22
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah dan TPA Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Sampah merupakan sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan- perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, karena pengolahan, maupun karena sudah tidak memberikan manfaat dari segi sosial ekonomi serta dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup (Soemirat, 1999). Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Banyak sampah organik masih mungkin digunakan kembali/pendaurulangan (re-using), walaupun akhirnya akan tetap merupakan bahan/material yang tidak dapat digunakan kembali (Sastrawijaya, 2000). Kusnoputranto, (2000), menyatakan bahwa sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktifitas manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi dan dibuang dengan cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia. Sampah bisa didefinisikan sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi 9 Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah dan TPArepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45187/4/Chapter II.pdf · terjadi dengan sendirinya. ... lingkungan, apakah itu strata perairan,

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampah dan TPA

Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan

limbah padat. Sampah merupakan sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-

perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, karena pengolahan, maupun

karena sudah tidak memberikan manfaat dari segi sosial ekonomi serta dapat

menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup (Soemirat,

1999).

Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai,

tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak

terjadi dengan sendirinya. Banyak sampah organik masih mungkin digunakan

kembali/pendaurulangan (re-using), walaupun akhirnya akan tetap merupakan

bahan/material yang tidak dapat digunakan kembali (Sastrawijaya, 2000).

Kusnoputranto, (2000), menyatakan bahwa sampah adalah sesuatu bahan

atau benda padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktifitas manusia yang

tidak dipakai lagi, tidak disenangi dan dibuang dengan cara-cara saniter kecuali

buangan yang berasal dari tubuh manusia.

Sampah bisa didefinisikan sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak

dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam

kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat membuat batasan,

sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi

9

Universitas Sumatera Utara

atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi

dengan sendirinya. Untuk pengelolaan sampah agar tidak menimbulkan dampak

terhadap lingkungan dan kesehatan, maka sampah harus dikelola oleh suatu

likaso/badan yang disebut TPA (Kusnoputranto,2000).

Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah merupakan suatu tempat

pembuangan sampah bagi penduduk kota. Setiap hari berbagai jenis sampah

penduduk diangkut dari bak-bak sampah yang terdapat di kota, kemudian ditumpuk

di TPA. Beberapa bahan organik yang ada di TPA sampah yang bersifat mudah urai

(biodegradable) umumnya tidak stabil dan cepat menjadi busuk karena mengalami

proses degradasi menghasilkan zat-zat hara, zat-zat kimia toksik dan bahan-bahan

organik sederhana, selanjutnya akan menimbulkan bau yang menyengat dan

mengganggu (Pascucci, 2011). Sampah elektronik yang dibuang ke TPA

menghasilkan lindi yang mengandung berbagai macam logam berat terutama

kromium, merkuri, timbal dan kadmium (Pichtel, 2005).

Masalah lain yang ada di TPA adalah adanya lindi sampah. Lindi sering

terkumpul pada lahan TPA dan mengandung berbagai turunan senyawa kimia dari

pelarutan sampah dan hasil reaksi kimia dan biokimia yang terjadi di TPA

(Hadiwidodo, 2012). Keberadaan air lindi di TPA dapat menyebabkan pencemaran

air tanah. Pembentukan air lindi disebabkan oleh terjadinya presipitasi cairan ke TPA,

baik dari resapan air hujan maupun kandungan air pada sampah itu sendiri (Bali,

2013).

2.2 Air Lindi

Universitas Sumatera Utara

Lindi adalah cairan yang meresap melalui sampah yang mengandung unsur-

unsur terlarut dan tersuspensi atau cairan yang melewati landfill dan bercampur

dengan zat-zat atau materi yang ada dalam tempat penimbunan tersebut. Cairan

dalam landfill merupakan hasil dari dekomposisi sampah dan cairan yang masuk ke

tempat pembuangan seperti aliran atau drainase permukaan, air hujan dan air tanah

(Tchobanoglous, 1993). Brown (1996) menyatakan, lindi merupakan air yang

terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak sekali senyawa yang ada

sehingga memiliki kandungan pencemar khususnya zat organik yang sangat tinggi.

Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air, baik air tanah maupun

permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik.

Lindi terbentuk di setiap lokasi pembuangan sampah. Pembentukan lindi

terjadi dari interaksi hasil dari infiltrasi dan perkolasi (perembesan air dalam tanah)

dari air hujan, air tanah, air limpasan atau air banjir yang menuju dan melalui lokasi

pembuangan sampah (Timothy, 1998).

Lindi memiliki karakteristik tertentu, hal ini disebabkan limbah yang

dibuang pada lokasi pembuangan sampah berasal dari berbagai sumber yang berbeda

dengan tipe limbah yang berbeda pula. Menurut Bahri dan Masduki (2000),

komposisi lindi tidak hanya dipengaruhi oleh karakteristik sampah (organik,

anorganik), tetapi juga mudah tidaknya penguraian (larut/tidak larut), kondisi

tumpukan sampah (suhu, pH, kelembaban, umur), karakteristik sumber air (kuantitas

dan kualitas air yang dipengaruhi iklim dan hidrogeologi), komposisi tanah penutup,

ketersediaan nutrient dan mikroba, serta kehadiran inhibitor.

Universitas Sumatera Utara

Umur tumpukan sampah mempengaruhi kualitas lindi dan gas yang

terbentuk. Perubahan kualitas lindi dan gas menjadi parameter utama untuk

mengetahui tingkat stabilisasi tumpukan sampah. Selain itu iklim juga merupakan

faktor penting yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas lindi. Hujan menjadi fase

transport untuk pencucian dan migrasi kontaminan dari tumpukan sampah dan

memberikan kelembaban yang dibutuhkan untuk aktivitas biologis pada tumpukan

sampah (Timothy, 1998).

Lindi berasal dari proses perkolasi/percampuran (umumnya dari air hujan

yang masuk kedalam tumpukan sampah), sehingga bahan-bahan terlarut dari sampah

akan terekstraksi atau berbaur. Cairan ini harus diolah dari suatu unit pengolahan

aerobik atau anaerobik sebelum dibuang ke lingkungan. Tingginya kadar COD dan

ammonia pada air lindi (bisa mencapai ribuan mg/L), sehingga pengolahan air lindi

tidak boleh dilakukan sembarangan. Lindi yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan

limbah, jika tidak diolah akan mencemarkan sungai, laut dan air tanah. Kandungan air

lindi yang dihasilkan dari tempat penimbunan mengandung sejumlah bahan

berbahaya seperti; logam berat, komponen inorganic, komponen BTEX (bezene,

toluene, ethyl benzene, dan xylen), dan Komponen Halogenated Hydrocarbon

(Suhendrayatna, 2006).

Lindi yang bersifat toksik perlu dikendalikan secara baik, untuk menghindari

kontaminasi air tanah serta efeknya terhadap menurunnya kualitas air sumur gali di

sekitarnya. Kontaminasi sering terjadi lebih cepat jika TPA sampah terletak di atas

kantong air, porositas tanah tinggi dan teksturnya berpasir, maka hal ini baik

Universitas Sumatera Utara

kontaminasi kimia maupun biologi akan cepat terjadi terhadap kantong air tersebut.

Bahan pencemar kimia umumnya mengalami proses perpindahan lebih cepat daripada

pencemar-pencemar lainnya. Konsentrasi logam yang terdapat dalam lindi pada

landfill dapat dilihat pada tabel berikut (Suhendrayatna, 2006) :

Tabel 2.1. Konsentrasi Lindi Rata-rata pada Landfill

Logam Konsentrasi Logam (mg/L) Cd Ni Zn Cu Pb Cr

0,0002 0,05 2,2 0,04 0,02 0,02

Beberapa bahan pencemar yang terdapat dalam lindi seperti BOD, COD,

bahan anorganik dan bakteri patogen. Keberadaan bahan organik yang tinggi dalam

lingkungan perairan dapat menimbulkan masalah berupa bau, warna dan rasa. Dalam

suasana anaerobic (kekurangan oksigen), degradasi bahan organik dapat

menghasilkan gas-gas (NH3, H2S dan CH4) yang menyebabkan bau (Sastrawijaya,

2000).

Beberapa hara tanaman, baik berupa hara makro seperti: nitrat (NO3-),

amonium (diindikasikasikan oleh NH3), phosfat (PO43-), kalium (K), kalsium (Ca),

magnesium (Mg) dan Sulfat (SO42-); hara mikro seperti : besi (Fe), mangan (Mn),

tembaga (Cu) dan seng (Zn) ditemukan di dalam lindi. Sedangkan bakteri patogen

yang umumnya diindikasikan oleh nilai E. coli juga terdapat pada lindi.

Air hujan yang masuk ke dalam timbunan sampah akan mempercepat

terjadinya proses dekomposisi sehingga air lindi mengandung komponen organik

Universitas Sumatera Utara

terlarut, komponen anorganik dan logam berat seperti kromium, magnesium, mangan,

seng dan nitrat (Pichtel, 2005). Adanya senyawa-senyawa anorganik seperti logam

berat kromium yang terlarut menyebabkan air lindi berpotensi sebagai pencemaran

lingkungan.

2.3 Logam Kromium

2.3.1 Karakteristik dan Sifat Kromium

Logam kromium adalah unsur yang memiliki nomor atom (NA=24) serta

memiliki massa molekul relatif (MR=51,6691). Logam kromium diberikan simbol

kimia Cr yang merupakan singkatan yang berasal dari bahasa Yunani dari kata

chroma yang berarti warna, karena banyak warna yang dihasilkan dari logam tersebut

(Widowati dkk, 2008).

Kromium (Cr) mempunyai konfigurasi elektron [Ar] 3d54s

1, sangat keras,

Memiliki titik didih 2671oC dan memiliki titik lebur 2403

oC. Bilangan oksidasi yang

terpenting adalah +2, +3 dan +6. jika dalam keadaan murni melarut dengan lambat

sekali dalam asam encer membentuk garam kromium (II) (Palar 2008). Cr dalam

larutan tanah diserap oleh akar melalui pengangkutan yang digunakan untuk

penyerapan logam penting untuk metabolisme tanaman. Pengaruh Cr pada tanaman

adalah gejala klorosis pada daun dan penurunan pertumbuhan akar, polusi kromium

disebabkan oleh erosi badan dari automobile dan exstensive road marking oleh cat

kromat timbal kuning dan beberapa aktifitas industri (Puspita dkk, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Secara alamiah kromium merupakan elemen yang ditemukan dalam

konsentrasi yang rendah di batuan, hewan, tanah, debu vulkanik dan juga gas.

Kromium yang terdapat di alam dalam bentuk senyawa yang berbeda. Bentuk yang

paling umum adalah kromium (0), kromium (III), dan kromium (IV) (Palar, 2008).

Logam Cr seperti halnya kadmium (Cd) dalam tanah dapat berubah

konsentrasinya karena proses oksidasi atau reduksi, terlarut dalam larutan tanah,

teradsorbsi pada permukaan mineral tanah atau partikel organik, terkompleksasi oleh

senyawa organik, atau terpresipitasi sebagai komponen yang tidak larut. Logam Cr

(III) secara alami terbentuk di alam, sedangkan Cr (0) dan Cr (VI) pada umumnya

berasal dari industri (Widowati dkk, 2008).

Faktor yang mempengaruhi keberadaan dan status Cr dalam tanah yaitu :

a. pH, karena mempengaruhi kelarutan dan laju reduksi oksidasi dan

mempengaruhi valensi ion dalam larutan tanah.

b. Keberadaan elektron donor atau elektron penerima. Jumlah asam organik

seperti asam sitrat dan asam asetat dalam tanah yang dapat mengikar Cr

dalam proses chelation, atau sebagai elektron donor bagi Cr (VI).

Kondisi aerob, pH, dan potensial redoks yang rendah membuat Cr akan

berada dalam kondisi trivalent yaitu Cr (III), logam Cr (VI) selain bersifat

karsinogenik, logam tersebut juga sangat beracun dan korosif serta iritan terhadap

kulit dan selaput lendir.

2.3.2 Sumber Kromium di Lingkungan

Universitas Sumatera Utara

Logam kromium dapat masuk ke dalam semua strata (tingkat) lingkungan,

apakah itu strata perairan, tanah ataupun udara (lapisan atmosfer). Kromium yang

masuk ke dalam lingkungan dapat datang dari bermacam-macam sumber, tetapi

sumber-sumber masuknya logam kromium yang umum dan diduga paling banyak

adalah dari kegiatan-kegiatan perindustrian, kegiatan rumah tangga dan dari

pembakaran (Palar, 2008).

Kromium masuk ke tanah melalui dua cara yaitu secara alamiah dan non

alamiah. Masuknya kromium secara alamiah dapat disebabkan oleh beberapa faktor

fisika, seperti erosi atau pengikisan yang terjadi pada batuan mineral. Di samping itu

debu-debu dan partikel-partikel kromium yang di udara akan dibawa turun oleh air

hujan. Kromium yang masuk secara non alamiah merupakan hasil dari aktivitas

manusia berupa limbah atau buangan industri sampai buangan rumah tangga (Palar,

2008).

Beberapa logam yang sering dijumpai dalam lindi adalah Cu, Zn, Mn, Fe yang

merupakan hara mikro essensial dan Pb, Cd, Cr yang merupakan hara mikro non

essensial bagi tanaman. Logam-logam tersebut dapat mengendap pada pH tertentu

atau setelah mengalami oksidasi (Brown, 1996).

Polusi lingkungan oleh racun logam berat terjadi secara global melalui proses

industri, proses pertanian, dan pembuangan limbah. Kromium merupakan salah satu

logam berat yang paling berbahaya dalam lingkungan, karena dengan levelnya yang

tinggi akan berbahaya terhadap kehidupan organisme. Cr tidak dapat dengan mudah

didegradasi dan biasanya membutuhkan proses yang sesuai untuk membersihkannya

Universitas Sumatera Utara

dari lingkungan (Buyong dkk, 2007). Cr masuk ke lingkungan melalui udara, air, dan

tanah yang pada akhirnya masuk ke dalam ikatan melalui air yang terkontaminasi.

Dampak dari hasil kegiatan manusia yang menyebabkan pencemaran logam di

lingkungan alam sangat bervariasi (Palar, 2008), seperti berikut ini :

a. Limbah rumah tangga dan aliran kota

Penggunaan detergen yang sudah sangat meluas di kalangan masyarakat kota

maupun desa dapat mengakibatkan limbah yang mengandung Cr, Fe, Mn, Ni,

Cu, Zn. Sedangkan air limbah dari jalan, transportasi dan penimbunan sampah

di perkotaan banyak mengandung Cu, Cr, Pb, Fe, Hg. Komposisi logam dalam

aliran kota tergantung dari rencana perkotaan, keadaan lalu lintas, konstruksi

jalan dan penggunaan tanah.

b. Limbah industri

Sumber pencemaran kromium ke lingkungan berasal dari industri cat, industri

tekstil, dan industri pelapisan logam. Pemanfaatan kromium untuk memberi

warna cemerlang pada perkakas dari logam. Selain itu kromium juga

terkandung dalam air limbah industri penyamakan kulit dan kerajinan kulit

(Widowati dkk, 2008). Penyamakan kulit secara konvensional menghasilkan

limbah cair dengan kadar krom : 1500 – 3000 ppm, sedangkan penyamakan

kulit dengan teknik yang lebih maju menghasilkan limbah cair dengan kadar

krom : 500 – 1000 ppm.

2.3.3 Dampak Kromium terhadap Manusia

Universitas Sumatera Utara

Kromium valensi III dalam jumlah kecil tergolong mineral penting yang

dibutuhkan manusia yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus dipenuhi

dari makanan sehari-hari. Zat ini diperlukan hampir semua jaringan tubuh manusia,

termasuk kulit, otak, otot, limpa dan ginjal. Kromium berperan mengendalikan

metabolisme insulin yang mengontrol kadar gula darah, membantu proses pencernaan

protein dan lemak, menurunkan kadar trigliserid dan kolesterol darah (Mukono,

2002).

Keracunan tubuh manusia oleh kromium, dapat berakibat buruk terhadap

saluran pernafasan, kulit, pembuluh darah dan ginjal. Efek kromium terhadap saluran

pernafasan (Respiratory system effects), berupa kanker paru dan ulkus

kronis/perforasi pada spektrum nasal. Pada kulit (skin effects), berupa ulkus kronis

pada permukaan kulit. Pada pembuluh darah (Vascular effects), berupa penebalan

oleh plag pada pembuluh aorta (Atherosclerotic aortic plaque). Sedangkan pada

ginjal (Kidney effects), kelainan berupa nekrosis tubulus ginjal (Widowati dkk, 2008).

Senyawa kromium (VI) yang masuk ke dalam tubuh akan ikut dalam proses

fisiologis atau metabolisme tubuh. Senyawa yang mempunyai berat molekul rendah

terdapat dalam sel darah dapat melarutkan kromium dan ikut terbawa ke seluruh

tubuh bersama peredaran darah. Ion-ion Cr 6+ dalam proses metabolisme tubuh akan

menghambat kerja dari enzim benzopiren hidroksilase sehingga dapat mengakibatkan

perubahan dalam kemampuan pertumbuhan sel, sehingga sel-sel menjadi tumbuh

secara liar dan tidak terkontrol, atau yang disebut dengan istilah kanker (Palar, 2008).

Dampak kesehatan terhadap pemajanan kromium antara lain :

Universitas Sumatera Utara

a. Efek Fisiologi : krom (III) merupakan unsur penting dalam makanan yang

mempunyai fungsi menjaga agar metabolisme glukosa, lemak, dan kolesterol

berjalan normal. Data kebutuhan krom perhari diperkirakan sekitar 50-200 µgr/hr.

jarang terjadi defisiensi krom, bila kebanyakan terjadi pada penderita diabetes,

malnutrisi dan mereka yang mendapat makanan melalui parenteral. Faktor utama

terjadinya toksisitas dari krom adalah “oxidation state” dan daya larutnya. Krom

(VI) mudah menembus membran sel dan akan terjadi reduksi di dalamnya. Organ

utama yang terserang karena krom adalah terhisap oleh paru-paru, organ lain yang

bisa terserang adalah ginjal, liver, kulit dan sistem imunitas.

b. Efek Pada Kulit : Asam kromik, dikromat dan kromium VI selain iritan kuat juga

korosif. Letak luka biasa di akar kuku, persendian dan selaput antara jari, bagian

belakang tangan dan lengan. Karakteristik luka karena krom mula-mula melepuh

(papulae) kemudian terbentuk luka dengan tepi yang meninggi dan keras.

Penyembuhan luka lambat, bisa beberapa bulan dan luka tidak sakit diduga ada

gangguan syaraf perifer. Dermatitis alergi dengan eksim pernah dilaporkan terjadi

pada pekerja percetakan, semen, metal, pelukis dan penyamak kulit. Diperkirakan

bahwa krom (III) protein kompleks yang bertanggungjawab atas terjadinya reaksi

alergi.

c. Efek pada pernafasan : Efek iritasi paru-paru terjadi pada pemajanan (menghirup

debu kromium) dalam jangka panjang dan mempunyai efek terhadap iritasi kronis,

penyumbatan dan hiperemia, renitis kronis, polip, trakheabronkhitis dan paringitis

kronis.

Universitas Sumatera Utara

d. Efek pada ginjal : Gangguan pada ginjal terjadi setelah menghirup dan menelan

kromium. Kenaikan kadar Beta-2 mikroglobulin dalam urin merupakan indikator

adanya kerusakan tubulus. Urinary treshold untuk efek nefrotik diperkirakan 15

µg/gram kreatinin.

e. Efek pada hati : Pemajanan akut kromium dapat menyebabkan nekrosis hepar. Bila

terjadi 20% tubuh tersiram asam kromat akan mengakibatkan kerusakan berat

hepar dan terjadi kegagalan ginjal akut.

f. Efek karsinogenik : kromium (VI) sebagai penyebab kanker paru, sedangkan

kromium (III) tidak. Kanker paru timbul 20 tahun setelah terpajan kromium

dengan jangka waktu pemajanan sekitar 2 tahun.

Logam kromium yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami proses

metabolisme. Tubuh merubah komposisi zat kimia yang masuk ke tubuh sehingga

menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang ke luar tubuh. Zat kimia tersebut

menjalani biotransformasi yang merupakan salah satu fungsi penting hati yang dapat

mendetoksifikasi dan menyederhanakan suatu zat sehingga lebih mudah

diekskresikan melalui paru-paru, eksokrin, kulit dan traktus intestinal (Widyastuti dan

Ester, 2002).

Untuk menetralisir radikal bebas yang terbentuk, tubuh memerlukan

antioksidan. Zat antioksidan dapat disediakan oleh tubuh kita dan adakalanya

diperoleh dari luar tubuh melalui makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Vitamin E

adalah salah satu antioksidan yang terbaik dibandingkan antioksidan lainnya

(Khomsan dan Anwar, 2008). Sifat antioksidan vitamin E memberikan proteksi

Universitas Sumatera Utara

terhadap gangguan respon imun tubuh melalui pemusnahan radikal bebas.

Antioksidan itu bekerja menangkap radikal hidroksil, mengikat ion logam katalisator,

dan melakukan dekomposisi produk utama menjadi senyawa non radikal (Anwar dan

Khomsan, 2009).

2.3.4 Dampak Kromium terhadap Lingkungan

Kromium relatif stabil di udara dan air, tetapi setelah kontak dengan biota, air,

udara dan tanah, akan berubah menjadi bentuk kromium trivalen (Widowati dkk,

2008). Kromium di alam berada dalam bentuk senyawa-senyawa : kromik sulfat,

kromik oksida, kromik klorida, kromik trivalen, kalsium kromat, timbal kromat,

kalium dikromat, natrium dikromat, seng kromat. Senyawa kromium masing-masing

mempunyai peranan yang berbeda di lingkungan dan efek yang berbeda pula terhadap

kesehatan manusia sesuai dengan bilangan oksidasinya. Akinci dan Akinci (2010)

menyatakan kisaran normal kromium di alam mulai dari 10 hingga 50 mg/kg.

Kandungan kromium dalam sayuran sekitar 30 ppm, sedangkan pada buah-buahan

sekitar 20 ppm.

Kromium yang berada di perairan dapat menyebabkan penurunan kualitas air

serta membahayakan lingkungan dan organisme akuatik (Susanti dan Henny, 2008).

Dampak yang ditimbulkan bagi organisme akuatik yaitu terganggunya metabolisme

tubuh akibat terhalangnya kerja enzim dalam proses fisiologis. Kromium dapat

menumpuk dalam tubuh dan bersifat kronis yang akhirnya mengakibatkan kematian

organisme akuatik (Palar, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Logam berat dalam keadaan bebas dapat bersifat racun dan dapat terserap oleh

tanaman, sedangkan dalam bentuk tidak bebas dapat berikatan dengan unsur hara,

bahan organik maupun an organik lainnya. Logam berat dapat mempengaruhi

ketersediaan hara tanaman juga dapat mengkontaminasi hasil tanaman. Jika logam

berat memasuki lingkungan tanah, maka akan terjadi keseimbangan dalam tanah,

kemudian akan terserap oleh tanaman melalui akar, dan selanjutnya akan terdistribusi

ke bagian tanaman lainnya (Palar,2008).

Kontaminasi oleh kromium menjadi perhatian serius karena dapat mencemari

tanah maupun air tanah serta dapat menyebar ke daerah sekitarnya melalui air dan

terakumulasi oleh tumbuhan (Wise dan Trantolo, 2000). Upaya pemulihan perlu

dilakukan agar tanah yang tercemar dapat digunakan kembali dengan aman. Salah

satu metode yang aplikatif dan diharapkan mampu menangani masalah pencemaran

logam berat pada tanah adalah fitoremediasi (Mangkoedihardjo, 2010).

2.4 Fitoremediasi

Fito berasal dari kata Yunani phyton yang berarti tumbuhan/tanaman,

remediation asal kata Latin remediare yaitu memperbaiki, menyembuhkan atau

membersihkan sesuatu. Berdasarkan hal tersebut phytoremediasi (phytoremediation)

dapat diartikan suatu sistem di mana tanaman tertentu yang bekerjasama dengan

micro-organisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat kontaminan

(pencemar/polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang

berguna secara ekonomi (Moenir, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Cunningham dalam Siregar dan Siregar (2010) fitoremediasi adalah

penggunaan tanaman dan mikroorganisme terkait, untuk mendegradasi, menyerap

atau membuat kontaminan pada tanah dan/atau air tanah menjadi tidak berbahaya.

Pada dasarnya fitoremediasi memanfaatkan inisiatif manusia untuk mempercepat

proses peluruhan secara alamiah sebuah area yang terkontaminasi. Teknik

fitoremediasi adalah teknologi pembersihan zat polutan dari badan air yang telah

tercemar dengan menggunakan tanaman. Teknologi ini mudah dan murah serta

memberikan efek negatif yang kecil bagi kesehatan (Khiatuddin, 2003).

Proses yang terjadi pada fitoremediasi berlangsung secara alami dengan enam

tahap proses yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan yang berada di

sekitarnya, prosesnya antara lain (Siregar dan Siregar, 2010) :

a. Fitoekstraksi adalah suatu proses penyerapan kontaminan melalui akar

tanaman dan ditranslokasikan di dalam tubuh tanaman. Kontaminan biasanya

dibersihkan dengan cara memanen tanaman tersebut.

b. Rhizofiltrasi adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh

akar untuk menempel pada akar. Eksudat dari akar tanaman dapat

menyebabkan pengendapan beberapa logam.

c. Fitostabilisasi didefinisikan sebagai imobilisasi dari kontaminan dalam tanah

melalui penyerapan dan akumulasi oleh akar serta penggunaan tanaman dan

akar tanaman untuk mencegah migrasi kontaminan melalui angin, erosi air,

pencucian dan dispersi tanah.

Universitas Sumatera Utara

d. Rhizodegradasi adalah penguraian kontaminan organik dalam tanah melalui

aktivitas mikroba yang berada di sekitar akar tumbuhan, misalnya ragi, fungi

dan bakteri.

e. Fitodegradasi (fitotransformasi) adalah penguraian kontaminan yang diambil

oleh tanaman melalui proses metabolisme dalam tanaman, atau penguraian

kontaminan di luar tanaman melalui pengaruh senyawa (seperti enzim) yang

diproduksi oleh tanaman.

f. Fitovolatilisasi adalah pengambilan dan transpirasi kontaminan oleh tanaman,

dengan pelepasan kontaminan atau bentuk modifikasi dari kontaminan ke

atmosfer dari tanaman, melalui penyerapan kontaminan, metabolisme

tanaman, dan transpirasi tanaman.

Tanaman hiperakumulator adalah tanaman yang mempunyai kemampuan

untuk menyerap dan kemudian mengkonsentrasikan logam di dalam biomassanya

dalam kadar yang luar biasa tinggi namun tidak mengganggu kehidupannya.

Tanaman ini dapat mengakumulasi lebih dari 10 ppm Hg, 100 ppm Cd, 1000 ppm

Co, Cr, Cu, dan Pb, 10.000 ppm Ni dan Zn (Aiyen, 2005).

Pillon-Smits (2003) mengemukakan ciri-ciri tumbuhan yang digunakan pada

proses fitoremediasi adalah sebagai berikut :

a. Tumbuh secara cepat

b. Mempunyai biomassa yang tinggi

c. Bersifat kompetitif, kuat dan sangat toleran pada polutan

Universitas Sumatera Utara

d. Mempunyai level yang tinggi dalam pengambilan nutrisi, translokasi dan

akumulasi pada jaringan.

Beberapa jenis tumbuhan hiperakumulator yang telah diteliti seperti Thlaspi,

Pteris vittata dan Brassica (Brooks, 1998). Selain itu ada pula tumbuhan yang dapat

dijadikan hiperakumulator yaitu yang termasuk famili : Brassicaceae, Lamiaceae,

Scrophulariaceae, Cyperaceae, Poaceae, Typhaceae, Apocynaceae, Euphorbiaceae,

Flacourtiaceae, Fabaceae dan Violaceae (Dhir, 2013).

Pada mekanisme fitoremediasi, perpindahan zat dari tanah ke dalam

tumbuhan dapat mengakumulasi zat dalam tumbuhan. Potensi akumulasi zat dalam

tumbuhan dapat diprediksi dari bioaccumulation factor (BAF). BAF merupakan

kemampuan tanaman untuk mengakumulasi logam berat tertentu sebagai tanggapan

terhadap kandungan logam tersebut di dalam suatu substrat. Pada tanah yang

terkontaminasi oleh banyak pencemar, BAF mempunyai arti yang sangat penting.

Apabila nilai BAF rendah maka dapat dijadikan petunjuk bahwa pencemar

mengalami transformasi dalam tumbuhan atau lepas ke udara mengikuti aliran

transpirasi. Namun jika nilai BAF tinggi maka pencemar dapat diindikasikan telah

terakumulasi ke dalam tumbuhan (Mangkoedihardjo, 2010).

Faktor bioakumulasi diperoleh dengan membandingkan kandungan logam di

dalam tanaman dengan kandungan logam di dalam tanah/media. Nilai BAF > 1 dapat

disebut fitoremediator (Marques dkk, 2009).

2.5 Jenis Tumbuhan

Universitas Sumatera Utara

Banyak tanaman yang telah diuji pada lahan basah, namun hasilnya

menunjukkan bahwa tanaman air Typha latifolia, Typha angustifolia, Phalaris

arundinacea, Phragmintes australis dan beberapa jenis spesies Bulrush adalah

tanaman yang paling baik untuk ditanami pada lahan basah. Tumbuhan-tumbuhan

tersebut terbukti mudah ditanam dan ditangani sehingga tidak memerlukan terlalu

banyak biaya serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap perubahan cuaca dan

kondisi lingkungan (Dhir, 2013).

Jenis tanaman air yang mempunyai kemampuan untuk mengurangi logam

berat di dalam air seperti Eichhornia crassipes dan Hydrocotyle umbellata l. (Buyong

dkk, 2007), namun tumbuhan ini masih memiliki keterbatasan dalam kemampuan

akumulasinya. Tumbuhan lain adalah Typha latifolia yang merupakan tumbuhan

yang dapat hidup pada kondisi wetland. Tumbuhan ini dapat digolongkan kepada

jenis tumbuhan hiperakumulator. Kemampuan tumbuhan Typha latifolia dalam

menyerap logam berat besar, menjadikan tumbuhan ini digunakan sebagai alternatif

dalam menyerap limbah logam (Moenir, 2010)

2.5.1 Purun (Typha latifolia)

Typha latifolia merupakan tanaman rumput-rumputan dengan batang yang

panjang, hijau dan ramping. Termasuk tanaman air dari keluarga Typhaceae. Bunga

betina berbentuk silindris berwarna coklat. Bunga jantan yang bentuknya juga sama

terletak di atas bunga betina dengan ukuran lebih kecil. Panjang bunga 15-20 cm,

tumbuh lurus di ujung tangkai yang panjang. Karena sosoknya yang tinggi, sekitar

1,5-2,5 meter banyak dipakai di dalam kolam taman (Marianto, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Tumbuhan purun (T. Latifolia) merupakan tanaman dari suku Typhaceae dan

bangsa Typhales yang mempunyai rizoma, beramilum, sering membentuk koloni

padat, menjulang dari air dangkal atau tumbuh di tempat yang basah, sel-sel bertanin

tersebar, batang tegak, serta berakhir dengan pembungaan. Daun berbentuk dua garis,

kebanyakan di dasar, pelepah laminalinearis. Habitat dari T. latifolia ini adalah

lingkungan yang mempunyai nilai pH 4 – 10 dan temperatur 10 – 30o C (Heyne,

1987).

T. latifolia memiliki sistem perakaran yang banyak dan kuat yang dapat

membantu menstabilisasi sungai dengan menyerap zat organik dan membatasi erosi

tanah. Dari sisi ekonomis tanaman Typha dapat dijadikan tanaman hias, yaitu diambil

bunganya untuk keperluan rangkaian bunga. Selain itu typha juga dapat dibuat sejenis

tikar atau kerajinan tangan lainnya (Marianto, 2001).

Gambar 2.1 Tumbuhan Purun (Typha latifolia) 2.5.2 Mendong (Scirpus californicus)

Tumbuhan mendong (Scirpus californicus) mempunyai akar rimpang, tumbuh

pada daerah rawa-rawa yang tergenang air tawar, seperti kolam dan sawah, tumbuh

Universitas Sumatera Utara

baik pada dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl dengan tinggi tanaman antara

0,80 – 2 meter, bentuk batangnya bersegi tiga. Tumbuhan ini sering ditemukan dalam

jumlah besar secara berkelompok (Heyne, 1987).

Biasanya tanaman liar ini tumbuh di kebun, di ladang dan di tempat lain

sampai pada ketiggian 1000 m dari permukaan laut. Tanaman ini mudah dikenali

karena bunga-bunganya berwarna hijau kecoklatan , terletak di ujung tangkai dengan

tinas benang sari berwarna kuning jernih, membentuk bunga-bunga berbulir.

Daunnya berbentuk pita, berwarna mengkilat dan terdiri dari 4-10 helai, terdapat pada

pangkal batang membentuk rozel akar, dengan pelepah daun tertutup tanah

(Marianto, 2001).

Pada umumnya tanaman ini digunakan untuk membuat tikar atau tali. Karena

kegunaan inilah istilah mendong lebih mengacu kepada tumbuh-tumbuhan perdu

yang tumbuh di air yang dapat digunakan untuk keperluan itu. Istilah mendong

diberikan pada marga Cyperaceae, yang penampangnya berbentuk segitiga.

Gambar 2.2 Tumbuhan Mendong (Scirpus californicus)

Universitas Sumatera Utara

2.5.3 Padi Liar (Zizaniopsis miliacea)

Padi liar (Zizaniopsis miliacea) termasuk ke dalam famili rumput-rumputan

atau suku padi-padian (Poaceae) yang memiliki batang yang tersusun dari beberapa

ruas. Tingginya 1 sampai 1,5 meter, pada tiap-tiap buku batang tumbuh daun yang

bebentuk pita dan berpelepah. Bunga dari batang ini berbulir seperti padi (Heyne,

1987).

Zizaniopsis miliacea disebut juga rumput raksasa atau rumput tinggi yang

ditemukan di rawa, parit, sungai dan sepanjang tepi danau. Berasal dari Amerika

Serikat bagian tenggara. Rumput raksasa telah diidentifikasi dari sampel herbarium,

survei taman negara dan pengelolaan air lainnya (Fox dan Thaller, 2000).

Gambar 2.3 Tumbuhan Padi Liar (Zizaniopsis miliacea)

2.6 Landasan Teori

Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah merupakan suatu tempat

pembuangan sampah bagi penduduk kota. Sampah yang dihasilkan bersumber dari

buangan industri dan sebagian dari buangan rumah tangga, seperti baterai, logam-

Universitas Sumatera Utara

logam dan lain-lain. Pencemaran tempat pembuangan sampah terkandung dalam lindi

sebagai hasil penguraian timbunan sampah. Lindi ini dapat mengandung logam berat

yang kemudian mencemari air dan tanah di sekitar TPA (Timothy, 1998).

Pencemaran logam berat pada air lindi di TPA dapat memberikan dampak buruk bagi

masyarakat sekitar TPA. Dalam rantai makanan, logam berat dapat mengancam

kehidupan manusia karena jika terakumulasi di dalam tubuh dapat mengakibatkan

kelumpuhan bahkan kematian (Palar, 2008).

Tindakan pemulihan dapat dilakukan dengan menggunakan fitoremediasi,

yaitu penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari tanah atau perairan

yang terkontaminasi (Mangkoedihardjo, 2010). Jenis tanaman yang dapat digunakan

untuk fitoremediasi antara lain termasuk tumbuhan timbul Scirpus californicus,

Zizaniopsis miliaceae, Panicum helitomom, Pontederia cordata, Sagittaria lancifolia,

dan Typha latifolia adalah yang terbaik digunakan pada sistem lahan basah buatan

untuk mengolah limbah.

2.7 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Jenis Tumbuhan : 1. Purun (Typha latifolia) 2. Mendong (Scirpus californicus) 3. Padi liar (Zizaniopsis miliacea)

Kandungan logam kromium pada tanaman

dan tanah

Universitas Sumatera Utara