Upload
phungliem
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bakteri Salmonella sp. adalah bakteri bentuk batang, gram negatif,
hidup dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan (Julius, 1990).
Salmonella sp. yang masuk bersama makanan dan minuman yang
tercemar akan menyebabkan demam enterik (Jawezt et al, 2008). Demam
enterik dapat di kelompokan menjadi dua yaitu demam tifoid atau tipus
(typhus) yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi (S. typhi),
sedangkan demam paratifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella
paratyphi A, B, dan C (S. paratyphi A, B, dan C) (Widiyono, 2008).
Gejala dan tanda klinis keduanya sama yang paling menonjol
adalah demam lebih dari tujuh hari. Demam ini juga ditandai gejala tidak
khas lainnya seperti diare, batuk, dan pusing, namun gejala demam
paratifoid lebih ringan dari pada demam tifoid (Widiyono, 2008). Demam
tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat endemis dan
merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Terutama dari golongan
masyarakat dengan standar hidup dan kebersihannya rendah (Muliawan
et al, 1999).
Kejadian penyakit demam tifoid di Indonesia cenderung meningkat.
Sub Direktorat Surveilans Departemen Kesehatan tahun 1990-1994
melaporkan demam tifoid rata-rata 395 kasus per 10.000 penduduk
sedangkan dari Rumah Sakit dan Pusat Kesehatan data penyakit demam
2
tifoid juga meningkat dari 92 kasus pada tahun 1994 menjadi 125 kasus
pada tahun 1996 per 100.000 penduduk. Angka kematian demam tifoid di
beberapa daerah adalah 2-5%. Untuk itu diagnosis dini demam tifoid perlu
segera ditegakkan (Muliawan et al, 1999).
Diagnosis pasti demam tifoid adalah isolasi dan identifikasi bakteri
S. typhi dari darah, urin, feses, atau cairan tubuh lainnya. Tetapi
pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa demam tifoid yang sering
dipakai adalah pemeriksaan serologi widal, meskipun kurang dapat
dipercaya, karena mempunyai sensitivitas dan spesifisitas rendah
(Muliawan et al, 1999). Seperti sebagian besar di rumah sakit dan
pukesmas di kota Semarang untuk mendiagnosa demam tifoid
menggunakan pemeriksaan serologi widal karena biaya yang murah.
Salah satunya di Puskesmas Kedungmundu Semarang yang sering
menerima penderita dengan gejala demam tifoid dari golongan
masyarakat dengan standar hidup dan kbebersihanya rendah, dengan
rata-rata perbulan 37 pasien perbulan.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang, maka dapat di rumuskan permasalahan
sebagai berikut : Apakah ditemukan strain bakteri Salmonella sp. dari
sampel darah, urin, dan feses penderita Demam Tifoid di Puskesmas
Kedungmundu Semarang.
3
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah isolasi dan identifikasi strain
bakteri Salmonella sp. pada sampel darah, urin, dan feses
penderita Demam Tifoid di Puskesmas Kedungmundu Semarang.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Isolasi dan identifikasi strain bakteri Salmonella sp pada
sampel darah penderita Demam Tifoid di Puskesmas
Kedungmundu Semarang.
b. Isolasi dan identifikasi strain bakteri Salmonella sp pada
sampel urin penderita Demam Tifoid di Puskesmas
Kedungmundu Semarang.
c. Isolasi dan identifikasi strain bakteri Salmonella sp pada
sampel feses Demam Tifoid di Puskesmas Kedungmundu
Semarang.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini memberikan informasi kepada pranata
laboratorium dan masyarakat jika widal positif belum tentu demam
tifoid, dan untuk menegakkan diagnosa demam tifoid perlu
pemeriksaan penunjang dengan isolasi dan identifikasi strain
bakteri pada sampel darah, urin, dan feses penderita demam tifoid.