25
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga Negara Republik Indonesia berhak memperoleh kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dijelaskan lebih lanjut dalam UU No 36 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, terjangkau serta berhak untuk memilih pelayanan yang dikehendakinya. Sedangkan kewajiban Pemerintah adalah menyediakan segala fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Adanya upaya perbaikan kualitas pelayanan kesehatan meningkatkan pula angka harapan hidup di Indonesia. Pada tahun 2004-2009 terjadi peningkatan angka harapan hidup yang semula 68,6 tahun (1999-2004) meningkat menjadi 69 tahun (Kemenkes, 2010). Proporsi penduduk lanjut usia (di atas 60 tahun) meningkat dari 16 juta jiwa (7,6%) pada tahun 2000 menjadi 18,4 juta jiwa (8,4%) pada tahun 2005. Umur Harapan Hidup orang Indonesia diperkirakan mencapai 70 tahun atau lebih pada tahun 2015-2020 (Maharani, 2007). Peningkatan angka harapan hidup membuat penyakit-penyakit yang berhubungan dengan lanjut usia yang seringkali disebut penyakit degeneratif meningkat pula, salah satunya adalah osteoartritis. Osteoartritis adalah penyakit yang dicirikan dengan adanya kelainan fungsional sendi termasuk terjadinya degradasi kartilago, ligamen, inflamasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

  • Upload
    vokien

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap warga Negara Republik Indonesia berhak memperoleh kesehatan

sebagaimana yang dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Dijelaskan lebih lanjut dalam UU No 36 tentang Kesehatan yang menyatakan

bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan

yang bermutu, aman, terjangkau serta berhak untuk memilih pelayanan yang

dikehendakinya. Sedangkan kewajiban Pemerintah adalah menyediakan segala

fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial untuk mencapai derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya.

Adanya upaya perbaikan kualitas pelayanan kesehatan meningkatkan pula

angka harapan hidup di Indonesia. Pada tahun 2004-2009 terjadi peningkatan

angka harapan hidup yang semula 68,6 tahun (1999-2004) meningkat menjadi 69

tahun (Kemenkes,

2010). Proporsi penduduk lanjut usia (di atas 60 tahun)

meningkat dari 16 juta jiwa (7,6%) pada tahun 2000 menjadi 18,4 juta jiwa (8,4%)

pada tahun 2005. Umur Harapan Hidup orang Indonesia diperkirakan mencapai

70 tahun atau lebih pada tahun 2015-2020 (Maharani, 2007). Peningkatan angka

harapan hidup membuat penyakit-penyakit yang berhubungan dengan lanjut usia

yang seringkali disebut penyakit degeneratif meningkat pula, salah satunya adalah

osteoartritis.

Osteoartritis adalah penyakit yang dicirikan dengan adanya kelainan

fungsional sendi termasuk terjadinya degradasi kartilago, ligamen, inflamasi

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

2

sinovial serta perubahan struktur tulang yang bersifat progresif (Bijlsma et al.,

2011). Osteoartritis merupakan penyakit arthritis yang paling umum terjadi dan

salah satu penyebab utama terjadinya rasa nyeri dan kecacatan di dunia (NCGC,

2014). Pada tahun 2004 tercatat 8,5 juta orang di Amerika didiagnosis menderita

osteoartritis dan pada tahun 2010 penderita sudah mencapai angka 27 juta dan

diperkirakan pada tahun 2030 lebih 67 juta orang Amerika menderita osteoartritis

(Departement of Health and Human Services USA, 2010). Di tahun-tahun

selanjutnya prevalensi osteoartritis akan meningkat seiring peningkatan orang

lanjut usia, obesitas dan perubahan gaya hidup.

Prevalensi osteoartritis meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika

terjadi peningkatan yang signifikan pada usia 50 tahun dan mencapai 50% pada

usia di atas 65 tahun bahkan 85%-90% mengalami gejala primer osteoartritis

(Carlos et al., 2013). Di Indonesia sendiri prevalensi kasus osteoartritis cukup

tinggi yaitu 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun dan 65% pada

usia >61 tahun (Handayani, 2009). Pada lanjut usia, terjadi perubahan kolagen dan

penurunan sintesis proteoglikan yang menyebabkan tulang dan sendi lebih rentan

terhadap tekanan dan kurang elastis sehingga rawan sendi menjadi menipis, rusak,

dan menimbulkan gejala osteoartritis seperti nyeri sendi, kaku dan deformitas

(Aigner, 2010).

Pada usia kurang dari 45 tahun, laki-laki akan lebih rentan terkena penyakit

osteoartritis dibandingkan dengan wanita, tetapi wanita lebih rentan terkena

osteoartritis pada usia lebih dari 55 tahun. Prevalensi osteoartritis pada wanita

sebesar 13% lebih tinggi dibandingkan laki-laki yang hanya 10% (Heidari, 2011).

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

3

Wanita akan lebih rentan terkena osteoartritis setelah mengalami menopause

karena kurangnya hormon estrogen merupakan faktor risiko yang dapat

menyebabkan osteoartritis walaupun mekanisme kerjanya belum jelas, namun

estrogen dapat menurunkan endapan lemak dalam tubuh sehingga dapat

memperingan tugas sendi (Foltz-Gray, 2014).

Kualitas hidup secara luas menggambarkan kemampuan individu untuk

berperan dalam lingkungannya dan memperoleh kepuasan dari yang

dilakukannya. Dimensi yang diukur meliputi status fisik dan kemampuan

fungsional, status psikologis, interaksi sosial, status ekonomi serta religi atau

spiritual (Gutterling et al., 2007). Adanya penurunan kualitas hidup pada pasien

osteoartritis dapat berhubungan dengan beberapa faktor antara lain karakteristik

pasien, karakteristik penyakit, serta pola pengobatan.

Penyakit osteoartritis dan kualitas hidup merupakan hal yang saling

berkaitan. Keluhan utama pasien osteoartritis adalah rasa nyeri, kekakuan dan

keterbatasan gerak yang mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari

(NCGC, 2014). Secara tidak langsung hal tersebut akan menurunkan kualitas

hidup dan produktivitas kerja. Menurut data National Health Survey, 27% orang

dengan osteoartritis akan mengalami penurunan kualitas hidup sebesar 13%

dibandingkan dengan non osteoartritis (AIHW, 2013). Pada lanjut usia prevalensi

terjadinya stress diperkirakan antara 7% sampai 17% dan meningkat menjadi 20%

apabila disertai dengan osteoartritis (Rosemann et al., 2007). Begitu juga pada

perempuan, tingkat stress dan intensitas nyeri osteoartritis yang dirasakan akan

lebih tinggi dibandingkan pada pria meskipun mendapat

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

4

pengobatan dalam jumlah yang sama (Rakel, 2011). Keparahan stress dipengaruhi

oleh tingkat nyeri dan ketidakmampuan fisik (Chou, 2007).

Melihat besarnya dampak osteoartritis terhadap kualitas hidup maka

diperlukan suatu pengobatan yang tepat. Selama ini pengobatan untuk osteoartritis

meliputi analgetik, NSAID, kortikosteroid, suplemen dan injeksi hyaluronat

(NICE, 2014). Ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai dalam proses terapi

osteoartritis, yaitu untuk mengontrol nyeri dan gejala lainnya, mengatasi

gangguan aktivitas sehari-hari, dan menghambat proses penyakit. Prinsip

penggunaan analgetik dan NSAID pada osteoartritis adalah untuk menekan nyeri

dan inflamasi, tetapi tidak dapat menghentikan perjalanan penyakit osteoartritis,

jadi lebih bersifat simptomatik. Walaupun demikian obat ini masih diperlukan

karena dapat mengurangi keluhan penderita sehingga tetap dapat melakukan

aktifitas sehari-hari (Dipiro et al., 2008).

Osteoartritis memang bukan penyakit yang bisa disembuhkan, namun

dengan pemberian obat yang tepat diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup

pasien osteoartritis. Selama ini pola pengobatan yang diberikan bermacam-macam

namun untuk keefektifannya sendiri masih menjadi perdebatan contohnya saja

pada pemakaian glukosamin kondroitin, beberapa pasien merasakan manfaatnya

tetapi pada beberapa pasien merasa tidak ada manfaatnya (NICE, 2014). Begitu

juga dengan pemakaian NSAIDs dan Inhibitor COX-2, kedua obat ini dianggap

lebih efektif dibandingkan parasetamol. Namun risiko toksisitas obat NSAID

lebih tinggi daripada parasetamol apabila dipakai dalam jangka panjang (Rahme

et al., 2008). Padahal seperti yang kita ketahui bahwa osteoartritis

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

5

membutuhkan pengobatan dalam jangka panjang sehingga pola pengobatan yang

tepat dan terkontrol sangat dibutuhkan. Dengan pengukuran kualitas hidup ini

dapat diketahui pola pengobatan yang efektif dalam meningkatkan kualitas hidup

pasien (Chen et al, 2005)

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

kualitas hidup pasien osteoartritis berdasarkan perbedaan karakteristik pasien dan

pola pengobatan. Penelitian ini dilakukan terhadap pasien osteoartritis yang

menjalani rawat jalan di Poliklinik Rheumatologi Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogayakarta. Pemilihan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta karena rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit di

Yogyakarta yang memiliki klinik khusus rheumatologi sehingga menjadi rujukan

pasien osteoartritis. Diharapkannya dengan adanya penelitian ini dapat

memberikan masukan bagi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada

khususnya serta rumah sakit lainnya dalam menetapkan kebijakan pelayanan

kesehatan dalam menangani penyakit osteoartritis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat

di rumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran umum karakteristik pasien osteoartritis di Instalasi

rawat jalan poliklinik rheumatologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta?

2. Bagaimana gambaran kualitas hidup pasien osteoartritis?

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

6

3. Apakah terdapat perbedaan kualitas hidup pasien osteoartritis berdasarkan

perbedaan karakteristik pasien, seperti umur, jenis kelamin, Body Mass Index

(BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

4. Apakah terdapat perbedaan kualitas hidup pasien osteoartritis berdasarkan

perbedaan pola pengobatan?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup pasien

osteoartritis berdasarkan perbedaan karakteristik pasien dan pola pengobatan

terhadap kualitas hidup.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran umum karakteristik pasien osteoartritis di

Instalasi rawat jalan poliklinik rheumatologi rumah sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.

b. Untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien osteoartritis.

c. Untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup pasien osteoartritis

berdasarkan perbedaan karakteristik pasien, seperti umur, jenis kelamin,

Body Mass Index (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat

keluarga, dan intensitas nyeri.

d. Untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup pasien osteoartritis

berdasarkan perbedaan pola pengobatan.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

7

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi tempat penelitian dapat memberikan informasi terkait karakteristik

pasien yang membutuhkan perlakuan khusus guna meningkatkan kualitas

hidup, sehingga didapatkan data pendukung untuk pemberian edukasi dan

menentukan intervensi yang tepat.

2. Bagi tenaga kesehatan dapat memberikan gambaran mengenai karakteristik

pasien dan pengobatan yang mempengaruhi kualitas hidup pasien osteoartritis.

Bagi farmasis sendiri dapat meningkatkan perannya sebagai konselor yang

mendukung meningkatnya kualitas hidup pasien.

3. Bagi peneliti dapat memberikan pengetahuan baru mengenai osteoartritis serta

dapat mengetahui pengaruh karakteristik pasien dan pengobatan sehingga

nantinya dapat digunakan sebagai pelengkap maupun pendukung penelitian-

penelitian selanjutnya.

E. Tinjuan Pustaka

1. Osteoartritis

a. Definisi

Osteoartritis didefinisikan sebagai penyakit akibat kelainan fungsional

sendi termasuk terjadinya degradasi kartilago, ligamen, inflamasi sinovial

serta perubahan struktur tulang yang bersifat progresif (Bijlsma et al.,

2011). Sedangkan menurut National Clinical Guideline Centre, osteoartritis

adalah penyakit yang menyerang sendi yang mengakibatkan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

8

keterbatasan gerak dan akhirnya berdampak pada kualitas hidup pasien

(NCGC, 2014).

Rasa sakit yang dirasakan oleh pasien osteoartritis sangatlah khas,

sakit akan lebih terasa ketika digunakan untuk beraktivitas dan membaik

saat istirahat. Pada pagi hari, setelah bangun tidur, sendi akan mengalami

kekakuan akibat tidak digerakkan. Sakit pada osteoartritis terlokalisir hanya

di sekitar sendi tanpa merambat ke organ lain layaknya arthritis reumatoid

(Dipiro et al., 2008).

Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu osteoartritis

primer dan osteoartritis sekunder. Osteoartritis primer disebut juga idiopatik,

disebabkan faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas kolagen sehingga

mudah rusak. Sedangkan osteoartritis sekunder adalah osteoartritis yang

didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan

makro trauma, imobilitas yang terlalu lama serta faktor risiko lainnya,

seperti obesitas dan sebagainya (Soeroso et al., 2006).

b. Epidemiologi

Osteoartritis merupakan salah satu penyebab terjadinya kondisi

disabilitas pada usia lanjut. Pasien dengan osteoartritis memiliki risiko

kematian lebih tinggi jika memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler, kanker

dan diabetes melitus. Angka kejadiannya meningkat seiring meningkatnya

angka harapan hidup, obesitas, serta kurangnya olahraga (Heidari, 2011).

Prevalensi penyakit osteoartritis ini bervariasi. Pada usia di atas 50

tahun osteoartritis akan lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan laki-

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

9

laki, peningkatan ini seiring dengan usia. Di Amerika Serikat dan di Eropa

hampir semua orang mengalami degenerasi sendi setelah usia 40 tahun.

Gambaran radiologis osteoartritis di Amerika Serikat ditemui pada populasi

dewasa sekitar 37% dan merupakan 80% dari populasi di atas 75 tahun.

Jumlah penderita osteoartritis pertahun mencapai 16 juta orang. Data di

Inggris menunjukkan 52% orang dewasa mempunyai gambaran radiologis

osteoartritis dan meningkat menjadi 85% setelah 55 tahun. Wanita 2 kali

lebih banyak menderita osteoartritis dibanding pria, terutama osteoartritis

sendi lutut pada umur kurang dari 50 tahun (Askandar et al., 2007).

c. Patogenesis

Osteoartritis adalah penyakit sendi yang muncul akibat kegagalan

kartilago untuk menyerap renjatan (shock) dari gerakan fisik sehingga akan

mengalami penurunan fungsi lapisan permukaan kartilago. Mekanisme

tersebut melibatkan interaksi antara degradasi dan perbaikan dari kartilago,

tulang rawan, dan cairan sinovium (Kalunian et al., 2014). Untuk mengatasi

kegagalan kartilago tersebut maka kartilago, tulang rawan dan cairan

sinovium akan membentuk suatu pertahanan berupa pembentukan osteofit,

subkhondral sklerosis, dan lesi sumsum tulang (Kranokutsky et al., 2008).

Mekanisme pertahanan yang dibentuk akan memicu sekresi sitokin dan

mediator inflamasi. Pada pasien osteoartritis ditemukan terjadi peningkatan

kadar sitokin inflamasi seperti interleukin 1b (IL-1b) dan tumor nekrosis

faktor-a (TNF-a) yang pada gilirannya akan menurunkan sintesis kolagen

dan meningkatkan katabolik dan mediator inflamasi lainnya seperti IL-8, Il-

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

10

6, prostaglandin E2, dan nitrat oksida (NO). Peningkatan mediator inflamasi

inilah yang berkaitan erat dengan munculnya osteoartritis (Kranokutsky et

al., 2008).

d. Faktor Risiko

Osteoartritis tidak bisa kalau hanya dipandang sebagai suatu penyakit

saja, tetapi harus dilihat dari berbagai sisi karena banyak faktor yang

berhubungan terhadap munculnya penyakit ini. Secara garis besar faktor-

faktor tersebut sebagai berikut (Dipiro et al, 2008):

a). Faktor Genetik

Faktor genetik dipercaya berperan dalam perkembangan osteoartritis

meskipun sampai saat ini masih belum jelas gen apa yang terlibat. Angka

kejadiannya pun cukup tinggi diperkirakan 40-60% terjadinya

osteoartritis lutut, pinggul, dan tangan disebabkan karena genetik (NCGC,

2014). Wanita akan memiliki risiko 10 kali lipat dibanding pria, dan

risikonya menjadi dua kali lipat apabila orang tuanya memiliki riwayat

osteoartritis (Dipiro et al., 2008)

b) Faktor Usia

Dari semua faktor risiko timbulnya osteoartritis, umur menjadi faktor

yang paling berperan. Prevalensi dan beratnya derajat penyakit semakin

bertambah seiring dengan peningkatan usia. Pada usia anak-anak hampir

tidak dijumpai kasus osteoartritis, jarang pada usia di bawah 40 tahun,

dan sering pada umur di atas 60 tahun. Hal ini disebabkan karena ada

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

11

keterkaitan antara umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan

proteoglikan pada kartilago sendi.

c) Faktor Jenis Kelamin

Pada usia kurang dari 45 tahun, laki-laki lebih rentan terkena penyakit

osteoartritis dibandingkan dengan wanita, tetapi wanita lebih rentan

terkena osteoartritis pada usia lebih dari 55 tahun. Perbedaan tersebut

menjadi semakin berkurang setelah menginjak usia 80 tahun. Hal

tersebut diperkirakan karena pada masa usia 50 – 80 tahun wanita

mengalami pengurangan hormon estrogen yang signifikan.

d) Faktor Obesitas

Secara statistik perempuan memiliki body mass index (BMI) diatas rata-

rata dimana kategori BMI pada perempuan Asia menurut jurnal

American Clinical Nutrition adalah antara 24 sampai dengan 26,9kg/m2.

BMI di atas rata-rata mengakibatkan terjadinya penumpukan lemak pada

sendi sehingga meningkatkan tekanan mekanik pada sendi penahan

beban tubuh, khususnya lutut.

e) Faktor biomekanik

Faktor biomekanik berkaitan dengan terjadinya trauma, deformitas sendi

dan penggunaan sendi yang berlebihan (Salter&Lee, 2012). Pekerjaan

berat maupun pemakaian suatu sendi yang terus menerus akan

meningkatkan risiko terjadinya osteoartritis. Hal ini disebabkan karena

adanya kemungkinan sendi yang cidera sehingga akan meningkatkan

tekanan pada sendi.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

12

e. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien osteoartritis dimulai dengan dasar diagnosis

dari anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik, temuan radiografi, penilaian

sendi yang terkena. Tujuan utama dalam penatalaksanaan osteoartritis

adalah untuk mengurangi nyeri, memperbaiki mobilitas, dan meminimalkan

disabilitas (Dipiro et al, 2008).

Pada penderita osteoartritis ringan, proteksi sendi dan pengobatan

menggunakan analgesik sudah cukup; tetapi untuk pasien dengan

osteoartritis berat, gabungan terapi non-farmakologi dan suplemen analgesik

dan/atau obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) akan lebih sesuai. Secara

umum terapi yang diberikan dibedakan menjadi dua golongan yaitu terapi

non farmakologi dan terapi farmakologi (Charlish, 2009).

1) Terapi Non Farmakologi

a) Edukasi dan pemberian informasi

Pertama-tama penderita osteoartritis harus mengerti dulu apa yang terjadi

pada sendinya, mengapa timbul rasa sakit dan apa yang perlu dilakukan,

sehingga pengobatan osteoartritis dapat berhasil. Pasien osteoartritis

harus berusaha agar tetap dapat melakukan aktivitas sehari-hari, latihan

dan tidak menjadi beban bagi orang di sekitarnya, karena itu edukasi

sangatlah penting dalam penanganan penyakit osteoartritis ini.

b) Olahraga

Olahraga biasanya disarankan untuk menurunkan nyeri, meningkatkan

fungsional sendi dan mengurangi keterbatasan fisik. Olahraga yang

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

13

dimaksud bukan berupa olahraga yang berat tetapi cukup aerobic

walking, home quadriceps exercise, strengthening and home exercise,

aerobic exercise, dan aerobik disertai diet (NICE, 2014). Berdasarkan

penelitian Angela Acettura (2012) bahwa olahraga misalnya dengan cara

naik turun tangga dapat meningkatkan performance fisik para penderita

osteoartritis.

c) Penurunan Berat Badan

Kelebihan berat badan dapat meningkatkan beban biomekanik pada sendi

penyangga berat. Pengurangan berat badan dikaitkan dengan

pengurangan simptom dan kecacatan. Meskipun penurunan hanya 2,5 Kg

sudah dapat menurunkan tekanan biomekanik pada sendi penyangga

beban. Diet yang sehat dan olahraga akan sangat membantu dalam

pengendalian berat badan. (NCGC, 2014).

d) Nutrasetikal

Nutrasetikal adalah makanan atau suplemen makanan yang memiliki

manfaat untuk kesehatan. Biasanya yang digunakan adalah

glukosamamin (Sulfat dan hidroklorida) yang tersedia dalam berbagai

kombinasi, kekuatan, dan variasi. Suplemen yang mengandung

glukosamin dan kondroitin ini merangsang sintesis proteoglikan dari

tulang rawan artikular dan memiliki profil keamanan yang sangat baik

serta memiliki efek analgesik dibandingkan dengan plasebo (NICE,

2014).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

14

2) Terapi Farmakologi

a) Parasetamol

Parasetamol merupakan pilihan utama untuk pengobatan osteoartritis,

meskipun keefektifannya masih kurang dibandingkan dengan NSAID.

Oleh karena itu, jika parasetamol tidak memberikan respon bisa diberikan

NSAID. Parasetamol memiliki efek samping yang lebih ringan dibanding

NSAID.

Parasetamol merupakan obat yang tergolong murah harganya, serta aman

dalam penggunaan. Parasetamol memiliki risiko kecil untuk perdarahan

lambung dibanding NSAID. Dalam dosis besar (>4 gr) parasetamol dapat

menyebabkan kerusakan hati (Charlish, 2009).

b) NSAID

NSAID berperan untuk mengurangi peradangan pada pembungkus sendi,

mengurangi pembengkakan, dan meredakan nyeri dan kekakuan. Prinsip

mekanisme NSAID sebagai analgetik adalah blokade sintesa

prostaglandin melalui hambatan cyclooxygenase (Enzim COX-1 dan

COX-2) dengan mengganggu lingkaran cyclooxygenase. Blokade COX-1

(NSAID non spesifik) tidak diharapkan karena mengakibatkan tukak

lambung dan meningkatnya risiko pendarahan karena adanya hambatan

agregasi platelet. Oleh karena itu NSAID sebaiknya diminum bersama

makanan atau susu untuk mengurangi efek samping terhadap lambung

(Charlish, 2009).

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

15

c) Injeksi Kortikosteroid

Obat ini dapat digunakan pada keadaan sendi yang meradang dan

bengkak. Dokter akan menyuntikan obat ini setelah mengeluarkan

terlebih dahulu cairan berlebihan dari sendi yang bengkak, fungsinya

sebagai anti radang. Penggunaan obat ini juga harus hati-hati maksimal 3

kali dalam setahun, karena kalau terlalu sering malah berakibat kerusakan

pada sendi itu sendiri (steroid artropati) (Charlish, 2009).

d) Injeksi Asam Hyaluronat

Asam hyaluronat sebenarnya ditemukan di dalam sendi. Di dalam sendi

asam hyaluronat ini akan membantu pergerakan sendi sehingga sendi

dapat bergerak dengan smooth. Namun pada osteoartritis, asam

hyaluronat ini menjadi sedikit dan tidak mampu lagi melumasi sendi

sehingga sendi tidak terproteksi. Oleh karena itu, perlu diberikan injeksi

hyaluronat dari luar untuk meningkatkan proteksi (ARA, 2014).

Injeksi asam hyaluronat diberikan pada pasien yang tidak lagi toleransi

terhadap pemberian obat anti nyeri dan anti inflamasi yang lainnya

(Dipiro et al., 2008). Obat ini diberikan dalam bentuk garamnya (sodium

hyaluronat) melalui injeksi intra-artrikular pada sendi lutut jika

osteoartritis tidak responsif dengan terapi yang lain (ARA, 2014).

2. Kualitas Hidup

a. Definisi

Tidak mudah untuk mendefinisikan kualitas hidup secara tepat meskipun

sudah banyak ahli yang mengemukakan. Karena bagaimanapun kualitas hidup

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

16

itu menggambarkan bagaimana persepsi individu. Kualitas hidup dapat

diartikan sebagai persepsi individu mengenai posisi mereka dalam kehidupan

dilihat dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal serta

hubungannya dengan tujuan, harapan, dan hal-hal lain yang menjadi perhatian

individu. Definisi kualitas hidup berdasarkan WHO menekankan adanya

persepsi dari individu ini dapat dihubungani oleh budaya dan sistem nilai

dimana invidu itu tinggal (Fallowfield, 2009)

Menurut WHO Quality of Life-BREF (dalam Rapley, 2003) terdapat

empat dimensi mengenai kualitas hidup yang meliputi:

1) Dimensi kesehatan fisik, mencakup aktivitas sehari-hari; ketergantungan

pada obat-obatan; energi dan kelelahan; mobilitas; sakit; dan

ketidaknyamanan; tidur dan istirahat; kapasitas kerja.

2) Dimensi kesejahteraan psikologis, mencangkup bodily image dan

appearance; perasaan negatif; perasaan positif; self esteem; spiritual/

agama/ keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori dan konsentrasi.

3) Dimensi hubungan sosial, mencakup relasi personal, dukungan sosial,

aktivitas seksual.

4) Dimensi hubungan dengan lingkungan, mencakup sumber finansial,

kebebasan, keamanan, dan keselamatan fisik; perawatan kesehatan dan

sosial termasuk aksesbilitas dan kualitas; lingkungan rumah, kesempatan

untuk mendapatkan berbagai informasi baru maupun keterampilan;

partisipasi dan mendapat kesempatan untuk melakukan rekreasi dan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

17

kegiatan yang menyenangkan di waktu luang; lingkungan fisik terutama

polusi/ kebisingan/ lalu lintas/ iklim; serta transportasi.

b. Instrumen Pengukur

Secara garis besar instrumen untuk mengukur kualitas hidup dapat

dibagi menjadi dua macam, yaitu instrumen umum (generic scale) dan

instrumen khusus (specific scale).

a) Instrumen Umum (Generic Scale)

Instrumen umum ialah instrumen yang dipakai untuk mengukur kualitas

hidup secara umum pada penderita dengan penyakit kronik. Instrumen

ini digunakan untuk menilai secara umum mengenai kemampuan

fungsional, ketidakmampuan dan kekhawatiran yang timbul akibat

penyakit yang diderita. Contoh instrumen generik antara lain Medical

Outcome Study (MOS) Short Form-36, Quality of Well-Being Scale, dan

Sickness Impact Profile (SIP).

Keuntungan dari instrumen generik adalah nilai pasien yang diperoleh

nanti dapat dibandingkan dengan nilai populasi lain dan atau populasi

kontrol manusia sehat, sedangkan kerugiannya adalah bahwa instrumen

ini tidak dirancang untuk mengidentifikasi dimensi spesifik dari suatu

penyakit yang mana penting dalam penegakan perubahan status klinis

pasien (Gutterling et al., 2007).

b) Instrumen Khusus (Specific Scale)

Instrumen spesifik digunakan pada penyakit tertentu agar memberikan

hasil yang lebih rinci berdasarkan luaran dari kondisi kesehatan atau

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

18

penyakit tertentu. Keuntungan dari instrumen ini adalah memberikan

spesifitas dan sensivitas yang lebih besar dibandingkan instrumen

generik (Gutterling et al., 2007)

Secara umum ada empat manfaat utama dari penilaian kualitas hidup

yang berhubungan dengan kesehatan (Health Related Quality of Life) yaitu:

1. Penilaian pengobatan dalam uji klinis

2. Studi tentang populasi penderita dalam mengevaluasi kualitas hidup

penderita sehubungan dengan beban penyakit yang diderita.

3. Evalusi biaya untuk menentukan sumber daya yang paling baik dalam

perawatan kesehatan.

4. Memenuhi terapi yang paling tepat dalam perawatan penderita secara

individual.

Contoh Health Related of Quality of Life yang spesifik misalnya

kuesionier Arthritis Impact Measurement Scales Short Form (AIMS2 SF)

yang digunakan untuk menilai kualitas hidup penderita arthritis (Ali et al.,

2000).

3. Arthritis Impact Measurement Scale 2 Short Form (AIMS2-SF)

Kuesionier spesifik yang dapat menilai HRQoL dari pasien dengan

osteoartritis telah berkembang dari waktu ke waktu. Kuisionier Arthritis

Impact Measurement Scales Short Form (AIMS2-SF) merupakan kuesionier

spesifik untuk menilai kualitas hidup penderita arthritis. Menurut Meenan et

al (1997), kuesionier AIMS2 SF di desain untuk mengukur kualitas hidup

dan outcome penderita osteoartritis dalam berbagai aspek kualitas hidup

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

19

dengan skala pengukuran yang spesifik dan mampu menggambarkan kualitas

hidup penderita arthritis secara keseluruhan.

Kuesionier Arthritis Impact Measurement Scales Short Form (AIMS2-

SF) terdiri dari 24 pertanyaan yang mencerminkan 4 domain atau bidang,

yaitu :

1. Skala fisik, meliputi kemampuan bergerak, berjalan, fungsi tangan dan

jari, fungsi lutut serta kemampuan perawatan diri.

2. Skala gejala, meliputi intensitas nyeri.

3. Skala suasana hati, meliputi kemampuan menghadapi stress dan mood.

4. Skala sosial meliputi aktivitas sosial.

Saat ini, AIMS2-SF dalam bahasa Indonesia sudah ada dan telah di

validasi. Menurut Ismail (2010), kuesionier AIMS2-SF memiliki 24

pertanyaan yang valid dengan nilai r sebesar 0,914, reabilitas kuesionier

dikatakan baik jika nilai r lebih dari 0,7 dan sangat baik jika di atas 0,8. Hal

ini menunjukan bahwa pertanyaan-pertanyaan pada kuisionier AIMS2-SF

tersebut reliabel dan dapat digunakan secara berulang (Dahlan, 2010).

Ketersedian AIMS2-SF dalam berbagai bahasa akan memungkinkan dokter

dan tenaga kesehatan yang lain untuk mendapatkan pemahaman yang lebih

baik mengenai kondisi pasiennya.

4. Instrumen Penilaian Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual.

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

20

menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun,

pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti

tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Menurut Smeltzer & Bare (2002), jenis pengukuran nyeri adalah sebagai

berikut :

a. Skala Intensitas Nyeri Deskriptif

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)

merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata

pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.

Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang

tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan pasien skala tersebut dan

meminta pasien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang di rasakan.

Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk

mendeskripsikan nyeri (AHCPR, 1992).

Gambar 1. Verbal Descriptor Scale (VDS)

b. Skala Identitas Nyeri Numeriks

Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai

nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala 0 tidak ada nyeri yang

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

21

dirasakan, 1 sampai 3 nyeri ringan, 4 sampai 6 nyeri sedang, 7 sampai 10

nyeri berat. Skala biasanya digunakan saat mengkaji intensitas nyeri

sebelum dan setelah intervensi terapeutik (Shakel et al., 2012)

Gambar 2. Numerical Rating Scale (NRS)

c. Visual Analogue Scale (VAS)

Visual Analogue Scale (VAS) adalah suatu garis lurus, yang mewakili

intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap

ujungnya. Skala ini memberi pasien kebebasan penuh untuk

mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran

keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi

setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu

angka (Potter & Perry, 2005).

Gambar 3. Visual Analogue Scale (VAS)

5. Visual Analogue Scale (VAS)

Visual Analog Scale (VAS) merupakan alat ukur sederhana untuk

mengukur atau memperkirakan derajat (intensitas nyeri) secara subjektif. Alat

ukur ini awalnya digunakan dalam pemeriksaan psikologi sejak abad ke-20.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

22

Sekitar tahun 70-an Huskisson mempopulerkan alat ukur ini dalam aplikasi

klinis. VAS berupa garis lurus sepanjang 10 cm. Garis ini mempresentasikan

gambaran intensitas nyeri yang harus ditunjukan oleh pasien. Pasien diminta

untuk memberi tanda di sepanjang garis tersebut sesuai dengan intensitas

nyeri yang dirasakannya. Kemudian diukur jari dari batas kiri sampai pada

tanda yang diberikan pasien dalam mm, dan itulah skor yang menunjukan

level intensitas nyeri. Skor tersebut selanjutnya dicatat untuk melihat

kemajuan pengobatan/terapi selanjutnya. Secara potensial, VAS lebih sensitif

terhadap intensitas nyeri daripada pengukuran lainnya seperti Face Pain

Rating Scale karena responnya yang lebih terbatas.

Keuntungan VAS (Visual Analogue Scale)

VAS merupakan metode pengukuran intensitas nyeri yang sensitif, murah

dan mudah dibuat. VAS memiliki keakuratan yang baik untuk mengukur rasa

nyeri akibat osteoartritis yang kronik (Shakel et al., 2012). Menurut William

dan Hoggart (2005) VAS sebagai alat ukur yang valid, dapat dipercaya, dan

sesuai skala untuk digunakan dalam praktik klinis.

Kekurangan VAS (Visual Analogue Scale)

VAS memerlukan pengukuran yang teliti untuk memberikan penilaian.

Pasien harus hadir saat dilakukan pengukuran, serta secara visual dan kognitif

mampu melakukan pengukuran. VAS sangat tergantung pada pemahaman

pasien terhadap alat ukur tersebut. Sehingga edukasi/ penjelasan terapis

tentang VAS terhadap pasien sangat dibutuhkan (Iscan, 2010)

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

23

Validitas

Sebuah penelitian menemukan bahwa Visual Analogue Scale (VAS) lebih

baik untuk menilai fascial pain daripada penelitian numerik dan sensitivitas

VAS setara dengan NRS-11 (Numeric Rating Scale). Sedangkan dalam

penelitian lain terhadap 25 responden yang menderita Low Back Pain,

disimpulkan bahwa VAS dan SDS (Sematic Differential Scale) memiliki

korelasi yang kuat dan keduanya reliabel dan valid untuk mengukur Low Back

Pain (Wibowo, 2008)

F. Landasan Teori

Osteoartritis merupakan penyakit arthritis yang paling umum terjadi dan

salah satu penyebab utama terjadinya rasa nyeri dan kecacatan di dunia. Keluhan

utama pasien osteoartritis adalah rasa nyeri, kekakuan dan keterbatasan gerak

yang mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari (NCGC, 2014). Secara

tidak langsung hal tersebut akan menurunkan kualitas hidup dan produktivitas

kerja. Menurut data National Health Survey, 27% orang dengan osteoartritis akan

mengalami penurunan kualitas hidup sebesar 13% dibandingkan dengan non

osteoartritis (AIHW, 2013).

Kualitas hidup secara umum menggambarkan kemampuan individu untuk

berperan dalam lingkungannya dan memperoleh kepuasan dari yang

dilakukannya. Secara garis besar, kualitas hidup dipengaruhi oleh berbagai faktor.

antara lain karakteristik pasien, misalnya umur, jenis kelamin, Body Mass Index

(BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga osteoartritis,

intensitas nyeri dan durasi osteoartritis. Pengukuran kualitas hidup pada penelitian

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

24

ini menggunakan instrument khusus yaitu kuesionier AIMS2-SF (Arthritis Impact

Measurement Scale 2 Short Form). Kuesionier ini telah diterjemahkan dalam

bahasa Indonesia dan tervalidasi.

Kualitas hidup pasien osteoartritis juga dapat dipengaruhi oleh pola

pengobatan yang digunakan. Pola pengobatan tersebut akan menimbulkan

keuntungan klinik berupa berkurang atau hilangnya tanda dan gejala. Selama ini

pengobatan untuk osteoartritis meliputi analgetik, NSAID, kortikosteroid,

suplemen dan injeksi hyaluronat (NICE, 2014). Pemilihan pola pengobatan yang

tepat akan mempengaruhi kualitas hidup pasien osteoartritis.

G. Kerangka Konsep

A.

B.

C.

D.

E.

Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian

Karakteristik Pasien :

1. Umur

2. Jenis Kelamin

3. Body Mass Index (BMI)

4. Penyakit penyerta

5. Trauma

6. Riwayat Keluarga

Osteoarthritis

Kualitas Hidup versi

AIMS2 SF

Domain:

1. Fisik

2. Gejala

3. Suasana hati

4. Sosial

Pola Pengobatan

Jenis obat atau terapi yang

digunakan

Derajat nyeri

Nyeri yang dialami

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75463/potongan/S1-2014... · (BMI), penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga, dan intensitas?

25

H. Hipotesis

Berdasarkan uraian dalam landasan teori, dapat dirumuskan hipotesis :

1. Adanya perbedaan kualitas hidup pada pasien osteoartritis berdasarkan

karakteristik pasien, seperti umur, jenis kelamin, Body Mass Index (BMI),

penyakit penyerta, riwayat trauma, riwayat keluarga osteoartritis, dan

intensitas nyeri .

2. Adanya perbedaan kualitas hidup pada pasien osteoartritis berdasarkan pola

pengobatan yang ada di Poliklinik Rheumatologi Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.