16
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Al-Qur’an sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak mengatur aturan mengenai hubungan manusia dengan manusia lain, meskipun aturan dalam Al-Qur’an masih bersifat umum, yang selanjutnya diperjelas dalam Hadist maupun ijma’. Setiap manusia hidup bermasyarakat, saling tolong-menolong dalam menghadapi berbagai macam persoalan untuk menutupi kebutuhan antara yang satu dengan yang lain. Ketergantungan seseorang kepada yang lain dirasakan ketika manusia itu lahir. Setiap manusia mempunyai kebutuhan sehingga sering terjadi pertentangan-pertentangan kehendak. Untuk menjaga keperluan masing-masing, pelu ada aturan-aturan yang mengatur kebutuhan manusia agar manusia itu tidak melanggar dan merampas hak-hak orang lain, salah satunya adalah fiqh muamalah. Fiqh muamalah adalah aturan-aturan (hukum) Allah SWT., yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan duniawi dan sosial kemasyarakatan. Dengan kata lain, muamalah dalam hal ini mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan pemutaran harta. (Rachmat Syafei: 2000) Adapun yang dimaksud hubungan manusia dengan manusia itu mencakup hubungan bertransaksi, jual-beli, muamalah, sewa-menyewa. Dan di dalamnya terdapat aturan mengenai konsep harta, hak milik, dan aturan- aturan lain yang menjadi dasar dari kegiatan muamalah. Corak ekonomi Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, yaitu suatu corak yang mengakui adanya hak pribadi dan hak umum. Pembahasan mengenai hak milik penting untuk dilakukan mengingat seringnya penyimpangan hak milik seseorang oleh orang lain dalam kehidupan sosial dan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

  • Upload
    buithu

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-Qur’an sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya

mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih

banyak mengatur aturan mengenai hubungan manusia dengan manusia lain,

meskipun aturan dalam Al-Qur’an masih bersifat umum, yang selanjutnya

diperjelas dalam Hadist maupun ijma’.

Setiap manusia hidup bermasyarakat, saling tolong-menolong dalam

menghadapi berbagai macam persoalan untuk menutupi kebutuhan antara

yang satu dengan yang lain. Ketergantungan seseorang kepada yang lain

dirasakan ketika manusia itu lahir. Setiap manusia mempunyai kebutuhan

sehingga sering terjadi pertentangan-pertentangan kehendak. Untuk menjaga

keperluan masing-masing, pelu ada aturan-aturan yang mengatur kebutuhan

manusia agar manusia itu tidak melanggar dan merampas hak-hak orang lain,

salah satunya adalah fiqh muamalah.

Fiqh muamalah adalah aturan-aturan (hukum) Allah SWT., yang ditujukan

untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan duniawi dan sosial

kemasyarakatan. Dengan kata lain, muamalah dalam hal ini mengatur

hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan pemutaran

harta. (Rachmat Syafei: 2000)

Adapun yang dimaksud hubungan manusia dengan manusia itu

mencakup hubungan bertransaksi, jual-beli, muamalah, sewa-menyewa. Dan

di dalamnya terdapat aturan mengenai konsep harta, hak milik, dan aturan-

aturan lain yang menjadi dasar dari kegiatan muamalah.

Corak ekonomi Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, yaitu suatu corak

yang mengakui adanya hak pribadi dan hak umum. Pembahasan mengenai

hak milik penting untuk dilakukan mengingat seringnya penyimpangan hak

milik seseorang oleh orang lain dalam kehidupan sosial dan ekonomi

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

2

masyarakat yang tentunya merugikan salah satu pihak. Dengan demikian,

konsep hak milik akan dijelaskan lebih rinci dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hak milik?

2. Bagaimana pembagian hak milik?

3. Apa sebab-sebab kepemilikan?

4. Bagaimana prinsip kepemilikan dalam Ekonomi Islam?

5. Bagaimana konsep dan ketentuan barang temuan (Uqathah)?

1.3 Tujuan

1. Mendeskripsikan Pengertian Hak Milik.

2. Mendeskrisikan Pembagian Hak

3. Mendeskripsikan Sebab-sebab Kepemilikan.

4. Mendeskripsikan Prinsip Kepemilikan.

5. Mendeskripsikan Konsep dan Ketentuan Barang Temuan (Uqathah)

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hak Milik

Menurut pengertian umum hak adalah suatu ketentuan yang digunakan oleh

syara’ untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu benda hukum. Pengertian

hak sama dengan arti hukum dalam istilah ahli Ushul, yaitu ‚Sekumpulan kaidah

dan nash yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk mengatur hubungan

manusia dengan manusia, baik mengenai orang maupun mengenai harta.‛ Hak

juga didefinisikan sebagai ‚kekuasaan mengenai sesuatu yang wajib dari

seseorang kepada yang lainnya.‛

Milik dalam buku Pokok-pokok Fiqh Mualamalah dan hukum Kebendaan dalam

Islam, didefinisikan sebagai ‛Kekhususan terdapat pemilik suatu barang menurut

syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama

tidak ada penghalang syar’i.‛ Apabila seseorang telah memiliki suatu benda yang

sah menurut syara’, orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik

akan dijual maupun digadaikan, baik dia sendiri maupun dengan perantara orang

lain. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa ‚tidak semua yang punya hak

penggunaan dapat memiliki‛.

Hak yang dijelaskan di muka, adakalanya merupakan sultah, adakalanya

merupakan taklif.

a. Sulthah terbagi dua, yaitu sulthah ‘ala al-Nafsi dan sulthah ‘ala syai’in

mu’ayanin.

Sulthah ‘ala al-Nafsi ialah hak seseorang terhadap jiwa, seperti hak

hadlanah (pemeliharaan anak).

Sulthah ‘ala syari’in mu’ayanin ialah hak manusia untuk memiliki

sesuatu, seperti seorang berhak memiliki sebuah mobil.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

4

b. Taklif adalah orang orang bertanggungjawab, taklif adakalanya tanggungan

pribadi (‘ahdah syakhshiyah) seperti seorang buruh menjalankan tugasnya,

adakalanya tanggungan harta (‘ahdah maliyah) seperti membayar hutang.

Para fuqaha berpendapat bahwa hak merupakan imbangan dari benda

(a’yan), sedang ulama Hanafiyah berpendapat bahwa hak adalah bukan harta (ina

alhaqqa laisa hi al-mal).

2.2 Pembagian Hak

Dalam pengertian umum, hak di bagi menjadi dua bagian, yaitu mal dan

ghair mal.

Hak mal ialah sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan

benda-benda atau utang-utang.

Hak ghair mal terbagi dari dua bagian, yakni hak syakhsyi dan hak ‘aini.

a. Hak syakhsyi ialah suatu tuntutan yang ditetapkan syara’dari

seseorang terhadap orang lain.

b. Hak ‘aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa

dibutuhkan orang kedua. Macam-macam hak ‘aini ialah sebagai

berikut :

1. Haq al-malikiayah ialah hak yang memberikan pemiliknya hak

wilayah. Boleh dia memiliki, menggunakan, mengambil manfaat,

menghabiskannya, merusakkannya, dan membinasakannya,

dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.

2. Haq al-intifa’ ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan

diusahakan hasilnya.

3. Haq al-irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk

suatu kebun atas kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh

pemilik kebun pertama . misalnya air.

4. Haq al-istihan ialah hak yang diperoleh dari harta yang

digadaikan.

5. Haq al-ihtibas ialah hak menahan sesuatu benda.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

5

6. Haq gharar (menetap) atas tanah wakaf, yang termasuk hak

menetap atas tanah wakaf ialah :

a) Haq al-haqr, ialah hak menetap diatas tanah wakaf yang

disewa, untuk yang lama dengan seizin hakim.

b) Haq al-ijaratain, ialah hak yang diperoleh karena ada akad

ijarah dalam waktu yang lama, dengan seizin hakim, atas

tanah wakaf yang tidak sanggup dikembalikan ke dalam

keadaan semula. Misalnya karena kebakaran dengan harga

yang menyamai harga tanah, sedangkan sewanya dibayar

tiap tahun.

c) Haq al-qadar, ialah hak menambah bangunan yang dibangun

oleh penyewa.

d) Haq al-marshad ialah hak mengawasi atau mengontrol

7. haq al-murur ialah hak manusia untuk menempatkan

bangunannya diatas bangunan orang lain.

8. Haq ta’alli ialah hak manusia untuk menempatkan bangunannya

diatas bangunan orang lain.

9. Haq al-jiwar, ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh

berdempetnya batas-batas tempat tinggal, yaitu hak-hak untuk

mencegah pemilik asli dari menimbulkan kesulitan terhadap

tetangganya.

10. Haq syafah atau haq syurb ialah kebutuhan manusia terhadap air

untuk diminum dan untuk diminum binatangnya serta untuk

kebutuhan rumah tangganya.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

6

2.3 Sebab-sebab Kepemilikan

Faktor-faktor yang menyebabkan harta dapat dimiliki antara lain :

a. Ikraj al Mubahat, untuk harta yang mubah (belum dimiliki oleh sesesorang).

Untuk memiliki benda-benda mubahat diperlukan dua syarat, yaitu :

Benda mubahat belum diikhrazkan oleh orang lain. Seseorang

mengumpulkan air dalam satu wadah, kemudian air tersebut

dibiarkan, maka orang lain tidak berhak mengambil air tersebut,

sebab telah di-ikhraz-kan orang lain.

Adanya niat (maksud) memiliki. (Hendi,Suhendi. Fiqh Muamalah, hlm

38, th.2011)

b. Khalafiyah, dimaksud dengan khalafiyah ialah bertempatnya seseorang atau

sesuatu yang baru bertempat di tempat yang lama, yang telah hilang

berbagai macam haknya. Khalafiyah ada dua macam, yaitu :

Khalafiyah syakhsy ‘an syakhhsy, yaitu si waris menempati tempat si

muwaris dalam memiliki harta yang ditinggalkan oleh muwaris,

harta yang ditinggalkan oleh muwaris disebut tirkah.

Khalafiyah syai’an syai’in, yaitu apabila seseorang merugikan milik

orang lain atau menyerobot barang orang lain, kemudian rusak di

tangannya atau hilang, maka wajiblah dibayar dan diganti kerugian-

kerugian pemilik harta. Maka khalafiyah syai’in ini disebut tadlmin

atau ta’widl (menjamin kerugian).

c. Tawallud min mumluk, yaitu segala yang terjadi dari benda yang telah

dimiliki, menjadi hak bagi yang memiliki benda tersebut. Misalnya bulu

domba menjadi milik pemilik domba.

Sebab pemilikan tawallud min mamluk dibagi kepada dua pandangan

(I’tibar), yaitu:

Mengingat ada dan tidak adanya ikhtiar terhadap hasil-hasil yang

dimiliki (I’tibar wujud al ikhtiyar wa’adamihi fiha)

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

7

Pandangan terhadap bekasnya (I’tibar atsariha). (Hendi,Suhendi. Fiqh

Muamalah, hlm 39 thn.2011)

2.4 Prinsip Kepemilikan

Dalam Islam hak milik individu dan hak milik orang banyak sama-sama

dapat pengakuan yang seimbang. Hak milik dalam Islam, baik hak milik

indivudu maupun hak milik umum, tidaklah mutlak, tetapi terikat oleh ikatannya

untuk merealisasikan kepentingan ikatan ini pada dasarnya kembali pada

pendangan Islam tentang hak milik (Al-Assal dan Fathi Ahmaad Abdul Karim,

1999:40).

Dalam Al-Qur’an akan menemukan dasar-dasar tentang harta dengan

segala bentuk dan macamnya adalah milik Allah SWT.

Artinya : ‚Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi,

semua yang ada di antara keduanya dan semua yang ada di bawah tanah‛. (Q.S Thaha:

[20]: 6)

Ditinjau dari ayat di atas bahwa semua harta adalah milik Allah maka

manusia adalah tangan suruhan untuk jadi khalifah dalam mempergunakan dan

mengatur harta itu. Menurut Al-Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim (1999:42)

menyatakan bahwa kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dalam harta pada

hakikatnya menunjukkan bahwa manusia merupakan wakil dan petugas yang

bekerja kepada Allah demi kebaikan seluruh umat manusia. Oleh karena itu,

menjadi kewajiban manusia sebagai khalifah-khalifah untuk merasa terikat

dengan perintah-perintah ajaran Allah tentang harta ini serta mau menepatinya.

Inilah landasan syariah dari ikatan-ikatan wajib atas hak milik.

Apabila manusia yang dipercaya untuk menjadi khalifah tidak lagi

menepati perintah dan larangan Allah dalam soal harta yang pada kekuasaanya

dan tidak melaksanakan tugas kemasyarakatan ini dengan baik maka akan

digantikan dengan oranng lain yang lebih cocok. Seperti dalam firman Allah SWT

:

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

8

Artinya : ‚Ingatlah, kamu ini orag-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada

jalan Allah. Maka diantara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia

hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri, dan Allahlah yang Maha Kaya sedangkan

kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya

Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini‛.

(Q.S Muhammad [47]: 38)

Pemilikan dalam berbagai jenis dan corak sebagaimana yang telah

disampaikan di muka memiliki beberapa prinsip yang bersifat khusus.Prinsip

tersebut berlaku dan mengandung implikasi hukum pada sebagian jenis

pemilikan yang berbeda pada sebagian pemilikan lainnya. Prinsip-prinsip

tersebut adalah sebagaimana disampaikan di bawah ini:

Prinsip pertama .

ا انهك انعي يستهزو يبد ئيا يهك انفعت والعكس

‚Pada prinsipnya milk al-‘ain (pemilikan atas benda) sejak awal disertai milk

almanfaat (pemilikan atas manfaat), dan bukan sebaliknya‛.

Maksudnya, setiap pemilikan benda pasti diikuti dengan pemilikan atas

manfaat. Dengan pada prinsip setiap pemilikan atas benda adalah milk al-tam

(pemilikan semourna). Sebaliknya,setiap pemilikan atas manfaat tidak mesti

diikuti dengan pemilikan atas bendanya,sebagaimana yang terjadi pada ijarah

(persewaan) atau I’arah (pinjaman).

Dengan demikian pemilikan atas suatu benda tidak dimaksudkan sebagai

pemilikan atas zatnya atau materinya, melainkan maksud dari pemilikan yang

sebenarnya adalah pemanfaatan suatu barang. Tidak ada artinya pemilikan atas

suatu harta (al-mal) jika harta tersebut tidak mempunyai manfaat. Inilah prinsip

yang dipegang teguh oleh fuqaha’ Hanafiyah ketika mendefiniskan al-mal (harta)

sebagai benda materi bukan manfaatnya.Menurut fuquha’ hanafiyah manfaat

merupakan unsur utama milkiyah (pemilikan).

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

9

Prinsip kedua

ا اول يهكيت تثبت عه انشيئ انذي نى يك يهى كا قبهها اا تكى دائا يهكيت تايت

‚Pada prinsipnya pemilikan awal pada suatu benda yang belum pernah

dimiliki sebelumnya senantiasa sebagai milk al-tam (pemilikan sempurna)‛.

Yang dimaksud dengan pemilikan pertama adalah pemilikan diperoleh

berdasarkan prinsip ihraz al-mubahat dan dari prinsip tawallud minal-mamluk.

Pemilikan sempurna seperti ini akan terus berlangsung sampai ada peralihan

pemilikan. Pemilik awal dapat mengalihkan pemilikan atas banda dan sekaligus

manfaatnya melalui jual-beli,hibbahdan cara lain yang menimbulkan peralihan

milk al-tam kepada pihak lain,mengalihkan manfaat saja atau bendanya saja

kepada orang lain ini merupakan pemilikan naqish.

Berdasarkan uraian di muka dapat disimpulkan bahwa pemilikan

sempurna adakalanya diperoleh melalui pemilikan awal (ihraz al-mubahat dan al-

tawallud), sedang pemilikan naqish hanya dapat diperoleh melalui sebab peralihan

dari pemilik awal, yakni melalui akad.

Prinsip ketiga

ا يهكيت انعي التقبم انتىقبت ايا يهكيت انفعت فاالصم فيها انتىقيت

‚Pada prinsipnya pemilikan sempurna tidak dibatasi waktu, sedang

pemilikan naqish dibatasi waktu‛.

Milk al-‘ain berlaku sepanjang saat (mu’abbadah) sampai terdapat akad yang

mengalihkan pemilikan kepada orang lain.Jika tidak muncul suatu akad baru dan

tidak terjadi khalafiyah, pemilikan terus berlanjut. Adapun milk al-manfaat yang

tidak disertai pemilikan bendanya berlaku dalam waktu yang

terbatas,sebagaimna yang berlaku pada persewaan, peminjaman, wasiat manfaat

selama batas waktu yang telah ditentukan maka berakhirlah milk-al manfaat.

Batas waktu dalam milk al manfaat ini jika bersumber dari akad

mu’awwadhah seperti ijarah (persewaan) maka sebelum berakhir batas waktunya

pemilik benda tidak berhak menuntut pengembalian,karena sesungguhnya ijarah

merupakan bai’ al-manfaat (jual beli atas manfaat) dalam batasan waktu tertentu.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

10

Apabila milk al-manfaat tersebut bersumber dari akad tabbaru’ seperti pada I’arah

(peminjaman), biasanya tidak diikuti batas waktu yang pasti. Namun pada

umumnya pihak yang meminjamkan menghendaki pengembalian dalam waktu

dekat, sehingga setiap saat ia dapat meminta pengembalian benda yang

dipinjamkannya.

Sekalipun demikian para fuquha’ juga memperhatikan batas waktu

pengembalian ‘ariyah yang menimbulkan kerugian pada pihak peminjam.Seperti

jika seorang pemilik meminjamkan tanah untuk kepentingan bercocok tanam,

berkebun atau untuk mendirikan bangunan.Kemuadian pemilik menghendaki

pengembalian tanah tersebut sebelum pekerjaan tersebut diselesaikan. Mengenai

hal ini fuquha’ menetapkan kebijakan dengan perincian perkasus,sebagaimana

berikut ini:

Dalam kasus pinjaman untuk pertanian, pemilik tanah tidak berhak

menuntut pengembalian sebelum masa panen, sebab pertanian

berlangsung dalam satu musim tanam. Berbeda dengan kasus persewaan

tanah untuk pertanian. Dalam hal ini penggunaan melebihi kasus

persewaan tanah untuk pertanian. Dalam hal ini penggunaan melebihi

batas waktu sampai masa panen diganti dengan penambahan ongkos

sewa. Dengan cara demikian terpeliharalah hak pemilik sedang pihak

penyewa tidak dirugikan.

Dalam kasus pinjaman untuk tujuan perkebunan dan untuk mendirikan

bangunan,pemilik tanah berhak menarik kembali tanahnya setiap saat ia

suka. Ketika itu peminjam wajib mencabut kebun atau merobohkan

bangunan dan menyerahkan tanah kepada pemiliknya dalam keadaan

kosong. Karena perkebunan pendirian bangunan berlangsung tidak

terbatas masa tertentu, tidak seperti pertanian yang berakhir dengan masa

panen. Namun jika sejak semula pinjaman tersebut dibatasi dengan waktu,

sedang pemilik menarik kembali tanahnya sebelum usaha yang dilakukan

pihak pinjaman selesai dilakukan, maka pemilik benar-benar telah berbuat

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

11

curang (gharar) yang sangat merugikan. Dalam kasus sepeti ini pihak

peminjam berhak menuntut kerugian yang terhitung sejak pengosongan

tanah sampai batas akhir waktu, dengan mempertimbangakan harga jual

bangunan atau perkebunan.

Prinsip keempat

ا يهكيت االعيا التقبم االسقاط واا يقبم انقم

‚Pada prinsipnya pemilikan benda tidak dapat digugurkan,namun dapat

dialihkan atau dipindah‛.

Sekalipun seseorang bermaksud menggugurkan hak miliknya atas suatu

barang, tidak terjadi pengguguran, dan pemilikan tetap berlaku baginya.

Berdasarkan prinsip ini islam melarang sa’ibah (litt.melepaskan),yaitu perbuatan

semata menggugurkan atau melepaskan suatu milik tanpa pengalihan kepada

pemilik baru. Secara umum perbuatan ini termasuk dalam kategori tabdzir

(menyia-nyiakan) karunia tuhan.

Prinsip kelima

ا انهكيت انشائعت ف االعيا اناديت هي ف االصم كانهكيت انتيزة انعيت ف قابهيت انتصرف االناع

‚Pada prinsipnya mal al-masya’ (pemilikan campuran) atas benda materi, dalam

hal tasharruf, sama posisinya dengan milk al-mutayyaz, kecuali ada halangan (al-

mani)‛.

Berdasarkan prinsip ini diperbolehkan menjual bagian dari milik

campuran,mewakafkan atau berwasiat atasnya. Karena tasharruf atas sebagian

harta campuran sama dengan bertasharruf atas pemilikan benda secara

keseluruhan. Kecuali bertasharruf dengan tiga jenis akad: rahn(jaminan utang),

hibah dan ijarah (persewaan). Halangan bertasharruf pada rahn dikarenakan tujuan

rahnadalah sebagai agunan pelunasan hutang, sehingga marhun (benda

agunan)harus diserahkan kepada murtahin (pemegang gadai/agunan). Yang

demikian tidak sah dilakukan atas sebagian dari milik campuran.

Halangan bertasharruf dengan hibbah dikarenakan kesempurnaan hibbah harus

disertai penyerahan (aq-qabdhu), sedang penyerahan hanya dapat dilakukan pada

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

12

milk al-mutayyaz.(harta dapat dipisahkan dari yang lainya). Adapun halangan

tasharruf dengan ijarah,menurut pandangan fuquha’ hanafiyah adalah jika akad

ijarah tersebut dilakukan terhadap sebagian dari harta campuran.namun jika ijarah

dilakukan oleh masing-masing sekutu atas keseluruhan harta campuran, yang

demikian ini tidak ada halangan.

Prinsip keenam

تا انهكيت انسائعت ف انديى انشتركت و هي يتعهقت بانذيى التقبم انقس

‚Pada prinsipnya milik campuran atas hutang bersama yang berupa suatu

beban pertanggungan tidak dapat dipisah-pisahkan‛.

Apabila pemilikan atas hutang berserikat telah dilunasi (diserahkan) maka

telah berubah menjadi milk al-‘ain bukan lagi sebagai milk al-dain.Kemudian dapat

dilakukan pembagian bagi masing-masing pemiliknya, sebagaimana yang dapat

dilakukan terhadap setiap harta campuran yang dapat menerima pembagian.

Berdasarkan prinsip ini, apabila salah seorang dari sejumlah orang yang

memiliki piutang bersama menerima pelunasan hutang yang sepadan dengan

bagian yang dimilikinya, maka pelunasan tersebut harus dibagi di antara

sekutunya.Sebab kalau seorang di antara mereka dapat melepaskan diri dari

sekutunya dalam hal pelunasan hutang harus dinyatakan sebelumnya bahwa

telah terjadi pembagian atas piutang bersama dalam bentuk pertanggungan

sehingga tidak lagi sebagai piutang bersama, melainkan telah berubah menjadi

piutang mumayyazah.Demikianlah maksud dari ‛piutang bersama tidak dapat

pisah-pisahkan‛.

Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ada tiga macam kepemilikan. Atau

kepemilikan ditinjau dari segi subjektif, yaitu :

1. Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardhiah)

Kepemilikan individu adalah izin syariat pada individu untuk

memanfaatkan suatu barang melalui lima sebab kepemilikan individu yaitu:

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

13

1) Bekerja (al-’amal), seperti menghidupkan tanah mati, mencari barang

tambang, berburu, mengairi lahan pertanian, mudharabah, musyaqah dan

lain-lain.

2) Warisan, merupakan ketentuan dan ketetapan Allah Swt. dalam

Alquran terhadap harta seorang yang telah meninggal.

3) Harta yang diperoleh tanpa adanya konpensasi apapun, seperti hadiah

dan hibah.

4) Pemberian negara (i’thau al-daulah) dari hartanya untuk kesejahteraan

rakyat berupa tanah pertanian, barang dan uang modal.

5) Harta yang diperoleh individu karena adanya hubungan dengan orang

lain seperti hibah, hadiah, wasiat, diat, mahar, barang temuan, santunan

oleh khalifah atau pemegang kekuasaan pemerintah.

2. Kepemilikan Umum (Milkiyah ‘Ammah)

Kepemilikan umum adalah izin syariat kepada masyarakat secara bersama-

sama memanfaatkan suatu kekayaan yang berupa barang-barang yang

mutlak diperlukan manusia dalam kehidupa sehari-hari seperti air, udara,

cahaya, api, rumput, sumber energi (listrik, gas, batu bara, nuklir, dan lain-

lain), hasil hutan, barang yang tidak mungkin dimiliki individu seperti

sungai, pelabuhan, danau, lautan, jalan raya, jembatan, bandara, masjid dan

sebagainya, dan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti

emas, perak, minyak.

3. Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah)

Kepemilikan negara adalah izin syariat atas setiap harta yang hak

pemanfaatan dan pengelolaannya berada di tangan khalifah sebagai kepala

negara. Dimana negara bisa memberikan sesuatu kepada rakyatnya sesuai

kebijakannya. Beberapa harta yang termasuk dalam kategori ini adalah

sebagai berikut:

a. harta ghanimah, anfal (harta rampasan perang dengan orang kafir),

fai (harta yang diperoleh dari musuh tanpa peperangan) dan khums.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

14

b. Kharaj(hak kaum muslim atas tanah yang diperoleh dari orang kafir)

c. Jizyah (hak yang diberikan Allah kepada orang muslim dari orang

kafir sebagai tunduknya mereka kepada islam)

d. Harta yang berasal dari dharibah (pajak)

e. Harta yang berasal dari unsr (pajak penjualan yang diambil

pemerintah dari pedagang yang melewati batas wilayahnya dengan

pungutan yang diklasifikasikan berdasarkan agamanya).

f. Amwal al-fadlail (harta yang tidak ada ahli warisnya).

g. harta yang ditinggalkan oleh orang-orang murtad

h. 1/5 harta rikaz (harta temuan).

i. Harta yang diperoleh secara tidak sah para penguasa, pegawai

negara, dan harta yang didapat tidak secara syari.

j. Harta lain milik negara, semisal: padang pasir, gunung, pantai, laut

dan tanah mati yang tidak ada pemiliknya.

2.5 Konsep dan Ketentuan Barang Temuan (Uqathah)

Luqathah atau barang temuan adalah harta yang hilang dari pemiliknya

dan ditemukan oleh orang lain. Bila seseorang menemukan harta yang hilang dari

pemiliknya, para ulama berbeda pendapat tentang tindakan/sikap yang harus

dilakukan.

a. Al-Hanafiyah mengatakan disunnahkan untuk menyimpannya barang

itu bila barang itu diyakini akan aman bila ditangan penemu untuk

nantinya diserahkan kepada pemiliknya. Tapi bila tidak akan aman, maka

sebaiknya tidak diambil. Sedangkan bila mengambilnya dengan niat untuk

dimiliki sendiri, maka hukumnya haram.

b. Al-Malikiyah mengatakan bila seseorang tahu bahwa dirinya suka

berkhianat atas harta oang yang ada padanya, maka haram baginya untuk

menyimpannya.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

15

c. Asy-Syafi`iyyah berkata bahwa bila dirinya adalah orang yang amanah,

maka disunnahkan untuk menyimpannya untuk dikembalikan kepada

pemiliknya. Karena dengan menyimpannya berarti ikut menjaganya dari

kehilangan.

d. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal ra. mengatakan bahwa yang utama

adalah meninggalkan harta itu dan tidak menyimpannya.

Islam mewajibkan bagi orang yang menemukan barang hilang untuk

mengumumkannya kepada khalayak ramai. Dan masa penngumuman itu berlaku

selama satu tahun. Hal itu berdasarkan perintah Rasulullah SAW, ‛Umumkanlah

selama masa waktu setahun.‛ Pengumuman itu di masa Rasulullah SAW

dilakukan di pintu-pintu masjid dan tempat-tempat berkumpulnya orang-orang

seperti pasar, tempat resepsi dan sebagainya.

Bila telah lewat masa waktu setahun tapi tidak ada yang datang

mengakuinya, maka para ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan

bolehlah bagi penemu untuk memiliki harta itu bila memang telah berusaha

mengumumkan barang temuan itu selama setahun lamanya dan tidak ada

seorangpun yang mengakuinya. Hal ini berlaku umum, baik penemu itu miskin

ataupun kaya. Pendapat ini didukung oleh Imam Malik ra. Imam Asy-Syafi`i ra.

dan Imam Ahmad bin Hanbal ra. Sedangkan Imam Abu Hanifah ra. mengatakan

hanya boleh dilakukan bila penemunya orang miskin dan sangat membutuhkan

saja. Tapi bila suatu saat pemiliknya datang dan telah cocok bukti-bukti

kepemilikannya, maka barang itu harus dikembalikan kepada pemilik aslinya.

Bila harta temuan itu telah habis, maka dia wajib menggantinya.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang fileAl-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam tidak hanya mencakup aturan mengenai manusia sebagai hamba Allah, melainkan lebih banyak

16

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut pengertian umum hak adalah suatu ketentuan yang digunakan oleh

syara’ untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu benda hukum.

Dalam pengertian umum, hak di bagi menjadi dua bagian, yaitu mal dan ghair

mal. Ghair mal sendiri dibedakan manjadi dua yakni hak syakhsyi dan hak ‘ain.

Selanjutnya, hak ‘ain dibagi menjadi sepuluh macam.

Faktor-faktor yang menyebabkan harta dapat dimiliki antara lain :

a. Ikraj al Mubahat

b. Khalafiyah

c. Tawallud min mumluk

Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ada tiga macam kepemilikan. Atau

kepemilikan ditinjau dari segi subjektif, yaitu :

a. Kepemilikan Individu

b. Kepemilikan Umum

c. Kepemilikan Negara

Luqathah atau barang temuan adalah harta yang hilang dari pemiliknya dan

ditemukan oleh orang lain. Bila seseorang menemukan harta yang hilang dari

pemiliknya, para ulama berbeda pendapat tentang tindakan/sikap yang harus

dilakukan.

3.2 Saran

a) Sebagai umat Islam hendaknya kita mendirikan aturan syari’ah termasuk

dalam hak kepemilikan.

b) Perlu diingat bahwa segala macam harta pada hakekatnya adalah milik

Allah SWT dan manusia hanya diberikan amanah untuk memilikinya

sementara untuk mencapai maslahah.