Upload
dinhdat
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara kodrat manusia hidup di dunia ini berlainan jenis kelaminnya
(laki-laki dan perempuan) yang secara alamiah mempunyai daya tarik-menarik
antara manusia satu dengan manusia yang lain untuk hidup bersama. Manusia
tidak akan dapat berkembang tanpa adanya perkawinan, karena perkawinan
menyebabkan adanya keturunan. Lahirnya keturunan menimbulkan keluarga
yang berkembang menjadi masyarakat dan kerabat. Jadi perkawinan merupakan
unsur tali-temali yang meneruskan kehidupan manusia dan masyarakat.
Perkawinan bagi makhluk yang berlainan jenis bukanlah sekedar
“kumpul” antara dua jenis berbeda sebagaimana mahluk lainnya, tetapi
perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera, bahkan
untuk membangun, membina dan memelihara hubunggan kerabat yang rukun
dan damai.
Sebagaimana yang terkandung dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Perkawinan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan bathin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagaimana suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan ketat berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa (Djoko Prakoso, 1987:14).
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Perkawinan di atas, jelaslah bahwa calon suami istri memikul
amanah dan tanggung jawab bersama dalam membina suatu rumah tangga.
Oleh karena itu, dituntut adanya kedewasaan dan kematangan fisik dan mental,
sehingga keserasian lahir dan bathin dapat diwujudkan.
Hal yang sama juga diuraikan dalam Majalah Nasehat Perkawinan No. X
Juni 1981, penerbit BP4 dikatakan bahwa: “perkawinan merupakan suatu ikatan
yang sah untuk membina suami-istri memikul amanah dan tanggung jawab,
oleh karenanya akan mengalami suatu proses psykologis yang berat yaitu
kehamilan dan melahirkan yang meminta pengorbanan, (1981:12).
Dalam kenyataannya kehamilan dan kelahiran seorang anak oleh ibunya
tanpa di dahului oleh Ijab dan Qabul yang sah menyebabkan lahirnya anak di
luar nikah. Fenomena ini terjadi pula di berbagai berbagai daerah termasuk
yang terjadi di kelurahan Horodopi. Kehamilan dan lahirnya anak di luar nikah
tersebut di Kelurahan Horodopi menimbulkan pro-kontra dikalangan
masyarakat setempat.
Pro-kontra anak luar nikah tersebut, dapat dilihat dari kedudukan hak dan
kewajiban anak baik dalam keluarga maupun masyarakat sekitarnya. Di satu
pihak memandang anak luar nikah hanya memilki hak-hak tertentu yang tidak
sama dengan anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah (ijab dan qabul).
Demikian pula sebaliknya, bahwa anak luar nikah tersebut mempunyai hak-hak
yang sama dengan anak yang lahir dari perkawinan yang sah.
Atas dasar pro-kontra di atas penulis termotifasi untuk mengangkat judul
“Persepsi Masyarakat Terhadap Status Sosial Anak di Luar Nikah di Kelurahan
Horodopi Kecamatan Mowewe kabupaten Kolaka”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah persepsi
masyarakat terhadap status sosial anak luar nikah di kelurahan Horodopi,
Kecamatan Mowewe? (2) Bagaimana persepsi Masyarakat Terhadap hak dan
kewajiban Anak yang lahir di luar nikah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan pokok dari penelitian ini adalah :
a. Untuk medeskripsikan persepsi masyarakat terhadap anak luar nikah di
Kelurahan Horodopi Kecamatan Mowewe.
b. Untuk mengetahui kedudukan hak dan kewajiban anak luar nikah dalam
masyarakat Kelurahan Horodopi.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
a. Diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada pihak yang
berwenang khususnya dalam penentuan keputusan tentang anak luar
nikah.
c. Bahan tambahan pengetahuan atau pengalaman bagi penulis dalam
bidang ilmu-ilmu sosial khusunya dalam masalah anak luar nikah.
d. Bahan acuan dan informasi tambahan bagi peneliti-peneliti lain yang
mengkaji hal yang relevan dengan topik penelitian ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Presepsi
Dalam kamus besar bahasa Indoensia istilah persepsi diartikan sama
dengan tanggapan. Oleh W.J.S Poerwadarminta, menjelaskan istilah persepsi
diartikan sebagai suatu yang diserap, diterima dengan cara panca indra, seperti
melihat, mendengar merasai ataupun sering diterjemahkan sebagai bayangan
dalam angan-angan, pendapat, pemandangan, sebutan atau reaksi yang pada
hakikatnya mengarah kepada apa yang ditanggapinya melalui panca indra
terbayang dalam anga-angannya (1976:675).
Bertalian dengan uraian di atas John Echols dan Hasan Sadly mengatakan
bahwa persepsi adalah penglihatan, tanggapan dan pemahaman terhadap
sesuatu (1982:424). Tanggapan atau pemahaman yang dimaksudkan di sini
sesuatu objek yang kena persepsi. Dengan kata lain, persepsi itu berhubungan
dengan proses masuknya pesan.
Persepsi dalam makna di atas, dititikberatkan pada tanggapan berdasarkan
pancaindra. Menurut Daffidof mengatakan bahwa “persepsi didefenisikan
sebagai proses yang mengorganisir data-data indra kita untuk dikembangkan
sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari sekeliling kita, termasuk sadar
akan dirinya sendiri” (Miftah Toha, 1990:232).
Menurut Dick Hartoko “persepsi adalah penerimaan, pengamatan atau
penyerapan indrawi” (1986:80). Dalam pengertian ini persepsi diidentikan
dengan pengindraan terhadap sesuatu gambarannya belum diolah oleh
kesadaran.
Oleh Desidarato dalam Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa “Persepsi
adalah pengamatan tentang objek, peristiwa-peristiwa atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan penyimpulan informasi dan menafsirkan pesan” (1976:
129).
Sejalan dengan hal di atas Malcolm Hady Stevi Heyes Menjelaskan
bahwa “Bagi semua orang sangatlah mudah kiranya melakukan perbuatan
melihat, mendengar, membau, merasakan dan menyentuh. Namun informasi
yang datang dari organ-organ indra perlu terebih dahulu diorganisasikan, dan
diinterprestasikan sebelum dapat dimengerti (Dickhartoko, 1986:80).
Dalam pengertian di atas terkandung makna bahwa persepsi adalah proses
yang berhubungan dengan pengindraan, seperi melihat, membau, mendengar,
merasakan, menanggapi, menyentuh, menerima dan lain-lain. Pernyataan ini
menyiratkan bahwa makna persepsi itu dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor
dari dalam (interen individu) dan faktor luar (ekstren individu).
Salah satu faktor yang berhubungan dengan pengaruh dari luar adalah
tujuan yang hendak dicapai serta objek dari persepsi itu sendiri. Sementara
faktor yang berhubungan dengan pengaruh dari dalam antara lain adalah
motivasi, minat dan perhatian. Sehubungan dengan itu Slameto menyatakan
bahwa “Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau
informasi ke dalam otak manusia”.
Hal ini mengandung arti bahwa persepsi itu berkaitan dengan pemahaman
tentang lingkungan sekitar. Pernyataaan ini sesuai dengan uraian yang
dikemukakan oleh Miftah Thoha bahwa: persepsi pada hakikatnya adalah
proses kognitif yang dialami setiap orang di dalam memahami informasi
tentang lingkunganya baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan,
perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada
pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap
situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi” (1990 :138)
Dalam pengertian persepsi di atas, terlihat dengan jelas bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi persepsi adalah kemampuan indra dan lingkungan
yang berkenaan dengan dimana dan apa yang dipersepsi.
Menurut Duncan bahwa “persepsi adalah perbuatan yang lebih dari
sekedar mendengar, melihat dan merasakan sesuatu (Miftah Thoha, 1990 :139).
Hal ini berarti bahwa pemanfaatan indra pada saat mempersepsikan sesuatu
adalah terpusat pada objek yang dipersepsi. Kondisi ini dipertegas oleh Lunthas
melalui pernyataan yang berbunyi : “persepsi itu lebih kompleks dan luas dari
pada pengindraan. Proses persepsi meliputi suatu interaksi yang sulit dari
kegiatan seleksi, penyusunan dan penafsiran (Miftah Thoha, 1990 : 207).
Apabila Lunthas lebih menitikberatkan persepsi pada interaksi dengan
lingkungan, maka Newcomb (1985) menyebutkan bahwa “persepsi sosial
menyangkut organisasi informasi tentang orang-orang, ciri-ciri antara
siperseptor dengan obyeknya” (Miftah Thoha, 1990 : 207). Hal ini
menunjukkan bahwa persepsi dipengaruhi faktor perseptor dengan objek
persepsi. Disamping itu pula dipengaruhi oleh lingkungan.
Berdasarkan uraian mengenai persepsi yang telah dikemukakan di atas,
kita dapat merumuskan inti dari pengertian persepsi itu sendiri yaitu :
1. Bahwa secara aktifitas yang dilakukan oleh sesorang dimulai dengan tahap
persepsi.
2. Persepsi merupakan proses mental yang terjadi pada diri seseorang.
3. Persepsi melibatkan indra yang ada.
4. Persepsi dapat mempengaruhi untuk menentukan sikap dan tingkah lakunya
terhadap sesuatu yang menjadi objek yang dipersepsikan.
Bertolak dari inti pengertian persepsi itu pada dasarnya memiliki
sejumlah prinsip diantaranya adalah relatif, artinya tidak mungkin persis sama
dengan aslinya, seleksi artinya hanya mungkin sebahagian yang dapat
diperhatikan, dipengaruhi oleh kesiapan dan harapan dan kesiapan penerima.
Hal ini sejalan dengan usulan berikut :
Ada 5 (lima) prinsip dasar persepsi, kelima prinsip dasar itu adalah :
1. Persepsi relatif bukan absolut
2. Persepsi itu selektif
3. Persepsi itu mempunyai tatanan
4. Persepsi itu dipengaruhi oleh harapan dan kesepian
5. persepsi itu berbeda bagi setiap individu (Slameto, 1988 :140-108).
Relatif, artinya manusia bukanlah suatu instrumen yang mampu
menyerap segalanya secara lengkap seperti keadaan yang sebenarnya. Selektif,
artinya seorang tidak akan mampu memperhatikan segalanya secara lengkap
dari semua rangsangan/kejadian yang ada di sekelilingnya atau di sekitarnya.
Tatanan, artinya orang menerima rangsangan tidak asal-asalan/
sembarangan. Ia akan menerimanya dalam bentuk hubungan-hubungan atau
kelompok-kelompok. Jika rangsangan itu lengkap maka ia akan melengkapinya
hingga itu menjadi lengkap dan jelas. Berbeda-beda artinya, antara satu dengan
yang lainya akan berbeda tanggapannya, penerimaannya terhadap sesuatu objek
atau pesan.
Ada pernyataan bahwa masyarakat dapat didefinisikan sebagai berikut :
“masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terkait oleh suatu rasa
identitas barsama” (Koentjaraningrat, 1983 : 149).
Berdasarkan pengertian/defenisi diatas, maka ciri-ciri masyarakat dapat
dikemukakan sebagai berikut :
- Terdapat interaksi sosial di dalamnya.
- Interaksi tersebut berlangsung secara terus-menerus dari waktu ke waktu.
- Terdapat aturan-aturan yang mengikat setiap anggota mayarakat.
Mengacu pada beberapa teori tentang persepsi dan pengertian masyarakat
tadi, dapatlah disimpulkan bahwa persepsi masyarakat adalah cara pandang
masyarakat terhadap suatu objek tertentu dengan menggunakan indranya dan
disertai dengan kesadaran berpikir objektif.
Berdasarkan peryataan tadi, tampaklah bahwa persepsi dipengaruhi oleh
kamampuan perseptor, intensitas hubungan antara perseptor dengan objek
persepsi dan sikap masyarakat setempat.
Oleh Jalaluddin Rakhmat, seorang ahli psikolog komunikasi
mengemukakan bahwa faktor-faktor personal seperti pengalaman masa lalu dan
kebutuhan ikut menentukan persepsi seseorang. Yang menentukan persepsi
bukan bentuk atau jenis stimulus tetapi karakteristik orang yang memberikan
respon terhadap stimulus itu: (1986 :69). Sedangkan Mar’at menyatakan bahwa
seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala
dan pengetahuan (1984 : 22).
Wood Worth dan Marquis berpendapat bahwa “Perception is the process
of knowing object and object facts the sense”. Artinya persepsi adalah proses
mengenal obyek dan fakta-fakta obyektif berdasarkan perangsang yang
mempengaruhi alat-alat indra (Slameto, 1988:108).
Selanjutnya Jalaludin Rahmat mengemukakan bahwa persepsi adalah
pengalaman tentang obyek, peristiwa-peristiwa atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menafsir pesan (1987:57).
Dari beberapa defenisi persepsi yang telah dikemukakan oleh para pakar
di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Persepsi merupakan proses mental yang terjadi dalam diri seseorang.
2. Persepsi melibatkan indra-indra manusia yang normal
3. Persepsi memberikan makna atau arti pada seseorang karena orang tersebut
mampu mempersepsikan obyek itu untuk menentukan sikap dan tingkah
laku orang tersebut karena ia telah sadar terhadap lingkungan dan kejadian
yang dihadapinya.
B. Konsep Anak Luar Nikah Menurut Undang-Undang
Yang dimaksud dengan anak tak sah adalah anak yang dilahirkan tanpa
kedua orang tuanya kawin satu dengan lain (Lili rasjidi, 1991:118). Hal ini
senada juga dinyatakan Than Thong Kie, bahwa anak-anak luar nikah adalah
anak-anak yang dilahirkan atau dibenihkan dari hubungan pria dan wanita tanpa
pernikahan, dalam ilmu hukum dibagi menjadi dua golongan, yaitu anak-anak
luar nikah dalam arti kata luas adalah semua anak yang lahir luar nikah,
termasuk anak-anak zinah dan anak-anak sumbang. Anak-anak luar nikah
dalam arti kata sempit semua anak-anak luar nikah, kecuali anak-anak nikah
dan sumbang (Tan Thong Kie, 1994:179).
Mengenai anak-anak yang lahir di luar kawin dan tidak diakui terdapat
dua golongan:
a. Anak-anak yang lahir dalam zinah, yaitu anak yang lahir dari perhubungan
orang laki-laki dan orang perempuan, sedangkan salah satu dari mereka atau
kedua-duanya berada dalam perkawinan dengan orang lain.
b. Anak-anak yang lahir dalam sumbang, yaitu anak yang lahir dari
perhubungan orang laki-laki dan perempuan, sedangkan di antara mereka
terdapat larangan kawin, karena sangat dekat hubungan kekeluargaannya
(Ali Afandi, 1986:42-43).
Lebih lanjut Ali Afandi menyatakan bahwa anak-anak sebagai tersebut di
atas menurut pasal 283 BW tidak dapat diakui. Mengenai hak waris dari anak-
anak ini pasal 867 menentukan, bahwa mereka tidak dapat mewaris dari orang
yang membenihkannya. Mereka hanya bisa dapat nafkah hidup. Selanjutnya
mengenai anak-anak di luar kawin ada ketentuan bahwa mereka itu dapat
mengadakan penyelidikan siapa ibunya (pasal 288 BW). Tetapi untuk
mengadakan penyelidikan siapa ayahnya itu dilarang, keculai jika kelahiran itu
ada hubungannya dengan suatu kejahatan. Demikian isi dari pasal 287. adapun
Mengenai anak-anak yang tidak dapat diakui tadi, penyelidikan mengenai siapa
ibunya dan siapa ayahnya, dilarang (pasal 289 BW).
Anak-anak zinah menurut BW adalah anak-anak yang dilahirkan atau
dibenihkan, dari hubungan dari seorang pria dan seorang wanita yang kedua
atau salah satunya terikat pernikahan dengan orang lain. Anak-anak sumbang
adalah anak-anak yang dilahirkan atau dibenihkan dari hubungan dari seorang
pria dan seorang wanita yang satu sama lain tidak dapat menikah karena
larangan undang-undang seperti yang tertulis dalam pasal 30 BW. (Tan Thong,
1994:179). Seorang anak luar nikah yang tidak diakui oleh orang tuanya tidak
mempunyai hubungan perdata satu sama lain; menurut undang-undang, anak itu
bukan anak darai orang tuanya dan ayah-ayahnya bukan orang tua si anak.
Hubungan perdata seorang anak luar nikah dengan orang tua yang mengakuinya
lahir (dimulai) pada saat orang itu mengakui anaknya. Hal ini disebabkan
mengakui anak orang lain sebagai anak sendiri dalam ilmu hukum disebut
penggelapan status (verduistering van staat) dan karenanya dapat dihukum.
Pengakuan seorang anak adalah terpaksa setelah seorang keturunan
seorang anak luar nikah ditetapkan oleh hakim. Kedudukan seorang anak luar
nikah yang diakui memang berbeda dengan kedudukan seorang anak tak sah,
umumnya kurang menguntungkan anak luar nikah. Undang-undang memberi
dua jalan untuk menyamakan kedudukan seorang anak yang diakui dan anak
yang sah. Anak yang diakui dapat menjadi anak yang sah sebagai berikut (a)
dengan pernikahan kedua orang tuanya, setelah mereka mengakui anak mereka
(pasal 272) dan (b) dengan surat-surat pengesahan (pasal 274BW).
Cara termudah agar seorang anak luar nikah menjadi anak sah adalah
pernikahan antara bapak dan ibunya setelah mereka mengakui anak itu
selambat-lambatnya pada saat pernikahannya. Pengakuan anak luar nikah harus
diakui lebih dulu atau selambat-lambatnya pada hari pernikahan kedua orang
tuanya. Jika hal ini tidak dilakukan, maka tidak ada hubungan perdata antara si
anak dengan kedua orang tuanya. Anak luar nikah yang diakui setelah kedua
orang tua itu menikah hanya mempunyai status sebagai anak yang diakui. (Tan
Khong Kie, 1994:143).
Tentang nafkah yang diberikan kepada anak-anak di luar kawin dan tidak
diakui itu pasal 868 menentukan sebagai berikut: nafkah ditentukan menurut
kekayaan si ayah atau si ibu, serta jumlah dan keadaan para pewaris yang syah.
Adapun status dari anak-anak itu bukanlah pewaris tapi sebagai orang
berpiutang (creditor). Pasal 869 BW: jika di dalam hidupnya si ayah atau si ibu
telah diadakan jaminan maka anak itu sama sekali tidak mempunyai tuntutan
lagi terhadap warisan si ayah atau si ibu. (Ali Afandi, 1986:42-43).
C. Konsep Anak Luar Nikah Menurut Hukum Adat
Dalam hukum adat tidak ada kebiasaan seperti halnya dalam hukum islam
yang menetapkan waktu lebih dari 6 bulan telah menikah sebagai syarat
kelahiran anak agar diakui sebagai anak sah. Memang harus diakui, bahwa
ketentuan dalam hukum islam ini di sana sini mempengaruhi hukum adat yang
berlaku. Tetapi yang pasti adalah, bahwa ketentuan dalam hukum Islam ini
sama sekali tidak mempengaruhi lembaga adat “kawin paksa” dan “kawin
darurat”, “nikah tambelean” atau “pattokong sirig”.
Apabila seorang istri melahirkan anak karena hubungan gelap dengan
seorang pria lain yang bukan suaminya menurut Soerojo Wigjodipoero,
mengikuti hukum adat, suaminya itu menjadi bapak yang dilahirkan tersebut,
kecuali apabila sang suami ini berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima,
dapat menolak menjadi bapak anak yang dilahirkan oleh istri karena zinah ini,
(1995:112).
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa pengakuan seorang bapak sebagai
calon suami sangat bermakna untuk menyelamatkan anak yang dilahirkan
karena zinah. Sebab dengan pengakuan tersebut dapat membantu status sosial
anak dalam masyarakat.
Anak tidak sah, yang sering disebut dengan istilah setempat anak
kampong, anak haram jadah, anak kowar dan sebagainya adalah anak yang lahir
dari perbuatan orang tua tidak menurut ketentuan agama. Menurut Hilman
Hadikususma (1999:68) bahwa anak tidak sah adalah :
- Anak dari kandungan ibu sebelum terjadi pernikahan.
- Anak dari kandungan ibu setelah bercerai lama dari suaminya.
- Anak dari kandungan ibu tanpa melakukan perkawinan sah.
- Anak dari kandungan ibu karena bebrbuat zinah dengan orang lain.
- Anak dari kandungan ibu yang tidak diketahui siapa ayahnya.
Anak-anak tidak sah ini menurut pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 tahun
1974 hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Dengan demikian menurut UU anak-anak tidak sah itu dapat menjadi waris dari
ibunya atau keluarga ibunya dan belum tentu dapat pula sebagai waris dari ayah
biologisnya.
Di Minahasa anak yang lahir dari perkawinan tidak sah (baku piara)
dapat diperlakukan sama dengan anak yang sah sebagai waris dari ayah yang
melahirkannya setelah tanda pengakuan anak yang disebut mehelilikur. Di
Daerah lainnya tidak berlaku dan jika terjadi juga adalah tersembunyi. Di
kalangan keluarga Jawa anak Kowar berkemungkinan sebagai waris atau
mendapat bagian harta warisan dari ayah yang melahirkannya atau pihak
keluarga si ayah biologis itu atas dasar prikemanusiaan atau (parimirma, welas
kasih).
D. Batasan Istilah
Untuk lebih terarahnya fokus penelitian ini peneliti menetapkan batasan
istilah penelitian. Batasan istilah berfungsi untuk memberikan batasan ruang
lingkup kajian pembahasan penelitian. Sehingga pengolahan data penelitian
tepat tepat pada sasaran jawaban pertanyaan penelitian. Adapun batasan istilah
penelitian ini adalah:
a. Anak luar nikah adalah anak dari kandungan ibu tanpa melakukan
perkawinan sah (ijab dan qabul).
b. Persepsi adalah tanggapan atau penerimaan masyarakat terhadap status
sosial dan kedudukan hak dan kewajiban anak luar nikah di Kelurahan
Horodopi.
c. Status hak dan kewajiban anak luar nikah adalah posisi anak luar nikah
dibandingkan dengan anak yang sah dalam lingkungan sosial masyarakat
Kelurahan Horodopi.
BAB III
METODE PENELTIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Kelurahan Horodopi, Kecamatan
Mowewe, Kabupaten Kolaka. Dasar pertimbangan lokasi ini, bahwa terjadi
kekaburan/ketidakjelasan hak-hak anak luar nikah dalam kehidupan
berkeluarga dan lingkungan sosial masyarakat.
B. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif yaitu penelitian yang
bertujuan menggambarkan persepsi masyarakat terhadap status sosial anak di
luar nikah dan mendeskripsikan kedudukan hak dan kewajiban anak di luar
nikah dalam keluarga dan masyarakat di Kelurahan Horodopi.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi Penelitian
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga
yang berdomisili di Kelurahan Horodopi, Kecamatan Mowewe Kabupaten
Kolaka.
b. Sampel Penelitian
Untuk memudahkan pelacakan data penelitian, maka peneliti menetapkan
sampel. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah 10% dari total populasi.
Penarikan sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu
peneliti dengan sengaja menunjuk orang-orang tertentu yang mudah
memberikan informasi guna kelancaran proses pengumpulan data penelitian ini.
D. Informan
Guna memperkuat validitas data penelitian, penulis akan menggunakan
informan seperlunya. Informan dimaksud adalah semua orang yang dapat
memberikan data akurat yang dibutuhkan dalam penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah:
1. Penelitian kepusatakaan (library research)
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data landasan teori
sehubungan dengan obyek penelitian ini dengan jalan membaca literature-
literatur, laporan-laporan serta bacaan lain yang relevan dengan
permasalahan penelitian ini.
2. Penelitian lapangan
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data secara langsung
dari objek penelitian melalui beberapa teknik pendekatan yaitu:
a. Observasi (pengamatan)
Mengamati secara langsung kondisi masyarakat serta obyek yang
menjadi fokus penelitian ini.
b. Interview (Wawancara)
Yaitu mengadakan komunikasi langsung dengan responden melalui tatap
muka guna menghimpun data yang dibutuhkan dalam penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dilokasi penelitian dianalisis secara kualitatif yang
didukung oleh analisis kritik yaitu seleksi dari sekian banyak pandapat
responden dan selanjutnya disajikan data penelitian dan diakhiri dengan
penarikan kesimpulan dalam bentuk kalimat.