Upload
muh-nur
View
21
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
perilaku konsumen ANC
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bersalin dengan keadaan normal dan selamat merupakan
dambaan semua orang terhadap ibu yang sedang mengandung. Ada
kalanya pada bulan ke-7 masa kehamilan mengadakan acara besar-
besaran tujuh bulanan dalam rangka meminta pertolongan kepada
yang Maha Kuasa, ada pula yang hanya mengadakan pengajian.
Namun untuk mewujudkan hal tersebut, tentulah ditentukan oleh
kesigapan dan kepatuhan untuk memantau dan menjaga
kehamilannya agar si jabang bayi tak mengalami gangguan yang
berarti selama masa kehamilan.
Namun sayangnya, bersalin dalam keadaan normal tidak
selamanya dapat diwujudkan begitu saja, kematian telah menanti sang
ibu pada saat proses persalina n apabila telah terjadi masalah. Apalagi
kekhawatiran tersebut didukung oleh banyak fakta yang menyebutkan
bahwa kasus resiko kematian ibu cukup tinggi baik di dunia maupun di
Indonesia pada khususnya.
Menurut WHO Angka Kematian Ibu (AKI) di negara-negara
Asia Tenggara seperti Malaysia (29/100.000 kelahiran hidup), Thailand
(48/100.000 KH), Vietnam (59/100.000 KH), serta Singapore (3/100.000
KH). Dibandingkan dengan negara-negara maju, angkanya sangat jauh
1
berbeda seperti Australia (7/100.000 KH) dan Jepang (5/100.000 KH)
(WHO, 2011).
Bila melihat target MDGs 2015 untuk AKI, target Indonesia
adalah menurunkan AKI mencapai 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Dengan posisi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 maka
akan sangat sulit bagi pemerintah untuk mencapai target penurunan
AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
(BKKBN, 2013)
Menurut hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI, 2012), Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia hasilnya sangat
mengejutkan, hasil menunjukkan AKI telah melonjak drastis secara
signifikan menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup atau
mengembalikan pada kondisi tahun 1997. Ini berarti kesehatan ibu
justru mengalami kemunduran selama 15 tahun. Pada tahun 2007, AKI
di Indonesia sebenarnya telah mencapai 228 per 100.000 kelahiran
hidup. (BKKBN, 2013). Masih tingginya angka kematian ibu itu sangat
memprihatinkan karena fakta itu tertinggi di kawasan Asia Tenggara
(ASEAN).
Ironisnya dengan data terakhir dari SDKI 2012 tersebut yang
dibandingkan dengan Kamboja yang sudah mencapai 208 per 100.000
kelahiran hidup, Myanmar sebesar 130 per 100.000 kelahiran hidup,
Nepal sebesar 193 per 100.000 kelahiran hidup, India sebesar 150 per
100.000 kelahiran hidup, Bhutan sebesar 250 per 100.000 kelahiran
2
hidup, Bangladesh sebesar 200 per 100.000 kelahiran hidup, Indonesia
sangat jauh dari target MDGs 2015. Bahkan kini Indonesia sudah
tertinggal dengan Timur Leste dalam pencapaian AKI, dimana AKI
Timor Leste mencapai 300 per 100.000 kelahiran hidup. (WHO, 2013)
Tingginya AKI (Angka Kematian Ibu) di Indonesia disebabkan
oleh pelayanan pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan
oleh tenaga profesional belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh
masyarakat, sehingga menyebabkan masih banyak ibu tidak
memeriksakan kehamilannya dan banyak ibu tidak menerima
pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar program kesehatan ibu
dan anak (Marmi,2011) .
Maka dari itu untuk menghindari kemungkinan terjadinya
resiko-resiko selama masa kehamilan, sang ibu harus rajin
memeriksakan kehamilannya secara teratur. Untuk itu, seorang ibu
disarankan agar rutin memeriksakan kehamilan atau memanfaatkan
Antenatal Care di pusat pelayanan kesehatan, minimal 4 kali selama
kehamilan, dengan ketentuan minimal 1 kali pada triwulan pertama,
minimal 1 kali pada triwulan k edua, dan minimal 2 kali pada triwulan
ketiga. (Depkes, 2004)
Indonesia merupakan negara di kawasan Asia yang mengalami
kegagalan dalam pencapaian target penurunan AKI. Padahal dari
baseline MDGs yang dimulai pada tahun 1990, AKI Indonesia
sebenarnya jauh lebih baik dibandingkan beberapa negara lain di
3
kawasan Asia. AKI Indonesia pada tahun 1990 sekitar 390 per 100.000
kelahiran hidup, jauh lebih rendah dibandingkan Kamboja, Myanmar,
Nepal, India, Bhutan, Bangladesh dan Timor Leste. (WHO, 2013)
Terjadinya lonjakan AKI secara nasional sebenarnya sangat
ironis ketika indikator yang mempengaruhi AKI secara langsung seperti
kunjungan pemeriksaan ibu hamil bulan pertama dan keempat (K1 dan
K4), persalinan dengan di tolong tenaga kesehatan dan cakupan
kunjangan nifas tiga kali (KF – 3) justru mengalami perbaikan. K1 naik
dari 95,7 % pada tahun 2011 menjadi 96,8 % pada tahun 2012, begitu
juga K4 naik dari 88,3 % menjadi 90,2 %. Sedangkan persalinan di
tolong tenaga kesehatan naik dari 86,4 % menjadi 88,6 % dan cakupan
KF – 3 juga mengalami kenaikan dari 77,0 % menjadi 85,2 % (BKKBN,
2013). Dengan naiknya empat indikator ini, seharusnya mampu
memperbaiki lonjakan AKI yang terjadi.
Dari jumlah kematian ibu dan perinatal tersebut, sebagian
besar terjadi di Negara berkembang karena kekurangan fasilitas,
terlambatnya pertolongan persalinan dan pendidikan masyarakat yang
tergolong rendah. Pada kenyataannya per salinan oleh dukun bayi
merupakan pertolongan yang masih diminati oleh masyarakat.
(Manuaba, 2008).
Kecendrungan Angka Kematian Ibu yang terjadi di Sulawesi
Selatan pada tahun 2011 tercatat sebanyak 116 orang atau sebesar
78,8 % per 100.000 KH. Kematian Ibu terdiri dari kematian ibu hamil
4
sebanyak 34 orang (29,31%), ibu bersalin 48 orang ( 41, 37%) dan ibu
nifas sebanyak 34 orang ( 29,31%). Namun pada tahun 2012 jumlah
kematian ibu mengalami peningkatan sebanyak 160 orang atau sebesr
110,26% per 100.000 KH. Yang dimana kematian ibu hmil sebanyak 45
orang (28,1%), ibu bersalin sebanyak 60 orang ( 40%) dan ibu nifas
sebanyak 55 orang ( 30%). ( Profil Dinkes Sulsel, 2012-2013)
Sedangkan untuk wilayah Kota Makassar pada tahun 2011
sebesar 11,4% per 100.000 KH atau sebanyak 3 orang per 26.129 KH.
Pada tahun 2012 Angka Kematian Ibu mengalami penurunan walau
hanya 1 orang saja yaitu sebesar 2 orang atau 8, 32 per 100.000 KH.
(Profil Dinkes Kota Makasar, 2012-2013)
Dalam rangka pelayanan kesehatan ibu dan anak dalam
mencegah tingginya AKI dilakukan pelayanan ANC/pemeriksaan ibu
hamil di rumah sakit ataupun di Puskesmas. Cakupan pelayanan
antenatal dapat dipantau melalui pelayanan kunjungan baru ibu hamil
(K1) untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai
standar paling sedikit empat kali (K4) dengan distribusi sekali pada
triwulan pertama, sekali pada triwulan dua, dan dua kali pada triwulan
ketiga ( Marmi, 20011 ).
Angka Kematian Ibu secara nasional di Indonesia maupun di
daerah wilayah Kota Makassar saat ini memang semakin menurun tiap
tahunnya namun kenaikan masih bisa kapan saja kembali meningkat
seperti pada tahun 2012 yang sangat menjauhi target MDGs 2015,
5
maka dari itu perlu diperhatikan perilaku konsumen dalam hal ini adalah
sang ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya di rumah sakit
dalam rangka ikut membantu memperbaiki Angka Kematian Ibu.
Pada Puskesmas Jumpandang Baru Kota Makassar cakupan
K1 untuk tahun 2013 sebanyak 482 orang atau sebesar 98,2% dan
cakupan K4 seanyak 468 orang sebesar 95,1% sedangkan untuk tahun
2014 jumlah cakupan K1 naik sebanyak 481 orang atau sebesar 98,4%
dan untuk cakupan K4 juga mengalami kenaikan sebanyak 467 orang
atau sebesar 95,5%.(Profil Puskesmas Jumpandang Baru, 2015-2014).
Puskesmas Jumpandang Baru Kota Makassar cakupan pelayanan
kesehatan ibu hamil K4 telah mencapai target nasional Rencana
Strategis (Renstra) Kementrian Kesehatan yakni sebesar 93%.
(Depkes, 2013).
Pada puskesmas Jumpandang Baru ditemukan masalah
kesehatan di dalam masayarakat ruang lingkup masyarakat
Jumpandang Baru. Ditemukan masih ada ibu hamil di masyarakat
sekitar yang tidak memeriksakan kehamilannya. Para ibu lebih memilih
untuk merawat kehamilannya sendiri di rumah dengan pengetahuan
mengenai kehamilan seadanya. Dan juga ibu hamil sudah banyak yang
merupakan ibu rumah tangga yang sekaligus juga sebagai wanita karir
yang sangat sibuk di luar rumah sehingga tidak memiliki waktu untuk
memeriksakan kehamilannya akibatnya para ibu karir hanya merawat
kehamilan dengan seadanya.
6
Berdasarkan paparan di atas menununjukkan masih terdapat
ibu yang kurang berpartisipasi dalam usaha preventif komplikasi
kehamilan. Ibu hamil sebagai pengguna jasa kesehatan (konsumen)
lebih memperhatikan pada kondisi sakit untuk memperoleh layanan
kesehatan. Konsep bahwa tindakan preventif merupakan sebuah
kebutuhan pokok dalam kesehatan belum mampu diterapkan oleh ibu
hamil sebagai pengguna jasa kesehatan.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Rumah
sakit Batua kota Makassar untuk variabel dukungan keluarga, dari 81
responden yang memanfaatkan pelayanan antenatal lebih banyak yang
mendapat dukungan (86,9%) di banding dengan responden yang tidak
mendapat dukungan (44,4%). (Nilasari, 2013)
Sedangkan penelitian untuk variabel motivasi terhadap
pemanfaatan pelayanan ANC yang dilakukan di Rumah sakit Marusu
kabuoaten Maros terdapat 82 responden yang menyatakan cukup
dengan motivasi, 55 responden (67,1%) menyatakan pemanfaatan
pelayanan kesehatan di Rumah sakit Marusu Kab. Maros cukup baik
dan 27 responden (32,9%) menyatakan kurang baik. Sementara
responden yang merasa kurang dengan motivasi sebanyak 4
responden. Dimana 4 responden (100%) tersebut menyatakan kurang
baik dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan di Rumah sakit Marusu
Kab. Maros. ( Mujahidah, 2013).
7
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa perilaku ibu hamil sebagai konsumen memiliki kaitan yang erat
dalam mengambil keputusan menggunakan jasa layanan ANC demi
terciptanya standar penurunan AKI tentunya dipengaruhi oleh perilaku
konsumen dalam mengambil keputusan yang berdasarkan dari
berbagai hasil penelitian bahwa faktor perilaku konsumen sangat
berpengaruh dalam pengambilan keputusan memanfaatkan pelayanan
ANC diantaranya factor budaya(kebudayaan, sub budaya, dan kelas
sosial) faktor sosial (kelompok acuan, keluarga, peran dan status),
faktor pribadi (umur dan tahap daur, situasi ekonomi, gaya hidup,
kepribadian dan konsep diri), dan faktor psikologi. Hal inilah yang
menjadi landasan untuk mengidentifikasi factor apa yang
mempengaruhi minat masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan
Antenatal Care demi terciptanya penurunan AKI.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar
belakang, maka peneliti ingin melihat apakah ada hubungan antara
factor perilaku konsumen pelayanan kesehatan dengan pemanfaatan
Antenatal Care di Puskesmas Jumpandang Baru Kota Makassar.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
8
Untuk menganalisis hubungan perilaku konsumen terhadap
pemanfaatan pelayanan Antenatal Care di Puskesmas
Jumpandang Baru Kota Makassar tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menganilisis hubungan antara kelas sosial dengan
pemanfaatan Antenatal Care di Puskesmas Jumpandang
Baru Kota Makassar tahun 2015.
b. Untuk menganalisis hubungan kelompok acuan dengan
pemanfaatan Antenatal Care di Puskesmas Jumpandang
Baru Kota Makassar tahun 2015.
c. Untuk menganalisis hubungan keluarga dengan
pemanfaatan Antenatal Care di Puskesmas Jumpandang
Baru Kota Makassar tahun 2015.
d. Untuk menganalisis hubungan sikap dengan pemanfaatan
Antenatal Care di di Puskesmas Jumpandang Baru Kota
Makassar tahun 2015.
e. Untuk menganalisis hubungan motivasi dengan
pemanfaatan Antenatal Care di Puskesmas Jumpandang
Baru Kota Makassar tahun 2015.
9
f. Untuk menganalisis hubungan pengetahuan dengan
pemanfaatan Antenatal Care di Puskesmas Jumpandang
Baru Kota Makassar tahun 2015.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi
bagi instansi terkait khususnya di Puskesmas Jumpandang Baru Kota
Makassar dalam rangka meningkatkan kunjungan pemanfaatan
Antenatal Care untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.
2. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan dan dapat bermanfaat bagi pembaca tentang
pelaksanaan Antenatal Care bagi ibu hamil dalam rangka peningkatan
mutu pelayanan pemeriksaan kehamilan di Puskesmas Jumpandang
Baru o Kota Makassar dan juga sebagai acuan bagi penelitian
selanjutnya.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan sebuah pengalaman yang sangat
berharga bagi peneliti dalam memperluas wawasan dan pengetahuan
tentang kesehatan masyarakat khususnya masalah pemanfaatan
Antenatal Care pada ibu hamil dan dalam mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri
yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan
sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak lu
ar. (Notoatmodjo, 2003).
Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme
tersebut merespon.
11
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Robert Kwick (1974)
dalam Sudarman (2009) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan
atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat
dipelajari.
Secara operasional, perilaku dapat diartikan sebagai suatu
respon organism atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari
luar subjek tersebut. Ada dua bentuk respon, yakni :
1) Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi dalam
diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh
orang lain, misalnya berpikir, tanggapan dan sikap batin dan
pengetahuan. Perilaku ini dapat juga disebut sebagai perilaku
terselubung (covert behavior)
2) Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi
secara langsung. Tindakan nyata seseorang sebagai respon
seseorang terhadap stimulus (practice) adalah merupakan
overt behavior (Notoatmodjo, 2003).
B. Perilaku Konsumen
Schifman dan Kanuk (2010) dalam Sumarwan (2011)
mendefinisikan perilaku konsumen adalah: “ The term consumer
behavior refers to behaviorthat cnsumers display in searching for,
purchasing, using, evaluating, and diosing of product and services that
they expect will satisfy their needs”. Pengertian tersebut berarti “ istilah
perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatan
12
konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan
menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan
memuaskan kebutuhan mereka.”
Lebih lanjut definisi perilaku konsumen menurut Hawkins, Best,
dan Coney (2007) dalam Suryani (2012) adalah “Consumer behavior is
the study if individuals, groups or organizations, and the processes they
use to select, secure, use, and dispose of products, services,
experiences or ideas to satisfy needs and impact that that these
processess have on the consumer and society.” Merujuk pada
pendapat Hawkins dkk ini berarti perlaku konsumen merupakan studi
tenttang bagaimana individu, kelompok atau organisasi dan proses
yang dilakukan untuk memilih, mengamankan, menggunakan dan
menghentikan produk, jasa, pengalaman, atau ide untuk memuaskan
kebutuhannya dan dampaknya terhadap konsumen dan masyarakat.
Beberapa definisi lainnya dari perilaku konsumen dikemukakan
oleh penulis berikut dalam Sumarwan (2011) :
a) Proses pengambilan keputusan dan aktivits fisik dalam
mengevaluasi, memperoleh, menggunakan dan
menghabiskan barang atau jasa. (Loudon dan Della-Bitta,
1993)
b) Perilaku yang ditujukan oleh orang-orang dalam
merencanakan, membeei, dan menggunakan barang-
barng ekonomi dan jasa. (Winardi, 1991)
13
c) Perilaku yang dikaitkan dengan “preferences” dan
”possibilities”. (Deaton dan Muellebauer, 1986)
d) Perilaku konsumen merupakan pengkajian dari perilaku
manusia sehari-hari (Mullen dan Johnson, 1990).
Menurut American Marketing Association atau disingkat AMA
dalam (Sunyoto, 2013) mendefinisikan bahwa perilaku konsumen
sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan
kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek dalam hidup
mereka. Paling tidak ada tiga ide penting dalam definis di atas, yaitu:
1) Perilaku konsumen adalah dinamis.
Definisi di atas menekankan bahwa perilaku konsumen itu
dinamis berarti seorang konnsumen, grup konsumen, serta
masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang
waktu.
2) Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara pengaruh dan
kognisi, perilaku dan kejadin sekitar.
Ini berarti bahwa untuk memahami konsumen dan
mengembangkan strategi pemasaran yang tepat kita harus
memahami apa yang mereka pikirkan kognisi) dan merekea
rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku), dan
apa serta dimana (kejadian di sekitar) yang memengaruhi serta
dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan
konsumen.
14
3) Perilaku konsumen melibatkan pertukaran di anatara individu.
Hal ini membuat definisi perilaku konsumen tetap konsisten
dengan definisi pemasaran yang sejau ini juga menekankan
pertukaran.
Perilaku konsumen merupakan suatu proses multidimensional
yang sangat kompleks. Praktikk pemasar dirancang untuk
mempengaruhi perilaku konsumen, perusahaan, individual, dan
masyarakat. Pengetahuan yang cukup tentang perilakukonsumen
seperti memberikan petunjuk yang berharga untuk praktik pemasaran
baik bagi perusahaan komersial pencari laba, organisasi nirllaba, dan
para pembuat peraturan (regulators). (Limakrisna dan Supranto, 2007).
Menurut Kotler (2003) dalam Nitisusastro (2012), menyatakan
tahapan-tahapan yang dilakukan konsumen dalam perilaku konsumen
meliputi:
a. Problem Recognition (mengenali Permasalahan)
b. Information Search (mencari Informasi)
c. Evaluation of Alternatives (Mengevaluasi Beberapa
Pilihan)
d. Purchase Decision (Keputusan Membeli)
e. Post Purchase Behavior (Perilaku Pasca Membeli)
Sedangkan mmenurut Schiffman dan Kanuk (1994), tahapan-
tahapan langkah dimaksud meliputi:
15
a. Need Recognition (Mengenali Kebutuhan)
b. Pre-Purchase Search (Mencari Informasi Sebelum
Membeli)
c. Evaluation of Alternatives (Melakukan Evaluasi
Terhadap Beberapa Pilihan)
d. Purchase (Melakukan Pembelian Dengan Cara)
i. Trial (Mencoba-coba)
ii. Repeat Puurchase (Melakukn Pembelian Ulang)
e. Post Purchase Evaluation (Melakukan Evaluasi
Pascabeli)
C. Perilaku Konsumen Pelayanan Kesehatan
Perilaku konsumen pelayanan kesehatan adalah respon
seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem
pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini
menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, cara
pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya yang terwujud
dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas,
dan obat-obatan (Notoatmodjo, 2003).
Pendapat lain mengenai perilaku konumen pelayanan
kesehatan dikemukakan oleh Kasl dan Cobb (1966, dalam Momon
Sudarma, 2009 : 53) mengemukakan bahwa ada tiga tipe perilaku
konsumen pelayanan kesehatan, yakni pertama, perilaku kesehatan
yaitu suatu aktivitas yang dilakukan oleh individu untuk meyakini dirinya
16
sehat untuk mencegah penyakit atau mendeteksinya dalam tahap
asimptomatik. Kedua, perilaku sakit, yaitu aktivitas apapun yang
dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk mendefinisikan
keadaannya sehatnya dan untuk menemukan pengobatan mandiri yang
tepat. Ketiga, perilaku peran-sakit yaitu aktivitas yang dilakukan untuk
tujuan mendapatkan kesejahteraan, oleh individu yang
mempertimbangkan diri mereka sendiri sakit.
Ada dua pendapat yang berbeda mengenai pasien sebagai
konsumen. Satu kelompok memandang pasien sama seperti konsumen
yang dapat dikaitkan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
(Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999) yang menganggap pasien
sebagai pengguna jasa layanan yang dijual oleh pengelola layanan
kesehatan. Sementara pihak lain berargumentasi bahwa pasien tidak
dapat disamakan dengan konsumen karena karekteristik pasien
memiliki suatu keunikan bahkan mengikuti proses perjalanan transaksi
terapeutik tersebut (Achadiat, 2002).
Pendapat Sudarma (2009) mengemukakan bahwa pasien
dapat diposisikan sebagai konsumen seiring dengan status dirinya yang
mendapat jasa pelayanan kesehatan. Namun posisi ini berbeda dengan
posisi konsumen yang mengkonsumsi makanan. Makna konsumen
dalam konteks kesehatan perlu dilihat dalam kerangka yang lebih luas,
yaitu sepanjang dia melakukan transaksi terapeutik. Konsumen
17
kesehatan perlu dipandang sama seperti pandangan dunia hukum dan
advokasi terhadap konsumen.
D. Faktor-Faktor Perilaku Konsumen
Secara sederhana variabel-variabel perilaku konsumen dapat
dibagi menjadi dua, yaitu : Faktor-faktor ekstern yang terdiri dari
Keluarga, Kelas Sosial, Budaya, Kelompok Acuan, dan Komunikasi
Pemasaran. Sedangkan faktor-faktor intern adalah kebutuhan dan
motivasi, persepsi, kepribadian, pembelajaran, psikografik dan sikap
dari individu (Ihalauw dan Prasetijo, 2005).
1. Faktor Eksternal
Menurut Engel dkk (1995) tujuan kegiatan pemasaran adalah
memengaruhi konsumen untuk bersedia membeli barang dan jasa
perusahaan pada saat mereka membutuhkan, oleh karena itu
perusahaan harus memahami faktor-faktor yang dapat memengaruhi
perilaku konsumen untuk melakukan pembelian. (Sunyoto, 2013).
a. Keluarga
Walaupun istilah keluarga merupaka sebuah konsep
dasar, tidaklah mudah mendefinisikannya karena susunan dan
struktur keluarga, maupun peran yang dimainkan oleh para
anggotakeluarga, hampir selalu berada dalam transisi. Tetapi,
ssecara tradisional keluarga didefinisikan sebagai dua orang
atau lebih yang dikaitkan oleh hubungan darah, perkawinan,
18
atau adopsi yang tinggal bersama-sama. Dalam arti yang lebih
dinamis, para individu yang merupakan satu keluarga dapat
digambarkan sebagai anggota kelompok sosial paling dasar
yang hidup bersama-sama dan berinteraksi untuk memuaskan
kebutuhan pribadi bersama. (Schiffman dan Kanuk, 2004).
Macam-macam bentuk keluarga (Schiffman dan Kanuk,
2000) adalah :
1. Keluarga nuklir (nuclear family), sebuah rumah tangga yang
terdiri dari seorang suami dan seorang istri dan setidak-
tidaknya seorang keturunan.
2. Keluarga yang diperluas (extended family), yaitu sebuah
rumah tangga yang terdiri dari seorang suami, istri, anak-
cucu, dan setidak-tidaknya seorang family terdekat.
Produsen atau pemasar sangat tertarik di dalam
pembuatan keputusan keluarga, bagaimana anggota keluarga
berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Riset telah
menunjukkan bahwa orang yang berbeda di dalam keluarga
mungkin mengambil peranan social yang berbeda dan
menunjukkan perilaku yang berbeda selama pengambilan
keputusan dan konsumsi. Menurut Supranto dan Limakrisna
(2007), ada beberapa peran anggota keluarga dalam mengambil
keputusan:
19
a. Influencers adalah pihak yang memberikan informasi kepada
anggota keluarga lainnya tentang barang dan jasa yang
dengan demikian mempengaruhi berbagai keputusan
konsumsi yang berkaitan.
b. Gatekeeper adalah pihak yang mengontrol arus informasi
kedalam keluarga mengenai berbagai produk atau jasa, yang
dengan demikian mengatur keputusan konsumsi yang
berhubungan dengan para anggota keluarga lainnya.
c. Deciders adalah pihak yang mempunyai kekuatan untuk
memutuskan jadi membeli barang atau jasa atau tidak.
d. Buyers adalah pihak yang sebenarnya yang ditugaskan untuk
melakukan pembelian barang atau jasa.
e. Users adalah pihak yang menggunakan atau mengkonsumsi
barang atau jasa.
f. Disposers adalah pihak yang membuang atau tidak lagi
menggunakan produk atau jasa.
b. Kelas Sosial
Kelas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota-
anggota masyarakat ke dalam suatu hirarki kelas-kelas status
yang berbeda, sehingga anggota dari setiap kelas yang relatif
sama mempunyai kesamaan. Dengan demikian ada penjenjangan
dalam kelas sosial, mulai dari yang paling rendah sampai yang
paling tinggi. (Suryani, 2012).
20
Schiffman dan Kanuk (2000) mendefinisikan kelas sosial
sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki
status kelas yang berbeda, sehingga para anggota setiap kelas
secara relatif mempunyai status yang sama dan para anggota
kelas lainnya mempuyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Selanjutnya Shiffman dan Kanuk (2000) mengukur kelas
sosial tercakup dalam berbagai kategori yang luas berikut ini:
a) Ukuran Subyektif
Dalam pendekatan subyektif untuk mengukur kelas sosial,
para individu diminta untuk menaksir kedudukan kelas sosial
mereka masing-masing. Klasifikasi keanggotaan kelas sosial
yang dihasilkan pada persepsi partisipan terhadap dirinya
atau sitra partisipan. Kelas soaial dianggapp sebagai
fenomena “pribadi”, yaitu fenomena yang menggambarkan
rasa memiliki seseorang atau identifikasi dengan orang lian.
Rasa keanggotaan kelompok sosial ini sering deisebut
kesadaran kelas.
b) Ukuran Reputasi
Pendekatan reputasi untuk mengukur kelas sosial
memerlukan informan mengenai masyarakat yang dipilih
untuk membuat pertimbangan awal mengenai keanggotaan
kelas sosial orang lain dalam masyarakat. Para sosiolog
telah meggunakan pendekatan reputasi untuk memperoleh
21
pengertian yang lebih baik mengenai strutur kelas mayarakat
tertentu yang sedang dipelajari.
c) Ukuran obyektif
Berbeda dengan metode subyektif dan reputasi, yang
mengharuskan orang memimpikan kelas mereka sendiri
atau kedudukan para anggota masyarakat lainnya, ukuran
obyektif terdiri dari berbagai variabel demografis atau
sosioekonomis yang dipilih mengenai (para) individu yang
sedang dipelajari.
c. Budaya
Berikut ini disampaikan beberapa definisi dari budaya
dalam Sumarwan (2011):
1. “ We treat culture as the meanings that are shared by (most)
people in a social group. In a broad sense, cutural meaning
include common affective reactions, typical cognitions
(beliefs) and characteristic patterns of behavior” (Peter dan
Olson, 2010)
2. “ One classic definition states that culture is a set of socially
acquired behavior patterns transmitted symbolicaly through
language and other means to the members of a particular
society” (Mowen dan Minor, 1998)
22
3. “ Because oue objective id to understand to influence of
culture of consumer behavior, we definne culture as the sum
total of learned beliefs, values, and customs that serve to
direct the consumer behavior of members of a particular
society” (Schiffman dan Kanuk, 2010)
4. “Culture refers to a set values, ideas, artifacts, aand other
meaningful symbols that help individuals cmmunicate,
interpret, and evaluate as members of society” (Engel dkk,
1995)
5. “ Culture is the accumulation of shared meanings, rituals,
norms, and traditions among the members of an organization
or society” (Solomon, 2009)
6. “ The complex whole that include knowledge, belief, art,
morals, law, custom, and any other capabilities and habits
acquired by man as a member of societty” (London dan Della
Bitta, 1993).
d. Kelompok Acuan
Kelompok acuan (reference group) adalah seseorang
individu atau kelompok orang yang secara nyata mempenggaruhi
perilaku seseorang.
Jenis-jenis kelompok acuan menurut Sumarwan (2011)
sebagai berikut:
a) Kelompok Formal dan Informal
23
Kelompok formal adalah kelompok yang memiiiki
strutur organisasi secara tertulis dan keanggotanya
terdaftar secara resmi. Sedangkan kelompok informal
biasanya terbentuk karena hubungan sosial, misalnya
kelompok bermain badminton, kelompok senam
kebugaran, kelompok arisan, dan kelompok rukun
tetangga.
b) Kelompok Primer dan Sekunder
Kelompok primer adalah kelompok dengan
keanggotaan yang terbatas, interaksi antar anggota
secara langsung tatap mka, meiliki ikatan emosional
anar anggota. Anggota kelompok memiliki kesamaan
dalam nilai dan sikap serta perilaku.
c) Kelompok Aspirasi dan Disosiasi
Kelompok aspirasi adalah kelompo yang
memperlihatkan keinginan untuk mweingikuti norma,
nilai maupun perilaku dari orang lain yang dijadikan
kelompok acuannya. Sedangkan kelompok disosiasi
adalah seseorang atau kelompok yang berusah untuk
menghindari asosiasi dengan kelompk acuan.
e. Komunikasi
Menurut Schiffman dan Kanuk (2010) dalam Sangadji dan
Sopiah (2013) komunikasi adalah “ the transmission of a
24
message from a sender to a receiver via a medium of
transmission”. Artinya komunikasi adalah transimisi sebuah
pesan dari pengirim ke penerima melalui medium transmisi.
Sedangkan komunikasi dalam kegiatan pemasaran adalah
komunikasi antara produsen, perantara, pemasaran, dan
konsumen, dan merupakan kegiatan untuk membantu konsumen
mengambil keputusan di bidang pemasaran serta mengarahkan
pertukaran atau transaksi agar lebih memuaskan dengan
menyadarkan semua pihak untuk berpikir, berbuat, dan bersikap
lebih baik. Salah satu bentuk komunikasi adalah media
periklanan. ( Sangadji dan Sopiah, 2013)
2. Faktor Internal
a. Motivasi dan Kebutuhan
Terkait dengan motivasi tersebut beberapa pakar
menyatakan pendapat mereka dalam Nitisusastro ( 2012)
sebagai berikut:
a) Schiffman dan Kanuk (1994),
Motivasi, digambarkan sebagai dorongan dari dalam
diri individu seseorang an memaksa dia untuk
berbuat. Dorongan ini dihasilkan oleh tekanan yang
timbul akibat dari satu kebutuhan yang tidak
terpenuhi.
b) Solomon (1999)
25
Motivasi, merujuk kepada proses yang menyebabkan
orang berperilaku seperti yang mereka perbuat. Hal itu
bila kebutuhan timbul dan yang bersangkutan berniat
untuk memuaskanya.
c) Neal, Quarter, Hawkins (2001)
Suatu kekuatan dari dalam individu seseorang yang
menggerakkan perilaku yang memberi arah dan
tujuan terhadap perilaku tersebut, yaitu memenuhi
kebutuhan.
b. Kepribadian
Kepribadian adalah sifat-sifat dalam diri atau sifat-
sifat kejiwaban, yaitu kualitas, sifat, pembawaan,
kemampuan mempengaruhi orang, dan perangai khusus
yang membedakan satu individu dari individu lainnya.
(Schiffman dan Kanuk, 2000)
Terdapat itga sifat-sifat dasar kepribadian yang
sangat penting (Schiffman dan Kanuk, 2000), yaitu:
1) Kepribadian Mencerminkan Perbedaan Individu
Karena karakteristik dalam diri yang membentuk
keribadian individu merupakan kombinnasi unik berbagai
faktor, tidak ada dua individu yang betul-betul sama.
walaupun demikian, banyak individu yang mungkin mirip
26
dari sudut satu karakteristik ribadi, tetapi tidak dari sudut
karakteristik pribadi lain.
2) Kepribadian bersifat Konsisten dan Bertahan Lama
Kedua sifat ini sangat penting jika para pemasar
harus menjelaskan atau meramalkan perilaku konsumen
berdasarkan kepribadian. Walaupun para pemasar tidak
dapat mengubah kepribadian konsumen supaya sesuai
dengan produk mereka, jika mereka menegtahui
karakteristik kepribadian mana yang mempengaruhi
respon khusus konsumen, mereka dapat berusaha
menarik perhaian melalui sifat-sifat relavan yang melekat
pada kelompok konsumen yang menjadi target mereka.
3) Kepribadian Dapat Berubah
Kepribadian dapat mengalami perubahan pada
berbagai keadaan tertentu. Sebagai contoh, kepribadian
individu tertentu mungkin berubah karena adanya
berbagai peristiwa hidup yang utama, seperti kelahiran
anak, kematian orang yang dicintai, perceraiann, atau
promosi karier yang besar.
a. Persepsi
Mowen (1998) dalam Sumarwan (2011) menyebut
tahap pemaparan, perhatian, dan pemahaman sebagai
persepsi. Persepsi ini bersama keterlibatan konsumen (level
27
of consumer involvement) dan memori akan mempengaruhi
pengolahan informasi. Selanjutnya, ia mendefinisikan
persepsi sebagai “perception is the process through which
individuals are exposed to information, attend to that
information, and comprehend it.” Schiffman dan Kanuk
(2010) mendefinisikan sebagai “Perception is definedd as
the process by which an individual selects, organizes, and
interprets stimuli into a meaningful and coherent piture of the
world.”
Bagaimana seorang konsumen melihat realitas di
luar dirinya atau dunia sekeilingnya, itulah yang disebut
dengan presepsi seorang konsumen. Konsumen seringkali
memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan
persepsinya terhadap produk tersebut. Memahami persepsi
konsumen adalah penting bagi para pemasar dan produsen.
Dua orang konsumen yang menerima dan memperhatikan
suatu stimulus yang sama, mungkin akan mengartian
stimulus tersebut berbeda. Bagaimana seseorang
memahami stimulus akan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai,
harapan dan kebutuhannya, yang sifatnya sangat individual.
b. Pembelajaran
Menurut Hill (2005), belajar adalah perubahan
perilaku yang relatif permanen yang diakibatkan oleh
28
pengalaman. Sementara menurut Schiffman dan Kanuk
(2000) dari perspektif pemasaran, proses belajar konsumen
dapat diartikan sebagai sebuah proses di mana seseorang
memperoleh pengetahuan dan pengalaman pembelian dan
konsumsi yang akan ia terapkan pada perilaku yang terkait di
masa datang. Menurut Sunarto (2003), pembelajaran
perilaku merupakan sebuah proses dimana pengalaman
dengan lingkungan mengarah pada perubahan perilaku yang
relatif permanen atau potensial terhadap perubahan seperti
itu. (Sangadji dan Sopiah, 2013).
Proses belajar bisa terjadi karena adanya empat
unsur yang mendorong proses belajar tersebut (Schiffman
dan Kanuk, 2010; Loudon dan Della Bitta, 1993). Keempat
unsur tersebut adalah Motivasi (motivation), Isyarat (Cues),
Respons (Respons) dan Pendorong atau Penguatan
(Reinforcement).
c. Pengetahuan
Mowmen dan Minor (1998) mendefinisikan
pengetahuan sebagai: “The amount with and information
about particular products or service a person has”.
Sedangkan Engel dkk (1995) mengartikan “ At a general
level, knowledge can be defined as the information stored
within memory. The subset of total information relevant to
29
consumers functioning in the marketplace is called
consumers knowledge”. Berdasarkan dua definisi tersebut
dapat diartikan bahwa pengetahuan konsumen adalah
semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai
macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang
terkait dengan produk dan jasa tersebut, dan informasi yang
berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen.
(Sumarwan, 2011)
Peter dan Olson (2010) menyebutkn bahwa
konsumen memiliki tingkat pengetahuan produk yang
berbeda. Pengetahuan ini meliputi kelas produk (product
class), bentuk produk (product form), merek (brand), dan
model/fitur (model/features). (Sumarwan, 2011)
Peter dan Olson (2010) juga membagi tiga jenis
pengetahuan produk, yaitu pengetahuan tentang
karakteristik atau atribut produk, pengetahuan tentang
manfaat produk, dan pengetahuan tentang kepuasan yang
diberikan produk bagi konsumen. (Sumarwan, 2011)
f. Sikap
Sikap seperti yang dikemukakan oleh Schiffman
dan Kanuk (2000) adalah “ attitude is a learned
predisposition to respond in a consistenly favorable or
unfavotable manner with respect to a given object”, yang
30
dapat diartikan sebagai predisposisi yang dipelajari dalam
merespon secara konsisten sesuatu objek, dalam bentuk
suka atau tidak suka.
Menurut Model Sikap Tiga Komponen
(tricomponent attitude model), sikap terdiri dari tiga
komponen utama (Schiffman dan Kanuk, 2000):
1. Komponen Kognitif (Cognitive Component)
Bagian dari model sikap tiga komponen yang
merupakan pengetahuan, persepsi, dan kepercayaan
yang dipunyai seorang pelanggan mengenai suatu
gagasan atau obyek.
2. Komponen Afektif (Affective Component)
Bagian dari model sikap tiga komponen yang
menggambarkan emosi atau perasaan konsumen
terhadap suatu gagasan atau obyek.
3. Komponen Konatif (Conative Component)
Bagian dari model sikap tiga komponen yang
menggambarkan kemungkinan atau kecendrungan
seseorang konsumen untuk berperilaku dengan cara
tertentu mengenai suatu obyek-sikap. Juga disebut
“minat untuk membeli”.
E. Tinjauan Umum tentang Antenatal Care
1) Pengertian Antenatal Care
31
Antenatal Care adalah pelayanan pemeriksaan kehamilan
yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan yang sesuai
dengan standar pelayanan antenatal yang diberikan. Pelayanan
antenatal merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan profesional kepada ibu hamil yang dilaksanakan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan yaitu standar
minimal ”7T” yang meliputi; pengukuran tekanan darah,
penimbang berat badan, pengukuran tinggi badan, pemberian
imunisasi Tetanus Toxoid (TT), pemberian tablet zat besi (Fe)
minimal 90 tablet, pengukuran tinggi fundus uteri, tatap muka dan
temu wicara. Pelayanan ini diharapkan minimal diterima ibu hamil
sebanyak 4 kali yaitu sekali pada triwulan pertama dan kedua
serta dua kali pada triwulan ketiga (Boenjamin, 2006).
Asuhan Antenatal Care adalah asuhan yang diberikan
kepada ibu hamil sejak konfirmasi konsepsi hingga awal
persalinan. Bidan akan menggunakan pendekatan yang berpusat
pada ibu dalam memberikan asuhan kepada ibu dalam
memberikan asuhan kepada ibu dan keluarganya dengan
berbagai informasi untuk memudahkannya membuat pilihan
tentang asuhan yang ia terima. (Marmi, 2011)
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan
oleh tenaga kesehatan professional (dokter spesialis kandungan
dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) kepada ibu
32
hamil selama kehamilannya, yang mengikuti pedoman pelayanan
antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan promotif dan
preventif. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan K1
dan K4 (Laporan Pencapaian MDGs, 2007).
2) Tujuan Antenatal Care
Tujuan utama asuhan Antenatal Care adalah untuk
memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu maupun
bayinya dengan cara membina hubungan saling percaya dengan
ibu, mendeteksi komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam
jiwa, mempersiapkan kelahiran, dan memberikan pendidikan.
Asuhan antenatal penting untuk menjamin agar proses alamiah
tetap berjalan normal selama kehamilan. (Marmi, 2011)
Tujuan Antenatal Care secara khusus dijelaskan oleh
Manuaba (1998) dalam Marni (2011) yaitu:
1. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit – penyulit
yang terdapat saat kehamilan, persalinan, dan nifas.
2. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil,
persalinan, dan nifas.
3. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.
3) Cakupan Pelayanan Antenatal Care
Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui
kunjungan baru ibu hamil (K1) atau disebut juga akses dan
33
pelayanan ibu hamil sesuai standar paling sedikit empat kali
dengan distribusi sekali pada triwulan pertama, sekali pada triwulan
dua dan dua kali pada triwulan ketiga (K4) untuk melihat kualitas.
Pelayanan K1 adalah pelayanan/pemeriksaan kesehatan
bagi ibu hamil sesuai standar pada masa kehamilan oleh tenaga
kesehatan terampil (Dokter, Bidan, dan Perawat). Ibu hamil (K4)
adalah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai
standar paling sedikit empat kali, dengan distribusi pemberian
pelayanan minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada
triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan.
Cakupan Kunjungan ibu hamil K4 adalah cakupan Ibu
hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal 4 kali sesuai
dengan stándar di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Jumlah cakupan Ibu hamil K4 =
Jmlh sasaranibu hamildlm 1 tahunJumlah kunjungan Ibu hamil
x100 %
(Profil Kesehatan Prov. Jambi, 2009).
4) Kebijaksanaan Program Antenatal Care
Pelayanan antenatal merupakan salah satu kegiatan dari
program kesehatan ibu dan anak, pelayanan ini bisa dilaksanakan
oleh bidan di Poliklinik, BPS (Bidan Praktik Swasta), dan Rumah
Sakit. Selain itu, pelayanan antenatal juga bisa diberikan pada
34
waktu pelaksanaan Posyandu, di tempat praktik dokter, di rumah
bersalin atau di Rumah sakit (Mufdlilah, 2009a).
Standar pelayanan antenatal yang berkualitas ditetapkan
oleh Departemen Kesehatan RI dalam Mufdlilah (2009b),
meliputi :
1) Memberikan pelayanan kepada ibu hamil minimal empat kali,
satu kali pada trimester I, satu kali pada trimester II, dan dua
kali pada trimester III.
2) Melakukan penimbangan berat badan ibu hamil dan
pengukuran lingkar lengan atas (LILA).
3) Pengukuran tekanan darah.
4) Pengukuran tinggi fundus uteri (TFU).
5) Melaksanakan palpasi abdominal setiap kunjungan.
6) Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT) kepada ibu hamil
sebanyak 2 kali dengan jarak minimal 4 minggu.
7) Pemeriksaan hemoglobin (Hb) pada kunjungan pertama dan
pada kehamilan 30 minggu.
8) Memberikan tablet zat besi.
9) Pemeriksaan urin jika ada indikasi (tes protein dan glukosa),
pemeriksaan penyakit-penyakit infeksi (HIV/AIDS dan PMS).
10) Memberikan penyuluhan tentang perawatan diri selama hamil,
perawatan payudara, gizi ibu selama hamil, tanda bahaya pada
kehamilan dan pada janin.
35
11) Bicarakan tentang persalinan kepada ibu hamil, suami/
keluarga pada trimester III.
12)Tersedianya alat-alat pelayanan kehamilan dalam keadaan baik
dan dapat digunakan, obat-obatan yang diperlukan, waktu
pencatatan kehamilan dan mencatat semua temuan pada kartu
menuju sehat (KMS) ibu hamil untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan
antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan
serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi
pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan,
Mufdlilah (2009a) mengatakan, frekuensi Pelayanan Antenatal oleh
WHO ditetapkan 4 kali kunjungan ibu hamil dalam pelayanan
Antenatal, selama kehamilan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Satu kali kunjungan pertama (K1) selama trimester pertama
2. Satu kali kunjungan kedua (K2) selama trimester kedua
3. Dua kali kunjungan ketiga dan keempat (K3 dan K4) selama
trimester ketiga
4. Bila ibu hamil mengalami masalah, tanda bahaya atau jika
merasa khawatir dapat sewaktu-waktu melakukan kunjungan
ulang.
36
Pengawasan antenatal tersebut memberi manfaat dengan
ditemukannya berbagai kelainan yang menyertai kehamilan
secara dini sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan
langkah-langkah pertolongan persalinannya. (Yulaikhah, 2009).
Standar minimal asuhan Antenatal “ 7 T “ (Marmi, 2011):
1. Timbang berat badan.
2. Tinggi fundus uteri
3. Tekanan darah
4. Tetanus toxoid
5. Tablet Fe
6. Tes PMS
7. Temu Wicara
Jadwal pemeriksaan (usia kehamilan dari hari pertama haid
terakhir) :
1. Sampai 28 minggu : 4 minggu sekali
2. 28 – 36 minggu : 2 minggu sekali
3. Di atas 36 minggu : 1 minggu sekali
KECUALI jika ditemukan kelainan / faktor risiko yang
memerlukan penatalaksanaan medik lain, pemeriksaan harus lebih
sering dan intensif (Anonim, 2002).
Informasi penting yang diberikan dalam kunjungan ibu hamil
pada trimester pertama, atau sebelum minggu ke 14, yakni (a)
membangun hubungan saling percaya antara bidan dan ibu agar
37
supaya hubungan penyelamatan jiwa bisa dibina bilamana perlu, (b)
mendeteksi masalah yang bisa diobati sebelum menjadi bersifat
mengancam jiwa, (c) mencegah masalah seperti neonatal tetanus,
anaemia kekurangan zat besai, penggunaan praktek tradisional yang
merugikan, (d) memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk
menghadapi komplikasi, dan (e) mendorong perilaku yang sehat
(gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan sebagainya)
(Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO dalam Yahya, 2006).
Informasi penting yang diberikan dalam kunjungan ibu hamil
pada trimester kedua atau sebelum minggu ke 28, yakni sama
seperti dalam kunjungan pada trimester pertama, ditambah
kewaspadaan khusus mengenai PIH (Pregnancy Induced
Hypertension) (tanya ibu tentang gejala PIH, pantau tekanan
darahnya, evaluasi edemanya, periksa untuk mengetahui
protein/urine) (Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO dalam Yahya, 2006).
Sedangkan informasi penting yang diberikan dalam
kunjungan ibu hamil pada trimester ketiga, atau antara minggu ke 28
dengan 36, yakni sama seperti dalam kunjungan pada trimester
sebelumnya, ditambah palpasi abdomen untuk mengetahui apakah
ada kehamilan ganda (Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO dalam Yahya,
2006).
Informasi penting yang diberikan dalam kunjungan ibu hamil
pada trimester keempat, atau setelah 36 minggu, yakni sama seperti
38
dalam kunjungan pada trimester sebelumnya, ditambah
pendeteksian letak bayi yang tidak normal, atau kondisi lain yang
memerlukan kelahiran di rumah sakit (Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO
dalam Yahya, 2006).
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
Perilaku konsumen merupakan suatu proses yang sangat
multidimensional yang sangat kompleks, yang merupakan penentu
proses pengambilan keputusan bagi individu sebagai konsumen
untuk menggunakan suatu produk atau jasa. Pendekatan proses
dalam analisa perilaku konsumen pelayanan kesehatan dibutuhkan
oleh penyedia jasa layanan kesehatan untuk menginterpretasikan
39
permintaan konsumen untuk memanfaatkan pelayanan Antenatal
Care di rumah sakit.
Merujuk dua faktor oleh Hawkins dkk dan Ihalauw Prasetijo
dalam Supranto dan Limakrisna, 2007 maka dalam penelitian ini
perilaku konsumen sebagai variable i ndependent ditinjau dari empat
dimensi yaitu sebagai berikut :
a. Kelas sosial
Mempengaruhi pola perilaku konsumen. Status dalam kelas
sosial sering dianggap sebagai penggolongan relative para
anggota setiap kelas sosial dari segi-segi factor status tertentu.
Ketika mempertimbangkan perilaku konsumen, status paling
sering ditentukan dari sudut satu variable demografis atau lebih
tepatnya sosial ekonomi (penghasilan keluarga, status
pekerjaan dan pencapaian pendidikan). Indikator tersebut
dapat menjadi acuan untuk melihat karakteristik ibu dalam
pemanfaatan Antenatal Care.
b. Kelompok Acuan
Kelompok acuan digunakan oleh seseorang sebagai dasar
untuk perbandingan atau sebuah referensi dalam membentuk
respon afektif, kognitif, dan perilaku. Sehingga dapat
memberikan standar (norma atau nilai) yang dapat menjadi
perspektif penentu mengenai bagaimana seseorang berfikir
40
atau berperilaku yang berfungsi sebagai referensi bagi
seseorang dalam mengambil keputusan pemanfaatan
pelayanan Antenatal Care. Kelompok Acuan terdiri dari aspek
keluarga, rekan kerja, dan teman sejawat.
c. Keluarga
Variabel keluarga digunakan oleh pihak rumah sakit untuk
melihat apakah keluarga memiliki pengaruh yang positif
terhadap pemanfaatan Antental Care. Riset telah menunjukkan
bahwa orang yang berbeda di dalam keluarga mungkin
mengambil peranan social yang berbeda dan menunjukkan
perilaku yang berbeda selama pengambilan keputusan dan
konsumsi.
d. Pengetahuan
Pengetahuan ibu mengenai pemanfaatan pelayanan Antenatal
Care digunakan sebagai variabel untuk mengukur tingkat
pengetahuan yang dimiliki ibu mengenai pelayanan tersebut.
e. Sikap
Variabel sikap dapat digunakan rumah sakit sebagai pemasar
untuk meramalkan komunikasi pemasaran yang dapat dipakai
untuk membentuk sikap positif ibu terhadap pemanfaatan
Antenatal Care. Menurut Sciffman dan Kanuk (1994) dalam
41
Sumarwan (2004), sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu :
kognitif, afektif dan behavioral konatif. Dengan adanya sikap
positif ibu terhadap Pelayanan Antenatal, maka akan
menghasilkan tindakan positif berupa pemanfaatan Antenatal
Care.
f. Motivasi
Dalam pemanfaatan Antenatal Care, diperlukan motivasi baik
dari dalam ibu, maupun dari lingkungan di sekitar ibu hamil.
Motivasi merupakan dorongan yang timbul sebagai usaha
manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Sedangkan variable dependent yaitu Antenatal Care
merupakan pelayanan pemeriksaan kehamilan yang diberikan
kepada ibu selama masa kehamilan yang sesuai dengan standar
pelayanan antenatal yang diberikan. Ditetapkan pula bahwa
frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama
kehamilan, Marmi (2011) mengatakan, frekuensi Pelayanan
Antenatal oleh WHO ditetapkan 4 kali kunjungan ibu hamil dalam
pelayanan Antenatal, selama kehamilan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Satu kali kunjungan pertama (K1) selama trimester pertama
2. Satu kali kunjungan kedua (K2) selama trimester kedua
42
3. Dua kali kunjungan ketiga dan keempat (K3 dan K4) selama
trimester ketiga
4. Bila ibu hamil mengalami masalah, tanda bahaya atau jika
merasa khawatir dapat sewaktu-waktu melakukan kunjungan
ulang.
Kerangka Teori
Komponen struktur Kom. Kognitif Kom. Afektif Kom. Aksi
Karakteristik Pengetahuan Sikap Niat Perilaku X
Individu Keyakinan
43
Sikap pada perilaku X
Aksesibilitas:-Sosio ekonomi-Jarak
Pengetahuan:-Tentang manfaat dari perilaku X
Struktural:-Pendidikan-Pengalaman
Gambar 1: Konsep Perilaku Konsumen Bidang Kesehatan
Sumber: Theory of Reasoned Action (adopsi dari Ajzen dan Fishbein 1980
dimodifikasi Supriyanto dan Ernawati 2010) dalam Supriyanto dan
Ernawaty, 2010.
KERANGKA PIKIR
44
Keluarga Nuclear Family Extended Family
Kelas Sosial Pendidikan Pekerjaan Penghasilan keluarga
Kelompok Acuan Keluarga Rekan kerja Teman sejawat
Keterangan :
KERANGKA KONSEP
1. Faktor Eksternal
45
: Variabel independen
: Variabel dependen
Keluarga Nuclear Family Extended Family
Keluarga
Kelas Sosial
Kelompok Acuan
2. Faktor Internal
Keterangan :
C. Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif
1. Definisi Operasional
a) Konsumen pelayanan kesehatan
46
: Variabel independen
: Variabel dependen
Yang dimaksud dengan konsumen pelayanan kesehatan dalam
penelitian ini adalah ibu hamil yang menjadi objek dalam penelitian
ini dalam wilayah di Puskesmas Jumpandang Baru Kota Makassar.
b) Pemanfaatan Antenatal Care
Yang dimaksud dengan pemanfaatan Antenatal Care adalah
perawatan atau asuhan yang diberikan kepada ibu hamil sebelum
kelahiran (K1 sampai K4).
Kriteria Objektif :
Memanfaatkan : jika ibu memeriksakan kehamilannya
minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali pada
triwulan kedua dan minimal 2 kali padamtriwulan ke tiga.
Tidak memanfaatkan : jika ibu memeriksakan
kehamilannya dengan tidak lengkap dari K1 sampai K4
atau sama sekali tidak pernah memeriksakan
kehamilannya.
c) Kelas Sosial
Yang dimaksud dengan kelas sosial dalam penelitian ini
adalah pendidikan, pekerjaan dan penghasilan keluarga dalam
masyarakat yang dapat mempengaruhi pola pemanfaatan
Antenatal Care di Puskesmas Jumpandang Baru.
Kelas sosial diukur dengan skala Guttman dengan
menggunakan 2 kategori supaya perbedaan intensitas antara
47
individu lebih jelas. Penilaian dilakukan dengan menggunakan
skala Guttman. Range nilai pada kuesioner adalah:
1 : Jika responden menjawab Ya
0 : Jika responden menjawab Tidak
Cara Perhitungan:
Jumlah pertanyaan :
Range nilai jawaban responden : 1 , 0
Skor tertinggi =1 × 6 pertanyaan = 6 (100%)
Skor terendah = 0 × 6 pertanyaan = 0 (0%)
Kemudian diukur dengan rumus:
I = R/K
I = Interval kelas
R: Range = skor tertinggi-skor terendah
K = Jumlah kategori = 2
Maka I = 100% - 0% = 100% /2= 50%
Kriteria objektif
- Tinggi : Jika responden memperoleh skor ≥ 50 % dari total
skor pertanyaan kelas sosial yang berhubungan
dengan pemanfaatan Antenatal Care.
- Rendah : Jika responden memperoleh skor < 50 % dari total
skor pertanyaan kelas sosial yang berhubungan
dengan pemanfaatan Antenatal Care.
48
d). Kelompok Acuan
Kelompok Acuan yag dimaksud dalam penelitian ini adalah
Keterlibatan Kelompok-kelompok informal, yaitu keluarga, rekan
kerja dan teman sejawat dalam pemanfaatan Antenatal Care.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala Guttman. Range
nilai pada kuesioner adalah:
1 : Jika responden menjawab Ya
0 : Jika responden menjawab Tidak
Cara Perhitungan:
Jumlah pertanyaan :
Range nilai jawaban responden : 1 , 0
Skor tertinggi = 1× 6 pertanyaan = 6 (100%)
Skor terendah = 0 × 6 pertanyaan= 0 (0%)
Kemudian diukur dengan rumus:
I = R/K
I = Interval kelas
R: Range = skor tertinggi-skor terendah
K = Jumlah kategori = 2
Maka I = 100% - 0% = 100% /2= 50%
Kriteria Objektif :
Cukup : 50% - 100% atau ≥ 50% skor jawaban
dari pertanyaan kelompok acuan
49
Kurang : 0% - 49,9% atau < 50% skor jawaban
dari pertanyaan kelompok acuan
e). Keluarga
Yang dimaksud dengan keluarga dalam penelitian ini adalah
keluarga yang terdiri dari keluarga Nuklir (ibu, ayah dan anak) dan
keluarga Diperluas (kakek, nenek, mertua, menantu, dll) yang
mempengaruhi ibu hamil dalam pemanfaatan pelayanan Antenatal
Care.
Keluarga diukur dengan skala Guttman dengan menggunakan
2 kategori supaya perbedaan intensitas antara individu lebih jelas.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala Guttman. Range
nilai pada kuesioner adalah:
1 : Jika responden menjawab Ya
0 : Jika responden menjawab Tidak
Cara Perhitungan:
Jumlah pertanyaan :
Range nilai jawaban responden : 1 , 0
Skor tertinggi =1 × 4 pertanyaan = 4 (100%)
Skor terendah = 0 × 4 pertanyaan = 0 (0%)
Kemudian diukur dengan rumus:
I = R/K
I = Interval kelas
50
R: Range = skor tertinggi-skor terendah
K = Jumlah kategori = 2
Maka I = 100% - 0% = 100% /2= 50%
Kriteria objektif
- Tinggi : Jika responden memperoleh skor ≥ 50 % dari total
skor pertanyaan keluarga yang berhubungan
dengan pemanfaatan Antenatal Care.
- Rendah : Jika responden memperoleh skor < 50 % dari total
skor pertanyaan keluarga yang berhubungan
dengan pemanfaatan Antenatal Care.
f). Pengetahuan
Pengetahuan dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang
karakteristik atau atribut pelayanan, pengetahuan tentang manfaat
pelayanan, dan pengetahuan tentang kepuasan yang diberikan
pelayanan ANC terhadap ibu hamil.
Pengetahuan diukur dengan skala Likert dengan
menggunakan dengan 5 kategori yaitu dimana jawaban sangat
setuju diberi skor 5, jawaban setuju diberi skor 4, jawaban ragu-
ragu diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2 dan sangat tidak setuju
diberi skor 1.
Kriteria Objektif :
51
Cukup : ≥ 60% skor jawaban dari pertanyaan
pengetahuan
Kurang : < 60% skor jawaban dari pertanyaan
pengetahuan
g). Sikap
Yang dimaksud dengan sikap dalam penelitian ini adalah
komponen tiga sikap yaitu Komponen Koognitif (pengetahuan,
persepsi, dan kepercayaan yang dipunyai seorang ibu hamil),
Komponen Afektif (emosi atau perasaan ibu hamil), dan Komponen
Konatif (minat untuk memanfaatkan pelayanan) terhadap
pemanfaatan Antenatal Care.
Sikap diukur dengan skala Likert dengan menggunakan 5
kategori yaitu dimana jawaban sangat setuju diberi skor 5, jawaban
setuju diberi skor 4, jawaban ragu-ragu diberi skor 3, tidak setuju
diberi skor 2 dan sangat tidak setuju diberi skor 1.
Kriteria Objektif
Positif : jika responden memperoleh skor ≥ 60 % dari total
skor pertanyaan sikap yang berhubungan dengan
pemanfaatan Antenatal Care.
Negatif : jika responden memperoleh skor < 60 % dari total
skor pertanyaan sikap yang berhubungan dengan
pemanfaatan Antenatal Care.
52
h). Motivasi
Yang dimaksud dengan motivasi adalah dorongan yang
dimiliki seorang ibu sehingga dapat memanfaatkan pelayanan
Antenatal Care.
Sikap diukur dengan skala Likert dengan menggunakan
dengan 5 kategori yaitu dimana jawaban sangat setuju diberi skor
5, jawaban setuju diberi skor 4, jawaban ragu-ragu diberi skor 3,
tidak setuju diberi skor 2 dan sangat tidak setuju diberi skor 1.
Kriteria Objektif :
Cukup : ≥ 60% skor jawaban dari pertanyaan
motivasi.
Kurang : < 60% skor jawaban dari pertanyaan
motivasi.
D. Hipotesis
1. Hipotesis Null (Ho)
53
a) Tidak ada hubungan kelas sosial dengan pemanfaatan
Antenatal Care di Puskesmas Jumpandang Baru Tahun
2015
b) Tidak ada hubungan kelompok acuan dengan pemanfaatan
Antenatal Care di Puskesmas Jumpandang Baru Tahun
2015.
c) Tidak ada hubungan keluarga dengan pemanfaatan
Antenatal Care di Puskesmas Jumpandang Baru Tahun
2015.
d) Tidak ada hubungan pengetahuan dengan pemanfaatan
Antenatal Care di Puskesmas Jumpandang Baru Tahun
2015.
e) Tidak ada hubungan sikap dengan pemanfaatan Antenatal
Care di Puskesmas Jumpandang Baru Tahun 2015.
f) Tidak ada hubungan motivasi dengan pemanfaatan Antenatal
Care di Puskesmas Jumpandang Baru Tahun 2015.
54
2. Hipotesis Alternatif
a) Ada hubungan kelas sosial dengan pemanfaatan Antenatal
Care di Puskesmas Jumpandang Baru Tahun 2015.
b) Ada hubungan kelompok acuan dengan pemanfaatan
Antenatal Puskesmas Jumpandang Baru Tahun 2015.
c) Ada keluarga dengan pemanfaatan Antenatal Puskesmas
Jumpandang Baru Tahun 2015.
d) Ada hubungan pengetahuan dengan pemanfaatan Antenatal
Puskesmas Jumpandang Baru Tahun 2015.
e) Ada hubungan sikap dengan pemanfaatan Antenatal Care di
Puskesmas Jumpandang Baru Tahun 2015.
f) Ada hubungan motivasi dengan pemanfaatan Antenatal Care
di Puskesmas Jumpandang Baru Tahun 2015.
55
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif survei analitik dengan
pendekatan Cross Sectional, yaitu suatu studi untuk mengetahui suatu
masalah kesehatan atau faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan
terjadinya masalah kesehatan dalam lingkup populasi pada suatu periode
tertentu.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil dalam lingkup
wilayah kerja Puskesmas Jumpandang Baru Kota Makassar.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang memeriksakan
kehamilannya di wilayah kerja Puskesmas Jumpandang Baru Kota
Makassar.
3. Metode Pengambilan Sampel
56
Sampel diambil dengan menggunakan metode Accidental
Sampling yaitu mengambil responden yang kebetulan ada saat
penelitian berlangsung.
4. Besar Sampel
Penentuan jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus besar
sampel menurut rumus Slovin ( Prasetyo dan Jannah, 2012) yaitu sebagai
berikut:
n = N
(1+N e2)
n = 512
1+5120.12 = 5126.12
= 83.66
Jadi jumlah sampel untuk Puskesmas Jumandang Baru dalam
penelitian ini adalah 84 sampel.
keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Besar populasi (jumlah kunjungan pasien selama tahun
2014)
d = tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan (10%)
C. Pengumpulan Data
1. Data Primer
57
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan
responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang
telah tersedia serta dilakukan observasi guna mendapatkan informasi
yang lebih mendalam.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari hasil pencatatan dan pelaporan
instansi yang terkait dengan penelitian ini, antara lain Puskesmas dan
kantor Dinas Kesehatan Kota Makassar.
D. Pengolahan dan Penyajian Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS
16 for Windows dan menggunakan analisis univariat dan bivariat.
a. Analisis Univariat
Analisis ini menjelaskan karakteristik responden dalam bentuk
distribusi frekuensi.
b. Analisis Bivariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
variabel dependen dan variabel independen dengan
menggunakan uji statistic, yaitu uji Chi-Square (X)2 .
dengan rumus :
58
(Oi – Ei)2
X2 = ∑
Keterangan :
X2 : Kai kuadrat hasil perhitungan
Oi : Banyaknya kasus yang diamati dalam kategori ke-i
Ei : Banyaknya kasus yang diharapkan dalam kategori
ke-i
∑ : Penjumlahan semua kategori
Kriteria keputusan pengujian hipotesis adalah jika nilai p (p
value) lebih besar dari nilai 0,05 berarti tidak ada hubungan (Ho) dan
jika nilai p (p value) lebih kecil dari nilai 0,05 berarti ada hubungan
(Ha).
2. Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan cross
tabulasi disertai dengan narasi.
59
Ei