Click here to load reader
View
221
Download
0
Embed Size (px)
1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, sekarang banyak wanita yang ingin
meniti karir di luar rumah, ketimbang hanya menjadi seorang ibu rumah tangga.
Dahulu tugas wanita hanya mengurus anak, suami dan rumah tangga, maka saat ini
peran tersebut sudah bergeser. Menurut sebagian besar pendapat masyarakat, wanita
dianggap hanya dapat mengerjakan pekerjaan yang bersifat kewanitaan seperti
merangkai bunga, juru masak, perancang busana, atau sekretaris (Ancok, 1995). Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Vuuren (1993) yang mengatakan jika masyarakat
pada umumnya beranggapan bahwa wanita tidak lazim menjadi pekerja tambang,
pekerja bangunan, dokter, insinyur maupun pimpinan perusahaan. Pada kenyataannya,
tidak sedikit wanita yang bekerja pada pekerjaan yang bersifat maskulin, seperti
menjadi buruh bangunan, supir bus dan angkatan umum, serta banyak pula yang
menjadi polisi wanita atau Polwan.
Di Indonesia, keterlibatan wanita dalam pekerjaan non-tradisional atau peran
publik, khususnya anggota polisi, ditunjukan oleh data pada tahun 2012 yakni jumlah
Polwan sebanyak 13.200 orang atau 3,6% dari 398.000 jumlah polisi di Indonesia
(Tempo, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa wanita mampu menyetarakan perannya
seperti kaum pria, dengan hak dan kewajiban sama yang diperoleh kaum pria dalam
pekerjaannya.
Wanita Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi polisi asalkan telah
lulus dalam tahap seleksi awal. Tahapan ini dimulai dengan tes kesehatan fisik, dalam
tes ini salah satunya dilihat tinggi badan dan berat badan. Setelah itu, jika pada tes ini
2
Universitas Kristen Maranatha
calon Polwan dinyatakan lulus, maka dilanjutkan dengan tes jasmani, tes psikologi,
dan tes kesehatan mental. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kepala bagian
hubungan masyarakat, untuk diterima masuk dalam pendidikan kepolisian tidaklah
mudah. Tahap seleksi ini sangatlah ketat, dimana banyak calon Polwan yang gugur
saat melewati tahap-tahap seleksi. Setelah calon Polwan lulus dalam tahap seleksi,
barulah calon Polwan dapat mengikuti pendidikan kepolisian.
Secara umum, Polwan memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dengan
polisi laki-laki seperti yang tercantum dalam UU kepolisian No. 2 Tahun 2002 pasal
13, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, namun
terdapat beberapa kebijakan yang diberikan kepolisian terhadap khususnya Polwan.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan kepala bagian
hubungan masyarakat Polrestabes Bandung, tidak ada perbedaan dalam pembagian
tugas pada polisi laki-laki dan wanita. Ketika diharuskan untuk patroli malam, bukan
saja polisi laki-laki yang dilibatkan, melainkan Polwan pun ikut dilibatkan.
Menurut kepala bagian sumber daya manusia Polrestabes Bandung, organisasi
kepolisian disini dibagi menjadi empat bagian, yaitu bagian satuan lalu lintas, bagian
reserse kriminal, bagian intel, dan bagian operasi. Polwan lebih banyak ditempatkan
pada bagian satuan lalu lintas, hal ini dikarenakan pada bagian ini lebih banyak
dibutuhkan anggota daripada di bagian lain. Menurut kepala bagian sumber daya
manusia, bagian satuan lalu lintas merupakan bagian yang paling diutamakan dalam
kepolisian, hal ini dikarenakan salah satu misi dari kepolisian adalah memberikan
pelayanan pada masyarakat dan bagian satuan lalu lintas adalah bagian yang paling
sering berhubungan dengan masyarakat secara langsung. Misalnya, setiap pagi mereka
harus mengatur lalu lintas, ketika terdapat masyarakat yang melanggar dan terkena
3
Universitas Kristen Maranatha
tilang, maka masyarakat akan berurusan langsung dengan polisi bagian lalu lintas.
Pertimbangan kepolisian untuk meletakkan lebih banyak Polwan pada bagian satuan
lalu lintas karena wanita dianggap lebih mampu untuk melihat situasi kondisi dan
menempatkan diri, dimana mereka mengetahui kapan mereka harus ramah pada
masyarakat dan kapan mereka harus bersikap tegas pada masyarakat.
Polwan yang ditempatkan pada bagian lalu lintas memiliki jam kerja yang lebih
padat dibandingkan Polwan yang ditempatkan di bagian lain. Waktu bekerja Polwan
bagian satuan lalu lintas pada hari biasa adalah pukul 05.00 sampai dengan pukul
18.00. Setiap pagi mereka diharuskan mengikuti Apel terlebih dahulu, setelah itu
barulah mereka melakukan pelayanan masyarakat pada bagian pengaturan lalu lintas.
Setelah melakukan pelayanan masyarakat di lapangan, mereka kembali ke kantor dan
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan unitnya masing-masing hingga pukul 15.00.
Pada pukul 16.00 mereka kembali melakukan pelayanan masyarakat pada bagian
pengaturan lalu lintas hingga pukul 18.00. Sedangkan pada hari Sabtu adalah pukul
05.00 sampai dengan pukul 20.00, terkadang apabila lalu lintas sangat padat, mereka
dapat bekerja hingga pukul 24.00.
Pada hari Minggu, mereka mulai bekerja pukul 08.00 untuk mengatur lalu
lintas pada acara car free day di Dago hingga pukul 10.00, setelah itu mereka beralih
untuk mengatur lalu lintas di jalan Asia Afrika dimana sekarang jalan tersebut banyak
dikunjungi oleh masyarakat untuk sekedar berfoto-foto atau jalan-jalan hingga waktu
yang tidak dapat ditentukan karena tergantung dengan ramainya lalu lintas di jalan
tersebut. Saat keadaan lalu lintas sudah mulai sepi dan diperbolehkan untuk pulang
oleh komandan mereka, barulah mereka dapat pulang ke rumah. Namun, untuk
pengaturan lalu lintas setiap hari Minggu masing-masing Polwan mendapatkan tugas
dua minggu sekali, apabila ia tidak bertugas, pada hari Minggu ia dapat libur.
4
Universitas Kristen Maranatha
Polwan dalam bagian satuan lalu lintas juga berbeda dengan bagian lain karena
pada bagian ini Polwan tidak hanya bekerja di dalam ruangan saja, tetapi Polwan juga
harus bekerja di lapangan. Dengan kata lain, Polwan juga dtuntut memiliki stamina
yang kuat agar Polwan dapat tetap sehat saat bekerja dengan cuaca lingkungan yang
berubah-ubah.
Dengan berbagai tugas Polwan dan jam kerja yang sangat padat, mereka
memiliki beban yang cukup berat karena mereka dihadapkan pada dua hal penting
yaitu keberhasilan sebagai polisi dan kesuksesan membina rumah tangga. Polwan yang
berkeluarga dikatakan memiliki peran ganda, yaitu sebagai ibu rumah tangga dan
sebagai anggota kepolisian. Berdasarkan wawancara dengan sepuluh orang polisi,
delapan (80%) diantaranya mengatakan bahwa mereka sering kelelahan dalam
menjalankan kedua peran tersebut. Mereka harus bekerja karena menjadi seorang
Polwan merupakan cita-cita mereka sejak remaja dan mereka tidak mau meninggalkan
pekerjaan mereka begitu saja karena untuk menjadi seorang Polwan tidaklah mudah.
Untuk menjadi seorang Polwan mereka harus melewati tahap seleksi yang sangat ketat.
Ketika mereka sudah lulus menjadi Polwan, mereka wajib untuk mengikuti peraturan
yang ada. Mereka harus bekerja sesuai dengan waktu yang terlah ditentukan. Waktu
bekerja yang padat ini menjadi lebih berat bagi Polwan yang baru melahirkan atau
memiliki anak balita.
Beberapa studi menemukan bahwa orang tua dari anak-anak yang masih kecil,
yang mungkin menuntut waktu yang lebih banyak dari orang tua mereka, mengalami
lebih banyak konflik daripada orang tua dengan anak-anak yang sudah besar (Beutell
& Greenhaus, 1980; Greenhaus & Kopelman, 1981; Pleck et al., 1980). Hal ini sesuai
dengan yang dikatakan oleh tiga orang Polwan yang masih memiliki anak balita,
mereka merasa sedih ketika harus meninggalkan anak mereka di rumah, terlebih ketika
5
Universitas Kristen Maranatha
pulang ke rumah anak mereka sudah tertidur dan ketika harus berangkat bekerja anak
mereka belum bangun atau anak mereka menangis karena tidak ingin ditinggal ibunya.
Pada satu sisi para Polwan ini ingin berada di samping anak mereka untuk merawat,
melihat perkembangan anak mereka yang masih balita dimana peran seorang ibu
sangat dibutuhkan, namun di sisi lain mereka harus bekerja. Polwan yang memiliki
tempat tinggal jauh dari kantor juga memerlukan waktu yang lebih banyak untuk
berangkat ke kantor dan pulang ke rumah. Hal ini membuat waktu mereka untuk
mengurus rumah tangga menjadi lebih sedikit.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan sepuluh orang Polwan, enam
(60%) diantaranya mengatakan bahwa terkadang mereka merasa sedih ketika sedang
mengatur lalu lintas dan melihat orang tua yang mengantar anaknya sekolah,
sedangkan mereka tidak selalu bisa untuk mengantar anak sekolah. Dari sepuluh orang
Polwan yang diwawancarai, terdapat pula empat Polwan yang bekerja pada bagian
pendidikan dan rekayasa, mereka bertugas untuk memberikan penyuluhan pendidikan
mengenai lalu lintas pada anak-anak di taman lalu lintas Bandung. Keempat Polwan
tersebut mengatakan bahwa terkadang mereka merasa sedih ketika mengajar anak-
anak tersebut, mereka merasa memiliki waktu untuk mengajar anak-an