38
16 BAB 2 LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori Kajian pustaka mengenaio variabel-variabel dan hal=hal yang terkait dengan penelitian, selengkapnya akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Pengertian E-Commerce Electronic Commerce (Perniagaan Elektronik), sebagai bagian dari Electronic Business (bisnis yang dilakukan dengan menggunakan electronic transmission), oleh para ahli dan pelaku bisnis dicoba dirumuskan definisinya. Secara umum e- commerce dapat didefinisikan sebagai segala bentuk transaksi perdagangan/perniagaan barang atau jasa (trade of goods and service) dengan menggunakan media elektronik. Jelas, selain dari yang telah disebutkan di atas, bahwa kegiatan perniagaan tersebut merupakan bagian dari kegiatan bisnis. Kesimpulannya, “e-commerce is a part of e-business”. Media elektronik yang dibicarakan di dalam tulisan ini untuk sementara hanya difokuskan dalam hal penggunaan media internet. Pasalnya, penggunaan internetlah yang saat ini paling populer digunakan oleh banyak orang, selain merupakan hal yang bisa dikategorikan sebagai hal yang sedang ‘booming’. Perlu digarisbawahi, dengan adanya perkembangan teknologi di masa mendatang, terbuka kemungkinan adanya penggunaan media jaringan lain selain internet dalam e- commerce. Jadi pemikiran kita jangan hanya terpaku pada penggunaan media internet belaka.

BAB 2library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00124-MN Bab2001.pdfinternetlah yang saat ini paling populer ... adalah sebuah sistem informasi antar organisasi ... dengan menggunakan

Embed Size (px)

Citation preview

16

BAB 2

LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

Kajian pustaka mengenaio variabel-variabel dan hal=hal yang terkait dengan

penelitian, selengkapnya akan diuraikan sebagai berikut.

2.1.1 Pengertian E-Commerce

Electronic Commerce (Perniagaan Elektronik), sebagai bagian dari Electronic

Business (bisnis yang dilakukan dengan menggunakan electronic transmission), oleh

para ahli dan pelaku bisnis dicoba dirumuskan definisinya. Secara umum e-

commerce dapat didefinisikan sebagai segala bentuk transaksi

perdagangan/perniagaan barang atau jasa (trade of goods and service) dengan

menggunakan media elektronik. Jelas, selain dari yang telah disebutkan di atas,

bahwa kegiatan perniagaan tersebut merupakan bagian dari kegiatan bisnis.

Kesimpulannya, “e-commerce is a part of e-business”.

Media elektronik yang dibicarakan di dalam tulisan ini untuk sementara

hanya difokuskan dalam hal penggunaan media internet. Pasalnya, penggunaan

internetlah yang saat ini paling populer digunakan oleh banyak orang, selain

merupakan hal yang bisa dikategorikan sebagai hal yang sedang ‘booming’. Perlu

digarisbawahi, dengan adanya perkembangan teknologi di masa mendatang, terbuka

kemungkinan adanya penggunaan media jaringan lain selain internet dalam e-

commerce. Jadi pemikiran kita jangan hanya terpaku pada penggunaan media

internet belaka.

17

Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini karena

kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet, yaitu:

Internet sebagai jaringan publik yang sangat besar (huge/widespread

network), layaknya yang dimiliki suatu jaringan publik elektronik, yaitu murah, cepat

dan kemudahan akses. Menggunakan electronic data sebagai media penyampaian

pesan/data sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara

mudah dan ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun digital.

Dari apa yang telah diuraikan di atas, dengan kata lain; di dalam e-commerce,

para pihak yang melakukan kegiatan perdagangan/perniagaan hanya berhubungan

melalui suatu jaringan publik (public network) yang dalam perkembangan terakhir

menggunakan media internet.

E-commerce adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen

(consumers), manufaktur (manufactures), service providers dan pedagang perantara

(intermediaries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (komputer

networks) yaitu internet. Julian Ding dalam bukunya E-commerce: Law & Practice,

mengemukakan bahwa e-commerce sebagai suatu konsep yang tidak dapat

didefinisikan. E-commerce memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda.

Sedangkan Onno W. Purbo dan Aang Wahyudi yang mengutip pendapatnya

David Baum, menyebutkan bahwa: “e-commerce is a dynamic set of technologies,

aplications, and business procces that link enterprises, consumers, and communities

through electronic transaction and the electronic exchange of goods, services, and

information”. Bahwa e-commerce merupakan suatu set dinamis teknologi, aplikasi

dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen dan komunitas

melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan dan informasi yang

18

dilakukan secara elektronik. E-commerce digunakan sebagai transaksi bisnis antara

perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, antara perusahaan dengan

pelanggan (customer), atau antara perusahaan dengan institusi yang bergerak dalam

pelayanan public. Jika diklasifikasikan, sistem e-commerce terbagi menjadi tiga tipe

aplikasi, yaitu:

• Electronic Markets (Ems).

EMs adalah sebuah sarana yang menggunakan teknologi informasi

dan komunikasi untuk melakukan/menyajikan penawaran dalam

sebuah segmen pasar, sehingga pembeli dapat membandingkan

berbagai macam harga yang ditawarkan. Dalam pengertian lain, EMs

adalah sebuah sistem informasi antar organisasi yang menyediakan

fasilitas-fasilitas bagi para penjual dan pembeli untuk bertukar

informasi tentang harga dan produk yang ditawarkan. Keuntungan

fasilitas EMs bagi pelanggan adalah terlihat lebih nyata dan efisien

dalam hal waktu. Sedangkan bagi penjual, ia dapat mendistribusikan

informasi mengenai produk dan service yang ditawarkan dengan lebih

cepat sehingga dapat menarik pelanggan lebih banyak.

• Electronic Data Interchange (EDI)

EDI adalah sarana untuk mengefisienkan pertukaran data transaksi-

transaksi reguler yang berulang dalam jumlah besar antara organisasi-

organisasi komersial. Secara formal EDI didefinisikan oleh

International Data Exchange Association (IDEA) sebagai “transfer

data terstruktur dengan format standard yang telah disetujui yang

dilakukan dari satu sistem komputer ke sistem komputer yang lain

dengan menggunakan media elektronik”. EDI sangat luas

19

penggunaannya, biasanya digunakan oleh kelompok retail yang besar

ketika melakukan bisnis dagang dengan para supplier mereka. EDI

memiliki standarisasi pengkodean transaksi perdagangan, sehingga

organisasi komersial tersebut dapat berkomunikasi secara langsung

dari satu sistem komputer yang satu ke sistem komputer yang lain

tanpa memerlukan hardcopy, faktur, serta terhindar dari penundaan,

kesalahan yang tidak disengaja dalam penanganan berkas dan

intervensi dari manusia. Keuntungan dalam menggunakan EDI adalah

waktu pemesanan yang singkat, mengurangi biaya, mengurangi

kesalahan, memperoleh respon yang cepat, pengiriman faktur yang

cepat dan akurat serta pembayaran dapat dilakukan secara elektronik.

• Internet Commerce

Internet commerce adalah penggunaan internet yang berbasis

teknologi informasi dan komunikasi untuk perdagangan. Kegiatan

komersial ini seperti iklan dalam penjualan produk dan jasa. Transaksi

yang dapat dilakukan di internet antara lain pemesanan/pembelian

barang dimana barang akan dikirim melalui pos atau sarana lain

setelah uang ditransfer ke rekening penjual. Penggunaan internet

sebagai media pemasaran dan saluran penjualan terbukti mempunyai

keuntungan antara lain untuk beberapa produk tertentu lebih sesuai

ditawarkan melalui internet; harga lebih murah mengingat membuat

situs di internet lebih murah biayanya dibandingkan dengan membuka

outlet retail di berbagai tempat; internet merupakan media promosi

perusahaan dan produk yang paling tepat dengan harga yang relatif

20

lebih murah; serta pembelian melalui internet akan diikuti dengan

layanan pengantaran barang sampai di tempat pemesan.

2.1.1.1 Karakteristik E-Commerce

Berbeda dengan transaksi perdagangan biasa, transaksi e-commerce memiliki

beberapa karakteristik yang sangat khusus, yaitu :

• Transaksi tanpa batas

Sebelum era internet, batas-batas geografi menjadi penghalang suatu

perusahaan atau individu yang ingin go-international. Sehingga, hanya

perusahaan atau individu dengan modal besar yang dapat memasarkan

produknya ke luar negeri.Dewasa ini dengan internet pengusaha kecil

dan menengah dapat memasarkan produknya secara internasional

cukup dengan membuat situs web atau dengan memasang iklan di

situs-situs internet tanpa batas waktu (24 jam), dan tentu saja

pelanggan dari seluruh dunia dapat mengakses situs tersebut dan

melakukan transaksi secara on line.

• Transaksi anonim

Para penjual dan pembeli dalam transaksi melalui internet tidak harus

bertemu muka satu sama lainnya. Penjual tidak memerlukan nama

dari pembeli sepanjang mengenai pembayarannya telah diotorisasi

oleh penyedia sistem pembayaran yang ditentukan, yang biasanya

dengan kartu kredit.

• Produk digital dan non digital

Produk-produk digital seperti software komputer, musik dan produk

lain yang bersifat digital dapat dipasarkan melalui internet dengan

21

cara mendownload secara elektronik. Dalam perkembangannya obyek

yang ditawarkan melalui internet juga meliputi barang-barang

kebutuhan hidup lainnya.

• Produk barang tak berwujud

Banyak perusahaan yang bergerak di bidang e-commercen dengan

menawarkan barang tak berwujud separti data, software dan ide-ide

yang dijual melalui internet.

Implementasi e-commerce pada dunia industri yang penerapannya semakin

lama semakin luas tidak hanya mengubah suasana kompetisi menjadi semakin

dinamis dan global, namun telah membentuk suatu masyarakat tersendiri yang

dinamakan Komunitas Bisnis Elektronik (Electronic Business Community).

Komunitas ini memanfaatkan cyberspace sebagai tempat bertemu, berkomunikasi,

dan berkoordinasi ini secara intens memanfaatkan media dan infrastruktur

telekomunikasi dan teknologi informasi dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari.

Seperti halnya pada masyarakat tradisional, pertemuan antara berbagai pihak dengan

beragam kepentingan secara natural telah membentuk sebuah pasar tersendiri tempat

bertemunya permintaan (demand) dan penawaran (supply). Transaksi yang terjadi

antara demand dan supply dapat dengan mudah dilakukan walaupun yang

bersangkutan berada dalam sisi geografis yang berbeda karena kemajuan dan

perkembangan teknologi informasi, yang dalam hal ini adalah teknologi e-commerce.

Secara umum e-commerce dapat diklasifasikan menjadi dua jenis yaitu;

Business to Business (B2B) dan Business to Consumer (B2C). Business to Business

(B2B) adalah sistem komunikasi bisnis on-line antar pelaku bisnis, sedangkan

Business to Consumer (B2C) merupakan mekanisme toko on-line (electronic

shopping mall), yaitu transaksi antara e-merchant dengan e-custome.

22

Dalam Business to Business pada umumnya transaksi dilakukan oleh para

trading partners yang sudah saling kenal dengan format data yang telah disepakati

bersama. Sedangkan dalam Business to Customer sifatnya terbuka untuk publik,

sehingga setiap individu dapat mengaksesnya melalui suatu web server. Dalam

kajian ini, untuk selanjutnya yang akan dibahas adalah Business to Customer.

2.1.1.2 Mekanisme E-Commerce

Transaksi elektronik antara e-merchant (pihak yang menawarkan barang atau

jasa melalui internet) dengan e-customer (pihak yang membeli barang atau jasa

melalui internet) yang terjadi di dunia maya atau di internet pada umumnya

berlangsung secara paperless transaction, sedangkan dokumen yang digunakan dalam

transaksi tersebut bukanlah paper document, melainkan dokumen elektronik (digital

document).

Kontrak on line dalam e-commerce menurut Santiago Cavanillas dan A.

Martines Nadal, seperti yang dikutip oleh Arsyad Sanusi memiliki banyak tipe dan

variasi yaitu :

• Kontrak melalui chatting dan video conference;

• Kontrak melalui e-mail;

• Kontrak melalui web atau situs.

Chatting dan Video Conference adalah alat komunikasi yang disediakan oleh

internet yang biasa digunakan untuk dialog interaktif secara langsung. Dengan

chatting seseorang dapat berkomunikasi secara langsung dengan orang lain persis

seperti telepon, hanya saja komunikasi lewat chatting ini adalah tulisan atau

pernyataan yang terbaca pada komputer masing-masing.

23

Sesuai dengan namanya, video conference adalah alat untuk berbicara dengan

beberapa pihak dengan melihat gambar dan mendengar suara secara langsung pihak

yang dihubungi dengan alat ini. Dengan demikian melakukan kontrak dengan

menggunakan jasa chatting dan video conference ini dapat dilakukan secara langsung

antara beberapa pihak dengan menggunakan sarana komputer atau monitor televisi.

Kontrak melalui e-mail adalah salah satu kontrak on-line yang sangat populer

karena pengguna e-mail saat ini sangat banyak dan mendunia dengan biaya yang

sangat murah dan waktu yang efisien. Untuk memperoleh alamat e-mail dapat

dilakukan dengan cara mendaftarkan diri kepada penyedia layanan e-mail gratis atau

dengan mendaftarkan diri sebagai subscriber pada server atau ISP tertentu. Kontrak

e-mail dapat berupa penawaran yang dikirimkan kepada seseorang atau kepada

banyak orang yang tergabung dalam sebuah mailing list, serta penerimaan dan

pemberitahuan penerimaan yang seluruhnya dikirimkan melalui e-mail. Di samping

itu kontrak e-mail dapat dilakukan dengan penawaran barangnya diberikan melalui

situs web yang memposting penawarannya, sedangkan penerimaannya dilakukan

melalui e-mail.

Kontrak melalui web dapat dilakukan dengan cara situs web seorang supplier

(baik yang berlokasi di server supplier maupun diletakkan pada server pihak ketiga)

memiliki diskripsi produk atau jasa dan satu seri halaman yang bersifat self-

contraction, yaitu dapat digunakan untuk membuat kontrak sendiri, yang

memungkinkan pengunjung web untuk memesan produk atau jasa tersebut. Para

konsumen harus menyediakan informasi personal dan harus menyertakan nomor

kartu kredit. Selanjutnya, mekanismenya adalah sebagai berikut:

24

• untuk produk on line yang berupa software, pembeli diizinkan untuk

men-download-nya;

• untuk produk yang berwujud fisik, pengiriman barang dilakukan

sampai di rumah konsumen;

• untuk pembelian jasa, supplier menyediakan untuk melayani

konsumen sesuai dengan waktu dan tempat yang telah ditentukan

dalam perjanjian.

Mekanisme transaksi elektronik dengan e-commerce dimulai dengan adanya

penawaran suatu produk tertentu oleh penjual (misalnya bertempat kedudukan di

USA) di suatu website melalui server yang berada di Indonesia (misalnya detik.com).

Apabila konsumen Indonesia melakukan pembelian, maka konsumen tersebut akan

mengisi order mail yang telah disediakan oleh pihak penjual.

2.1.2 Pengertian Pelayanan

Kompetisi global memberikan penekanan baru pada sejumlah prinsip dasar

bisnis. Bentuk penekanan tersebut berupa diperpendeknya siklus kehidupan produk

dan memfokuskan pada pentinnya kualitas, harga yang bersaing, dan produk inovatif.

Menurut Cateora dan Graham (2007, p39), kualitas dapat didefinisikan ke dalam dua

dimensi: kualitas dari perspektif pasar dan kualitas kinerja. Keduanya merupakan

konsep penting, namun pandangan konsumen atas kualitas produk lebih banyak

berhubungan dengan kualitas dari perspektif pasar dibandingkan dengan kualitas

hasil.

Selain itu, pelayanan terhadap konsumen mempunyai pengaruh yang

dominan dalam kegiatan usaha suatu perusahaan. Apabila pelayanan terhadap

konsumen tidak dilaksanakan dengan baik, akan mengakibatkan kepercayaan

25

konsumen terhadap perusahaan dapat berkurang dan konsumen akan berusaha

mencari perusahaan lain yang memberikan pelayanan yang lebih memuaskan. Hal ini

dapat menpjado penyebab turunnya penjualan perusahaan. oleh karena itu pelayanan

terhadap konsumen perlu dilaksanakan dengan baik, sehingga sasaran perusahaan

dapat tercapai.

Menurut Kotler dan Armstrong et al (2005, p220), “service any activity or

benefit that one party can offer to another that is essentially intangible and does not

result ini ownership of anything.” Artinya. Pelayanan itu bukan sekedar kegiatan

untuk hal yang menguntungkan tetapi merupakan salah satu bagian penting yang

ditawarkan dimana sifatnya tidak terlihat dan hasilnya tidak bersifat kepemilikan

siapapun. Sehingga setiap pelayanan yang diberikan, tidak hanya memberikan

gambaran kepada konsumen bahwa pelayanan dari perusahaan tersebut memuaskan

tetapi juga secara tidak langsung membangun citra perusahaan yang lebih baik. Oleh

sebab itu, terutama dalam perusahaan jasa, pelayanan merupakan hal yang utama

yang harus diperhatikan guna membangun hubungan yang baik dengan konsumen.

2.1.2.1 Pengertian Kualitas Pelayanan (Service Quality)

Menurut penelitian Sabihaini (2002) dalam jurnal Mohammad Rizan et al

(2008), yang menyimpulkan bahwa peningkatan kualitas pelayanan akan

memberikan dampak yang lebih baik untuk meningkatkan loyalitas. Kualitas

pelayanan memiliki pengaruh langsung terhadap loyalitas dan mempengaruhi

loyalitas melalui kepuasan.

Menurut Tjiptono (2005, p59), kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan

yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi

keinginan pelanggan.

26

Menurut Simamora (2003, p180), definisi kualitas pelayanan adalah berpusat

pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta penyampaian

untuk mengimbangi harapan pelanggan.

Dalam jurnal Agyapong (2010), “service quality has also been defined by

Czepiel (1990) as customer perception of how well a service meets or exceeds their

expectations service quality is commonly notes as a critical prerequisite and

determinant of competitiveness for etasblishing and sustaining satisfying relationship

with customers.”

Dari beberapa pendapat yang ada, dapat disimpulkan bahwa kualitas

pelayanan adalah upaya perusahaan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan

konsumennya guna membangun dan mempertahankan hubungan yang memuaskan

pelanggan.

2.1.2.2 Lima Dimensi Pelayanan

Menurut Umar (2005, p237), pengukuran terhadap kualitas pelayanan

dinyatakan dalam lima dimensi kualitas:

1. Bentuk Fisik (Tangible)

Untuk mengukur penampilan fisik, perlengkapan, fasilitas karyawan, dan

sarana komunikasi. Pengukurannya meliputi: fasilitas fisik, kebersihan,

kenyamanan, ruangan, dan kelengkapan peralatan komunikasi.

2. Keandalan (Reliability)

27

Merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan jasa yang tepat

dan dapat diandalkan. Pengukurannya meliputi: kemampuan memberikan

pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.

3. Daya Tanggap (responsiveness)

Mampu memberikan pelayanan yang cepat dan efisien terhadap

pelanggan. Pengukurannya meliputi: keinginan para staf atau karyawan

untuk membantu pelanggan dengan memberikan pelayanan cepat tanggap

terhadap keinginan dan kebutuhan pelanggan.

4. Jaminan (Assurance)

Mengukur kemampuan dan kesopanan karyawan serta sifat dapat

dipercaya yang dimiliki oleh perusahaan. pengukurannya meliputi:

pengetahuan dan kemampuan karyawan, ramah tamah, dan kesopanan,

sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari keraguan, bahaya

dan resiko.

5. Empati (Emphaty)

Pengukurannya meliputi: kemudahan dalam melakukan hubungan,

komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan

pelanggan dengan cermat.

2.1.2.3 Manfaat Kualitas Pelayanan

Menurut Simamora (2003, p180), keberhasilan suatu perusahaan dalam

membangun bisnisnya, tidak luput dari peran pelayanan yang baik dan memuaskan

pelanggan. Kualitas pelayanan akan memberikan manfaat yang cukup besar bagi

perusahaan sebagai berikut:

28

• Pelayanan yang istimewa (nilai pelayanan yang benar-benar dialami

konsumen melebihi harapan) atau sangat memuaskan merupakan suatu basis

untuk penetapan harga premium.

• Pelayanan istimewa membuka peluang untuk diversifikasi produk dan harga.

Misalnya pelayan dibedakan menurut kecepatan pelayanan yang diminta oleh

pelanggan yaitu tarif mahal dibebankan untuk pelayanan yang membutuhkan

penyelesaian paling cepat.

• Menciptakan loyalitas pelanggan. Pelanggan yang loyal tidak hanya potensial

untuk penjualan yang sudah ada tetapi juga untuk produk-produk baru dari

perusahaan.

• Pelanggan yang terpuaskan merupakan sumber informasi positif bagi

perusahaan dari produk-produk kepada pihak luar, bahkan mereka dapat

menjadi pembela bagi perusahaan khususnya dalam menangkap isu-isu

negatif.

• Pelanggan merupakan sumber informasi bai perusahaan dalam hal intelijen

pemasaran dan pengembangan pelayanan atau produk perusahaan pada

umumnya.

Kualitas yang baik berarti menghemat biaya, seperti biaya untuk

mendapatkan pelanggan baru, untuk memperbaiki kesalahan, membangun

kepercayaan, membangun citra karena prestasi dan sebagainya. Jadi,

mempertahankan pelanggan yang sudah ada dengan kualitas pelayanan yang

memuaskan adalah suatu hal yang penting.

29

2.1.2.4 Proses Kualitas Pelayanan

Menurut Reid dan Bojanic (2010, p55). “The service qualitu process is the

product of expectations and perceptions of firm’s management, its employees, and

the customers it servers.” Yang artinya produk dari harapan dan persepsi manager

suatu perusahaan, para karyawan dan pelanggan sebagain pusatnya. Ketika dimana

perbedaan dalam harapan atau persepsi dari pelayanan, sesuatu yang potensial untuk

suatu celah dalam ketersediaan kualitas pelayanan. Perusahaan harus banyak

mendiagnosa kualitas layanan dan kepuasan konsumen. Singkatnya, ketika

pelanggan merasa puas, mereka akan lebih menyukai pembelian dari penyedia

layanan tersebut kemabli. Dalam jangka panjang, jka mereka terus puas, mereka

akan menjadi pelanggan yang loyal. Kesempatan dalam pelayanan adalah

kesempatan terakhir yang tersedia ketikam dimana suatu perbedaan antara harapan

pelanggan dari suatu pelayanan dan persepsi mereka dari pelayanan yang bersifat

nyata ketika dikonsumsi. Ketika perbedaan ini terjadi, ini merupakan salah satu hasil

lebih kesempatan yang terjadi dalam proses kualitas pelayanan.

Terdapat lima kesempatan potensial dari kualitas pelayanan yaitu:

• Knowledge gap, dimana terjadi ketika persepsi manajer dari harapan

konsumen yaitu perbedaan dari harapan nyata. Gap in mungkin menjadi

pendahulu dari gap lainnya dalam proses kualitas pelayanan.

• Standards gap, dimana lebih kepada perbedaan yang bisa teradi antara

persepsi manager tentang apa yang diharapkan konsumen dan bagaimana

proses menyampaikan layanan dibuat untuk memenuhi harapan.

30

• Delivery gap, dimana terjadi ketika terdapat perbedaan antara penyampaian

dalam spesifikasi penyampaian layanan dan penyampaian layanan yang

nyata.

• Communications gap, dimana terjadi ketika perbedaan antara penyampaian

layanan dan janji layanan melalui komunikasi ekternal perusahaan dengan

pelanggan.

• Service gap, diman terjadi ketika jasa yang dipersepsikan tidak konsisten

dengan jasa yang diharapkan. Gap ini bisa menimbulkan sejumlah

konsekuensi negatif, seperti kualitas buruk, dampak negaitf terhadap citra

perusahaan dan lainnya.

Gambar 2.1 Gap Kualitas Pelayanan

Sumber: Robert dan David, 2010

1. Gap 1: Customer ecpectation versus management perception

31

Gap ini terjadi ketika manajemen tidak memahami apa yang

diinginkan konsumen. Manajemen mungkin saja gagal untuk

mengerti apa yang kosumen harapkan dalam suatu service dan

bagaimana bisa menyediakan kualitas service yang maksimal.

2. Gap 2: Management perception versus service qualitu

specification

Gap ini terjadi ketika manager tahu apa yang konsumen inginkan

tapi tidak sanggup atau tidak berkeinginan untuk meningkatkan

sistem yang akan memenuhi keinginan konsumen. Hal ini bisa

disebabkan oleh tidak adanya komitmen yang kuat untuk

memberikan service quality yang maksimal, kurangnya

kemampuan untuk memahami persepsi konsumen, tidak hanya

adanya standarisasi tugas dan manajemen tidak mempunyai

tujuan.

3. Gap 3: Service quality specification versus service delivery

Gap ini terjadi ketika manajemen mengerti kebutuhan apa yang

harus diberikan kepada konsumen dan spesifikasi apa yang tepat

untuk ditingkatkan tetapi karyawan tidak sanggup atau tidak

mempunyai kemauan untuk memberikan service yang maksimal.

Gap ini terjadi ketika karyawan dan konsumen berinteraksi.

Karyawan diharapkan untuk bisa menunjukkan sikap yang ramah

dan peneh senyum serta dapat membantu menyelesaikan masalah-

masalah dari pelanggan jika tidak maka pelanggan akan merasa

tidak puas.

4. Gap 4: Service delivery versus external communication

32

Gap ini tercipta ketika perusahaan memberikan janji-janji melalui

komunikasi ekternal tetapi yang terjadi tidak seperti yang

dijanjukan atau diharapkan. Contohnya, bagian marketing

mempromosikan bahwa akan memberikan diskon dan

memberikan pelayanan yang memuaskan tetapi ternyata yang

terjadi tidak sesuai dengan yang dipromosikan, sehingga tentu

akan mengecewakan pihak pelanggan.

5. Gap 5: expected service versus percived service

Kualitas yang diharapkan ialah yang konsumen dan pelanggan

harapkan untuk diterima dari perusahaan,. kualitas yang diterima

ialah apa yang konsumen dan pelanggan terima dan rasakan dari

perusahaan. jika apa yang diterima pelanggan dan konsumen lebih

kecil dari yang diharapkan maka akan merasa tidak puas.

2.1.2.5 Pengaturan Kualitas Pelayanan

Menurut Reid dan Bojanic (2010, p58), penyediaan kualitas pelayanan yang

tinggi, semua anggota dari staf, dari atasan sampai bawahan dalam susunan

organisasi, harus memperhatikan permintaan sebagai prioritas yang tinggi.

Menyampaikan kualitas pelayanan yang tinggi didasarkan pada sikap dari pelayanan

pelanggan. Untuk mengembangkan orientasi kualitas pelayanan, pelanggan harus

merasa dalam jalur:

1. Setiap konsumen merupakan orang penting dalam bisnis

2. Pelanggan tidak terikat kepada kita, tetapi kita terikat dengan

mereka.

33

3. Pelanggan tidak menggangu pekerjaan kita. Mereka bertujuan

untuk itu.

4. Pelanggan melakukan yang terbaik ketika mereka memanggil.

Kita tidak memperlakukan mereka melalui dukungan dengan

penyediaan jasa.

5. Pelanggan bagian dari bisnis kita, tidak keluar.

6. Pelanggan merupakan manusia seperti kita, dengan perasaan dan

emosi yang sama.

7. Pelanggan membawa apa yang mereka inginkan, dan itu semua

sepenuhnya pekerjaan kita.

8. Pelanggan seharusnya mendapatkan layanan yang sopan dan

perhatian dari layanan yang disediakan.

9. Pelanggan merupakan sumber kehidupan dari setiap bisnis.

2.1.3 SERVQUAL scale (e-commerce setting)

Ada beberapa penelitian akademis yang fokus pada pengukuran kualitas

layanan. SERVQUAL tradisional atau'' gap'' model analisis yang dikembangkan oleh

Parasuraman, Zeithaml dan Berry pada awal tahun 1980, yang didasarkan pada

pandangan bahwa pelanggan menilai kualitas pelayanan dengan membandingkan

harapan layanan yang diberikan dengan persepsi layanan aktual yang diterima dari

penyedia layanan tertentu. Satu set lima dimensi kualitas pelayanan (yaitu: tangibles,

reliability, responsiveness, assurance, dan empathy) di seluruh spektrum yang luas

dari industri jasa diidentifikasi. Namun, banyak penelitian (Finn dan Lamb, 1991,

Singh, 1991, Smith, 1999) bahwa SERVQUAL tidak pernah berhasil dalam

mempertahankan semua 22 item dari lima dimensi, meskipun mereka prevalidated,

oleh Parasuraman et al. (1988). Sebagai hasil dari penilaian diagnostik lebih lanjut

34

(Parasuraman et al, 1994) untuk awal mereka 22 item, ini yang runtuh ke dalam tiga

kategori: keandalan dan berwujud, sementara daya tanggap, jaminan, dan empati

yang ditemukan yang akan dimuat ke salah satu faktor. Meskipun saat ini ada

kurangnya konsensus dalam literatur, Model SERVQUAL kualitas layanan yang

paling luas dan berhasil digunakan sebagai pengukuran dalam abad kedua puluh satu

(Tsoukatos dan Rand, 2006). Misalnya, Baru-baru ini, penelitian telah beralih ke

dimensi (atau komponen) dari kualitas pelayanan di pengaturan e-commerce -

kemudahan penggunaan, desain website, personalisasi responsif, atau kustomisasi,

dan jaminan. Dampak dari dimensi pada kepuasan pelanggan (yaitu baik sebagai

pendahuluan dan mediator terhadap loyalitas) telah dikonsepkan dengan baik dan

diteliti (lihat Gummerus et al, 2004;. Ribbink et al, 2004.). dimensi Kemudahan

penggunaan merupakan elemen penting dari penggunaan pelanggan dalam teknologi

komputer (Ribbink et al., 2004), dan sangat penting terutama bagi pengguna baru

(Gefen dan Straub, 2000). Dimensi ini termasuk barang-barang seperti fungsi,

aksesibilitas informasi, dan kemudahan pemesanan dan navigasi (Reibstein, 2002).

Padahal, dimensi ini juga mencerminkan kompetensi operator selular dan karena itu

menginduksi kepercayaan (Gummerus et al., 2004). Studi sebelumnya (Van Riel et

al, 2004;. Wolfinbarger dan Gilly, 2003;. Zeithaml et al, 2002) menunjukkan bahwa

dalam menciptakan kepuasan, dimensi desain website adalah penting karena

berhubungan langsung dengan user interface. Dimensi ini meliputi isi, organisasi,

dan struktur situs, yang menarik secara visual, menarik, dan enak dipandang. Hal ini

juga diasumsikan bahwa antarmuka situs sering langsung mempengaruhi

kepercayaan dirasakan dari sistem (Luo et al., 2006). Artinya, kesan pertama dari

situs ritel kuat dapat mempengaruhi perkembangan kepercayaan, dan komunikasi

yang efektif dapat memfasilitasi pemeliharaan kepercayaan (Egger, 2000). Sebagai

35

contoh, elemen grafis dari kegunaan atau desain konten yang paling mungkin untuk

mengkomunikasikan kepercayaan dalam pengaturan e-commerce. dimensi

responsiveness dapat dipahami sebagai bahwa dari SERVQUAL tradisional

(Zeithaml et al., 2002). Ini mengukur kemampuan perusahaan dan kemauan untuk

memberikan layanan yang cepat ketika pelanggan memiliki pertanyaan / masalah

(Zeithaml et al., 2002). Memahami kebutuhan pelanggan dan mengembangkan

pelayanan berdasarkan umpan balik responsif meningkatkan kepuasan layanan dan

juga kepercayaan (Gummerus et al., 2004). Personalisasi atau dimensi kustomisasi

dapat juga dipahami sebagai dimensi empati dari SERVQUAL tradisional (Zeithaml

et al., 2002). Hal ini mencerminkan sejauh mana informasi atau layanan disesuaikan

untuk memenuhi kebutuhan pengunjung individu (Lee, 2005). Dimensi ini menjadi

lebih penting dan merupakan bagian penting dari kualitas layanan online (Zeithaml et

al., 2002). Konsep personalisasi terdiri dari empat komponen dalam pengaturan e-

commerce: perhatian pribadi, preferensi, memahami kebutuhan spesifik pelanggan,

dan informasi mengenai products modification tersebut. Akhirnya, dimensi jaminan

keamanan alamat pelanggan dirasakan dan privasi. Dalam literatur kualitas

pelayanan, kepercayaan juga bisa dianggap sebagai kepercayaan'' dalam pelayanan

itu sendiri'' (Parasuraman et al., 1985, 1988). Seperti hubungan sangat penting untuk

mengelola kepercayaan, karena pelanggan biasanya harus membeli layanan sebelum

mengalaminya. Barang-barang ini terkait dengan isu-isu seperti keamanan transaksi

online, kepercayaan pelanggan dalam organisasi secara online, dan privasi (Ribbink

et al., 2004). Privasi, keamanan, dan etika merupakan elemen penting dalam

pengaturan e-commerce (Wang et al., 2003). Tujuan penggunaan layanan online

dapat dipengaruhi oleh persepsi pengguna tentang regarding security kredibilitas dan

privasi (Wang et al., 2003). Keamanan mengacu pada perlindungan informasi atau

36

sistem dari gangguan unsanctioned atau keluar. Takut kurangnya keamanan telah

diidentifikasi dalam studi paling sebagai mempengaruhi penggunaan layanan online.

Privasi, di sisi lain, mengacu pada perlindungan berbagai jenis data yang

dikumpulkan (dengan atau tanpa sepengetahuan pengguna) selama interaksi

pengguna dengan sistem online, yang juga dapat mempengaruhi penggunaan sistem.

Namun, Wolfinbarger dan Gilly (2003) tidak menemukan efek keamanan / privasi

pada kepuasan dan loyalitas pelanggan.

2.1.4 Teori Aplikasi Berdasarkan Jurnal Penelitian

2.1.4.1 Explanation of Cognitive Belief (perceived Value)

Tahap Pembelian belanja internet online dapat diklasifikasikan ke dalam lima

tahap: penelitian informasi (information research), pemesanan (ordering), meminta

pasca-pembelian layanan (requesting post-purchase service), mengambil pengiriman

(taking delivery), dan membayar online (paying online) (Nour & Fadlalla, 2000).

Melalui pengalaman ini, pelanggan memiliki respon kognitif yang berkaitan dengan

manfaat yang dirasakan dan biaya pembelian melalui pengecer tertentu (Zeithaml,

1988). Kognisi juga dapat digambarkan sebagai kesadaran, pengetahuan, atau

keyakinan yang mungkin atau tidak mungkin telah diturunkan dari pengalaman

belanja sebelumnya (Fishbein, 1967). Menurut teori tindakan beralasan (TRA)

(Fishbein & Ajzen, 1975; Ajzen & Fishbein, 1980), kinerja seseorang ditentukan

oleh niat perilakunya, yang bersama-sama ditentukan oleh faktor kognitif seperti

sikap dan norma subyektif. Sebagai model diperpanjang TRA, teori perilaku yang

direncanakan/The theory of planned behavior (TPB) diturunkan dengan

menambahkan kontrol perilaku dianggap sebagai penentu perilaku (Ajzen, 1985).

(1986) mengusulkan model penerimaan teknologi/technology acceptance model

37

(TAM), berdasarkan TRA dan TPB, untuk menjelaskan dan memprediksi

penerimaan pengguna sistem informasi atau teknologi komunikasi

informasi/information communication technology (ICT). Dalam TAM (technology

acceptance model), keyakinan kognitif seperti persepsi kegunaan dan persepsi

kemudahan penggunaan dihitung sebagai faktor kunci untuk penerimaan teknologi.

Ketiga teori (TRA, TPB, dan TAM) telah banyak divalidasi dan secara luas

digunakan untuk memprediksi atau menjelaskan perilaku kognitif adalah psikologi

sosial. Selain itu, sistem informasi banyak studi telah dilakukan berdasarkan TAM

(Shih, 2004;. Yu et al, 2005).

2.1.4.2 Explanation of Affective Experience (Satisfaction)

Teori konfirmasi-harapan/The Expectation-Confirmation Theory (ECT)

menyarankan bahwa kepuasan adalah motivasi utama untuk pembelian lanjutan dari

suatu produk atau jasa (Oliver, 1980). Kepuasan tergantung pada sejauh mana

pelanggan merasa harapan mereka sebelumnya dari produk atau jasa yang akan

dikonfirmasi selama penggunaan aktual (Zhang & Prybutok, 2005). Sebagian besar

penelitian sebelumnya menganggap kepuasan menjadi respon afektif untuk

konfirmasi harapan yang melibatkan proses kognitif (Pascoe, 1983, Melone, 1990,

Taylor, 1994; Oliver, 1997). Anderson dan Srinivasan (2003) menunjukkan bahwa

kepuasan pelanggan harus dievaluasi sebagai perasaan positif, acuh tak acuh, atau

negatif setelah pengalaman awal pelanggan terhadap layanan. Ini evaluasi afektif

identik dengan gagasan sikap dalam literatur penggunaan sistem informasi (Melone,

1990), dan asosiasi sikap-niat divalidasi dalam menggunakan penelitian

menyediakan dukungan tambahan untuk hubungan antara kepuasan dan pilihan atau

penggunaan terus (Davis, 1989, Mathieson, 1991; Taylor & Todd 1995).

38

2.1.4.3 Explanation of Conative Behavior (Trust)

Geyskens, Steenkamp, Steenkamp, Scheer, dan Kumar (1996)

menggambarkan komitmen jangka panjang orientasi pelanggan terhadap hubungan

bisnis. Morgan dan Hunt (1994), Kalafatis dan Miller (1997), dan Wu dan Cavusgil

(2006) menganggap komitmen sebagai faktor penting dalam menentukan retensi

pelanggan jangka panjang. Morgan dan Hunt’s (1994) empiris divalidasi dan

diterima secara luas teori kepercayaan-komitmen/commitment-trust theory (CTT)

mengklaim bahwa hubungan jangka panjang yang dibangun di atas dasar saling

"komitmen kepercayaan," adalah yang mirip dengan proses penciptaan jangka

panjang tradisional pembeli-penjual hubungan (Wu & Cavusgil, 2006; Pan, Pan,

Newman, & Flynn, 2006). Karena hubungan antara komitmen pelanggan dan

hubungan pembeli-penjual, mendorong komitmen pelanggan merupakan isu penting

bagi pengembangan dan pelaksanaan strategi e-CRM.

Atas dasar CTT (commitment-trust theory), beberapa peneliti telah

menganalisis pentingnya kepercayaan dalam hubungan online sebagai respon konatif

dengan keyakinan kognitif dan afektif (Lee & Turban, 2001, McKnight & Chervany,

2002). Kurangnya kepercayaan telah dianggap sebagai salah satu faktor penghambat

bisnis terbesar online (Marti & Garcia-Molina, 2006). Di sisi lain, Business Week

(2001) melaporkan bahwa pelanggan bersedia untuk membeli berulang-ulang dari

situs terbesar. Dengan demikian, pengecer online mengandalkan kepercayaan yang

kuat untuk membangun komitmen, perilaku pelanggan konatif.

2.1.4.4 Importance of customer loyalty

Banyak penelitian dalam dua dekade terakhir telah menyelidiki berbagai

definisi loyalitas (Jacoby dan Chestnut, 1978). Mereka berpendapat bahwa harus ada

39

komitmen yang kuat'' sikap'' merek untuk kesetiaan sejati untuk ada (misalnya

Jacoby dan Chestnut, 1978). Hal ini dipandang sebagai mengambil bentuk satu set

konsisten menguntungkan keyakinan menyatakan terhadap brand yang dibeli. Jika

konsumen percaya bahwa merek memiliki atribut yang diinginkan, maka ia akan

memiliki sikap yang lebih baik terhadap hal itu. Sikap-sikap itu dapat diukur dengan

meminta orang berapa banyak mereka menyukai merek, merasa berkomitmen untuk

itu, akan merekomendasikan hal ini kepada orang lain, dan memiliki keyakinan dan

perasaan positif tentang hal itu (Donio et al., 2006). Ini juga telah menemukan bahwa

pelanggan setia sikap jauh lebih rentan terhadap informasi negatif tentang merek dari

non-pelanggan setia (Donio et al., 2006). Ini sikap loyalitas, pada gilirannya,

menentukan niat konsumen. Konsumen niat untuk membeli merek tertentu,

misalnya, harus tumbuh kuat sebagai nya atau sikapnya terhadap merek ini menjadi

lebih menguntungkan. Dengan demikian, kekuatan sikap ini dianggap oleh banyak

peneliti sebagai prediktor kunci dari pembelian merek dan patronase ulangi (Donio et

al., 2006). Akibatnya, niat untuk membeli dan membeli kembali menangkap

komponen perilaku loyalitas. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

loyalitas pelanggan telah membuat kemajuan besar dalam bidang perilaku konsumen

selama bertahun-tahun. Dalam studi ini, loyalitas pelanggan adalah perilaku

diungkapkan oleh retensi (Bansal dan Taylor, 1999) dan emosional (Ranaweera dan

Prabhu, 2003) diungkapkan oleh WOM. Yang menarik adalah WOM positif. Sebagai

contoh, penelitian telah secara konsisten menemukan hubungan langsung antara

kualitas layanan dan bersesuaian atau kesediaan untuk merekomendasikan dengan

mengatakan hal-hal positif tentang organisasi. Memang, pelanggan yang puas juga

dikenal untuk memberikan WOM positif kepada individu yang tidak memiliki

kaitannya dengan transaksi tertentu yang pada akhirnya akan mempengaruhi niat

40

pembelian mereka. Jenis loyalitas dikenal sebagai perilaku emosional diekspresikan

(Ranaweera dan Prabhu, 2003) di mana pelanggan bersedia untuk menginformasikan

orang lain tentang insiden layanan yang telah memberi mereka kepuasan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dilaporkan bahwa 78 persen dari konsumen

mengatakan bahwa mereka percaya rekomendasi langsung dari konsumen lain

melalui WOM yang 61 persen mengatakan mereka percaya pendapat konsumen

diposting online, apa pemasar sebut viral marketing.

Di mana-mana, tampaknya, orang masih percaya teman-teman mereka

(Pfanner, 2007). Seperti telah berulang kali dimodelkan dalam bidang kepuasan

pelanggan, kepuasan merupakan pendorong kausal dari merekomendasikan dan

ulangi niat. Hubungan ini diharapkan berlaku dalam lingkungan online juga

(Ribbinke tal .,2004). Selanjutnya, para peneliti kemudian berdebat apakah niat baik

untuk merekomendasikan dan kepuasan bersama-sama entah bagaimana menangkap

bagian sikap loyalitas. Sama seperti niat pembelian kembali, mereka menemukan

bahwa niat untuk merekomendasikan adalah hasil kausal sikap yang menguntungkan

dan bukan ukuran langsung dari mereka (misalnya saya puas, karena itu saya

sarankan). Dengan demikian, niat untuk merekomendasikan juga merupakan niat

perilaku tapi tidak kepuasan (Zeithaml et al., 1996). Para peneliti berpendapat bahwa

yang terakhir adalah anteseden kausal loyalitas sikap (misalnya saya puas, karena

saya cenderung untuk setia). Semua studi ini didasarkan pada jumlah yang cukup

dari riset pasar dan analisis data. Tapi, meskipun bobot bukti empiris, kontroversi

terus berlanjut. Pada kenyataannya, kita perlu secara eksplisit mengakui kepuasan

yang bukan merupakan indikator langsung dari loyalitas sikap karena beberapa

pelanggan yang puas masih cacat (Oliver, 1999). Dengan demikian, kepuasan

41

mungkin belum diselidiki cukup dalam bagi kita untuk memastikan bahwa ada

kesetiaan sejati. Sebaliknya, mungkin perlu untuk melihat melampaui kepuasan

variabel lain yang memperkuat retensi seperti kepercayaan (Hart dan Johnson, 1999).

Pandangan ini konsisten dengan penelitian pada saluran pemasaran, yang

menunjukkan bahwa perusahaan sering melihat melampaui kepuasan untuk

mengembangkan kepercayaan dalam rangka untuk memastikan nilai ekonomis dan

hubungan jangka panjang (Morgan dan Hunt, 1994).

2.2 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

2.2.1 Kesan Kualitas Layanan (perceived service quality)

Kualitas pelayanan dianggap sebagai salah satu penentu utama keberhasilan

pengecer online (Jarvenpaa & Todd, 1997;. Zeithaml et al, 2000). Berry (1981)

mendefinisikan kualitas pelayanan yang dirasakan sebagai penilaian pelanggan

tentang keunggulan keseluruhan perusahaan atau superioritas. Definisi ini

menunjukkan bahwa kualitas yang dirasakan mirip dengan sikap umum individu

terhadap perusahaan (Bitner, 1990). Zeithaml et al. (2000) mendefinisikan kualitas

layanan situs web sebagai sejauh mana sebuah situs web memfasilitasi belanja yang

efisien dan efektif, pembelian, dan pengiriman produk dan jasa.

Pembeli online merasakan manfaat dan kemudahan untuk memperoleh

informasi mengenai produk secara langsung dari internet daripada melalui toko off-

line (Ariely, 2000, Zhang & Prybutok, 2005). Pengurangan waktu yang dibutuhkan

untuk biaya penelitian produk dan informasi terkait produk juga telah diidentifikasi

sebagai manfaat utama dari belanja online (Ariely, 2000, Lynch & Arielty, 2000).

Mampu mencari cepat untuk informasi tentang produk meningkatkan kepuasan

pelanggan dan meningkatkan niat pelanggan untuk kembali dan membeli kembali

dari pengecer online yang spesifik (Lynch & Ariely, 2000). Persepsi Pelanggan

42

kenyamanan secara langsung mempengaruhi persepsi kualitas pelayanan dan

kepuasan dalam belanja online (Zhang & Prybutok, 2005). Demikian pula,

Wolfinbarger dan Gilly (2001) menemukan bahwa peringkat pemenuhan adalah

prediktor terkuat dari kepuasan pelanggan dan niat untuk membeli kembali barang-

barang atau jasa dari pengecer online. Dalam studi ini dan lain-lain, ada konsensus di

antara peneliti yang mendukung layanan pelanggan yang unggul sebagai memiliki

dampak terbesar pada kepuasan dan loyalitas pelanggan (Rust & Lemon, 2001,

Winer, 2001, Grewal, Gopalkrishnan, & Levy, 2004).

Oleh karena itu, studi ini berspekulasi bahwa kualitas pelayanan yang

dirasakan dari sebuah toko online secara positif terkait dengan nilai yang dirasakan

dan kepuasan pelanggan. Berdasarkan bisnis online dan literatur kualitas pelayanan,

penelitian ini mendefinisikan kualitas pelayanan yang dirasakan dalam belanja online

sebagai evaluasi keseluruhan pelanggan dan penghakiman keunggulan dan kualitas

dari pengalaman belanja online. Dengan demikian, persepsi kualitas layanan yang

disampaikan oleh pengecer online dihipotesiskan sebagai anteseden nilai yang

dirasakan dan kepuasan.

Ada beberapa penelitian akademis yang fokus pada pengukuran kualitas

layanan. SERVQUAL tradisional atau'' gap'' model analisis yang dikembangkan oleh

Parasuraman, Zeithaml dan Berry pada awal tahun 1980, yang didasarkan pada

pandangan bahwa pelanggan menilai kualitas pelayanan dengan membandingkan

harapan layanan yang diberikan dengan persepsi layanan aktual yang diterima dari

penyedia layanan tertentu. Satu set lima dimensi kualitas pelayanan (yaitu: tangibles,

reliability, responsiveness, assurance, dan empathy) di seluruh spektrum yang luas

dari industri jasa diidentifikasi. Namun, banyak penelitian (Finn dan Lamb, 1991,

Singh, 1991, Smith, 1999) bahwa SERVQUAL tidak pernah berhasil dalam

43

mempertahankan semua 22 item dari lima dimensi, meskipun mereka prevalidated,

oleh Parasuraman et al. (1988). Sebagai hasil dari penilaian diagnostik lebih lanjut

(Parasuraman et al, 1994) untuk awal mereka 22 item atau skala pengukuran ini yang

runtuh ke dalam tiga kategori: keandalan dan berwujud, sementara daya tanggap,

jaminan, dan empati yang ditemukan yang akan dimuat ke salah satu faktor.

Meskipun saat ini ada kurangnya konsensus dalam literatur, Model SERVQUAL

kualitas layanan yang paling luas dan berhasil digunakan sebagai pengukuran dalam

abad kedua puluh satu (Tsoukatos dan Rand, 2006). Misalnya, Baru-baru ini,

penelitian telah beralih ke dimensi (atau komponen) dari kualitas pelayanan di

pengaturan e-commerce - kemudahan penggunaan, desain website, personalisasi

responsif, atau kustomisasi, dan jaminan. Dampak dari dimensi pada kepuasan

pelanggan (yaitu baik sebagai pendahuluan dan mediator terhadap loyalitas) telah

dikonsepkan dengan baik dan diteliti (Gummerus et al, 2004;. Ribbink et al, 2004.).

Kemudahan penggunaan dimensi memang merupakan elemen penting dari

penggunaan pelanggan komputer teknologi (Ribbink et al., 2004), dan sangat penting

terutama bagi pengguna baru (Gefen dan Straub, 2000). Dimensi ini termasuk

barang-barang seperti fungsi, aksesibilitas informasi, dan kemudahan pemesanan dan

navigasi (Reibstein, 2002). Padahal, dimensi ini juga mencerminkan kompetensi

operator selular dan karena itu menginduksi kepercayaan (Gummerus et al., 2004).

Studi sebelumnya (Van Riel et al, 2004;. Wolfinbarger dan Gilly, 2003;. Zeithaml et

al, 2002) menunjukkan bahwa dalam menciptakan kepuasan, dimensi desain website

adalah penting karena berhubungan langsung dengan user interface. Dimensi ini

meliputi isi, organisasi, dan struktur situs, yang menarik secara visual, menarik, dan

enak dipandang. Hal ini juga diasumsikan bahwa antarmuka situs sering langsung

mempengaruhi kepercayaan dirasakan dari sistem (Luo et al., 2006). Artinya, kesan

44

pertama dari situs ritel kuat dapat mempengaruhi perkembangan kepercayaan, dan

komunikasi yang efektif dapat memfasilitasi pemeliharaan kepercayaan (Egger,

2000). Sebagai contoh, elemen grafis dari kegunaan atau desain konten yang paling

mungkin untuk berkomunikasi kepercayaan dalam pengaturan e-commerce. dimensi

responsiveness dapat dipahami sebagai bahwa dari SERVQUAL tradisional

(Zeithaml et al., 2002). Ini mengukur kemampuan perusahaan dan kemauan untuk

memberikan layanan yang cepat ketika pelanggan memiliki pertanyaan / masalah

(Zeithaml et al., 2002). Memahami kebutuhan pelanggan dan mengembangkan

pelayanan berdasarkan umpan balik responsif meningkatkan kepuasan layanan dan

juga kepercayaan (Gummerus et al., 2004). Personalisasi atau dimensi kustomisasi

dapat juga dipahami sebagai dimensi empati dari SERVQUAL tradisional (Zeithaml

et al., 2002). Hal ini mencerminkan sejauh mana informasi atau layanan disesuaikan

untuk memenuhi kebutuhan pengunjung individu (Lee, 2005). Dimensi ini menjadi

lebih penting dan merupakan bagian penting dari kualitas layanan online (Zeithaml et

al., 2002). Konsep personalisasi terdiri dari empat komponen dalam pengaturan e-

commerce: perhatian pribadi, preferensi, memahami kebutuhan spesifik pelanggan,

dan informasi mengenai productsmodification tersebut. Akhirnya, dimensi jaminan

keamanan alamat pelanggan dirasakan dan privasi. Dalam literatur kualitas

pelayanan, kepercayaan juga bisa dianggap sebagai kepercayaan'' dalam pelayanan

itu sendiri'' (Parasuraman et al., 1985, 1988). Seperti hubungan sangat penting untuk

mengelola kepercayaan, karena pelanggan biasanya harus membeli layanan sebelum

mengalaminya. Barang-barang ini terkait dengan isu-isu seperti keamanan transaksi

online, kepercayaan pelanggan dalam organisasi secara online, dan privasi (Ribbink

et al., 2004). Privasi, keamanan, dan etika merupakan elemen penting dalam e-

commerce pengaturan (Wang et al., 2003). Tujuan penggunaan layanan online dapat

45

dipengaruhi oleh persepsi pengguna tentang regardingsecurity kredibilitas dan

privasi (Wang et al., 2003). Keamanan mengacu pada perlindungan informasi atau

sistem dari gangguan unsanctioned atau keluar. Takut kurangnya keamanan telah

diidentifikasi dalam studi paling sebagai mempengaruhi penggunaan layanan online.

Privasi, di sisi lain, mengacu pada perlindungan berbagai jenis data yang

dikumpulkan (dengan atau tanpa sepengetahuan pengguna) selama interaksi

pengguna dengan sistem online, yang juga dapat mempengaruhi penggunaan sistem.

Namun, Wolfinbarger dan Gilly (2003) tidak menemukan efek keamanan / privasi

pada kepuasan dan loyalitas pelanggan. Berdasarkan diskusi di atas, Berdasarkan

pengamatan diajukan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Perceived Service Qualitu is positively affect to customer satisfaction.

2.2.2 Kesan keadilan harga (perceived price fairness)

Untuk pelanggan, harga yang dirasakan, yaitu meliputi, waktu, tenaga dan

biaya pencarian, lebih berarti dari pada harga aktual moneter dari suatu barang dan

jasa. Pelanggan biasanya sebagai hakim dalam memutuskan harga dan kualitas

pelayanan berdasarkan konsep “ekuitas” dan menghasilkan kepuasannya atau tingkat

ketidakpuasan yang didasarkan pada konsep (Oliver, 1997). Dengan kata lain, dalam

evaluasi kewajaran harga keseluruhan, pelanggan menganggap baik biaya moneter

dan non-moneter memperoleh produk atau jasa (Athanassopoulos, 2000, Cronin et al,

2000; Homburg et al, 2005).

Fornell, Johnson, Anderson, Cha, dan Bryant (1996) juga menemukan bahwa

persepsi harga mempengaruhi kepuasan pelanggan di tujuh sektor industr. Demikian

pulda, dalam pengaturan percobaan yang melibatkan cek-in skenario, Voss et all

(1998) mengemukakan bahwa persepsi harga mempengaruhi kepuasan. Ketika

46

belanja di internet, pelanggan tidak bisa benar-benar melihat atau menangani produk,

sehingga persepsi harga memainkan peran penting dalam pasca pembelian kepuasan

dan niat untuk kembali ke toko online untuk pembelian masa depan (Jarvenpaa &

Todd, 1997; Liu & Arnett, 2000, Babin et al, 2003; Bolton, Warlop, & alba, 2003).

Selain itu, studi meunjukkan bahwa keadilan harga yang dirasakan sangat penting

dalam menentukan durasi hubungan penyedia-customer (Bolton & Lemon, 1999;.

Bolton et al, 2000).

Peneltian ini, oleh karena itu, berspekulasi keadilan harga dirasakan, dalam

hal biaya moneter dan non-moneter untuk konsumen, berhubungan secara positif

dengan nilai yang dirasakan dan kepuasan dalam pengalaman belanja online.

Berdasarkan pengamatan, diajukan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Perceived price fairness will positively affect satisfaction (keadilan harga

yang dirasakan secara positif akan mempengaruhi kepuasan).

2.2.3 Kepuasan (satisfaction)

Oliver (1997) mendefinisikan kepuasan sebagai respon pemenuhan

konsumen, maka kepuasan melibatkan minimal dua rangsangan-hasil dan rujukan

perbandingan. Penelitian ini mengkonseptualisasikan kepuasan pelanggan sebagai

evaluasi emosi yang mencerminkan sejauh mana pelanggan percaya penyedia

layanan membangkitkan perasaan positif (Cronin et al., 2000). Selain itu, kepuasan

pelanggan secara tradisional dianggap sebagai penentu fundamental jangka panjang

perilaku konsumen (Zhang & Prybutok, 2005).

Dalam konteks penjualan relasional, kepercayaan adalah suatu proses

kumulatif yang berkembang selama interaksi memuaskan berulang dengan penjual.

47

Kepuasan dari transaksi masa lalu menyediakan pelanggan dengan percaya diri

dalam pengecer (Siau & Shen, 2003). Secara empiris menunjukkan bahwa kepuasan

merupakan anteseden kepercayaan (Garbarino & Johnson, 1999; Siau & Shen, 2003).

Demikian juga, penelitian sebelumnya banyak hipotesis dan empiris divalidasi

hubungan antara retensi kepuasan, pelanggan dan word-of-mulut (Rucci, Kirn, &

Quinn, 1998; Bansal & Taylor, 1999;. Cronin et al, 2000). Memang, ini jenis link

merupakan dasar konsep bisnis yang menyatakan bahwa pelanggan memuaskan

kebutuhan dan keinginan adalah kunci untuk mengulang pembelian. Banyak peneliti

empiris telah menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan menyebabkan antisipasi

pembeli interaksi masa depan dengan dan komitmen terhadap penjual (Johnson,

Barksdale, & Boles, 2001; Zhang & Prybutok, 2005). Oleh karena itu, studi ini

berspekulasi bahwa kepuasan pelanggan dari pengalaman dengan pengecer online

yang spesifik mengarah ke kepercayaan dan komitmen untuk hubungan. Berdasarkan

pengamatan diajukan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Customer satisfaction is positively affect to trust.

H4 : Customer satisfaction is positively affect to customer loyalty.

2.2.4 Kepercayaan (importance of trust)

Berdasarkan literatur sebelumnya, penelitian ini mendefinisikan kepercayaan

sebagai satu set niat hubungan khusus berurusan terutama dengan integritas,

kompetensi prediktabilitas kebajikan, dan pengecer internet online (Gefen,

Karahanna, & Straub, 2003). Mayoritas literatur telah menekankan peran

kepercayaan sebagai pusat keberhasilan membangun hubungan pelanggan (Morgan

& Hunt, 1994; Lee & Turban, 2001; McKnight & Chervany, 2002; Siau & Shen,

2003). Pengecer online (online retailer) harus membuat pelanggan mereka percaya,

48

tanpa kepercayaan, pelanggan akan menghindari belanja online (Gefen, 2000).

Beberapa penelitian memberi kesan bahwa pelanggan online umumnya tinggal jauh

dari pengecer online yang mereka tidak percaya (Jarvenpaa & Tractinsky, 1999).

Pelanggan belanja online mengatasi tahap eksplorasi sebelum melakukan transaksi

komersial dengan pengecer internet yang spesifik, dan pengalaman pelanggan

dengan pengecer akan menentukan komitmen nya dan tingkat kepercayaan

(Reichheld & Schefter, 2000). Penelitian ini berspekulasi bahwa kepercayaan

pelanggan di pengecer internet spesifik mengarah ke percaya yang berhubungan

dengan komitmen sikap. Pentingnya kepercayaan. Kepercayaan telah didefinisikan

sebagai'' keadaan psikologis menyusunniat untuk menerima kerentanan berdasarkan

ekspektasi niat atau perilaku lain'' (Rousseau et al, 1998., p. 395). Kepercayaan

adalah katalis penting dalam membangun hubungan transaksional banyak. Misalnya,

dalam literatur pemasaran komitmen-hubungan kepercayaan, kepercayaan telah

dikonseptualisasikan sebagai yang ada ketika salah satu pihak memiliki keyakinan

dalam kehandalan mitra dan integritas (Morgan dan Hunt, 1994; Ranaweera dan

Prabhu, 2003). Memang kepercayaan bisa eksis di tingkat individu (Rotter, 1967)

atau pada tingkat perusahaan (Moorman et al., 1993). Selanjutnya, percaya ketika

dikonseptualisasikan sebagai dimensi model penerimaan teknologi, bisa juga telah

memikirkan memiliki pengaruh yang mencolok pada kesediaan pengguna untuk

terlibat dalam pertukaran online uang dan informasi sensitif pribadi (Wang et al.,

2003). Dengan demikian, persepsi kemudahan penggunaan dan kegunaan dirasakan

mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan niat pengguna untuk mengadopsi internet

banking (Eriksson et al, 2005; Wang et al, 2003). Penelitian terbaru menunjukkan

kepuasan itu saja mungkin tidak cukup untuk menjamin komitmen jangka panjang

pelanggan untuk penyedia layanan tunggal (Ranaweera dan Prabhu,2003).

49

Sebaliknya, mungkin perlu untuk melihat melampaui kepuasan variabel lain yang

memperkuat retensi seperti kepercayaan (Hart dan Johnson, 1999). Pandangan ini

konsisten dengan penelitian pada saluran pemasaran, yang menunjukkan bahwa

perusahaan sering melihat melampaui kepuasan untuk mengembangkan kepercayaan

dalam rangka untuk memastikan ekonomis, hubungan jangka panjang (misalnya

Morgan dan Hunt, 1994). Kepercayaan dipandang sebagai kepentingan yang cukup

besar dalam proses membangun dan memelihara hubungan, meskipun juga diakui

sebagai sulit untuk mengelola (Bejou et al., 1998). Meskipun konsekuensi dari

kepercayaan dalam bisnis-ke-pelanggan hubungan telah mapan, konstruk

kepercayaan telah digunakan dengan cara yang agak berbeda (Ranaweera dan

Prabhu, 2003). Misalnya, Parasuraman et al. (1985, 1988) digunakan kepercayaan

(bersama-sama dengan jaminan) sebagai dimensi konstruk kualitas pelayanan.

Gremler dan Brown (1996) mengusulkan kepercayaan sebagai pendahuluan

konseptual loyalitas pelanggan. Gwinner et al. (1998) mengusulkan kepercayaan

sebagai manfaat kepercayaan dinilai tinggi oleh pelanggan dalam pertukaran

relasional jangka panjang dengan perusahaan jasa. Di sisi lain, Pajak et al. (1998)

menemukan kepercayaan, bersama-sama dengan komitmen, menjadi konsekuensi

dari kepuasan penanganan keluhan. Selain itu, Levesque dan McDougall (1996)

menunjukkan bahwa penanganan pengaduan bisa memiliki dampak secara kualitatif

berbeda pada kepercayaan dari dari pada kepuasan. Dalam studi nasabah perbankan

online, Kassim dan Abdullah (2006) melakukan melihat kepercayaan sebagai sopir

komitmen hubungan pelanggan. Mereka menemukan bahwa kepercayaan memiliki

pengaruh positif yang signifikan terhadap komitmen hubungan. Temuan ini

menunjukkan bahwa di mana pelanggan mempertahankan hubungan jangka panjang

kontrak (mirip dengan konteks penelitian saat ini) dengan penyedia layanan online

50

mereka, kepercayaan akan cenderung menjadi pendorong yang kuat dari komitmen

hubungan pelanggan atau loyalty. Berdasarkan pengamatan, diajukan hipotesis

sebagai berikut:

H5 : Trust is positively affect to customer loyalty.

2.2.5 Loyalitas konsumen (Customer Loyalty)

Para peneliti berpendapat bahwa yang terakhir adalah anteseden kausal

loyalitas sikap (misalnya saya puas, karena saya cenderung untuk setia). Semua studi

ini didasarkan pada jumlah yang cukup dari riset pasar dan analisis data. Tapi,

meskipun bobot bukti empiris, kontroversi terus berlanjut. Pada kenyataannya, kita

perlu secara eksplisit mengakui kepuasan yang bukan merupakan indikator langsung

dari loyalitas sikap karena beberapa pelanggan yang puas masih cacat (Oliver, 1999).

Dengan demikian, kepuasan mungkin belum diselidiki cukup dalam bagi kita untuk

memastikan bahwa ada kesetiaan sejati. Sebaliknya, mungkin perlu untuk melihat

melampaui kepuasan variabel lain yang memperkuat retensi seperti kepercayaan

(Hart dan Johnson, 1999). Pandangan ini konsisten dengan penelitian pada saluran

pemasaran, yang menunjukkan bahwa perusahaan sering melihat melampaui

kepuasan untuk mengembangkan kepercayaan dalam rangka untuk memastikan

ekonomis, hubungan jangka panjang (misalnya Morgan dan Hunt, 1994). Pentingnya

loyalitas pelanggan. Banyak penelitian dalam dua dekade terakhir telah menyelidiki

berbagai definisi loyalitas (Jacoby dan Chestnut, 1978). Mereka berpendapat bahwa

harus ada komitmen yang kuat'' sikap'' merek untuk loyalitas yang benar untuk eksis

(Misalnya Jacoby dan Chestnut, 1978). Hal ini dipandang sebagai mengambil bentuk

konsisten set menguntungkan keyakinan menyatakan terhadap merek yang dibeli.

Jika konsumen percaya bahwa merek memiliki atribut yang diinginkan, maka ia akan

51

memiliki sikap yang lebih baik terhadap hal itu. Sikap-sikap itu dapat diukur dengan

meminta orang berapa banyak mereka menyukai merek, merasa berkomitmen untuk

itu, akan merekomendasikan hal ini kepada orang lain, dan memiliki keyakinan dan

perasaan positif tentang hal itu (Donio et al., 2006). Ini juga telah menemukan bahwa

pelanggan setia sikap jauh lebih rentan terhadap informasi negatif tentang merek dari

non-pelanggan setia (Donio et al., 2006). sikap loyalitas Ini, pada gilirannya,

menentukan niat konsumen. Konsumen niat untuk membeli merek tertentu,

misalnya, harus tumbuh kuat sebagai nya atau sikapnya terhadap merek ini menjadi

lebih menguntungkan. Dengan demikian, kekuatan sikap ini dianggap oleh banyak

peneliti sebagai prediktor kunci dari pembelian merek dan patronase ulangi (Donio et

al., 2006). Akibatnya, niat untuk membeli dan membeli kembali menangkap

komponen perilaku loyalitas. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

loyalitas pelanggan telah membuat kemajuan besar dalam bidang perilaku konsumen

selama bertahun-tahun. Dalam studi ini, loyalitas pelanggan adalah perilaku

diungkapkan oleh retensi (Bansal dan Taylor, 1999) dan emosional (Ranaweera dan

Prabhu, 2003) diungkapkan oleh WOM. Yang menarik adalah WOM positif. Sebagai

contoh, penelitian telah secara konsisten menemukan hubungan langsung antara

kualitas layanan dan bersesuaian atau kemauan untuk merekomendasikan dengan

mengatakan hal-hal positif tentang organisasi. Memang, pelanggan yang puas juga

dikenal untuk memberikan WOM positif kepada individu yang tidak memiliki

kaitannya dengan transaksi tertentu yang pada akhirnya akan mempengaruhi niat

pembelian mereka. Jenis loyalitas dikenal sebagai perilaku emosional diekspresikan

(Ranaweera dan Prabhu, 2003) di mana pelanggan bersedia untuk menginformasikan

orang lain tentang insiden layanan yang telah memberi mereka kepuasan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dilaporkan bahwa 78 persen dari konsumen

52

mengatakan bahwa mereka percaya rekomendasi langsung dari konsumen lain

melalui WOM yang 61 persen mengatakan mereka percaya pendapat konsumen

diposting online, itulah yang disebut dengan viral marketing. Di mana-mana,

tampaknya, orang masih percaya teman-teman mereka (Pfanner, 2007). Seperti telah

berulang kali dimodelkan dalam bidang kepuasan pelanggan, kepuasan adalah kausal

pengemudi merekomendasikan dan ulangi niat. Hubungan ini diharapkan berlaku

dalam lingkungan online juga (Ribbink et al., 2004). Selanjutnya, para peneliti

kemudian berdebat apakah niat baik untuk merekomendasikan dan kepuasan

bersama-sama entah bagaimana menangkap bagian sikap loyalitas. Sama seperti niat

pembelian kembali, mereka menemukan bahwa niat untuk merekomendasikan adalah

hasil kausal sikap yang menguntungkan dan bukan ukuran langsung dari mereka

(misalnya saya puas, karena itu saya sarankan). Dengan demikian, niat untuk

merekomendasikan juga merupakan niat perilaku tapi tidak kepuasan (Zeithaml et

al., 1996). Para peneliti berpendapat bahwa yang terakhir adalah anteseden kausal

loyalitas sikap (misalnya saya puas, karena saya cenderung untuk setia). Semua studi

ini didasarkan pada jumlah yang cukup dari riset pasar dan analisis data. Dengan

demikian kita berhipotesis :

H6 : Customer Loyalty is positively affect to wom 1.

H7 : Customer Loyalty is positively affect to wom 2.

H8 : Customer Loyalty is positively affect to retention intention 1.

H9 : Customer Loyalty is positively affect to retention intention 2.

53

Gambar 2.2 Kerangka pemikiran

Perceived Service

Quality

Ease of use

Web design

Responsiveness

Personalization

Assurance

SATISFACTION

TRUST

Customer Loyalty

WOM

INTENT

PERCEIVED

PRICE FAIRNESS