42
29 Nov -7 Jan Makalah Neuralgia Paska Herpetika BAB I PENDAHULUAN Epidemiologi Insidens dan prevalensi Kebanyakan data insidensi herpes zoster dan neuralgia paska herpertika didapatkan dari data Eropa dan Amerika Serikat. Insedensi dari herpes zoster pada negara-negara tersebut bervariasi dari 1.3 sampai 4.8/1000 pasien/tahun, dan data ini meningkat dua sampai empat kali lebih banyak pada individu dengan usia lebih dari 60 tahun. Data lain menyatakan pada penderita imunokompeten yang berusia dibawah 20 tahun dilaporkan 0.4-1.6 kasus per 1000; sedangkan untuk usia di atas 80 tahun dilaporkan 4.5-11 kasus per 1000. Pada penderita imunidefisiensi (HIV) atau anak-anak dengan leukimia dilaporkan 50-100 kali lebih banyak dibandingkan kelompok sehat usia sama. 1 Penelitian Choo 1997 melaporkan prevalensi terjadinya neuralgia paska herpetika setelah onset ruam herpes zoster sejumlah 8 kasus/100 pasien dan 60 hari setelah onset sekitar 4.5 kasus/100 pasien. Sehingga berdasarkan penelitia Choo, diperkirakan angka terjadi neuralgia paska herpetika sekitar 80.000 kasus pada 30 hari dan 45.000 kasus pada 60 hari per 1 juta kasus herpes zoster di Amerika Serikat per tahunnya. Sedangkan belum didapatkan angka insidensi Asia Australia dan

BAB I nph plus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

BAB I

PENDAHULUAN

Epidemiologi

Insidens dan prevalensi

Kebanyakan data insidensi herpes zoster dan neuralgia paska herpertika

didapatkan dari data Eropa dan Amerika Serikat. Insedensi dari herpes zoster pada

negara-negara tersebut bervariasi dari 1.3 sampai 4.8/1000 pasien/tahun, dan data ini

meningkat dua sampai empat kali lebih banyak pada individu dengan usia lebih dari

60 tahun. Data lain menyatakan pada penderita imunokompeten yang berusia dibawah

20 tahun dilaporkan 0.4-1.6 kasus per 1000; sedangkan untuk usia di atas 80 tahun

dilaporkan 4.5-11 kasus per 1000. Pada penderita imunidefisiensi (HIV) atau anak-

anak dengan leukimia dilaporkan 50-100 kali lebih banyak dibandingkan kelompok

sehat usia sama.1

Penelitian Choo 1997 melaporkan prevalensi terjadinya neuralgia paska

herpetika setelah onset ruam herpes zoster sejumlah 8 kasus/100 pasien dan 60 hari

setelah onset sekitar 4.5 kasus/100 pasien. Sehingga berdasarkan penelitia Choo,

diperkirakan angka terjadi neuralgia paska herpetika sekitar 80.000 kasus pada 30 hari

dan 45.000 kasus pada 60 hari per 1 juta kasus herpes zoster di Amerika Serikat per

tahunnya. Sedangkan belum didapatkan angka insidensi Asia Australia dan Amerika

Selatan, tetapi presentasi klinis dan epidemiologi herpes zoster di Asia, Australia dan

Amerika Selatan mempunyai pola yang sama dengan data dari Eropa dan Amerika

Serikat. Pada herpes zoster akut hampir 100% pasien mengalami nyeri, dan pada 10-

70%nya mengalamia neuralgia paska herpetika. Nyeri lebih dari 1 tahun pada

penderita berusia lebih dari 70 tahun dilaporkan mencapai 48%.2

Page 2: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

BAB II

ISI

2.1 Definisi

Neuralgia ini dikarakteristikan sebagai nyeri seperti terbakar, teriris atau nyeri

disetetik yang bertahan selama berbulan-bulan bahkan dapat sampai tahunan.

Burgoon, 1957, mendefinisikan neuralgia paska herpetika sebagai nyeri yang menetap

setelah fase akut infeksi. Rogers, 1981, mendefinisikan sebagai nyeri yang menetap

satu bulan setelah onset ruam herpes zoster. Tahun 1989, Rowbotham mendefinisikan

sebagai nyeri yang menetap atau berulang setidaknya selama tiga bulan setelah

penyembuhan ruam herpes zoster. Dworkin, 1994, mendefinisikan neuralgia paska

herpetika sebagai nyeri neuropatik yang menetap setelah onset ruam (atau 3 bulan

setelah penyembuhan herpes zoster). Tahun 1999, Browsher mendefinisikan sebagai

nyeri neuropatik yang menetap atau timbul pada daerah herpes zoster lebih atau sama

dengan tiga bulan setelah onset ruam kulit. Dari berbagai definisi yang paling

tersering digunakan adalah definisi menurut Dworkin.3

2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Sensorik

Sistem sensorik berfungsi untuk menghantarkan informasi dari internal dan

external tubuh ke otak. Sistem ini berawal dari reseptor yang sesuai dengan jenis

rangsang informasinya, berjalan dengan jalur saraf khusus serta berakhir di tempat

yang khusus tergantung jenis informasi yang disampaikan.4,5

Berdasarkan asal informasinya, sensoric pathway dapat dibedakan menjadi 4 macam:

Superficial information(sensation), meliputi tekanan, nyeri, suhu, serta

membedakan 2 titik.

Deep sensation, meliputi propiosepsi, nyeri otot-otot dalam, vibration sense.

Visceral sensation yang diperantarai jaras otonom afferent yang dapat berupa

rasa lapar, pusing, serta nyeri organ dalam.

Special sense, meliputi penciuman, penglihatan, pendengaran, rasa, serta

keseimbangan, sensasi ini diperantarai oleh nervus kranialis.

Page 3: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Jaras secara umum

Secara umum impuls diawali dari reseptor, kemudian berjalan melalui jalur

persarafan dan berakhir di otak.4

Reseptor

Reseptor merupakan bagian dari sistem saraf yang berfungsi sebagai alat

penerima sensor. Reseptor bekerja dengan cara merubah energi stimulus dari dalam

dan luar tubuh kedalam satu unit bahasa yang mampu ditranmisikan oleh sistem saraf .

Stimulus dapat mempengaruhi sistem saraf dengan adanya interaksi stimulus dengan

reseptor. Stimulus tersebut harus melewati ambang rangsang agar dapat menimbulkan

rangsangan ke saraf. Cara kerja reseptor secara mudah dapat digambarkan sebagai

berikut :4

Reseptor dapat dibagi berdasarkan energi stimulus yang merangsangnya, yaitu :

Mechanoreseptor

Ditemukan di kulit, otot, sendi, serta organ-organ dalam. Mekanoreseptor ini

sensitif terhadap perubahan mekanis pada jaringan dan membran sel. Perubahan

mekanis ini dapat berupa banyak hal, meliputi penekanan, regangan dan pergerakan

rambut. Mekanoreseptor ini dapat mendeteksi perubahan mekanis sebagai berikut :5

Sentuhan ringan oleh reseptor Meissner corpuscle, Merkel's disk, dan hair root

plexus.

Deep pressur eoleh reseptor Pacinian corpuscle.

Tekanan (sentuhan kuat/kasar) oleh reseptor krause's end bulb.

Panjang otot, posisi ekstremitas dan tendon oleh golgi tendon, dan

joint/kinesthetic receptor.

Pendengaran dan keseimbangan oleh sel rambut.

Tekanan darah oleh baroreseptor aortic dan carotis.  

Thermoreceptor

Sensasi panas dan dingin dikonversi oleh thermoreceptor, yang dideteksi oleh

free nerve ending berupa perubahan panas atau dingin,  juga merespon stimulus yang

Page 4: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

dapat menyebabkan rasa nyeri. Sedangkan untuk perubahan temperature internal

tubuh dideteksi oleh thermostas di hypothalamus.5

Chemoreceptor

Sejumlah stimulus kimiawi secara alami dideteksi oleh kemoreseptor.

Olfactory receptor cells mendeteksi bau dari lingkungan. Taste receptor cells di lidah

mendeteksi substansi yang ada di makanan seperti manis dan asin. Kemoreseptor yang

lain mendeteksi perubahan internal di tubuh seperti perubahan kadar oksigen darah

yang dideteksi oleh sel sensorik di carotis dan aorta. Perubahan osmolaritas darah

dideteksi oleh osmoreseptor yang ada di hypothalamus, sedangkan perubahan kadar

glukosa darah dideteksi oleh glucoreceptor di hypothalamus.5

Photoreceptor

Retina yang merupakan bagian saraf penglihatan berisi fotoreseptor yang

mampu mendeteski energi cahaya dan mengonversinya menjadi potensial aksi. 5 

Jalur Persarafan

Setelah energi dari lingkungan dikonversi oleh reseptor menjadi potensial aksi,

selanjutnya potensial aksi tersebut akan berjalan di nervus menuju medula spinalis

dan otak. Perjanalan ini melewati jalur-jalur saraf yang biasa dikenal dengan jalur

persarafan.

Pada penghantaran potensial aksi melalui jalur persarafan ini dikenal adanya

"doctrin of specific nerve energy" yang mengatakan bahwa setiap serabut saraf

hanya akan menghantarkan satu jenis stimulus, diduga hal ini karena setiap serabut

saraf hanya berhubungan dengan satu jenis reseptor saja. Kondisi ini mungkin yang

menyebabkan bagaimana sistem saraf mampu membedakan setiap jenis rangsang

yang dideteksi oleh sistem saraf sehingga otak dapat mempersepsi stimulus tersebut.

Perjalanan impuls ini pada saraf dapat dibagi menjadi 3 tempat :5

First order neuron, berawal dari reseptor sampai ganglia dorsalis medula

spinalis atau ganglion somatic afferent pada nervus kranialis.

Page 5: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Second order neuron, badan sel second order neuron berada pada neuraxis

(diantara medulla spinalis dan batang otak). Axon second order neuron

biasanya menyilang dan berakhir di thalamus.

Third order neuron, badan selnya yang berada di thalamus (sebagian besar)

selanjutnya memproyeksikan potensial aksi ke korteks serebri. Selanjutnya

jaringan saraf di korteks mengolah potensial aksi ini untuk menentukan lokasi,

kualitas, dan intensitas untuk selanjutkan menentukan respon tubuh.  

Jalur Sensorik

Multipel neuron dari sejumlah reseptor yang sama akan membentuk traktus

yang selanjutnya akan menjadi jalur sensorik. Jalur sensorik akan berjalan ke otak.

Sejumlah jalur sensorik tersebut dapat dilihat sebagai berikut :6,7

 

Gambar 1. Skematik somatosensoric pathway

Traktus columna dorsalis

Page 6: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Traktus ini merupakan bagian sistem lemniscus medialis. Menghantarkan

impul sentuhan ringan, getaran, membedakan 2 titik, serta propriosepsi. Traktus ini

naik tanpa menyilang, berjalan ipsilateral di bagian posterior medula spinalis ke

batang otak bagian bawah. 6,7

Fascilculus gracilis berada di bagian posterolateral medula spinalis membawa

impuls dari setengah bagian bawah tubuh dengan bagian yang paling distal berada di

paling medial. Fascilculus cuneatus berada diantara fasciculus gracilis dan columna

dorsalis, membawa impuls dari setengah tubuh bagian atas, dengan serabut yang

berasal dari bagian bawah (thorakalis) berada lebih medial dibandingkan serabut yang

berasal dari bagian atas (cervikalis). Dengan demikian columna dorsalis membawa

impuls dari seluruh bagian tubuh secara ipsilateral dan tersusun secara somatotopic

fashion dari medial ke lateral.5,7

Fascilulus gracilis dan cuneatus yang berjalan ascenden berakhir di bagian

paling bawah medula oblongata tepatnya di nukleus gracilis dan nukelus cuneatus

(nukleus columna dorsalis). Kemudian second order neuron berjalan menyilang

sebagai lemniscus decusation (traktus arcuata interna) dan berjalan keatas sebagai

lemniscus medialis ke thalamus tepatnya di nukleus ventro posterlateral thalamus.

Informasi sensoris kemudian dikirim ke kortek somatosensoris di girus

postcentralis.5,7

Traktur spinothalamikus.

Traktus Spinothalamikus memasuki cornu dorsalis, kumpulan serabut yang

menyilang ini disebut fasciculus dorsolateralis atau Lissaeur's tract, kemudian

bersinaps di dorsal column neuron terutama di lamina I, II dan V. Setelah naik satu

atau dua segmen, serabut ini menyeberangi medulla spinalis kemudian naik ke

thalamus menjadi traktus spinothalamikus atau ventrolateral system.5,7

Traktus spinotalamikus terdiri atas 2 bagian, yaitu traktus spinothalamikus

anterior yang berjalan di anterior cornu anterior untuk menghantarkan impuls

sentuhan, tekanan dan getaran. Bagian yang lain adalah traktus spinothalamikus

lateral yang berjalan di lateral cornu anterion untuk menghantarkan impuls nyeri dan

temperatur. Pada saat traktur spinothalamikus berjalan naik, serabut ini akan

bergabung dengan serabut dari segmen medula spinalis diatasnya dengan meletakkan

Page 7: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

penambahan di bagian medial. Sehingga pada segmen servikalis serabur sakral

merupakan serabur yang terletak di sisi lateral.5

Pada peralihan antara medulla spinalis dan medula oblongata traktus

spinothalamikus anterior dan lateral bergabung menjadi satu sebagai traktus

spinothalamikus, kemudian di medula oblongata bergabung dengan traktus

spinoretikularis menjadi lemniscus medialis dan berjalan ke atas menenembus

mesencephalon berakhir di thalamus tepatnya di nucleus ventral posterolateral atau

intralaminar thalamic nuclei.1,5,7

Dari thalamus menyebar third order neuron sebagai somatic radiation yang

memproyeksikan impuls sensorik ke gyrus post centralis. Pada semua tempat

pemberhentian jalur sensoris, impuls sensorik disaring dan diintergrasikan sehingga

impuls yang datang ke korteks merupkan impuls yang tinggal mengalami proses "fine

tuning".5,6

Gambar 2. Traktus Talamikus

Akson-akson first order neuron memasuki medulla spinalis melalui cornu

dorsalis dan berakhir di substansia grisea medulla spinalis. Selanjutnya second order

neuron akan berjalan keatas dan berakhir di formation retikularis. Sebagian besar

serabut ini tidak menyilang dan berakhir dengan cara bersinaps dengan neuron-neuron

Page 8: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

formation retikularis di medulla oblongata, pons dan mesencephalon. Traktus

spinoretikularis berperan dalam sensasi nyeri terutama nyeri dalam. Traktus

spinoretikularis memberikan lintasan aferen untuk formatio retikularis yang berperan

penting dalam tingkat kesadaran.7

Traktus spinocerebellaris.

Beberapa impuls aferen berjalan dari sistem musculoskeletal melalui traktus

spinocerebellaris dan berakhir di cerebellum yang salah satu fungsinya untuk

keseimbangan dan koordinasi. Di medulla spinalis traktus spinocerebellaris terdapat 2

macam, satu di anterior dan satu di posterior.7

Traktus spinocerebellaris posterior

Serabut aferen yang berasal dari otot dan kulit memasuki medulla spinalis

melalui cornu dorsalis setinggi T1 sampai L2 dan bersinap dengan second order

neuron di nucleus dorsalis (Clarke's column). Serabut aferen tersebut berjalan

ascenden setelah memasuki cornu dorsalis dan mencapai nucleus dorsalis yang

terbawah. Pada segmen C8 keatas tidak terdapat nucleus dorsalis,digantikan oleh

nucleus cuneatus aksesorius. Serabut saraf aferen pada level cervical bersinaps dengan

second order neuron di nucleus cuneatus aksesorius.7

Second order neuron dari nukleus dorsalis membentuk traktus

spinocerebellaris posterior. Sedangkan second order neuron dari nukleua cuneatus

aksesorius membentuk traktus cuneocerebellaris. Kedua traktus tersebut berjalan

ascenden secara ipsilateral kemudian memasuki cerebellum melalui pedunkulus

cerebellaris inferior dan berakhir di kortek paleocerebellar dibagian vermis

cerebellar.6,7

Page 9: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Gambar 3. Skematis spinocerebellaris anterior.

Traktus spinocerebellaris anterior

Traktus ini berperan dalam pengontrolan gerakan. First order neuron bersinap

dengan second order neuron di lamina Rexed V, VI dan VII pada segemen lumbal dan

sacral. Second order neuron berjalan ascenden, kemudian melalui pedunkulus

cerebellaris superior, traktus ini berakhir di paleocerebellar kortek. Traktur

spinocerebellaris anterior sebagian besar menyilang tetapi ada sebagian kecil yang

tidak menyilang.7

Pengolahan informasi somatosensorik di pusat

Third order neuron dari thalamus berjalan melalui limbus posterior capsula

interna menuju korteks somatosensorik yang terletak di gyrus postcentralis (area 3, 1,

dan2). Untuk memudahkan gambaran, maka gyrus postcentralis dapat digambarkan

houmunculus sebagai berikut :1,7

Page 10: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Gambar 4. Area sensorik di girus Post centralis

Pada homunculus tersebut setiap reseptor terwakili oleh satu lokasi (titik) di

gyrus area sensorik. Sehingga dengan demikian setiap rangsangan pada satu reseptor

dapat diinterpretasi dengan benar oleh sistem saraf.

Gamba 5. Distribusi Dermatom

Page 11: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Gambar 6. Distribusi dermatom tubuh dan wajah

2.3 Etiologi

Virus varisella zoster merupakan salah satu dari delapan virus herpes yang

menginfeksi manusia. Virus ini termasuk dalam famili herpesviridae. St ruktur virus

terdiri dari sebuah icosahedral nucleocapsid yang dikelilingi oleh selubung lipid. Di

tengahnya terdapat DNA untai ganda. Virus varisella zoster memiliki diameter sekitar

180-200 nm.8

Virus ini akan menyebabkan penyakit Varicella/cacar air. Dan untuk Infeksi

selanjutnya (reinfeksi/reaktivasi) , virus ini akan menyebabkan penyakit Zooster.8,9

Gambar 7. Virus Varisella zooster

Page 12: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Gambar 8. Struktur sel virus Varicella zoster

Herpes zoster merupakan virus yang dormant di dalam ganglion dorsalis,

bermigrasi sepanjang saraf spinalis dan hanya mempengaruhi daerah kulit yang

dipersarafi oleh saraf tempat virus tersebut menetap. Gejala biasanya unilateral tetapi

dalam keadaan kekebalan tubuh menurun, mereka lebih cenderung menjadi bilateral

dan simetris, yang berarti bahwa virus ada pada kedua ganglia dari ganglion

dorsalis.8,9

2.4 Faktor Resiko

Beberapa faktor resiko terjadinya neuralgia paska herpetika adalah

meningkatnya usia, nyeri yang hebat pada fase akut herpes zoster dan beratnya ruam

HZ. Dikatakan bahwa ruam berat yang terjadi dalam 3 hari setelah onset herpes

zoster, 72% penderitanya mengalami neuralgia paska herpetika. Faktor resiko lain

yang mempunyai peranan pula dalam menimbulkan neuralgia paska herpetika adalah

gangguan sistem kekebalan tubuh, pasien dengan penyakit keganasan (leukimia,

limfoma), lama terjadinya ruam.1

2.5 Patogenesis

Periode inkubasi virus Varisella zooster sekitar 14-16 hari setelah paparan

awal. Setelah infeksi primer dilalui, virus ini bersarang di ganglia akar dorsal, hidup

secara dorman selama bertahun-tahun.8,9

Page 13: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

The enveloped virus creates the chickenpox rash and can travel from the skin to sensory nerves. Once in the sensory nerves, the virus moves to the sensory ganglia where it becomes latent. If reactivated, the virus travels from the sensory ganglia back to the skin where it creates the shingles rash.

Gambar 9.

Patogenesis terjadinya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus

varisella zoster yang hidup secara dorman di ganglion. Imunitas seluler berperan

dalam pencegahan pemunculan klinis berulang virus varicella zoster dengan

mekanisme tidak diketahui. Hilangnya imunitas seluler terhadap virus dengan

bertambahnya usia atau status imunokompromis dihubungkan dengan reaktivasi

klinis. Saat terjadi reaktivasi, virus berjalan di sepanjang akson menuju ke kulit. Pada

kulit terjadi proses peradangan dan telah mengalami denervasi secara parsial. Di sel-

sel epidermal, virus ini bereplikasi menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi dan lisis

sel sehingga hasil dari proses ini terbentuk vesikel yang dikenal dengan

nama‘Lipschutz inclusion body. Pada ganglion kornu dorsalis terjadi proses

peradangan, nekrosis hemoragik, dan hilangnya sel-sel saraf. Inflamasi pada saraf

perifer dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan dan dapat

menimbulkan demielinisasi, degenerasi wallerian dan proses sklerosis. Proses

perjalanan virus ini menyebabkan kerusakan pada saraf. Beberapa perubahan patologi

yang dapat ditemukan pada infeksi virus varisella zoster:9

1. Reaksi inflamatorik pada beberapa unilateral ganglion sensorik di saraf spinal atau

saraf kranial sehingga terjadi nekrosis dengan atau tanpa tanda perdarahan.

2. Reaksi inflamatorik pada akar spinal dan saraf perifer beserta ganglionnya.

Page 14: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

3. Gambaran poliomielitis yang mirip dengan akut anterior poliomielitis, yang dapat

dibedakan dengan lokalisasi segmental, unilateral dan keterlibatan ‘dorsal horn’, akar

dan ganglion.

4. Gambaran leptomeningitis ringan yang terbatas pada segmen spinal, kranial dan

akar saraf yang terlibat.

Gambar 10. Infeksi yang dilakukan oleh virus Varissela zooster

Mekanisme nyeri

Proses terjadinya nyeri secara umum dapat dibagi menjadi 3 jenis:

1. Proses stimulasi singkat10

2. Proses stimulasi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan lesi atau inflamasi

jaringan

3. Proses yang terjadi akibat lesi dari sistem saraf

Pada jenis I, pukulan, cubitan pada tubuh dan lain sebagainya akan menyebabkan

timbulnya persepsi nyeri. Bila stimulasi yang terjadi tidak menyebabkan terjadinya

lesi, maka rasa nyeri yang terjadi hanya dalam waktu singkat.

Pada jenis II, adalah jenis nyeri oleh karena terjadinya inflamasi jaringan atau dikenal

sebagai nyeri nosiseptif. Ciri khas dari inflamasi ialah terjadinya kalor, rubor, dolor

dan fungsiolaesa.

Page 15: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Pada Jenis III, dikenal sebagai nyeri neuropatik. Lesi saraf tepi atau sentral akan

mengakibatkan hilangnya fungsi seluruh atau sebagian dari sistem saraf tersebut. Lesi

saraf menyebabkan perubahan fungsi neuron sensorik yang dalam keadaan normal

dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya.

Gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan keseimbangan neuron sensorik,

melalui perubahan molekuler, sehingga aktivitas sistem saraf aferen menjadi abnormal

(mekanisme perifer) yang selanjutnya menyebabkan gangguan nosiseptif sentral

(sensitisasi sentral). 4 mekanisme penyebab timbulnya aktivitas abnormal sistem saraf

aferen akibat lesi, yaitu:10

1. aktivitas ektopik

2. sensitisasi nosiseptor

3. interaksi abnormal antar serabut saraf

4. hipersensitifitas terhadap katekolamin

Allodinia adalah nyeri yang disebabkan oleh stimulus normal (secara normal

semestinya tidak menimbulkan nyeri). Impuls yang dijalarkan serabut Aß yang

biasanya berupa sentuhan halus atau raba normal dirasakan normal, tetapi pada

allodinia dirasakan sebagai nyeri. Mekanisme terjadinya allodinia disebabkan oleh

adanya: 1,10,11

1. sensitisasi sentral, dimana terjadinya peningkatan jumlah potensial aksi

sebagai respon terhadap stimuli noksius dan penurunan nilai ambang

rangsan sehingga stimuli non noksius mampu menimbulkan rasa nyeri.

2. perubahan serabut Aß dimana serabut ini mengeluarkan substansia P. Pada

nyeri neuropatik hal ini berlangsung terus dikarenakan sumber impuls datang

dari perifer berupa ectopic discharge

3. hilangnya kontrol inhibisi. Neurotransmitter inhibisi seperti GABA atau

glycin berfungsi untuk mempertahankan potensial membran mendekati

potensial istirahat. Tetapi pada nyeri neuropatik terdapat penurunan aktivitas

inhibisi (hal ini diperkirakan oleh karena kematian sel-sel inhibisi) .Sehingga

terjadi eksitasi berlebihan.

Page 16: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Nyeri yang berhubungan dengan zoster akut dan neuralgia postherpetik

merupakan tipe nyeri neuropatik akibat kerusakan pada saraf tepi dan perubahan

proses signal sistem saraf pusat. Aktivasi simpatis (sistem saraf otonom) yang intens

pada area kulit yang terlibat merupakan akibat dari proses inflamasi (peradangan) akut

yang menyebabkan vasokonstriksi (penciutan pembuluh darah), trombosis

intravaskuler (penyumbatan pembuluh darah) dan iskemia (kukurangan aliran darah)

dari saraf tersebut.10 Pasca cedera saraf, terjadi pelepasan impuls saraf tepi secara

spontan, ambang aktivasi yang rendah dan respon berlebih terhadap rangsangan.

Pertumbuhan akson (serat saraf) baru setelah cedera tersebut membentuk saraf baru

yang justru memiliki kecenderungan memprovokasi pelepasan impuls berlebih. 

Aktivitas perifer (saraf tepi) yang berlebihan tersebut diduga sebagai pencetus

perubahan sifat saraf, sebagai akibatnya, terjadi respon sistem saraf pusat yang

berlebihan terhadap segala rangsang. Perubahan yang terjadi ini sangat kompleks

sehingga mungkin tidak dapat diatasi dengan satu jenis terapi saja.11

Sympathetically Maintained Pain (SMP). SMP didefinisikan sebagai nyeri

yang “dipertahankan” oleh sistem saraf otonom (simpatis) atau oleh hormon

katekolamin yang bersirkulasi. Nyeri neuropatik didiagnosis sebagai tipe SMP bila

ditemukan respon positif terhadap suatu simpatolisis (blok simpatis, tindakan

pemberian obat bius lokal). Terdapat beragam nyeri neuropatik yang bisa mencakup

SMP ini, diantaranya phantom pain, complex regional pain syndrome, neuropati

metabolik, neuralgia dan herpes zoster sendiri. Namun bagaimana mekanisme SMP

terjadi, sampai sekarang masih belum dapat dijelaskan walau telah banyak hipotesis

yang dilontarkan oleh para ahli.1,2

Nyeri pada neuralgia paska herpetika merupakan nyeri neuropatik yang

diakibatkan dari perlukaan saraf perifer sehingga terjadi perubahan proses pengolahan

sinyal pada sistem saraf pusat. Saraf perifer yang sudah rusak memiliki ambang

aktivasi yang lebih rendah sehingga menunjukkan respon berlebihan terhadap

stimulus. Regenerasi akson setelah perlukaan menimbulkan percabangan saraf yang

juga mengalami perubahan kepekaan. Aktivitas saraf perifer yang berlebihan tersebut

menimbulkan perubahan berupa hipereksitabilitas kornu dorsalis sehingga pada

akhirnya menimbulkan respon sistem saraf pusat yang berlebihan terhadap semua

rangsang masukan/ sensorik. Perubahan ini berjalan dalam berbagai macam proses

Page 17: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

sehingga dapat dimengerti bila pendekatan terapeutik neuralgia paska herpetika

memerlukan beberapa macam pendekatan pula.1,2

Menurut Fields, terdapat dua tipe penilaian terhadap derajat dan luasnya

gangguan sensorik pada pasien neuralgia paska herpetika. Fase iritasi, dimana

gangguan sensorik (allodinia / hilangnya sensorik) terbatas pada lesi kulit dan fase

deaferentasi dimana gangguan sensorik meluas dari batas lesi kulit. Pada fase iritasi,

penggunaan terapi anastetik lokal intra dermal lebih berguna dibandingkan dengan

tipe deaferentasi.2,3

Pada otopsi pasien yang pernah mengalami herpes zoster dan neuralgia paska

herpetika ditemukan atrofi kornu dorsalis, sedangkan pada pasien yang mengalami

herpes zoster tetapi tidak mengalami neuralgia paska herpetika tidak ditemukan atrofi

kornu dorsalis.1

2.6 Manifestasi Klinis Herpes Zoster dan Neuralgia Paska Herpetik

Manifestasi klinis klasik yang terjadi pada herpes zoster adalah gejala

prodromal rasa terbakar, gatal dengan derajat ringan sampai sedang pada kulit sesuai

dengan dermatom yang terkena. Biasanya keluhan penderita disertai dengan rasa

demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam kemudian, setelah gejala

prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa unilateral mengikuti dermatom kulit

dan dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi vesikular.12,13

Gambar 11. Reaktivasi infeksi virus Varicella zoster

Page 18: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Gambar 12. perjalanan infeksi oleh virus Varicella zooster

Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi :

1. Herpes zoster oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang

mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang

ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai

gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1

sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata,

kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.13

Gambar 13. Herpes zoster oftalmikus sinistra.

Page 19: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

2. Herpes zoster fasialis

Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian

ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi

herpetik unilateral pada kulit.13

Gambar 14. Herpes zoster fasialis dekstra.

3. Herpes zoster brakialis

Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai

pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.13

Gambar 15 . Herpes zoster brakialis sinistra.

1. Herpes zoster torakalis

Page 20: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai

pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.13

Gambar 16. Herpes zoster torakalis sinistra.

Gambar 17. Rash hipopigmentasi pada lesi postherpetik dermatome torakalis

5. Herpes zoster lumbalis

Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai

pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.13

Page 21: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Gambar 18. Herpes zooster lumbal dekstra

6. Herpes zoster sakralis

Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai

pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.13

Gambar 19. Herpes zoster sakralis dekstra.

Nyeri yang timbul mempunyai intensitas bervariasi dari ringan sampai berat

sehingga sentuhan ringan saja menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu

penderitanya. Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai

mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit

kembali normal dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu. Intensitas dan durasi

dari erupsi kulit oleh karena infeksi herpes zoster dapat dikurangi dengan pemberian

acyclovir (5x800mg/hari) atau dengan famciclovir atau valacyclovir.12.13

Manifestasi klinis neuralgia paska herpetika adalah penyakit yang dapat sangat

mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang ditimbulkan diperberat oleh

Page 22: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia dan hiperalgesia. Nyeri

yang dirasakan dapat mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkan sampai mood

sehingga nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek maupun jangka

panjang pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa hari atau beberapa minggu sebelum

timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling sering dilaporkan adalah nyeri seperti

rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia

yang merupakan respon nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/

tersetrum listrik. Nyeri sendiri dapat diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/

normal (allodinia), rasa gata-gatal yang tidak tertahankan dan nyeri yang terus

bertambah dalam menanggapi rangsang yang berulang.1,2,13

Dworkin membagi neuralgia paska herpetika ke dalam tiga fase:1

- Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya berlangsung <

4 minggu

- Fase subakut: fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi < 4 bulan

- Neuralgia paska herpetika: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset lesi kulit

atau 3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster. Nyeri digambarkan sebagai rasa

seperti terbakar, teiris tajam, rasa tertusuk-tusuk, rasa tersetrum di sepanjang

dermatom yang terkena/ terlibat. Didapatkan pula gangguan allodinia dimana

sentuhan ringan seperti pada pakaian atau seprei tempat tidur menimbulkan rasa nyeri

tajam yang sangat mengganggu pasien. Gangguan nyeri ini dapat menganggu pasien

dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi atau saat berpakaian atau saat

tidur. Keluhan sensorik lain yang dapat timbul berupa rasa baal daerah lesi, sensitif

terhadap perubahan temperatur. 13

2.7 Komplikasi

Neuralgia Pasca Herpetik (NPH) sendiri merupakan salah satu komplikasi dari

herpes zoster. Yang perlu diperhatikan, NPH tidak berakibat fatal, walaupun penderita

merasa nyeri yang dirasa berat sekali, ditambah dengan waktu yang panjang.1,2

Tidak ada komplikasi secara fisik dari NPH. Tetapi tentunya secara sosial

NPH sangat mengganggu bagi penderitanya. Nyeri yang dirasakan oleh penderita

sangatlah berat sehingga penderita selalu merasa takut telah terjadi sesuatu yang parah

Page 23: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

pada tubuhnya. Disini pentingnya penjelasan bagi penderita, karena ketakutan malah

memperburuk nyeri yang dirasa.1,2

2.8 Terapi

Tatalaksana terapi neuralgia paska herpetika

Secara umum terapi yang dapat kita lakukan terhadap kasus penderita dengan

neuralgia paska herpetika dibagi menjadi dua jenis, yaitu terapi farmakologis dan

terapi non farmakologis.1

Tiga hal yang perlu menjadi perhatian khusus dalam upaya terapi NPH adalah:

(1) memberi analgesia, (2) mengurangi depresi dan kecemasan dan (3) mengurangi

insomnia. Strategi terapi selalu difokuskan pada pencegahan, mengingat sekali NPH

terjadi maka akan sangat sulit dilakukan terapi. Sejumlah modalitas terapi perlu

dipertimbangkan dengan arif dan bijaksana, mengingat beragam variasi pasien

terhadap terapi (usia lanjut, efek samping dan komplikasi-komplikasi terapi yang bisa

terjadi). Obat-obatan harus dipertimbangkan dengan dosis minimal yang efektif serta

follow-up perjalanan nyeri pasien. Kombinasi obat-obatan tetap perlu

dipertimbangkan dengan mengevaluasi keuntungan dan kerugiannya.1

Terapi farmakologis:

Analgesik

Analgesik non opioid seperti NSAID dan parasetamol mempunyai efek

analgesik perifer maupun sentral walaupun efektifitasnya kecil terhadap nyeri

neuropatik. Sedangkan penggunaan analgesik opioid memberikan efektifitas lebih

baik. Tramadol telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik. Bekerja

sebagai agonis mu-opioid yang juga menghambat reuptake norepinefrin dan

serotonin. Pada sebuah penelitian, jika dosis dititrasi hingga maksimum 400 mg/hari

dibagi dalam 4 dosis, tramadol terbukti lebih efektif dibanding plasebo dalam

pengobatan NPH. Namun, efek pada sistem saraf pusat dapat menimbulkan terjadinya

amnesia pada orang tua. Hal yang harus diperhatikan bahwa pemberian opiat kuat

lebih baik dikhususkan pada kasus nyeri yang berat atau refrakter oleh karena efek

toleransi dan takifilaksisnya. Oxycodone berdasarkan penelitian menunjukkan efek

Page 24: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

yang lebih baik dibandingkan plasebo dalam meredakan nyeri, allodinia, gangguan

tidur, dan kecacatan. Dosis yang digunakan maksimal 60 mg/hari pada NPH.1,2

Anti epilepsi

Mekanisme kerja obat epilepsi ada 3, yakni dengan 1) memodulasi voltage-

gated sodium channel dan kanal kalsium, 2) meningkatkan efek inhibisi GABA, dan

3) menghambat transmisi glutaminergik yang bersifat eksitatorik.1

Gabapentin bekerja pada akson terminal dengan memodulasi masuknya

kalsium pada kanal kalsium, sehingga terjadi hambatan. Karena bekerja secara sentral,

gabapentin dapat menyebabkan kelelahan, konfusi, dan somnolen. Karbamazepin,

lamotrigine bekerja pada akson terminal dengan memblokade kanal sodium, sehingga

terjadi hambatan.1

Pregabalin bekerja menyerupai gabapentin. Onset kerjanya lebih cepat. Seperti

halnya gabapentin, pregabalin bukan merupakan agonis GABA namun berikatan

dengan subunit dari voltage-gated calcium channel , sehingga mengurangi influks

kalsium dan pelepasan neurotransmiter (glutamat, substance P, dan calcitonin gene-

related peptide) pada primary afferent nerve terminals. Dikatakan pemberian

pregabalin mempunyai efektivitas analgesik baik pada kasus neuralgia paska

herpetika, neuropati diabetikorum dan pasien dengan nyeri CNS oleh karena trauma

medulla spinalis. Didapatkan pula hasil perbaikan dalam hal tidur dan ansietas.1

Anti depressan

Anti depressan trisiklik menunjukkan peran penting pada kasus neuralgia

paska herpetika. Obat golongan ini mempunyai mekanisme memblok reuptake

(pengambilan kembali) norepinefrin dan serotonin. Obat ini dapat mengurangi nyeri

melalui jalur inhibisi saraf spinal yang terlibat dalam persepsi nyeri. Pada beberapa uji

klinik obat antidepressan trisiklik amitriptilin, dilaporkan 47-67% oasien mengalami

pengurangan nyeri tingkat sedang hingga sangat baik. Amitriptilin menurunkan

reuptake saraf baik norepinefrin maupun serotonin. TCA telah terbukti efektif dalam

pengobatan nyeri neuropatik dibanding SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor )

seperti fluoxetine, paroxetine, sertraline, dan citalopram. Alasannya mungkin

dikarenakan TCA menghambat reuptake baik serotonin maupun norepinefrin,

sedangkan SSRI hanya menghambat reuptake serotonin.1,2

Page 25: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Efek samping TCA berupa sedasi, konfusi, konstipasi, dan efek kardiovaskular

seperti blok konduksi, takikardi, dan aritmia ventrikel. Obat ini juga dapat

meningkatkan berat badan, menurunkan ambang rangsang kejang, dan hipotensi

ortostatik. Anti depressan yang biasa digunakan untuk kasus neuralgia pot herpetika

adalah amitriptilin, nortriptiline, imipramine, desipramine dan lainnya.1

Terapi topikal

Anestesi lokal memodifikasi konduksi aksonal dengan menghambat voltage-

gated sodium channels. Inaktivasi menyebabkan hambatan terhadap terjadinya impuls

ektopik spontan. Obat ini bekerja lebih baik jika kerusakan pada neuron hanya terjadi

sebagian, fungsi nosiseptor tetap ada, dan adanya jumlah kanal sodium yang berlebih.

Mekanisme lainnya adalah dengan memodifikasi aktivitas NMDA. Lidokain topikal

merupakan obat yang sering diteliti dengan hasil yang baik dalam mengobati nyeri

neuropatik. Sebuah studi menunjukkan efek yang baik dengan penggunaan lidocaine

patch 5% untuk pengobatan NPH. Obat ini ditempatkan pada daerah simtomatik

selama 12 jam dan dilepas untuk 12 jam kemudian. Obat ini dapat digunakan selama

bertahun-tahun dan dipakai sebagai pilihan terapi tambahan pada pasien orang tua.1

Penggunaan krim topikal seperti capsaicin cukup banyak dilaporkan. Krim

capsaicin sampai saat ini adalah satu-satunya obat yang disetujui FDA untuk neuralgia

paska herpetika. Capsaicin berefek pada neuron sensorik serat C (C-fiber). Telah

diketahui bahwa neuron ini melepaskan neuropeptida inflamatorik seperti substansia P

yang menginisiasi nyeri. Dengan dosis tinggi, capsaicin mendesensitisasi neuron ini.

Pada suatu uji klinik acak terkendali melibatkan 143 pasien neuralgia paska herpetika,

dilaporkan setelah pengobatan selama 4 minggu, 21% nyeri berkurang pada kelompok

yang mendapat terapi capsaicin , sedangkan 6% nyeri berkurang pada kelompok

kontrol (p<0.05). Tetapi sayangnya capsaicin mempunyai efek sensasi rasa terbakar

yang sering tidak bisa ditoleransi pemakainya ( 1/3 pasien pada uji klinik ini).1,2,3

Terapi non farmakologis

Akupunktur

Page 26: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Akupunktur banyak digunakan sebagai terapi untuk menghilangkan nyeri.

Terdapat beberapa penelitian mengenai terapi akupunktur untuk kasus neuralgia paska

herpetika. Namun penelitian-penelitian tersebut masih menggunakan jumlah kasus

tidak terlalu banyak dan terapi tersebut dikombinasi pula dengan terapi farmakologis.1

TENS (stimulasi saraf elektris transkutan)

Penggunaan TENS dilaporkan dapat mengurangi nyeri secara parsial hingga

komplit pada beberapa pasien neuralgia paska herpetik. Tetapi penggunaan TENS-pun

dianjurkan hanya sebagai terapi adjuvan/ tambahan disamping terapi farmakologis.1

2.9 Pencegahan neuralgia paska herpetika

Perlu diingat, NPH sendiri merupakan komplikasi dari herpes zoster. Jika

herpes  zoster dapat dicegah, tentunya NPH dapat dihindari. Untuk mencegah herpes

zoster, dapat digunakan vaksin.2

Jika penderita telah menderita herpes zoster, terapi sedini dan seagresif

mungkin menunjukkan penurunan insidens terjadinya nyeri neuropatik yang sangat

serius dan sulit untuk diatasi. Terapi tersebut mencakup pemberian anti virus yang

terbukti menurunkan insidens NPH. Dianjurkan pula pemberian amitriptilin yang

dimulai dari dua hari setelah ruam muncul.1,13

Dari beberapa laporan penelitian didapatkan efektifitas yang cukup baik pada

penggunaan kortikosteroid dan antiviral dalam pencegahan timbulnya neuralgia paska

herpetika. Kortikosteroid berperanan dalam mengurangi inflamasi zoster dan

mencegah kerusakan saraf, sedangkan antiviral (asiklovir) mempunyai manfaat dalam

mengurangi nyeri dan eritema, mencegah timbulnya lesi baru dan menyembuhkan

kulit lebih cepat.13

2.10 Prognosis

Prognosis ad vitam dikatakan bonam karena neuralgia paska herpetik tidak

menyebabkan kematian. Kerusakan yang terjadi bersifat lokal dan hanya mengganggu

fungsi sensorik.1,2

Page 27: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Prognosis ad functionam dikatakan bonam karena setelah terapi didapatkan

perbaikan nyata, dan pasien dapat beraktivitas baik seperti biasa.1,2

Prognosis ad sanactionam dubia ad bonam karena risiko berulangnya HZ

masih mungkin terjadi, namun selama pasien mempunyai daya tahan tubuh baik

kemungkinan timbul kembali kecil.1,2

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Page 28: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

Nyeri yang berhubungan dengan zoster akut dan neuralgia postherpetik

merupakan tipe nyeri neuropatik akibat kerusakan pada saraf tepi dan

perubahan proses signal sistem saraf pusat

Manifestasi klinis klasik yang terjadi pada herpes zoster adalah gejala

prodromal rasa terbakar, gatal dengan derajat ringan sampai sedang pada kulit

sesuai dengan dermatom yang terkena. Biasanya keluhan penderita disertai

dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam kemudian,

setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa unilateral

mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi

vesikular.

Manifestasi klinis neuralgia paska herpetika adalah penyakit yang dapat sangat

mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang ditimbulkan diperberat

oleh rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia dan

hiperalgesia. yang dapat disertai dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia

yang merupakan respon nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti

terkena/ tersetrum listrik.

Tiga hal yang perlu menjadi perhatian khusus dalam upaya terapi NPH adalah:

(1) memberi analgesia, (2) mengurangi depresi dan kecemasan dan (3)

mengurangi insomnia. Strategi terapi selalu difokuskan pada pencegahan,

mengingat sekali NPH terjadi maka akan sangat sulit dilakukan terapi.

Prognosis ad vitam dikatakan bonam karena neuralgia paska herpetik tidak

menyebabkan kematian. Prognosis ad functionam dikatakan bonam karena

setelah terapi didapatkan perbaikan nyata, dan pasien dapat beraktivitas baik

seperti biasa. Prognosis ad sanactionam dubia ad bonam karena risiko

berulangnya HZ masih mungkin terjadi, namun selama pasien mempunyai

daya tahan tubuh baik kemungkinan timbul kembali kecil.

DAFTAR PUSTAKA

1.Noname. Neuralgia Paska Herpetika. Jakarta 2008 available from: http://perdossijaya.org/perdossijaya/index.php?view=article&catid=43%3Apaper&id

2.Werdiningsih, Retno. Neuralgia Pasca Herpetik.Unifersitas Airlangga. RSU dr. Soetomo, Surabaya 2004 16:3 available from:http://asic.lib.unair.ac.id/journals/abstrak/Berkala%2016%203%202004%20%3B%20 Retno%20%3B%20Neuralgia%202.pdf

Page 29: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika

3.Mardjono, Mahar, Sidarta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta: 2004. Hal 21-26.

4.Duus, Peter. Diagnosis Topik Neurologi. EGC. Edisi 2. Jakarta. Hal 29, 44 Snell, S, Richard.Neuroanatomi Klinik. EGC. Edisi 2. Jakarta. Hal 365-383.

5.Lumbantobing, S.M. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Balai Penerbit FKUI : 2000. Hal 115-131.

6.Snell RS. Neuroanatomi Klinik : Pendahuluan dan Susunan Saraf Pusat. 5th Ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. p. 1-16.

7.Sherwood L. Human Physiology : The Central Nervous System. 7th ed. Canada: Brooks/ColeCengangeLearning:2010.p.176-79.availablefrom http://www.cumc.columbia.edu/publications/invivo/Vol1_no7_apr15_02/varicella.hl

8.Canadian Paediatric Society. Chickenpox. 2009. Retrived April 6, 2009 available from http://www.cps.ca/caringforkids/immunization/ChickenpoxFacts.htm.

9.University of Maryland Medical Center. 2009 Chicken pox and Shingles. Retrived April 6, 2009 available from:http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_chickenpox_shingles_000082_4.htm

10.Garcia, E.2007. Gender differences in pressure pain threshold in a repeated measures assessment. Psychology, Health and Medicine, 12, 567-579. Available from: http://dx.doi.org/10.1080/13548500701203433

11.Singer, T Seymour. 2004. Placebo-induced changes in fMRI in the anticipation and experience of pain. Science, 303, 1162-1167. Journal weblink: http://www.sciencemag.org/

12.Silverthorn. Human Physiology : Homeostatis and Control. 5th Ed. San Fransisco: Pearson;2010. p.449-57. The Fuctional Imaging Lab in London: http://www.fil.ion.ucl.ac.uk/

13.Djuanda Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta.2005.Harrison.PrinciplesofInternalMedicine.Avilablefrom: http://www.consumersresearchcncl.org/Healthcare/Dermatologists/derma_chapter2.html

15.Vorvick, Linda J. 2010. Encyclopedia and displayimage. Department of Medicine, Massachusetts General Hospital. available from http://www.pennmedicine.org/encyclopedia/em_DisplayImage.aspx?gcid=18069&ptid=2

Page 30: BAB I nph plus

29 Nov -7 JanMakalah Neuralgia Paska Herpetika