Upload
hoangminh
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 3
LANDASAN TEORI
3.1 Definisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Menurut Baroto (2002, p13), proses produksi adalah aktivitas bagaimana membuat
produk jadi dari bahan baku yang melibatkan mesin, energi, pengetahuan teknis, dan
lain-lain. Proses produksi merupakan tindakan nyata dan dapat dilihat. Proses produksi
merupakan tindakan nyata dan dapat dilihat, misalkan proses pengolahan bahan baku
menjadi komponen, proses perakitan komponen menjadi sub-assembly, dan proses
perakitan sub-assembly menjadi produk jadi. Maka dari itu perencanaan dan
pengendalian produksi adalah aktivitas bagaimana mengelola proses produksi tersebut.
Aktivitas yang berada dalam ruang lingkup perencanaan dan pengendalian
produksi antara lain:
• Mengelola pesanan dari pelanggan
• Meramalkan permintaan
• Mengelola persediaan
• Menyusun rencana agregat
• Membuat jadwal induk produksi
• Merencanakan kebutuhan bahan baku
• Melakukan penjadwalan pada mesin atau fasilitas produksi
• Monitoring dan pelaporan pembebanan kerja dibanding kapasitas produksi
• Evaluasi skenario pembebanan dan kapasitas
19
Semua teknik PPC / sistem produksi bertujuan untuk merencanakan dan
mengendalikan produksi agar lebih efisien, efektif, produktif, dan optimal. Beberapa
jenis sistem produksi yang lazim digunakan dalam perusahaan-perusahaan adalah:
1. sistem produksi proyek
2. Flexible Control System
3. sistem produksi Material Requirement Planning
4. sistem produksi Just in Time
5. Optimized Production Technology
6. Continuous Process Control System
Berdasarkan cara pembuatan (dan masa pengerjaan), produksi dapat
diklasifikasikan menjadi tipe-tipe berikut:
• Engineering to order (ETO), penyiapan fasilitas sampai pembuatan dalam
memenuhi pesanan dilakukan oleh perusahaan. Produk yang dipesan
biasanya berjumlah satu unit dan memiliki spesifikasi yang sangat berbeda
antara pesanan yang satu dengan yang lainnya. Aktivitas yang terlibat
dalam pembuatannya sangat banyak.
• Made to order (MTO), pesanan yang diterima disesuaikan dengan fasilitas
produksi yang dimiliki perusahaan.
• Assembly to order (ATO), untuk memenuhi permintaan, perakitan
dilakukan dengan fasilitas yang dimiliki perusahaan.
• Made to stock (MTS) , perusahaan memproduksi dengan cara menyimpan
hasil produksinya untuk memenuhi permintaan, dan tidak melayani
pesanan.
20
Berdasarkan cara memproduksi (berhubungan dengan pengaturan fasilitas
produksi), produksi dapat dikelompokan menjadi:
1. produksi flow shop
2. produksi fleksibel (Flexible Manufacturing Systems)
3. produksi job shop, biasanya untuk volume produksi batch.
4. produksi kontinu, biasanya untuk volume produksi massal.
3.2 Persediaan
3.2.1 Definisi Persediaan
Menurut Taylor (2004, p692), persediaan adalah sekumpulan barang yang
disimpan oleh perusahaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Menurut Render dan Heizer (2001, p314), persediaan merupakan salah satu aset yang
paling mahal di banyak perusahaan, mencerminkan sebanyak 40% dari total modal yang
diinvestasikan.
3.2.2 Penyebab Persediaan
Persediaan merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan. Penyebab timbulnya
persediaan adalah sebagai berikut (Baroto, 2002, p53).
• Mekanisme pemenuhan atas permintaan. Permintaan terhadap suatu barang
tidak dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia
sebelumnya. Untuk menyiapkan barang ini diperlukan waktu untuk
pembuatan dan pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang
sulit dihindarkan.
21
• Keinginan untuk meredam ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat
permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu
kedatangan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan adanya persediaan.
• Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan
besar dari kenaikan harga di masa mendatang.
3.2.3 Jenis-Jenis Persediaan
Persediaan dapat dibedakan atas beberapa tipe yaitu (Baroto, 2002 p52).
• Supplies (persediaan bahan pembantu), yaitu barang persediaan yang
diperlukan dalam proses produksi tetapi bukan merupakan bagian dari
produk jadi.
• Komponen, yaitu barang-barang yang terdiri atas bagian-bagian (parts)
yang diperoleh dari perusahaan lain atau hasil produksi sendiri untuk
digunakan dalam pembuatan barang jadi atau barang setengah jadi.
• Raw Materials (persediaan bahan mentah), yaitu barang persediaan yang
dibeli atau dipasok dari supplier yang akan dijadikan sebagai masukan
dalam proses produksi.
• In-process (persediaan barang dalam proses), yaitu persediaan barang yang
merupakan keluaran dari suatu bagian proses produksi, yang masih perlu
diolah atau diproses lebih lanjut lagi untuk menjadi produk jadi.
• Finished goods (persediaan barang jadi), yaitu persediaan barang yang
sudah diproses dan siap untuk dikirim ke pelanggan.
22
3.2.4 Fungsi Persediaan
Persediaan memiliki berbagai fungsi penting yang menambah fleksibilitas dari
operasi suatu perusahaan. Ada enam fungsi persediaan yaitu (Render dan Haizer, 2001,
p314)
• Untuk memberikan suatu stok barang-barang agar dapat memenuhi
permintaan yang diantisipasi akan timbul dari konsumen.
• Untuk memasangkan produksi dengan distribusi. Misalnya bila permintaan
hanya tinggi pada musim panas, persediaan dapat diadakan selama musim
dingin untuk menghindari biaya kehabisan stok.
• Untuk mengambil keuntungan dari potongan harga dari pembelian dalam
jumlah besar.
• Untuk melakukan hedging terhadap inflasi dan perubahan harga.
• Untuk menghindari kekurangan stok yang dapat terjadi karena cuaca,
kekurangan pasokan, masalah mutu, atau pengiriman yang tidak tepat.
• Untuk menjaga agar operasi dapat berlangsung dengan baik dengan
menggunakan barang-barang dalam proses dalam persediaannya.
3.2.5 Biaya-Biaya Persediaan
Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai
akibat persediaan. Biaya-biaya tersebut antara lain (Baroto, 2002, pp55-56).
1. Biaya pemesanan itu semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang
dari pemasok.
23
2. Biaya penyiapan (set up cost) yaitu semua biaya yang timbul dalam mempersiapkan
produksi. Biaya ini terjadi bila barang sediaan diproduksi sendiri dan tidak membeli
dari pemasok.
3. Biaya penyimpanan yaitu biaya yang dikeluarkan dalam penanganan / penyimpanan
material, produk setengah jadi, sub-assembly, ataupun produk jadi. Biaya
penyimpanan meliputi biaya-biaya lain seperti:
a. Biaya kesempatan. Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan
modal, padahal modal ini dapat diinvestasikan di tempat lain. Biaya ini
merupakan opportunity cost yang hilang karena menyimpan persediaan.
b. Biaya simpan. Termasuk dalam biaya simpan adalah biaya sewa gudang,
asuransi, pajak, administrasi, pemindahan, kerusakan, dan penyusutan.
c. Biaya keusangan. Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai
karena perubahan teknologi.
d. Biaya-biaya lain yang bersifat variabel tergantung pada jumlah item.
4. Biaya kekurangan persediaan. Bila perusahaan kehabisan barang saat ada
permintaan, maka akan terjadi stock out. Stock out menimbulkan kerugian berupa
biaya akibat kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan atau kehilangan
pelanggan yang kecewa. Biaya stock out dapat dihitung dari:
a. Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi, biasanya diukur dari keuntungan yang
hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan.
b. Waktu pemenuhan, diukur dari lamanya persediaan habis sehingga proses
produksi terhenti dan perusahaan tidak mendapatkan keuntungan.
24
c. Biaya pengadaan darurat. Agar konsumen tidak kecewa, maka dapat
dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya lebih besar
ketimbang biaya pengadaan normal.
3.3 Perencanaan Proses
3.3.1 Pengertian Perencanaan Proses
Menurut Handoko (1993, p139), perencanaan Proses adalah suatu perencanaan
awal terhadap proses pembuatan produk, hal ini berisi bagaimana produk tersebut akan
dibuat (hal ini menentukan apakah suatu komponen akan dibuat atau dibeli dari
supplier), memilih fokus proses, menentukan mesin dan peralatan yang digunakan.
3.3.2 Alat bantu perencanaan proses
Beberapa alat bantu yang digunakan dalam perencanaan proses antara lain:
• Struktur Produk
Menurut Fogarty et al. (1991, pp336-337), struktur produk adalah suatu
diagram yang menggambarkan susunan hirarki dari komponen-komponen
pembentuk suatu produk akhir.
Manfaat Struktur Produk adalah :
1. Mengetahui berapa jumlah item penyusunan suatu produk akhir.
2. Memberikan rincian mengenai komponen apa saja yang dibutuhkan untuk
menghasilkan suatu produk.
Berikut adalah contoh struktur produk sederhana.
25
B C D E
A
Sumber:Fogarty et al. (1991, p338)
Gambar 3.1 Contoh Struktur Produk
• Bill Of Material (BOM)
Bill of Material (BOM) merupakan rangkaian struktur semua komponen
yang digunakan untuk memproduksi barang jadi sesuai dengan Master
Production Scheduling. Bill of Material (BOM) adalah daftar dari bahan,
material atau komponen yang dibutuhkan untuk dirakit, dicampur atau membuat
produk akhir.
Menurut Render dan Heizer (2001, p360), Bill Of Material dibagi menjadi:
1. Bill Of Material yang berupa modul (modular bills)
Bill Of Material dapat diatur di seputar modul produk. Modul bukan
merupakan produk akhir yang akan dijual, tapi merupakan komponen yang dapat
diproduksi dan dirakit menjadi satu unit produk. Modul-modul ini mungkin
merupakan komponen inti dari suatu produk akhir atau pilihan produk. Bill Of
Material untuk modul-modul tersebut disebut modular bill.
2. Bill untuk perencanaan dan Phantom Bills
Ada lagi jenis Bill Of Material yang lain. Yaitu meliputi bill untuk
perencanaan dan Phantom Bills. Bill untuk perencanaan diciptakan agar dapat
26
menugaskan induk buatan kepada Bill Of Materialnya. Bill untuk perencanaan
mungkin juga dikenal sebagai sebutan pseudo bill atau angka peralatan. Phantom
Bill Of Material adalah Bill Of Material untuk komponen, biasanya sub-sub
perakitan yang hanya ada sementara waktu. Bill ini langsung bergerak ke
perakitan lainnya. Sehingga bill ini diberi kode agar diperlakukan secara khusus;
lead timenya nol dan ditangani sebagai bahan integral dari bahan induknya.
Phantom bill tidak pernah dimasukkan kedalam persediaan.
Ada beberapa format dari Bill of Material (BOM) yaitu:
• Single-Level BOM
BOM yang menggambarkan hubungan sebuah induk dengan satu level
komponen-komponen pembentuknya.
• Multi-Level BOM
BOM yang menggambarkan struktur produk lengkap dari level 0 sampai
level paling bawah.
• Indented BOM
BOM yang dilengkapi dengan informasi level setiap komponen.
• Summarized BOM
BOM yang dilengkapi dengan jumlah total tiap komponen yang
dibutuhkan.
• Peta Rakitan
Menurut Apple (1990, p137), peta rakitan atau assembly chart adalah
gambaran grafis dari urutan-urutan aliran komponen dan rakitan-bagian ke dalam
rakitan suatu produk. Peta rakitan menunjukkan cara yang mudah dipahami
27
tentang komponen-komponen yang membentuk produk, bagaimana komponen
ini bergabung bersama, komponen yang menjadi bagian suatu rakitan-bagian,
dan aliran komponen ke dalam sebuah rakitan.
Contoh peta rakitan dapat dilihat pada gambar 3.2.
Sumber: Apple (1990, p138)
Gambar 3.2 Contoh Assembly Chart
28
Keterangan:
Lingkaran berdiameter 6 mm yang diberi nomor dan ditempatkan di pojok
kiri menunjukkan komponen rakitan yang berdiri sendiri. Pada sebelah kanan lingkaran
dituliskan nama komponen.
Lingkaran berdiameter 8 mm yang diberi kode A-1 dan menjadi hulu dari
garis-garis yang berasal dari lingkaran lain merupakan proses perakitan / assembly dari
produk tersebut. Bila komponen assembly membutuhkan komponen rakitan lain, maka
komponen tersebut akan disebut sub-assembly dan diberi koda SA-1, SSA-1, dan seterus
dengan pemberian angka yang spesifik.
Kotak dengan kode I yang diberi nomor berarti Inspection atau
pemeriksaan.
Segitiga terbalik dengan kode S berarti Storage atau penyimpanan.
3.4 Peramalan
3.4.1 Definisi Peramalan
Menurut Render dan Heizer (2001, p46), peramalan adalah seni dan ilmu
memprediksi peristiwa-peristiwa masa depan. Secara lebih rinci peramalan menurut
Makridakis (1999,p14) adalah suatu kemampuan untuk memperkirakan / menduga
keadaan permintaan produk di masa datang yang tidak pasti.
Peramalan memerlukan pengambilan data historis dan memproyeksikannya ke
masa depan dengan beberapa bentuk model matematis.
29
3.4.2 Jangka Waktu
Peramalan dikelompokan menjadi tiga jenis berdasarkan jangka waktu masa depan
yang mendasarinya.
1. Peramalan jangka pendek, yaitu peramalan dengan rentang waktu
mencapai satu tahun tetapi umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan
jangka pendek digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan
kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan, dan tingkat produksi.
2. Peramalan jangka menengah, yaitu peramalan dengan rentang waktu tiga
bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini sangat bermanfaat dalam
perencanaan penjualan, perencanaan dan penganggaran produksi,
penganggaran kas, dan menganalisis berbagai rencana operasi.
3. Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan dengan rentang waktu tiga
tahun atau lebih; digunakan dalam merencanakan produk baru,
pengeluaran modal, lokasi fasilitas, atau ekspansi dan penelitian serta
pengembangan.
Peramalan jangka menengah dan jangka panjang berhubungan isu yang lebih
kompetentif dan mendukung keputusan manajemen berkaitan dengan perencanaan dan
produk, pabrik dan proses. Peramalan jangka pendek cenderung lebih akurat daripada
peramalan jangka yang lebih panjang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan berubah setiap hari, sehingga ketika
horison waktu semakin panjang, keakuratan peramalan akan berkurang. Dengan
demikian ramalan penjualan perlu diperbarui secara teratur untuk mempertahankan
nilainya. Setelah periode penjualan berlalu, ramalan harus dikaji kembali dan diperbaiki.
30
3.4.3 Metode Peramalan
Banyak metode peramalan yang tersedia untuk meramalkan permintaan dalam
produksi, namun yang lebih penting adalah bagaimana memahami karateristik suatu
metode peramalan agar sesuai dengan situasi pengambilan keputusan. Situasi peramalan
sangat beragam dalam horison waktu peramalan, faktor yang menentukan hasil yang
sebenarnya, tipe pola data dan berbagai aspek lainnya. Untuk menghadapi penggunaan
yang luas seperti itu, beberapa teknik telah dikembangkan. Teknik tersebut dibagi dalam
dua kategori utama (Makridakis, 1999, pp19-24), yaitu :
• Metode peramalan kuantitatif
Metode kuantitatif sangat beragam dan setiap teknik memiliki sifat,
ketepatan dan biaya tertentu yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode
tertentu. Metode kuantitatif formal didasarkan atas prinsip-prinsip statistik yang
memiliki ketepatan tinggi atau dapat meminimumkan kesalahan (error), lebih
sistematis, dan lebih populer dalam penggunaannya. Untuk menggunakan
metode kuantitatif terdapat tiga kondisi yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Tersedia informasi tentang masa lalu.
2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.
3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus
berlanjut di masa mendatang.
Metode kuantitatif dapat dibagi kedalam dua model, yaitu :
o Model deret berkala (time series)
Pada model ini, pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan nilai masa
lalu dari suatu variabel dan / atau kesalahan masa lalu. Model deret berkala
menggunakan riwayat permintaan masa lalu dalam membuat ramalan untuk masa
31
depan. Tujuan metode peramalan deret berkala ini adalah menemukan pola
dalam deret berkala historis dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa
depan.
Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala yang tepat
adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling
tepat dengan metode tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi :
1. Pola Stasioner atau Horizontal (H) terjadi bilamana nilai data berfluktuasi
disekitar nilai rata-rata yang konstan (deret seperti itu adalah “stasioner”
terhadap nilai rata-ratanya). Suatu produk yang penjualannya tidak
meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini.
Demikian pula suatu pengendalian kualitas yang menyangkut pengambilan
contoh dari suatu proses produksi berkelanjutan yang secara teoritis tidak
mengalami perubahan juga termasuk jenis ini.
Waktu
Sumber: Makridakis (1999, p23)
Gambar 3.3 Contoh Pola Data Horisontal
2. Pola musiman (S) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor
musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada
minggu tertentu). Penjualan dari produk minuman ringan, es krim, dan
bahan bakar pemanas ruangan, menunjukkan jenis pola ini.
32
Waktu
Sumber: Makridakis (1999, p23)
Gambar 3.4 Contoh Pola Data Musiman
3. Pola Siklis (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi
ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis.
Penjualan produk seperti mobil, baja dan peralatan utama lainnya
menunjukkan jenis pola data ini.
Waktu
Sumber: Makridakis (1999, p23)
Gambar 3.5 Contoh Pola Data Siklis
4. Pola trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler
jangka panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto
nasional (GNP) dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya
mengikuti pola trend selama perubahannya sepanjang waktu.
33
Waktu
Sumber: Makridakis (1999, p23)
Gambar 3.6 Contoh Pola Data Trend
o Model kausal
Model kausal mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan
suatu hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel bebas. Maksud dari
model kausal adalah menemukan bentuk hubungan tersebut dan
menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari varibel tak bebas.
Setelah hubungan ini ditemukan, nilai-nilai masa mendatang dapat diramalkan
cukup dengan memasukkan nilai-nilai yang sesuai untuk varibel-variabel
independen. Metode peramalan kausal mengasumsikan bahwa permintaan akan
suatu produk bergantung pada satu atau beberapa faktor independen (misalnya,
harga, iklan, persaingan, dan lain-lain).
• Metode peramalan kualitatif atau teknologis
Metode peramalan ini tidak memerlukan data yang serupa seperti metode
peramalan kuantitatif. Input yang dibutuhkan tergantung pada metode tertentu dan
biasanya merupakan hasil dari pemikiran intuitif, perkiraan dan pengetahuan yang
telah didapat. Pendekatan teknologis seringkali memerlukan input dari sejumlah
orang yang terlatih.
Metode kualitatif mengandalkan opini pakar atau manajer dalam membuat
prediksi tentang masa depan. Metode ini berguna untuk tugas peramalan jangka
34
panjang. Penggunaan pertimbangan dalam peramalan, tampaknya tidak ilmiah dan
bersifat sementara. Tetapi bila data masa lalu tidak ada atau tidak mencerminkan
masa mendatang, tidak banyak alternatif selain menggunakan opini dari orang-orang
yang berpengetahuan. Ramalan teknologis terutama digunakan untuk memberikan
petunjuk, untuk membantu perencana dan untuk melengkapi ramalan kuantitatif,
bukan untuk memberikan suatu ramalan numerik tertentu.
Metode kualitatif dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
o Metode eksploratoris
Metode eksploratoris (seperti Delphi, kurva-S, analogi, dan penelitian
morfologis) dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan
bergerak kearah masa depan secara heuristik, seringkali dengan melihat semua
kemungkinan yang ada.
o Metode normatif.
Metode normatif (seperti matriks keputusan, pohon relevansi, dan analisis
sistem) dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang akan datang,
kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai,
berdasarkan kendala, sumber daya, dan teknologi yang tersedia.
3.4.4 Pemilihan Metode Peramalan
Pola atau karakteristik data mempengaruhi teknik peramalan yang dipilih.
Seringkali, pola data tersebut merupakan karakteristik inheren dari kegiatan yang sedang
diteliti. Hubungan data dengan jangka waktu semakin jelas jika kita mengamati bahwa
pola trend adalah merupakan kecenderungan jangka panjang, sedangkan variasi
musiman menunjukkan pola data yang berulang. Dalam mengevaluasi teknik-teknik
yang dikaitkan dengan pola data bisa saja diterapkan lebih dari satu teknik untuk data
35
yang sama. Misalnya, teknik-teknik tertentu mungkin lebih akurat dalam memprediksi
titik balik, sedangkan lainnya terbukti lebih handal dalam peramalan pola perubahan
yang stabil. Bisa juga terjadi beberapa model meramalkan terlalu tinggi (overestimate)
atau terlalu rendah (underestimate) dalam situasi tertentu. Selain itu, mungkin juga
terjadi bahwa prediksi jangka pendek dari suatu model lebih baik dari model lain yang
memiliki prediksi jangka panjang yang lebih akurat.
3.4.4.1 Pemilihan Metode Peramalan untuk Data Stasioner atau Horizontal
Suatu data runtut waktu yang bersifat stasioner merupakan suatu serial data yang
nilai rata-ratanya tidak berubah sepanjang waktu. Keadaan tersebut terjadi jika pola
permintaan yang mempengaruhi data tersebut relatif stabil. Dalam bentuknya yang
paling sederhana, peramalan suatu data runtut waktu yang stasioner memerlukan data
historis dari runtut waktu tersebut untuk mengestimasi nilai rata-ratanya, yang kemudian
menjadi peramalan untuk nilai-nilai masa datang.
Menurut Hanke (2005, p75 teknik-teknik peramalan yang digunakan untuk
peramalan data runtut waktu yang stasioner adalah metode naif, metode rata-rata
sederhana, rata-rata bergerak, pemulusan eksponensial sederhana, dan model ARMA
(metode Box-Jenkins), sedangkan menurut Makridakis (1999, pp89-101) teknik yang
sebaiknya digunakan adalah Single Exponential Smoothing dan Single Moving Average.
3.4.4.2 Pemilihan Metode Peramalan untuk Data Trend
Suatu data runtut waktu yang bersifat trend didefinisikan sebagai suatu series yang
mengandung komponen jangka panjang yang menunjukkan pertumbuhan atau
penurunan dalam data tersebut sepanjang suatu periode waktu yang panjang. Dengan
kata lain, suatu data runtut waktu dikatakan mempunyai trend jika nilai harapannya
berubah sepanjang waktu sehingga data tersebut diharapkan menaik atau menurun
36
selama periode dimana peramalan diinginkan. Biasanya data runtut waktu ekonomi
mengandung suatu trend.
Menurut Hanke (2005, pp75-76), teknik-teknik peramalan yang digunakan untuk
peramalan data runtut waktu yang mengandung trend adalah rata-rata bergerak, model
ARIMA (metode Box-Jenkins), sedangkan menurut Baroto (2002, p33), teknik yang
sebaiknya digunakan adalah Double Exponential Smoothing dari Holt dan Linear
Regression.
3.4.4.3 Pemilihan Metode Peramalan untuk Data Musiman
Suatu data runtut waktu yang bersifat musiman didefinisikan sebagai suatu data
runtut waktu yang mempunyai pola perubahan yang berulang secara tahunan.
Mengembangkan suatu teknik peramalan musiman biasanya memerlukan pemilihan
metode perkalian dan pertambahan dan kemudian mengestimasi indeks musiman dari
data tersebut. Indeks ini kemudian digunakan untuk memasukkan sifat musiman dalam
peramalan atau untuk menghilangkan pengaruh seperti itu dari nilai-nilai yang
diobsevasi.
Menurut Hanke (2005, p76), teknik-teknik peramalan yang digunakan untuk
peramalan data runtut waktu yang bersifat musiman adalah metode dekomposisi klasik,
Census X-12, Triple Exponential Smoothing dari Winter, regresi berganda, dan model
ARIMA (metode Box-Jenkins).
3.4.4.4 Pemilihan Metode Peramalan untuk Data Siklis
Pengaruh siklis didefinisikan sebagai fluktuasi seperti gelombang disekitar garis
trend. Pola siklis cenderung untuk berulang setiap dua, tiga tahun, atau lebih. Pola siklis
sulit untuk dibuat modelnya karena polanya tidak stabil. Turun-naiknya fluktuasi di
sekitar trend jarang sekali berulang pada interval waktu yang tetap, dan besarnya
37
fluktuasi juga selalu berubah. Metode dekomposisi bisa diperluas untuk menganalisis
data siklis.
Menurut Hanke (2005, p76), teknik-teknik peramalan yang digunakan untuk
peramalan data runtut waktu yang bersifat siklis adalah metode dekomposisi klasik,
indikator ekonomi, model-model ekonometrik, regresi berganda dan model ARIMA
(metode Box-Jenkins).
3.4.5 Metode Peramalan
3.4.5.1 Metode Peramalan Data Stasioner atau Horizonal
3.4.5.1.1 Single Moving Average
Menurut Makridakis (1999, p88), rumus untuk Single Moving Average adalah:
nXXXXF ntttt
t−−−− ++++
=Κ321
Dimana
Xt = data aktual permintaan pada periode t
Xt-1 = data aktual permintaan pada periode t-1.
Ft = data peramalan pada periode t
Pada Metode Peramalan Single Moving Average, hasil peramalan dua periode ke
depan diasumsikan sama dengan hasil peramalan sebelumnya.
3.4.5.1.2 Single Exponential Smoothing
Menurut Makridakis (1999, p103), rumus untuk Single Eksponensial Smoothing 1
parameter adalah:
( ) 11 1 −− −+= tt FXFt αα
Dimana
Inisialisasi : F1 = X1
38
Xt = data aktual permintaan pada periode t
Xt-1 = data aktual permintaan pada periode t-1.
Ft = data peramalan pada periode t
Ft-1 = data peramalan pada periode t-1
α = konstanta pemulusan yang bernilai antara 0 sampai 1
Pada Metode Peramalan Single Exponential Smoothing, hasil peramalan dua
periode ke depan diasumsikan sama dengan hasil peramalan sebelumnya.
3.4.5.2 Metode Peramalan Data Trend
3.4.5.2.1 Double Exponential Smoothing Holt
Menurut Makridakis (1999, p115), rumus untuk Double Exponential Smoothing
Holt 2 parameter adalah:
11 . −− += tt bmSFt
Dimana
( )( )111 −− +−+= tttt BSXS αα dan
( ) ( ) 11 1 −− −+−= tttt bSSb ββ
Inisialisasi :
St = Xt dan
Bt = Xt+1Xt
α, β = konstanta pemulusan yang bernilai antara 0 sampai 1
m = 1 untuk periode-periode yang telah lalu dan 1 periode mendatang.
Untuk peramalan pada periode mendatang kedua, tetap menggunakan rumus pada
peramalan periode sebelumnya, namun nilai m dinaikan sejumlah periode berjalan,
dalam hal ini m = 2.
39
3.4.5.2.2 Linear Regression
Menurut Baroto (2002, p42), rumus untuk Linear Regression adalah:
tbaFt .+=
Dimana
( )22
2
.
...
∑∑∑ ∑∑∑
−
−=
ttt
XttXta tt
( )22.
...
∑∑∑ ∑∑−
−=
ttt
XtXttb tt
t = periode
Xt = data aktual peramalan pada periode t
3.4.6 Kriteria Pemilihan Metode Peramalan Terbaik
Menurut Baroto (2002, p47), kriteria untuk memilih metode peramalan terbaik
dilakukan dengan menghitung nilai galat.
Bila tf merupakan data aktual untuk periode t, tf̂ merupakan ramalan untuk
periode yang sama untuk n jumlah peramalan, maka ukuran nilai galat didapat dengan
melakukan perhitungan sebagai berikut.
• Nilai Tengah Simpangan Absolut (Mean Absolute Deviation)
m
ffMAE
m
ttt∑
=
−= 1
ˆ
• Nilai Tengah Galat Kuadrat (Mean Squared Error)
m
ffMSE
m
ttt∑
=
−= 1
2ˆ
40
• Persentase Nilai Tengah Galat Absolut (Mean Absolute Percentage of
Error)
m
fff
MAPE
m
t t
tt∑= ⎥
⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡×⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛ −
=1
%100ˆ
3.5 Analisis ABC
Pada persediaan, sebagian kecil barang biasanya menunjuk kepada sebagian besar
nilai persediaan bila diukur dengan nilai uang. Maka dari itu, sejumlah kecil barang ini
dapat dikendalikan secara intensif dan hasilnya dapat mengendalikan nilai dari
keseluruhan persediaan.
Barang-barang ini biasanya dibedakan menjadi tiga kategori (Schroeder, 2000,
p609-p610).
• Class A, biasanya berjumlah ±20% dan memiliki nilai uang ±80% dari
keseluruhan persediaan.
• Class B, biasanya berjumlah ±30% dan memiliki nilai uang ±15% dari
keseluruhan persediaan.
• Class C, biasanya berjumlah ±50% dan memiliki nilai uang ±5% dari
keseluruhan persediaan.
Contoh tabel analisis ABC ini dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2
41
Tabel 3.1 Contoh Analisis ABC
Item Annual Usage (Unit)
Unit Cost
Dollar Usage ($)
Percentage of Dollar Usage (%)
1 5000 1,5 7500 2,92 1500 8 12000 4,73 10000 10,5 105000 41,24 6000 2 12000 4,75 7500 0,5 3750 1,56 6000 13,6 81600 32,07 5000 0,75 3750 1,58 4500 1,25 5625 2,29 7000 2,5 17500 6,9
10 3000 2 6000 2,4TOTAL 254725 100
Sumber: Schroeder (2000, p609)
Tabel 3.2 Contoh Penentuan Kelas pada Analisis ABC
Class Item Number
Percentage of Total Items (%)
Percentage of Dollar Usage (%)
A 3,6 20 73,2 B 2,4,9 30 16,3 C 1,5,7,8,10 50 10,5
Sumber: Schroeder (2000, p610)
Sebagian besar nilai uang dapat dikendalikan dengan mengawasi secara ketat
barang kelas A. Untuk barang-barang ini, pengendalian ketat dengan memantau tingkat
persediaan, safety stock yang lebih sedikit, dan perhatian yang lebih terhadap keakuratan
data.
3.6 Master Production Scheduling (MPS)
3.6.1 Pengertian MPS
Menurut Gaspersz (1998, pp141-144) pada dasarnya jadwal produksi induk
(Master Production Schedulling = MPS) merupakan suatu pernyataan tentang produk
akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu perusahaan industri
manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan
43
3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan
kapasitas.
4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk
(delivery promises) kepada pelanggan.
Sumber: Gasperz (2005, p143)
Gambar 3.7 Proses Penjadwalan Produksi
Sebagai suatu aktifitas, proses penjadwalan produksi induk (MPS) yang terlihat
pada gambar 3.7, MPS membutuhkan lima input utama yaitu antara lain :
• Data Permintaan Total merupakan salah satu sumber data bagi proses
penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan
penjualan (sales forecasts) dan pesanan-pesanan (orders).
• Status Persediaan berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok
yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan
produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase
orders), dan firm planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa
42
periode waktu. MPS mendisagregasikan dan mengimplementasikan rencana produksi.
Apabila rencana produksi yang merupakan hasil dari proses perencanaan produksi
dinyatakan dalam bentuk agregat, jadwal produksi induk yang merupakan hasil dari
proses penjadwalan produksi induk dinyatakan dalam konfigurasi spesifik dengan
nomor-nomor item yang ada dalam Item Master and BOM (Bill of Material).
Aktifitas penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana
menyusun dan memperbaharui jadwal produksi induk, memproses transaksi MPS,
memelihara catatan-catatan MPS, mengevaluasi efektifitas dari MPS, dan memberikan
laporan evaluasi dalam periode waktu yang teratur untuk keperluan umpan-balik dan
tinjauan ulang.
MPS sering didefinisikan sebagai anticipated build schedule untuk item-item yang
disusun oleh perencana jadwal produksi induk (master schedule). MPS membentuk
jalinan komunikasi antara bagian pemasaran dan bagian manufakturing, sehingga
seyogyanya bagian pemasaran juga mengetahui informasi yang ada dalam MPS
terutama berkaitan dengan ATP (Available To Promise) agar dapat memberikan janji
yang akurat kepada pelanggan.
Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktifitas melakukan
empat fungsi utama berikut :
1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan
kebutuhan material dan kapasitas (material and capacity requirements
planning = M&CRP).
2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and
purchase orders) untuk item-item MPS.
44
banyak inventori yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus
dipesan.
• Rencana Produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus
menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventori, dan sumber-
sumber daya lain dalam rencana produksi itu.
• Data Perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus
digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu
(lead time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari
item (Item Master File).
• Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan
MPS menjadi salah satu input bagi MPS. RCCP menentukan kebutuhan
kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan dari MPS, dan
memberikan umpan-balik kepada perencana atau penyusun jadwal produksi
induk (Master Scheduler) untuk mengambil tindakan perbaikan apabila
ditemukan adanya ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi induk dan
kapasitas tersedia.
3.6.2 Final Assembly Schedule (FAS)
Final Assembly Schedule adalah pernyataan jadwal produksi dari semua produk
akhir yang akan dirakit dari produk-produk MPS untuk periode waktu yang spesifik
(Fogarty et al., 1991, p144). Karena hasil MPS pada umumnya dipengaruhi oleh
peramalan (forecast driven) dan FAS dipengaruhi oleh order (order driven), maka pada
tabel FAS baris forecast tidak digunakan (Sipper et al., 1997, p323). Pada beberapa
perusahaan, MPS komponen dan produk akhir akan identik, dan satu dokumen mewakili
45
keduanya. Pada kasus yang lain, terutama bila terdapat lebih banyak produk akhir
ketimbang komponen, keduanya akan berbeda. Hubungan antara MPS dan FAS dengan
lingkungan produksi sebuah perusahaan dapat dilihat pada gambar 3.8.
Sumber: Fogarty et al. (1991, p125)
Gambar 3.8 Hubungan Antara MPS/FAS dengan Lingkungan Produksi
3.6.3 Teknik Penyusunan MPS
Tabel 3.3 Contoh Tabel MPS
Item : Description : Lead Time : Safety Stock : On Hand : Demand Time Fences : Batch Size : Planning Time Fences :
Periode Past Due 1 2 3 4 5 6 7 8Forecast
Actual Order Projected Available Balance
Available to Promise Master Production Schedule
Sumber: Gasperz (2005, p159)
Penjelasan mengenai komponen-komponen yang terdapat dalam tabel 3.3 MPS
adalah sebagai berikut :
• Item No menyatakan kode produk yang akan diproduksi.
• Lead time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau
memanufaktur suatu produk.
46
• On hand menyatakan jumlah produk yang ada di gudang sebagai sisa periode
sebelumnya.
• Description menyatakan deskripsi produk secara umum.
• Safety stock merupakan stok pengaman yang harus ada di tangan sebagai
antisipasi terhadap kebutuhan di masa akan datang.
• Demand Time Fences (DTF) adalah periode mendatang dari MPS di mana
dalam periode ini perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima
karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau
kekacauan jadwal.
• Planning Time Fences (PTF) merupakan batas waktu penyesuaian pesanan di
mana permintaan masih boleh berubah. Perubahan masih akan dilayani
sepanjang material dan kapasitas masih tersedia.
• Forecast merupakan rencana penjualan atau peramalan penjualan untuk item
yang dijadwalkan itu.
• Actual Order (AO) merupakan pesanan-pesanan yang diterima dan bersifat pasti.
• Projected Available Balance (PAB) merupakan perkiraan jumlah sisa produk
pada akhir periode. PAB dihitung dengan menggunakan rumus:
PAB t ≤ DTF = PABt-1 + MSt – AO
PAB DTF ≤ t ≥ PTF = PABt-1 + MSt – AO atau Ft (pilih yang besar)
• Available to Promise memberikan informasi tentang berapa banyak item atau
produk tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu tersedia untuk pesanan
pelanggan, sehingga berdasarkan informasi ini bagian pemasaran dapat membuat
janji yang tepat bagi pelanggan.
47
ATPt = ATPt-1 + MSt – AOt
• Master Schedule merupakan jadwal produksi atau manufakturing yang
diantisipasi untuk produk atau item tertentu.
3.7 Rough Cut Capacity Planning (RCCP)
3.7.1 Manajemen Kapasitas
Kapasitas mengukur kemampuan dari suatu fasilitas produksi untuk mencapai
jumlah kerja tertentu dalam periode waktu tertentu dan merupakan fungsi dari
banyaknya sumber daya yang tersedia seperti peralatan, mesin, pekerja, ruang, dan
jadwal kerja. Dalam sebuah sistem MRP, fungsi perencanaan dan pengendalian
kapasitas terpisahkan dari fungsi perencanaan dan pengendalian prioritas. Seperti pada
gambar 3.9, fungsi perencanaan kapasitas terdiri dari Resource Requirements Planning,
Rough Cut Capacity Planning, dan Capacity Requirements Planning, dan RCCP
berlaku pada tingkat MPS dan FAS (Fogarty et al., 1991, p405).
48
Long Range
Demand Management
Production Planning
Final Assembly Scheduling
Master Production Scheduling
Material Requirements
Planning
Production Activity Control
Resource Requirements
Planning
Rough Cut Capacity Planning
Capacity Requirements
Planning
Input / Output Control
Operation Sequencing
Medium Range
Short Range
Capacity Requirement Techniques
Sumber: Fogarty et al. (1991, p406)
Gambar 3.9 Diagram Capacity Management
3.7.2 Teknik-Teknik RCCP
3.7.2.1 Capacity Planning Using Overall Factors (CPOF)
CPOF membutuhkan 3 input data: MPS, waktu yang dibutuhkan pabrik untuk
menghasilkan satu produk, dan proporsi historis yang dibutuhkan untuk setiap sumber
daya. Bila terdapat lebih dari satu produk, satu waktu bagian dibutuhkan untuk masing-
masing produk. CPOF mengalikan waktu ini dengan jumlah MPS. Waktu ini kemudian
49
ditempatkan pada sumber daya dengan mengalikan waktu proporsi historis pabrik.
Contoh perhitungan RCCP dengan teknik CPOF dapat dilihat pada tabel 3.4.
Tabel 3.4 Contoh RCCP dengan Teknik CPOF
Month Work Center Historical
Proportions January February March April May June
Lamp Assembly 0,455 1501,5 1501,5 1501,5 1501,5 1501,5 1501,5 Oven 0,045 148,5 148,5 148,5 148,5 148,5 148,5 Base Forming 0,227 749,1 749,1 749,1 749,1 749,1 749,1 Plastic Molding 0,091 300,3 300,3 300,3 300,3 300,3 300,3 Socket Assembly 0,182 600,6 600,6 600,6 600,6 600,6 600,6 Total Capacity Requirements 3300 3300 3300 3300 3300 3300
Sumber: Fogarty et al. (1991, 412)
3.7.2.2 Bill of Capacity
Bill of Labor atau Bill of Capacity (BOC) adalah daftar produk-produk atau
komponen berdasarkan jumlah sumber data yang dibutuhkan. BOC tidak digunakan
sebagai pengalihan namun hanya sebagai perkiraan kebutuhan kapasitas untuk suatu
produk. BOC dapat dibuat untuk setiap produk yang berbeda atau kelompok beberapa
produk yang memiliki kesamaan, dan dibatasi dengan kuantitas yang dijadwalkan untuk
menentukan kebutuhan kapasitas. Tabel BOC dapat dilihat pada tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5 Contoh Bill of Capacity
Work Center Capacity Required
Lamp Assembly 0,10 hr Oven 0,01 hr Base Forming 0,05 hr Plastic Molding 0,02 hr Socket Assembly 0,04 hr 0,22 hr
Sumber: Fogarty et al.(1991, 412)
Untuk menentukan kapasitas yang dibutuhkan, waktu per bagian yang ditunjukkan
pada contoh tabel BOC diatas dikalikan dengan jumlah produk akhir yang dibutuhkan
50
untuk dirakit setiap bulannya. Untuk menentukan total waktu yang dibutuhkan oleh
suatu departemen pada bulan tertentu, waktu per produknya dikalikan dengan jumlah
produk yang akan dibuat pada bulan tersebut. Contoh tabel perhitungan RCCP dengan
teknik BOC dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6 Contoh RCCP dengan Teknik Bill of Capacity
Month Work Center
January February March April May June Lamp Assembly 1500 1500 1500 1500 1500 1500 Oven 150 150 150 150 150 150 Base Forming 750 750 750 750 750 750 Plastic Molding 300 300 300 300 300 300 Socket Assembly 600 600 600 600 600 600 Total Capacity Requirements 3300 3300 3300 3300 3300 3300
Sumber: Fogarty et al.(1991, p414)
3.7.2.3 Resource Profile Approach
Teknik resource profile adalah teknik RCCP yang paling detil diantara ketiga
teknik yang ada. Resource profile memperhitungkan waktu lead time produksi, sehingga
hasil perencanaan kapasitas yang dihasilkan akan lebih detil. Contoh tabel resource
profile dapat dilihat pada tabel 3.7 berikut.
Tabel 3.7 Contoh RCCP dengan teknik Resource Profile
Months before due date Department 2 1 0
Lamp Assembly 0 0 0,1 Oven 0 0,01 0 Base Forming 0,05 0 0 Plastic Molding 0 0,02 0 Socket Assembly 0 0,04 0
Sumber: Fogarty et al.(1991, p416)
Setelah resource profile dibuat, kebutuhan kapasitas didapat dengan mengalikan
nilai resource profile tersebut dengan jumlah produksi pada MPS.
51
3.7.3 Representasi RCCP
Untuk mempermudah pengambilan keputusan, maka nilai kebutuhan kapasitas
yang didapat dipresentasikan dalam bentuk grafik yang dinamakan grafik capacity load
profile. Contoh grafik ini dapat dilihat pada gambar berikut.
64,8 64,8
55,71
42,87
05
1015202530354045505560657075
32 33 34 35
Periode Waktu (minggu)
Kap
asita
s Te
rsed
ia d
an Y
ang
Dib
utuh
kan
(jam
)
Kapasitas YangDibutuhkan
Kapasitas Tersedia
Sumber: Gasperz (2005, p176)
Gambar 3.10 Contoh Capacity Load Profile
3.8 Material Requirement Planning (MRP)
3.8.1 Pengertian MRP
MRP merupakan suatu prosedur logis berupa aturan keputusan dan teknik
transaksi berbasis komputer yang dirancang untuk menerjemahkan jadwal induk
produksi menjadi “kebutuhan bersih” untuk semua item. Sistem MRP dikembangkan
untuk membantu perusahaan manufaktur mengatasi kebutuhan akan item-item dependent
secara lebih baik dan efisien.
52
Menurut Schoeder (2000, p586) persediaan untuk independent demand
didefinisikan sebagai persediaan yang dipengaruhi atau tunduk pada kondisi-kondisi
pasar dan bebas dari operasi misalnya persediaan barang jadi dan suku cadang pada
suatu perusahaan manufaktur yang digunakan untuk memenuhi permintaan konsumen
pada suatu perusahaan persediaan ini harus dikelola dengan metoda titik pemesanan.
Sebaliknya untuk dependent demand tidak dipengaruhi oleh kondisi-kondisi pasar dan
hanya tergantung pada permintaan suku cadang ditingkat atasnya.
3.8.2 Tujuan dan Manfaat Sistem MRP
Sistem MRP adalah suatu sistem yang bertujuan untuk menghasilkan informasi
yang tepat untuk melakukan tindakan yang tepat (pembatalan pesanan, pesan ulang, dan
penjadwalan ulang). Tindakan ini juga merupakan dasar untuk membuat keputusan baru
mengenai pembelian atau produksi yang merupakan perbaikan atas keputusan yang telah
dibuat sebelumnya.
Ada empat tujuan yang menjadi ciri utama sistem MRP yaitu sebagai berikut :
1. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat
Menentukan secara tepat kapan sutu pekerjaan harus selesai (atau meterial
harus tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah
direncanakan dalam jadwal induk produksi (JIP).
2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item
Dengan diketahuinya kebutuhan akhir, sistem MRP dapat menentukan
secara tepat sistem penjadwalan (prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan
minimal setiap item.
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan
53
Memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus
dilakukan. Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau dibuat pada pabrik
sendiri.
4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang
sudah direncanakan
Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang
dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka sistem MRP dapat memberikan
indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan
menentukan prioritas pesanan yang realistik. Jika penjadwalan ulang ini masih
tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan atas suatu
pesanan harus dilakukan.
Beberapa manfaat dari MRP (Render dan Heizer, 1997, p362), adalah:
o Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen
o Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja
o Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik
o Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar
o Tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan kepada
konsumen
54
3.8.3 Input MRP
Sebagai suatu sistem, MRP membutuhkan lima input utama seperti pada gambar
berikut.
PerencanaanKapasitas(CapacityPlanning)
1. MPS2. Bill of Materials3. Item Master4. Pesanan-pesanan5. Kebutuhan
PerencanaanKebutuhan
Material (MRP)
- Primary (orders) Report - Action Report - Pegging Report
Umpan Balik
OUTPUT :PROSES :INPUT :
Sumber: Gasperz (2005, p178)
Gambar 3.11 Proses Kerja dari MRP
Kelima sumber input utama pada gambar 3.11 di atas adalah :
• Master Production Schedule (MPS), suatu rencana terperinci tentang tentang
produk akhir apa yang direncanakan perusahaan untuk diproduksi, berapa
kuantitas yang dibutuhkan, pada waktu kapan dibutuhkan, dan kapan produk itu
akan diproduksi.
• Bill of Material (BOM), merupakan daftar jumlah komponen, campuran bahan,
dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk. MRP
menggunakan BOM sebagai basis untuk perhitungan banyaknya setiap material
55
yang dibutuhkan untuk setiap periode waktu. Bagan bahan dalam komputer harus
selalu benar dan dapat menggambarkan bagaimana produk itu dibuat.
• Item master, merupakan suatu file yang berisi informasi tentang material, parts
sub-assemblies, dan produk-produk yang menunjukkan kuantitas on-hand,
kuantitas yang dialokasikan (allocated quantity), waktu tunggu yang
direncanakan (planned lead times), ukuran lot (lot size), stok pengaman, kriteria
lot sizing, toleransi untuk scrap atau hasil, dan berbagai informasi penting
lainnya yang berkaitan dengan suatu item.
• Pesanan-pesanan (orders) berisi tentang banyaknya dari setiap item yang akan
diperoleh sehingga akan meningkatkan stock on-hand di masa mendatang. Pada
dasarnya terdapat dua jenis pesanan, yaitu: shop orders or work orders or
manufacturing orders berupa pesanan-pesanan yang akan dibuat atau diproduksi
di dalam pabrik, dan purchase orders yang merupakan pesanan-pesanan
pembelian suatu item dan pemasok eksternal.
• Kebutuhan-kebutuhan (requirements) memberitahukan tentang banyaknya
masing-masing item itu dibutuhkan sehingga akan mengurangi stock on-hand di
masa mendatang. Pada dasarnya terdapat dua jenis kebutuhan, yaitu kebutuhan
internal dan eksternal. Kebutuhan internal digunakan dalam Pabrik untuk
membuat produk lain, dan kebutuhan eksternal yang akan dikirim ke luar Pabrik
berupa: pesanan pelanggan (customer orders), service parts, dan sales forecasts.
56
3.8.4 Mekanisme Dasar dari Proses MRP
Tabel 3.8 berikut adalah contoh dari sebuah tabel MRP.
Tabel 3.8 Contoh Tabel MRP
Item : Description : Lead Time : 0 BOM UOM : On Hand : Order Policy : Safety Stock : Lot Size :
Periode Past Due 1 2 3 4 5 6 7 8Gross Requirements Scheduled Receipts Projected Available
Balance 1 Net Requirements
Planned Order Receipts Planned Order Release
Projected Available Balance 2
Sumber: Gasperz (2005, p180)
Penjelasan mengenai tabel sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Part no / item menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit
2. BOM (Bill of Materials) UOM (Unit of Material) menyatakan satuan
komponen atau material yang akan dirakit
3. Lead time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk merilis atau
mengirim suatu komponen.
4. Safety stock menyatakan cadangan material yang harus ada sebagai
antisipasi kebutuhan dimasa yang akan datang.
5. Description menyatakan deskripsi material secara umum.
6. On Hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa
periode sebelumnya.
7. Order Policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk
menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang.
57
8. Lot Size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang.
9. Gross Requirement menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau dipakai
pada setiap periode. Untuk end item (produk jadi), kuantitas gross
requirement sama dengan MPS (Master Production Schedule). Untuk
komponen, kuantitas gross requirement diturunkan dari Planned Order
Release induknya.
10. Scheduled Receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima
pada periode tertentu.
11. Projected Available Balance I (PAB1) menyatakan kuantitas material yang
ada di tangan sebagai persediaan pada awal periode. PAB 1 dapat dihitung
dengan menambahkan material on hand periode sebelumnya dengan
Scheduled Receipts pada periode itu dan menguranginya dengan Gross
Requirement pada periode yang sama. Atau jika dimasukkan pada rumus
adalah sebagai berikut :
PAB I = (PAB II)t-1 - (Gross Requirement)t + (Scheduled Receipts)t
12. Net Requirements menyatakan jumlah bersih (netto) dari setiap komponen
yang harus disediakan untuk memenuhi induk komponennya atau untuk
memenuhi Master Production Scheduled. Net Requirements sama dengan
nol jika Projected Available Balance I lebih besar dari nol dan sama
dengan minus jika Projected Available Balance I kurang sama dengan dari
nol.
Net Requirement = -(PAB I)t + Safety stock
13. Planned Order Receipts menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan
pada suatu periode. Planned Order Receipts muncul pada saat yang sama
58
dengan Net Requirements, akan tetapi ukuran pemesanannya (lot sizing)
bergantung kepada Order Policy-nya. Selain itu juga harus
mempertimbangkan safety stock juga.
14. Planned Order Release menyatakan kapan suatu pesanan sudah harus
dilakukan atau dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika
dibutuhkan oleh induk itemnya. Kapan suatu pesanan harus dilakukan
ditetapkan dengan periode Lead time sebelum dibutuhkan.
15. Projected Available Balance 2 (PAB 2) menyatakan kuantitas material
yang ada di tanagn sebagai persediaan pada akhir periode. PAB 2 dapat
dihitung dengan cara mengurangkan Planned Order Receipts pada Net
Requirements.
PAB II = (PAB II) t-1 + (Schedule receipt) t – (Gross Requirement) t +
(Planned Order Receipt) t
atau dapat disingkat :
PAB II = (PAB I)t + (Planned Order Receipt)t
3.8.5 Prosedur Sistem MRP
Menurut Baroto (2002, p149), sistem MRP memiliki empat langkah utama yang
selanjutnya keempat langkah ini harus diterapkan satu per satu pada periode
perencanaan dan pada setiap item. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :
o Netting : Perhitungan kebutuhan bersih.
o Lotting : Penentuan ukuran lot.
o Offsetting : Penetapan besarnya lead time.
o Explosion : Perhitungan selanjutnya untuk item level di bawahnya.
59
3.8.5.1 Netting
Menurut Baroto (2002, p149), netting adalah proses perhitungan untuk
menetapkan jumlah kebutuhan bersih, yang besarnya merupakan selisih antara
kebutuhan kotor dengan keadaaan persediaan ( yang ada dalam persediaan dan yang
sedang dipesan). Data yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini
adalah :
o Kebutuhan kotor untuk setiap periode.
o Persediaan yang dipunyai pada awal perencanaan.
o Rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan.
3.8.5.2 Lotting
Menurut Baroto (2002, p152), lotting adalah suatu proses untuk menentukan
besarnya jumlah pesanan optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada
hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Ukuran lot menentukan
besarnya jumlah komponen yang diterima setiap kali pesan. Penentuan ukuran lot ini
sangat tergantung pada besarnya biaya-biaya persediaan, seperti biaya pesan, biaya
simpan, biaya modal, dan harga barang itu sendiri. Ada banyak alternatif metode untuk
menentukan ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan untuk meminimalkan total ongkos
set-up dan ongkos simpan.
Model untuk pengambilan keputusan jumlah lot size biasa disebut lot sizing
models. Terdapat banyak model lot sizing dan dapat dibagi menjadi dua kategori (Sipper
et al., 1999, p215).
• Static lot sizing, digunakan untuk menentukan lot size dimana permintaan
sepanjang horizon perencanaan konstan / uniform
60
• Dynamic lot sizing, digunakan untuk menentukan lot size dimana permintaan
sepanjang horizon perencanaan tidak konstan. Diasumsikan permintaan diketahui
dengan pasti, dan biasa disebut lumpy.
Teknik-teknik lot sizing berdasarkan pembagian tersebut dapat dilihat pada
gambar 3.12 berikut.
Lot Sizing Models
Static Lot Sizing Dynamic Lot Sizing
Economic Order Quantity
Economic Production Quantity
Optimum HeuristicSimple
Resource Constraints
Fixed Order Quantity
Period Order Quantity
Lot for Lot
Fixed Period Wagner-Whitin
Least Unit Cost
Part Period Balancing
Silver-Meal
Sumber: Sipper et al.(1999, p215)
Gambar 3.12 Macam-Macam Teknik Lot Sizing
Dynamic Lot Sizing digunakan untuk menganalisa permintaan yang tidak konstan
(lumpy). Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menganalisa pola permintaan ini
adalah dengan menggunakan Peterson-Silver rule. Peterson-Silver mengusulkan suatu
pengukuran variabilitas permintaan, dan menyebutnya koefisien variabilitas. Rumus dari
koefisien variabilitas ini adalah sebagai berikut (Sipper et al., 1999, p256) :
61
1
D
Dn
2n
1tt
n
1t
2t
−
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛=
∑
∑
=
=V
Dimana
Dt adalah permintaan diskrit tiap periode dan n adalah panjang horizon.
Peterson-Silver mengajukan penentuan pola permintaan dengan aturan sebagai
berikut:
bila V < 0.25, gunakan Static Lot Sizing.
bila V ≥ 0.25, gunakan Dynamic Lot Sizing.
Berikut adalah beberapa teknik lot sizing untuk masing-masing kategori.
3.8.5.2.1 Static Lot Sizing.
1. Fixed Order Quantity (FOQ)
Dalam metode FOQ ukuran lot ditentukan secara subjektif. Berapa besarnya dapat
ditentukan berdasarkan pengalaman produksi atau intuisi. Tidak ada teknik yang dapat
dikemukakan untuk menentukan berapa ukuran lot ini. Kapasitas produksi selama lead
time produksi dalam hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya
lot. Sekali lot ditetapkan, maka lot ini akan digunakan untuk seluruh periode selanjutnya
dalam perencanaan. Berapa pun kebutuhan bersihnya, rencana pesan akan tetap sebesar
lot yang telah ditentukan tersebut.
Apabila teknik ini diterapkan dalam sistem MRP, maka besarnya jumlah pesanan
dapat menjadi sama atau lebih besar dari kebutuhan bersih, yang kadang-kadang
diperlukan bila ada lonjakan permintaan. Salah satu ciri dari metode FOQ ini adalah
ukuran lot-nya selalu tetap, tetapi periode pemesanannya yang selalu berubah.
62
2. Economic Order Quantity (EOQ)
Dalam teknik ini besarnya ukuran lot adalah tetap. Penentuan lot berdasarkan
biaya pesan dan biaya simpan, dengan formula seperti berikut :
HADEOQ 2
=
Dimana :
EOQ = jumlah pemesanan yang ekonomis
D = Demand rata-rata per horison
A = biaya pesan bahan baku
H = biaya simpan bahan baku dalam suatu periode
Metode EOQ ini biasanya dipakai untuk horizon perencanaan selama satu tahun
sebesar dua belas bulan. Metode EOQ baik digunakan bila semua data konstan dan
perbandingan biaya pesan dan simpan sangat besar.
3.8.5.2.2 Dynamic Lot Sizing
1. Lot-for-Lot (LFL)
Teknik penetapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit. Di samping itu,
teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran lot yang ada.
Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila
terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk
meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol.
Oleh karena itu sering digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya simpan per
unit sangat mahal.
2. Silver-Meal
63
Sebuah metode pemesanan lot dinamis yang mempertimbangkan pemesanan untuk
beberapa periode ke depan. Tujuan dari teknik lotting ini yaitu untuk meminimumkan
rata-rata biaya per periode selama m periode perencanaan. Biaya yang termasuk di
dalam teknik lotting ini yaitu biaya pesan dan biaya simpan. Permintaan untuk beberapa
periode n ke depan dilambangkan dengan :
D1, D2, ..., Dn
K(m) adalah biaya variabel rata-rata per periode jika pesanan mencakup m
periode. Diasumsikan biaya simpan terjadi pada akhir periode dan kuantitas yang
diperlukan di setiap periode digunakan pada awal periode.
Untuk periode 1 :
K(1) = A
Jika kita memesan D1+D2 pada periode 1 untuk memenuhi permintaan di periode
1 dan 2 , kita mendapatkan:
K(2) = )(21
2hDA +
Dimana h adalah biaya simpan satu unit untuk 1 periode.
Rumus:
K(m) = mhDmhDhDAm
)1(...2(132 −++++
Hitung K(m), m= 1, 2, ..., m dan berhenti jika: K(m+1) > K(m)
Qi = D1 + D2 + ... + Dm
Secara umum, Qi adalah kuantitas yang dipesan pada periode i dan mencakup m
periode ke depan. Jika tidak ada pemesanan pada periode i maka Qi adalah nol.
3. Part Period Balancing
64
Metode ini berusaha meminimalkan jumlah biaya variabel untuk semua lot. Untuk
mendapatkan biaya simpan barang, dikenalkan nama part period yaitu satu unit barang
yang disimpan pada satu periode. Jadi apabila ada 10 unit disimpan untuk 1 periode
sama dengan 10 part period, dan sama juga dengan 5 unit disimpan untuk 2 periode.
PPm = part period for m periods
Jadi
PP1 = 0
PP2 = D2
PP2 = D2 + 2 D3
PPm = D2 + 2 D3 + … + (m-1)Dm
PPF = part period factor = A / h
Stopping Rule = PPm > PPF
Keterangan:
Dm = permintaan pada periode ke m
A = Biaya Pesan
H = Biaya Simpan
3.8.5.3 Offsetting
Menurut Baroto (2002, p152), proses offsetting bertujuan untuk menentukan saat
yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam rangka memenuhi tingkat
kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal
tersedianya ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya lead time. Lead time adalah
besarnya waktu saat barang mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut
selesai dan diterima siap untuk dipakai.
65
3.8.5.4 Explosion
Menurut Baroto (2002, pp152-153), proses explosion adalah proses penghitungan
kebutuhan kotor untuk tingkat item/komponen yang lebih bawah. Perhitungan kebutuhan
kotor ini didasarkan pada rencana pemesanan item-item produk pada level yang lebih
atas. Untuk penghitungan kebutuhan kotor ini, diperlukan struktur produk dan informasi
mengenai berapa jumlah kebutuhan tiap item untuk iem yang akan dihitung.
Dalam proses ini, data mengenai struktur produk harus tersedia secara akurat.
Ketidakakuratan data struktur produk akan mengakibatkan kesalahan pada perhitungan.
Atas dasar struktur produk inilah proses explosion dibuat.Dengan data struktur produk
dapat ditentukan kearah komponen mana harus dilakukan explosion. Struktur produk
juga harus langsung dimodifikasi bila ada perubahan pada cara produksi atau perakitan.
3.9 Gantt Chart
Menurut Taylor (2004, p304), gantt chart adalah sebuah grafik batang dengan
masing-masing batang menandakan sebuah aktivitas proyek yang ditunjukkan dalam
satuan waktu. Tujuan dari grafik ini adalah untuk menampilkan status dari tiap sumber
daya pada semua waktu.
Sumbu x merepresentasikan waktu dan sumbu y merepresentasikan batang
horisontal untuk setiap sumber daya. Ketika sebuah kerja diproses pada sebuah sumber
daya, maka sebuah kotak ditempatkan di batang horizontal, dimulai dengan waktu
mulainya pekerjaan dan diakhiri dengan waktu penyelesaian. Contoh gantt chart dapat
dilihat pada gambar berikut.
66
Gambar 3.13 Contoh Gantt Chart
3.10 Pengertian Sistem
Menurut McLeod, Jr. et al.(2004, p9), sistem adalah sekelompok elemen-elemen
yang terintegrasi dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Definisi ini
cocok untuk suatu organisasi seperti suatu perusahaan atau bidang fungsional lainnya.
3.11 Pengertian Informasi
Menurut McLeod, Jr. et al. (2004, p12), informasi adalah data yang telah diproses,
atau data yang memiliki arti. Sedangkan menurut O’Brien (2004, p13) informasi adalah
data yang telah dikonversikan menjadi konteks yang berarti dan berguna bagi pemakai
tertentu.
3.12 Pengertian Sistem Informasi
Berdasarkan pendapat Laudon (2004, p8), sistem informasi adalah sekumpulan
komponen yang saling berhubungan yang menerima, memproses, menyimpan, dan
menyebarkan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan, koordinasi,
visualisasi dan pengendalian dalam sebuah organisasi. Turban et al. (2001, p17) juga
67
berpendapat bahwa sistem informasi mengumpulkan, pemproses, menyimpan,
menganalisa, dan menyebarkan informasi untuk tujuan tertentu.
Empat elemen dari sistem informasi adalah input, output, process, dan feedback.
Skema dasar dari sistem informasi ini dapat dilihat pada gambar berikut.
68
Sumber : Laudon (2004, p9)
Gambar 3.14 Skema dari Elemen Sistem Informasi.
3.13 Computer Based Information System (CBIS)
Menurut Turban et al. (2001, p17), sistem informasi berbasiskan komputer (CBIS)
merupakan sebuah sistem informasi yang menggunakan komputer dan teknologi
telekomunikasi untuk melakukan beberapa atau semua tugasnya.
3.14 Object-Oriented Analysis and Design (OOAD)
3.14.1 Objek dan Class
Objek merupakan sebuah entitas yang memiliki identitas, status, dan perilaku
(Mathiassen et al., 2000, p4). Contoh dari objek misalnya pelanggan yang merupakan
entitas dengan identitas yang spesifik, dan memiliki status dan perilaku tertentu yang
berbeda antara satu pelanggan dengan pelanggan yang lain.
Sedangkan class merupakan deskripsi dari kumpulan objek yang memiliki
struktur, pola perilaku, dan atribut yang sama (Mathiassen et al., 2000, p4). Untuk dapat
lebih memahami objek, biasanya objek-objek tersebut sering digambarkan dalam bentuk
class.
3.14.2 Konsep Oriented Analysis and Design (OOAD)
Terdapat tiga buah konsep atau teknik dasar dalam proses analisa dan perancangan
berorientasi objek (Whitten et al., 2004, pp430-440).
69
• Encapsulation
Encapsulation dalam bahasa pemrograman berorientasi objek secara
sederhana berarti pengelompokkan fungsi. Pengelompokkan ini bertujuan agar
developer tidak perlu membuat coding untuk fungsi yang sama, melainkan hanya
perlu memanggil fungsi yang telah dibuat sebelumnya.
• Inheritance
Inheritance dalam bahasa pemrograman berorientasi objek secara
sederhana berarti menciptakan sebuah class baru yang memiliki sifat-sifat dan
karakteristik-karakteristik sama dengan yang dimiliki class induknya disamping
sifat-sifat dan karakteristik-karakteristk individualnya.
• Polymorphism
Polymorphism berarti kemampuan dari tipe objek yang berbeda untuk
menyediakan atribut dan operasi yang sama dalam hal yang berbeda.
Polymorphism adalah hasil natural dari fakta bahwa objek dari tipe yang berbeda
atau bahkan dari sub-tipe yang berbeda dapat menggunakan atribut dan operasi
yang sama.
3.14.3 Keuntungan OOAD
Mathiassen et al. (2000, pp5-6) menyebutkan bahwa terdapat keuntungan
menggunakan OOAD diantaranya adalah:
1. OOAD memberikan informasi yang jelas mengenai context sistem.
2. Dapat menangani data yang seragam dalam jumlah yang besar dan
mendistribusikannya ke seluruh bagian organisasi.
70
3. Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan berorientasi objek,
user interface berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek.
3.14.4 Aktivitas Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Mathiassen et al. (2000, pp14-15) menjelaskan empat buah aktivitas utama dalam
analisa dan perancangan berorientasi objek yang digambarkan dalam Gambar 3.16
berikut ini.
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p15)
Gambar 3.15 Aktivitas Utama dalam OOAD
Berikut ini merupakan penjelasan lebih rinci mengenai keempat aktivitas utama
dalam melakukan analisa dan perancangan berorientasi objek menurut Mathiassen et al.
(2000, pp14-15).
71
1. Problem Domain Analysis
Problem domain merupakan bagian dari situasi yang diatur, diawasi, dan
dikendalikan oleh sistem. Tujuan melakukan analisis problem domain adalah
mengidentifikasi dan memodelkan problem domain.
Analisis problem domain terbagi menjadi tiga aktivitas yang digambarkan dalam
Gambar 3.10, yaitu:
• Memilih objek, class, dan event yang akan menjadi elemen model problem
domain.
• Membangun model dengan memusatkan perhatian pada relasi struktural antara
class dan objek.
• Mendeskripsikan properti dinamis dan atribut untuk setiap class.
Classes
Structure
BehaviorSystem Definition
Model
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p46)
Gambar 3.16 Aktivitas Analisis Problem Domain
Pada aktivitas classes, langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan
class. Langkah berikutnya adalah membuat sebuah event table yang dapat membantu
menentukan event-event yang dimiliki oleh setiap class.
72
Pada aktivitas structure, class-class yang telah ditentukan sebelumnya akan
dihubungkan berdasarkan tiga jenis hubungan yaitu generalisasi, agregasi, atau asosiasi
sehingga menjadi sebuah skema yang disebut class diagram.
Dalam aktivitas behavior, definisi class dalam class diagram akan diperluas
dengan menambahkan deskripsi pola perilaku dan atribut dari masing-masing class. Pola
perilaku dari class terdiri dari tiga jenis, yaitu:
• Sequence
Merupakan event yang terjadi secara berurutan satu per satu.
• Selection
Merupakan pemilihan salah satu dari beberapa event yang terjadi.
• Iteration
Merupakan event yang terjadi berulang kali.
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah statechart diagram yang menunjukkan
perubahan status dari masing-masing class yang dikarenakan oleh event tertentu mulai
dari initial state sampai dengan final state.
2. Application Domain Analysis
Application domain merupakan organisasi yang mengatur, mengawasi, atau
mengendalikan problem domain. Tujuan dilakukannya analisis application domain
adalah untuk menentukan kebutuhan penggunaan sistem.
Sama seperti analisis problem domain, analisis application domain juga terdiri dari
beberapa aktivitas antara lain:
• Menentukan penggunaan sistem dan bagaimana sistem berinteraksi dengan user.
• Menentukan fungsi dan kemampuan sistem dalam mengolah informasi.
73
• Menentukan kebutuhan interface sistem dan merancang interface.
Berikut ini merupakan gambaran aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada saat
melakukan analisis application domain.
Usage
Functions
Interfaces
System Definition
Requirements
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p117)
Gambar 3.17 Aktivitas Analisis Application Domain
Dalam aktivitas usage, hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat actor
table yang dapat membantu menentukan actor dan use case yang berkaitan. Langkah
selanjutnya adalah membuat use case diagram sehingga terlihat lebih jelas interaksi
antara actor dengan masing-masing use case.
Function merupakan fasilitas sistem yang menjadikan sistem tersebut berguna bagi
actor. Terdapat empat jenis function, antara lain:
• Update
Fungsi update diaktifkan oleh event problem domain dan menghasilkan
perubahan status model.
• Signal
Fungsi signal diaktifkan oleh perubahan status model dan menghasilkan reaksi
di dalam context.
74
• Read
Fungsi read diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan menghasilkan
tampilan model sistem yang relevan.
• Compute
Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan berisi
perhitungan yang dilakukan baik oleh actor maupun oleh model. Hasilnya adalah
tampilan dari hasil perhitungan yang dilakukan.
Aktivitas interface mencakup pembuatan navigation diagram yang merupakan
skema yang menunjukkan tampilan dari sistem dan relasi antar interface.
3. Architectural Design
Architectural design berfungsi sebagai kerangka kerja dalam aktivitas
pengembangan sistem dan menghasilkan struktur komponen dan proses sistem.
Tujuannya adalah untuk menstrukturisasi sebuah sistem yang terkomputerisasi.
Tahap architectural design terdiri dari tiga aktivitas yaitu criteria, component
architecture, dan process architecture seperti yang digambarkan pada Gambar 3.12.
Criteria
Process Architecture
Component Architecture
Analysis Document
Architectural Application
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p176)
Gambar 3.18 Aktivitas Architectural Design
75
Criterion merupakan properti yang diinginkan dari sebuah arsitektur. Tabel 3.3
menunjukkan criterion yang telah ditentukan oleh para peneliti untuk menentukan
kualitas dari sebuah software.
Tabel 3.9 Criteria untuk Menentukan Kualitas Software
Criterion Ukuran
Usable Kemampuan sistem beradaptasi dengan context organisasional dan teknikal.
Secure Pencegahan akses ilegal terhadap data dan fasilitas.
Efficient Eksploitasi ekonomis dari fasilitas technical platform.
Correct Kesesuaian dengan kebutuhan. Reliable Fungsi yang dijalankan secara tepat.
Maintainable Biaya untuk mencari dan memperbaiki kerusakan sistem.
Testable Biaya untuk menjamin bahwa sistem melakukan fungsinya.
Flexible Biaya memodifikasi sistem. Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk memahami sistem.
Reusable Penggunaan bagian dari sistem ke dalam sistem lain yang berkaitan.
Portable Biaya memindahkan sistem ke technical platform lain.
Interoperable Biaya pemasangan sistem dengan sistem lain. Sumber: Mathiassen et al. (2000, p178)
Mathiassen et al. (2000, pp179-182) menyebutkan bahwa kriteria usable, flexible,
dan comprehensible tergolong sebagai kriteria umum yang harus dimiliki oleh sebuah
sistem dan menentukan baik tidaknya suatu rancangan sistem.
Component architecture adalah struktur sistem dari komponen-komponen yang
berkaitan. Dalam aktivitas ini, perlu ditentukan pola arsitektural yang paling sesuai
dengan model sistem. Pola-pola arsitektural tersebut antara lain:
• Layered Architecture Pattern
76
• Generic Architecture Pattern
• Client-Server Architecture Pattern
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah component diagram yang merupakan class
diagram yang dilengkapi dengan spesifikasi komponen yang kompleks.
Process architecture adalah sebuah struktur eksekusi sistem yang terdiri dari
proses-proses yang saling tergantung satu sama lain. Dalam aktivitas ini juga perlu
menentukan pola distribusi yang sesuai dengan model sistem. Pola-pola distribusi yang
ada antara lain:
• Centralized Pattern
• Distributed Pattern
• Decentralized Pattern
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan
processor dengan komponen program dan active objects.
4. Component Design
Component design bertujuan untuk menentukan implementasi kebutuhan di dalam
kerangka kerja arsitektural. Hasilnya adalah deskripsi mengenai komponen-komponen
sistem. (Mathiassen et al., 2000, p231).
Component design terdiri dari tiga aktivitas, yaitu:
a. Model component
Merupakan bagian sistem yang mengimplementasikan model problem
domain. Dalam aktivitas ini dihasilkan sebuah class diagram yang telah direvisi.
77
b. Function component
Merupakan bagian sistem yang mengimplementasikan kebutuhan
fungsional. Hasilnya adalah class diagram dengan operasi dan fungsi-fungsinya.
Terdapat empat pola eksplorasi untuk merancang function component, yaitu:
o Model-Class Placement
o Function-Class Placement
o Startegy
o Active Function
c. Connecting component
Merupakan desain hubungan antar komponen untuk memperoleh
rancangan yang fleksibel dan mudah dimengerti. Hasilnya adalah class diagram
yang berhubungan dengan komponen-komponen sistem.
Gambar 3.20 berikut ini menggambarkan aktivitas-aktivitas yang terdapat dalam
component design.
Design of component connections
Design of components
Architectural Specification
Component Specification
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p232)
Gambar 3.19 Aktivitas Component Design
78
3.15 Unified Modeling Language (UML)
Menurut Whitten et al. (2004, p430), UML atau Unified Modelling Language
adalah seperangkat aturan pemodelan yang digunakan untuk menspesifikasikan atau
menjelaskan sistem perangkat lunak dalam bentuk objek. UML tidak menjelaskan
metode pengembangan sistem, namun hanya notasi dan diagram yang sekarang diterima
secara luas sebagai standard untuk pemodelan sistem dengan objek. Notasi serta diagram
UML dijelaskan lebih lanjut pada sub-bab berikut.
3.15.1 Class Diagram
Class Diagram menggambarkan struktur objek dari sistem. Class diagram
menunjukkan class objek yang membentuk sistem dan hubungan struktural diantara
class objek tersebut (Mathiassen et al., 2000, p336). Terdapat tiga jenis hubungan antar
class yang biasa digunakan dalam class diagram (Whitten et al., 2004, pp455-459).
Ketiga jenis hubungan tersebut antara lain:
a. Asosiasi
Asosiasi merupakan hubungan statis antar dua objek atau class. Hubungan
ini menggambarkan apa yang perlu diketahui oleh sebuah class mengenai class
lainnya. Hubungan ini memungkinkan sebuah objek atau class mereferensikan
objek atau class lain dan saling mengirimkan pesan.
79
Sumber: Whitten et al. (2004, p461)
Gambar 3.20 Contoh Hubungan Asosiasi
b. Generalisasi
Dalam hubungan generalisasi, terdapat dua jenis class, yaitu class
supertype dan class subtype. Class supertype atau class induk memiliki atribut
dan behavior yang umum dari hirarki tersebut. Class subtype atau class anak
memiliki atribut dan behavior yang unik dan juga memiliki atribut dan behavior
milik class induknya. Class induk merupakan generalisasi dari class anaknya,
sedangkan class anak merupakan spesialisasi dari class induknya.
Sumber: Whitten et al. (2004, p461)
Gambar 3.21 Contoh Hubungan Generalisasi
80
c. Agregasi
Agregasi merupakan hubungan yang unik dimana sebuah objek merupakan
bagian dari objek lain. Hubungan agregasi tidak simetris dimana jika objek B
merupakan bagian dari objek A, namun objek A bukan merupakan bagian dari
objek B. Pada hubungan ini, objek yang menjadi bagian dari objek tertentu tidak
akan memiliki atribut atau behavior dari objek tersebut.
Sumber: Whitten et al. (2004, p461)
Gambar 3.22 Contoh Hubungan Agregasi
Sumber: Whitten et al. (2004, p461)
Gambar 3.23 Contoh Class Diagram
81
3.15.2 Statechart Diagram
Statechart Diagram digunakan untuk memodelkan perilaku dinamis dari sebuah
objek dalam sebuah class yang spesifik dan berisi state dan transition (Mathiassen et al.,
2000, p341). Statechart diagram mengilustrasikan siklus objek hidup yaitu berbagai
status yang dapat dimiliki objek dan event yang menyebabkan status objek berubah
menjadi status lain (Whitten et al., 2004, p700).
Statechart diagram dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut (Whitten et al.,
2004, p700):
1. Mengidentifikasi initial dan final state.
2. Mengidentifikasi status objek selama masa hidup objek tersebut.
3. Mengidentifikasi event pemicu perubahan status objek.
4. Mengidentifikasi jalur perubahan status.
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p425)
Gambar 3.24 Contoh Statechart Diagram
82
3.15.3 Use Case Diagram
Use Case Diagram menggambarkan interaksi antara sistem dan user (Whitten et
al., 2004, p441). Use case diagram mendeskripsikan secara grafis hubungan antara
actors dan use case (Mathiassen et al., 2000, p343). Penjelasan use case biasa
ditambahkan untuk menjelaskan langkah-langkah interaksi.
Library System
Visitor
Patron
Apply formembership
Search libraryinventory
Check out books
Sumber: Whitten et al. (2004, p282)
Gambar 3.25 Contoh Use Case Diagram
3.15.4 Sequence Diagram
Bennet et al. (2006, p253) mengemukakan bahwa sequence diagram menunjukkan
interaksi antar objek yang diatur berdasarkan urutan waktu. Sequence diagram dapat
digambarkan dalam berbagai level of detail yang berbeda untuk memenuhi tujuan yang
berbeda-beda pula dalam daur hidup pengembangan sistem. Aplikasi sequence diagram
yang paling umum adalah untuk menggambarkan interaksi antar objek yang terjadi pada
sebuah use case atau sebuah operation.
83
Bennet et al. (2006, pp253-254) menyatakan bahwa setiap sequence diagram harus
diberikan frame yang memiliki heading dengan menggunakan notasi sd yang merupakan
kependekan dari sequence diagram. Bennet et al. (2006, p270) juga menyatakan bahwa
terdapat beberapa notasi penulisan heading pada setiap frame yang terdapat dalam
sequence diagram. Notasi penulisan ini dapat dilihat pada tabel 3.10.
Tabel 3.10 Notasi Sequence Diagram
Notasi Kepanjangan Arti alt alternatives menyatakan bahwa terdapat beberapa buah alternatif jalur
eksekusi untuk dijalankan. opt optional frame yang memiliki heading ini memiliki status pilihan yang
akan dijalankan jika syarat tertentu dipenuhi. loop - operation yang terdapat dalam frame tersebut dijalankan
secara berulang selama kondisi tertentu. break - semua operation yang berada setelah frame tersebut tidak
dijalankan. par parallel operation dalam frame tersebut dijalankan secara bersamaan. seq weak sequencing operation yang berasal dari lifeline yang berbeda dapat terjadi
pada urutan manapun. strict - operation harus dilakukan secara berurutan. neg negative mendeskripsikan operasi yang tidak valid. critical - operasi-operasi yang terdapat di dalamnya tidak memiliki sela
yang kosong. ignore - tipe pesan atau parameter yang dikirimkan dapat diabaikan
dalam interaksi. consider - menyatakan pesan mana yang harus dipertimbangkan dalam
interaksi. assert assertion menyatakan urutan pesan yang valid. ref refer menyatakan bahwa frame mereferensikan operation yang
terdapat di dalamnya pada sebuah sequence diagram tertentu. Sumber: Bennet et al. (2006, p270)
84
Campaign Manager :Client
getName()
listCampaigns()
:Campaign
getCampaignDetails()
:Advert
loop [for all client’s campaigns]
listAdverts()
getAdvertDetails()loop [for all campaign’s adverts]
addNewAdverts()
AdvertnewAd:Advert
Sumber: Bennet et al. (2006, p254)
Gambar 3.26 Contoh Sequence Diagram
3.15.5 Navigation Diagram
Navigation Diagram merupakan statechart diagram khusus yang berfokus pada
user interface (Mathiassen et al., 2000, p344). Diagram ini menunjukkan window-
window dan transisi diantara window-window tersebut.
Sebuah window dapat digambarkan sebagai sebuah state. State ini memiliki nama
dan berisi gambar miniatur window. Transisi antar state dipicu oleh ditekannya sebuah
tombol yang menghubungkan dua window.
85
Session
Person
Activity
Paper
Main
New-buttonDouble click onHighlighted paper
New-buttonDouble click onHighlighted paper
Quit Button
New-button,Include-buttonDouble click onHighlighted session
New-button, include-buttonDouble click on highlighted paper
Quit Button
Quit Button
New-button,Include-buttonDouble click onHighlighted lecturer
New-button,Include-buttonDouble click onHighlighted function
New-button,Include-buttonDouble click onHighlighted paper or reviewer
New-button,Include-buttonDouble click onHighlighted author or reviewer
New-button,Include-buttonDouble click onHighlighted person
Quit Button
Quit Button
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p366)
Gambar 3.27 Contoh Navigation Diagram
86
3.15.6 Component Diagram
Component Diagram merupakan diagram implementasi yang digunakan untuk
menggambarkan arsitektur fisik dari software sistem. Diagram ini dapat menunjukkan
bagaimana coding pemrograman terbagi menjadi komponen-komponen dan juga
menunjukkan ketergantungan antar komponen tersebut (Whitten et al., 2004, p442).
Sebuah komponen digambarkan dalam UML sebagai sebuah kotak dengan dua
kotak kecil di sebelah kirinya. Ketergantungan antar dua komponen menunjukkan
bagaimana kedua komponen tersebut saling berkomunikasi.
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p201)
Gambar 3.28 Contoh Component Diagram
3.15.7 Deployment Diagram
Deployment Diagram, sama seperti component diagram, juga merupakan diagram
implementasi yang menggambarkan arsitektur fisik sistem. Perbedaannya, deployment
diagram tidak hanya menggambarkan arsitektur fisik software saja, melainkan software
87
dan hardware. Diagram ini menggambarkan komponen software, processor, dan
peralatan lain yang melengkapi arsitektur sistem (Whitten et al., 2004, p442). Menurut
Mathiassen et al. (2000, p340), deployment diagram menunjukkan konfigurasi sistem
dalam bentuk processor dan objek yang terhubung dengan processor tersebut.
Setiap kotak dalam deployment diagram menggambarkan sebuah node yang
menunjukkan sebuah hardware. Hardware dapat berupa PC, mainframe, printer, atau
bahkan sensor. Software yang terdapat di dalam node digambarkan dengan simbol
komponen. Garis yang menghubungkan node menunjukkan jalur komunikasi antar
device. Gambar 3.30 berikut ini menunjukkan sebuah contoh deployment diagram.
:Client
UserInterface
SystemInterface
Function
Model
:Server
SystemInterface
more clients
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p217)
Gambar 3.29 Contoh Deployment Diagram