Upload
votruc
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Bab 3
Analisis Data
3.1 Analisis Majas Eufemisme yang Berfungsi untuk Mengaburkan Informasi dengan
Tujuan untuk Tidak Menyakiti Perasaan Orang Lain dalam Novel Norwegian Wood
Informasi yang tidak jelas kadang dapat membuat kesan yang ambigu dan sulit untuk dicerna.
Bahkan terkadang dapat membuat suatu kesalah pahaman dapat muncul di dalam percakapan.
Orang Jepang yang sudah terbiasa dengan budaya ambigu dan sikap untuk tidak berterus terang
dapat menyesuaikan diri dengan baik, seperti yang terjadi dalam beberapa dialog dalam novel
Norwegian Wood karya Haruki Murakami ini.
Data 1 :
Ketika malam Natal saat Toru memberikan hadiah kado Natal berupa piringan hitam yang
berisi lagu Dear heart kesukaan Naoko. Sebagai balasannya gadis itu memberikan sarung tangan
yang dirajut dengan tangannya sendiri. Akan tetapi ukuran ibu jarinya terlalu pendek.
Percakapan :
Naoko:ごめんなさい。私すごく不器用なの
Toru : 大丈夫。ほら、ちゃんと入るよ
(Sumber : Murakami, 2004 : 77)
Terjemahan :
Naoko : Maaf ya. Aku kurang trampil
Toru : Tidak apa-apa kok. Lihat, masuk juga, kan
Analisis data :
Dalam percakapan di atas dapat kita lihat bahwa Toru menerima hadiah Natal tersebut dengan
senang hati karena tidak ingin menyakiti perasaan Naoko. Toru tahu gadis itu telah bersusah
payah untuk menjahitkan sarung tangan tersebut untuknya. Walaupun sarung tangan tersebut
sebenarnya tidak sesaui ukurannya (ukuran ibu jarinya agak pendek), Toru langsung memakai
sarung tangan tersebut dan mengatakan hal yang dapat menghibur kekecewaan Naoko.
Tabel 3.1.1
Makna kata daijoubu「大丈夫」
Tidak apa-apa
Tidak berbahaya
Aman
(Kamus Jepang-Indonesia, 2005:128)
「危な気なく」(abunagenaku) yang mengandung arti aman, dapat dipercayai,
dapat diandalakan
(Shinkokugojiten, 2002:779)
大丈夫 「しっかりすしている」(shikkarishiteiru) , yang memiliki makna menabahkan hati
(Koujien, 1998:1605)
大丈夫 /Aman/, mengandung arti tidak mengandung resiko
(KBBI, 2002:35)
Sumber : Shinkokugojiten, 2002 ; Matsuura, 2005 ; Koujien, 1998 ; KBBI, 2002
Berdasarkan tabel diatas, kata daijoubu「大丈夫」 mengandung banyak arti dan pengertian.
Toru menjawab 「大丈夫」 yang lazim diterjemahkan “tidak apa-apa”. Akan tetapi apa yang
sesungguhnya ingin disampaikan oleh Toru mungkin lebih dari sekedar itu. Hal itu dapat dilihat
berdasarkan percakapan yang terjadi dan tabel medan makna dibawah ini untuk membantu
memahami apa makna sebenarnya yang ingin disampaikan Toru.
Tabel 3.1.2
Medan Makna Kata daijoubu「大丈夫」
Tidak apa-apa
Tidak berbahaya
Aman
(Kamus Jepang-Indonesia, 2005:128)
大丈夫
「危な気なく」(abunagenaku) yang mengandung arti aman, dapat dipercayai,
dapat diandalakan
(Shinkokugojiten, 2002:779)
「しっかりすしている」(shikkarishiteiru) , yang memiliki makna menabahkan hati
(Koujien, 1998:1605)
/Aman/, mengandung arti tidak mengandung resiko
(KBBI, 2002:35)
Sumber : Shinkokugojiten, 2002 ; Matsuura, 2005 ; Koujien, 1998 ; KBBI, 2002
Berdasarkarkan tabel medan makna diatas, penulis menghubungkan kata「大丈夫」 yang
diucapkan oleh Toru dengan makna shikkarishiteiru yang mengandung arti menabahkan hati dan
makna “tidak apa-apa”. Dalam data tersebut, Toru berusaha untuk menabahkan hati Naoko dan
untuk menghibur kekecewaan Naoko dengan memakai sarung tangan tersebut
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Sunarso dalam Mardikantoro (2000 :16 )
mengungkapkan bahwa penggantian bentuk kebahasaan (biasanya kata) yang bernilai kasar,
menyakitkan, tidak menyenagkan, tidak sopan, menyinggung persaan dengan bentuk kebahasaan
baru (kata, frase atau klausa) dengan maksud agar bentuk yang baru tersebut bernilai rasa lebih
baik, tidak menyinggung perasaan, tidak menyakitakan bahkan menyenangkan.
Menurut penulis Toru tidak mengucapkan secara jujur, bahwa sarung tangan tersebut
kekecilan pada bagian ukuran ibu jarinya. Dia mengatakan 「大丈夫」 yang memiliki makna
“tidak apa-apa” dan “menabahakan hati” bahkan memakai sarung tangan tersebut. Sejalan
dengan prinsip tatemae seperti yang diungkapkan oleh Ushiyama (2007 :169) bahwa
penggunaan honne mungkin saja meyinggung orang lain, maka penggunaan tatemae dianggap
sebagai pilihan agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Tsuji
(1999) pula, bahwa prinsip aimai memiliki salah satu unsur atau fungsi untuk mengaburkan isi
pembicaraan dan merupakan salah satu budaya orang Jepang untuk tidak berterus terang dalam
pembicaraan.
Menurut penulis Toru telah menjaga keharmonisan sosial dengan tidak berkata jujur.
Pendapat ini didukung oleh Matsumoto dalam Kato (2000 : 7) yang mengatakan bahwa tatemae
dan honne sebenarnya berasal dari ajaran agama Shinto, dimana kedua prinsip tersebut
mengajarkan bahwa seseorang harus bersikap terbuka atau tertutup ketika diperlukan untuk
menjaga keharmonisan.
Data 2 :
Ketika suatu pagi saat Toru sedang tidur nyenyak karena memiliki kebiasaan untuk membaca
buku hingga larut malam. Teman sekamar Toru yang dipanggil Kopasgat memiliki kebiasaan
untuk senam radio setiap pagi. Hal ini sangat menggganggu karena dalam senam tersebut
terdapat gerakan yang cukup gaduh sehingga mengganggu Toru yang sedang tidur, dan selama
tiga hari bersabar, akhirnya Toru sudah tidak tahan dan pada hari keempat Toru mencoba untuk
menegurnya.
Percakapan :
Toru : 悪いけどさ、ラジオ体操 は屋上かなんかでやってくれないか
な。それやられると目が覚めちゃうんだ。
Kopasgat : でももう六時半だよ
Toru : 知ってるよ、それは。六時半だろう?六時半は僕にとってはまだ寝てる
時間なんだ。どうしてかは説明できないけどとにかくそうなってるんだ
よ。
(Sumber : Murakami, 2004 : 36)
Terjemahan :
Toru : Maaf, bisakah senam di balkon, kalau senam disitu terus aku jadi terbangun
Kopasgat : Tapi ini sudah jam setengah tujuh !
Toru : Aku tahu, sekarang sudah jam setengah tujuh, kan? Setengah tujuh bagiku masih waktu tidur. Aku tak bisa menjelaskan mengapa seperti itu, tapi begitulah.
Analisis data :
Berdasarkan situasi percakapan di atas, sebenarnya sudah dapat dipahami bahwa Toru merasa
sangat terganggu karena kegaduhan yang terjadi akibat senam radio yang dilakukan oleh
Kopsgat selama empat hari berturut-turut. Akan tetapi, walaupun jam tidurnya sudah terganggu,
Toru tetap menegurnya dengan kata-kata yang pantas bahkan menempatkan dirinya pada posisi
yang telah berbuat salah dengan telebih dahulu mengucapkan waruikedosa「悪いけどさ」agar
tidak menyinggung teman sekamarnya.
Tabel 3.1.3
Makna Kata warui「悪い」
悪い
Buruk
Jelek
Jahat
Durjana
(Kamus Jepang-Indonesia, 2005:1158)
悪い
「好ましくない」, (komakashikunai) mengandung makna tidak diinginkan, tidak
enak
(Shinkokugojiten, 2002:1423)
「すまない」, (sumanai) mengandung makna merasa bersalah dan permintaan
maaf
(koujien, 1998:2882)
/Jahat/, mengandung makna sangat tidak baik (tentang kelakuan, tabiat, perbuatan)
(KBBI, 2002:450)
Sumber : Shinkokugojiten, 2002 ; Matsuura, 2005 ; Koujien, 1998 ; KBBI, 2002
Berdasarkan tabel makna kata diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kata
warui「悪い」mengandung beberapa makna yang ingin disampaikan, bila dilihat dari pola
komunikasi yang terjadi, kata「悪い」tersebut mengandung perasaan bersalah , perasaan tidak
enak karena melakukan perbuatan yang tidak baik atau jahat. Meskipun pada kenyataannya Toru
tidak berbuat kesalahan, tetapi dia mengatakan「悪いけど」. Tabel medan makna dibawah ini
akan menjelaskan makna sesungguhnya yang ingin disampaikan oleh Toru kepada Kopasgat.
Tabel 3.1.4
Medan Makna Kata warui「悪い」
Buruk
Jelek
Jahat
Durjana
(Kamus Jepang-Indonesia, 2005:1158)
悪い 「好ましくない」, (komakashikunai) mengandung makna tidak diinginkan,
tidak enak
(Shinkokugojiten, 2002, 1423)
「すまない」, (sumanai) mengandung makna merasa bersalah dan permintaan
maaf
(koujien, 1998:2882)
/Jahat/, mengandung makna sangat tidak baik (tentang kelakuan, tabiat, perbuatan)
(KBBI, 2002:450)
Sumber : Shinkokugojiten, 2002 ; Matsuura, 2005 ; Koujien, 1998 ; KBBI, 2002
Berdasarkan tabel medan makna kata「悪い」yang diucapakan oleh Toru, penulis
menghubungakan dengan makna sumanai, yang memiliki makna “merasa bersalah” dan
“meminta maaf”. Toru menegur Kopasgat dengan menempatkan dirinya sebagai orang yang
melakukan kesalahan dimaksudkan agar tidak terjadi keributan dan agar tidak menyinggung
perasaan Kopasgat, walaupun ternyata Kopasgat meganggap ringan teguran tersebut, Toru masih
tetap berusaha menjelaskan betapa dirinya merasa terganggu akan kegiatan yang dilakukan
Kopasgat setiap pagi.
Kejadian ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Zaimar (2002), yang mengatakan
bahwa eufemisme merupakan ungkapan yang dihaluskan untuk mengemukakan suatu gagasan.
Hal ini dilakukan apabila ungkapan tersebut secara langsung, bisa menimbulkan perasaan yang
tidak enak, atau terasa agak kasar. Toru memakai ungkapan yang menempatkan dirinya sebagai
posisi yang bersalah. Dia bahkan menggunkan kata yang mengandung makna merasa bersalah
dan meminta maaf. Hal ini dimaksudkan agar tidak menyinggung perasaan Kopasgat karena
rutinitas itu telah dilakukannya selama 10 tahun setiap pagi.
Menurut penulis bila dikaitkan dengan aimai, akan terasa sulit untuk membaca suasana hati
Toru melalui kata-katanya bagi orang asing, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
Davies (2002 : 9), bahwa aimai merupakan keadaan saat kata mempunyai lebih dari satu makna
yang dimaksudkan, sehingga pada akhirnya malah menimbulkan ketidak jelasan, penjelasan
yang sulit dimengerti maupun kesan yang dirasa samar. Dalam percakapan tersebut, sebenarnya
Toru merasa terganggu, namun ia berusaha untuk tidak mengatakannya secara langsung dan
malah menempatakan dirinya dalam posisi yang bersalah agar tidak menyinggung lawan
bicaranya.
Menurut penulis Toru sebenarnya tidak bermaksud untuk menyakiti persaan Kopasgat dengan
menegurnya secara sopan dan terlebih dahulu minta maaf. Sejalan dengan apa yang dikatakan
oleh Dakan (2007), menyebutkan bagaimana honne dan tatemae menjadi plihan masyarakat
Jepang ketika mereka harus menetukan bagaimana sikap mereka ketika bersosialisasi. Honne
atau perasaan pribadi seseorang mungkin saja menyinggung lingkungan sekitarnya jika ia
membicarakan hal tersebut dengan sejujur-jujurnya. Toru mungkin mengetahui apabila dia
mengungkapkan pikirannya secara langsung, bisa merusak keharmonisan di dalam kelompok
dan hal itu dihindarinya dengan menggunakan tatemae. Pendapat lain dari Miyanaga dalam kato
(2000 : 9), menjelaskan bahwa tatemae digunakan untuk menjaga keharmonisan dalam
kelompok. Berdasarkan teori tersebut dapat dimengerti bahwa Toru juga sebenarnya berusaha
untuk menjaga keharmonisan dengan menggunakan tatemae.
Toru tidak menyampaikan perasaan pribadinya secara langsung dengan jujur kepada
Kopasgat agar tidak menyinggung perasaannya, pada kenaytaannya Toru merasa sangat
terganggu dan mempunyai keinginan untuk membuang radio milik Kopasgat agar tidak
mengganggu, tetapi hal itu tidak dilakukannya, oleh karena itu peranan tatemae dalam
komunikasi bahasa Jepang mutlak dipahami agar kita dapat menangkap pesan sesungguhnya
yang ingin disampaikan. Menurut penulis apa yang dilakukan Toru tidak menyinggung perasaan
Kopasgat, karena pada kelanjutan percakapan mereka, Kopasgat justru tidak merasa bersalah dan
berbalik mengajak Toru untuk senam radio setiap pagi bersama-sama.
Data 3 :
Setelah enam bulan tidak bertemu dengan Naoko yang memutuskan untuk masuk rumah sakit
jiwa, Toru akhirnya dapat bertemu dengan gadis itu kembali setelah sebelumnya telah diberikan
alamat dan petunjuk untuk mecapai tempat tersebut. Toru yang sudah begitu lama tidak bertemu
dengan gadis itu merasakan perasaan rindu yang begitu mendalam, merasakan perubahan pada
diri Naoko. Toru merasa gadis itu menjadi lebih cerah dan berisi, serta memuji rambutnya,
padahal pada kenyataannya gadis itu dan ibunya mengatakan bahwa rambut yang sekarang jelek
sekali.
Percakapan :
Naoko :あまり時間がないの。本当はここに来ちゃいけないんだけれど、ちょ
っとした時間みつけて来たの。だからすぐに戻らなくちゃいけないのよ
。ねえ、私ひどい髪してるでしょ?
Toru :そんなことないのよ。とても可愛いよ
Naoko :面倒だからレイコさんに刈ってもらってるのよ。本当にそう思う?
可愛いって?
Toru :本当にそう思うよ
Naoko :でもうちのお母さんはひどいって言ってたわよ
(Sumber : Murakami, 2004 : 213)
Terjemahan :
Naoko : Aku tak punya banyak waktu. Sebenarnya aku tidak boleh kesini, tapi aku cari-cari kesempatan untuk mampir. Karena itu aku harus segera kembali. Hei….. rambutku kusut-masai kan?
Toru : Tidak, kok. Manis
Naoko : karena repot mengurusnya, aku meminta reiko-san memotongnya. Apa betul ini manis?
Toru : Betul!
Naoko : Tetapi ibuku bilang potongan rambutku jelek sekali!
Analisis data :
Setelah enam bulan tidak bertemu, terdapat perubahan yang terjadi pada diri Naoko baik
secara fisik masupun sikap, gadis itu sekarang terlihat lebih ceria dibanding sebelumnya. Pada
saat pertama bertemu gadis itu menyapanya dan sedikit berbincang, dan ketika Naoko
menanyakan rambutnya yang kusut-masai, Toru menjawab sonna koto nai no yo. Totemo
kawaiiyo 「そんなことないのよ。とても可愛いよ」 mungkin saja pendapat setiap orang
berbeda-beda mengenai indah atau tidaknya rambut, akan tetapi Toru dengan langsung
mengatakan hal yang sebaliknya dengan mengucapkan kalimat tersebut agar tidak menyinggung
perasaan Naoko. Meskipun, gadis itu dan ibunya sendiri tahu kalau rambutnya kusut-masai.
Dengan pujian atau dengan tidak mengatakan secara jujur tentang rambut Naoko, Toru sudah
membuat suasana menjadi lebih menyenangkan.
Tabel 3.1.5
Makna Kata nai 「ない」
Tidak
Bukan
Tiada
(Kamus Jepang-Indonesia, 2005:685)
「作用が打ち消される状態にある意」(sayou ga uchikesareru joutai ni aru imi),
kataないmemiliki makna kegiatan untuk menolak suatu keadaan atau kondisi
(Shinkokugojiten, 2002:968)
ない
「人・物・事が存在しない」(hito・mono・koto ga sonzaishinai), kataない memiliki makna untuk tidak mengakui tentang suatu hal, benda atau orang
(koujien, 1998:1962)
/tidak/ memiliki arti untuk menyatakan peningkaran, penolakan, penyangkalan, dan
sebagainya
(KBBI, 2002:1189)
Sumber : Shinkokugojiten, 2002 ; Matsuura, 2005 ; Koujien, 1998 ; KBBI, 2002
Berdasarkan tabel diatas kata nai 「ない」 memiliki makna utnuk meningkari sesuatu atau
untuk menyatakan suatu penolakan. Selain itu terdapat juga makna untuk menyatakan kegiatan
penolakan terhadap sesuatu. Toru melakukan penolakan tersebut dengan suatu tujuan. Hal itu
dapat kita pahami melalui tabel medan makna dibawah ini.
Tabel 3.1.6
Medan Makna Kata nai 「ない」
Tidak
Bukan
Tiada
(Kamus Jepang-Indonesia, 2005:685)
ない
「作用が打ち消される状態にある意」(sayou ga uchikesareru joutai ni aru imi),
kataないmemiliki makna kegiatan untuk menolak suatu keadaan atau kondisi
(Shinkokugojiten, 2002:968)
「人・物・事が存在しない」(hito・mono・koto ga sonzaishinai), kataない memiliki makna untuk tidak mengakui tentang suatu hal, benda atau orang
(koujien, 1998:1962)
Peningkaran
Penolakan
Penyangkalan
(KBBI, 2002:1189)
Sumber : Shinkokugojiten, 2002 ; Matsuura, 2005 ; Koujien, 1998 ; KBBI, 2002
Penulis menghubungkan kata nai 「ない」 dengan makna penyangkalan, dimana Toru
mengatakan hal yang sebaliknya, meskipun gadis itu dan ibunya merasa rambut gadis itu jelek,
akan tetapi Toru mengatakan hal yang sebaliknya dengan penyangkalan yang dilakukannya.
Apa yang dilakukan oleh Toru sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Wardhaugh
(1988) yang mengatakan bahwa kata atau ungkapan eufemisme memungkinkan pemakai bahasa
untuk mengatakan dan menetralkan sesuatu yang tidak menyenangkan dengan cara memberi
nama baru atau mengemasnya kembali sehingga kata itu terdengar lebih menyenangkan. Dengan
mengingkari hal yang sebenarnya Toru telah menetralkan keadaan sehingga keadaan menjadi
baik dan ditambah dengan pujian yang diberikan membuat suasana lebih menyenangkan.
Mengemas kembali suatu perkataan dengan pemikiran yang matang dan disesuaikan dengan
kondisi dapat memberikan kesan yang baik dan dapat memberikan suasana yang menyenangkan
pula, meskipun terdapat ketidakjujuran didalam pengemasan kembali dari kata-kata tersebut.
Pengaburan informasi yang dilakukan oleh Toru merupakan salah satu fungsi dari aimai yang
terdapat dalam bahasa dan budaya Jepang (Tsuji, 1999). Bagi orang jepang budaya untuk tidak
berterus terang atau untuk tidak berkata yang sebenarnya merupakan suatu budaya dan sudah
dipahami oleh sesama orang Jepang, sehingga mereka telah menganggap hal tersebut merupakan
suatu kewajaran dan merasa tidak mengganggu untuk menggunakannya. Toru tidak berterus
terang dan bahkan mengingkari hal yang dikatakan Naoko agar tidak membuat gadis itu
bersedih, bahkan bila dilhat dari dialognya gadis itu merasa hal itu dapat dipahami karena
sesama orang Jepang hal tersebut merupakan suatu kewajaran.
Menurut penulis Toru berusaha untuk menjaga perasaan gadis itu, meskipun Toru harus
melakukan penyangkalan dengan mengatakan hal yang tidak sebenarnya. Ushiyama (2007 :169),
mengatakan bahwa tatemae merupakan suatu pilihan yang dapat diungkapkan agar tidak
menyinggung lawan bicara, maksudnya adalah untuk berjaga-jaga agar tidak ada perkataan yang
dapat menyinggung bila perkataan atau pikiran kita disampaikan dengan jujur. Toru
menggunakan tatemae dengan mengingkari hal yang dikatakan oleh gadis itu mengenai
rambutnya meskipun sang gadis merasa rambutnya kusut-masai dan bahkan ibunya sendiri pun
merasa rambutnya memang jelek. Sejalan pula dengan paa yang diungkapkan oleh Kato (2000
:7) mengatakan bahwa tatemae merupakan suatu bentuk kebohongan yang dapat diterima dalam
masyarakat Jepang ketika digunakan dengan tepat.
3.2 Analisis Majas Eufemisme yang Berfungsi untuk Menggantikan Kata yang Dianggap
Tabu dan Digantikan dengan Sinonimnya dalam Novel Norwegian Wood
Kata yang dianggap tabu terkadang tidak dapat diterima begitu saja oleh seluruh masyarkat.
Karena itu kata-kata yang danggap tabu tersebut digantikan dengan kata yang bersinonim
sehingga kata tersebut menjadi lebih berterima. Perlu diingat bahwa kata yang menjadi sinonim
tersebut tidak merubah makna asli yang ingin disampaikan, pergantian dengan sinonim itu
semata ditujukan agar lebih dapat berterima, seperti yang terdapat dalam novel ini.
Data 1 :
Toru dan Naoko sedang berjalan berdua di padang rumput dan mereka membicarakan
tentang Kizuki kekasih Naoko yang meninggal akibat bunuh diri dan kehidupan di rumah sakit
dan orang-orang di dalamnya. Gadis tersebut juga membicarakan tentang dirinya sendiri dan
keadaannya yang sekarang. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk duduk di atas rumput
yang kering lalu mereka berpelukan dan berciuman. Kemudian gadis itu bertanya apakah Toru
ingin tidur dengannya atau tidak.
Percakapan :
Naoko : ねえ、ワタナベ君?
Toru : うん?
Naoko : 私と寝たい?
(Sumber : Murakami, 2004 :291)
Terjemahan :
Naoko : Watanabe………
Toru : Ya?
Naoko : Apakah kau ingin tidur denganku?
Analisis data :
Naoko sebenarnya memiliki sedikit ketakutan karena tidak bisa terangsang untuk
berhubungan badan dengan lawan jenisnya. Bahkan dengan kekasihnya Kizuki, gadis itu tetap
tidak bisa terangsang. Akan tetapi ketika pada malam ulang tahunnya yang ke dua puluh, gadis
itu dapat terangsang dan bisa melakukannya dengan Toru. Setelah itu Naoko tidak bisa
terangsang lagi, gadis itu merasa bahwa ia mungkin bisa terangsang lagi bila melakukannya
dengan Toru. Netai 「寝たい」 berasal dari kata dasar neru 「寝る」, yang berarti tidur,
bentuk tai 「たい」 untuk mengungkapkan keinginan (Darjat, 2009 : 51). Sehingga「寝たい」
diartikan menjadi ingin tidur.
Tabel 3.2.1
Makna Kata neru 「寝る」
Tidur
Masuk tidur
Pergi tidur
Berbaring
Tidur seranjang
Meniduri
(Kamus Jepang-Indonesia, 2005:712)
寝る
「男女が同衾する」(danjyo ga doukinsuru), yang memiliki makna pria
dan wanita yang tidur seranjang
(Shinkokugojiten, 2002:1022)
「同衾する」(doukinsuru), yang memiliki makna tidur seranjang
(Koujien, 1998:2074)
/meniduri/ memiliki makna tidur di, berbaring di, bersetubuh dengan….
(KBBI, 2002:1190)
Sumber : Shinkokugojiten, 2002 ; Matsuura, 2005 ; Koujien, 1998 ; KBBI, 2002
Berdasarkan tabel di atas kata 「寝る」 memiliki banyak makna. Akan tetapi, dalam
percakapan tersebut tidak semua makna tersebut dapat berterima. Naoko mengajak Toru untuk
tidur bersama, tetapi makna dari tidur yang dimaksud oleh gadis itu sebenarnya dapat kita
pahami melalui tabel medan makna dibawah ini.
Tabel 3.2.2
Medan Makna Kata neru「寝る」
Tidur
Masuk tidur
Pergi tidur
Berbaring
Tidur seranjang
Meniduri
(Kamus Jepang-Indonesia, 2005:712)
寝る
「男女が同衾する」(danjyo ga doukinsuru), yang memiliki makna pria
dan wanita yang tidur seranjang
(Shinkokugojiten, 2002:1022)
「同衾する」(doukinsuru), yang memiliki makna tidur seranjang
(Koujien, 1998:2074)
/meniduri/ memiliki makna tidur di, berbaring di, bersetubuh dengan…
(KBBI, 2002:1190)
Sumber : Shinkokugojiten, 2002 ; Matsuura, 2005 ; Koujien, 1998 ; KBBI, 2002
Berdasarkan tabel medan makna di atas, penulis menghubungakan makna kata 「寝る」
dengan meniduri yang memiliki arti “bersetubuh dengan…”. Yang dimaksud oleh gadis itu
sebenarnya adalah berhubungan badan dengan dirinya. Akan tetapi gadis itu tidak
mengatakannya secara jujur dan tidak terbuka tetapi menggantikan kata tersebut dengan tidur.
Menurut penulis, Naoko tidak berkata yang sesungguhnya dan menggntikan kata yang
dimaksudkan dengan sinonimnya, didasarakan karena kata tersebut dianggap tabu. Apabila kata
tersebut tidak dianggap tabu, maka gadis itu akan secara terbuka mengatakannya. Pendapat ini
didukung oleh Ariatmi (1997:67) yang mengatakan bahwa bentuk tabu mencakup bentuk tabu
verbal karena sopan santun. Tabu verbal itu mencakup antara lain yang berkenaan dengan
masalah sex, masalah kematian, nama dan fungsi anggota tubuh.
Pendapat diatas didukung oleh Kridalaksana dalam Mardikantoro (2000 : 15), yang
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan eufemisme adalah pemakaian kata atau bentuk lain
dari kata tersebut untuk menghindari kata yang dianggap tabu. Apa yang dilakukan oleh Naoko
merupakan bentuk eufemisme yang menghindari sesuatu yang dianggap tabu.
Menurut penulis Naoko tidak berterus terang dengan tidak mengatakan sebenarnya apa yang
ingin disampaikan. Dengan tidak berterus terang maka gadis itu taelah menggunakan prinsip
tatemae ketika mengatakan hal tersebut. Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Kerbo
(1998:26), bahwa orang Jepang lebh memiliki sifat yang menutup diri dan ketika berbicara
cenderung berusaha untuk menutupi informasi. Lebih lanjut ia pun mengatakan bahwa bukanlah
masalah bagi orang Jepang untuk berkomunikasi dengan sikap tatemae apabila situasinya
mengaharuskan pembicara untuk melakukakannya.
Kato (2000 :14), mengatakan bahwa ada beberapa orang yang mungkin menganggap bahwa
tatemae merupakan suatu bentuk kebohongan karena ketika orang Jepang bersikap tatemae,
mereka tidak berterus terang. Meskipun Naoko tidak berbohong, dengan tidak berterus terang
Naoko telah bersikap tatemae karena yang sesungguhnya ingin disampaikan oleh gadis itu
adalah berhubungan badan dengannya, bukanlah tidur. Menurut KBBI (2002 : 1190), tidur
memiliki makna keadaan berhenti, mengistirahatkan badan dan kesadarannya. Oleh karena itu
keambiguan ini termasuk kedalam aimai dimana kata memiliki makna yang samar dan kurang
jelas, sehingga menjadi sulit dimengerti apbila kita tidak benar-benar memahami konteks dari
kata dalam percakapan tersebut (Haga 1996:22).
Data 2 :
Ketika Toru menyatakan bahwa dirinya ingin tidur bersama Naoko, gadis itu meminta sedikit
waktu terlebih dahulu untuk menyiapkan dirinya. Naoko ingin menunggu saat yang tepat dimana
mereka berdua sudah dapat saling menerima dan ingin menata diri sesuai dengan kebiasaan
Toru. Ketika pembicaraan ini berlangsung, Naoko bertanya kepada Toru, apakah ia sedang
ereksi.
Percakapan :
Naoko : 今固くなってる?
Toru : 足の裏のこと?
Naoko : 馬鹿ねえ
Toru : 勃起してるかということなら、してるよ、もちろん
Naoko : ねえ、そのもちろんって言うのやめてくれ?
Toru : いいよ、やめる
Naoko : そういうのってつらい?
Toru : 何が?
Naoko : 固くなってることが
Toru : つらい?
Naoko : つまり、その……苦しいかっていうこと
Toru : 考えようによってはね
Naoko : 出してあげようか?
Toru : 手で?
Naoko : そう
Toru : 正直言うとさっきからそれすごくゴツゴツしてて痛いのよ
(Sumber : Murakami, 2004 :291-292)
Terjemahan :
Naoko : Apakah milikmu mengeras?
Toru : Maksudmu telapak kakiku?
Naoko : Dasar bodoh
Toru : Kalau yang kau maksud adalah ereksi, tentu saja aku ereksi
Naoko : Bisa kau hentikan mengatakan “tentu saja”?
Toru : Baiklah, akan kuhentikan
Naoko : Apakah terasa sakit?
Toru : Apanya?
Naoko : Saat milikmu mengeras
Toru : Sakit?
Naoko : Atau, maksudku apakah itumu tidak nyaman?
Toru : Tergantung bagaimana kita memikirkannya
Naoko : Apakah ingin kukeluarkan?
Toru : Dengan tangan?
Naoko : Ya
Toru : Sebenarnya dari tadi ituku terasa sakit karena sudah mengeras seperti batu
Analisis data :
Berdasarkan percakapan diatas kata sore 「それ」 yang digunakan oleh Toru memiliki
beberapa makna. Kata 「それ」 digunakan untuk menunjukan sesuatu. Toru yang sebenarnya
sudah mengalami ereksi sejak tadi tidak mengatakannya kepada Naoko, hingga akhirnya gadis
itu bertanya. Toru akhirnnya mengatakan bahwa itunya sakit karena sudah mengeras seperti batu.
Tabel 3.2.3
Makna Kata sore「それ」
Itu
(Kamus Jepang-Indonesia, 2005:992)
それ
話し手が相手と共通の話題にし
ているあるときを指し示す語(hanashite ga aite to kyoutsuu no
wadai ni shiteiruaru toki o sashishimesugo), それ memiliki fungsi sebagai bahasa penunjuk
ketika pembicara dan lawan bicara sedang membicarakan topik yang
sama
(Shinkokugojiten, 2002:766)
それ
ある物・事を漠然と指し示す語
(aru mono・koto o bakuzen to sashishimesugo), それ, memiliki fungsi sebagai penunjuk benda atau hal yang masih samar atau
kurang jelas
(Koujien, 1998:1583)
/itu/ merupakan kata penunjuk bagi benda (waktu, hal) yang jauh
dari pembicara
(KBBI, 2002:447)
Sumber : Shinkokugojiten, 2002 ; Matsuura, 2005 ; Koujien, 1998 ; KBBI, 2002
Berdasarkan tabel diatas, kata 「それ」 memiliki beberapa fungsi. Dari keseluruhan fungsi
tersebut kata 「それ」 memiliki satu kesamaan yaitu memiliki makna untuk menunjukan
sesuatu. Toru mengatakan bahwa itu-nya terasa sakit karena sudah mengeras seperti batu. Dia
menunjukan sesuatu yang terasa sakit dengan menggantikannya dengan kata “itu”. Kata yan g
sesungguhnya dimaksudkan oleh Toru dapat kita pahami melalui tabel medan makna dibawah
ini.
Tabel 3.2.4
Medan Makna Kata sore「それ」
Itu
(Kamus Jepang-Indonesia, 2005:992)
話し手が相手と共通の話題にしている
あるときを指し示す語(hanashite ga aite to kyoutsuu no wadai ni shiteiruaru toki o
sashishimesugo), それ memiliki fungsi sebagai bahasa penunjuk ketika pembicara
dan lawan bicara sedang membicarakan topik yang sama
(Shinkokugojiten, 2002:766)
それ ある物・事を漠然と指し示す語(aru mono・koto o bakuzen to sashishimesugo), それ, memiliki fungsi sebagai penunjuk
benda atau hal yang masih samar atau kurang jelas
(Koujien, 1998:1583)
/itu/ merupakan kata penunjuk bagi benda (waktu, hal) yang jauh dari pembicara
(KBBI, 2002:447)
それ Organ kelamin pria
(SEKS, Tuntunan bagi Pria, 2006:1)
Sumber : Shinkokugojiten, 2002 ; Matsuura, 2005 ; Koujien, 1998 ; KBBI, 2002 ; Tobing, 2006
Berdasarkan tabel medan makna di atas, penulis menghubungkan kata 「それ」 dengan dua
makna yaitu untuk menunjukan sesuatu yang masih terasa samar atau kurang jelas dan
menunjukan oragan kelamin pria. Toru mengatakan itu-nya terasa sakit karena sudah mengeras
seperti batu. Pendapat ini didukung oleh Tobing (2006 :1) yang mengatakan bahwa ketika
bererksi, organ kelamin pria akan mengalami pembesaran dan kemudian menjadi keras.
Toru menggantikan organ kelamin pria dengan kata “itu” yang berfungsi sebagai kata untuk
menunjukan sesuatu. Menurut penulis, hal ini disebabkan karena kata tersebut bersifat tabu
sehingga digantikan dengan kata lain. Pendapat ini didukung oleh Ariatmi (1997 :90) yang
berpendapat bahwa eufemisme pada dasarnya dipakai untuk mengganti bentuk-bentuk
kebahasaan yang memiliki konotasi buruk dan bersifat tabu, termasuk kata-kata yang pantang
untuk diucapkan secara langsung.
Lebih lanjut Mardikantoro (2000 : 15) mengatakan bahwa hal-hal yang tidak boleh dikatakan
secara langsung dalam berbahasa mencakupi yang berhubungan dengan seks, kematian, kotoran
(manusia maupun binatang), bagian-bagian tubuh, persoalan-persoalan agama dan politik. Maka
pemakai bahasa perlu mengganti kata pantang atau tabu dengan kata lain yang lebih halus atau
bahkan lebih menyenangkan.oleh karena itu menurut penulis, Toru telah menggunakan bahasa
eufemisme untuk menghaluskan kata yang dianggap tabu tersebut.
Masih menurut Mardikantoro (2000 :15) yang mengatakan bahwa penggunaan majas
eufemisme dewasa ini dilatar belakangi oleh keinginan untuk tidak berterus terang dan
menyembunyikan sesuatu. Berdasarkan pendapat ini maka penulis berpendapat bahwa Toru
bersikap tatemae karena menggunakan majas eufemisme yang penggunaannya dilatar belakangi
oleh keinginan untuk tidak berterus terang. Seperti yang telah diungkapkan oleh Kato (2000 :14)
yang mengatakan bahwa orang Jepang tidak berterus terang ketika bersikap tatemae. Lebih
lanjut dia mengatakan bahwa dengan tidak berterus terang masyarakat Jepang berusaha untuk
menjaga keharmoisan dalam berhubungan. Dia juga mengatakan bahwa tatemae merupakan
salah satu bentuk kebohongan yang dapat diterima dalam masyrakat Jepang.
Sesuai dengan pendapat Davies (2002:9), yang berpendapat bahwa aimai juga dapat
digunakan tidak hanya pada saat penolakan, namun juga ketika menyampaikan pendapat
terhadap suatu masalah dan ketika sedang membicarakan diri sendiri. Toru menggunakan bahasa
aimai ketika membicarakan dirinya yang merasa tidak nyaman akibat ereksi. Dengan
mengatakan “itu” maka Toru telah mengatakan sesuatu yang ambigu karena apa yang
ditunjukkannya samar.
Menurut penulis Toru tidak mengungkapkan apa yang sebenarnya dipikirakan, tetapi tidak
berterus terang merupakan salah satu bentuk dari sikap tatemae. Disini Toru berusaha untuk
menghindari kata tabu dan menggantikannya dengan kata yang lebih halus, sehingga dia menjadi
tidak berterus terang. Hal ini dapat diterima oleh lawan bicaranya karena hal tersebut merupakan
suatu kebiasaan yang sudah mengakar dalam kebudayaan berbahasa dalam masyarakat Jepang.
Pendapat ini didukung oleh Kato (2000:6) yang mengatakan bahwa konsep tatemae dan honne
telah mucul dan tetap bertahan sejak ratusan tahun yang lalu. Lebih lanjut dia juga mengatakan
bahwa tatemae secara umum dapat dikatakan bahwa merupakan keadaan dimana sesorang tidak
ingin mengatakan apa yang sebenarnya dipikirkan atau dirasakan.
Data 3 :
Naoko sedang bertanya kepada Toru apakah dia pernah tidur dengan gadis lain atau tidak.
Kemudian pembicaraan berlanjut mengenai pertanyaan yang masih belum terjawab, dimana
ketika malam ulang tahun Naoko yang ke-20, Toru bertanya mengapa Kizuki tidak pernah tidur
dengannya. Naoko pun pada kesempatan ini mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut, dan
menjelaskan bagaimana kehidupan sex-nya bersama Kizuki.
Percakapan :
Naoko : 全然濡れなかったのよ。開かなかったの、まるで。だからすごく
痛くって。乾いてて、痛いの。いろんな風にためしてみたのよ、私たち
。でも何やってもだめだったわ。何かで湿らせてみてもやはり痛いの。
だから私ずっとキズキ君のを指とか唇とかでやってあげてたの……わか
るでしょ?
(Sumber : Murakami, 2004 :230)
Terjemahan :
Naoko : Aku sama sekali tidak terangsang. Sama sekali tidak bisa terbuka. Oleh karena itu terasa sangat sakit. Karena kering terasa sakit. Kami telah mencoba dengan macam-macam cara, namun cara apapun masih tidak bisa. Aku mencoba membasahinya dengan sesuatu, namun tetap terasa sakit. Oleh karena itu aku selalu menggunakan jari dan bibirku ketika melakukannya dengan Kizuki……mengerti?
Analisis data :
Naoko menjelaskan kehidupan sex-nya dengan Kizuki, dan alasan mengapa ia tidak
melakukan hubungan badan dengan Kizuki. Alasannya adalah gadis itu merasa tidak terangsang
dan ketika akan melakukannya terasa sakit, sehingga ia tidak pernah melakukannya dengan
Kizuki. Akan tetapi, ia tetap mengatakan bahwa ia menggunakan jari dan bibirnya ketika
melakukannya dengan Kizuki. Naoko mengatakan dakara watashi zutto kizukikun no o yubi toka
kuchibiru toka de yatte agetetano
「だから私ずっとキズキ君のを指とか唇とかでやってあげてたの」. Dalam data ini yang
akan menjadi pilihan penelitian bukanlah kata, melainkan frase. Penulis memilih frase kuchibiru
toka de「唇とかで」untuk mencari apa yang sebenarnya ingin disamapikan oleh Naoko.
Tabel 3.2.5
Makna Frase kuchibiru toka de「唇とかで」
唇 (kuchibiru) とか(toka) で(de)
Bibir
(Kamus Jepang-Indonesia, 2005 :
558)
Dengan
Menurut, secara
Di, dalam
(Kamus Jepang Indonesia, 2005 : 137)
上下から口をかこ
む器官(shouka kara kuchi wo kakomu
kikan), yang memiliki makna organ tubuh yang mengelilingi mulut dari atas ke
bawah
(Shinkokugojiten,
例示し列挙するのに用いる語(reishimeshi rekkyosuru no ni mochi iru
go) yang memiliki makna bahasa yang digunakan untuk menunjukan
jumlah suatu contoh
(Koujien, 1998 : 1901)
手段・材料・道具など依拠す
べき条件を示す(syudan・zairyou・dougu nado ikyo subeki jouken wo shimseu) sebagai keadaan keterikatan untuk
menunjuk cara, bahan, alat dan lainnya
(shinkokugojiten, 2002 :881)
2002 : 374)
口腔が皮膚につづ
く部分ある上下の
弁状粘膜 (koukou ga hifu ni tsuzuku bubun
aru shouka no benjounenmaku),
yang memiliki makna selaput yang
merupakan bagian dari kulit yang
menghubungkan bagian atas dan
bawah rongga mulut yang terpisah
(Koujien, 1998 :766)
事物を、それとあまり限定しな
いで、例示的に並べあげるのに
使う(jibutsu wo, sore to amari gentei shinai de, reishi teki ni
narabe ageru no ni tsukau), yang memiliki fungsi digunakan untuk
memperlihatkan beberapa peristiwa sesuai contoh tanpa teralalu dibatasi
(shinkokugojiten, 2002 : 931)
手段・方法・
材料をしめす(syudan・houhou・zairyou wo shimsesu) sebagai
penunjuk cara, bahan
(Koujien, 1998 :1809)
/bibir/ memiliki makna tepi mulut
(sebelah bawah dan atas), tepi sesuatu atau bagian barang yang menyerupai
bibir
(KBBI, 2002:447)
/dengan/ memiliki makna beserta, dan, menerangkan cara, kata penghubung untuk menerangkan syarat
(KBBI, 2002:251 )
Sumber : Shinkokugojiten, 2002 ; Matsuura, 2005 ; Koujien, 1998 ; KBBI, 2002
Berdasarkan daftar tabel di atas dapat dilihat bahwa frase kuchibiru toka de「唇とかで」
memiliki beberapa makna. Dilihat dari tabel diatas kuchibiru 「唇」dapat diartikan sebagai
bibir, dapat juga diartikan sebagai bagian dari rongga mulut dan merupkan bagian tepi yang
mengelilingi mulut. Toka「とか」memiliki fungsi untuk menunjukan beberapa contoh atau
benda mengenai suatu peristiwa. De「で」 dalam frase ini memilki fungsi untuk menunjukan
sebagai kata yang menerangkan cara. Sehingga kita dapat melihat apa yang sebenarnya ingin
disampaikan Naoko melalui tabel medan makna frase dibawah ini.
Tabel 3.2.6
Medan Makna Frase kuchibiru toka de「唇とかで」
Makna Frase kuchibiru toka de唇とかで Makna Tujuan
Seperti contohnya dengan bibir Fellatio
(Dr. Ruth’s Pregnancy Guide for Couples: Love, Sex and Medical Facts,
1999 : 47)
Sumber : Westheimer and Grunebaum, 1999
Berdasarkan tabel medan makna diatas, penulis menghubungkan makna Frase kuchibiru toka
de「唇とかで」dengan kegiatan sex yang disebut fellatio. Pendapat ini didukung oleh pendapat
yang dikemukakan oleh Westheimer dan Grunebaum (1999 :47), yang mengatakan bahwa
fellatio adalah suatu keadaan dimana seorang wanita memasukan organ kemaluan pria kedalam
mulutnya dan memberikan rangsangan keapda pasangannya tersebut.
Menurut penulis Naoko menganggap pengucapan kata fellatio sebagai sesuatu yang tabu
sehingga dia hanya mengatakan bahwa ketika berhubungan dengan Kizuki dia menggunakan
bibirnya. Menurut penulis apa yang dilakukan oleh Naoko sejalan dengan salah satu fungsi majas
eufemisme, yaitu untuk menggantikan kata yang dianggap tabu dan menggantikannya dengan
sinonimnya. Pendapat ini didukung oleh Andayani (2005:15) yang mengatakan bahwa
penggunaan eufemisme dititik beratkan untuk menghindari tabu. Lebih kanjut dia mengatakan
bahwa kata-kata yang berbau sex dalam masyarakat dianggap sebagai sesuatu yang tabu untuk
diucapkan di depan umum.
Seperti yang diungkapkan oleh Mardikantoro (2000:15), bahwa penggunaan bahasa
eufemisme bertujuan untuk menghindari sesuatu yang dianggap tabu yang tidak dapat diucapkan
secara langsung dimana di dalamnya termasuk hal yang berbau sex. Berdasarkan pendapat ini,
menurut penulis Naoko menganggap pengucapan fellatio secara langsung merupakan hal yang
tabu sehingga dia tidak mengucapkannya secara langsung dan tidak berterus terang.
Majas eufemisme penggunaanya dilatar belakangi oleh keinginan utuk menutupi sesuatu atau
karena didasari oleh keinginan untuk tidak berterus terang (Mardikantoro, 2000:15). Menurut
penulis hal ini sejalan dengan sikap tatemae, dimana ketika seseorang bersikap tatemae, orang
tersebut tidak mengatakan apa yang sesungguhnya dia rasakan atau dia pikirkan (Kato, 2000:6).
Maka berdasarkan pendapat ini dapat dikatakan bahwa Naoko bersikap tatemae dengan tidak
mengatakan kegiatan yang dia lakukan dengan Kizuki secara terus terang.
Menurut penulis salah satu alasan Naoko bersikap tatemae selain karena menganggap fellatio
tersebut merupakan sesuatu yang tabu adalah karena apabila ia mengucapkan honne atau
perasaan pribadinya secara jujur mungkin akan menyinggung perasaan Toru. Pendapat ini
didukung oleh Dakan (2007) yang mengatakan bahwa tatemae cenderung digunakan oleh orang
Jepang ketika berbicara untuk mendapatkan suatu efek tertentu. Salah satu efek yang ingin
dimuculkan adalah efek untuk tidak menyinggung perasaan orang lain. Pendapat ini diperkuat
lagi oleh Ushiyama (2007 :169), yang mengatakan bahwa tatemae merupakan pilihan yang
digunakan untuk berbicara ketika kita tidak ingin berterus terang terhadap apa yang kita pikirkan
dan rasakan. Naoko tidak berterus terang ketika mengatakan bahwa dirinya melakukan fellatio
dengan Kizuki, tetapi mengganti kata tersebut dengan mengatakan bahwa dia melakukannya
dengan menggunkan bibirnya dan jarinya.
Menurut penulis dalam konsep aimai nuansa ambigu jelas terasa ketika Naoko mengatakan
kuchibiru toka de 「唇とかで」. Hal ini dikarenakan apa yang ingin disamapikan gadis itu
masih belum jelas, karena kuchibiru itu sendiri memiliki beberapa makna. Sejalan dengan apa
yang dikatakan oleh Davies (2002:9), bahwa aimai merupakan keadaan dimana satu kata
memiliki lebih dari satu makna yang dimaksudkan.
3.3 Analisis Majas Eufemisme yang Menunjukkan Kesopanan karena Didasari oleh
Perasaan Takut dalam Novel Norwegian Wood
Bersikap sopan pada dasarnya ditujukan untuk menunjukan perasaan hormat. Namun tidak
menutup kemungkinan bahwa bersikap sopan dilakukan karena adanya intimidasi atau mungkin
didasarkan adanya perasaan takut. Sejalan dengan salah satu penggunaan eufemisme yang
diungkapkan oleh Wasono dalam Tando (1990:75), yang mengatakan bahwa rasa takut dan
kesopanan merupakan salah satu dasar penyebab lahirnya eufemisme. Seperti yang terjadi dalam
contoh dialog novel ini.
Data 1 :
Setelah kematian Kizuki, Naoko dan Toru hampir tidak pernah betemu lagi. Sudah hampir
sekitar satu tahun dan akhirnya mereka bertemu kembali secara tidak sengaja di sebuah stasiun.
Mereka pun akhirnya jalan bersama, mengobrol dan mengalami suatu pengalaman yang
mengasikan. Ketika gadis itu ingin mengajak Toru untuk bertemu kembali Minggu depan, ia
tidak mengatakannya dengan terus terang.
Percakapan :
Naoko : ねえ、もしよかったら――もしあなたにとって迷惑じゃなかったらと
いうことなんだけど――私たちまた会えるかしら?
もちろんこんなこと言える筋合じゃないことはよくわかっているんだ
けど
(Sumber : Murakami, 2004 :44)
Terjemahan :
Naoko : Hei, kalau kau tidak keberatan, kalau menurutmu hal ini tidak mengganggu. Bisakah kita bertemu lagi? Tentu aku sangat mengerti bahwa aku tidak memiliki alasan untuk dapat mengatakan tentang hal seperti ini
Analisis data :
Berdasarkan percakapan yang di ucapkan Naoko sebenarnya ingin mengajak Toru untuk
bertemu dan pergi lagi dengannya. Tetapi dalam percakapan yang terjadi, gadis itu sama sekali
tidak mengeluarkan ajakan secara langsung. Bahkan dia takut bahwa ajakkannya akan menjadi
sebuah gangguan dan Toru akan keberatan terhadap ajakkannya itu. Ketakutan itu ditunjukkan
dengan mengatakan dakedo「だけど」.
Tabel 3.3.1
Makna Kata dakedo 「だけど」
Tetapi
Tapi
(Kamus Jepang-Indonesia, 2005:130)
だけど
Sumber : Shinkokugojiten, 2002 ; Matsuura, 2005 ; Koujien, 1998 ; KBBI, 2002
Berdasarkan tabel diatas kata dakedo 「だけど」memiliki beberapa arti. Salah satunya
adalah memiliki fungsi untuk diletakkan di awal kalimat. Ada terdapat beberapa makna yang
dapat tersampaikan. Oleh karena itu tabel medan makna dibawah ini dapat membantu kita untuk
だけど だけれど(dakeredo)
前の分をつけて、次に、それにふさわし
くない内容をのべるときに使う語, (mae no bun wo tsukete, tsugi ni, soreni
fusawashikunai naiyou wo noberu toki ni tsukau go), merupakan bahasa yang
digunakan ketika untuk menyatakan ketidak layakan terhadap suatu hal, dapat juga
digunakan pada awal kalimat
(Shinkokugojiten, 2002 :792)
だけど だけど だけれどの約(dakeredo no yaku)
だけれど だけれどもの下略(dakeredomo no geryaku)
前分でのべた事柄に対し、それに反する
事柄を示す後文を導く語 (maebun de nobeta kotogara ni taishi, soreni hansuru kotogara wo shimesu gobun wo michibiku go), yang memiliiki fungsi sebagai bahasa untuk menyatakan pertentangan terhadap
kalimat sebelumnya, kemudian menunjukkan bahwa kalimat yang mempertentangkan
terletak di sesuadahnya
(koujien, 1998:1639,1641)
だけど /tetapi/ merupakan kata penghubung intrakalimat untuk mengatakan hal yang
bertentangan atau tidak selaras
(KBBI, 2002:1187)
mengetahui apa yang sebenarmya ingin disampaikan oleh Naoko dengan menambahkan kata
dakedo「だけど」 dalam percakapannya.
Tabel 3.3.2
Medan Makna Kata dakedo 「だけど」
Tetapi
Tapi
(Kamus Jepang-Indonesia, 2005:130)
だけど だけれど(dakeredo)
前の分をつけて、次に、それにふさわ
しくない内容をのべるときに使う語, (mae no bun wo tsukete, tsugi ni, soreni
fusawashikunai naiyou wo noberu toki ni tsukau go), merupakan bahasa yang
digunakan ketika untuk menyatakan ketidak layakkan terhadap suatu hal,
dapat juga digunakan pada awal kalimat
(Shinkokugojiten, 2002:792)
だけど だけど だけれどの約(dakeredo no yaku)
だけれど だけれどもの下略(dakeredomo no
geryaku)
前分でのべた事柄に対し、それに反す
る事柄を示す後文を導く語 (maebun de nobeta kotogara ni taishi, soreni hansuru kotogara wo shimesu gobun wo michibiku go), yang memiliki fungsi sebagai bahasa untuk menyatakan pertentangan terhadap
kalimat sebelumnya, kemudian menunjukkan bahwa kalimat yang
Sumber : Shinkokugojiten, 2002 ; Matsuura, 2005 ; Koujien, 1998 ; KBBI, 2002
Berdasarkan tabel medan makna kata dakedo 「だけど」diatas, penulis menghubungkan
kata tersebut dengan makna untuk menyatakan ketidak layakkan. Menurut penulis Naoko
memiliki perasaan takut bahwa ajakkannya akan membuat Toru merasa terganggu dan keberatan
terahadap ajakkannya tersebut. Oleh Karena hal teresebut gadis itu menempatkan perkataannya
sebagai sesuatu yang tidak layak karena didasari oleh perasaan takut tersebut. Hal ini sejalan
dengan apa yang dikatakan Wasono dalam Tando (1990:75) mengenai eufemisme bahwa, rasa
takut merupakan salah satu dasar yang menyebabkan lahirnya eufemisme. Sehingga dapat
dikatakan bahwa dengan merasa tidak layak melalui kata dakedo 「だけど」 gadis itu telah
menggunakan majas eufemisme yang didasari dengan perasaan takut.
Menurut penulis selain karena perasaan takut, Naoko juga tidak ingin menyatakan
keinginannya tersebut secara terus terang. Sehingga gadis itu menutupinya dengan menyatakan
ketidak layakkannya. Hal ini sejalan pula dengan apa yang dikataka oleh Mardikantoro (2000
:15), bahwa kecenderungan untuk tidak berterus terang dan ingin menutupi sesuatu merupakan
alasan munculnya eufemisme.
Berkaitan dengan tatemae, dimana eufemisme dilatar belakangi untuk menutupi sesuatu dan
tidak berterus terang, demikian pun dengan tatemae. Dimana ketika orang Jepang menggunakan
mempertentangkan terletak di sesuadahnya
(koujien, 1998:1639,1641)
/tetapi/ merupakan kata penghubung intrakalimat untuk mengatakan hal yang
bertentangan atau tidak selaras
(KBBI, 2002:1187)
tatemae, mereka tidak mengatakan hal yang sebenarnya, bahkan ada yang berpendapat ketika
tatemae digunakan, menandakan bahwa orang Jepang sedang berbohong (Kato 2000 :14).
Berdasarkan pendapat ini, menurut penulis Naoko telah bersikap tatemae, karena gadis itu tidak
berkata terus terang. Di sini Naoko tidak mengatakan suatu kebohongan, tetapi ia hanya
menutupi keinginan yang sebenarnya karena memiliki perasaan takut bahwa ajakkanya akan
mengganggu sehingga ia menyatakan ketidak layakkannya dengan mengatakan dakedo
「だけど」.
Menurut penulis yang sebenarnya di inginkan oleh Naoko adalah untuk mengajak Toru
bertemu lagi dan untuk pergi bersama. Ini merupakan perasaan sebenarnya dari gadis tersebut
yang disebut dengan honne, sedangkan ia menyatakan bahwa ia tidak layak, ini merupakan sikap
tatemae. Pendapat ini didukung oleh Joseph dalam Kato (2000 :11) yang mengatakan bahwa
tatemae adalah apa yang kau katakan sedangkan honne adalah kebenarannya. Dia juga
berpendapat bahwa masyarakat Jepang hidup dalam suatu sistem masyarakat dimana mereka
memiliki kesulitan untuk mengatakan kebenaran akan perasaan dan pikiran mereka. Menurut
penulis selain didasarkan karena adanya rasa takut, sistem ini juga mempengaruhi, sehingga
Naoko mengalami kesulitan untuk mengatakan apa yang sebenarnya ia pikirkan.
Menurut penulis dalam kalimat yang diucapkan Naoko berdasarkan makna kata dakedo
「だけど」, akan terasa sulit untuk melihat apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh gadis
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya keambiguan dalam kalimat tersebut. Sebenarnya Naoko
hanya takut bahwa ajakkanya akan mengganggu Toru tetapi ia sampai menyatakan ketidak
layakkannya. Secara tatemae maka akan terasa bahwa, ketika ajakkannya ditolak pun tidak apa-
apa, tetapi bila secara honne Naoko ingin agar bisa bertemu dan pergi dengan Toru lagi.
Pendapat ini didukung oleh Haga (1996:22), yang mengatakan bahwa bahasa aimai memiliki
makna yagn sulit dimengerti karena tidak jelas apa yang ingin disampaikan.
Data 2 :
Ketika malam ulang tahun Naoko yang ke dua puluh, karena tidak ingin membiarkan gadis itu
melewati malam ulang tahunnya sendirian maka Toru memberikan kejutan untuk gadis itu
dengan merayakannya secara sederhana. Setelah selesai kuliah pada hari itu, Toru membeli kue
dan naik trem untuk menuju apartemen Naoko. Setibanya disana mereka merayakannya dan
mebuat pesta yang sedrhana, setelah pesta mereka berbincang-bincang. Naoko tidak seperti
biasanya, malam itu ia berbicara dengan panjang lebar hingga lupa waktu. Toru sebenarnya ingin
pulang karena takut ketinggalan kereta terakhir, tetapi ia tidak bisa mengungkapkannya secara
langsung.
Percakapan :
Toru : 邪魔するつもりなかったんだよ。ただ時間がもう遅いし、それに…
(Sumber : Murakami, 2004 :84)
Terjemahan :
Toru : Aku bukannya bermaksud ingin memotong pembicaraanmu, tetapi sudah larut
malam, maka itu…
Analisis data :
Sebenarnya Toru sudah ingin pulang tetapi ia tidak mengatakannya secara langsung kepada
Naoko karena takut mengganggu pembicaraan gadis itu. Ia bahkan terlebih dahulu mengatakan
bahwa ia sebenarnya tidak bermkasud untuk mengganggu atau memotong pembicaraannya. Pada
data ini penulis akan meneliti frase jikan ga mou osoi「時間がもう遅い」 untuk mengetahui
maksud yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Toru.
Tabel 3.3.3
Makna Frase jikan ga mou osoi「時間がもう遅い」
時間 (Jikan) が(ga) もう(m
ou)
遅い(osoi)
Jam
Waktu
(Kamus Jepang- Indonesia, 2005
: 360)
Tetapi
Tapi
Dan
~lah
(Kamus Jepang- Indonesia, 2005: 198)
Lagi
Sekarang
Hampir
Sudah
(kamus Jepang-Indones
ia, 2005:6
50)
Lambat
Terlambat
Telat
(Kamus Jepang-Indonesia, 2005:777)
ある時刻とほ
かの時刻との
間(aru jikoku to hoka no jikoku
to no aida), yang memiliki makna jarak antar waktu
(shinkokugojiten, 2002:548)
述部の表す動作・作用や条件・存在など
の主体であることを新しい情報としてし
ます(jutsubu no arawasu dousa・sayou ya jouken・sonzai nado no shutai de aru koto wo atarashii jouhou toshite shimasu), yang
memiliki makna sebagai predikat untuk suatu kegiatan, keberadaan, keadaan, tindakan oleh
subjek sebagai suatu informasi yang baru
(shinkokugojiten, 2002:199)
もはや
(mohay
a),
yang
memili
ki
makna
ことを行うのに時
間が余分にかかる
(koto wo okonau no
ni jikan ga yobun ni
kakaru), yang
memiliki makna,
melewa
tkan
(shinko
kugojit
en,
2002:1
293)
sesuatu yang
melebihi dari
waktunya
(shinkokugojiten,
2002 173)
時の長さ(toki no nagasa),
yang memiliki makna lamanya
waktu
(Koujien, 1998 : 1145)
体言及び体言に準ずる語に付く(taigen oyobi taigen ni junzuru go ni tsuku), memiliki
fungsi sebagai bahasa yang disandingkan dengan kata benda yang diterapkan
(Koujien, 1998:424)
もはや
(mohay
a),
yang
memili
ki
makna
melewa
tkan
(Koujie
n,
1998:2
633)
間にあわない(aid
a ni awanai), yang
memiliki makna
tidak tepat pada
waktunya
(Koujien,
1998:375)
/waktu/ memiliki
makna, lamanya
/lah/ bentuk terikat yang digunakan untuk menekankan makna kata yang di depannya
/sudah/ memili
ki
/terlambat/ memliki makna lewat dari
waktu yang
(saat yang tertentu), ketika,
saat)
(KBBI,
2002:1267)
(KBBI, 2002:624) makna telah jadi,
habis, telah lalu, telah,
cukuplah,
sekian saja
(KBBI, 2002: 1096 )
ditentukan
(KBBI, 2002:630)
Sumber : Shinkokugojiten, 2002 ; Matsuura, 2005 ; Koujien, 1998 ; KBBI, 2002
Berdasarkan tabel makna frase di atas, dapat dipahami bahwa frase jikan ga mou
osoi「時間がもう遅い」 memiliki beberapa makna untuk setiap katanya. Jikan 「時間」
memiliki makana yang berhubungan dengan waktu. Ga 「が」 memiliki makna sebagai pemberi
penekanan terhadap keadaan dari suatu subjek. Mou 「もう」memiliki makna sebagai penanda
bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi, hampir terjadi atau sudah terjadi. Osoi「遅い」
memiliki makna yang menandakan keterlambatan atau lewat dari waktu yang ditentukan atau
kelambatan.
Berdasarkan tabel dan pendapat mengenai makna berdasarkan tabel tersebut, maka apa yang
sesungguhnya ingin disampaikan oleh Toru dapat kita lihat melalui tabel medan makna frase
dibawah ini.
Tabel 3.3.4
Medan Makna Frase jikan ga mou osoi「時間がもう遅い」
Medan Makna Frase jikan ga mou osoi時間がもう遅い
Makna Tujuan
Waktu sudah larut malam Ingin segera pulang
Penulis menghubungkan kata-kata Toru dengan makna ingin segera pulang. Toru tidak
mengatakan keinginannya tersebut secara langsung kepada Naoko. Ia melihat bahwa gadis itu
sedang bercerita panjang lebar tentang kehidupannya, dan juga mengenai keluaraga gadis itu.
Hal ini tidak pernah terjadi, karena Naoko sebenaranya tidak banyak bicara, tetapi pada malam
itu gadis itu terlihat bersemangat untuk berbicara mengenai berbagai macam hal.
Menurut penulis Toru telah menggunakan bahasa eufemisme. Karena meskipun Toru
sebenarnya ingin pulang karena waktu sudah larut dan takut ketinggalan kereta terakhir, tetapi ia
takut merusak suasana dan takut mengganggu pembicaraan Naoko yang sedang bersemangat
untuk berbicara, sehingga ia tidak mengatakannya secara langsung. Pendapat ini didukung oleh
Wasono dalam Tando (1990:75), yang mengatakan bahwa rasa akan kesopanan dan perasaan
takut merupakan faktor yang menyebabkan lahirnya eufemisme.
Penulis juga berpendapat bahwa Toru takut apabila ia mengatakan bahwa dirinya ingin
pulang secara langsung, maka hal itu akan membuat perasaan Naoko menjadi tersinggung.
Berdasarkan pennilaian ini pula maka dapat dikatakan bahwa Toru telah menggunakan bahasa
eufemisme. Pendapat ini didukung oleh Tando ( 1990 : 75), yang mengatakan bahwa dalam
menggunakan eufemisme, pembicara menggunakan kata atau ungkapan alternatif yang dapat
diterima oleh lawan bicaranya sehingga tidak menyinggung perasaan lawan bicara.
Kata-kata Toru yang tidak berterus terang ketika mengatakan bahwa sebenranya ia ingin
pulang merupakan salah satu sikap budaya berahasa yang dimiliki oleh orang Jepang, yaitu
tatemae. Toru tidak menyampaikan pikirannya secara langsung. Ia tidak mengatakan apa yang
sebenarnya ia inginkan. Pendapat ini didukung oleh Kerbo (1998:26), yang mengatakan bahwa
orang Jepang dalam tatemae akan cenderung tertutup ketika berbicara, dan menutupi informasi
yang sebenarnya. Seperti yang dilakukan oleh Toru, ia tidak berterus terang secara jelas dengan
mengatakan bahwa ia sebenarnya ingin pulang, tetapi ia menutupi inforamsi tersebut.
Menurut Ushiyama (2007:169) mengatakan bahwa, honne adalah pemikiran jujur dari
seseorang, dan apabila seseorang mengutarakan pemikirannya secara langsung, maka akan
memiliki kemungkinana bahwa lawan bicara akan menjadi tersinggung. Sehingga orang Jepang
ketika berbicara akan cenderung menggunakan tatetame terutama kepada orang asing, atau
kepada orang yang baru dikenal. Berdasrkan pendapat ini maka penulis menarik suatu
kesimpulan bahwa Toru telah bersikap tatemae karena ia tidak mengutarakan apa yang
sebenarnya. Ia takut bahwa Naoko yang sedang bersemangat untuk bercerita menjadi terganggu,
sehingga ia tidak mengutarakannya secara langsung.
Menurut penulis Toru sebenarnya juga ingin menghindari konflik, sehingga ia tidak langsung
mengatakan keinginannya secara langsung, melainkan menggunakan kata-kata yang terasa
samar-samar sehingga mengandung keambiguan yang dalam bahasa Jepang disebut dengan
bahsa aimai. Pendapat ini didukung oleh Kishie (2007) yang mengatakan bahwa bahasa aimai
memiliki beberapa tujuan penggunaan salah satunya adalah untuk menghindari konflik yang
mungkin terjadi dengan lawan bcara. Berdasrakan pendapat ini pula penulis berpendapat bahwa
Toru menggunakan bahasa aimai agar tidak terjadi konflik dengan Naoko.
Tabel 3.3.5
Penggunaan Eufemisme yang dilakukan oleh tokoh Toru dengan Kopasgat dan Naoko
dalam Novel Norwegian Wood
Murakami, 2004 : 77
Murakami, 2004 : 36
Fungsi 1 Murakami, 2004 : 213
Murakami, 2004 :81
Jumlah : 4
Murakami, 2004 :291
Murakami, 2004 :291-292
Murakami, 2004 :291
Fungsi 2 Murakami, 2004 :292
Murakami, 2004 :230
Murakami, 2004 :19
Murakami, 2004 :226
Murakami, 2004 :183
Murakami, 2004 :184
Murakami, 2004 :185
Murakami, 2004 :185
Jumlah : 12
Murakami, 2004 :89
Fungsi 3 Murakami, 2004 :84
Murakami, 2004 :44
Jumlah : 3