Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, manusia bekerja mempunyai tujuan tertentu, yaitu
memenuhi kebutuhan. Kebutuhan tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari.
selama hidup manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan, seperti
makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Kebutuhan
dipengaruhi oleh kebudayaan, lingkungan, waktu, dan agama. Semakin tinggi
tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin tinggi atau banyak pula macam
kebutuhan yang harus dipenuhi. Di era globalisasi ini, kehidupan masyarakat terus
berkembang begitu juga halnya terhadap perekonomian di Indonesia yang terus
mengalami perubahan hingga saat ini mengalami pasang surut semenjak
merosotnya nilai tukar rupiah akibat naiknya nilai mata uang asing. Seiring
berjalannya waktu, dengan bertambahnya permintaan kebutuhan masyarakat
dalam melakukan pemenuhan terhadap kebutuhan hidupnya yang terus
meningkat, kendala yang sering dihadapi hingga saat ini adalah masalah
perekonomian. Di dalam melakukan pemenuhan terhadap kebutuhan hidupnya
apabila diamati masih belum memadai dengan material yang dimiliki, dan
terutama terhadap masyarakat yang kelas menengah, yang pemenuhan
perekonomiannya masih pada tahap rendah.
Dalam mengatasi permasalahan perekonomiannya tersebut, kini dalam
kehidupan masyarakat, kebanyakan melakukan hal praktis untuk mendapatkan
2
dana tunai dengan cepat. Untuk memperoleh dana yang cepat, seperti halnya
dalam bentuk pinjam-meminjam sehingga menimbulkan hak kebendaan. Dengan
perkembangan teknologi dan komunikasi yang terus maju harus diakui sangat
membawa dampak positif bagi masyarakat. Sebagian masyarakat pasti memiliki
alat komunikasi seperti halnya handphone. Alat komunikasi handphone yang saat
ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Dengan tingginya nilai ekonomi handphone saat ini, benda ini sering
digunakan oleh masyarakat dalam pemenuhan perekonomiannya yang mendesak,
dengan menggadaiakan benda (handphone) untuk mendapatkan pinjaman uang
secara praktis dan cepat.
Sebagai salah satu agen pelaksanaan usaha gadai handphone yang paling
praktis ialah pada counter-counter handphone yang menerima gadai barang
(handphone nya). Untuk memudahkan pelaksanaan yang mendesak dalam hal
mendapatkan pinjaman tunai dengan cepat , masyarakat biasanya mendatangi
counter handphone untuk menggadaikan barang (handphonenya) lalu
menukarkannya dengan sejumlah uang tunai dengan jaminan handphonenya.
Pada prinsipnya bentuk jaminan benda bergerak dapat berupa gadai,
fiducia sedangkan terhadap jaminan benda tidak bergerak adalah hak tanggungan
dan hipotik. Karakteristik dari benda bergerak dan benda tetap adanya kreditur
mengenai alasan-alasan yang sah untuk didahulukan yang tercantum dalam ( Pasal
1132 Burgerlijk Wetboek) sedangkan terhadap hipotik benda jaminan yang
3
keberadaannya tetap pada tangan si pemberi hipotik tercantum dalam (Pasal 1162,
1163 BW). 1
Pengaturan gadai ditentukan berdasarkan ketentuan Pasal 1150 sampai
1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku II Bab XX, di dalam Pasal
1150 KUH Perdata menyatakan bahwa Gadai adalah suatu hak yang diperoleh
oleh kreditur atas suatu benda yang diserahkan oleh debitur untuk menjamin
piutangnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, gadai dikonstruksikan sebagai
perjanjian accesoir (tambahan) , sedangkan perjanjian pokoknya adalah perjanjian
pinjam meminjam uang dengan jaminan benda bergerak.
Mengenai perjanjian diatur Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku
III Bab II Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah sebagai berikut :
“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satun orang lain atau lebih”.
Dengan demikian dimungkinkan suatu perjanjian akan melahirkan lebih
dari satu perikatan, dengan kewajiban berprestasi saling timbal balik. Pada
perikatan yang lahir dari undang-undang , hanya ada satu pihak yang menjadi
debitur dan pihak lain yang menjadi kreditur atas pelaksanaan prestasi debitur. Di
dalam membuat suatu perjanjian agar dapat dikatakan sah dihadapan hukum,
maka harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam
1 P.J Satrio, 2000, Hukum Jaminan dan Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bhakti,
Bandung, h. 162.
4
ketentuan (Pasal 1320 KUH Perdata) suatu perjanjian akan menimbulkan suatu
akibat bagi para pihak yang membuatnya ( 1338 KUH Perdata) sedangkan pada
suatu perikatan yang menimbulkan kerugian kepada orang lain , mewajibkan
orang yang salah untuk mengganti kerugian tersebut (1365 KUH Perdata).2
Di dalam melaksanakan perjanjian harus memperhatikan unsur-unsur
perjanjian yang terkandung pada syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yaitu unsur
subyektif yang mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak
yang berjanji dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian dan
unsur obyektif mencakup pada pokok permasalahan yang merupakan obyek yang
diperjanjikan berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut
haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum.3
Sedangkan untuk memperoleh pinjaman kredit (uang) yakni dengan
menyerahkan benda atau barang milik pemberi gadai (pandgever) untuk
dijadikan jaminan dan dilampirkan dengan kwitansi bukti gadai pihak (penerima
gadai) . Dengan menyerahkan bukti kwitansi gadai pada pihak penerima gadai
kemudian dari pihak penerima gadai memberikan surat bukti kwitansi atas
pelunasan pinjamannya, maka dinyatakan pihak pemberi gadai telah melunasi
pinjaman uang kepada pihakpenerima gadai, dalam hal tersebut dapat dikatakan
berakhirnya hak gadai.4
2 Subekti R, 1994, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, h. 79.
3 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2010, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 94.
4 Soewarso, Indrawati, 2002, Aspek Hukum Jaminan Kredit, Institut Bankir Indonesia, h. 59.
5
Hak kebendaan dari hak gadai bukanlah hak untuk menikmati suatu benda
seperti eigendom, hak bezit, hak pakai dan sebagainya. Benda gadai memang
harus diserahkan kepada penerima gadai (kreditur) tetapi tidak untuk dinikmati,
melainkan untuk menjamin piutangnya dengan mengambil, penggantian dari
benda tersebut guna membayar piutangnya. Mengenai jaminan atas suatu benda
secara umum diatur dalam ketentuan Pasal 1131 dan 11 32 KUH Perdata . 5
Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak
antara para pihak, mengenai apa yang dikehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana
cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan dan siapa yang harus
melaksanakannya. Keadaan yang tidak pasti dengan kemungkinan
ketidaksesuaian isi perjanjian dengan pelaksanaan dapat menimbulkan rasa
keraguan masyarakat terhadap suatu jasa counter handphone, maka dari itu dalam
membuat suatu perjanjian harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku
agar tidak menimbulkan kerugian antar pihak yang bersangkutan . Selain itu untuk
menghindari hal kemungkinan kerusakan (cacat) pada benda jaminan yang
dimiliki oleh pemberi gadai (konsumen) serta untuk menghindarinya terjadinya
wanprestasi terhadap perjanjian yang dibuat semula oleh pihak penerima gadai
kepada pihak pemberi gadai , maka pihak penerima gadai harus bisa memberi
perlindungan terhadap atas benda yang telah dijadikan jaminan serta memberi
pelayanan yang baik agar konsumen merasa nyaman. Dengan adanya hal tersebut
maka diperlukannya pelaksanaan perjanjian gadai dalam praktik gadai handphone
5 Widjaya, Gunawan dan Ahmad Yani, 2000, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Rajawali,
Jakarta, h. 164.
6
yang ditawarkan pihak penerima gadai (kreditur) dengan pemberi gadai
(konsumen) berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku atas kemungkinan
terjadinya wanprestasi dalam perjanjian serta resiko akan kerusakan terhadap
benda yang dijadikan jaminan oleh pemberi gadai (konsumen) yang
menimbulkan kerugian bagi pihak konsumen sehingga kini di masyarakat banyak
sekali keluhan-keluhan konsumen terkait dengan usaha gadai handphone yang
sering merugikan pihak konsumen.
Berdasarkan permasalahan yang terdapat di atas maka hal tersebut menarik
untuk diteliti dan dituangkan dalam penulisan yang berjudul “Pelaksanaan
Perjanjian Jaminan Gadai Handphone Pada Counter Cellular “.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengikatan perjanjian pemberian gadai handphone pada
Counter Handphone Hanei Cellular di Denpasar ?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian gadai
handphone pada Counter Handphone Hanei Cellular di Denpasar ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam mendekatkan permasalahan untuk menghindari pembahasan
menyimpang dari pokok permasalahan, diberikan batasan-batasan mengenai ruang
lingkup permasalahan yang akan dibahas. Adapun permasalahan yang pertama
akan dibahas mengenai pengikatan perjanjian pemberian gadai handphone pada
Counter Handphone Hanei Cellular di Denpasar, serta faktor-faktor yang
7
mempengaruhi pelaksanaan perjanjian gadai handphone pada Counter
Handphone Hanei Cellular di Denpasar.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Penelitian ini membahas mengenai Pelaksanaan Perjanjian Jaminan Gadai
Handphone Pada Counter Cellular. Selain itu dalam penelitian ini dibahas
mengenai pengikatan perjanjian pemberian gadai handphone dan faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian gadai handphone pada Counter Hanei
Cellular di Denpasar. Dalam penulisan penelitian ini, penulis menemukan
beberapa kemiripan dalam penelitian lain, adapun perbandingan penelitian penulis
dengan penelitian lainnya adalah sebagai berikut :
Nkxdjikcn No. Nama Nama Penulis Judul Ru Rumusan Masalah
11111111111. AkFakultas Akhmad Mukhtar
(Mahasiswa Fakultas
Hukum, Universitas
Islam Nasional Sunan
Kalijaga, Yogyakarta)
TinjauIslamTinjauan Hukum
Terhadap Praktek
Gadai Handphone (
Studi Pada Counter-
Counter Handphone
Di Jalan Moses
Gatotkaca Sleman
Yogyakarta).
Bagaimana tinjauan
Hukum Islam terhadap
praktik pengambilan
pelunasan hutang gadai
pada counter-counter HP
di Jl. Moses Gatotkaca
Sleman Yogyakarta?
2.,emdefmf 2. Putu Indm Putu Indi Apriyani
Pelaksanaan
1. Bagaimanakah
8
(Mahasiswa ( Mahasiswa Fakultas
Hukum, Unversitas
Udayana, Bali)
Perjanjian Jaminan
Gadai Handphone
Pada Counter
Cellular.
pengikatan
perjanjian
pemberian gadai
handphone pada
Counter
Handphone Hanei
Cellular di
Denpasar ?
2. Faktor-faktor apa
yang
mempengaruhi
pelaksanaan
perjanjian gadai
handphone pada
Counter
Handphone Hanei
Cellular di
Denpasar ?
Dilihat dari tabel perbandingan penelitian di atas, kemiripan penelitian penulis
dengan penelitian lainnya tidak terlalu signifikan. Penulis lebih menitik beratkan
pada pengikatan perjanjian pemberian gadai handphone serta faktor-faktor yang
9
mempengaruhi pelaksanaan perjanjian gadai handphone pada Counter
Handphone Hanei Cellular di Denpasar.
1.5 Tujuan Penelitian
Dalam suatu karya ilmiah haruslah mempunyai tujuan tertentu yang
hendak dicapai, bertitik tolak dari latar belakang masalah dan rumusan masalah
diatas maka tujuan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.5.1 Tujuan umum
Tujuan umum penelitian dalam penyusunan penelitian ini adalah
merupakan tujuan yang bersifat akademis , yaitu :
1. Untuk mengkaji dan memahami pengikatan perjanjian pemberian
gadai handphone pada Counter Hanei Cellular di Denpasar.
2. Untuk mengkaji dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan perjanjian gadai handphone pada Counter Hanei Cellular
di Denpasar.
1.5.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pengikatan perjanjian pemberian gadai handphone
pada Counter Hanei Cellular di Denpasar.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
perjanjian gadai handphone pada Counter Hanei Cellular di Denpasar.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberi manfaat
positif bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya di bidang hukum jaminan
10
khususnya dalam hal gadai yang keberadaannya sangat dibutuhkan sebagai bahan
penelitian bagi lembaga Fakultas Hukum Universitas Udayana khususnya
mengenai hukum jaminan yang kaitannya terhadap jaminan gadai dalam usaha
gadai handphone pada counter handphonedan sebagai bahan referensi pada
perpustakaan.
1.6.1 Manfaat praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan
sumbangan sebagai bahan acuan, pertimbangan, perbandingan, dan
penyempurnaan bagiCounter Handphone dalam memberikan pedoman serta
masukan apabila telah terjadi penyimpangan hukum akibat terjadinya wanprestasi
terhadap pelaksanaan perjanjian gadai handphone.
1.7 Landasan Teoritis
Dalam hal pemenuhan perekonomian, seseorang akan terus berusaha
untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Selain dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari bagi orang yang memiliki usaha atau bisnis pun akan terus
membutuhkan suatu modal dalam menjalankan serta mengembangkan kegiatan
usahanya. Dengan keadaan perekonomian saat ini yang merosot karena turunnya
nilai rupiah hal itulah yang menjadi permasalahan utama bagi pemerintah maupun
masyarakat Indonesia. Terlepas dari hal tersebut maka pada permasalahan yang
telah dipaparkan pada penulisan penelitian ini, perlu kiranya ada landasan-
landasan hukum yang berkaitan terhadap permasalahan tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, dalam menunjang perekonomian
masyarakat yang semakin hari semakin didesak oleh kebutuhan-kebutuhan
11
pemenuhan kehidupannya, terutama dalam pemenuhan sandang dan pangan yang
setiap harinya selalu meningkat. Di dalam melengkapi kebutuhan kehidupannya,
uang (materi) merupakan permasalahan yang paling utama (pokok) masyarakat.
Untuk mendapatkan dana cepat, dalam kebutuhan yang mendesak ini merupakan
cara yang praktis yang bisa masyarakat lakukan demi memenuhi kebutuhannya
yang kian mendesak dan tidak bisa dihindari, yakni mengingat saat ini teknologi
informasi yang sudah berkembang sedemikian pesatnya menyebabkan tingginya
nilai harga jual terhadap barang teknologi dan informasi tersebut, maka dari itu
dalam realitannya menggadaikan handphone pun dilakukan masyarakat karena
dianggap lebih praktis dan tidak berbelit-belit mengurus surat-surat sebagainya
serta mempermudah mendapatkan dana pinjaman dengan cepat dalam keadaan
yang mendesak.
Pada dasarnya gadai adalah suatu perjanjian yang dibuat antara kreditur
dengan debitur dimana debitur menyerahkan benda bergerak kepada kreditur,
untuk menjamin pelunasan suatu hutang gadai, ketika debitur lalai melaksanakan
prestasinya. Dalam penjelasan tersebut gadai dapat dikonstruksikan sebagai
perjanjian accesoir (tambahan), sedangkan perjanjian pokoknya adalah
peminjaman uang dengan jaminan benda bergerak.6
Pengaturan terhadap gadai ditentukan berdasarkan ketentuan Pasal 1150
sampai 1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku II Bab XX . Pada hal
ini apabila pihak pemberi gadai ingin memperoleh pinjaman kredit (uang)
6 H. Salim, 2014, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h. 34.
12
kepada pihak penerima gadai Counter Handphone maka pihak pemberi gadai
harus menyerahkan benda (handphone) sebagai jaminan kepada pihak penerima
gadai di Counter Handphone, begitu pula pihak pemberi gadai harus
menyerahkan Kartu Tanda Penduduk serta surat bukti berupa kwitansi gadai
handphone kepada pihak penerima gadai di Counter Handphone. Pihak pemberi
gadai (pandgever) yaitu orang yang memberikan jaminan sedangkan penerima
gadai (pandnemer) yaitu orang yang menerima gadai sebagai jaminan untuk
peminjaman uang.7
Dasar hukum gadai dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan sebagai
berikut yaitu :
1. Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan pasal 1160 Buku II KUH
Perdata Bab XX.
2. Artikel 1196 vv, titel 19 Buku III NBW.
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam gadai yaitu :
1. Gadai adalah suatu hak kebendaan.
2. Perjanjian gadai adalah accesoir.
3. Hak gadai diberikan oleh pihak pemberi gadai (debitur) kepada
pemegang gadai (kreditur).
4. Pemberian gadai dimaksdukan sebagai jaminan utang.
5. Gadai berobjekan benda bergerak, baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud.
7 ibid, h. 36.
13
6. Benda objek gadai diserahkan ke dalam kekuasaan pemegang
gadai (kreditur), atau ke dalam kekuasaan pihak ketiga yang
disetujui oleh kedua belah pihak.
7. Kepada pemegang gadai (kreditur), atau kepada pihak ketiga yang
disetujui oleh kedua belah pihak, diberikan hak untuk memakai
dan/atau menikmati hasil atas benda objek gadai tersebut.
8. Kepada pemegang gadai (kreditur) diberikan hak prioritas untuk
mendapat pembayaran terlebih dahulu daripada kreditur lainnya,
atas tagihan-taguhan dari kreditor pemegang gadai, khususnya
yang bersangkutan dengan hasil eksekusi objek gadai tersebut,
dengan perkecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan
biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah
barang itu digadaiakan.8
Dalam ketentual Pasal 1150 KUH Perdata tidak disebutkan mengenai sifat
gadai, maka dari itu harus meneliti dalam ketentuan-ketentuan yang lainnya,
Adapun sifat-sifat gadai adalah sebagai berikut :
1) Gadai adalah hak kebendaan
Sifat kebendaan ini dapat diketahui dari Pasal 1152 ayat (3) KUH Perdata
yang menyatakan bahwa: “Pemegang gadai mempunyai hak revindikasi dari
Pasal 1977 ayat (2) KUH Perdata apabila barang gadai hilang atau dicuri”.
8 Munir Fuady, 2014, Konsep Hukum Perdata, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 128
14
Oleh karena hak gadai mengandung hak revindikasi, maka hak gadai
merupakan hak kebendaan sebab revindikasi merupakan ciri khas dari hak
kebendaan.
Hak kebendaan dari hak gadai bukanlah hak untuk menikmati suatu benda
seperti eigendom, hak bezit, hak pakai dan sebagainya. Benda gadai memang
harus diserahkan kepada kreditor tetapi tidak untuk dinikmati, melainkan
untuk menjamin piutangnya dengan mengambil, penggantian dari benda
tersebut guna membayar piutangnya.
2) Hak gadai bersifat accesoir
Hak gadai hanya merupaklkan tambahan saja dari perjanjian
pokoknya, yang berupa perjanjian pinjam uang. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa seseorang akan mempunyai hak gadai apabila ia mempunyai
piutang, dan tidak mungkin seseorang dapat mempunyai hak gadai tanpa
mempunyai piutang. Jadi hak gadai merupakan hak tambahan atau accesoir,
yang ada dan tidaknya tergantung dari ada dan tidaknya piutang yang
merupakan perjanjian pokoknya. Dengan demikian hak gadai akan hapus jika
perjanjian pokoknya hapus. Beralihnya piutang membawa serta beralihnya
hak gadai, hak gadai berpindah kepada orang lain bersama-sama dengan
piutang yang dijamin dengan hak gadai tersebut, sehingga hak gadai tidak
mempunyai kedudukan yang berdiri sendiri melainkan accesoir terhadap
perjanjian pokoknya.
3) Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi
15
Karena hak gadai tidak dapat dibagi-bagi, maka dengan dibayarnya
sebagian hutang tidak akan membebaskan sebagian dari benda gadai. Hak
gadai tetap membebani benda gadai secara keseluruhan. Dalam Pasal 1160
KUH Perdata disebutkan bahwa :
“Tak dapatnya hak gadai dan bagi-bagi dalam hal kreditor, atau debitur
meninggal dunia dengan meninggalkan beberapa ahli waris.“
Ketentuan ini tidak merupakan ketentuan hukum memaksa, sehingga para
pihak dapat menentukan sebaliknya atau dengan perkataan lain sifat tidak
dapat dibagi-bagi dalam gadai ini dapat disimpangi apabila telah
diperjanjikan lebih dahulu oleh para pihak.
4) Hak gadai adalah hak yang didahulukan
Hak gadai adalah hak yang didahulukan. Ini dapat diketahui dari
ketentuan Pasal 1133 dan 1150 KUH Perdata. Karena piutang dengan hak
gadai mempunyai hak untuk didahulukan daripada piutang-piutang lainnya,
maka kreditor pemegang gadai mempunyai hak mendahulu (droit de
preference). Benda yang menjadi obyek gadai adalah benda bergerak baik
yang berwujud maupun tidak berwujud.
5) Hak gadai
Hak gadai adalah hak yang kuat dan mudah penyitaannya. Menurut Pasal
1134 ayat (2) KUH Perdata dinyatakan bahwa:
“Hak gadai dan hipotik lebih diutamakan daripada privilege, kecuali jika
undang-undang menentukan sebaliknya “.
16
Dari bunyi pasal tersebut jelas bahwa hak gadai mempunyai kedudukan yang
kuat. Di samping itu kreditor pemegang gadai adalah termasuk kreditor
separatis. Selaku separatis, pemegang gadai tidak terpengaruh oleh adanya
kepailitan si debitor.
Dengan demikian dapat disimpulkan tujuan penyelenggaraan gadai adalah
pemberian benda jaminan dari pihak pemberi gadai (debitur) kepada pihak
penerima gadai (kreditur) guna dalam jaminan atas piutangnya (debitur) yang
akan dibayar sesuai dengan nilai barang gadai yang dijadikan jaminan.9
Dalam pengadaan hak gadai diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Buku II Bab XX Pasal 1152 ayat 1 yaitu sebagai berikut :
“untuk mengadakan hak gadai diperlukan dua hal, ialah pertama-tama apa
yang disebut sebagai perjanjian gadai (pandovereenkomst) yaitu persesuaian
kehendak yang dinyatakan antara pihak-pihak untuk mengadakan gadai, dan
kedua “inbezitstelling”
Sedangkan hapusnya hak gadai ditentukan dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Buku II Bab XX Pasal 1152 ayat 3 . Hapusnya hak gadai
ditentukan 2 (dua) cara, yaitu:
1. Barang gadai itu hapus dari kekuasaan pemegang gadai.
2. Hilangnya barang gadai atau dilepaskan dari kekuasaan penerima
gadai surat bukti kredit.
9 Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, 1981, Hukum Perdata, Hak Jaminan Atas Tanah,
Liberty, Jakarta, h. 87.
17
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, menurut Ari Hutagalung, hapusnya
hak gadai itu terjadi karena :
1. Hapusnya perjanjian pokok yang dijamin dengan gadai.
2. Terlepasnya benda gadai dari kekuasaan penerima gadai.
3. Musnahnya barang gadai.
4. Dilepaskannya barang gadai secara sukarela.
5. Percampuran ( penerima gadai menjadi pemilik benda gadai).
Perjanjian pokok dalam perjanjian gadai adalah perjanjian pinjam
meminjam uang dengan jaminan gadai. Apabila debitur telah membayar
pinjamannya kepada penerima gadai, maka sejak saat itulah hapusnya perjanjian
gadai. 10
Ketentuan tentang bentuk perjanjian gadai dapat dilihat dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Buku II Bab XX Pasal 1151 yaitu sebagai
berikut:
“Perjanjian gadai harus dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk
membuktikan perjanjian pokoknya”.
Perjanjian gadai dapat dilakukan dengan perjanjian tertulis, sebagaimana
dengan perjanjian pokoknya yaitu perjanjian pemberian kredit.
10
Prawirohamidjojo, Soetojo, R dan Marthalena Pohan, 1991, Bab-bab tentang Hukum
Benda, Bina Ilmu, Surabaya, h. 65.
18
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dalam rangka menciptakan
keseimbangan dalam memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak sebelum
perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi para pihak, oleh
ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku II Bab XX
diberikan ketentuan dalam syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yaitu, sebagai
berikut:
“untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu pokok persoalan tertentu
4. Suatu sebab yang tidak dilarang
Selain itu dalam mengadakan suatu perjanjian harus memenuhi syarat syarat
subyektif, suatu perjanjian terjadi karena kesepakatan secara bebas diantara para
pihak yang mengadakan atau melangsukan perjanjian dan adanya kecakapan dari
pihak-pihak yang berjanji. Sedangkan pada syarat obyektif, sahnya perjanjian
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Bab II ketentuan
Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 mengenai keharusan adanya suatu hal
tertentu dalam perjanjian dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III
Bab II ketentuan Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1337 mengenai kewajiban suatu
sebab yang halal dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak. 11
Berdasarkan pelaksanaan perjanjian gadai handphone pada counter
handphone tersebut, akan menimbulkan suatu hak dan kewajiban dari masing-
11
Vollmar, H.F.A, 1980, Hukum Benda, Tarsito, Bandung, h. 193.
19
masing pihak, hak penerima gadai (Pasal 1155 KUH Perdata), kewajiban
penerima gadai (Pasal 1154, 1156 dan Pasal 1157 KUH Perdata), sedangkan hak
dan kewajiban pemberi gadai (Pasal 1156 dan Pasal 1157 KUH Perdata). 12
Dalam teorinya apabila pada Counter Handphone tidak melakukan
pemenuhan hukum terhadap pengikatan perjanjian yang telah dibuat maka akan
dinyatakan batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat-syarat sahnya suatu
perjanjian yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata.
1.8 Metode Penelitian
Di dalam karya tulis yang bersifat ilmiah, tentu mempergunakan suatu
metode untuk membahas permasalahan yang terjadi. Untuk memenuhi ketentuan
tersebut maka di dalam penulisan penelitian ini metode yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1.8.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Hukum Empiris, dengan
salah satu cirinya adalah penggunaan landasan teoritis.
1.8.2 Jenis pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fakta
(the fact Approach) dan pendekatan perundang-undangan (the statue approach).
Pendekatan fakta (the fact approach) dilakukan dengan melihat keadaan nyata di
12
Usman, Rachmadi, 2011, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 124.
20
wilayah penelitian.13
Sedangkan pendekatan perundang-undangan (the statute
approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-
undang dan regulasi yang bersangkut paut sesuai hukum yang ditangani.14
1.8.2 Sifat penelitian
Di dalam penyusunan penulisan ini sifat penelitian yang dilakukan
berdasarkan atas pendekatan yang bersifat deskriftif yaitu dengan melakukan
pengamatan dan pendekatan langsung pada permasalahan yang ada pada Counter
Handphone yang menyangkut terhadap Pelaksanaan Perjanjian Jaminan Gadai
Handphone Pada Counter Cellular.
1.8.3 Data dan sumber data
Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari
data primer (data dasar) yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan
diperoleh dari data sekunder yang berupa penelitian bahan-bahan
kepustakaan.15
Adapun data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
2 (dua) sumber , yaitu :
1. Data primer
Adapun cara untuk mendapatkan data primer dilakukan penelitian
lapangan (Field Research) yaitu dengan melakukan penelitian secara
13
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum
Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 60.
14
Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum Edisi I, Cetakan V, Kencana, Jakarta,
h. 93.
15
Bambang Sunggono, 2015, Metodelogi Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h. 112.
21
langsung ke lapangan yakni pada Counter Handphone Hanei Cellular di
Denpasar serta melakukan wawancara dengan karyawan yang terdapat
didalam Counter Handphone tersebut.
2. Data sekunder
Adapun cara untuk mendapatkan data sekunder dilakukan dari
penelitian kepustakaan (Library research). Library research digunakan
untuk menggali data melalui literatur, majalah di bidang hukum guna
menemukan teori yang relevan dengan permasalahan hukum yang akan
dibahas.16
Berkaitan dengan data sekunder diatas, maka di dalam penulisan
penelitian ini akan menggunakan , yaitu :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada ketentuan
pasal 1320 yaitu tentang syarat sahnya suatu perjanjian .
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada ketentuan
pasal 1150 sampai dengan pasal 1160 tentang gadai.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada ketentuan
pasal 1162 sampai dengan pasal 1163 tentang hipotik.
16
Zainuddin Ali, 2014, Metodelogi Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 54.
22
3. Bahan tersier adalah data yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum dan
kamus besar bahasa Indonesia.
1.8.4 Teknik pengumpulan data
Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis
pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau
observasi, wawancara atau interview.17
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu
melalui wawancara atau interview. Pada Counter Handphone Hanei Cellular di
Denpasar , wawancara ini dilakukan dengan pemilik usaha dan para karyawan
yang terkait, adapun dalam teknik yang dilakukan yakni dengan melakukan teknik
tanya jawab dan diharapkan dapat berlangsung dengan terarah. Selanjutnya data
yang diperoleh kemudian dipelajari, dicatat dan diklasifikasikan sesuai dengan
tujuan dan permasalahan penelitian.
1.8.5 Teknik analisis data
Untuk menganilisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul baik itu
melalui wawancara maupun melakukan studi kepustakaan, kemudian data tersebut
diolah dan dianalisis secara kualitatif yakni data yang telah diperoleh
dihubungkan kaitannya antara data satu dengan data yang lain guna agar
17 Soerjono Soekanto, 1990, Ringkasan Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Cetakan I,
IND-HILL-CO, Jakarta, h. 114.
23
memperoleh hasil data yang akurat selanjutnya data tersebut disajikan secara
deskriftif analisis. Dalam artian data-data yang dipaparkan tersebut disertai
dengan analisis sesuai dengan teori yang terdapat pada literatur dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.