43
Halaman IV - 1 4.1 Apresiasi encana Zonasi WP3K yang merupakan arahan penggunaan sumberdaya, arahan pemanfaatan dan pengendalian ruang di WP3K merupakan suatu hal yang baru dalam kebijakan perencanaan pembangunan daerah, terutama menyangkut perencanaan wilayah. Konsultan memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Lebak dalam penyusunan RZWP3K, karena pada umumya penyusunan Rencana Zonasi dan upaya penetapannya belum menjadi prioritas pemerintah daerah (Pemda): Tidak semua penentu kebijakan perencanaan pembangunan daerah (Bappeda, Setda, DPRD) mengerti akan urgensi penyusunan rencana zonasi. Keterbatasan pendanaan daerah, seringkali daerah berkirim surat ke KKP mengenai permohonan bantuan penyusunan rencana zonasi dan tindaklanjutnya di wilayah mereka. Penetapan Rencana Zonasi dalam bentuk Perda berbiaya tinggi dan memerlukan proses yang panjang. Dalam UU 27/2007 tidak ada pasal pemaksa atau target waktu penyelesaian dokumen perencanaan dimaksud. Hal ini berbeda dengan UU 26/2007, dalam Pasal R

Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

us

Citation preview

Page 1: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 1

44..11 AApprreessiiaassii

encana Zonasi WP3K yang merupakan arahan penggunaan sumberdaya, arahan pemanfaatan dan pengendalian ruang di WP3K merupakan suatu hal yang baru dalam kebijakan perencanaan pembangunan daerah, terutama menyangkut perencanaan wilayah.

Konsultan memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Lebak dalam penyusunan RZWP3K, karena pada

umumya penyusunan Rencana Zonasi dan upaya penetapannya belum menjadi prioritas pemerintah daerah (Pemda):

Tidak semua penentu kebijakan perencanaan pembangunan daerah (Bappeda, Setda, DPRD) mengerti akan urgensi penyusunan rencana zonasi.

Keterbatasan pendanaan daerah, seringkali daerah berkirim surat ke KKP mengenai permohonan bantuan penyusunan rencana zonasi dan tindaklanjutnya di wilayah mereka.

Penetapan Rencana Zonasi dalam bentuk Perda berbiaya tinggi dan memerlukan proses yang panjang.

Dalam UU 27/2007 tidak ada pasal pemaksa atau target waktu penyelesaian dokumen perencanaan dimaksud. Hal ini berbeda dengan UU 26/2007, dalam Pasal

R

Page 2: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 2

78 ayat 3 UU ini mengamanahkan agar Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 tahun sejak undang-undang ini ditetapkan. Sedangkan untuk Perda tentang RTRW Kabupaten/Kota disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 tahun.

Kebijakan perencanaan pembangunan daerah yang terkait dengan perencanaan wilayah (spasial) adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dalam Pasal 9 ayat 2, UU 27/2007 menyebutkan bahwa Rencana Zonasi WP3K diserasikan, diselaraskan, dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.

Setidaknya ada 2 pendapat yang dapat menjadi opsi dalam upaya menetapkan Rencana Zonasi WP3K dalam peraturan daerah, yaitu:

1. Disatukan dengan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah: Dasar dari pendapat ini adalah, ruang yang dimaksud dalam UU 26/2007 yang menjadi induk RTRW meliputi ruang darat, ruang laut, ruang udara dan ruang di dalam permukaan bumi. Sehingga obyek/lokus yang diatur oleh Rencana Zonasi WP3K seyogyanya telah termuat dalam RTRW.

Keuntungan:

a. Dari segi pembiayaan lebih efesien. Daerah hanya menganggarkan kegiatan penyusunan satu perda saja.

b. Pembahasan lebih komprehensif. Substansi Raperda RTRW dibahas oleh lintas sektor di pusat dan di daerah.

Kesulitan: Ada areal irisan antara UU 26/2007 dan UU 27/2007 yaitu wilayah pesisir daratan (batas kecamatan) yang kemudian peristilahan pembagian zona/kawasannya harus mengacu pada peraturan perundangan yang mana

2. Dibuat dalam Perda yang berbeda:

Dasar dari pendapat ini adalah amanah penetapan RTRW dan Rencana Zonasi berasal dari undang-undang yang berbeda, sehingga Rencana Zonasi perlu ditetapkan dengan perda tersendiri. Disamping itu banyak Perda tentang RTRW yang belum memuat arahan peruntukan ruang di wilayah perairan pesisirnya.

Apabila harus memilih kedua opsi diatas dalam rangka mempercepat penetapan Rencana Zonasi dalam bentuk perda maka kami akan memilih kedua-duanya. Pilihan pertama atau kedua akan sangat bergantung pada opsi mana yang dapat segera memberikan ketetapan hukum segera di WP3K. Menurut hemat kami, yang terpenting adalah muatan yang dikandung dalam Rencana Zonasi dapat termuat dalam peraturan daerah. Jadi, apabila memungkinkan maka akan lebih baik jika muatan tersebut dapat termuat dalam Perda tentang RTRW. Namun apabila tidak, maka ia harus ditetapkan dengan Perda tersendiri.

Selain mewajibkan, Pasal 78 ayat 3 UU 26/2007 memiliki unsur memaksa pemerintah daerah dalam menyusun atau mengevaluasi Perda RTRW mereka dalam kurun waktu tertentu. Hal ini juga diikuti oleh kegiatan percepatan Kementerian Pekerjaan Umum ke seluruh daerah dalam bentuk kegiatan pembinaan, fasilitasi dan bantuan teknis. Hasilnya adalah hampir semua pemerintah daerah saat ini tengah menyusun/mengevaluasi Perda RTRWnya. Idealnya, waktu

Page 3: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 3

penyusunan Rencana Zonasi WP3K pun dilakukan bersamaan saat evaluasi RTRW. Karena pada kenyataannya, hampir semua RTRW yang telah disusun belum banyak mengatur mengenai alokasi ruang di wilayah perairan pesisirnya. Sehingga dengan adanya Rencana Zonasi WP3K dapat melengkapi ruang-ruang yang yang belum diatur dalam RTRW. Dengan cara apapun muatan-muatan Rencana Zonasi WP3K harus masuk dalam kebijakan pembangunan daerah, baik dalam Perda tersendiri atau menjadi satu dengan Perda RTRW dalam rangka mengatasi problematika dan mengoptimasi potensi di WP3K.

44..22 IInnoovvaassii

4.2.1 Definisi Wilayah Pesisir

1. Batasan Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut : kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan kearah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Batasan di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat garis batas nyata wilayah pesisir. Batas tersebut hanyalah garis khayal yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Ditempat yang landai garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai, dan sebaliknya untuk wilayah pantai yang terjal.

2. Karakteristik Pesisir

Merupakan wilayah pencampuran atau pertemuan antara laut, darat dan udara. Bentuk wilayah ini merupakan hasil keseimbangn dinamis dari suatu proses penghancuran dan pembangunan dari ketiga unsur alam tersebut. Wilayah pesisir dapat berfungsi sebagai zona penyangga dan merupakan habitat bagi berbagai jenis biota, tempat pemijahan, pembesaran, mencari makan dan tempat berlindung bagi berbagai jenis biota laut dan pantai.

Wilayah pesisir memiliki perubahan sifat ekologi yang tinggi, dan pada skala yang sempit akan dijumpai kondisi ekologi yang berbeda. Pada umumnya wilayah ini memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dan menjadi sumber zat organik yang penting dalam suatu siklus rantai makanan di laut.

3. Karakteristik dan Tipologi Pulau-Pulau Kecil

o Definisi Pulau-pulau Kecil

Pulau Pulau Kecil/Gugusan Pulau Pulau kecil adalah kumpulan pulau-pulau yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial dan budaya, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumberdayanya.

Page 4: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 4

o Batasan Pulau Kecil

Batasan dan karakteristik pulau-pulau kecil sebagai berikut :

a. Pulau yang ukuran luasnya kurang atau sama dengan 10.000 km², dengan jumlah penduduknya kurang atau sama dengan 200.000 orang

b. Secara ekologis terpisah dari pulau induk (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas, dan terpencil dari habitat pulau induk sehingga bersifat insular

c. Memiliki sejumlah jenis biota endemik dan keanekaragaman biota yang tipikal dan bernilai ekonomis tinggi

d. Daerah tangkapan (catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk kelaut

e. Kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau pulau bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.

o Karakteristik Pulau-pulau Kecil

Karakteristik Pulau Kecil merupakan pengertian yang terintegrasi satu dengan yang lainnya, baik secara fisik, ekologis, sosial, budaya, dan ekonomi, yang meliputi :

a. Secara Fisik

Terpisah dari pulau besar

Dapat membentuk satu gugus pulau atau berdiri sendiri.

Lebih banyak dipengaruhi oleh faktor hidro-klimat laut.

Luas pulau kurang dari 10.000 km2, dan sangat rentan terhadap perubahan alam atau manusia sepertl : bencana angin badai, gelombang tsunami, letusan gunung berapi, fenomena kenaikan permukaan air laut (sea level rise) dan penambangan.

Substrat yang ada di pesisir biasanya bergantung pada jenis biota yang ada di sekitar pulau, dan biasanya didominasi oleh terumbu karang atau jenis batuan yang ada di pulau-pulau tersebut.

Kedalaman laut rata-rata antar pulau-pulau kecil sangat ditentukan oleh kondisi geografis dan letak pulau-pulau kecil. Pada daerah paparan benua, kedalaman rata-rata antar pulau adalah di atas atau kurang dari 100 m, contohnya pada Paparan Sunda di wilayah Indonesia bagian Barat (Sumatera. Jawa dan Kalimantan) dan Paparan Arafura di bagian Utara Australia/ bagian selatan Papua ; sedangkan ke arah timur Indonesia, pulau-pulau kecil yang terletak di daerah laut terbuka (Sulawesi, Maluku dan Papua bagian Utara), memiliki kedalaman laut yang sangat bervariasi.

b. Secara Ekologis

Habitat/ ekosistem pulau-pulau kecil cenderung memiliki spesies endemik yang tinggi dibanding proporsi ukuran pulaunya.

Page 5: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 5

Memiliki resiko perubahan lingkungan yang tinggi, misaInya akibat pencemaran dan kerusakan akibat aktivitas transportasi laut dan aktivitas penangkapan ikan, akibat bencana alam seperti gempa, gelombang, tsunami, penambangan, dll.

Memiliki keterbatasan daya dukung pulau (ketersediaan air tawar dan tanaman pangan).

Melimpahnya biodiversitas laut.

c. Secara Sosial-Budaya-Ekonomi

Ada pulau yang berpenghuni dan tidak.

Penduduk asli mempunyai budaya dan kondisi sosial ekonomi yang khas.

Kepadatan penduduk sangat terbatas/ rendah (hal ini berdasarkan daya dukung pulau dan air tanah).

Ketergantungan ekonormi lokal pada perkembangan ekonomi luar pulau induk atau kontinen.

Keterbatasan kualitas sumberdaya manusia.

Aksesibltas (ketersediaan sarana prasarana) rendah dengan transportasi maksimal 1 kali sehari, disamping faktor jarak dan waktu yang terbatas. Jika aksesibilitasnya tinggi maka keunikan pulau lebih mudah terganggu.

Dalam menentukan apakah suatu pulau merupakan pulau kecil, ketiga kriteria diatas harus dipenuhl secara keseluruhan. Daratan yang pada saat pasang tertinggi permukaannya ditutupi air tidak termasuk kategori pulau kecil.

o Karakteristik dan Tipologi Gugus Pulau

a. Definisi Gugus Pulau

Dalam pengertian secara umum, gugus pulau dapat diartikan sebagai berikut :

“Gugus Pulau adalah sekumpulan pulau-pulau yang secara geografis yang saling berdekatan, dimana ada keterkaitan erat dan memiliki ketergantungan/interaksi antar ekosistem, kondisi ekonomi, sosial dan budaya, baik secara individual maupun secara berkelompok”.

b. Batasan dan karakteristik Gugus Pulau

Pengertian tentang gugus pulau adalah sekumpulan pulau, dengan ciri-ciri fisik yang meliputi antara lain :

Secara Fisik

(a) Secara geografis merupakan sekumpulan pulau yang saling berdekatan, dengan batas fisik yang jelas antar pulau

(b) Dalam satu gugus pulau, pulau kecil dapat terpisah jauh sehingga bersifat insuler

Page 6: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 6

(c) Lebih banyak dipengaruhi oleh faktor hidro-klimat laut.

(d) Pengertian satu Gugus pulau tidak terbatas pada luas pulau, jumlah dan kepadatan penduduk

(e) Biasanya pada pulau kecil dalam gugus pulau terdapat sejumlah jenis biota endemik dengan keanekaragaman biota yang tipikal dan bernilai ekonomis tinggi

(f) Pada wilayah tertentu, gugus pulau dapat merupakan sekumpulan pulau besar dan kecil atau sekumpulan pulau kecil dengan daratan terdekat (propinsi/ kabupaten/ kecamatan) dimana terdapat saling ketergantungan pada bidang ekonomi, sosial dan budaya

(g) Gugus pulau dapat terdiri dari sekumpulan pulau, atol atau gosong (gosong adalah dataran terumbu karang yang hanya muncul di permukaan air pada saat air surut) dan daratan wilayah terdekat (dapat terdiri dari propinsi/ kabupaten/ kecamatan)

(h) Kondisi pulau-pulau kecil sangat rentan terhadap perubahan yang bersifat alamiah (bencana angin, badai, gelombang tsunami, letusan gunung berapi) atau karena pengaruh manusia (fenomena kenaikan permukaan air laut, pencemaran/ polusi, sedimentasi, erosi dan penambangan).

Secara Ekologis

(a) Habitat/ ekosistem gugus pulau cenderung memiliki spesies endemik.

(b) Semakin besar Jumlah pulau yang terdapat dalam satu gugus pulau maka akan lebih besar kecenderungan jumlah biota endemik.

(c) Memiliki jenis ekosistem yang sama pada setiap pulau

(d) Melimpahnya biodiversitas/ keanekaragaman jenis biota laut.

Secara Sosial-Budaya-Ekonomi

(a) Penduduk asli mempunyai adat-budaya dan kebiasaan yang hampir sama, dan kondisi sosial ekonomi yang khas.

(b) Ketergantungan ekonormi lokal pada perkembangan ekonomi luar pulau besar/ induk atau kontinen.

(c) Aksesibltas (ketersediaan sarana/ prasarana) rendah dengan transportasi ke arah pulau induk maksimal 1 kali sehari, disamping faktor jarak dan waktu yang terbatas.

4.2.2 Pemahaman Mengenai Tata Ruang

Tata ruang mempunyai kaitan pengertian dengan kata spatial (bahasa inggris). Artinya sebagai segala sesuatu yang mempunyai kaitan dengan keruangan.

Page 7: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 7

Pandangan para pakar mengenai wawasan tata ruang terkait dengan segala sesuatu yang berada di dalam ruang sebagai wadah menyelenggarakan kehidupan. Amos Raporport misalnya, menekankan tata ruang merupakan lingkungan fisik, dimana terdapat hubungan organisatoris antara berbagai macam objek dan manusia yang terpisah dalam ruang-ruang tertentu.

Pakar lain, Larry Witzling sudah jauh memberikan arti ”tata ruang” sebagai sesuatu yang berupa hasil perencanaan fisik. Ia menekankan bahwa di dalam tata ruang terdapat suatu distribusi dari tindakan manusia dan kegiatannya untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan sebelumnya.

Tata ruang dalam hal ini merupakan jabaran dari suatu produk perencanaan fisik. Dalam pandangan yang berbeda, I Made Sandy mengatakan penataan ruang baru bisa ada, setelah tanah peruntukan dan dikuasai oleh calon yang akan menggunakan tanah itu untuk proyek. Jadi ruang sama artinya dengan tanah.

Dengan menganggap ruang sebagaimana genus dan tanah sebagai spesies maka yang bisa ditata adalah ”tanah” bukan ”ruang”. Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan (i) dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; (ii) tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang; dan (iii) tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.

Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta didukung oleh teknologi yang sesuai akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem. Hal itu berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada. Karena pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada akhirnya dapat mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional secara keseluruhan, pengaturan penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Hal itu berarti perlu adanya suatu kebijakan nasional tentang penataan ruang yang dapat memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan ruang.

Seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan, baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan ruang oleh siapa pun tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang. Berdasarkan hal-hal diatas, menurut Djoko Sujarto, ruang dalam artian segala sesuatu yang berkaitan dengan wawasan ruang di bumi (jagad raya) ini adalah semua bagian bumi yang dimulai dari titik pusat bumi, yang mengandung berbagai potensi sumber daya alam, air dll.; permukaan bumi dengan berbagai cara pemanfaatan dan penggunaan lahan, pemanfaatan kemampuan berproduksinya lahan, kemungkinan pemanfaatan nilai strategis lahan dan air serta manfaatnya serta bagian di atas bumi yaitu angkasa dengan berbagai potensi cara pemanfaatannya dan masalahnya. Kesemua ini dalam upaya penataan ruang (spatial planning) perlu diatur demi menjaga agar segala pemanfaatannya dapat efisien dan efektif.

Page 8: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 8

1. Pengertian Perencanaan

Pada awalnya istilah ”plan” atau rencana selalu diasosiasikan dengan segala sesuatu yang merupakan produk arsitek atau insinyur. Wujudnya dalam bentuk gambar atau peta. Rencana pada masa ini merupakan suatu hasil yang sifatnya statis, walaupun produk akhirnya merupakan sesuatu yang dinamis, mobil misalnya, sekali mobil itu dibuat merupakan suatu produk yang tetap seperti itu. Dalam perkembangan selanjutnya, planning atau perencanaan kemudian dikaitkan dengan upaya merumuskan keinginan dan cita-cita manusia dalam arti yang lebih luas.

Sebagai mahluk yang dinamis, pengertian perencanaan terus berkembang. Pada masa kini perencanaan mengandung pengertian adanya suatu rangkaian yang terus menerus secara berkesinambungan. Hal ini karena berkaitan dengan upaya merumuskan keinginan dan cita-cita dimasa mendatang bagi manusia yang mempunyai ciri tersebut.

Perencanaan merupakan suatu hasil rangkaian kerja untuk merumuskan sesuatu yang didasari oleh suatu pola tindakan yang defenitif, yang menurut pertimbangan secara sistematis akan membawa keuntungan tetapi dengan anggapan bahwa akan ada tindakan-tindakan selanjutnya yang akan merupakan rangkaian kegiatan sistematis lainnya (Djoko Sujarto, 1995).

Dengan kata lain, tindakan yang semula dirumuskan masih bersifat terbuka bagi kemungkinan adanya pilihan cara tindakan lain dan bahkan tindakan yang telah dirumuskan semula, masih mungkin disesuaikan apabila dianggap kurang menguntungkan pada saat tertentu lainnya.

Terminologi perencanaan (planning) selalu dikaitkan dengan perancangan (design). Perencanaan berlingkup luas–makro, sedangkan perancangan marupakan bagian dari perencanaan; berlingkup mikro. Lingkup pengertian ini (walaupun belum baku) berkaitan dengan pengertian semantik dan bahasanya. Perancangan merupakan produk perumusan keinginan atau cita-cita masa mendatang yang lebih terbatas mikro.

Rencana adalah produk dari suatu kegiatan perencanaan yang merupakan pedoman dan arahan untuk mencapai keinginan atau cita-cita yang sasaran dan jangkauannya telah didefinisikan terlebih dahulu.

Rencana merupakan rumusan-rumusan keinginan atau cita-cita yang lingkupnya menyeluruh dan luas. Rancangan merupakan produk dari kegiatan perancangan (designing) yaitu berupa upaya tindak lanjut, penjabaran, dan rincian dari produk perencanaan terdahulu.

Perencanaan merupakan proses yang berkesinambungan. Perencanaan dapat dikatakan tidak mempunyai awal dan akhir yang defenitif (Branch, 1985).

Proses

Perencanaan

RENCANA

Proses –

Proses

Perencanaan

Rancangan C

Rancangan B

Rancangan A

Page 9: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 9

Proses perencanaan akan berlangsung terus pada upaya penyelesaian masalah selanjutnya sesuai dengan perkembangan masalah yang baru.

Proses perencanaan tanggap dan menyesuaikan diri dengan perkembangan yang dialami masyarakat maupun berbagai sumber daya yang menunjangnya (Harington, 1989). Secara harafiah Proses Perencanaan dapat diartikan sebagai rangkaian proses berfikir yang berkesinambungan dan rasional untuk memecahkan suatu permasalahan secara sistematik dan berencana. Proses perencanaan dapat berkembang sesuai dengan kendala dan limitasi yang ada sehingga rangkaian kegiatan itu dapat efektif dan efisien (Lichfield, 1975).

2. Pengertian Rencana Tata Ruang

Berdasarkan Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya, pada dasarnya ketersediaannya tidak tak terbatas. Berkaitan dengan hal tersebut, dan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, Undang-Undang ini mengamanatkan perlunya dilakukan penataan ruang yang dapat mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta yang dapat memberikan pelindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang. Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses perencanaan tata ruang wilayah.

Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok peruntukan.

Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.

Page 10: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 10

3. Prinsip Perencanaan Tata Ruang

Berdasarkan terminologi planologis, prinsip perencanaan tata ruang menurut Prof. Djoko Sujarto, antara lain :

a) Suatu penentuan pilihan (setting up choices). Perencanaan terkait dengan pengambilan keputusan untuk menetapkan pilihan. Dalam hal ini maka proses pemilihan ini didasari oleh suatu pertimbangan untuk memilih unsure-unsur yang akan dikembangkan dan tindakan mana yang akan dipakai sebagai cara bertindak di dalam pembangunan.

b) Suatu penetapan pengagihan sumber daya (resources allocation). Pada dasarnya perencanaan merupakan suatu usaha untuk mempertimbangkan secara rasional pengagihan sumber daya yang potensial dan dimiliki termasuk sumber daya manusuia, sumber daya alam, sumber daya modal untuk mencapai tujuan pembangunan berdasarkan keterbatasan dan kendala sumber daya potensial tersebut berdasarkan strategi yang akan menentuan urutan prioritas pembangunan.

c) Suatu penetapan dan usaha pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan (setting up goals and objectives), yaitu menetapkan sasaran tujuan yang diperhitungkan sesuai dengan kuantitas usaha pencapaian dan apa yang ingin dicapai dalam kurun waktu mendatang tertentu. Seringkali terjadi bahwa sasaran dan tujuan pembangunan yang ditetapkan akan berdeviasi di dalam kurun waktu pelaksanaan pembangunantersebut.

d) Suatu mencapai keadaan yang baik masa mendatang yang di dalam usaha menrealisasikannnya perlu mempertimbangkan dua hal pokok yaitu :

Pertama, dapat membuat perkiraan yang baik dan menjabarkannya dalam suatu penjadwalan yang berurutan (sequential) sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya yang mendukungnya

Kedua, Pelaksanaan pentahapan untuk ,mencapai tujuan masa mendatang disusun dalam urutan kegiatan yang logis, rasional dan tertata secara bertahap berurutan.

Dalam perkembangan selanjutnya 'planning' atau 'perencanaan' kemudian dikaitkan dengan upaya merumuskan keinginan dan cita cita manusia dalam arti yang lebih luas. Perencanaan merupakan rumusan keinginan dari kelompok manusia dalam mencapai keadaan yang lebih baik. Dengan berbagai sifat yang ada pada manusia sebagai mahluk dinamis, maka makna dan arti planning telah mengalami perkembangan. Sekarang kalau berbicara 'planning' atau 'perencanaan', maka selalu terkandung pengertian adanya suatu rangkaian yang menerus secara bersinambungan.

Ini tidak lain karena planning merupakan suatu upaya merumuskan keinginan dan cita cita dimasa datang bagi manusia yang mempunyai ciri dinamis tersebut yang akan menuntut sesuatu yang berkelanjutan. Planning merupakan suatu hasil rangkaian kerja untuk merumuskan sesuatu yang didasari oleh suatu pola tindakan yang definitif, yang menurut pertimbangan yang sistematis akan dapat membawa keuntungan tetapi dengan anggapan bahwa akan ada tindakan tindakan selanjutnya yang akan merupakan rangkaian kegiatan sistematis lainnya.

Page 11: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 11

Jadi tindakan yang dirumuskan semula masih bersifat terbuka bagi kemungkinan adanya pilihan cara tindakan lain dan bahkan tindakan yang telah dirumuskan semula itu masih mungkin disesuaikan apabila dianggap kurang menguntungkan pada saat tertentu lainnya.

4.2.3 Aplikasi GIS dalam Perencanaan Tata Ruang

A. Sejarah peta dan GIS

Konsep peta telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini terbukti dengan telah banyaknya gambar yang menyerupai peta perjalanan. Salah satunya seperti yang digambarkan oleh orang-orang Cro-Magnon pada dinding gua di Lascaux Prancis. Pada dinding gua terdapat gambar hewan dilengkapi dengan garis yang dipercaya sebuah rute migrasi hewan-hewan tersebut. Dari zaman ke zaman petapun berkembang. Tidak hanya manfaat peta yang akhirnya disadari semakin luas. Teknologi pembuatan peta itu sendiri juga ikut berkembang.

GIS adalah singkatan dari Geographic Information System. Dalam bahasa Indonesia sendiri, GIS disingkat SIG yang artinya Sistem Informasi Geografi. Sistem Informasi Geografi adalah sebuah sistem yang dapat membantu memberikan gambaran yang lebih jelas tentang informasi dari sebuah tempat. Hasil akhir SIG dapat juga disebut Smart Maps. Hal ini dikarenakan hasil hasil akhir SIG memang merupakan sebuah peta yang dilengkapi dengan data yang dibutuhkan oleh si pembuatnya. Smart Map inilah yang nantinya dapat membantu user, baik dalam menganalisis ataupun mengambil keputusan terhadap suatu daerah.

Sistem Informasi Geografis (SIG) muncul pada tahun 1967. Pertama kali SIG dipergunakan oleh Departemen Energi, Pertambangan dan sumber daya Ottawa, Ontario, Kanada. SIG yang pertama dikembangkan oleh Roger Tomlinson yang diberi nama CGIS (Canadian GIS). SIG ini digunakan untuk menyimpan, menganalisis dan mengolah data yang dikumpulkan untuk CLI (Canadian Land Inventory = Inventarisasi Tanah Canada). Tujuannya untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan Canada). Sedangkan Roger Tomlinson sendiri akhirnya mendapat julukan sebagai Bapak SIG.

B. Konsep Dasar GIS

GIS merupakan sistem komputer yang mampu memproses dan menggunakan data yang menjelaskan tentang tempat pada perumukaan bumi. Informasi permukaan bumi dalam GIS direpresentasikan dalam layer-layer informasi, seperti jaringan jalan, bangunan, fasilitas dll. Lihat Gambar 4.1. Lebih lanjut GIS didefinisikan sebagai sekumpulan alat yang terorganisir yang meliputi hardware, software, data geografis dan manusia yang sumuanya dirancang secara efisien untuk dapat melihat, menyimpan, memperbaharui, mengolah dan menyajikan semua bentuk informasi bereferensi geografis (ESRI, 1994). Selanjutnya GIS pada dasarnya dibuat untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis obyek serta fenomena yang posisi geografisnya merupakan karakteristik yang penting untuk di analisis (Stan Aronoff, 1989).

Dari definisi ini, GIS jelas mempunyai karakteristik sebagai perangkat pengelola basis data (Database Management System (DBMS), sebagai perangkat analisa

Page 12: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 12

keruangan (spatial analysis) dan juga sekaligus proses komunikasi untuk pengambilan keputusan.

Keunikan GIS jika dibanding dengan sistem pengelola basis data yang lain adalah kemampuan untuk menyajikan informasi spatial maupun non-spatial secara bersama. Sebagai contoh data GIS penggunaan lahan dapat disajikan dalam bentuk luasan yang masing-masing mempunyai atribut penjelasan baik itu tabuler, text, angka, maupun image file. Informasi yang berlainan tema disajikan dalam lapisan (layer) informasi yang berlainan.

Gambar 4.1 Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis

Tiga tugas utama yang diharapkan dari sistem informasi geografis adalah :

1). Penyimpanan, menajemen, dan integrasi data spasial dalam jumlah besar

2). Kemampuan dalam analisis yang berhubungan secara spesifik dengan komponen data geografis.

3). Mengorganisasikan dan mengatur data dalam jumlah besar, sehingga informasi tersebut dapat digunakan semua pemakainya.

Lebih sederhana lagi GIS mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai database system dan sebagai alat analisis dan modeling yang berkaitan dengan informasi geografis.

C. Subsystem GIS

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka GIS dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem, yaitu :

Page 13: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 13

1 Data Input Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggungjawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-format data-data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oleh GIS

2 Data Output Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagaian basis data baik dalam bentuk softcopy mapuun bentuk hardcopy seperti : tabel, grafik, peta dan lain-lain

3 Data Management Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial mapun atribut ke dalam sebuah basisdata sedimikian rupa sehingga mudah dipanggil, di update dan di edit.

4 Data Manipulation & Analysis

Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh GIS. Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi dan permodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

Gambar 4.2 Uraian Subsistem-Subsistem GIS

D. Komponen G.I.S

GIS merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lainnya di tingkat fungsional dan jaringan. Secara umum GIS terdiri dari beberapa komponen yaitu :

Tabel

Laporan

PengukuranLapangan

Data Digital

Peta Tematik

Citra Satelit

Foto Udara

Data Lainnya

Input

Storage(Database)

Retrieval

Processing

Output

Peta

Tabel

Laporan

Informasi dijital

(Softcopy)

DATA INPUT

DATA

MANAGEMENT &

MANIPULATION

OUTPUT

Page 14: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 14

1 Perangkat Keras Pada saat ini tersedia berbagai platform perangkat keras, mulai dari PC desktop, Workstation, hingga multiuser host yang dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan komputer yang luas, berkemampuan tinggi, memilki ruang penyimpan (hardisk yang besar dan mempunyai kapasitas memori (RAM) yang besar. Adapun perangkat keras yang sering digunakan untuk GIS adalah komputer (PC), mouse, digitizer, printer, plotter dan scanner.

2 Perangkat lunak Bila dibandang dari sisi lain, GIS juga merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular, dimana basisdata memgang peranan penting. Setiap subsistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang terdiri dari beberapa modul, hingga tidak mengherankan kika ada perangkat GIS yang terdiri dari ratusan modul program (*.exe) yang masing-masing dapat dieksekusi sendiri.

3 Data dan Informasi Geografi

GIS dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengancara me-ngimport–nya dari perangkat-perangkat lunak GIS yang lain meupun secara langsung dengan cara mendijitasi data spasisialnya dari peta dan memasukan data atributnya dari tabel-tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard.

4 Management Suatu proyek GIS akan berhasil jika di manage dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkat

E. Keuntungan dan kegunaan GIS

Keuntungan dari pemanfaatan GIS (Korte)

1) data lebih aman dan tersusun lebih baik

2) tumpang tindih data dapat dihilangkan

3) perbaikan/updating data menjadi lebih mudah dan cepat;

4) data mudah disimpan, dicari (querry) dianalisis, dan disajikan.

5) data pada organisasi (pemerintah daerah) menjadi terpadu; sehingga tingkat produktivitas karyawan menjadi meningkat

Lebih spesifik lagi kegunaan GIS berkaitan dengan pengelolaan kota (urban management) adalah; sebagai DSS (Division Support System), yaitu sebagai alat pengambilan keputusan bagi aparat pengelola dan pembangunan kota seperti Bupati/Walikota, Bappeda dan Dinas-dinas Sektoral.

Selain keuntungan seperti diuraikan di atas, kegunaan GIS menjadi kurang bermanfaat, jika kita kurang memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Page 15: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 15

1) gagal merumuskan persoalan dengan benar;

2) kurang mempertimbangkan kemampuan operasionalnya;

3) hanya untuk coba-coba;

4) gagal merumuskan tujuan;

5) tidak memperhitungkan pengembangan jangka panjang

6) kurang mendapat dukungan pengelolaaan

7) kurang melibatkan pemakai

8) gagal merinci kebutuhan

9) kurangnya latihan bagi pemakai dan kurang laporan mengenai keberhasilan GIS kepada atasan

Beberapa contoh penerapan dari GIS (Geographic Information System)

Sumber Daya Alam

Berguna sebagai alat inventarisasi, manajemen, serta kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebunan, kehutanan, perencanaan tatagunalahan, analisis daera, rawan bencana alam dsb.

Pengelolaan dan Manajemen Kota

Sebagai DSS (Divisi Suport System) yang membantu Bupati/Walikota dalam hal perencanaan, pengelolaan Wilayah dan Kota, memberikan informasi daerah serta profil investasi untuk menarik investor.

Kependudukan

Berguna untuk menyusun data pokok, penyediaan informasi kependudukan/sensus dan sosial ekonomi, sistem informasi untuk pemilu dsb

Lingkungan

Meliputi pemantauan pencemaran sungai, danau, laut; evaluasi pengendapan lumpur/sedimen baik disekitar danau, sungai/pantai; permodelan pencemaran udara, limbah berbahaya dan sebagainya.

Pertanahan

Berguna untuk menginventarisasi masalah tanah dan mengelola sistem informasi pertanahan.

Prasarana

Membantu untuk menginventarisasi dan manajemen informasi jaringanpipa air minum, sistem informasi pelanggan perusahaan air minum perencanaan pemeliharaaan dan perluasan jaringan pipa air minum, listrik dan telepon.

Ekonomi Bisnis dan Marketing

Penentuan lokasi-lokasi bisnis yang mempunyai prospek tinggi, seperti bank, pasar swalayan/supermarket, kantor cabang, show room

Page 16: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 16

Perpajakan

Aplikasi dibidang perpajakan, misalnya dalam menentukan NJOP dengan teknologi GIS dapat dengan mudah dianalisa dan dikaji berdasarkan informasi fisik yang tersedia di dalam basis data spasial (menyangkut lokasi, aksesibilitas, dsb), serta berdasarkan perbandingan dengan informasi atribut tentang nilai jual tanah dari tanah serupa di lokasi lain.

Perencanaan prasarana perkotaan

Untuk merencanakan investasi di bidang prasarana perkotaan, GIS dapat digunakan untuk menghitung kelayakan investasi berdasarkan perhitungan jumlah konsumen serta data fisik lainnya.

4.2.4 Mitigasi Bencana

Gagasan awal konsultan dalam upaya arahan pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana adalah penetapan enam hal pokok dalam pengembangan wilayah yang tanggap terhadap bencana adalah :

1. Pencegahan

Pembatasan wilayah yang dapat dibangun untuk mendirikan bangunan. Dalam usaha pencegahan ini juga dilakukan pembatasan perkembangan penggunaan lahan pada wilayah-wilayah yang rentan kemungkinan bencana alam seperti wilayah yang rawan banjir, rentan kelongsoran rentan gempa bumi dan tsunami, wilayah-wilayah sesar, maupun dari bagian wilayah yang sudah atau sedang dieksploitasi seperti wilayah pasca penambangan, wilayah penambangan mineral atau galian C, tanah garapan, atau pembukaan lahan pada wilayah lereng, pengembangan wilayah penyangga (buffer area) pada industri pencemar.

Pengembangan Wilayah Sungai

Rawan Banjir

Page 17: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 17

2. Penyiapan Struktur Bangunan Yang Tingkat Keamanannya Tinggi

Desain struktur bangunan dengan tingkat keamanan tinggi, misalnya bangunan yang dipertinggi dengan dukungan tiang tiang pada wilayah banjir atau konstruksi khusus yang anti gempa. Dalam hubungan ini juga termasuk perancangan lokasi tapak dan struktur konstruksi bangunan yang sesuai dengan sifat lingkungan fisik seperti lokasi pada jarak aman, orientasi peletakan bangunan dari gejala bencana alam, konstruksi pondasi dan bangunan tahan terhadap suatu bentuk bencana alam tertentu (gempa bumi, longsor, banjir, badai, amblesan).

3. Pembatasan Pemanfaatan dan Penggunaan Lahan

Untuk jenis penggunaan lahan seperti perumahan, industri, pusat perdagangan, pertanian harus diatur dalam usaha menghadapi bencana pada wilayah yang bersangkutan. Demikian pula pemanfaatan lahan misalnya kepadatan penduduk, kepadatan bangunan harus diatur dengan peraturan didalam menghadapi potensi bencana disuatu wilayah tertentu, pembatasan penggunan lahan dengan pembatasan KDB, KLB, ketinggian bangunan.

4. Pengembangan Sistem Peringatan

Beberapa jenis bencana alam dapat diperkirakan untuk mempunyai waktu guna melakukan tindakan darurat. Sistem peringatan dini dilakukan melalui sosialisasi reguler, sistem komunikasi peringatan, sistem informasi melalui media elektronik dan media cetak : peningkatan pemahaman masyarakat tentang lingkungannya dan pengembangan pola perilaku masyarakat terhadap lingkungannya.

5. Penetapan Kebijakan Tentang Pembangunan Dalam Mitigasi Bencana

Penetapan kebijakan dan peraturan penggunaan lahan (peruntukan bagian wilayah, peraturan bangunan, peraturan penetapan intensitas penggunaan lahan yang sesuai dengan lingkungan, jaringan prasarana dan pengamanan lingkungan.

6. Asuransi Kebencanaan

Sistem suatu jaminan asuransi dari pemerintah daerah untuk penduduk yang berada didalam wilayah rentan bencana dapat diusahakan dengan sistem yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

4.2.5 Tinjauan Kebijakan Terkait

4.2.3.1 Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

Berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dijelaskan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk:

a. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;

b. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;

Page 18: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 18

c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;

d. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan

e. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Perencanaan Pembangunan Nasional mencakup penyelenggaraan perencanaan makro semua fungsi pemerintahan yang meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Perencanaan Pembangunan Nasional terdiri atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh Kementerian/ Lembaga dan perencanaan pembangunan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

Perencanaan Pembangunan Nasional menghasilkan :

a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang;

b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah;

c. Rencana Pembangunan Tahunan.

Ruang lingkup perencanaan pembangunan nasional meliputi:

A. Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang, yang selanjutnya disingkat RPJP, terdiri dari (1) RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (2) RPJP Daerah memuat visi, misi, dan arah pembangunan Daerah yang mengacu pada RPJP Nasional.

B. Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang selanjutnya disingkat RPJM, adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun, meliputi (1) RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, dan (2) RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional.

C. Rencana Kerja Pemerintah

Rencana Pembangunan Tahunan Nasional, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP), adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode 1 (satu) tahun. RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional yang memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh. RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya.

D. Rencana Strategis dan Rencana Kerja Kementrian/Lembaga

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL), adalah dokumen perencanaan Kementerian/ Lembaga untuk periode 5 (lima) tahun. Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Rencana

Page 19: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 19

Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL), adalah dokumen perencanaan Kementrian/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun.

E. Rencana Strategis dan Rencana Kerja Daerah

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 5 (lima) tahun. Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD), adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.

4.2.3.2 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Hal-hal pokok yang diatur dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah sebagai berikut:

1. Strategi umum dan strategi implementasi penyelenggaraan penataan ruang.

2. Kejelasan produk rencana tata ruang (bukan hanya administratif, tetapi dapat pula fungsional).

3. Pembagian kewenangan yang lebih jelas antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan penataan ruang.

4. Penekanan pada hal-hal yang bersifat sangat strategis sesuai perkembangan lingkungan strategis dan kecenderungan yang ada.

5. Penataan ruang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, sebagai satu kesatuan.

6. Pengaturan ruang pada kawasan-kawasan yang dinilai rawan bencana (rawan bencana letusan gunung api, gempa bumi, longsor, gelombang pasang dan banjir, SUTET, dll.).

7. Mengatur penataan ruang kawasan perkotaan dan metropolitan.

8. Mengatur penataan ruang kawasan perdesaan dan agropolitan.

9. Mengatur penataan ruang kawasan perbatasan sebagai kawasan strategis nasional (termasuk pula Pulau-pulau kecil terluar/terdepan).

10. Mengatur penataan ruang kawasan strategis nasional dari sudut pandang ekonomi (Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET),

Page 20: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 20

Kerjasama Ekonomi Sub Regional, serta Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas).

11. Penegasan hak, kewajiban, dan peran masyarakat dalam penataan ruang.

12. Penguatan aspek pelestarian lingkungan hidup dan ekosistem (bukan hanya Poleksosbudhankam).

13. Diperkenalkannya perangkat insentif dan disinsentif.

14. Pengaturan sanksi.

15. Pengaturan penyelesaian sengketa penataan ruang.

16. Pengaturan jangka waktu penyelesaian aturan-aturan pelaksanaan sebagai tindak lanjut dari terbitnya UU penataan ruang ini.

17. Pengaturan pejabat penyidik pegawai negeri sipil (PPNS).

Kedudukan rencana tata ruang kawasan pesisir menurut UU No. 26 Tahun 2007 yaitu dijelaskan pada pasal 14 ayat 3, rencana tata ruang pulau/kepulauan beserta rencana tata ruang kawasan strategis nasional merupakan rencana rinci untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang memiliki jangka waktu selama 20 tahun dan ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

4.2.3.3 Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 (tentang Perubahan UU 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil)

Undang-Undang ini diberlakukan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang meliputi daerah pertemuan antara pengaruh perairan dan daratan, ke arah daratan mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Lingkup pengaturan Undang-Undang ini secara garis besar terdiri dari tiga bagian yaitu perencanaan, pengelolaan, serta pengawasan dan pengendalian, dengan uraian sebagai berikut :

a. Perencanaan

Perencanaan dilakukan melalui pendekatan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu (Integrated Coastal Management) yang mengintegrasikan berbagai perencanaan yang disusun oleh sektor dan daerah sehingga terjadi keharmonisan dan saling penguatan pemanfaatannya.

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu merupakan pendekatan yang memberikan arah bagi pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan dengan mengintegrasikan berbagai perencanaan pembangunan dari berbagai tingkat pemerintahan, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen.

Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan agar dapat mengharmonisasikan kepentingan pembangunan ekonomi dengan pelestarian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta memperhatikan karakteristik dan keunikan wilayah tersebut.

Perencanaan terpadu itu merupakan suatu upaya bertahap dan terprogram untuk memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara optimal

Page 21: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 21

agar dapat menghasilkan keuntungan ekonomi secara berkelanjutan untuk kemakmuran masyarakat.

Rencana bertahap tersebut disertai dengan upaya pengendalian dampak pembangunan sektoral yang mungkin timbul dan mempertahankan kelestarian sumber dayanya. Perencanaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dibagi ke dalam empat tahapan: (i) rencana strategis; (ii) rencana zonasi; (iii) rencana pengelolaan; dan (iv) rencana aksi.

b. Pengelolaan

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mencakup tahapan kebijakan pengaturan sebagai berikut:

1. Pemanfaatan dan pengusahaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan melalui pemberian izin pemanfaatan dan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3). Izin pemanfaatan diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kewenangan masing- masing instansi terkait.

2. Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP -3) diberikan di Kawasan perairan budidaya atau zona perairan pemanfaatan umum kecuali yang telah diatur secara tersendiri.

3. Pengaturan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimulai dari perencanaan, pemanfaatan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan, pengakuan hak dan pemberdayaan masyarakat, kewenangan, kelembagaan, sampai pencegahan dan penyelesaian konflik.

4. Pengelolaan pulau-pulau kecil dilakukan dalam satu gugus pulau atau kluster dengan memperhatikan keterkaitan ekologi, keterkaitan ekonomi, dan keterkaitan sosial budaya dalam satu bioekoregion dengan pulau induk atau pulau lain sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.

Sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yang relatif kaya sering menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan populasi penduduknya padat. Namun, sebagian besar penduduknya relatif miskin dan kemiskinan tersebut memicu tekanan terhadap sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yang menjadi sumber penghidupannya. Apabila diabaikan, hal itu akan berimplikasi meningkatnya kerusakan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil. Selain itu, masih terdapat kecenderungan bahwa industrialisasi dan pembangunan ekonomi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sering kali memarginalkan penduduk setempat. Oleh sebab itu diperlukan norma-norma pemberdayaan masyarakat.

Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang rentan terhadap perubahan perlu dilindungi melalui pengelolaan agar dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan penghidupan masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan kebijakan dalam pengelolaannya sehingga dapat menyeimbangkan tingkat pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil untuk kepentingan ekonomi tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang melalui pengembangan kawasan konservasi dan sempadan pantai.

Page 22: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 22

c. Pengawasan dan Pengendalian

Pengawasan dan pengendalian dilakukan untuk:

1. Mengetahui adanya penyimpangan pelaksanaan rencana strategis, rencana zonasi, rencana pengelolaan, serta implikasi penyimpangan tersebut terhadap perubahan kualitas ekosistem pesisir;

2. Mendorong agar pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan rencana pengelolaan wilayah pesisirnya;

3. Memberikan sanksi terhadap pelanggar, baik berupa sanksi administrasi seperti pembatalan izin atau pencabutan hak, sanksi perdata seperti pengenaan denda atau ganti rugi; maupun sanksi pidana berupa penahanan ataupun kurungan.

4. Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini merupakan landasan penyesuaian dengan ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang lain.

4.2.3.4 Undang-Undang No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan.

Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan:

a. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional;

b. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari;

c. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai;

d. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan social dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan

e. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang.

Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional.

Page 23: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 23

Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mewajibkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan berkelanjutan. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan dengan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung-gugat.

Penguasaan hutan oleh Negara bukan merupakan pemilikan, tetapi Negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan; mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan. Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidang kehutanan. Namun demikian untuk hal-hal tertentu yang sangat penting, berskala dan berdampak luas serta bernilai strategis, pemerintah harus memperhatikan aspirasi rakyat melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya dan manfaat ekonomi, pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dalam daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.

Sumberdaya hutan mempunyai peran penting dalam penyediaan bahan baku industri, sumber pendapatan, menciptakan lapangan dan kesempatan kerja. Hasil hutan merupakan komoditi yang dapat diubah menjadi hasil olahan dalam upaya mendapat nilai tambah serta membuka peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Upaya pengolahan hasil hutan tersebut tidak boleh mengakibatkan rusaknya hutan sebagai sumber bahan baku industri. Agar selalu terjaga keseimbangan antara kemampuan penyediaan bahan baku dengan industri pengolahannya, maka pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri pengolahan hulu hasil hutan diatur oleh menteri yang membidangi kehutanan. Pemanfaatan hutan tidak terbatas hanya produksi kayu dan hasil hutan bukan kayu, tetapi harus diperluas dengan pemanfaatan lainnya seperti plasma nutfah dan jasa lingkungan, sehingga manfaat hutan lebih optimal.

Dilihat dari sisi fungsi produksinya, keberpihakan kepada rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan pengelolaan hutan. Oleh karena itu praktek-praktek pengelolaan hutan yang hanya berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak dan melibatkan masyarakat, perlu diubah menjadi pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi sumberdaya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat.

Sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan daerah, maka pelaksanaan sebagian pengurusan hutan yang bersifat operasional diserahkan kepada pemerintah daerah tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/kota, sedangkan pengurusan hutan yang bersifat nasional atau makro, wewenang pengaturannya dilaksanakan oleh pemerintah pusat.

Page 24: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 24

Mengantisipasi perkembangan aspirasi masyarakat, maka dalam undang-undang ini hutan di Indonesia digolongkan ke dalam hutan negara dan hutan hak. Hutan negara ialah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak-hak atas tanah menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, termasuk di dalamnya hutan-hutan yangsebelumnya dikuasai masyarakat hukum adat yang disebut hutan ulayat, hutan marga, atau sebutan lainnya. Dimasukkannya hutan-hutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat dalam pengertian hutan negara, adalah sebagai konsekuensi adanya hak menguasai dan mengurus oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, dapat melakukan kegiatan pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan. Sedangkan hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, seperti hak milik, hak guna usaha dan hak pakai.

Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, maka pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik, dan kerentanannya, serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya. Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus disesuaikan dengan fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi. Untuk mejaga keberlangsungan fungsi pokok hutan dan kondisi hutan, dilakukan juga upaya rehabilitasi serta reklamasi hutan dan lahan, yang bertujuan selain mengembalikan kualitas hutan juga meningkatkan pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga peranserta masyarakatmerupakan inti keberhasilannya. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat dinamis dan yang paling penting adalah agar dalam pemanfaatannya harus tetap sinergi. Untuk menjaga kualitas lingkungan maka di dalam pemanfaatan hutan sejauh mungkin dihindari terjadinya konversi dari hutan alam yang masih produktif menjadi hutan tanaman.

Pemanfaatan hutan dilakukan dengan pemberian izin pemanfaatan kawasan, izin pemanfaatan jasa lingkungan, izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan izin pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Disamping mempunyai hak memanfaatkan, pemegang izin harus bertanggung jawab atas segala macam gangguan terhadap hutan dan kawasan hutan yang dipercayakan kepadanya.

Dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat yang berkeadilan, maka usaha kecil, menengah, dan koperasi mendapatkan kesempatan seluas-luasnya dalam pemanfaatan hutan. Badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), dan badan usaha milik swasta Indonesia (BUMS Indonesia) serta koperasi yang memperoleh izin usaha dibidang kehutanan, wajib bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat dan secara bertahap memberdayakannya untuk menjadi unit usaha koperasi yang tangguh, mandiri dan profesional sehingga setara dengan pelaku ekonomi lainnya.

Hasil pemanfaatan hutan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, merupakan bagian dari penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, dengan memperhatikan perimbangan pemanfaatannya untuk kepentingan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain kewajiban untuk membayar iuran, provisi maupun dana reboisasi, pemegang izin harus pula

Page 25: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 25

menyisihkan dana investasi untuk pengembangan sumber daya manusia, meliputi penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta penyuluhan; dan dana investasi pelestarian hutan.

Untuk menjamin status, fungsi, kondisi hutan dan kawasan hutan dilakukan upaya perlindungan hutan yaitu mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia dan ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit. Termasuk dalam pengertian perlindungan hutan adalah mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan dan hasil hutan serta investasi dan perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Dalam pengurusan hutan secara lestari, diperlukan sumber daya manusia berkualitas bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari dengan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta penyuluhan kehutanan yang berkesinambungan. Namun demikian dalam penyelenggaraan pengembangan sumber daya manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, wajib memperhatikan kearifan tradisional serta kondisi sosial budaya masyarakat.

Agar pelaksanaan pengurusan hutan dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan kehutanan. Masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung sehingga masyarakat dapat mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan dan informasi kehutanan.

Selanjutnya dalam undang-undang ini dicantumkan ketentuan pidana, ganti rugi, sanksi administrasi, dan penyelesaian sengketa terhadap setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum dibidang kehutanan. Dengan sanksi pidana dan administrasi yang besar diharapkan akan menimbulkan efek jera bagi pelanggar hukum di bidang kehutanan. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengurusan hutan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

4.2.3.5 Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi

Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang diatur dalam Undang-undang ini berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.

Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi bertujuan:

a. Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan;

b. Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga secara akuntabel yang diselenggarakan

Page 26: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 26

melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan;

c. Menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya Minyak Bumi dan Gas Bumi, baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri;

d. Mendukungdanmenumbuhkembangkankemampuannasionaluntuklebihmampubersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;

e. Meningkatkan pendapatan Negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industry dan perdagangan Indonesia;

f. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh. negara. Demikian pula bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Mengingat minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis takterbarukan yang dikuasai negara dan merupakan komoditas vital yang memegang peranan penting dalam penyediaan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan energi di dalam negeri, dan penghasil devisa negara yang penting, maka pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Dalam menghadapi kebutuhan dan tantangan global pada masa yang akan datang, kegiatan usaha minyak dan gas bumi dituntut untuk lebih mampu mendukung kesinambungan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas perlu disusun suatu Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi untuk memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan kembali kegiatan usaha minyak dan gas bumi.

Penyusunan Undang-undang ini bertujuan sebagai berikut:

a. Terlaksana dan terkendalinya Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam dan sumber daya pembangunan yang bersifat strategis dan vital;

b. Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing;

c. Meningkatnya pendapatan negara dan memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional, mengembangkan dan memperkuat industri dan perdagangan Indonesia;

d. Menciptakan lapangan kerja, memperbaiki lingkungan, meningkatnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Undang-undang ini memuat substansi pokok mengenai ketentuan bahwa Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara, dan penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah sebagai pemegang Kuasa

Page 27: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 27

Pertambangan pada Kegiatan Usaha Hulu. Sedangkan pada Kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan setelah mendapat izin Usaha dari Pemerintah.

Agar fungsi Pemerintah sebagai pengatur, pembina dan pengawas dapat berjalan lebih efisien maka pada Kegiatan Usaha Hulu dibentuk Badan Pelaksana, sedangkan pada Kegiatan Usaha Hilir dibentuk Badan Pengatur.

4.2.3.6 Undang-Undang No.45 Tahun 2009 Tentang Perikanan

Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas:

a. Manfaat; asas yang menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan harus mampu memberikan keuntungan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

b. Keadilan; pengelolaan perikanan harus mampu memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara proporsional bagi seluruh warga negara tanpa kecuali.

c. Kebersamaan; pengelolaan perikanan mampu melibatkan seluruh pemangku kepentingan agar tercapai kesejahteraan masyarakat perikanan.

d. Kemitraan; pengelolaan perikanan dilakukan dengan pendekatan kekuatan jejaring pelaku usaha dan sumber daya yang mempertimbangkan aspek kesetaraan dalam berusaha secara proporsional.

e. Kemandirian; pengelolaan perikanan dilakukan dengan mengoptimalkan potensi perikanan yang ada.

f. Pemerataan; pengelolaan perikanan dilakukan secara seimbang dan merata, dengan memperhatikan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil.

g. Keterpaduan; pengelolaan perikanan dilakukan secara terpadu dari hulu sampai hilir dalam upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

h. Keterbukaan; pengelolaan perikanan dilakukan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dan didukung dengan ketersediaan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat.

i. Efisiensi; pengelolaan perikanan dilakukan dengan tepat, cermat, dan berdaya guna untuk memperoleh hasil yang maksimal.

j. Kelestarian; pengelolaan perikanan dilakukan seoptimal mungkin dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian sumber daya ikan.

k. Pembangunan yang berkelanjutan; pengelolaan perikanan dilakukan secara terencana dan mampu meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan rakyat dengan mengutamakan kelestarian fungsi lingkungan hidup untuk masa kini dan masa yang akan datang.

Page 28: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 28

Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan yang dimiliki merupakan potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk masa depan bangsa, sebagai tulang punggung pembangunan nasional. Pemanfaatan secara optimal diarahkan pada pendayagunaan sumber daya ikan dengan memperhatikan daya dukung yang ada dan kelestariannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil, meningkatkan penerimaan dari devisa negara, menyediakan perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing hasil perikanan serta menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan serta tata ruang. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan harus seimbang dengan daya dukungnya, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat secara terus menerus. Salah satunya dilakukan dengan pengendalian usaha perikanan melalui pengaturan pengelolaan perikanan.

4.2.3.7 Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran, serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

Page 29: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 29

Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

4.2.3.8 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupdilaksanakan berdasarkan asas:

a. Tanggung jawab negara;

Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alamakan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan.

Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang

Menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

b. Kelestarian dan keberlanjutan; bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.

c. Keserasian dan keseimbangan; bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem.

d. Keterpaduan; bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait.

e. Manfaat; bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya.

f. Kehati-hatian; bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau

Page 30: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 30

menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

g. Keadilan; bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender.

h. Ekoregion; bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumberdaya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal.

i. Keanekaragaman hayati; bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumberdaya alam hayati yang terdiri atas sumberdaya alam nabati dan sumberdaya alam hewani yang bersama dengan unsure non-hayati disekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

j. Pencemar membayar; bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.

k. Partisipatif; bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.

l. Kearifan lokal; bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.

m. Tata kelola pemerintahan yang baik; bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.

n. Otonomi daerah; bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4.2.3.9 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007, bahwa urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan, yang salah satunya yaitu mengenai penataan ruang.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah, berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Pemerintah mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Selain mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah. Adapun pembagian urusan pemerintah dibidang penataan ruang tercantum pada tabel berikut.

Page 31: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 31

Tabel IV.1 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Penataan Ruang

SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN

DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN

DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Pengaturan

1. Penetapan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.

2. Penetapan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) bidang penataan ruang.

3. Penetapan penataan ruang perairan di luar 12 (dua belas) mil dari garis pantai.

4. Penetapan kriteria penentuan dan kriteria perubahan fungsi ruang suatu kawasan yang berskala besar dan berdampak penting dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang.

5. Penetapan kawasan strategis nasional. 6. Penetapan kawasan-kawasan andalan. 7. Penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)

bidang penataan ruang.

1. Penetapan peraturan daerah bidang penataan ruang tingkat provinsi.

2. Penetapan pedoman Pelaksanaan NSPK bidang penataan ruang.

3. Penetapan penataan ruang perairan di luar 4 (empat) mil sampai 12 (dua belas) mil dari garis pantai.

4. Penetapan kriteria penentuan dan perubahan fungsi ruang kawasan lintas kabupaten/kota dalam rangka penyusunan tata ruang khususnya untuk menjaga keseimbangan ekosistem, sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh pemerintah.

5. Penetapan kawasan strategis provinsi. 6. Pemberian arahan pengelolaan

kawasan andalan sebagai bagian RTRWP.

7. —

1. Penetapan peraturan daerah bidang penataan ruang di tingkat kabupaten/kota.

2. — 3. Penetapan penataan ruang

perairan sampai dengan 4 (empat) mil dari garis pantai.

4. Penetapan kriteria penentuan dan perubahan fungsi ruang kawasan/lahan wilayah dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang.

5. Penetapan kawasan strategis kabupaten/kota.

6. —

7. —

2. Pembinaan

1. Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang pada semua tingkatan wilayah.

2. Sosialisasi NSPK bidang penataan ruang. 3. Sosialisasi SPM bidang penataan ruang. 4. Pemberian bimbingan, supervisi, dan

1. Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

2. Sosialisasi NSPK bidang penataan ruang.

3. Sosialisasi SPM bidang penataan

1. — 2. Sosialisasi NSPK bidang

penataan ruang. 3. Sosialisasi SPM bidang penataan

ruang.

Page 32: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 32

SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN

DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN

DAERAH KABUPATEN/KOTA konsultasi pelaksanaan penataan ruang terhadap pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

5. Pendidikan dan pelatihan. 6. Penelitian dan pengembangan. 7. Pengembangan sistem informasi dan

komunikasi penataan ruang nasional. 8. Penyebarluasan informasi penataan ruang

kepada masyarakat. 9. Pengembangan kesadaran dan tanggung

jawab masyarakat. 10. Koordinasi dan fasilitasi penataan ruang

lintas provinsi. 11. Pembinaan penataan ruang untuk lintas

provinsi.

ruang. 4. Pemberian bimbingan, supervisi, dan

konsultasi pelaksanaan penataan ruang terhadap kabupaten/kota.

5. Pendidikan dan pelatihan. 6. Penelitian dan pengembangan. 7. Pengembangan sistem informasi dan

komunikasi penataan ruang provinsi. 8. Penyebarluasan informasi penataan

ruang kepada masyarakat. 9. Pengembangan kesadaran dan

tanggungjawab masyarakat. 10. Koordinasi dan fasilitasi penataan

ruang lint 11. Pembinaan penataan ruang untuk

lintas kabupaten/kota.

4. — 5. Pendidikan dan pelatihan. 6. Penelitian dan pengembangan. 7. Pengembangan sistem

informasi dan komunikasi penataan ruang kabupaten/kota.

8. Penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat.

9. Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.

10. — 11. —

3. Pembangunan

a. Perencanaan Tata Ruang 1. Penyusunan dan penetapan Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). 2. Penyusunan dan penetapan Rencana Tata

Ruang Kawasan Strategis Nasional. 3. Penetapan rencana detail tata ruang untuk

RTRWN.

1. Penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP).

2. Penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi.

3. Penetapan rencana detail tata ruang untuk RTRWP.

1. Penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK).

2. Penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis kabupaten/kota.

3. Penetapan rencana detail tata ruang untuk RTRWK.

Page 33: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 33

SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN

DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN

DAERAH KABUPATEN/KOTA b. Pemanfaatan Ruang 1. Penyusunan program dan anggaran nasional

di bidang penataan ruang, serta fasilitasi dan koordinasi antar provinsi.

2. Pemanfaatan kawasan strategis nasional. 3. — 4. Pemanfaatan kawasan andalan sebagai bagian

dari RTRWN. 5. Pemanfaatan investasi di kawasan andalan

dan kawasan strategis nasional serta kawasan lintas provinsi bekerjasama dengan pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha.

6. Pemanfaatan SPM di bidang penataan ruang. 7. Penyusunan neraca penatagunaan tanah,

neraca penatagunaan sumberdaya air, neraca penatagunaan udara, neraca penatagunaan sumberdaya alam lainnya.

8. Perumusan kebijakan strategis operasionalisasi RTRWN dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional.

9. Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional dan kawasan strategis nasional.

10. Pelaksanaan pembangunan sesuai program pemanfaatan ruang wilayah nasional dan

1. Penyusunan program dan anggaran provinsi di bidang penataan ruang ,serta fasilitasi dan koordinasi antar kabupaten/kota.

2. Pemanfaatan kawasan strategis provinsi.

3. — 4. Pemanfaatan kawasan andalan sebagai

bagian dari RTRWP. 5. Pemanfaatan investasi di kawasan

strategis provinsi dan kawasan lintas kabupaten/kota bekerjasama dengan pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha.

6. Pemanfaatan SPM di bidang penataan ruang.

7. — 8. Perumusan kebijakan strategis

operasionalisasi RTRWP dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi.

9. Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah provinsi dan kawasan strategis provinsi.

10. Pelaksanaan pembangunan sesuai program pemanfaatan ruang wilayah

1. Penyusunan program dan anggaran kabupaten/kota di bidang penataan ruang.

2. Pemanfaatan kawasan strategis kabupaten/kota.

3. Pemanfaatan NSPK bidang penataan ruang.

4. Pemanfaatan kawasan andalan sebagai bagian dari RTRWK.

5. Pemanfaatan investasi di kawasan strategis kabupaten/kota dan kawasan lintas kabupaten/kota bekerjasama dengan pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha.

6. Pemanfaatan SPM di bidang penataan ruang.

7. — 8. Perumusan kebijakan strategis

operasionalisasi RTRWK dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis kabupaten/kota.

9. Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota

Page 34: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 34

SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN

DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN

DAERAH KABUPATEN/KOTA kawasan strategis nasional.

c. Pengendalian Pemanfaatan

Ruang. 1. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah

nasional termasuk lintas provinsi. 2. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan

strategis nasional. 3. Penyusunan peraturan zonasi sebagai

pedoman pengendalian pemanfaatan ruang nasional.

4. Pemberian izin pemanfaatan ruang yang sesuai dengan RTRWN.

5. Pembatalan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRWN.

6. Pengambilalihan kewenangan pemerintah provinsi dalam hal pemerintah provinsi tidak dapat memenuhi SPM di bidang penataan ruang.

7. Pemberian pertimbangan atau penyelesaian permasalahan penataan ruang yang tidak dapat diselesaikan pada tingkat provinsi.

8. Fasilitasi penyelesaian perselisihan dalam

provinsi dan kawasan strategis provinsi.

1. Pengendalian pemanfaatan ruang

wilayah provinsi termasuk lintas lintas kabupaten/kota.

2. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.

3. Penyusunan peraturan zonasi sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang provinsi.

4. Pemberian izin pemanfaatan ruang yang sesuai dengan RTRWP.

5. Pembatalan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRWP.

6. Pengambilalihan kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam hal pemerintah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi SPM di bidang penataan ruang.

7. Pemberian pertimbangan atau penyelesaian permasalahan penataan

dan kawasan strategis kabupaten/kota.

10. Pelaksanaan pembangunan sesuai program pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota.

1. Pengendalian pemanfaatan

ruang wilayah kabupaten/kota. 2. Pengendalian pemanfaatan

ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

3. Penyusunan peraturan zonasi sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten/kota.

4. Pemberian izin pemanfaatan ruang yang sesuai dengan RTRWK.

5. Pembatalan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRWK.

6. — 7. — 8. — 9. Pembentukan lembaga yang

Page 35: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 35

SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN

DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN

DAERAH KABUPATEN/KOTA pelaksanaan penataan antara provinsi dengan kabupaten/kota.

9. —

ruang yang tidak dapat diselesaikan pada tingkat kabupaten/kota.

8. Fasilitasi penyelesaian perselisihan dalam pelaksanaan penataan antar kabupaten/kota.

9. Pembentukan lembaga yang bertugas melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang tingkat provinsi.

bertugas melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang tingkat kabupaten/kota.

4. Pengawasan

1. Pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang di wilayah nasional.

2. Pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang di wilayah provinsi.

3. Pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang di wilayah kabupaten/kota.

1. Pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang di wilayah provinsi.

2. Pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang di wilayah .

3. —

1. Pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang di wilayah kabupaten/kota.

2. — 3. —

Sumber : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007

Page 36: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 36

4.2.3.10 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

Pengaturan penataan ruang diselenggarakan untuk:

a. mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan penataan ruang;

b. memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan

c. mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam seluruh aspek penyelenggaraan penataan ruang.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai landasan hukum komprehensif penyelenggaraan penataan ruang secara nasional untuk mewujudkan ruang nusantara yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, mengamanatkan agar dibentuk peraturan pelaksanaan sebagai landasan operasional dalam mengimplementasikan ketentuan-ketentuan Undang-Undang tersebut.

Peraturan pelaksanaan dimaksud terdiri atas 18 (delapan belas) substansi mengenai aspek-aspek dalam penyelenggaraan penataan ruang yang perlu diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk mewujudkan harmonisasi dan keterpaduan pengaturan penyelenggaraan penataan ruang, perlu disusun peraturan pemerintah tentang penyelenggaraan penataan ruang yang memadukan berbagai substansi yang belum diatur secara tegas dalam Undang-Undang tersebut dan diamanatkan untuk diatur lebih lanjut sebagai landasan hukum bagi praktik penyelenggaraan penataan ruang.

Perlunya pengaturan mengenai penyelenggaraan penataan ruang didasarkan pada pertimbangan antara lain:

Pertama, ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menghadapi tantangan dan permasalahan terutama karena:

a. Terletak pada kawasan cepat berkembang (pacific ocean rim dan indian ocean rim) yang menuntut perlunya mendorong daya saing perekonomian;

b. Terletak pada kawasan pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik yang mengakibatkan rawan bencana geologi sehingga menuntut prioritisasi pertimbangan aspek mitigasi bencana;

c. Meningkatnya intensitas kegiatan pemanfaatan ruang terkait eksploitasi sumber daya alam yang mengancam kelestarian lingkungan termasuk pemanasan global; dan

d. Makin menurunnya kualitas permukiman, meningkatnya alih fungsi lahan yang tidak terkendali, dan tingginya kesenjangan antar dan di dalam wilayah.

Kedua, penyelenggaraan penataan ruang masih menghadapi berbagai kendala, antara lain pengaturan penataan ruang yang masih belumlengkap, pelaksanaan pembinaan penataan ruang yang masih belum efektif, pelaksanaan penataan ruang yang masih belum optimal, dan pengawasan penataan ruang yang masih lemah. Untuk itu diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan penataan ruang yang lebih lengkap dan rinci serta dapat dijadikan acuan dalam mengatasi berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi secara terpadu, serasi, selaras, seimbang, efisien, dan efektif.

Page 37: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 37

Ketiga, berkembangnya pemikiran dan kesadaran di tengah masyarakat untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan penataan ruang yang lebih menyentuh hal-hal yang terkait langsung dengan permasalahan kehidupan masyarakat, terutama dengan meningkatnya bencana banjir dan longsor, kemacetan lalu lintas, bertambahnya perumahan kumuh, berkurangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan, kurang memadainya kapasitas kawasan metropolitan terhadap tekanan jumlah penduduk, serta kurang seimbangnya pembangunan kawasan perkotaan dan perdesaan. Hal tersebut menuntut adanya pengaturan yang lebih tegas dan jelas mengenai aspek-aspek penyelenggaraan penataan ruang yang terkait langsung dengan kehidupan masyarakat.

4.2.3.11 Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 Tentang RTRW Nasional

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional, penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan:

a. Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;

b. Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

c. Keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;

d. Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

e. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;

f. Pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;

g. Keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah;

h. Keseimbangan dan keserasian kegiatan antar sektor;

i. Pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional.

Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang.

Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi:

1. Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki;

2. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional.

Page 38: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 38

Kebijakan pengembangan pola ruang meliputi:

1. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung;

a. Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

b. Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.

2. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya;

a. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budi daya.

b. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

3. Kebijakan dan strategi pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN);

a. Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional.

b. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

c. Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional.

d. Pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

e. Pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa.

f. Pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia, cagar biosfer, dan ramsar; dan

g. Pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antar kawasan.

4.2.3.12 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/ MEN/2008 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Prinsip perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yaitu:

a. Merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan/atau komplemen dari sistem perencanaan pembangunan daerah;

b. Mengintegrasikan kegiatan antara pemerintah dengan pemerintah daerah, antarsektor, antara pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat, antara ekosistem darat dan ekosistem laut, dan antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen;

Page 39: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 39

c. Dilakukan sesuai dengan kondisi biogeofisik dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah, serta dinamika perkembangan sosial budaya daerah dan nasional; dan

d. Melibatkan peran serta masyarakat setempat dan pemangku kepentingan lainnya.

Ruang lingkup perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi:

a. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RSWP-3-K,

b. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP-3-K,

c. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RPWP-3-K;

d. Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RAPWP-3-K.

Pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota menyusun RZWP-3-K dengan memperhatikan:

a. RSWP-3-K provinsi atau kabupaten/kota;

b. Alokasi ruang untuk akses publik;

c. Alokasi ruang untuk kepentingan sosial, ekonomi, dan budaya dengan tetap memperhatikan kepemilikan serta penguasaan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;

d. Keserasian, keselarasan dan keseimbangan dengan RTRW provinsi dan/atau RTRW kabupaten/kota;

e. Integrasi ekosistem darat dan laut;

f. Keseimbangan antara perlindungan dan pemanfaatan berbagai jenis sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, jasa lingkungan, dan fungsi ekosistem dalam satu bentang alam ekologis (bioekoregion);

g. Perencanaan Pembangunan lainnya seperti Rencana Tata Ruang Hutan/Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP), Kawasan Rawan Bencana, Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), prasarana perhubungan laut, kawasan pemukiman, dan kawasan pertambangan.

RZWP-3-K Provinsi berfungsi sebagai arahan perencanaan dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil untuk tingkat provinsi yang meliputi :

a. Kawasan pemanfaatan umum;

b. Kawasan konservasi;

c. Kawasan strategis nasional tertentu; dan

d. Alur laut.

RZWP-3-K Kabupaten/Kota berfungsi sebagai arahan pemanfaatan pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil untuk kabupaten/kota pada setiap kawasan dan dibagi atas zona dan sub-zona.

Page 40: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 40

Kawasan pemanfaatan umum dapat dimanfaatkan untuk zona pariwisata, pemukiman, pelabuhan, pertanian, hutan, pertambangan, perikanan budidaya, perikanan tangkap, industri, infrastruktur umum dan zona pemanfaatan terbatas sesuai dengan karakteristik biogeofisik lingkungannya.

Kawasan konservasi dapat dimanfaatkan untuk zona konservasi perairan, konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, konservasi maritim, dan/atau sempadan pantai.

Kawasan strategis nasional tertentu dapat dimanfaatkan untuk zona pertahanan keamanan, situs warisan dunia, perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar.

Alur laut dapat dimanfaatkan untuk alur pelayaran, alur sarana umum, dan alur migrasi ikan, serta pipa dan kabel bawah laut.

4.2.3.13 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak Tahun 2014-2034.

Dalam RTRW, wilayah pesisir Kabupaten Lebak terdiri dari 6 kecamatan yaitu Kecamatan Bayah, Cihara, Cilograng, Malingping, Panggarangan, dan Wanasalam.

Dala rencana struktur ruang, terkait wilayah pesisir ditetapkan :

Bayah ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp), dengan fungsi sebagai berikut :

Pusat perdagangan dan jasa

Pusat Pendidikan

Pusat Kesehatan

Pusat pengembangan permukiman perkotaan

Pusat pariwisata

Pusat pelayanan sosial ekonomi

Malingping ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL), dengan fungsi sebagai berikut :

Pengembangan perdagangan dan jasa

Pengembangan pendidikan

Pengembangan kesehatan

Pengembangan pariwisata

pengembangan permukiman

Pengembangan pertanian

Panggarangan ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp), dengan fungsi sebagai berikut :

Pengembangan perdagangan dan jasa

Pengembangan pendidikan

Pengembangan kesehatan

Page 41: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 41

Pengembangan pariwisata

Pengembangan permukiman

Pengembangan pertanian

Cihara, Wanasalam dan Cilograng ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), dengan fungsi sebagai berikut :

Pusat pelayanan kecamatan

Pengembangan perdagangan dan jasa

Pengembangan pendidikan

Pengembangan permukiman

Pengembangan pertanian

Pengembangan pariwisata

Desa di kecamatan pesisir yang ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) antara lain Desa Muara, Wanassalam (Kecamatan Wanassalam), Pondokpanjang, Cihara (Kecamatan Cihara), Pasirbungur, Cikatomas dan Cijengkol (Kecamatan Cilograng), yang berfungsi melayani kegiatan skala antar desa.

Disamping itu, dalam rencana struktur ruang, terdapat rencana pengembangan transportasi laut di Kabupaten Lebak terdiri dari :

1. Pengembangan pelabuhan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) di Desa Muara kecamatan Wanasalam.

2. Pengembangan pelabuhan Tempat Pemasaran Ikan (TPI) menjadi Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) di desa Citarate Kecamatan Cilograng.

3. Pengembangan dan pengelolaan pelabuhan pengumpan, yaitu Pelabuhan Bayah;

4. Pengembangan terminal khusus untuk mendukung potensi industri dan pertambangan sesuai dengan peraturan perundangundangan.

Dalam rencana pola ruang terkait pengembangan wilayah pesisir meliputi :

Rencana penetapan kawasan sempadan pantai selua± 801, 20 Ha, yaitu meliputi Kecamatan Bayah selus 249,17 Ha, Cihara seluas 190,55 Ha, Cilograng seluas 65,22, Malingping seluas 86,46 Ha, Panggarangan seluas 69,70 Ha dan Wanasalam 140,10 Ha.

Kawasan rawan bencana tsunami merupakan termasuk dalam kawasan bencana alam di Kabupaten Lebak. Kawasan ini tersebar di 6 kecamatan, meliputi Kecamatan Bayah, Cihara, Cilograng, Malingping, Panggarangan, dan Wanasalam. Luas kawasan rawan bencana tsunami di Kabupaten Lebak ini seluas 2.871,03 (0,87% ha) dari luas Kabupaten Lebak.

Rencana pola ruang untuk wilayah pesisir di Kabupaten Lebak meliputi :

Page 42: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 42

Tabel IV.2 Rencana Pola Ruang Kawasan Pesisir di Kabupaten Lebak

(RTRW Kabupaten Lebak 2014-2034)

No Rencana Penggunaan

Lahan Kecamatan Pesisir

Bayah Cihara Cilograng Malingping Panggarangan Wanasalam 1 Hutan Produksi Terbatas 1.563,91 1.910,46 1.027,48 304,12 2.629,96 - 2 Hutan Produksi Tetap - - - - 136,88 175,56 3 Perkebunan 488,68 1.914,81 2.233,35 2.113,20 7.607,36 1.997,28 4 Pertanian Tanaman

Pangan Lahan Basah 835,12 1.170,74 690,50 2.340,25 2.577,55 3.768,86 5 Pertanian Tanaman

Pangan Lahan Kering 7.131,54 4.862,25 1.686,17 858,61 974,76 311,13 6 Peternakan - - - 78,40 - - 7 Pertambangan 289,67 47,80 - - 142,83 - 8 Minapolitan - - - - - 196,63 9 Indutsri 66,59 - 43,79 - - -

10 Permukiman Perdesaan 1.237,96 645,25 542,58 945,80 430,85 672,77 11 Permukimaan Perkotaan 528,12 165,46 702,96 689,86 257,03 180,58

Luas (Ha) 12.141,59 10.716,77 6.926,83 7.330,24 14.757,22 7.302,81 Sumber : RTRW Kabupaten Lebak 2014-2034

Rencana Kawasan Peruntukan Perikanan :

Pengembangan kawasan perikanan tangkap

Perikanan tangkap di Kabupaten Lebak berupa ikan kerapu, ikan kakap, ikan tuna, ikan tongkol, ikan kembungseluas kurang lebih 101,6 Ha tersebar di beberapa kecamatan, yaitu :

a. Kecamatan Wanasalam

b. Kecamatan Panggarangan

c. Kecamatan Cihara

d. Kecamatan Bayah

e. Kecamatan Cilograng

Pengembangan kawasan pengeolahan ikan

Kawasan pengolahan ikan di kawasan pesisir meliputi :

Kawasan pengolahan ikan di Kabupaten Lebak tersebar di beberapa kecamatan, yaitu :

a. Kecamatan Malingping

b. Kecamatan Wanasalam

c. Kecamatan Panggarangan

d. Kecamatan Bayah;

e. Kecamatan Cilograng

Pengembangan kawasan minapolitan

Page 43: Bab 5 Apresiasi Dan Inovasi

Halaman IV - 43

Pengembangan kawasan minapolitan di kawasan pesisir yaitu di Kecamatan Wanasalam

Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan

Pangkalan pendaratan ikan di Kabupaten Lebak tersebar di beberapa kecamatan, yaitu :

a. Kecamatan Wanasalam

b. Kecamatan Panggarangan

c. Kecamatan Cihara

d. Kecamatan Bayah

e. Kecamatan Cilograng

Rencana pengembangan pariwisata pantai :

● Pantai Cihara Cihara

● Pantai Talanca Malingping

● Pantai Cimandiri Panggarangan

● Pantai Cibobos Panggarangan

● Pantai Tanjung Panto Wanasalam

● Pantai Karangseke Wanasalam

● Pantai Binuangeun Wanasalam

● Pantai Sawah Sikabayan Wanasalam

● Pantai Karangmalang Wanasalam

● Pantai Bagedur Malingping

● Pantai Talanca Malingping

● Pantai Karangtaraje Bayah

● Pantai Sawarna Bayah

● Pantai Laguna Bayah

● Pantai Pulau Manuk Bayah

● Pantai Ciantir Bayah

● Pantai Tanjunglayar Bayah

● Pantai Tanjungkarang Bayah