4
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemetaan struktur bawah laut merupakan hal yang sangat penting terutama bagi negara Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan dengan luas wilayah perairannya hampir 2/3 dari total wilayah. Pemetaan ini sangat penting baik dalam hal perbatasan negara maupun untuk memetakan potensi dan sumber dayanya. Dalam pemetaan struktur bawah laut ini digunakan beberapa metode geofisika seperti metode bathymetri, metode geomagnetik, metode gaya berat, metode seismik laut, dan metode-metode lainnya. Diantara metode-metode tersebut, metode yang paling banyak digunakan adalah metode seismik laut. Dimana hasil akhir dari metode ini berupa penampang struktur bawah laut. Metode seismik merupakan metode yang memanfaatkan penjalaran gelombang seismik yang dialirkan kedalam bumi. Gelombang tersebut merambat pada medium batuan yang bersifat elastik dengan kata lain partikel batuan sebagai medium rambat gelombang tanpa disertai perpindahan partikel medium rambatnya. Gelombang akan memantul pada lapisan bumi yang memiliki nilai kepadatan atau densitas batuan yang berbeda. Nilai perbedaan densitas batuan dalam subsurface bumi akan membentuk suatu koefisien refleksi atau koefisien pantulan. Koefisien refleksi digambarkan sebagai nilai amplitudo yang dihasilkan dari perbandingan antara nilai-nilai impedansi akustik (kemampuan medium merambatkan gelombang akustik) dari setiap medium. Nilai amplitudo memiliki energi yang kadangkala mengalami penyerapan atau absorbsi. Penyerapan gelombang terjadi akibat penjalaran ke dalam subsurface bumi, sehingga hal ini menjadi kendala utama dalam hal keterjagaan amplitudo. Pengolahan data seismik adalah imaging awal subsurface bumi. Secara konvensional tahap ini meliputi koreksi statis, noise reduction dan resolution. Ketiga tahap tersebut dilakukan untuk menggambarkan secara langsung dengan memberikan analisis kecepatan. Hal ini dilakukan sebagai faktor koreksi akibat perbedaan waktu tempuh antara sumber seismik (source) ke penerima (receiver). Koreksi ini menempatan sumber seismik dan penerima gelombang seismik

BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69392/potongan/S1-2014...I.1. Latar Belakang ... kepadatan atau densitas batuan yang berbeda. ... Pusat Penelitian dan Pengembangan

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pemetaan struktur bawah laut merupakan hal yang sangat penting terutama

bagi negara Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan dengan luas

wilayah perairannya hampir 2/3 dari total wilayah. Pemetaan ini sangat penting

baik dalam hal perbatasan negara maupun untuk memetakan potensi dan sumber

dayanya. Dalam pemetaan struktur bawah laut ini digunakan beberapa metode

geofisika seperti metode bathymetri, metode geomagnetik, metode gaya berat,

metode seismik laut, dan metode-metode lainnya. Diantara metode-metode

tersebut, metode yang paling banyak digunakan adalah metode seismik laut.

Dimana hasil akhir dari metode ini berupa penampang struktur bawah laut.

Metode seismik merupakan metode yang memanfaatkan penjalaran

gelombang seismik yang dialirkan kedalam bumi. Gelombang tersebut merambat

pada medium batuan yang bersifat elastik dengan kata lain partikel batuan sebagai

medium rambat gelombang tanpa disertai perpindahan partikel medium

rambatnya. Gelombang akan memantul pada lapisan bumi yang memiliki nilai

kepadatan atau densitas batuan yang berbeda. Nilai perbedaan densitas batuan

dalam subsurface bumi akan membentuk suatu koefisien refleksi atau koefisien

pantulan. Koefisien refleksi digambarkan sebagai nilai amplitudo yang dihasilkan

dari perbandingan antara nilai-nilai impedansi akustik (kemampuan medium

merambatkan gelombang akustik) dari setiap medium. Nilai amplitudo memiliki

energi yang kadangkala mengalami penyerapan atau absorbsi. Penyerapan

gelombang terjadi akibat penjalaran ke dalam subsurface bumi, sehingga hal ini

menjadi kendala utama dalam hal keterjagaan amplitudo.

Pengolahan data seismik adalah imaging awal subsurface bumi. Secara

konvensional tahap ini meliputi koreksi statis, noise reduction dan resolution.

Ketiga tahap tersebut dilakukan untuk menggambarkan secara langsung dengan

memberikan analisis kecepatan. Hal ini dilakukan sebagai faktor koreksi akibat

perbedaan waktu tempuh antara sumber seismik (source) ke penerima (receiver).

Koreksi ini menempatan sumber seismik dan penerima gelombang seismik

2

terletak pada posisi yang sama yang disebut sebagai koreksi Normal Moveout

(NMO). Koreksi tersebut menempatkan sumber seismik dan penerima seismik

pada titik pantul sama disebut dengan Common Depth Point (CDP). Koreksi

NMO dipengaruhi oleh pembuatan model kecepatan makro. Model kecepatan

diperoleh dari beberapa metode salah satunya dengan analisis semblance. Metode

ini diperoleh dari analisis koherensi (Taner dan Koehler,1969 dalam Mann,2003).

Analisis koherensi merupakan nilai kesamaan trace seismik dalam satu CDP

untuk dilakukan koreksi analisis kecepatan. Model kecepatan hasil analisis

kecepatan dilakukan secara manual memungkinkan terjadinya kesalahan dalam

picking kecepatan, untuk itu diperlukan metode alternatif yaitu dengan Common

Reflection Surface Stack.

Common Reflection Surface merupakan metode yang relatif baru dalam

metode stacking pengolahan data seismik. Pada Common Reflection Surface

diharapkan akan terdapat perbaikan nilai signal to noise ratio (rasio S/N) menjadi

lebih baik, karena metode ini menggunakan gather seismik yang berupa CDP

secara keseluruhan/ multicoverage data. Proses ini juga tidak menggantungkan

model kecepatan secara makro namun mensubtitusikan atribut sudut datang

gelombang pantul dipermukaan (α), radius kelengkungan gelombang normal

incident point (RNIP) dan radius kelengkungan gelombang normal (RN) pada

Common Depth Point (CDP).

Penelitian dilakukan pada daerah dengan nomor lembar peta “48”. Pada

daerah ini terdapat dua cekungan dimana pada bagian utara terdapat Cekungan

Buton dan pada bagian tengah daerah penelitian terdapat Cekungan Tukang Besi.

Pada pengolahan data, hanya digunakan 2 lintasan dari total 22 lintasan yaitu

lintasan “AKB” dan “JKT”. Pengolahan data menggunakan dua metode yaitu

metode CDP stack dan CRS stack yang kemudian hasilnya akan dibandingkan

untuk melihat keunggulan dan kekurangan masing-masing metode.

3

I.2. Rumusan Masalah

CRS stack diyakini dapat meningkatkan resolusi penampang seismik hasil

dari pengolahan data. Bidang pantul-bidang pantul pada penampang seismik hasil

dari metode CRS stack akan terlihat lebih jelas dibandingkan dari hasil metode

CDP stack.

I.3. Batasan Masalah

Penelitian ini membatasi masalah pada hal-hal berikut:

Pengolahan data hanya sampai proses stack.

Aperature pada CRS stack tidak diatur dan hanya menggunakan aperature

yang sudah diatur secara otomatis oleh software ProMAX R_5000.

I.4. Maksud dan Tujuan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah:

Melakukan pengolahan data seismik laut menggunakan metode CRS stack

dan CDP stack dengan menggunakan software ProMAX R_5000 dan

kemudian hasilnya dibandingkan.

Mencari kelebihan dan kekurangan metode CRS stack dan metode CDP

stack.

I.5. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu akuisisi data dan pengolahan

data. Akuisisi data dilakukan selama 20 hari dimulai dari tanggal 30 Mei 2012

hingga tanggal 19 Juni 2012. penelitian dilakukan di atas kapal Geomarine 3 milik

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). Kemudian

pengolahan data dilakukan di kantor PPPGL mulai dari tanggal 25 Juni 2013

hingga 26 Juli 2013. Lintasan yang digunakan dalam pengolahan data berjumlah

dua lintasan yang selanjutnya diberi nama “AKB” dan “JKT”. Lintasan seismik

pada daerah penelitian ditunjukkan pada gambar I.1. Arah lintasan “AKB” adalah

selatan-utara sedangkan arah lintasan “JKT” adalah utara-selatan.

4

Gambar I.1. Gambar lintasan survey. Lintasan “AKB” memiliki arah selatan-utara

dengan panjang lintasan sekitar 210 km . Lintasan “JKT” memiliki arah

utara-selatan dengan panjang lintasan sekitar 200 km.