Bab 2 Tinjauan Pustakan

Embed Size (px)

Citation preview

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terkait

1. Penelitian tentang karakteristik dan kinerja perusahaan konstruksi Penelitian mengenai karakteristik dan kinerja perusahaan

konstruksi, telah banyak dilakukan. Diantaranya yaitu : a. Putra, Alit A (2009) melakukan penelitian mengenai karakteristik kontraktor, factor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan bagaimana hubungan karakteristik dengan kinerja kontrator di Kota Denpasar. Simpulan dari penelitian ini adalah sumber daya manusia dan peralatan memiliki hubungan yang kuat dan signifikan terhadap kinerja kontraktor. Sedangkan keuangan dan pengalaman kerja memiliki hubungan sangat rendah dan tidak signifikan terhada kinerja kontraktor. Oleh karena itu kontraktor perlu meingkatkan sertifikasi keterampilan dan pemanfaatan perlatan modern, agar dapat bersaing di dunia jasa konstruksi. b. Koriawan, N (2011), melakukan penelitian untuk menganalisis karakteristik kontraktor serta faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan hubungan antara karakteristik dengan kinerja kontraktor kualifikasi kecil di Kabupaten Jembrana pada tahun 2009. Data karakteristik dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan ke 97 (sembilan puluh tujuh) kontraktor kualifikasi kecil yang ada di Kabupaten Jembrana, sedangkan data kinerja dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada 40 (empat puluh) orang pengelola proyek di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jembrana. Simpulan dari penelitian ini adalah : 1). 67,01 % tingkat pendidikan penanggungjawab badan usaha adalah tamatan STM, 21,65% adalah sarjana Teknik (S1/S2/S3), 2,06 % adalah tamatan diploma teknik dan 9,28 % adalah tamatan non teknik. Sedangkan

8

Untuk tingkat pendidikan penanggungjawab teknik badan usaha sebanyak 58,76 % adalah tamatan STM, 34,02 % adalah sarjana teknik (S1/S2/S3), 4,12 % adalah tamatan diploma teknik sedangkan sebanyak 3,09 % adalah non teknik. 2). Faktor utama yang mempengaruhi kinerja kontraktor terdapat pada kelompok I ( faktor sumber daya manusia dan keuangan) yang terdiri dari variabel modal keuangan dalam pelaksanaan pekerjaan, penempatan tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi pendidikan, pengalaman dan keterampilan tenaga kerja yang dipekerjakan, koordinasi dengan pihak pengguna jasa dalam pelaksanaan pekerjaan, data yang dipakai sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan, pertimbangan keselamatan pekerja dalam pelaksanaan pekerjaan, kelengkapan gambar

disain/dokumen pelaksanaan; 3) Pengguna jasa tidak berkorelasi dengan kinerja pengusaha jasa konstruski gred 2 tetapi berkorelasi dengan kinerja pengusaha jasa konstruksi gred 3 dan gred 4, sedangkan keahlian tenaga kerja tidak berkorelasi dengan kinerja pengusaha jasa konstruksi gred 3 dan gred 4 tetapi berkorelasi dengan kinerja pengusaha konstruksi gred 2. c. Firman, AA dkk (2011) melakukan penelitian tentang model prestasi kerja staf perusahaan konstruksi dengan variabel-variabel seperti karakteristik individu, kemampuan individu, motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap prestasi kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu, kemampuan individu, motivasi dan kepuasan kerja terhadap prestasi kerja staf perusahaan konstruksi. Penelitian ini menggunakan metode survey terhadap 127 staf perusahaan konstruksi di kota Surabaya, kemudian dianalisis dengan SEM. Hipotesis yang diajukan dalam model penelitian kali ini adalah terdapat pengaruh karakteristik individu baik secara langsung maupun tidak langsung melalui variabel kemampuan individu, motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap variabel prestasi kerja. Dari hasil analisis didapatkan bahwa karakteristik individu tidak berpengaruh

9

secara langsung terhadap prestasi kerja staf perusahaan konstruksi. Karakteristik individu ini memberikan pengarunhya terhadap prestasi kerja melalui peningkatan kemampuan individu serta pemberian motivasi kerja yang kemudian menuju pada kepuasan kerja staf perusahaan konstruksi. d. Djastuti, I (2011) melakukan penelitian untuk menguji karakteristik pekerjaan terhadap komitmen organisasi perusahaan jasa konstruksi di Jawa Tengah. Simpulan dari penelitian itu adalah terdapat pengaruh langsung yang positif dan signifikan antara karakteristik pekerjaan dan komiten organisasi. Implikasi dari hasil penelitian ini adalah komitmen organisasi yang tinggi dengan dukungan karakteristk pekerjaan yang baik diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan. Selain itu secara teortis dinyatakan bahwa komitmen organisasi yang tinggi adalah sebuah signal adanya kepuasan kerja yang tinggi dari karyawan tingkat managerial perusahaan jasa konstruksi di Jawa Tengah.

2. Penelitian tentang pemberdayaan masyarakat lokal Penelitian mengenai pemberdayaan masyarakat local diantaranya yaitu : a. Rante, Y (2009) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Budaya etnis, Perilaku Kewirausahaan terhadap kinerja Usaha Mikro Kecil (UMK) Agribisnis di Provinsi Papua. Simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Masayarakat Papua masih memegang teguh nilai-nilai budaya yang dianut dalam menjalankan usaha. Budaya etnis yang diteliti adalah budaya mengutamakan kepentingan adat dan budaya kerja keras. 2. Budaya mengutamakan kepentingan dat dan kebersamaan menyebabkan budaya lokal tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja usaha dari masyarakat lokal.

10

3. Sedangkan budaya suka bekerja keras memiliki peranan yang penting dalam mendukung kinerja usaha masyarakat. Hal ini harus ditopang dengan adanya peningkatan perilaku

kewirausahaan, karena hal ini dapat mengevaluasi budaya etnik yang kurang sesuai dalam mengelola usaha. b. Suardi, L (2011) melakukan penelitian mengenai model atau dosain pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan di kawasan Gunung Rinjani. Dari hasil kajiannya didapatkan tiga alternatif pemberdayaan masyarakat lokal, yaitu : 1. Merencanakan kegiatan yang terintegrasi dala rangka

meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan masyarakat. 2. Membekali masyarakat dengan kemampuan untuk

mengembangkan produk atau usaha alternative 3. Memberikan program pendampingan kepada masyarakat.

B. Landasan Teori

1 Konsep Pemberdayaan Masyarakat Secara sederhana, konsep pemberdayaan mengacu kepada kemampuan masyarakat untuk mendapat akses dan kontrol atas sumbersumber hidup yang penting. Konsep pemberdayaan merupakan konsep baru, mulai dikaji secara mendalam sejak dekade 70-an, berkembang terus sampai sekarang. Belum ada gambaran yang memuaskan tentang konsep empowerment sampai saat ini. Konsep pemberdayaan

(empowerment) berkembang sejak lahirnya gerakan Eropa modern pada pertengahan abad 18, di mana muncul gelombang pemikiran baru yang menentang kekuasaan mutlak dari agama (gereja dan raja). Dalam perjalannya sampai kini telah mengalami proses dialektika dan akhirnya menemukan konsep ke masa kini-an, yang telah umum digunakan di berbagai negara (Riyanto 2005).

11

Konsep

pemberdayaan

pada

dasarnya

dibangun

dari

ide

yang

menempatkan manusia sebagai subyek dari dunianya sendiri. Terdapat dua kecenderungan proses pemberdayaan, yaitu: 1. Proses pemberdayaan yang menekankan ke proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dilengkapi dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Kecenderungan proses dapat pula disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. 2. Kecenderungan sekunder yang lebih menekankan melalui proses dialog. Kecenderungan ini terkait dengan kemampuan individu untuk mengontrol lingkungannya. Agar kecenderungan primer dapat terwujud, maka harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu. Pemberdayaan juga berarti pembagian kekuasaan yang adil (equitable sharing of power) sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dan hasil-hasil pembangunan. Rapport (1984), mengemukakan bahwa pemberdayaan (empowerment) adalah cara meningkatkan kemampuan masyarakat (community) dan kelembagaan (organisasi) sehingga mampu menguasai atau berkuasa untukmenentukan arah kehidupannya. Sementara itu Haeruman dan Eriyatno (2001) menekankan bahwa pemberdayaan pada hakekatnya merupakan upaya untuk menjamin hakhak masyarakat dalam mengatur hidupnya. Ini berarti juga penciptaan suatu iklim yang kondusif agar masyarakat dapat mendayagunakan sumberdaya yang tersedia dan potensi masyarakat secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan, martabat, dan keberadaannya dalam kehidupan bermasyarakat.

12

Lebih lanjut Chambers (1987) menegaskan bahwa paradigm baru pembangunan dan pemberdayaan masyarakat mencakup 4 (empat) aspek, yakni: people centered, participatory, empowering, dan

sustainable. Sementara itu Parson et al. (1994) menekankan pentingnya masyarakat menguasai keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupan dirinya dan masyarakat sekitarnya yang menjadi bagian dari tanggung jawab sosialnya. Dengan instan. Sebagai sebuah proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan, yaitu: (1) Tahap penyadaran; diberi pada tahap ini target yang hendak pencerahan dalam bentuk pemberian demikian, menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007); pemberdayaan adalah sebuah proses menjadi, bukan sebuah proses

diberdayakan

penyadaran bahwa mereka berhak untuk mempunyai sesuatu (2) Tahap pengkapasitasan (capacity building); untuk dapat diberikan daya atau kuasa maka yang bersangkutan harus mampu terlebih dahulu (3) Tahap pendayaan (empowerment); kepada target diberikan daya, kekuasaan, otoritas atau peluang; sesuai dengan kualitas

kecakapan yang telah dimiliki.

2. Jasa Konstruksi 2.1 Pengertian Jasa Konstruksi Menurut Undang-undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi,layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Sedangkan pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan

13

masing-masing

beserta

kelengkapannya

untuk

mewujudkan

suatu

bangunan atau bentuk fisik lainnya. Keputusan Dewan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Nomor : 75/KPTS/LPJK/D/X/2002 mendifinisikan jasa konstruksi sebagai layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi yang

disediakan oleh perencana konstruksi dan/atau layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang disediakan oleh pelaksana konstruksi dan/atau layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi yang

disediakan oleh pengawas konstruksi. Sedangkan Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian dari rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta

pengawasan yang menyangkut pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan, masing masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bentuk bangunan atau bentuk fisik lainnya. Sedangkan menurut PerLem LPJK No : 11a Tahun 2008 memberikan definisi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi adalah jenis usaha jasa konstruksi yang menyediakan layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, yang dibedakan menurut bentuk usaha, klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa pelaksana konstruksi

2.2 Penggolongan Jasa Konstruksi Berdasarkan Keputusan Dewan Lembaga Pengembangan Jasa

Konstruksi Nasional Nomor : 75/KPTS/LPJK/D/X/2002 tentang Pedoman Sertifikasi dan Registrasi Badan Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi Nasional, maka Badan Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi Nasional dibagi dalam tiga golongan yaitu Golongan Besar, Golongan Menengah, dan Golongan Kecil, yang digolongkan berdasarkan modal kerja yang berasal dari modal setor atau kekayaan yang dimiliki, dengan keketentuan sebagai berikut : 1. Badan Usaha Golongan Kecil memiliki modal kerja setinggitingginya Rp. 1 Milyar.

14

2. Badan Usaha Golongan Menengah memiliki modal kerja lebih dari Rp. 1 Milyar sampai dengan Rp. 10 Milyar. 3. Badan Usaha Golongan Besar memiliki modal usaha di atas Rp. 10 Milyar 4. Untuk badan usaha golongan menengah dan golongan besar harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT) serta telah disahkan oleh menteri terkait.

2.3 Kualifikasi Jasa Konstruksi Kualifikasi Usaha Jasa Pelaksanaan Konstruksi Nasional didasarkan pada tingkat/kedalaman kompetensi dan kemampuan usahanya yang ditinjau dari : 1. Aspek Penanggung Jawab Badan Usaha atau Prinsipal (PJBUP), yaitu Direktur Utama atau anggota Direksi atau Pimpinan Badan Usaha untuk Kantor Pusat dan Kepala Cabang/Perwakilan untuk Kantor Cabang/Perwakilan yang bertanggung jawab atas

berjalannya operasional Badan Usaha. 2. Pemilikan Tenaga Inti sebagai Penanggung jawab Teknik Badan Usaha (PJTBU), yaitu tenaga ahli/terampil inti yang diangkat oleh Pimpinan Badan Usaha untuk bertanggung jawab atas

penyelenggaraan seluruh pekerjaan teknik yang dilakukan oleh Badan Usaha untuk memenuhi persyaratan usaha yang ditetapkan oleh Dewan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi dan Penanggung jawab Bidang/Sub Bidang (PJSB), yaitu tenaga ahli/terampil inti yang memiliki sertifikat tenaga ahli/terampil dari asosiasi profesi/institusi pendidikan dan pelatihan dan diangkat oleh Pimpinan Badan Usaha untuk bertanggung jawab atas penyelenggaran pekerjaan teknik di Bidang/Subbidang Pekerjaan Konstruksi dan untuk memenuhi persyaratan usaha yang

ditetapkan oleh Dewan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional.

15

3. Tenaga teknik pendukung sebagaimana yang dipersyaratkan, adalah Tenaga Ahli Inti yang terdiri atas Tenaga Ahli dan atau Tenaga Terampil dibidang teknik yang harus ada pada suatu Badan Usaha untuk memenuhi persyaratan klasifikasi dan

kualifikasi pada bidang dan sub bidang pekerjaan konstruksi yang ditetapkan oleh Dewan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional. Berdasarkan tiga aspek tersebut, maka Kualifikasi Usaha Jasa

Pelaksanan Konstruksi Nasional terdiri atas : 1. Badan Usaha Kualifikasi Kecil, yang memenuhi persyaratan memiliki seorang penanggung jawab teknik badan usaha yang dapat

merangkap sebagai penanggung jawab Bidang atau merangkap sebagai tenaga teknik pendukung, diberi : a. Kualifikasi K3, bagi yang mempunyai kompetensi melaksanakan pekerjaan konstruksi sampai nilai Rp. 100 juta. b. Kualifikasi K2, bagi yang mempunyai kompetensi melaksanakan pekerjaan konstruksi lebih dari Rp. 100 juta sampai dengan nilai Rp. 400 juta. c. Kualifikasi K1, bagi yang mempunyai kompetensi melaksanakan pekerjaan konstruksi lebih dari nilai Rp. 400 juta sampai dengan nilai Rp. 1 Milyar. 2. Badan Usaha Kualifikasi Menengah, memenuhi persyaratan memiliki seorang penanggung jawab teknik badan usaha dan penanggung jawab bidang untuk setiap bidang pekerjaan ditambah sejumlah tenaga ahli inti sebagai tenaga teknik pendukung, diberi : a. Kualifikasi M2, bagi yang mempunyai kompetensi untuk

melaksanakan pekerjaan kosntruksi lebih dari nilai Rp. 1 Milyar sampai dengan Rp. 3 Milyar. b. Kualifikasi M1, bagi yang mempunyai kemampuan untuk

melaksanakan pekerjaan konstruksi lebih dari nilai Rp. 3 Milyar sampai dengan nilai Rp. 10 Milyar.

16

3. Badan Usaha Kualifikasi Besar, yang memenuhi persyaratan memiliki seorangpenggung jawab teknik badan usaha dan seorang penaggung jawab bidang/sub bidang masing-masing untuk setiap bidang/sub bidang sesuai bidang/sub bidang pekerjaan dalam kualifikasinya, sejumlah tenaga ahli inti sebagai tenaga teknik pendukung sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam persyaratan klasifikasi dan kualifikasi badan usaha jasa pelaksana konstruksi, diberi kualifikasi B, bagi yang mempunyai kompetensi melaksanakan pekerjaan konstruksi lebih dari Rp. 10 Milyar. Sedangkan menurut PerLem LPJK No.11a Tahun 2008 Penggolongan kualifikasi usaha jasa pelaksana konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 didasarkan pada kriteria tingkat/kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan usaha, yang selanjutnya dibagi menurut kemampuan melaksanakan pekerjaan berdasarkan kriteria risiko, dan/atau kriteria penggunaan teknologi, dan/atau kriteria besaran biaya, dapat dibagi jenjang kompetensinya dalam Gred sebagai berikut : a. Kualifikasi usaha besar, berupa : c. Gred 7 Gred 6

b. Kualifikasi usaha menengah, berupa : Gred 5

Kualifikasi usaha kecil, berupa : Gred 4 Gred 3 Gred 2 Gred 1 (usaha orang perseorangan)

17

2.4 Klasifikasi Jasa Konstruksi Klasifikasi usaha untuk badan usaha jasa pelaksana konstruksi adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Klasifikasi Usaha Jasa Pelaksana KonstruksiNO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 KODE 21001 21002 21003 21004 21005 21006 21007 21101 21102 21103 21201 21202 21301 22001 22002 22003 22004 22005 22006 22007 22008 22009 22010 22011 22012 22013 22014 22101 22102 22103 22201 22202 22203 22204 22205 22206 22207 22208 22301 23001 BIDANG / SUB BIDANG Perumahan tunggal dan koppel, termasuk perawatannya Perumahan multi hunian, termasuk perawatannya Bangunan pergudangan dan industri, termasuk perawatannya Bangunan komersial, termasuk perawatannya Bangunan-bangunan non perumahan lainnya, termasuk perawatannya Fasilitas pelatihan sport diluar gedung, fasilitas rekreasi, termasuk perawatannya Pertamanan, termasuk perawatannya Pekerjaan pemasangan instalasi asesori bangunan, termasuk perawatannya Pekerjaan dinding dan jendela kaca, termasuk perawatannya Pekerjaan interior, termasuk perawatannya Pekerjaan kayu Pekerjaan logam Perawatan Gedung / Bangunan Jalan raya, jalan lingkungan, termasuk perawatannya Jalan kereta api, termasuk perawatannya Lapangan terbang dan runway, termasuk perawatannya Jembatan, termasuk perawatannya Jalan layang, termasuk perawatannya Terowongan, termasuk perawatannya Jalan bawah tanah, termasuk perawatannya Pelabuhan atau dermaga, termasuk perawatannya Drainase Kota, termasuk perawatannya Bendung, termasuk perawatannya Irigasi dan Drainase, termasuk perawatannya Persungaian Rawa dan Pantai, termasuk perawatannya Bendungan, termasuk perawatannya Pengerukan dan Pengurugan, termasuk perawatannya Pekerjaan penghancuran Pekerjaan penyiapan dan pengupasan lahan Pekerjaan penggalian dan pemindahan tanah Pekerjaan pemancangan Pekerjaan pelaksanaan pondasi, termasuk untuk perbaikannya Pekerjaan kerangka konstruksi atap, termasuk perawatannya Pekerjaan atap dan kedap air, termasuk perawatannya Pekerjaan pembetonan Pekerjaan konstruksi baja, termasuk perawatannya Pekerjaan pemasangan perancah pembetonan Pekerjaan pelaksana khusus lainnya Pekerjaan pengaspalan, termasuk perawatannya Instalasi pemanasan, ventilasi udara dan AC dalam bangunan, termasuk perawatannya Perpipaan air dalam bangunan, termasuk perawatannya

Sumber : LPJK, 2010 (http//: www.lpjk.org.id)

18

Tabel 1. Klasifikasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi (lanjuta)NO 41 42 53 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 KODE 23002 23003 23004 23005 23006 23007 23008 23009 23010 23011 24001 24002 24003 24004 24005 24006 24007 24008 24009 24010 24011 25001 25002 25003 25004 25005 25006 25007 BIDANG / SUB BIDANG Instalasi pipa gas dalam bangunan, termasuk perawatannya Insulasi dalam bangunan, termasuk perawatannya Instalasi lift dan escalator, termasuk perawatannya Pertambangan dan manufaktur, termasuk perawatannya Instalasi thermal, bertekanan, minyak, gas, geothermal , termasuk perawatannya Konstruksi alat angkut dan alat angkat (Pekerjaan Rekayasa), termasuk perawatannya Konstruksi perpipaan minyak, gas dan energi (Pekerjaan Rekayasa), termasuk perawatannya Fasilitas produksi, penyimpanan minyak dan gas, termasuk perawatannya Jasa penyedia peralatan kerja konstruksi Pembangkit tenaga listrik semua daya, termasuk perawatannya Pembangkit tenaga listrik dengan daya maks. 10 MW / unit termasuk perawatannya Pembangkit tenaga listrik energi baru dan terbarukan, termasuk perawatannya Jar. transmisi tng listrik tegangan tinggi & ekstra tegangan tinggi termasuk perawatannya Jaringan transmisi telekomunikasi dan atau telepon, termasuk perawatannya Jaringan distribusi tenaga listrik tegangan menengah, termasuk perawatannya Jaringan distribusi tenaga listrik tegangan rendah, termasuk perawatannya Jaringan distribusi telekomunikasi dan atau telepon, termasuk perawatannya Instalasi kontrol dan instrumentasi, termasuk perawatannya Instalasi listrik gedung dan pabrik, termasuk perawatannya Instalasi listrik lainnya, termasuk perawatannya Perpipaan minyak, termasuk perawatannya Perpipaan gas, termasuk perawatannya Perpipaan air bersih / limbah, termasuk perawatannya Pengolahan air bersih, termasuk perawatannya Instalasi pengolahan limbah, termasuk perawatannya Pekerjaan pengeboran air tanah, termasuk perawatannya Reboisasi / Penghijauan, termasuk perawatannya

2.5 Karakteristik Jasa Pelaksana Pekerjaan Konstruksi Kemampuan suatu organisasi perusahaan dalam menentukan posisi meraih kesuksesan tergantung dari pengelolaan dan karakter sumber daya yang dimiliki sebagai keunggulan kompetitif dalam meningkatkan daya saing. Karakteristik suatu organisasi akan memberikan efek persaingan dalam memenangkan persaingan bisnis yang merupakan jawaban dalam pengembangan bentuk badan usaha (Alwi, 2000). Menurut Surat Keputusan LPJK Nomor 11a Tahun 2008, diterangkan bahwa karakteristik jasa pelaksana pekerjaan konstruksi berkaitan dengan kualifikasi bentuk badan usaha. Dalam Surat Keputusan LPJK Nomor 11a Tahun 2008, dijelaskan beberapa pengertian penting :

19

1. Kualifikasi merupakan penggolongan usaha di bidang jasa konstruksi menurut tingkat/kedalaman/kompetensi dan kemampuan usaha yang dijalankan. 2. SBU adalah sertifikat badan usaha yaitu wujud registrasi sebagai tanda bukti pengakuan atas penetapan klasifikasi atau kualifikasi badan usaha. 3. NRBU adalah nomor registrasi badan usaha yang diberikan oleh Badan Pelaksana Registrasi Badan Usaha/BPRU, yang dicantumkan pada Sertifikat Badan Usaha/SBU 4. Usaha jasa konstruksi adalah usaha yang bergerak dibidang jasa konstruksi mencakup jenis usaha, kalsifikasi, dan kualifikasi usaha jasa konstruksi. 5. Gred merupakan suatu bentuk penggolongan kualifikasi usaha jasa pelaksana konstruksi, yang terdiri dari : a. Gred 1, untuk kualifikasi usaha perseorangan atau kecil b. Gred 2, 3, 4, untuk kualifikasi usaha kecil. c. Gred 5, untuk kualifikasi usaha menengah. d. Gred 6, untuk kualifikasi usaha besar e. Gred 7, untuk kualifikasi usaha besar termasuk badan usaha asing yang membuka kantor perwakilan.

Kualifikasi merupakan penggolongan usaha di bidang jasa konstruksi menurut tingkat/kedalaman/kompetensi dan kemampuan usaha yang dijalankan dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu : 1. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan kualifikasi usaha berdasarkan potensi kemampuan tenaga kerja sebagai keunggulan kompetitif dalam melakukan pengelolaan usaha. Sumber daya manusia yang digunakan harus memiliki kualifikasi dan klasifikasi yang sesuai seperti pendidikan, keterampilan kerja, keahlian kerja serta pengalaman kerja.

20

2. Kekayaan Bersih Kekayaan bersih merupakan kemampuan modal keuangan yang digunakan untuk membiayai pengelolaan perusahaan dan

pelaksanaan pekerjaan, juga dapat digunakan sebagai penilaian atas kemampuan badan usaha dalam menetapkan kualifikasi perusahaan.

Tabel. 2 Kekayaan Bersih Perusahan

No 1 2 3 4 5 6 7

Gred 1 2 3 4 5 6 7

Kekayaan Bersih Tidak disyaratkan 50.000.000 s/d 600.000.000 100.000.000 s/d 800.000.000 400.000.000 s/d 1.000.000.000 1.000.000.000 s/d 10.000.000.000 3.000.000.000 s/d 25.000.000.000 10.000.000.000 s/d tak dibatasi

Sumber : LPJK No. 11a Tahun 2008

3. Kemampuan Menangani Paket Pekerjaan Kemampuan menangani paket pekerjaan merupakan batasan

kompetensi perusahaan berdasarkan pengalaman yang dimiliki dalam menangani paket pekerjaan kurun waktu tujuh tahun terakhir. Pengalaman tersebut dapat juga dilihat dari nilai minimum kumulatif pekerjaan yang diselesaikan dan jumlah paket pekerjaan yang dapat ditangani pada gred sebelumnya selama kurun waktu tujuh tahun terakhir.

21

Tabel 3 Kemampuan Menangani Paket Pekerjaan

No

Gred Jml Paket Batas Nilai satu Pekerjaan Pekerjaan (Rp) 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 3 5 8 8

Pengalaman Nilai Minimal Kumulatif Pekerjaan (Rp)

0 s/d 100.000.000 Tidak dipersyaratkan 0 s/d 300.000.000 200.000.000 0 s/d 600.000.000 400.000.000 0 s/d 1.000.000.000 800.000.000 >1.000.000.000 s/d 10.000.000.000 2.500.000.000 >1.000.000.000 s/d 25.000.000.000 12.000.000.000 >1.000.000.000 s/d tak terbatas 32.000.000.000

Sumber : LPJK No. 11a Tahun 2008

4. Peralatan Peralatan pada dasarnya merupakan teknologi yang digunakan sebagai sarana pendukung dalam pelaksanaan operasional pekerjaan. Kriteria dalam penggunaan teknologi pada pelaksanaan pekerjaan ditentukan berdasarkan besaran biaya dan volume pekerjaan yang terdiri dari : a. Badan usaha perseorangan gred 1, 2, dan gred 3 dapat melaksanakan pekerjaan dengan kriteria teknologi sederhana mencakup pelaksanaan pekerjaan yang menggunakan alat kerja sederhana dan tidak

menggunakan tenaga ahli. b. Badan usaha gred 4 dapat melaksanakan pekerjaan dengan kriteria teknologi madya mencakup pelaksanaan pekerjaan yang menggunakan sedikit peralatan berat dan memerlukan sedikit tenaga ahli. c. Badan usaha gred 5, gred 6 dan gred 7 dapat melaksanakan pekerjaan dengan kriteria teknologi tinggi mencakup pelaksanaan pekerjaan yang menggunakan banyak alat berat dan tenaga ahli yang terampil. Lebih lanjut dalam PerLem LPJK No.11a Tahun 2008, pasal 14 disebutkan bahwa Badan Usaha dengan kualifikasi Gred 2, Gred 3, dan Gred 4 dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi dengan kriteria risiko kecil, berteknologi sederhana, dan berbiaya kecil.

22

Yang dimaksud dengan kriteria risiko kecil adalah mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya dan pemanfaatan bangunan-

konstruksinya tidak membahayakan keselamatan umum dan harta benda. Berteknologi sederhana dimaksudkan adalah pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya menggunakan alat kerja sederhana dan tidak

memerlukan tenaga ahli.

3 Kinerja 3.1 Pengertian Kinerja Kinerja atau performance sering diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yanng telah disusun. Mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi (Armstrong dan Baron, 1998, dalam Wibowo, 2007). Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Menurut Gibson, dkk (1990) kinerja merupakan suatu keberhasilan mencapai suatu tujuan. Kinerja organisasi merefleksikan suatu

pencapaian dari tujuan-tujuan yang telah ditetapkan organisasi, baik yang diukur dari visi, misi, tujuan dan target sasaran. Pencapaian ini tidak terlepas dari individu-individu yang bekerja dalam organisasi tersebut. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kepuasan kerja individu akan mempengaruhi kinerja. Namun ada juga yang berpendapat sebaliknya bahwa kinerja justru mempengaruhi kepuasan karyawan dalam

organisasi.

23

Berdasarkan

hal

tersebut,

maka

dapat

dikatakan

bahwa

kinerja

merupakan suatu proses kegiatan dalam organisasi dalam upaya untuk mencapai tujuan, visi, dan misi organisasi, serta menunjukkan hasil yang telah dicapai dalam upaya tersebut.

3.2 Pengukuran Kinerja Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan pekerjaan terhadap penyimpangan dari rencana yang telah ditentukan, atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan (Wibowo,2007). Sedarmayanti (2007) menguraikan bahwa terlepas dari besar, jenis, sektor atau spesialisasinya, setiap organisasi biasanya cenderung tertarik pada pengukuran kinerja dalam aspek berikut : 1. Aspek finansial Meliputi anggaran suatu organisasi. Karena aspek finansial dapat dianalogikan sebagai aliran darah dalam tubuh manusia, aspek finansial merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja. 2. Kepuasan pelanggan Dengan semakin banyaknya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang berkualitas, maka organisasi dituntut untuk terus menerus memberikan pelayanan berkualitas prima. 3. Operasi bisnis internal Informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan organisasi sudah seirama untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi seperti yang tercantum dalam rencana startegis.

24

4. Kepuasan karyawan Karyawan merupakan aset yang harus dikelola dengan baik, apalagi dalam organisasi yang banyak melakukan inovasi, peran strategis karyawan sangat nyata. 5. Kepuasan komunitas dan shareholders/stakeholders Kegiatan instansi pemerintah berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh kepentingan terhadap keberadaannya. Untuk itu informasi dari pengukuran kinerja perlu didesain untuk

mengakomodasikan kepuasan dari stakeholders. 6. Waktu Ukuran waktu merupakan variabel yang perlu diperhatikan dalam desain pengukuran kinerja. Kita sering membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusan, namun informasi tersebut lambat diterima, kadang sudah tidak relevan/kadaluarsa.

3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Amstrong dan Baron dalam Wibowo (2007), mengemukakan tentang faktor factor yang mempengaruhi kinerja, sebagai berikut. 1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu. 2. Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader. 3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja. 4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi. 5. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

25

Hersey, Blanchard, dan Johnson (dalam Wibowo, 2007) menjelaskan bahwa ada tujuh faktor yang mempengaruhi kinerja dan dirumuskan dengan akronim ACHIEVE, sebagai berikut : 1. A- ability (knowledge dan skill) 2. C- clarity (understanding atau role perception) 3. H- help (organisational support) 4. I- incentive (motivation atau willingness) 5. E- evaluation (coaching dan performance feedback) 6. V- validity (valid dan legal personnel practices) 7. E environment (environmental fit) Mahmudi (2005) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sebagai berikut : 1. Faktor personal /individu, meliputi : pengetahuan,

keterampilam(skill, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu; 2. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader; 3. Faktor tim, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim; 4. Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur dalam organisasi; 5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi : tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

Pada sistem penilaian kinerja tradisional, kinerja hanya dikaitkan dengan faktor personal, namun dalam kenyataannya, kinerja sering dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar faktor personal, seperti sistem, situasi, kepemimpinan, atau tim. Proses penilaian kinerja individual tersebut harus

26

diperluas dengan penilaian kinerja tim dan efektivitas manajernya. Hal itu karena yang dilakukan individu merupakan refleksi perilaku anggota grup dan pimpinan.

3.4 Indikator kinerja Menurut Sedarmayanti (2007), indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Indikator kinerja digunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi hari organisasi/unit kerja yang bersangkutan menunjukkan kemampuan dalam rangka dan /atau menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hersey, Blanchard, dan Johnson (dalam Wibowo, 2007) menjelaskan bahwa ada tujuh indikator kinerja, sebagai berikut. 1. Tujuan. Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan menunjukkan ke arah mana kinerja harus dilakukan. 2. Standar. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai 3. Umpan balik Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik, dilakukan terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.

27

4. Alat atau Sarana Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat

dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. 5. Kompetensi Kompetensi merupakan persyaratan utama dalam kinerja.

Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. 6. Motif Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. 7. Peluang Peluang perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya

kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat.

3.5 Kinerja Organisasi Kinerja organisasi atau kinerja perusahaan merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan manajer. Informasi tentang kinerja organisasi dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam kenyatannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang ada yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya.

28

Definisi mengenai kinerja organisasi dikemukakan oleh Bastian (2001) dalam Syarifuddin & Tangkilisan (2004) sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi tersebut. Jadi kinerja organisasi tidak hanya merupakan pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, tapi juga bagaimana proses yang dialami oleh organisasi tersebut dalam mencapai hasil sesuai dengan tujuan, visi, dan misi organisasi.

3.5.1 Pengukuran kinerja organisasi Terdapat empat pendekatan berbeda yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja organisasi (Wibowo, 2007), sebagai berikut : 1) A Balanced Scorecard Merupakan serangkaian ukuran yang memberi manajer puncak pandangan bisnis yang cepat tetapi komprehensif. Manajer harus melihat bisnis dalam empat perspektif yaitu customer perspectves, internal perspectives, innovation and learning perspectives, dan financial perspectives. 2) The European Foundation for Quality Management Model Terdapat sembilan elemen dalam model ini yaitu: a. kepemimpinan, tentang bagaimana perilaku dan tindakan tim eksekutif dan semua dan pemimpin lain memberi total inspirasi, quality

mendukung, management; b. kebijakan

meningkatkan

budaya

dan

strategi,

tentang

bagaiman

organisasi

memformulasikan, menyebarkan dan mereview kebijakan dan strategi dan mengubahnya ke dalam rencana dan tindakan; c. manajemen sumber daya manusia, tentang bagaimana

organisasi merealisasi potensi sepenuhnya dari segenap sumber daya manusianya;

29

d. sumber daya, tentang bagaimana organisasi mengelola sumber daya secara efektif dan efisien; e. proses, tentang bagaimana organisasi mengidentifikasi,

mengelola, mereview dan memperbaiki prosesnya; f. kepuasan pelanggan, tentang apa yang dicapai organisasi dalam hubungan dengan kepuasan pelanggan eksternalnya; g. kepuasan pekerja, tentang apa yang diperoleh organisasi dalam hubungan dengan kepuasan orangnya sendiri; h. dampak pada masyarakat, tentang apa yang dicapai organisasi dalam memuaskan kebtuhan konsumen dan harapan

masyarakat lokal, nasional, dan internasional; i. hasil bisnis, tentang apa yang dicapai organisasi dalam hubungannya dengan sasaran bisnis yang direncanakan dan memuaskan kebutuhan dan harapan setiap orang dengan kepentingan dalam organisasi. 4. Economic Value Added Terdapat empat ukuran favorit dalam model Economic Value Added ini, yaitu : addedvalue, market value added, cash flow return on investment ,dan total shareholder. 5. Traditional Financial Measures Merupakan ukuran finansial tradisional, yang antara lain termasuk : return on equity, return on capital employed, earnings per share, price/eraning ratio, return on sales, assets turnover, overall overheads/sales ratio, profit or sales or added value per employer, output per employee (produktivitas).

30

3.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi Syafruddin dan Hessel (2004) merangkum dari beberapa sumber mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi, sebagai berikut. 1. Tujuan organisasi 2. Budaya organisasi 3. Sumber daya manusia 4. Kepemimpinan 5. Koordinasi 6. Teknologi 7. Raw materials 8. Lingkungan fisik/sarana prasarana 9. Budaya organisasi 10. Struktur organisasi 11. Strategi 12. Sistem Informasi 13. Politik 14. Ekonomi 15. Sosial

Ada beberapa komponen pokok yang dapat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan yaitu : 1. Keuangan (Money) Keuangan berkaitan dengan adanya dukungan modal dalam suatu perusahaan yang berguna untuk memperlancar program peningkatan kinerja. Menurut Iman Suharto (1995), bahwa keuangan dalam suatu perusahaan adalah modal yaitu dana yang disiapkan untuk pendanaan jangka panjang, yang difungsikan untuk membiayai seluruh aktivitas dan kebutuhan perusahaan dalam melakukan suatu pekerjaan dan dalam pengelolaan proses manajemen perusahaan. Sumber pendanaan bagi suatu perusahaan dapat dikelompokkan menjadi :

31

a. Modal sendiri (equity capital), diperoleh melalui penerbitan saham baru atau menahan laba dalam kurun waktu tertentu. b. Modal dari luar, berupa hutang baik jangka pendek maupun jangka panjang. 2. Tenaga kerja (Manpower) Kinerja suatu organisasi sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang ada dalam suatu perusahaan, dengan menilai kemampuan, motivasi, kreatif dan mampu mnegmbangkan inovasi. Syafarudin Alwi (2001) menjelaskan bahwa tenaga kerja merupakan sumber daya manusia yang kompetitif sebagai suatu keunggulan daya saing yang difungsikan untuk mampu mengantisipasi perubahan dan melakukan pengelolaan terhadap perubahan secara cepat sehingga sumber daya manusia pada

manajemen organisasi dapat menentukan tingkat keberhasilan dalam persaingan atau sering disebtu dengan keunggulan kompetitif. 3. Peralatan dan mesin-mesin (Machines) Peralatan merupakan modal lain yang harus dimiliki oleh perusahaan sebagai peningkatan kualitas dan profesionalisme perusahaan yang mengedepankan meningkatkan menunjukkan teknologi kinerja dan sebagai daya kualitas sumbernya saing serta untuk mampu disamping

perusahaan, tingkat

kemampuan

profesionalisme

perusahaan yang dimiliki. Dorodjatun Kuntjoro Jakti (2004), menjelaskan bahwa selain sumber daya manusia, perusahaan harus mampu memiliki object embodied technology (technopower) yang mengacu pada teknologi peralatan, perkakas, fasilitas fisik dan lain-lain sebagai penunjang kegiatan operasional. Disamping itu kesiapan peralatan yang dimiliki akan menunjukkan faktor finansial perusahaan dan menunjang proses

pelaksanaan proyek. Fandy Tjiptono (2003) berpendapat bahwa, teknologi berupa peralatan-peralatan penunjang kinerja merupakan penjelmaan secara fisik dari pengetahuan, dimana teknologi dirancang dengan baik guna memperluas kemampuan manusia untuk meningkatkan daya saing. Produktifitas dan kualitas perusahaan sebagian besar dipacu melalui

32

proses adopsi teknologi yang memberikan dampak positif menuju era globalisasi. Semakin besar dan semakin canggihnya kemampuan teknologi yang dimiliki oleh perusahaan akan menunjukkan tingginya kemampuan sumber daya manusia yang dipakai untuk mengoperasikan peralatan tersebut. 4. Material (Materials) Material merupakan salah satu bagian dari sumber daya perusahaan, yang ketersediaannya dibutuhkan untuk membantu proses pelaksanaan pekerjaan sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan perencanaan. Menurut Asiyanto (2004), kebutuhan material sangat tergantung dari program kerja yang telah disusun perusahaan, keberhasilan suatu hasil pekerjaan dan kualitasnya akan ditentukan oleh ketersediaan material atau stok material perusahaan yang digunakan untuk mendukung dalam proses penyelesaian suatu pekerjaan. 5. Pasar (Market) Pasar dalam suatu dunia usaha berfungsi untuk menghubungkan manajemen suatu organisasi dengan pasar yang bersangkutan melalui sebuah informasi, yang selanjutnya informasi tersebut akan digunakan untuk mengidentifikasi kesempatan dan permasalahan yang berkaitan dengan pasar dan nantinya diharapkan dapat meningkatkan kualitas keputusan-keputusan yang akan diambil. Selain itu menurut Fandy Tjiptono (2004), pasar secara umum mengandung pengertian bahwa pasar adalah permintaan yang dibuat oleh sekelompok pembeli potensial atau individu terhadap barang atau jasa. Keadaan pasar atau tingkat permintaan pasar dalam suatu usaha bisnis akan memberikan peluang yang besar dalam pengembangan usaha, integritas usaha, serta memberikan kesempatan untuk meningkatkan kualitas daya saing perusahaan terhadap produk atau jasa yang mempunyai sumber daya untuk dipasarkan.

33

6. Metode (Methods) Metode sangat berkaitan dengan bagaimana cara mencapai hasil kerja yang maksimal dalam suatu perusahaan, dengan melakukan pengelolaan terhadap sumber daya yang ada untuk mendukung peningkatan kinerja perusahaan. Menurut Iman Suharto (1995), dalam suatu organisasi atau perusahaan dibutuhkan suatu aspek perencanaan dan pengendalian sumber daya untuk memudahkan dalam proses dan pengoperasian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan lebih mudah. Untuk memudahkan perencanaan dan pengelolaan sumber daya perusahaan dibutuhkan suatu sistem yang berbasis teknologi yaitu Sistem Informasi Manajemen (SIM), terdiri dari perangkat keras dan lunak, yang digunakan untuk mendukung operasi unit fungsional dalam struktur perusahaan. Sistem ini merupakan kombinasi personil, kebijakan, prosedur dan sistem (manual atau komputer) yang membantu terlaksananya kegiatan, pengendalian dan kinerja perusahan.

3.5.3 Indikator Kinerja Organisasi Indikator kinerja organisasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan (Bastian, 2001 dalam Syafruddin & Tangkilisan, 2004) yang telah ditetapkan dalam memperhitungkan elemen-elemen indikator berikut ini. 1. Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan dan sebagainya. 2. Indikator keluaran (outputs) yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun non fisik.

34

3. Indikator

hasil

(outcomes)

adalah

segala

sesuatu

yang

mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). 4. Indikator manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. 5. Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan. Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu, dari segi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memberdayakan pekerjanya ; bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pekerja; dan bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pekerja melalui

coaching,mentoring, dan counselling.

4 Analisis dan Interprestasi Data 4.1 Memilih Skala Pengukuran Penyusunan skala pengukuran menurut Suliyanto (2006), dilakukan untuk memudahkan dalam pembuatan skala pengukuran pada kuisioner. Ada beberapa skala pengukuran yang dapat digunakan dalam suatu penelitian diantaranya: 1. Skala Likerts Skala likerts biasanya digunakan untuk mengukur tanggapan atau respons seseorang tentang obyek sosial dan banyak pilihan respons yang digunakan, namun yang paling sering digunakan adalah 5 pilihan respons. 2. Skala Guttman Skala ini digunakan untuk mendapatkan penegasan, yang terdiri dari dua alternatif pilihan jawaban, dimana penelitian menginginkan suatu

35

jawaban yang tegas dari suatu permasalahan yang ditanyakan kepada responden, dengan skala nilai yaitu nilai 0 dan 1. 3. Skala Semantic Diferensial Skala ini digunakan untuk mengukur sikap tidak dalam bentuk pilihan ganda tetapi tersusun dari sebuah garis kontinum dimana nilai yang negative terletak disebelah kiri sedangkan nilai yang sangat positif terletak disebelah kanan. 4. Skala Rating Skala ini biasanya digunakan untuk mentransformasikan data kuantitatif menjadi kualitatif atau mentransformasikan data kualitatif menjadi data kuantitatif. Skala untuk menentukan nilai dari suatu pengukuran instrumen menurut Suliyanto (2006), dapat digunakan satuan nilai pada suatu atribut yang akan diukur, dengan menggunakan beberapa skala yang sesuai bentuk penelitian yang akan dilakukan, diantaranya: 1. Skala Nominal Skala nominal adalah skala yang digunakan untuk memberikan katagori saja, sehingga memiliki tingkatan paling rendah dalam riset. 2. Skala Ordinal Skala ordinal adalah skala pengukuran yang sudah dapat digunakan untuk menyatakan peringkat antar tingkatan, dan memiliki tingkatan lebih tinggi dibandingkan skala nominal karena tidak menyatakan katagori saja tetapi sudah dapat menyatakan peringkat. 3. Skala interval Skala interval merupakan skala pengukuran yang sudah dapat digunakan menyatakan peringkat antar tingkatan, yang memiliki kejelasan jarak antar tingkatan. 4. Skala rasio Skala rasio adalah skala pengukuran yang sudah dapat digunakan untuk menyatakan peringkat antar tingkatan.

36

Untuk memudahkan dalam melakukan pengukuran terhadap kinerja kontraktor, maka dalam penelitian ini skala pengukuran yang dipakai adalah skala Likerts, dengan tingkat pengukuran adalah menggunakan skala ordinal. Langkah langkah dalam penyusunan skala Likerts adalah: a. Menetapkan variabel yang akan diteliti b. Menentukan indikator-indikator yang dapat mengukur variabel yang diteliti. c. Menurunkan indikator tersebut menjadi daftar pertanyaan (kuisioner). Jawaban setiap instrumen yang menggunakan skala Likerts mempunyai gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif, apabila item bernilai positif maka angka terbesar diletakkan pada sangat penting, sedangkan apabila item bernilai negatif maka angka terbesar diletakkan pada sangat tidak penting. Banyak pilihan respons yang digunakan untuk memberikan skala penilaian sehingga dapat mengakibatkan kesulitan dalam membedakan pilihan respons yang satu dengan yang lainnya atau sebaliknya terlalu sedikit sehingga hasilnya kurang baik. Namun pada skala Likerts pilihan respons yang biasanya digunakan adalah 5 pilihan respons untuk mengukur variabel pada instrumen dari penelitian,yaitu: Skala/skor 5 = Sangat penting, 4 = Penting, 3 = Cukup penting, 2 = Kurang penting dan 1 = Tidak penting.

4.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Pengujian validitasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah kuesioner yang dibuat merupakan alat yang tepat untuk mengukur apa yang ingin diukur, dalam hal ini apakah kuesioner sudah cukup dipahami oleh semua responden yang diindikasikan oleh kecilnya jawaban yang tidak terlalu menyimpang dengan rata-rata jawaban responden lain.

37

Pengujian validitas dan reliabilitas juga diperlukan untuk menentukan apakah hasil suatu penelitian valid dan reliabel sehingga informasi yang diterima dapat membantu untuk memecahkan masalah yang sebenarnya. Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui korelasi item pertanyaan satu dengan yang lainnya dengan menggunakan rumus korelasi product moment (Sugiyono,2006).

Dimana : rxy x y n = koefisien korelasi = variabel bebas = variabel terikat = Jumlah sampel

Besar kecilnya hubungan antara dua variabel dinyatakan dalam bilangan yang disebut Koefisien korelasi yang besarnya antara +1 0 -1, dimana besaran koefisien korelasi -1 dan + 1 adalah korelasi yang sempurna sedangkan koefisien korelasi 0 atau mendekati 0 dianggap tidak berhubungan antara dua variabel yang diuji.

Tabel. 4 Pedoman Untuk Memberikan Interprestasi Terhadap Koefisien Korelasi No 1 2 3 4 5 Interval Koefisien 0.00 0.199 0.20 0.399 0.40 0.599 0.60 0.799 0.80 1.000 Tingkat Hubungan Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat

Sumber : Sugiyono, 2006

38

Menurut

Nugroho

(2005)

menilai

kevalidan

masing-masing

butir

pertanyaan dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation masing-masing butir pertanyaan. Suatu pertanyaan dikatakan valid jika nilai r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > dari r-tabel. Untuk pengujian reliabilitas dapat digunakan pendekatan dengan

menggunakan rumus Spearman Brown sebagai berikut :

Dimana : ri = reliabilitas internal rb = nilai korelasi product moment

Kaidah keputusan adalah jika ri hitung > t tabel berarti reliabel dan apabila sebaliknya ri hitung < t tabel berarti tidak reliable. Sugiyono (2006) mengemukakan bahwa reliabilitas pada dasarnya mengandung pengertian sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya jika hasil pengukuran tersebut dilakukan kembali akan memberikan suatu hasil yang relatif sama, oleh karena itu untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen. Untuk menguji reliabilitas suatu daftar pertanyaan dari sebuah variabel penelitian digunakan koefisien Cronbachs Alpha. Besarnya koefisien Cronbachs Alpha menunjukan tingkat reliability daftar pertanyaan tersebut. Menurut Bhuono Agung Nugroho (2005:72) suatu konstruk variabel dikatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbachs Alpha > 0,6 sedangkan menurut Sekaran (1992) dalam Dwi Priyatno (2008:26) dikatakan reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan diatas 0,8 adalah baik.

39

4.3 Pengujian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Untuk pengujian faktor-faktor apa yang memberikan pengaruh terhadap kinerja pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil dipergunakan teknik analisis faktor. Analisis faktor adalah alat yang digunakan untuk mereduksi data yaitu proses meringkas sejumlah variabel menjadi lebih sedikit dan

menamakannya sebagai faktor (Santoso, 2006). Menurut Santoso (2006), tahapan proses analisis faktor yang dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Memilih variabel yang layak untuk dianalisis faktor Tahap pertama pada analisis faktor adalah menilai variabel mana yang layak untuk dimasukan dalam analisis selanjutnya Pengujian dilakukan dengan memasukkan semua variabel yang ada kemudian variabelvariabel tersebut dikenakan sejumlah pengujian. Jika sebuah variabel mempunyai kecendrungan mengelompok dan membentuk kelompok faktor, maka variabel tersebut akan mempunyai korelasi yang cukup tinggi dengan variabel lain (Santoso,2004). Beberapa pengukuran yang dapat dilakukan antara lain dengan memperhatikan nilai KMO (Kaiser- Meyer-Olkin) dan nilai MSA (Measures of Sampling Adequacy). a. Nilai KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) Untuk menguji kesesuaian analisis faktor maka digunakan nilai KMO, nilai tersebut harus lebih besar dari 0,50 dengan signifikan < 0,05 memberikan indikasi bahwa korelasi diantara pasangan-pasangan variable dapat dijelaskan oleh variabel lainnya sehingga analisis faktor layak digunakan. Nilai KMO yang lebih kecil dari 0,5 memberikan indikasi bahwa korelasi diantara pasangan-pasangan variabel tidak dapat dijelaskan oleh variabel lainnya sehingga faktor tidak layak digunakan (Hair, 1998).

40

Sebagai alat ukur jika nilai MSA (Measures of Sampling Adequacy) dapat digunakan untuk persyaratan ini, yaitu nilai MSA dari masingmasing variabel harus lebih besar dari 0,5. b. Nilai MSA (Measures of Sampling Adequacy) adalah untuk menentukan apakah proses pengambilan sampel telah memadai atau tidak (Wibisono, 2000). Nilai MSA berkisar 0 sampai I dengan kreteria ( Santoso, 2004) : (l). MSA = I , variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain. (2). MSA > 0,5 variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut. (3). MSA < 0,5 variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut atau dikeluarkan. 2. Susunan Ekstraksi Variabel. Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ekstraksi variabel menjadi beberapa kelompok faktor, dengan menggunakan metode PCA (Principal Component Analysis). Penentuan terbentuknya jumlah faktor dilakukan dengan melihat nilai eigen yang menyatakan kepentingan relatif masing-masing factor dalam menghitung varian dari variabel- variabel yang dianalisis. Nilai eigen (eigen value) dibawah I tidak dapat digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk (Santoso,2004). Setiap kelompok faktor memiliki kemampuan untuk menjelaskan keragaman total yang berbeda-beda Kelompok faktor pertama memiliki kemampuan menjelaskan yang lebih tinggi dari pada kelompok factor kedua dan seterusnya (Wibisono,2000). Atau dengan kata lain, faktor-faktor yang diekstrasi ( exstracted) sedemikim rupa, menerangkan bahwa faktor pertama menyumbang terbesar terhadap seluruh varian dari seluruh variabel asli, factor kedua menyumbang terbesar kedua, dan begitu seterusnya. ( Supranto,2000).

41

3. Rotasi Kelompok Faktor Setelah diketahui jumlah kelompok faktor yang terbentuk, maka tabel matriks komponen akan menunjukkan distribusi variabel-variabel pada sejumlah kelompok faktor yang terbentuk. Angka-angka pada kelompok faktor tersebut disebut loading factor yang menunjukkan korelasi antara variabel dan kelompok faktor. Suatu variabel akan masuk kesuatu kelompok faktor berdasarkan loading factor terbesar yang dimiliki yang dapat dilihat pada komponen ( component matrixs) yang dihasilkan. Tetapi pada beberapa kasus, faktor loading yang dihasilkan pada matrik komponen masih kurang jelas dalam menggambarkan perbedaan diantara kelompok faktor yang ada. Sehingga untuk memperjelas dilakukan proses rotasi, yang menghasilkan matriks komponen rotasi (Rotated Component Matrixs). 4. Menamakan Faktor Setelah terbentuk kelompok faktor, maka proses dilanjutkan dengan memberikan nama terhadap kelompok faktor tersebut. Tidak ada aturan khusus dalam penamaan ini, hanya saja penamaan dari suatu faktor hendaknya mencerminkan variabel-variabel yang tergabung atau

terbentuk didalamnya.

4.4. Pengujian Hubungan Karakteristik dengan Kinerja Hubungan karakteristik dengan kinerja merupakan hubungan dua variable yang saling terkait dan dapat saling mempengaruhi, oleh karena itu untuk mengetahui hubungan antar dua variabel tersebut dapat dilakukan suatu pengujian menggunakan korelasi product moment atau dengan analisis regresi. Menurut Sugyono (2006), korelasi produk moment merupakan suatu teknik korelasi yang digunakan untuk mencari hubungan dan pembuktian hipotesis hubungan dua variabel. Untuk mendapatkan nilai hubungan kedua variabel tersebut atau nilai koefisien korelasi sampel dapat digunakan rumus paling sederhana yang dapat digunakan menghitung

42

koefisien korelasi berupa pendekatan koefisien korelasi dua variabel seperti dibawah ini :

Dimana : rxy x y = koefisien korelasi antara variabel x dengan y = deviasi rata-rata variabel x = (xi - x ) = deviasi rata-rata variabel y = (yi y)

Pengujian signifikan koefisien korelasi dapat juga menggunakan tabel dengan kesalahan dalam perhitungan sampel (0,05), yang selanjutnya apabila hasil perhitungan diperoleh hasil dengan korelasi positif atau harga t hitung untuk kesalahan 5% uji dua pihak dan derajat kebebasan (dk) : 11- 2 lebih besar dari t tabel, maka dapat dikatakan hubungan antara karakteristik dengan kineria memiliki hubungan yang sangat kuat sehingga untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi tersebut maka dapat berpedoman table interpretasi nilai r. (tabel 4). Korelasi dan regresi keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat, dimana setiap regresi pasti ada korelasinya tetapi korelasi belum tentu dilanjutkan dengan regresi. Korelasi yang tidak dilanjutkan dengan regresi adalah korelasi antara dua variabel yang tidak mempunyai hubungan sebab akibat, atau hubungan fungsional. Analisis regresi secara umurn digunakan untuk mengetahui bagaimana variabel dependen/kriteria dapat diprediksikan melalui variabel independen atau pedikator, sehingga akan dapat diputuskan apakah naik dan menurunnya variable dependen dapat dilakukan melalui menaikkan dan menurunkan keadaan variable

independen, hal itu dapat dilakukan dengan dua jenis regresi yaitu :

43

1. Analisis Regresi Linier Sederhana Secara umum analisis regresi linier sederhana digunakan untuk menganalisis satu variabel dependen dengan satu variabel independen. Persamaan umum analisis regresi linier sederhana adalah:

Dimana: Y' a b = subyek dalam variabel yang diprediksikan = harga Y' bila X = 0 (harga konstan) = angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variable independen. X = subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.

2. Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda yaitu didasarkan pada hubungan fungsionalnya, dimana mempunyai lebih dari satu variabel bebas ( X ) terhadap variabel terikat ( Y ). Persamaan umurn dari analisis regresi linier berganda adalah : Y' : a + b1X1 + b2X2+ b3X3 + b4X4+ ......+ bnXn (5)

dimana: Y' = subyek dalam variabel yang diprediksikan

b1,b2 b3, b4,... ... bn = koefisien regresi X1,X2,X3,X4......Xn = variabel bebas