
dan ambisinya terbatas pada hal yang sama.
Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu
pada pembebasan, penyadaran dan kreatifitas sesungguhnya sejak masa
kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita seperti; Ki Hajar
Dewantara, K.H. Ahmad Dahlan, Hj. Rohana Kudus, Dewi Sartika, Mukti Ali
dan lain sebagainya. Ki Hajar Dewantara, misalnya, mengajarkan praktik
pendidikan yang mengusung kompetensi/ kodrat alam anak didik, bukan
dengan perintah paksaan, tetapi dengan “tuntunan” bukan “ tontonan”. Sangat
jelas cara mendidik seperti ini dikenal dengan pendidikan among yang lebih
menyentuh langsung pada tataran etika dan perilaku yang tidak terlepas
dengan karakter atau watak seseorang. K.H. Ahmad Dahlan berusaha
mengadaptasi pendidikan modern Barat sejauh untuk kemajuan umat Islam.
Sedangkan Mukti Alimendesain integrasi kurikulum dengan penambahan
berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan.Namun dunia pendidikan kita
yang masih saja berkutat dengan problem internalnya, seperti penyakit
dikotomi, profesionalitas pendidinya, sistem pendidikan yang masih lemah,
perilaku pendidiknya dan lain sebagainya.4
Kementerian Pendidikan Nasional dalam panduan pelaksanaan
pendidikan karakter memberikan acuan bahwa pendidikan karakter harus
didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
2. Mengidentifiasi karakter secara komprehensif supaya mencakup
pemikiran, perasaan, dan perilaku.
3. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk
membangun karakter.
4. Menciptakan komunitas sekolah yang mempunyai kepedulian.
5. Memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk menunjukkan
perilaku yang baik.
4 Amka Abdul Aziz, Ibid.,171.
5
6. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang
yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan
membantu untuk sukses.
7. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri bagi para peserta didik.
8. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi
tanggung jawab untuk pendidikan karakter.
9. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam
membangun inisiatif pendidikan karakter.
10. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam
usaha membangun karater.
11. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru
karakter dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.5
Dengan menyadari bahwa karakter adalah sesuatu yang sangat sulit
diubah, maka tidak ada pilihan lain bagi orang tua kecuali membentuk
karakter anak sejak usia dini. Jangan sampai orang tua kedahuluan oleh lain,
lingkungan misalnya. Orang tua akan menjadi pihak pertama yang kecewa jika
karakter yang dibentuk oleh orang lain itu ternyata adalah karakter yang
buruk. Sementara, mengubahnya setelah karakter terbentuk merupakan sebuah
pekerjaan yang tidak ringan. Butuh terapi panjang, konsistensi, biaya, waktu,
pikiran, serta energi yang sangat banyak.6
Runtuhnya kerajaan Romawi di Barat pada abad ke lima masehi
mengakibatkan merosotnya keadaan hidup pada umumnya yang tergambar
pada era berkuasanya suku-suku Jermanic dan Barbar di dalam imperium
tersebut. Namun pada waktu keadaan Barat seperti ini di Timur sebaliknya,
yaitu menjadi momentumkebangkitan Islam pada abad keenam Masehi.
Dengan Islam manusia memperoleh kembali kehormatan dan bebas dari
kebiadaban zaman jahiliyah, melangkah ke masa depan yang penuh
kepercayaan yang memberi harapan bagi kemanusiaan suatu peradaban yang
cemerlang.
5 Samani, Karakter Pendidikan, Surabaya: Arkola, 1997, h. 11.
6Abdullah Munir, Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Anak Sejak dari
Rumah,Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani, 2010, h. 10.
6
Selama lima abad (tahun 700 M- 1200 M) islam menguasai dalam
segi kekuatan, sistem, kekuasaan, dan meningkatnya tingkat hidup, sastra,
kajian ilmuyah, sains, kedokteran dan filsafat. Kalangan ilmuwan Barat
sekarang masih tetap mengakui pengaruh orang-orang Islam terhadap
peradaban Barat. Masih tetap mengakui pengaruh ahli-ahli seperti Jabir bin
Hayyan, Al-Khawarizmi, Al-Kindi, Ibn Sina, Al-Ghazali, Ibn Rusyd, Ibn Al-
Nafis, Umar Khayyan, Ibn „Arabi dan lain-lain yang memenuhi lembaran
kitab-kitab ilmiah.7
Islam mengenal lembaga pendidikan pertama semenjak detik-detik
awal turunnya wahyu kepada Rasulullah. Rumah Arqam bin Abi al-Arqam
merupakan lembaga pendidikan pertama. Guru agung yang pertama yaitu
Nabi SAW. mengumpulkan sekumpulan kecil pengikut-pengikutnya yang
percaya kepadanya secara diam-diam. Di rumah inilah beliau mengajarkan
ayat-ayat Al-Qur‟an yang diturunkan melalui malaikat Jibril, dan membentuk
karakter dan idiologinya sesuai dengan ajaran-ajaran Islam yang mulia.
Masjid, sebagai lembaga pendidikan kedua dalam Islam, yang
merupakan lembaga pendidikan pokok pada zaman Nabi SAW.dan juga pada
zaman Khulafaur al-Rasyidin. Ketika ilmu-ilmu asing memasuki masyarakat
Islam, ia juga memasuki masjid dan harus dipelajari bersama-sama dengan
ilmu agama. Lembaga pendidikan ketiga dalam Islam hanya muncul setelah
kerajaan Ustmaniyyah sudah lama memerintah, dimana masjid dijadikan
tempat untuk belajar.Tetapi ini menghendaki adanya pelajaran diberikan
sebelum mereka memasuki masjid, terutama bagi kanak-kanak. Inilah
permulaan munculnya kuttab (jam‟a katatib) sebagai lembaga ketiga dalam
pendidikan Islam, yang merupakan keharusan dalam kehidupan bermasyarakat
yang telah melalui perjalanan jauh ke arah peradaban dan tamaddun.
Sejalan dengan fungsi dan perannya, maka masjid merupakan alat
pendidikan yang dinilai paling potensial. Rasulullah dan para sahabatnya,
menjadikan masjid sebagai:
7 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 2008,
h. 4
7
1. Tempat pengajaran dan pendidikan Islam
2. Tempat pengadilan (kehakiman).
3. Tempat markas tentara dan perawatan prajurit yang terluka.
4. Tempat kegiatan politik (Nabi pernah membenarkan pawai pasukan
tentara di lapangan di tangah-tangah masjid.
5. Tempat aktivitas kesenian, yakni tempat sahabat membacakan sajak/
deklamasi dalam membela Nabi terhadap musuh-musuhnya.
6. Tempat kegiatan sosial, yani tempat bermalam bagi para musyafir.
7. Tempat administrasi pemerintahan (semasa Abu Bakar Shidiq sebagai
khalifah).
8. Tempat penyelenggaraan sidang-sidang dua badan penasihat Khalifah.
9. Tempat musyawarah segala sesuatu mengenai masyarakat Islam
10. Tempat pengumuman dan pernyataan untuk masyarakat.8
Fungsi dan peran masjid di zaman awal-awal perkembangan Islam
ternyata begitu dominan dalam mendidik Islam dan menopang perkembangan
Islam dalam berbagai aspeknya. Semasa itu masjid difungsikan sebagai pusat
pembentukan karakter para sahabat dan peradaban Islam. Tercakup
didalamnya kegiatan dalam bidang keagamaan, pendidikan, sosial masyarakat,
kesehatan, seni, hukum, maupun bidang politik. Semua bidang kegiatan ini
sama sekali tidak dilepaskan dari nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri.
Dasar pendidikan Islam merupakan bagian dari upaya untuk
menanamkan nilai-nilai ajaran Islam dalam diri penganutnya. Sejalan dengan
itu maka rujukan yang dijadikan landasan pemikiran pendidikan Islam itu
identikdengan sumber utama ajaran Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur‟an dan
Hadist. Selanjutnya dasar tersebut dikembangkan melalui pemahaman para
ulama dalam bentuk qiyas syar‟i, ijma yang diakui, ijtihad dan tafsir yang
benar, yang terkemas dalam pemikiran yang menyeluruh dan terpadu.
Kemasan yang dimaksud mencakup pemikiran tentang jagat raya, manusia,
masyarakat dan bangsa, pengetahuan kemanusiaan dan akhlak dengan
8 Jalaludin, Ibid., h. 209.
8
merujuk kepada dua sumber asal (Al-Qur‟an dan Hadist) sebagai sumber
utama.9
Dikemukakan oleh H.M. Arifin, bahwa tujuan pendidikan Islam
mengandung tiga dimensi nilai, yaitu: Nilai dimensi pertama adalah
mendorong manusia untuk mengelola dan memanfaatkan dunia ini sebagai
bekal kehidupan di akherat. Sedangkan nilai dimensi kedua adalah menuntut
manusia agar tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi,
yang berpotensi bagi terkikisnya nilai-nilai aqidah. Sementara nilai dimensi
ketiga adalah merupakan perpaduan keserasian dan keseimbangan antara
keduanya (dunia dan akherat).10 Keterpaduan ini akan berfungsi sebagai daya
tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari berbagai gejolak dalam
berbagai bidang kehidupan manusia, baik yang bersifat spiritual, sosial-
kultural, ekonomi, idiologi, maupun kepribadian. Dengan demikian, segala
bentuk aktivitas kehidupan dunia dapat bernilai akhirat, selama didalamnya
terdapat muatan pengabdian kepada Allah.
Hal yang paling ditunggu oleh umat dalam penantian panjangnya
dalam masalah kepemimpinan adalah lahirnya pemimpin yang menjadi uswah
(teladan) dalam kehidupan mereka. Pemimpin yang tidak hanya cerdas secara
inteletual, pandai beretorika. Masyarakat sudah terlalu jenuh dengan sederetan
pemimpin dan calon pemimpin yang hanya pintar mengumbar janji. Namun
yang ditunggu oleh masyarakat adalah pemimpin teladan yaitu pemimpin yang
mampu menyandingkan antara kata dan perbuatan seperti yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah saw, para sahabat dan para pemimpin pengikut
setia beliau.
Allah Berfirman :
9 Jalaludin, Pendidikan Islam-Pendekatan Sistem dan Proses,Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2016, h. 141. 10
Jalaludin, ibid., h. 143
9
Artinya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya
dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat
bagi kaum yang beriman. (QS. Yusuf: 111).11
Melihat problematika diatas, Penulis tertarik untuk meneliti secara
mendalam STUDY PEMIKIRAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN
KARAKTER DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
MUHAMMAD AL FATIH KARYA ALI MUHAMMAD ASH SHALABI
ALIH BAHASA OLEH ACHMAD ZAENI DACHLAN. Namun tidak
melupakan keteladanan kehidupan yang utama pada diri Rasulullah SAW
beserta para sahabat, tabi‟in, salafus sholeh dengan harapan bisa diterapkan
dalam kehidupan individual dan sosial, dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat.
B. Alasan Pemilihan Judul
Keteladanan merupakan perilaku pimpinan yang mencontohkan hal-
hal yang baik dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, maupun
kredibilitasnya dan integritas pribadinya sebagai pimpinan yang berusaha
mewujudkan visi dan lingkungan yang cukup baik sehingga memungkinkan
tercapainya potensi bawaan yang baik, sedangkan yang kurang baik akan
menghambatnya.
11
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Jakarta: PT Khazanah Mimbar,
2011, h. 248.
10
Maka sebagai penulis pertimbangan mengangkat judul STUDY
PEMIKIRAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DAN
RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM MUHAMMAD AL
FATIH KARYA ALI MUHAMMAD ASH SHALABI ALIH BAHASA
OLEH ACHMAD ZAENI DACHLAN adalah :
1. Dalam diri Muhammad Al Fatih memiliki sifat karakter pantang
menyerah, pemberani, cerdas, adil, berilmu dan lain-lain.
2. Muhammad Al Fatih penuh dengan sarat inspirasi yang layak diteladani
dan dicontoh oleh generasi Islam sekarang.
C. Telaah Pustaka
Kajian pustaka sangat berguna bagi pembahasan skripsi ini.Untuk
mengkaji skripsi ini, peneliti melakukan kajian pustaka terhadap peneliti-
peneliti sebelumnya. Diantaranya adalah sebagai berikut :
Penelitian Neneng Siti Fatimah Nurul Aini, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012, yang berjudul “ Pendidikan Karakter dalam
pemikiran Azyumardi Azra “. Hasil penelititannya menyebutkan bahwa (1)
pendidikan karakter menurut Azyumardi Azra adalah proses suatu bangsa
dalam mempersiapkan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan
untuk memenuhi tujuan hidup secara efetif dan efisien berdasarkan sumber-
sumber islam, dan (2) implikasi pendidikan karakter Azyumardi Azra
menyebutkan bahwa dalam Pendidikan Agama Islam adalah kecerdasan
sosial.
Penelitian Bayu Cahyo Rahtomo, Universitas Islam Nergeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2014 yang berjudul “Nilai Pendidikan Karakter dalam
Novel Amelia Karya Tere Liye dan Relevansinya bagi Anak Usia Madrasah
Ibtidaiyah (MI)”. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan adanya
beberapa nilai pendidikan karakter antara lain nilai religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, cinta tanah
air, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli sosial,
dan tanggung jawab. Sedangkan relevansi nilai pendidikan karakternya
11
cocokdigunakan guru sebagai bahan referensi tambahan yang relevan dalam
menunjang pengajaran dan penanaman nilai pendidikan karakater untuk anak
usia Madrasah Ibtidaiyah.
Penelitian oleh Agus Firmansyah, Universitas Islam Nergeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2011 yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Islami Dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy”,
Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan dan menganalisis pesan-pesan agama
yang ada dalam sebuah karya sastra novel Bumi Cinta yaitu nilai-nilai
pendidikan karakter islami dan relevansinya terhadap pendidikan nasional.
Hasil penelitian menunjukkan : 1) ada pesan pendidikan karakter islami dalam
novel Bumi Cinta yaitu pertama, karakter kepada Allah yang meliputi cinta
kepada Allah, berdoa, taubat,tawakkal, syukur, dan shalat. 2) karakter
terhadap diri sendiri yang meliputi tanggungjawab, disiplin, jujur, hormat,
santun, percaya diri, kreatif, kerjakeras dan pantang menyerah. 3) Karakter
terhadap sesama masyarakat yang meliputi kasih sayang, peduli, menjenguk
orang sakit, dan kerjasama. 4) karakter terhadap lingkungan yang meliputi
memakmurkan masjid dan mengajarkan ilmu agama kepada anak-anak. Ada
relevansi yang sangat erat antara nilai-nilai pendidikan karakter islami dengan
pendidikan nasional. Keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu menciptakan
insan kamil yang cerdas, berakhlak mulia dan mempunyai kepribadian yang
mandiri.
Berdasarkan telaah dari peneliti, pada skripsi ini penulis memfokusan
pada nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam kepemimpinan
Muhammad Al Fatih, yang kemudian diimplementasikan dengan pendidikan
islam di Indonesia. Penulis mencari data-data kemudian dikaji secara
mendalam yang bertujuan untuk mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan
karakter dalam kepemimpinan Muhammad Al Fatih terhadap Pendidikan
Agama Islam.
12
D. Fokus Penelitian
1. Mengeksplorasi Pemikiran Nilai – nilai Pendidikan Karakter Muhammad
Al Fatih.
2. Mengelaborasi RelevansinyaTerhadap Pendidikan Islam dalam buku
Muhammad Al Fatih.
E. Penegasan Istilah
Untuk mempermudah pemahaman terhadap judul skripsi di atas, maka
penulis menjelaskan dari berbagai istilah pokok yang terkandung dalam judul
tersebut, di antaranya sebagai berikut :
1. Nilai
Nilai dapat diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik,
bermanfaat dan paling benar menurut keyainan seseorang atau sekelompok
orang. Nilai kualitas suatu yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan,
dihargai, berguna dan membuat seseorang menjadi bermartabat.12
2. Pendidikan
Pendidikan secara praktis tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai
terutama yang meliputi kualitas kecerdasan, nilai ilmiah, nilai moral dan
nilai agama yang semuanya terangkum dalam tujuan pendidikan yakni
membina kepribadian ideal.13
3. Karakter
Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.14 Individu yang
berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap
mempertanggung jawabkan dari keputusan tersebut. Diharapkan oleh
peneliti adalah sesuatu hal yang terdapat dalam proses pembelajaran, yang
akhirnya melahirkan sebuah kepribadian yang melekat.
12
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012,
h. 56. 13
Jalaluddin dan Abdullah, Filsafat Pendidikan… h. 114.. 14
Agus Zaenal Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah,
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012, h. 20.
13
4. Pendidikan islam
Pendidikan islam merupakan bagian dari upaya untuk menanamkan
nilai-nilai ajaran islam dalam diri penganutnya, yang dapat memadukan
antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, mengenal sang Pencipta dan cara
beribadah kepadanya-Nya. Sejalan dengan itu sumber utama ajaran islam
adalah Al-Quran dan Hadist, qiyas syar‟i, ijma yang diakui, ijtihad dan
tafsir yang benar.15
F. Tujuan Penelitian
1. Memperluas dan menemukan bagaimana pemikiran nilai-nilai pendidikan
karakter Muhammad Al Fatih.
2. Untuk mengetahui bagaimana relevansinya terhadap pendidikan islam.
G. Manfaat Penelitian
1. Dapat memberi sumbangan informasi nilai pendidikan karakter dalam
buku Muhammad Al Fatih tentang usaha seorang pemimpin dalam
memberikan semangat keteladanan.
2. Memberikan masukan dalam peningkatan kualitas pendidikan saat ini
sebagai upaya pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
H. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis Skripsi ini adalah jenis penelitian kualitatif dan bersifat
Library Research, yakni jenis penelitian yang dilakukan di ruang
perpustakaan untuk menghimpun dan menganalisa data yang bersumber
dari perpustakaan baik berupa buku-buku, majalah, dokumen, jurnal, dan
materi perpustakaan lainnya, yang dapat dijadikan sumber rujukan untuk
penelitian. Bila telah diperoleh kepustakaan yang relevan, maka segera
untuk disusun secara teratur untuk dipergunakan dalam penelitian.
15
Jalaludin, Pendidikan Islam-Pendidikan Sistem dan Proses, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2016, h. 141-143.
14
Adapun pendekatan yang dipakai adalah pendekatan historis
(sejarah) yang fokus fenomena, peristiwa atau perkembangan yang terjadi
pada masa lampau, yang bertujuan untuk mendiskripsikan dan dan
merekontruksi fenomena masa lampau secara objetif, sistematis dan
rasional dengan mengumpulkan bukti-bukti secara factual untuk
mendapatkan simpulan yang kuat, meningkatkan pemahaman, dan
memperkaya wawasan. Pendekatan historis ini memfokuskan pada
biografi yang berhubungan dengan catatan kehidupan Muhammad Al
Fatih sebagai subjek penelitian.
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah dari
berbagai sumber yang relevan dengan pembahasan skripsi. Adapun
sumber data terdiri dari dua macam, yaitu:
a. Data Primer, merupakan sumber utama dari penelitian ini, yaitu Buku
yang berjudul Muhammad Al Fatih karya Ali Muhammad Ash
Shalabi.
b. Data Sekunder, yaitu berbagai literatur yang relevan dengan objek
penelitian, yaitu buku Muhammad Al Fatih penakluk konstantinopel
karya syaikh Ramzi Al-Munyami, buku ilmu pendidikan Islam karya
Prof. H.M. Arifin, buku sejarah pendidikan Islam karya Prof. DR. H.
Ramayulis, buku pendidikan Islam karya Prof. Dr. H. Jalaluddin,
artikel di surat kabar, majalah, tabloid, website, multiply, dan lain-lain.
3. Metode Pengumpulan Data
Untuk mempermudah pengumpulan data dalam penelitian ini,
maka penulis menggunakan metode pengumpulan data, yaitu metode
dokumentasi dan desriptif. Dokumentasi digunakan dalam rangka untuk
mengumpulkan data yang terkait dengan penelitian ini, dengan cara
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya baik berupa buku-buku, artikel,
surat kabar, tabloid, majalah, website, multiply, dan lain-lain yang
berhubungan dengan objek penelitian. Sedangan metode deskriptif yaitu
15
suatu yang diupayakan untuk mengamati permasalahan secara sistematis
akurat mengenai fakta sifat objek tertentu.
4. Metode Analisis Data
Sistem analisis data adalah proses mencari dan menyususn secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori.
Menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.16
Penulis menggunakan metode analisis data sebagai berikut:
a. Koherensi intern yang berguna untuk memahami pemikiran tokoh.
Selain itu perlu ditetapkan pemikirannya dan topik yang paling
mendasar.
b. Historigraaf (penulisan sejarah) yaitu proses penyusunan fakta-fakta
sejarah dari berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentu
penulisan sejarah.17
c. Conclusion (kesimpulan)
Dengan adanya tahap kesimpulan dan verifikasi dapat
digunakan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan sejak
awal. Atau tidak menjawab tetapi menjadi penemuan baru yang tidak
sesuai dengan rumusan masalah yang telah ada sejak awal.
I. Sistematika Penyusunan Skripsi
Sistematika penyusunan skripsi ini terbagi kedalam tiga bagian, yaitu:
1. Bagian awal terdiri dari halaman judul, halaman surat pernyataan, halaman
surat persetujuan skripsi, halaman pengesahan, halaman motto, halaman
persembahan, halaman abstrak, halaman kata pengantar, halaman daftar
isi, halaman daftar tabel dan halaman daftar lampiran.
16
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidian : Pendekatan ….h. 244. 17
Zainal Arifin , Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, Bandung: Remaja
ROsdakarya, 2014, h. 41.
16
2. Bagian kedua merupakan isi dari skripsi yang terdiri dari lima bab, yaitu:
Bab I merupakan pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, rumusan
masalah, tujuan, telaah pustaka, dan metode penelitian. Bab II merupakan
pembahasan pertama, pada bab ini akan dibahas landasan teori pendidikan
karakter yang berisikan konstruksi, tujuan, dan dasar-dasar pendidikan
karakter. Pada bab III yang merupakan pembahasan kedua, akan dijelaskan
metode dalam menanamkan nilai-nilai karakter, dan nilai-nilai karakter
dalam buku Muhammad Al Fatih. Pada bab IV adalah hasil penelitian
serta pembahasan alasan muncul diperlukannya pendidikan karakter,
analisis nilai-nilai pendidikan karakter dalam buku Muhammad Al Fatih
dan relevansinya dalam pendidikan agama islam. Pada bab V yaitu
penutup, berisi tentang kesimpulan, saran dan kata penutup.
3. Bagian akhir pada skripsi ini akan terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-
lampiran yang terkait dengan penelitian serta riwayat hidup penulis.