38
35 BAB 2 TEORI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN Pembangunan Masyarakat Secara alami, manusia terus mengalami perubahan-perubahan. Perubahan tersebut adakalanya menuju pada kemunduran, namun adakalanya perubahan menuju pada kemajuan. Agar perubahan menghasilkan kemajuan, maka diperlukan adanya pembangunan. Menurut Siagian (1987:2) suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan pembangunan adalah terencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembangunan bangsa/ nation building. Sementara Riyono Pratikno (1979:119) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu jenis perubahan sosial dimana diperkenalkan berbagai gagasan baru ke dalam sistem sosial untuk meningkatkan penghasilan perkapita serta standard hidup. Lebih lanjut Bintarto (l983:59) menyebutkan bahwa pembangunan merupakan proses tanpa ada akhir, suatu kontinuitas perjuangan untuk mewujudkan ide dan realitas yang akan terus berlangsung sepanjang kurun sejarah. Sedangkan rumusan PBB tentang Pembangunan Masyarakat/Pembangunan Komunitas yaitu: suatu proses melalui usaha dan prakarsa masyarakat sendiri maupun kegiatan pemerintahan dalam rangka memperbaiki kondisi ekonomi, sosial dan budaya. Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa pembangunan masyarakat merupakan suatu proses, baik ikhtiar masyarakat yang bersangkutan yang diambil berdasarkan prakarsa sendiri, maupun kegiatan pemerintah, dalam rangka untuk memperbaiki kondisi ekonomi sosial dan kebudayaan masyarakat (komunitas). Proses tersebut meliputi elemen dasar: pertama, partisipasi masyarakat itu sendiri dalam rangka usaha mereka untuk memperbaiki tarap hidup mereka, sedapat-dapatnya berdasarkan

BAB 2 TEORI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN · 2016. 5. 17. · BAB 2 TEORI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN Pembangunan Masyarakat ... menghasilkan kemajuan, maka diperlukan adanya pembangunan. Menurut

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 35

    BAB 2

    TEORI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN

    Pembangunan Masyarakat

    Secara alami, manusia terus mengalami perubahan-perubahan.

    Perubahan tersebut adakalanya menuju pada kemunduran, namun

    adakalanya perubahan menuju pada kemajuan. Agar perubahan

    menghasilkan kemajuan, maka diperlukan adanya pembangunan.

    Menurut Siagian (1987:2) suatu usaha atau rangkaian usaha

    pertumbuhan dan perubahan pembangunan adalah terencana yang

    dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah,

    menuju modernitas dalam rangka pembangunan bangsa/ nation building. Sementara Riyono Pratikno (1979:119) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu jenis perubahan sosial dimana

    diperkenalkan berbagai gagasan baru ke dalam sistem sosial untuk

    meningkatkan penghasilan perkapita serta standard hidup. Lebih lanjut

    Bintarto (l983:59) menyebutkan bahwa pembangunan merupakan

    proses tanpa ada akhir, suatu kontinuitas perjuangan untuk

    mewujudkan ide dan realitas yang akan terus berlangsung sepanjang

    kurun sejarah. Sedangkan rumusan PBB tentang Pembangunan

    Masyarakat/Pembangunan Komunitas yaitu: suatu proses melalui usaha

    dan prakarsa masyarakat sendiri maupun kegiatan pemerintahan dalam

    rangka memperbaiki kondisi ekonomi, sosial dan budaya.

    Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, dapat dikatakan

    bahwa pembangunan masyarakat merupakan suatu proses, baik ikhtiar

    masyarakat yang bersangkutan yang diambil berdasarkan prakarsa

    sendiri, maupun kegiatan pemerintah, dalam rangka untuk

    memperbaiki kondisi ekonomi sosial dan kebudayaan masyarakat

    (komunitas). Proses tersebut meliputi elemen dasar: pertama, partisipasi masyarakat itu sendiri dalam rangka usaha mereka untuk

    memperbaiki tarap hidup mereka, sedapat-dapatnya berdasarkan

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    36

    kekuatan dan prakarsa sendiri. Kedua, bantuan dan pelayanan teknik yang bermaksud membangkitkan prakarsa, tekad untuk menolong diri

    sendiri dan kesediaan untuk menolong orang lain, dari pemerintah.

    Proses tersebut dinyatakan dalam berbagai program yang dirancang

    untuk perbaikan proyek khusus terhadap proyek khusus (Ndraha,1990:

    34).

    Tujuan pembangunan masyarakat adalah untuk menciptakan

    kondisi-kondisi bagi tumbuhnya suatu masyarakat yang berkembang

    secara berswadaya, dalam hal ini khususnya masyarakat miskin,

    sehingga masyarakat mampu menetralisir belenggu-belenggu sosial

    yang dapat menahan laju perkembangan masyarakat (adat, tradisi,

    kebiasaan, cara dan sikap hidup yang dapat menjadi hambatan

    pembangunan). Sementara itu, Malcolm Brownlee (2004: 128)

    menyebutkan bahwa tujuan pembangunan masyarakat adalah

    menjadikan manusia dan masyarakat lebih manusiawi. Mengutip

    pernyataan Paus Paulus VI dalam Populorum Progressio, Brownlee menulis bahwa pembangunan tidak terbatas pada pertumbuhan

    ekonomi saja, tapi pembangunan sejati harus menyeluruh. Artinya

    harus memajukan manusia seutuhnya dan umat manusia seluruhnya.

    Pengembangan SDM umumnya dikaitkan dengan

    pembangunan ekonomi. Pengertiannya: semakin berkualitas SDM,

    semakin tinggi sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi, dan

    semakin besar pula pendapatan masyarakat. Namun demikian,

    pengembangan SDM bisa juga dikaitkan dengan pembangunan sosial

    yang menawarkan respon terhadap masalah pembangunan yang

    terdistorsi (distorted development), yaitu suatu fenomena dimana “economic development has not been accompanied by an attendant degree of social progress” (Midgley, 1995: 3). Pembangunan terdistorsi ini terjadi pada masyarakat dimana pembangunan ekonomi belum

    diiringi dengan hadirnya kemajuan sosial atau pembangunan ekonomi

    tidak sejalan dengan pembangunan sosial. Pembangunan terdistorsi ini

    tidak hanya terjadi dalam bentuk kemiskinan, rendahnya tingkat

    kesehatan dan pemukiman yang tidak layak, tetapi juga pada

    ketidakterlibatan masyarakat dalam pembangunan, termasuk ketidak-

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    37

    pedulian masyarakat terhadap masalah-masalah yang mengancam

    kehidupan mereka seperti dalam penyelenggaraan pendidikan.

    Dalam kerangka itu, UNDP mengajukan konsep pembangunan

    manusia yang mencakup jangkauan yang lebih luas mulai dari produksi

    dan distribusi komoditi, dan perluasan pemanfaatan kemampuan

    manusia. Selain itu pembangunan ini mencakup berbagai aspek dalam

    masyarakat baik pertumbuhan ekonomi, perdagangan, kesempatan

    kerja, kebebasan berpolitik sampai dengan nilai-nilai kultural.

    Pembangunan manusia juga mencakup unsur gender dan

    pembangunan. Empat unsur utama dari pembangunan manusia adalah

    produktivitas, pemerataan, kesinambungan (sustainability) dan pemberdayaan (empowerment). Pengertian produktivitas adalah masyarakat harus dapat meningkatkan produktivitasnya untuk

    berandil sepenuhnya dalam proses peningkatan pendapatan dan

    kesempatan kerja produktif. Karena itu pertumbuhan ekonomi

    merupakan bagian dari pembangunan manusia. Pemerataan mempunyai pengertian seluruh masyarakat mempunyai kesempatan

    yang sama. Seluruh hambatan terhadap kesempatan ekonomi dan

    politik harus dihapuskan sehingga masyarakat dapat berperan serta dan

    mendapatkan keuntungan. Kesinambungan mempunyai pengertian bahwa akses pada kesempatan haruslah dijamin tidak saja bagi generasi

    sekarang, tetapi juga bagi generasi yang akan datang. Seluruh bentuk

    modal, fisik, manusia dan lingkungan, harus dijaga kesinambungannya.

    Sedangkan pemberdayaan mempunyai pengertian bahwa pembangunan haruslah dilakukan oleh rakyat dan untuk rakyat.

    Rakyat harus berperan serta sepenuhnya dalam keputusan dan proses

    yang menentukan kehidupannya. Pengembangan SDM terutama

    dilakukan melalui pendidikan (Juoro, 1995: 8).

    Pendidikan dalam Perspektif Teori Pembangunan

    Istilah pembangunan umumnya digunakan untuk menjelaskan

    proses dan usaha untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, politik,

    budaya, infrastruktur masyarakat dan sebagainya (Fakih, 2001). Dari

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    38

    definisi tersebut, pengertian pembangunan disejajarkan dengan kata

    „perubahan sosial‟, suatu usaha untuk memajukan kehidupan ekonomi,

    politik, serta sarana dan prasarana untuk mempermudah kehidupan

    bermasyarakat. Pembangunan sebagai salah satu teori perubahan sosial

    adalah fenomena yang luar biasa, karena gagasan dan teori ini begitu

    mendominasi dan mempengaruhi pikiran umat manusia secara global,

    terutama di bagian dunia yang disebut sebagai „dunia ke tiga‟.

    Menurut Galtung (2007), pembangunan merupakan upaya

    untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, baik secara individual

    maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan

    kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan alam.

    Di sini pembangunan disadari sebagai sebuah upaya pemenuhan

    kebutuhan manusia. Pembangunan disediakan oleh pemerintah untuk

    menjamin kesejahteraan rakyatnya. Dalam melaksanakan proses

    pembangunan pemerintah harus mempertimbangkan konsekuensi

    yang akan didapat, sehingga proses pembangunan tersebut tidak

    menimbulkan kerusakan, baik kerusakan sosial maupun kerusakan

    alam.

    Pembangunan nasional di negara baru berkembang merupakan

    suatu proses perubahan sosial berencana, karena meliputi berbagai

    dimensi untuk mengusahakan kemajuan dalam kesejahteraan ekonomi,

    modernisasi, pembangunan bangsa, wawasan lingkungan dan bahkan

    peningkatan kualitas manusia untuk memperbaiki kualitas hidupnya

    (Joseph, 1986). Jadi, pembangunan merupakan perubahan yang

    terencana yang dibuat untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada

    di masyarakat seperti ekonomi, modernisasi, pembangunan bangsa,

    lingkungan, dan peningkatan kualitas hidup manusia. Adanya

    pembangunan yang direncanakan ini, akan dapat diselesaikan

    permasalahan-permasalahan di atas.

    Berdasarkan teori Dependensia (ketergantungan),

    pembangunan tidak cocok dengan ketergantungan (Fakih, 2001:135).

    Menurut teori ini, pembangunan itu dikatakan berhasil, jika sudah bisa

    terlepas dari sifat ketergantungan dengan negara lain, seperti

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    39

    ketergantungan negara berkembang dengan negara maju. Hal ini bisa

    dilihat dari segi teknologi dan industri. Negara-negara berkembang

    seperti Indonesia masih mendatangkan barang-barang canggih yang

    diimpor langsung dari negara-negara Eropa, Jepang, dan Amerika

    Serikat. Dari segi industri, negara-negara berkembang memang

    dianggap cukup sumber daya manusia (SDM), tapi masih kekurangan

    pada sumber daya manusia yang berkualitas. Karena itu masih

    dibutuhkan tenaga-tenaga ahli dari luar untuk mengola sumber daya

    alam yang dimiliki.

    Pembangunan sejatinya merupakan sebuah alat, suatu

    pendirian, atau paham bahkan merupakan suatu ideologi dan teori

    tertentu tentang perubahan sosial (Fakih, 2001). Dengan demikian,

    pembangunan bukanlah teori yang netral karena pembangunan lebih

    merupakan sebuah “aliran” dan keyakinan ideologis dan teoristis serta

    praktek mengenai perubahan sosial. Bersamaan dengan teori

    pembangunan terdapat teori-teori perubahan sosial lainnya, seperti

    Sosialisme, Dependensi, ataupun teori lain. Oleh sebab itu banyak

    orang menamakan pembangunan sebagai pembangunanisme

    (developmentalism).

    Gagasan dan teori pembangunan bagi banyak orang bahkan

    mirip „agama baru‟ yakni menjanjikan harapan baru untuk

    memecahkan masalah-masalah kemiskinan dan keterbelakangan bagi

    berjuta-juta rakyat di „dunia ketiga‟ (Fakih, 2001). Sebagai suatu

    keyakinan, hal tersebut misalnya telah teradaptasi dengan baik di

    dunia ke tiga, dimana pembangunan menjadi semacam penyelamat;

    seperti Indonesia yang sedang dilanda berbagai permasalahan yang

    kompleks. Pembangunan hadir dengan membawa harapan baru untuk

    menyelesaikan masalah yang ada, dan masalah yang paling mendesak

    untuk segera diselesaikan berupa kemiskinan dan keterbelakangan.

    Pembangunan juga diartikan sebagai sarana untuk

    meningkatkan kualitas hidup manusia, bukan hanya dalam bidang

    ekonomi, melainkan juga dalam bidang politik dan budaya. Pada

    bidang ekonomi, rakyat dimungkinkan untuk terlepas dari kemiskinan,

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    40

    dan perekonomian mereka meningkat secara riil. Pada bidang politik,

    pemerintah harus menjamin kebebasan rakyatnya untuk melakukan

    kegiatan politik, tanpa adanya tekanan ataupun intimidasi. Pada bidang

    pendidikan, pembangunan diupayakan menjadi solusi atas

    ketidakberdayaan seseorang dalam mengakses sumber daya.

    Dalam tujuan pembangunan, pendidikan merupakan sesuatu

    yang mendasar terutama pada pembentukan kualitas sumber daya

    manusia. Menurut Herbison dan Myers (dalam Fadjri, 2000: 36)

    “pembangunan sumber daya manusia berarti perlunya peningkatan

    pengetahuan, keterampilan dan kemampuan semua orang dalam suatu

    masyarakat”. Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai

    yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Melalui

    pendidikan selain dapat diberikan bekal berbagai pengetahuan,

    kemampuan dan sikap, juga dapat dikembangkan berbagai kemampuan

    yang dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat sehingga dapat

    berpartisipasi dalam pembangunan.

    Tilaar (2002: 435) menyatakan bahwa “hakikat pendidikan

    adalah memanusiakan manusia, yaitu suatu proses yang melihat

    manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam eksistensinya”.

    Mencermati pernyataan dari Tilaar tersebut dapat diperoleh gambaran

    bahwa dalam proses pendidikan, ada proses belajar dan pembelajaran,

    sehingga dalam pendidikan jelas terjadi proses pembentukan manusia

    yang lebih manusiawi. Proses mendidik dan dididik merupakan

    perbuatan yang bersifat mendasar (fundamental), karena di dalamnya

    terjadi proses dan perbuatan yang mengubah serta menentukan jalan

    hidup manusia.

    Di Indonesia, pembangunan pendidikan tercermin dalam UUD

    1945, yang mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak setiap

    warga negara yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini

    kemudian dirumuskan dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

    tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang menyebutkan

    bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

    dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    41

    rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

    berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

    beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia,

    berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis

    serta bertanggung jawab”.

    Mencermati tujuan pendidikan yang disebutkan dalam

    Undang-Undang Sisdiknas tersebut dapat dikemukakan bahwa

    pendidikan merupakan wahana terbentuknya masyarakat madani yang

    dapat membangun dan meningkatkan martabat bangsa. Pendidikan

    juga merupakan salah satu bentuk investasi manusia yang dapat

    meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat. Kyridis, et al. (2011:

    3) mengungkapkan bahwa “for many years the belief that education can increase social equality and promote social justice, has been predominant”. Hal senada dikemukakan oleh Herera (Muhadjir, 2010: 271) bahwa “melalui pendidikan, transformasi kehidupan sosial dan

    ekonomi akan membaik, dengan asumsi bahwa melalui pendidikan,

    maka pekerjaan yang layak lebih mudah didapatkan”. Dalam

    pandangan ini tersirat bahwa pendidikan merupakan salah satu

    kebutuhan dasar yang sangat penting dalam mencapai kesejahteraan

    hidup.

    Todaro & Smith (2003: 404) menyatakan bahwa “pendidikan

    memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan manusia

    untuk menyerap teknologi modern, dan untuk mengembangkan

    kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang

    berkelanjutan.” Jadi, pendidikan dapat digunakan untuk menggapai

    kehidupan yang memuaskan dan berharga. Dengan pendidikan akan

    terbentuk kapabilitas manusia yang lebih luas yang berada pada inti

    makna pembangunan. Hal senada juga diungkapkan oleh Burns (2003:

    1) bahwa:

    Education is fundamental for the construction of globally competitive economies and democratic societies. Education is key to creating, applying, and spreading new ideas and technologies which in turn are critical for sustained growth;

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    42

    it augments cognitive and other skills, which in turn increase labor productivity.

    Berdasarkan penjelasan di atas tampak bahwa pendidikan

    menjadi dasar bagi pembangunan ekonomi dan masyarakat.

    Pendidikan merupakan kunci untuk menciptakan ide-ide baru dan

    teknologi yang sangat penting dalam keberlanjutan pembangunan,

    bahkan berkat pendidikan pula produktivitas tenaga kerja dapat

    meningkat. Dari berbagai tujuan pendidikan yang telah dikemukakan

    dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tujuan pendidikan adalah

    membentuk sumber daya manusia yang handal dan memiliki

    kemampuan mengembangkan diri untuk mencapai kehidupan yang

    lebih baik. Hal ini berarti, pendidikan anak memberi bekal

    kemampuan dasar untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi,

    anggota masyarakat, warga negara ataupun sebagai bagian dari anggota

    masyarakat dunia. Pendidikan memungkinkan seseorang memiliki

    kesempatan untuk dapat meningkatkan taraf kehidupannya menjadi

    lebih baik dan sejahtera.

    Pendidikan merupakan salah satu indikator utama

    pembangunan dan kualitas sumber daya manusia, sehingga kualitas

    sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan.

    Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting dan strategis dalam

    pembangunan nasional, karena merupakan salah satu penentu

    kemajuan suatu bangsa. Pendidikan bahkan merupakan sarana paling

    efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan derajat kesejahteraan

    masyarakat, serta yang dapat mengantarkan bangsa mencapai

    kemakmuran.

    Modal Sosial

    Modal sosial adalah sebagai serangkaian nilai dan norma

    informal yang dimilki bersama di antara para anggota suatu kelompok

    masyarakat yang memungkinkan terjadinya kerjasama di antara

    mereka (Fukuyama, 2002: xii). Secara sederhana modal sosial

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    43

    merupakan kepercayaan yang mengakar dalam faktor kultural seperti

    etika dan moral sebagai jalan untuk menciptakan pengharapan umum

    dan kejujuran. Umumnya, istilah modal sosial merujuk pada aspek

    struktur sosial yang memudahkan anggotanya memperoleh barang

    kebutuhannya (Randy & Nugroho, 2007: 112).

    Tiga unsur utama dalam modal sosial adalah trust (kepercayaan), reciprocal (timbal balik), dan interaksi sosial. Trust (kepercayaan) dapat mendorong seseorang untuk bekerjasama dengan

    orang lain untuk memunculkan aktivitas ataupun tindakan bersama

    yang produktif. Trust merupakan produk dari norma-norma sosial kooperasi yang sangat penting yang kemudian memunculkan modal

    sosial.

    Menurut Fukuyama (2002), trust sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, perilaku kooperatif yang muncul dari

    dalam sebuah komunitas yang didasarkan pada norma-norma yang

    dianut bersama anggota komunitas-komunitas itu. Trust bermanfaat bagi pencipta ekonomi tunggal karena bisa diandalkan untuk

    mengurangi biaya (cost); dengan adanya trust tercipta kesediaan seseorang untuk menempatkan kepentingan kelompok di atas

    kepentingan individu. Adanya high-trust akan melahirkan solidaritas kuat yang mampu membuat masing-masing individu bersedia

    mengikuti aturan, sehingga ikut memperkuat rasa kebersamaan. Bagi

    masyarakat low-trust dianggap lebih inferior dalam perilaku ekonomi kolektifnya. Jika low-trust terjadi dalam suatu masyarakat, maka campur tangan negara perlu dilakukan guna memberikan bimbingan.

    Unsur selanjutnya yakni interaksi sosial. Interaksi yang

    semakin meluas akan menjadi semacam jaringan sosial yang lebih

    memungkinkan semakin meluasnya lingkup kepercayaan dan lingkup

    hubungan timbal balik. Jaringan sosial merupakan bentuk dari modal

    sosial. Jaringan sosial yakni sekelompok orang yang dihubungkan oleh

    perasaan simpati dan kewajiban serta oleh norma pertukaran dan civic engagement. Jaringan ini bisa dibentuk karena berasal dari daerah yang sama, kesamaan kepercayaan politik atau agama, hubungan genealogis,

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    44

    dan lain-lain. Jaringan sosial tersebut diorganisasikan menjadi sebuah

    institusi yang memberikan perlakuan khusus terhadap mereka yang

    dibentuk oleh jaringan untuk mendapatkan modal sosial dari jaringan

    tersebut. Melalui pemahaman ini dapat dijelaskan bahwa modal sosial

    dapat bermanfaat bukan hanya dalam aspek sosial melainkan juga

    dalam peningkatan kemampuan siswa (Pratikno, 1979: 88).

    Ketiga unsur utama modal sosial dapat dilihat secara aktual

    dalam berbagai bentuk kehidupan bersama. Dalam pandangan Uphoff

    (Soetomo, 2006: 90), modal sosial dapat dilihat dalam dua kategori,

    fenomena struktural dan kognitif. Kategori struktural merupakan

    modal sosial yang terkait dengan beberapa bentuk organisasi sosial

    khususnya peranan, aturan, precedent dan prosedur yang dapat membentuk jaringan yang luas bagi kerjasama dalam bentuk tindakan

    bersama yang saling menguntungkan. Modal sosial dalam kategori

    kognitif diderivasi dari proses mental dan hasil pemikiran yang

    diperkuat oleh budaya dan ideologi, khususnya norma, nilai, sikap,

    kepercayaan yang memberikan kontribusi bagi tumbuhnya kerjasama

    khususnya dalam bentuk tindakan bersama yang saling

    menguntungkan. Bentuk-bentuk aktualisasi modal sosial dalam

    fenomena struktural maupun kognitif itulah yang perlu digali dari

    dalam kehidupan masyarakat untuk selanjutnya dikembangkan dalam

    usaha peningkatan taraf kemampuan siswa dalam proses pendidikan

    maupun pembinaan yang diterapkan di dalam kehidupan asrama.

    Pada level mekanisme modal sosial dapat mengambil bentuk

    kerjasama. Kerjasama sendiri merupakan upaya penyesuaian dan

    koordinasi tingkah laku yang diperlukan untuk mengatasi konflik

    ketika tingkah laku seseorang atau kelompok dianggap menjadi

    hambatan oleh seseorang atau kelompok lain. Akhirnya tingkah laku

    mereka menjadi cocok satu sama lain. Perlu ditegaskan bahwa ciri

    penting modal sosial sebagai sebuah capital dibandingkan dengan bentuk capital lainnya adalah asal-usulnya yang bersifat sosial. Relasi sosial bisa berdampak negatif ataupun positif terhadap pembentukan

    modal sosial, tergantung apakah relasi sosial itu dianggap sinergis atau

    kompetitif dimana kemenangan seseorang hanya dapat dicapai di atas

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    45

    kekalahan orang lain (zero-sum game). Komponen modal sosial dapat digambarkan secara ringkas sebagai berikut:

    Nilai, Kultur, Persepsi

    Institusi Mekanisme

    Gambar 2.1. Komponen Modal Sosial

    Gambar 2.1. di atas menjelaskan bahwa pada level nilai, kultur,

    kepercayaan, dan persepsi modal sosial bisa berbentuk simpati, rasa

    berkewajiban, rasa percaya, resiprositas, dan pengakuan timbal balik.

    Pada level institusi bisa terbentuk keterlibatan umum sebagai warga

    negara (civil engagement), asosiasi, jaringan. Pada level mekanisme, modal sosial berbentuk kerjasama, tingkah laku, dan sinergi antar

    kelompok.

    Ruang Sosial

    George Simmel (1858-1918) adalah salah satu tokoh pertama

    yang memberikan buah pikir berupa penawaran pengertian yang

    penting pada konstruksi tentang “ruang sosial”. Banyak tulisan Simmel

    tentang ruang sosial, akan tetapi yang paling terkenal hanya dua

    artikel, lebih dulu diterbitkan pada tahun 1903, yaitu 'The Sociology of Space' and 'On the Spatial Projections of Social Forms'. Selanjutnya ia meninjau kembali dan memperluas artikel tersebut pada buku,

    Soziologie, yang diterbitkan pada tahun 1908, kemudian menambahkan tiga esei penting yakni "The Social Boundary', 'The Sociology of the Senses' dan 'The Stranger' (Fearon, 2007). Simmel mencoba memberikan gambaran tentang ruang sosial tersebut dengan

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    46

    mengatakan bahwa, sesungguhnya tidak ada dua badan dapat

    menduduki ruang yang sama. Ruang sosial dikonstruksi oleh wujud

    dan eksklusivitas, dimana kelompok itu menempatinya. Ruang

    merupakan subbagian (subdivided) untuk maksud sosial dan yang dibingkai dalam batasan-batasan atau sekat-sekat (boundaries). Ruang sosial adalah bukan ruang dalam arti fisik dengan konsekuensi

    sosiologis, melainkan sebuah fakta sosiologis yang membentuk ruang.

    Artinya batas yang dimaksud adalah tersedianya bentuk khusus untuk

    pengalaman dan interaksi. Pemusatan atau pencampuran interaksi

    sosial dalam ruang juga mempengaruhi formasi sosial dan karena itu

    semua interaksi sosial bisa ditandai oleh tingkat jauh dekatnya antar

    individu dan kelompok.

    Melalui pandangan Simmel di atas, dapat dilakukan pendekatan

    konsep ruang sosial melalui dua kategori. Pertama; ruang sosial dikembangkan dari asumsi dasar interaksi non fisik dalam arti interaksi

    menggunakan simbol-simbol tertentu dalam dominasi kepentingan

    untuk mencapai tujuan. Kepentingan menjadi salah satu elemen

    penting yang berfungsi sebagai sekat yang membatasi ruang satu

    dengan lainnya. Tentunya meskipun dibatasi oleh sekat, interaksi dapat

    berlangsung karena adanya kesamaan unsur-unsur yang dipergunakan

    sebagai pengait untuk mengatakan sebagai suatu kepentingan yang

    sama. Kedua; model interaksi tersebut merupakan bentuk interaksi “alternatif” dari bentuk normatifnya karena adanya perilaku

    konformitas atas sebuah situasi tertentu, yang terpaksa masyarakat

    harus meresponsnya ke dalam bentuk-bentuk konformitas. Ketiga; sebagaimana kelanjutan poin pertama dan kedua maka dimensi ruang

    membentuk pengelompokan berdasarkan pada atribut-atribut tertentu

    berskala horizontal maupun vertikal.

    Sosiologi spasial dibahas juga dalam artikel “The Sociology of

    Space: A Use-Centered View”, oleh Herbert J. Gans (dalam Gieryn,

    2000: 329-339) yang membenarkan eksplorasi baru dari berbagai koneksi antara "ruang" dan "masyarakat." Perhatian diberikan pada

    hubungan kausal antara ruang dan masyarakat: di mana cara ruang

    alam mempengaruhi kehidupan sosial dan kolektivitas; dan tentang

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    47

    cara-cara di mana kolektivitas ini mengubah ruang alam menjadi ruang

    sosial dan bentuk penggunaannya. Ruang alam menjadi fenomena sosial atau ruang sosial, begitu orang mulai menggunakannya, dan

    batas-batas serta pemaknaan diletakkan di atasnya. Maka dalam

    Sosiologi spasial ini dapat dipelajari bagaimana masyarakat, yaitu,

    individu dan kolektivitas, mengubah alam menjadi ruang sosial,

    bagaimana mereka menggunakan dan apa yang disebut pertukaran,

    sosial, ekonomi, dan lainnya dan bagaimana kedua jenis ruang

    mempengaruhi individu, kolektivitas, dan proses sosial dan

    kekuatannya. Demikian juga dapat digambarkan penerapan Sosiologi

    spasial (ruang sosial) dalam beberapa konsep dan isu yang relevan di

    lapangan, termasuk penggunaan lahan, lokasi, kepadatan, kedekatan,

    ruang publik, lingkungan, masyarakat, dan ekonomi politik.

    Memperhatikan pandangan di atas tentang ruang sosial, maka

    asrama SM Petrus van Diepen dapat dipandang sebagai suatu ruang

    sosial yang unik, karena terdapat batasan ruang dimana para siswa

    berinteraksi satu sama lain dalam konteks hidup harian. Dan apa yang

    terjadi di dalam keberasramaan di Asrama Petrus van Diepen dengan

    sendirinya mempunyai arti secara sosial. Keberasramaan yang terjadi

    dalam ruang sosial ini menghadirkan konformitas lewat adanya

    peraturan hidup bersama, adanya pendamping-pembina-formator yang

    menata hidup bersama dan inilah yang menjadi kekuatan dalam

    kehidupan berasrama. Perubahan dan penyesuaian yang terjadi

    menghasilkan nilai unggul dan ini dapat terjadi dalam keberasramaan

    yang dapat bersifat ”asosiatif” dan ”disosiatif” dalam proses dialektis

    yang mempertemukan antara individu-individu yang berlatarbelakang

    sifat dan budaya yang berbeda-beda dengan struktur pengikat, yaitu

    peraturan hidup bersama harian tanpa menimbulkan kesenjangan

    kultural karena konformitas; bahkan interaksi social inilah yang justeru

    menciptakan nilai unggul dalam keberasramaan bagi berlangsungnya

    kehidupan sosial di asrama Petrus van Diepen. Hal ini tidak akan

    terjadi tanpa pembinaan hidup dalam asrama. Justru dalam kehidupan

    keberasramaan terjadilah pertemuan-pertemuan berbagai elemen yang

    membangun dan memberikan nilai unggulnya.

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    48

    Fenomenologi

    Untuk menelusuri modal sosial dan ruang sosial ini dipakai

    pendekatan fenomenologis dengan sederet asumsi subyektivis tentang

    hakikat pengalaman nyata dan tatanan sosial, sebagaimana upaya

    Alfred Schulz dalam membangun fenomenologi sosial yang

    mengaitkan sosiologi dengan fenomenologi filsafati Edmund Husserl.

    Yang utama dari pemikiran Husserl adalah bahwa ilmu pengetahuan

    selalu berpijak pada „yang eksperiensial‟. Selanjutnya Schulz

    melanjutkan pendapat ini, yakni mengkaji cara-cara anggota

    masyarakat menyusun dan membentuk ulang alam kehidupan sehari-

    hari, dan kumpulan pengetahuan ini menciptakan dunia yang familiar;

    dunia yang terlihat „akrab‟ di mata setiap anggota; ribuan fenomena

    dalam kehidupan sehari-hari dirangkum ke dalam konstruk dan

    kategori yang terbatas; yaitu panduan yang umum dan fleksibel untuk

    memahami atau menginterpretasi pengalaman. Tipifikasi (atau

    pemolaan) memudahkan setiap individu untuk mengkaji pengalaman,

    mengenali dan menentukan apakah benda dan peristiwa dapat

    dipandang sebagai bagian atau masuk jenis realita khusus atau tidak

    (Bdk. Holstein & Gubrium, 2009: 336).

    Pendekatan fenomenologis Schulz ini dikembangkan oleh

    Peter L. Berger & Thomas Luckmann (1990) dengan penjelasan tentang

    paham habitus (kebiasaan) dan proses habitualisasi (pembiasaan), yaitu pemikiran, perasaan, dan tindakan yang selalu terjadi berulang-ulang

    dalam pengalaman harian yang dialihkan dan dipelajari oleh masing-

    masing anggota masyarakat secara berulang kali sehingga terbentuklah

    pola cita, pola rasa dan pola tindak yang di-share oleh setiap anggota kelompok/masyarakat. Justru pendidikan di sekolah dan asrama

    menjadi sarana proses pembiasaan (habitualisasi) tiap anggota untuk

    memasuki universum pengetahuan dari masyarakatnya; inilah proses

    sosialisasi sekunder, menurut Berger & Luckmann (1990: 194, 210,

    216), sesudah pengalaman sosialisasi primer di tengah keluarga, yang

    dikenal sebagai pendidikan informal/non-formal bagi anak.

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    49

    Pendidikan Sebagai Modal Sosial Masyarakat

    Salah satu bidang yang diharapkan memberikan kontribusi bagi

    penguatan modal sosial adalah bidang pendidikan. Pendidikan tidak

    hanya mencakup pendidikan formal atau sekolah saja, tetapi juga

    mencakup arti pendidikan secara luas. Sekolah dan/ataupun perguruan

    tinggi hanya merupakan salah satu agen sosialisasi bagi tumbuh-

    kembangnya modal sosial, di samping agen-agen penting lainnya

    seperti keluarga dan media massa. Dukungan secara luas dari semua

    agen ini akan memberikan efek yang lebih luas dalam menumbuh-

    kembangkan sekaligus menguatkan modal sosial bangsa.

    Pembangunan di dalam masyarakat harus diawali dari

    perubahan cara berpikir di dalam keluarga, para pendidik, dan elemen

    pendukung lainnya tentang pentingnya menguatkan modal sosial.

    Perubahan cara berpikir yang nantinya berakibat pada perubahan sikap

    mental merupakan tahapan yang paling kritis dan paling sulit dalam

    proses transformasi sosial, karena hal tersebut menyangkut perubahan

    nilai, kebiasaan, bahkan keyakinan. Kesediaan untuk mengubah diri

    secara individual harus dibarengi pula dengan merekonstruksi sistem

    pendidikan agar lebih kondusif, seperti pengenalan muatan konsep

    maupun praktek modal sosial di dalam kurikulum sekolah mulai dari

    tingkat pendidikan sekolah dasar.

    Penguatan modal sosial melalui pendidikan dilakukan melalui

    tiga komponen: jaringan kerja sosial, norma sosial, dan sanksi. Dalam

    jaringan kerja sosial, akses peserta didik terhadap informasi dikuatkan.

    Dalam norma sosial, aturan-aturan yang berlaku dikuatkan agar meng-

    hasilkan hubungan timbal balik yang positif, munculnya harapan bagi

    kerjasama, kepercayaan, dan perilaku positif. Adapun dalam sanksi,

    anak didik mentaati hukuman bagi pelanggaran dan penghargaan bagi

    kepatuhan.

    Tumbuhkembangnya modal sosial di dalam keluarga, sekolah

    maupun masyarakat akan menentukan seberapa besar kepercayaan

    masyarakat pada aktor-aktor atau lembaga-lembaga yang menyandang

    atribut kekuasaan, pada proses sosial-politik, dan pada kebijakan yang

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    50

    dihasilkan negara. Modal kepercayaan yang tinggi akan mendorong

    terjadinya aksi sosial (social action) untuk mengatasi berbagai permasalahan bangsa (Rohman, 2009: 85, Safaruddin, 2008: 1-5).

    Jika melihat kondisi pendidikan di Indonesia, sepertinya tujuan

    pendidikan nasional masih belum dapat menjadi solusi dalam persoalan

    kemanusiaan (Freire, 2007:82-84). Sistem pendidikan yang ada demi

    memanusiakan manusia ini, kenyataannya masih belum terwujud,

    karena ketimpangan dalam proses akibat kesalahan sistem yang dite-

    rapkan. Akhirnya pendidikan ini menghasilkan proses sosialisasi yang

    tidak sempurna. Darmaningtyas (2004:5) dalam kata pengantarnya,

    mengatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia belum mendukung

    terwujudnya tujuan pendidikan yaitu memanusiakan manusia. Sistem

    pendidikan nasional tidak dapat lepas dari kepentingan-kepentingan

    politik baik birokrasi, partai politik, maupun kelompok masyarakat

    lainnya. Kebijakan pendidikan yang dipraktekkan sampai kini lebih

    mengakomodir kepentingan-kepentingan penguasa ketimbang

    kepentingan manusia itu sendiri. Akibatnya negara gagal menciptakan

    pendidikan yang dapat menjadi modal sosial (Sirozi, 2005).

    Selain itu, model evaluasi yang diterapkan dalam pendidikan

    kita masih menggunakan penilaian kuantitatif, seperti diungkapkan

    oleh H.A.R Tilaar dan Nugroho (2009:182). Proses pendidikan yang

    sukses tidak saja hanya diukur dengan ukuran-ukuran kuantitatif,

    tetapi proses pendidikan ditentukan oleh kualitas. Tilaar dan Nugroho

    menyebutkan bahwa rambu-rambu pendidikan berkualitas ditandai

    dengan sejauh mana kurikulum pendidikan dapat menjawab kebu-

    tuhan masyarakat serta sejauh mana sumbangsih pendidikan terhadap

    pemenuhan keterampilan peserta didiknya sehingga dapat meningka-

    tkan taraf hidupnya kelak di tengah masyarakat (modal sosial).

    Kebijakan Pembangunan Pendidikan di Indonesia

    Pendidikan telah lama menjadi agenda di dalam setiap fase

    pembangunan Indonesia. Hal tersebut terjadi sebelum memasuki abad

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    51

    21 seperti diuraikan oleh Djojonegoro (1998:11). Pemerintah

    memberikan perhatian cukup besar di bidang peningkatan kualitas

    SDM. Dalam GBHN 1993 dijelaskan tentang perhatian pemerintah di

    bidang pendidikan ini yaitu sebagai berikut:

    “Titik berat Pembangunan Jangka Panjang Kedua diletakkan pada bidang ekonomi, yang merupakan penggerak utama pembangunan, seiring dengan kualitas sumber daya manusia; dan didorong saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan bidang-bidang lainnya yang dilaksanakan seirama, selaras, dan serasi dengan keberhasilan pembangunan bidang ekonomi dalam rangka mancapai tujuan dan sasaran pembangunan nasional”.

    Dalam mensukseskan pembangunan nasional yang bersifat

    berkesinambungan (suistainable), dan untuk mencapai masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka kiranya perlu

    mengkaji dan melihat pendidikan dari perspektif ekonomi politik.

    Dalam pembangunan, ekonomi dan pendidikan merupakan dua

    komponen yang saling memberikan pengaruh timbal balik. Menurut

    Kartono (1992 : 309), pendidikan merupakan komponen ekonomi yang

    penting, karena dapat memproduksi tenaga kerja terampil yang dapat

    memasuki pasaran kerja, di samping membentuk manusia-manusia

    ekonomis untuk pembangunan masyarakat demi kelestarian hidup

    bangsa.

    Laju pertumbuhan ekonomi ternyata baru dapat memberikan

    keuntungan minimal kepada manusia yang berada pada strata sosial

    paling miskin, baik yang ada di daerah pedesaan maupun di daerah-

    daerah kumuh di pinggiran kota. Keuntungan di sektor industri,

    pertambangan, perkebunan belum didistribusikan secara merata

    sampai ke lapisan bawah. Akibatnya, strata sosial marginal dan paling

    miskin (kurang mampu) tadi juga mendapatkan porsi pendidikan

    formal (sekolah) paling sedikit atau minimal.

    Sektor primer modern belum mampu menampung serta

    memanfaatkan sumber-sumber daya manusia desa, yang merupakan

    bagian terbesar penduduk di Indonesia. Padahal pengelolaan tenaga

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    52

    manusia melalui pendidikan (edukasi) sehingga menjadi produktif

    merupakan tujuan ekonomis dan tujuan sosial dengan laju

    pertumbuhan dari domestik bruto di atas rata-rata. Kemudian Baswir

    (1999: 23) menambahkan, struktur perekonomian Indonesia masih

    ditandai dengan terjadinya dualisme ekonomi, yaitu ekonomi modern

    yang berorientasi kepada pengakumulasian kapital, dan perekonomian

    yang masih tradisional dan bersifat subsisten. Tenaga kerja Indonesia

    sekitar 70 % tamatan Sekolah Dasar, dan hanya 3 % yang memperoleh

    kesempatan pemerataan pendidikan tinggi. Oleh sebab itu perlu

    langkah-langkah sebagai berikut:

    a. Strategi pembangunan nasional harus dapat berorientasi kepada

    pengembangan sektor pertanian tradisional untuk digeser menjadi

    pertanian modern mengarah pada agro–bisnis dan agro-industri

    dengan difokuskan kepada usaha memberantas kemiskinan, juga

    peningkatan penghasilan untuk bisa hidup layak.

    b. Mengaplikasikan kebijakan pendidikan tinggi yang bertolak dari

    realitas nyata, yaitu upaya peningkatan ekonomi mayoritas

    masyarakat pada umumnya, dari keterbelakangan untuk

    dikembangkan kepada produktivitas, efektivitas, serta mobilitas

    ekonominya.

    c. Khususnya bagi suatu daerah di pedesaan atau periferi, kedua macam usaha tersebut harus memperoleh dukungan dari kebijakan

    pendidikan dan aktivitas pendidikan yang berorientasi kepada

    kemiskinan atau ketidakmampuan; jadi harus ada “a poverty oriented policy”, sebab di sini terdapat keterbelakangan di berbagai sektor kehidupan dalam masyarakat. Maka wajar jika pendidikan

    ingin memberikan kontribusi positif kepada pengembangan negara

    dan bangsa; pendidikan harus dapat mengadaptasi diri pada

    kebutuhan masyarakat dimana mayoritas rakyat Indonesia dalam

    kondisi ekonomi yang masih sangat lemah dan pada kondisi

    wilayah tanah air yang pasca-agraris.

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    53

    Dalam keadaan dan situasi perekonomian sebagaimana saat ini,

    kiranya perlu untuk mengimplementasikan suatu kebijakan pendidikan

    yang berpihak pada kemiskinan dan keterbelakangan yang terdiri dari:

    a. Pendidikan untuk masyarakat kurang mampu, yang jumlahnya

    masih cukup besar; ini dapat menjadi lebih ekonomis, sebab dapat

    digunakan untuk membangun angkatan kerja yang terdidik atau

    terlatih secara teknis;

    b. Menjadi kebutuhan sosial untuk merangsang dinamika serta

    pengembangan, yang sesuai dengan sila “Kemanusiaan yang adil

    dan beradab”; juga asas demokrasi Pancasila.

    Selanjutnya, pembangunan dan modernisasi di suatu negara

    hanya bisa dilakukan melalui perbaikan dan perluasan bidang

    pendidikan dengan tujuan untuk membangkitkan serta

    mengembangkan individualitas–sosialitas-moralitas manusianya serta

    kemampuan ekonominya (Kartono, 1997:98). Sebab itu pendidikan

    menjadi kebutuhan mutlak suatu negara yang berkeinginan dan

    berupaya untuk maju, serta berkemauan besar mencapai kemakmuran

    masyarakatnya. Agar tercapai tujuan hidup yang lebih baik, maka

    faktor politis, ekonomis, sosial, kultural dan keamanan sangat

    diperlukan oleh para tenaga terdidik.

    Lewat beberapa argumentasi tersebut, maka pendidikan dalam

    perspektif ekonomi, kiranya dapat dijelaskan dengan mengutip

    pendapat dari Kartono (1997: l0l) antara lain:

    a. Mampu menyiapkan tenaga kerja yang handal, baik (bermutu);

    b. ikut mempersiapkan dibukanya lahan-lahan kerja baru;

    c. bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat pada umumnya,

    serta untuk pemerataan keadilan dan kesejahteraan pada

    khususnya.

    Sedangkan pada perspektif politik, pendidikan merupakan

    proses sosial dan proses sosialisasi manusia. Proses sosial menjadi

    dimensi utama dari filsafat pendidikan. Maka relasi sosial yang berbeda

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    54

    dalam wadah suatu negara, yang bergantung pada renggang-dekatnya

    relasi sosial antara individu dengan individu lain, menyebabkan

    munculnya praktek pendidikan yang berbeda. Di negara demokrasi,

    orang menghargai perbedaan, karena itu sistem pendidikan biasanya

    disusun atas dasar dari pendapat orang banyak. Tetapi pendidikan

    terasa dipaksakan bilamana dilaksanakan di negara totaliter; negara

    membatasi kebebasan individu, dengan cara memberikan pendidikan

    dengan pola yang uniform, ketat dan keras. Sistem pendidikannya

    hanya satu, berdasarkan satu macam filsafat pendidikan. Guru-guru,

    termasuk juga dosen bersikap otokratis dan mutlak, bila berkuasa atau

    memerintah (mengajar) memakai tangan besi, karena para guru dengan

    ketat akan melakukan dan meneruskan semua perintah dari kekuasaan

    politik (pendidikan) yang juga otoriter sifatnya. Bagi negara totaliter,

    edukasi dipandang sebagai kekuatan (force), minimal paling tidak dijadikan kekuatan politik. Sebab itu pendidikan harus menjadi

    tanggung jawab negara, dan negara secara mutlak (absolut) mengatur

    pendidikan dengan cermat.

    Manajemen Pendidikan Sebagai Suatu Sistem

    Manajemen kerapkali dipandang sebagai ilmu, dan sebagai

    strategi. Manajemen dikatakan sebagai ilmu oleh karena dipandang

    sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha

    memahami mengapa dan bagaimana mencapai sasaran melalui cara-

    cara dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas. Sedangkan

    sebagai strategi, karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus

    untuk mencapai suatu prestasi manajer dan para profesional yang

    dituntun oleh suatu kode etik.

    Manajemen memiliki empat fungsi yaitu fungsi: Perencanaan

    (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pemimpinan (Leading), dan Pengawasan (Controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengen-

    dalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi

    tercapai secara efektif dan efisien. Aspek perencanaan berfungsi untuk

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    55

    menentukan tujuan atau kerangka tindakan yang diperlukan untuk

    pencapaian tujuan tertentu. Ini dilakukan dengan mengkaji kekuatan

    dan kelemahan organisasi, menentukan kesempatan dan ancaman,

    menentukan strategi, kebijakan, taktik dan program.

    Proses pengambilan keputusan tersebut dilakukan secara

    ilmiah. Aspek pengorganisasian meliputi penentuan fungsi, hubungan

    dan struktur. Fungsi berupa tugas-tugas yang dibagi ke dalam fungsi

    garis, staf, dan fungsional. Hubungan terdiri atas tanggung jawab dan

    wewenang, dengan struktur horizontal dan vertikal. Aspek pemimpin

    menggambarkan bagaimana manajer mengarahkan dan mempengaruhi

    para bawahan, bagaimana orang lain melaksanakan tugas yang esensial

    dengan menciptakan suasana yang menyenangkan untuk bekerja sama.

    Sedangkan aspek pengawasan meliputi penentuan standar, supervisi

    dan mengukur penampilan/pelaksanaan terhadap standar dan

    memberikan keyakinan bahwa tujuan organisasi tercapai. Produk dari

    aspek pengawasan ini sangat erat kaitannya dengan perencanaan, oleh

    karena melalui pengawasan efektivitas manajemen dapat diukur.

    Manajemen itu, seperti yang dikemukakan oleh Stoner

    (2006:15), bagaikan seni untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang-

    orang, sebagai ”the art of getting things done through people”. Definisi ini perlu mendapat perhatian karena berdasarkan kenyataan,

    manajemen mencapai tujuan organisasi dengan cara mengatur orang

    lain. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Botinger (2005:23);

    manajemen sebagai suatu seni membutuhkan tiga unsur, yaitu:

    pandangan, pengetahuan teknis, dan komunikasi. Ketiga unsur tersebut

    terkandung dalam manajemen. Oleh karena itu, keterampilan perlu

    dikembangkan melalui pelatihan manajemen, seperti halnya melatih

    seniman. Pada masa yang akan datang ada kemungkinan bidang

    manajemen akan lebih banyak menyerupai seni daripada ilmu.

    Semakin banyak belajar tentang manajemen, dalam banyak hal dapat

    memperoleh informasi tentang seperangkat tindakan.

    Demikian pula hubungan antar manusia, struktur sosial, dan

    organisasi menuntut seorang manajer untuk memahami ilmu perilaku

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    56

    yang mendasari manajemen. Akan tetapi, sebelum pengetahuan

    tersebut dikuasai, manajer harus bergantung pada intuisinya sendiri

    (karena informasi tidak memadai) dan melakukan penilaian sendiri.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa meskipun banyak aspek

    manajemen telah menjadi ilmiah, tetapi masih banyak unsur-unsur

    manajemen yang tetap merupakan kiat tersendiri seorang manajer.

    Prinsip-prinsip umum dalam manajemen terdiri dari (1)

    pembagian kerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian, (2)

    wewenang dan tanggung jawab pekerjaan yang diikuti

    pertanggungjawaban, (3) disiplin yang berupa ketaatan dan kepatuhan

    terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab, (4) kesatuan

    perintah dalam melaksanakan pekerjaan, (5) kesatuan pengarahan

    menuju sasaran, (6) mengutamakan organisasi di atas kepentingan

    sendiri, (7) penggajian pegawai yang menumbuhkan kedisiplinan dan

    kegairahan kerja, (8) pemusatan wewenang menuju pemusatan

    tanggung jawab, (9) hirarki puncak dan bawahan, (10) ketertiban

    dalam melaksanakan tugas, (11) keadilan dan kejujuran moral

    karyawan, (12) stabilitas kondisi karyawan, (13) prakarsa mewujudkan

    suatu yang berguna bagi penyelesaian pekerjaan dengan baik, dan (14)

    semangat kesatuan.

    Dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen tersebut

    seorang manajer akan melakukan seluruh kegiatannya dengan berpijak

    pada tahapan-tahapan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan

    pengendalian (Terry dalam Handoko, 1998:78). Fungsi manajemen

    yang meliputi tahap-tahap tersebut akan selalu dijadikan acuan oleh

    manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.

    Pencapaian suatu tujuan pada sebuah organisasi atau lembaga

    memerlukan anasir manajemen, yang memerlukan pemberdayaannya

    secara simultan. Anasir manajemen tersebut dikenal dengan 6M yaitu

    men, money, materials, machines, methods, dan market.

    Dari seluruh anasir manajemen, pada akhirnya unsur manusia

    yang menjadi core dari proses-proses manajemen. Begitu juga dalam konteks manajemen pendidikan, anasir manusia menjadi pusat dari

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    57

    seluruh kegiatan manajemen pendidikan. Hal ini disebabkan karena

    manusia adalah salah satu bidang garapan manajemen, dan sekaligus

    juga menjadi sasaran bidang pendidikan. Oleh karena itu, di dalam

    proses pendidikan manusialah yang menjadi fokus garapannya guna

    mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.

    Menurut Mulyasa (2004:48) manajemen pendidikan adalah

    suatu proses pengembangan kegiatan kerja sama sekelompok orang

    untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses

    pengembangan kegiatan tersebut mencakup perencanaan,

    pengorganisasian, penggerakan, pengawasan; sebagai suatu proses

    untuk mewujudkan visi menjadi aksi. Oleh karena itu kerangka kerja

    manajemen secara umum diterapkan juga dalam manajemen

    pendidikan, baik anasir maupun fungsi-fungsinya.

    Oleh karena manajemen merupakan serangkaian kegiatan

    dalam merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengen-

    dalikan, dan mengembangkan segala upaya untuk mengatur dan

    mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana secara

    efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah

    ditetapkan (Sugiyono, 2002; Sudjana, 2004), maka begitu juga halnya

    dengan manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan merupakan

    penataan, pengelolaan, pengaturan, dan kegiatan-kegiatan lain

    sejenisnya yang berkenaan dengan lembaga pendidikan beserta segala

    komponennya dan dalam kaitannya dengan pranata dan lembaga lain

    (Sudjana, 2004:137). Dengan demikian, manajemen pendidikan adalah

    proses untuk mencapai tujuan pendidikan yang meliputi perencanaan,

    pengorganisasian, pengarahan, pemantauan, dan penilaian.

    Menurut Hamalik (2007:80) secara umum tujuan manajemen

    pendidikan dalam proses pembelajaran adalah untuk menyusun suatu

    sistem pengelolaan yang meliputi: 1) Administrasi dan organisasi

    kurikulum; 2) Pengelolaan dan ketenagaan; 3) Pengelolaan sarana dan

    prasarana; 4) Pengelolaan pembiayaan; 5) Pengelolaan media

    pendidikan; 6) Pengelolaan hubungan dengan masyarakat, yang

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    58

    manajemen keterlaksanaan proses pembelajaran yang relevan, efektif

    dan efisien yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan.

    Kemudian, jika dilihat secara lebih khusus, tujuan dari

    pelaksanaan manajemen pendidikan adalah terciptanya sistem

    pengelolaan yang relevan, efektif dan efisien yang dapat dilaksanakan

    dengan mencapai sasaran dengan suatu pola struktur organisasi

    pembagian tugas dan tanggungjawab yang jelas antara pemimpin

    program, tenaga pelatih fasilitator, tenaga perpustakaan, tenaga teknis

    lain, tenaga tata usaha dan tenaga pembina. Selain itu manajemen

    pendidikan bertujuan untuk memperlancar pengelolaan program

    pendidikan dan keterlaksanaan proses pembelajaran.

    Manajemen pendidikan, lanjut Hamalik (2007:81), memiliki

    fungsi terpadu dengan proses pendidikan khususnya dengan

    pengelolaan proses pembelajaran. Dalam hubungan ini, terdapat

    beberapa fungsi manajemen pendidikan, yaitu:

    1) Fungsi Perencanaan, mencakup berbagai kegiatan menentukan

    kebutuhan, penentuan strategi pencapaian tujuan, menentukan isi

    program pendidikan dan lain-lain. Dalam rangka pengelolaan perlu

    dilakukan kegiatan penyusunan rencana, yang menjangkau ke

    depan untuk memperbaiki keadaan dan memenuhi kebutuhan di

    kemudian hari, menentukan tujuan yang hendak ditempuh,

    menyusun program yang meliputi pendekatan, jenis dan urutan

    kegiatan, menetapkan rencana biaya yang diperlukan, serta

    menentukan jadwal dan proses kerja.

    2) Fungsi Organisasi, meliputi pengelolaan ketenagaan, sarana dan

    prasarana, distribusi tugas dan tanggung jawab, dalam pengelolaan

    secara integral. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan, seperti:

    mengidentifikasi jenis dan tugas tanggungjawab dan wewenang,

    merumuskan aturan hubungan kerja.

    3) Fungsi Koordinasi, yang berupaya menstabilisasi antara berbagai

    tugas, tanggung jawab dan kewenangan untuk menjamin

    pelaksanaan dan keberhasilan program pendidikan.

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    59

    4) Fungi Motivasi, yang dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi

    proses dan keberhasilan program pelatihan. Hal ini diperlukan

    sehubungan dengan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab

    serta kewenangan, sehingga terjadi peningkatan kegiatan personal,

    yang pada gilirannya diharapkan meningkatkan keberhasilan

    program.

    5) Fungsi Kontrol, yang berupaya melakukan pengawasan, penilaian,

    monitoring, perbaikan terhadap kelemahan dalam sistem

    manajemen pendidikan tersebut.

    Sekolah Asrama (Boarding School)

    Sekolah Asrama dalam Sistem Pendidikan Nasional

    Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

    sejak tahun 2008 menggalakkan program sekolah berbasis-berpola

    asrama sebagai salah satu upaya untuk mencerdaskan sekaligus

    mencerahkan anak bangsa. Keseimbangan antara kecerdasan

    intelektual dan kecerdasan spiritual anak bangsa mutlak dibutuhkan

    demi keberlangsungan masa depan bangsa ini. Kecerdasan intelektual

    tanpa disertai dengan kecerdasan spiritual akan membuat bangsa

    Indonesia menjadi bangsa yang kehilangan karakter dan jati dirinya.

    Sistem pendidikan yang dinilai tepat untuk mewujudkan cita-

    cita tersebut adalah sistem pendidikan unggulan yang merupakan

    perpaduan antara dua sistem pendidikan yang telah dimiliki oleh

    Indonesia saat ini, yaitu sistem pendidikan formal dan sistem

    pendidikan berpola asrama. Sistem pendidikan formal, dalam konteks

    penelitian ini adalah SMP dan SMA, mewakili keunggulan akademik.

    Sistem pendidikan berpola asrama merupakan cerminan dari

    keunggulan spiritual. Apabila proses pembelajaran pada pendidikan

    formal rata-rata membutuhkan waktu selama 12 jam sehari, maka tidak

    dengan berpola asrama, pendidikan berbasis lokal ini proses

    pembelajarannya berlangsung hingga 24 jam (Kemdiknas, 2011: 1).

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    60

    Selain sebagai media pengembangan kualitas sumber daya

    manusia, lembaga pendidikan formal atau sekolah juga berfungsi

    sebagai wadah transformasi sosial dan budaya. Di sekolah, siswa atau

    peserta didik menjalani proses pembelajaran untuk memperoleh

    wawasan, pengetahuan, sekaligus keterampilan yang akan dijadikan

    bekal hidup di tengah-tengah masyarakat.

    Tidak hanya itu, di sekolah juga terjadi proses sosialisasi

    (sekunder, menurut Berger & Luckmann 1990) antara peserta didik dan

    warga sekolah lainnya, terutama dengan guru atau pendidik. Proses

    sosialisasi tersebut dapat terjalin melalui pengajaran ilmu,

    pengetahuan, dan penanaman nilai-nilai serta moralitas.

    Dalam konteks ini, proses sosialisasi yang dilakukan oleh

    sekolah setidaknya mencakup empat dimensi. Pertama, pendidikan, yang meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kedua, peran seleksi sosial, yang mencakup pemberian legalitas (misalnya berupa

    ijazah atau sertifikat) dan seleksi terhadap peluang kerja. Ketiga, pembinaan peserta didik. Keempat, aktivitas kemasyarakatan. Sistem pendidikan formal atau sekolah formal mempunyai beberapa

    keunggulan dalam upaya pengembangan peserta didik. Keunggulan

    yang utama adalah pelaksanaan sistem pendidikan yang berjenjang

    (misalnya dari SD, SMP, hingga SMA).

    Selain itu, program pendidikan disusun secara hierarkis dan

    sistematis, serta adanya standarisasi pencapaian keberhasilan

    pendidikan. Sistem pendidikan formal juga memberikan peserta didik

    berbagai materi yang terstruktur, faktual, dan dibutuhkan, terutama

    yang diperlukan dalam dunia kerja. Dengan demikian, lembaga

    pendidikan formal atau sekolah pada akhirnya dapat berperan sebagai

    mitra pemerintah dalam memberikan kontribusi bagi pembentukan

    dan pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas.

    Terlebih lagi, di kalangan masyarakat umum di Indonesia, pendidikan

    formal masih menjadi tolak ukur bagi tingkat kecerdasan seseorang.

    Pemerintah melalui kementerian terkait sesungguhnya sudah

    berusaha untuk memperbaiki mutu pendidikan formal melalui

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    61

    berbagai cara dan langkah yang terus disempurnakan. Upaya tersebut

    misalnya dengan menyusun kurikulum yang dinamis dan fleksibel

    dengan penyediaan bahan ajar yang disusun secara sisrematis sesuai

    dengan kompetensi yang hendak dicapai.

    Strategi dan model pembelajaran pun telah dirumuskan dengan

    bentuk yang variatif dan berorientasi pada efektivitas dan efisiensi

    proses pembelajaran. Selain itu, peningkatan kualitas juga ditujukan

    untuk para pendidik yang harus memiliki kualifikasi dan kompetensi

    yang memadai dan bisa dipertanggungjawabkan. Pemerintah juga

    mengupayakan ketersediaan sarana dan prasarana sebagai penunjang

    proses pendidikan, serta sistem pengelolaan sekolah yang lebih

    profesional.

    Salah satu sasaran utama sekolah formal yang akan dipadukan

    dengan sistem pendidikan di asrama adalah sekolah menengah pertama

    atau SMP. Tujuan dipilihnya tingkat ini adalah karena siswa sekolah

    usia SMP, yaitu antara 13-15 tahun, merupakan tingkat usia yang

    rentan. Tingkat usia ini merupakan usia peralihan dari masa anak-anak

    ke usia remaja.

    Usia anak SMP termasuk ke dalam fase genital di mana pada

    masa ini, proses psikoseksual seseorang mencapai “titik akhir”. Fase ini

    juga sering disebut dengan nama masa pubertas, yaitu masa terjadinya

    perubahan-perubahan dalam tubuh yang mengiringi rangkaian

    pendewasaan, baik fisik maupun psikis. Para psikolog menyebut masa

    pubertas sebagai masa yang sarat akan badai dan tekanan (storm and stress). Pada usia ini, seseorang sudah tidak lagi dipandang dan diperlakukan sebagai anak-anak, namun juga belum sepenuhnya

    mengadopsi, apalagi mempraktekkan pola perilaku usia dewasa

    (Amriel, 2008:19).

    Ketika mengalami masa pubertas, seseorang akan dihadapkan pada berbagai kebutuhan akal. Hamid Zahran (Az-Zabalawi, 2007: 516)

    menggolongkan berbagai kebutuhan akal pada fase pubertas menjadi

    beberapa jenis kebutuhan, antara lain kebutuhan berpikir dan

    memperluas dasar pemikiran serta perilaku, kebutuhan ingin

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    62

    mengetahui berbagai hakikat, kebutuhan ingin mendapatkan

    penjelasan tentang berbagai hakikat, dan kebutuhan akan kedisiplinan.

    Selain itu, juga kebutuhan akan berbagai pengalaman baru,

    kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan diri dengan cara bekerja, dan

    kebutuhan untuk meraih kesuksesan studi, kebutuhan untuk

    mengungkapkan jatidiri, kebutuhan akan kesesuaian, kebutuhan ingin

    melakukan hal-hal yang menarik perhatian dan menantang, kebutuhan

    akan berbagai maklumat dan perkembangan kemampuan, kebutuhan

    mendapatkan pengarahan yang bersifat memperbaiki dan mendidik,

    dan lain sebagainya.

    Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usia remaja atau

    usia siswa SMP adalah usia pencarian identitas dan sangat rentan

    terjerumus dalam lingkungan pergaulan yang cenderung negatif. Oleh

    karena itu, di samping dikawal melalui pendidikan formal di sekolah,

    remaja pada usia ini juga perlu diberi asupan mengenai pemahaman

    yang bersifat spiritual, dalam hal ini adalah sistem pendidikan berpola

    asrama.

    Seperti halnya di sekolah formal, sistem pendidikan di asrama

    juga memiliki beberapa keunggulan yang tentunya memiliki kekhasan

    tersendiri. Keunggulan yang dimiliki berpola asrama antara lain, misi

    pendidikannya banyak ditekankan pada aspek moralitas dan pembi-

    naan kepribadian, kultur kemandirian dan interaksi sosial dengan

    masyarakat sekitar secara langsung dan berlangsung 24 jam sehari.

    Selanjutnya, penguasaan literatur klasik yang sarat dengan

    nilai-nilai dan pesan-pesan moral yang berguna bagi pengem-bangan

    peradaban yang beretika, kharisma kiai sebagai pimpinan dan pengasuh

    lembaga asrama menjadikan panutan dan teladan dalam kehidupan

    sehari-hari, serta hubungan kiai dan siswa yang bersifat kekeluargaan

    dengan kepatuhan yang tinggi (Kemdiknas, 2011:3).

    Perpaduan sistem pendidikan sekolah menengah pertama dan

    atas dengan berpola asrama menuntut adanya harmonisasi antara dua

    keunggulan model pendidikan dalam satu lingkungan yang dikelola

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    63

    secara terpadu, saling mengisi, dan mengembangkan potensi sekolah

    didik agar menjadi sumber daya manusia Indonesia yang handal.

    Tujuan tersebut tentu saja baru bisa dicapai apabila ada tindakan-

    tindakan kongkret yang dipelopori oleh pemerintah melalui

    kementerian terkait bersama-sama dengan lembaga pendidikan dan

    masyarakat.

    Program Pendidikan Berpola Asrama

    Asrama sebagai lingkungan pendidikan memiliki ciri-ciri

    antara lain: Sewaktu-waktu atau dalam waktu tertentu hubungan anak

    dengan keluarganya menjadi terputus atau dengan sengaja diputuskan

    dan untuk waktu tertentu pula anak-anak itu hidup bersama anak-anak

    sebayanya. Setiap asrama mempunyai suasana tersendiri yang amat

    diwarnai oleh para pendidik atau pemimpinnya dan oleh sebagian

    besar anggota kelompok dari mana mereka berasal. Demikian pula

    tatanan dan cara hidup kebersamaan serta jenis kelamin dari

    penghuninya turut membentuk suasana asrama yang bersangkutan.

    Jenis dan bentuk asrama itu bermacam-macam sesuai dengan

    kepentingan dan tujuan dari pengadaannya sebagai suatu bentuk

    lingkungan pendidikan. Misalnya:

    a. Asrama santunan yatim piatu sebagai tempat untuk

    menampung anak-anak yang salah satu atau kedua orang

    tuanya meninggal. Kadang-kadang rumah yatim piatu

    merupakan tempat tinggal yang tetap sehingga hubungan

    dengan keluarga terputus.

    b. Asrama tampungan di mana anak-anak dididik oleh orang tua

    angkat, karena orang tuanya sendiri tidak mampu atau karena

    orang tuanya menitipkan pendidikan dan pemeliharaan anak

    kepadanya.

    c. Asrama untuk anak-anak nakal atau mempunyai kelainan fisik

    atau mental, maupun kedua-duanya, sehingga membutuhkan

    pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa.

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    64

    d. Asrama yang didirikan untuk tujuan-tujuan tertentu yang tidak

    mungkin dapat dilakukan dalam pendidikan rumah maupun

    sekolah.

    e. Asrama yang dibutuhkan untuk menunjang ketercapaian

    tujuan pendidikan suatu jabatan, yang tanpa itu tidak mungkin

    dihasilkan pejabat-pejabat yang dapat memikul tanggung jawab

    dan melaksanakan tugas-tugas yang bersangkutan.

    Setiap asrama tersebut, masing-masing merupakan lingkungan

    pendidikan yang dibina sedemikian rupa sesuai dengan tujuan dalam

    rangka membantu perkembangan kepribadian anak. Cara-cara

    pendidikan dan alat-alat pendidikan yang digunakan dalam sarana itu

    berlain-lainan sesuai dengan sifat, kepentingan dan tujuannya.

    Meskipun demikian, sedapat mungkin senantiasa diusahakan untuk

    mewujudkan suasana ”kehidupan keluarga” di mana rasa kasih sayang

    dan kehidupan keagamaan dapat diwujudkan secara wajar. Hal ini

    penting agar mereka bersuasana seperti berada di rumahnya sendiri

    dan dalam lingkungan perlakuan yang wajar laksana perlakuan orang

    tua mereka sendiri.

    Tipologi Asrama

    Ada beberapa jenis sistem asrama yang dapat dijumpai di kota

    Sorong dan kabupaten Sorong, di Propinsi Papua Barat, dan yang

    dijadikan sasaran observasi bandingan dalam penelitian ini, yaitu

    sebagai berikut:

    a. Asrama sebagai tempat Kost

    Tujuan utama asrama adalah sebagai tempat tinggal

    bagi siswa yang datang dari luar daerah yang tidak mempunyai

    penampungan di rumah keluarga. Siswa disini mengatur

    sendiri dan kadang berkelompok. Kehidupan mereka masih

    banyak tergantung pada perhatian orang tua yang sesekali

    datang melihat mereka. Sistem asrama di sini lebih bebas; tidak

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    65

    ada pedoman atau aturan khusus, juga tidak ada Pembina atau

    pamongnya. Asrama seperti ini pada umumnya disediakan oleh

    Pemerintah Daerah; misalnya asrama siswa suku Moskona di

    kota Sorong.

    b. Asrama sebagai Panti Asuhan

    Asrama ini menawarkan kesempatan asrama untuk

    siswa kelas 7 atau lebih tinggi (SMP/SMA). Asrama ini

    umumnya dikelola oleh sebuah yayasan atau komunitas religius

    yang memberikan seorang pamong asrama sebagai pengatur

    hidup harian anak-anak di Asrama tersebut. Pendampingan

    bagi anak-anak yang masuk di asrama ini diserahkan

    sepenuhnya kepada seorang pendamping. Orang tua

    mempercayakan anak mereka dan orang tua juga masih ikut

    bertanggungjawab dengan biaya hidup dari anak-anak mereka.

    Asrama seperti ini terpisah dari sekolah dan mempunyai

    peraturannya sendiri. Anak-anak yang tinggal di asrama dapat

    bersekolah di satu sekolah atau beberapa sekolah yang ada

    dalam satu kota. Misalnya, asrama St.Agustinus untuk siswa

    SMA-K, asrama St. Monika untuk siswi SMA-K, dan asrama St.

    Fransiskus Xaverius untuk siswi SMP di kota Sorong; juga

    beberapa panti asuhan yang dikelola oleh kelompok Islam dan

    umumnya berdekatan dengan sebuah mesjid ataupun

    digabungkan dengan pesantren, seperti yang banyak terdapat

    di kabupaten Sorong.

    c. Asrama sebagai boarding school

    Asrama ini dibangun dengan tujuan khusus dan

    menyatukan baik sekolah maupun asrama dalam satu kesatuan.

    Ada peraturan dan pedoman dan ada pendampingan yang jelas

    yang dikoordinir oleh seorang rektor. Sekolah dan asrama

    saling terkait satu sama lain dan kehidupan berasrama menjadi

    kekuatan kehidupan di sekolah maupun sebaliknya. Malahan

    tenaga pendidik atau guru berperan serentak sebagai pamong

    atau Pembina para siswa dan mereka sendiri tinggal di asrama

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    66

    berdampingan dengan para siswa. Misalnya, kegiatan hidup di

    sebuah pesantren; juga Seminari Petrus van Diepen, yang

    menjadi obyek penelitian ini. Corak hidup yang

    mengintegrasikan kegiatan pendidikan formal di sekolah dan

    pembinaan kebiasaan serta kecakapan hidup di asrama inilah

    yang disebut dalam penelitian ini: „sekolah berpola asrama‟

    ataupun „keberasramaan‟.

    Keunggulan Program Pendidikan Berpola Asrama

    Sistem boarding lebih menekankan pendidikan kemandirian, dan berusaha menghindari dikotomi keilmuan (ilmu agama dan ilmu

    umum). Dengan pembelajaran yang mengintegrasikan ilmu agama dan

    ilmu umum diharapkan akan membentuk kepribadian yang utuh setiap

    siswanya. Hal tersebut dimungkinkan karena sistem boarding dilaksanakan dengan keunggulan-keunggulan tertentu antara lain:

    a. Program Pendidikan Paripurna

    Umumnya sekolah-sekolah regular terkonsentrasi pada

    kegiatan-kegiatan akademis sehingga banyak aspek hidup anak

    yang tidak tersentuh. Hal ini terjadi karena keterbatasan waktu

    yang ada dalam pengelolaan program pendidikan pada sekolah

    regular. Sebaliknya, sekolah berasrama dapat merancang program

    pendidikan yang komprehensif holistik dari program pendidikan

    keagamaan, academic development, life skill (soft skill dan hard skill) sampai membangun wawasan global. Bahkan pembelajaran tidak hanya sampai pada tataran teoritis, tapi juga implementasi

    baik dalam konteks belajar ilmu ataupun belajar hidup.

    b. Pengawasan langsung oleh pamong

    Sistem asrama memungkinkan pendidik melakukan

    tuntunan dan pengawasan secara langsung kepada para siswa, yang

    memang hal ini sangat dimungkinkan karena guru dan siswa

    tinggal di dalam satu komunitas yang sama. Pengawasan langsung

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    67

    ini menyebabkan prilaku siswa yang menyimpang dapat segera

    diketahui dan dapat dilakukan tindakan yang segera mencegahnya.

    c. Interaksi.

    Intensitas interaksi antara pamong dan siswa sangat kondusif

    bagi pemerolehan pengetahuan yang hidup. Umumnya, sistem

    boarding dipantau dan diawasi oleh pamong yang bertanggungjawab terhadap sejumlah siswa. Intensitas interaksi

    antara pamong dan siswa memberikan peluang bagi siswa untuk

    mengikuti arahan serta tindakan yang dilakukan oleh pamong serta

    memperoleh pengetahuan tentang hidup.

    d. Pendidikan karakter (character building)

    Penanaman nilai merupakan ruhnya penyelenggaraan

    pendidikan.Oleh karenanya pola-pola pendidikan berasrama

    mengembangkan dan menyadarkan siswa terhadap nilai

    kebenaran, kejujuran, kebajikan, kearifan dan kasih sayang sebagai

    nilai-nilai universal yang dimiliki semua agama. Pendidikan juga

    berfungsi untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan secara

    spesifik sesuai keyakinan agama. Maka setiap pembelajaran yang

    dilakukan selalu diintegrasikan dengan perihal nilai di atas,

    sehingga menghasilkan anak didik yang berkepribadian utuh, yang

    bisa mengintegrasikan keilmuan yang dikuasai dengan nilai-nilai

    yang diyakini untuk mengatasi berbagai permasalahan hidup dan

    sistem kehidupan manusia. Pendidikan dengan Sistem Boarding School (perpaduan/integrasi sistem pendidikan pesatren dan madrasah) sebenarnya efektif untuk mendidik kecerdasan,

    ketrampilan, pembangunan karakter dan penanaman nilai-nilai

    moral peserta didik, sehingga anak didik lebih memiliki

    kepribadian yang utuh dan khas.

    e. Proses Modelling

    Menurut Wakhudin (2010), salah satu keistimewaan

    pendidikan pondok pesantren adalah sistem boarding school atau sistem berpola asrama. Dengan sistem boarding school, siswa

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    68

    sepanjang hari dan malam berada dalam lingkungan belajar.

    Mereka bergaul bersama siswa yang lain dan para pamong mereka.

    Para pamong dapat memantau dan mengarahkan setiap perilaku

    siswa sepanjang waktu. Di samping itu, dengan bergaul sepanjang

    waktu, memungkinkan bagi siswa untuk mencontoh perilaku dan

    cara hidup pamong. Sebab, mencontoh merupakan salah satu cara

    belajar yang paling efektif daripada sekadar belajar secara kognitif.

    f. Pemakaian bahasa asing sebagai bahasa pengantar

    Asrama adalah lingkungan yang terdiri dari para penuntut

    ilmu, sehingga dari segi ini lingkungannya dikatakan homogen.

    Dengan lingkungan yang homogen dalam nuansa keilmuan ini

    maka sangat kondusif untuk menerapkan bahasa asing sebagai

    bahasa pengantar, yakni dengan menerapkan direct method (metode langsung) yang salah satu cirinya adalah sejak permulaan

    siswa dilatih untuk “berfikir dalam bahasa asing”.

    g. Fasilitas/sarana dan prasarana lengkap

    Sekolah asrama mempunyai fasilitas yang lebih lengkap;

    mulai dari fasilitas sekolah yaitu kelas belajar, laboratorium, klinik,

    sarana olah raga, perpustakaan, kebun dan taman hijau. Sementara

    di asrama fasilitasnya adalah kamar, area belajar pribadi, lemari es,

    detector kebakaran, jam dinding, lampu meja, cermin besar, rakrak

    yang luas, pintu darurat dengan pintu otomatis.

    h. Guru dan pamong yang berdedikasi dan berkualitas

    Sekolah-sekolah berasrama umumnya menentukan

    persyaratan kualitas guru yang lebih jika dibandingkan dengan

    sekolah konvensional. Kecerdasan intelektual, sosial, spiritual dan

    kemampuan pedagogis metodologis serta adanya roh kemandirian

    pada setiap guru di sekolah berasrama. Ditambah lagi kemampuan

    bahasa asing seperti: Inggris, Latin, Jerman, Perancis, dll.

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    69

    i. Lingkungan yang kondusif

    Dalam sekolah berpola asrama semua elemen yang ada

    dalam kompleks sekolah terlibat dalam proses pendidikan.

    Aktornya tidak hanya guru atau bisa dibalik gurunya bukan hanya

    guru mata pelajaran, tapi semua orang dewasa yang ada di boarding school adalah guru. Siswa tidak bisa lagi diajarkan bahasa-bahasa langit, tapi siswa melihat langsung praktek kehidupan dalam

    berbagai aspek. Guru tidak hanya dilihatnya di dalam kelas, tapi

    juga dalam kehidupan kesehariannya.

    j. Siswa yang heterogen

    Sekolah berasrama mampu menampung siswa dari berbagai

    latar belakang yang tingkat heteroginitasnya tinggi. Siswa berasal

    dari berbagai daerah yang mempunyai latar belakang sosial,

    budaya, tingkat kecerdasan. Kemampuan akademik yang sangat

    beragam. Kondisi ini sangat kondusif untuk membangun wawasan

    nasional dan siswa terbiasa berinteraksi dengan teman-temannya

    yang berbeda sehingga sangat baik baik anak untuk melatih

    wisdom anak dan menghargai pluralitas.

    k. Jaminan Keamanan

    Sekolah berasrama berupaya secara total untuk menjaga

    keamanan siswa-siswinya. Banyak sekolah asrama yang

    mengadopsi pola pendidikan militer untuk menjaga keamanan

    siswa-siswinya. Tata tertib dibuat sangat rigid lengkap dengan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya. Jaminan keamanan diberikan

    sekolah berasrama, mulai dari jaminan kesehatan (tidak terkena

    penyakit menular), tidak narkoba, terhindar dari pergaulan bebas,

    dan jaminan keamanan fisik (tawuran dan perpeloncoan), serta

    jaminan pengaruh kejahatan dunia maya.

    l. Jaminan Kualitas

    Sekolah berasrama dengan program yang komprehensif-

    holistic, fasilitas yang lengkap, guru yang berkualitas, dan

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    70

    lingkungan yang kondusif dan terkontrol, dapat memberikan

    jaminan kualitas jika dibandingkan dengan sekolah konvensional.

    Dalam sekolah berasrama, pintar-tidak pintarnya anak, baik-tidak

    baiknya anak sangat tergantung pada sekolah karena 24 jam anak

    bersama sekolah. Hampir dapat dipastikan tidak ada variable lain

    yang “mengintervensi” perkembangan dan progresivitas pendi-

    dikan anak, seperti pada sekolah konvensional yang masih dibantu

    oleh lembaga bimbingan belajar, lembaga kursus dan lain-lain.

    Sekolah-sekolah berasrama dapat melakukan treatment individual, sehingga setiap siswa dapat melejitkan bakat dan potensi

    individunya.

    Penelitian Terdahulu

    Kajian tentang praktik terbaik di dalam manajemen pendidikan

    telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, antara lain kajian Sazali

    Yusoff Abd Razak Manaf Rosnarizah Abdul Halim (2010) tentang Best Practices in Educational Management and Leadership: Identifying High Impact Competencies for Malaysian School Principally. Halim dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kompetensi seorang

    pemimpin adalah penting dalam menentukan arah organisasi, terutama

    organisasi sekolah. Menjadi pemimpin organisasi sekolah, dibutuhkan

    kemampuan khusus dari seorang pemimpin sekolah dalam rangka

    mencapai dan melanjutkan pencapaian-pencapaian yang sudah dicapai

    sebelumnya.

    Hasil penelitian Halim dalam memotret praktik terbaik Institut

    Aminuddin Baki (IAB), Kementerian Pendidikan Malaysia

    menunjukkan bahwa sekolah tersebut mengembangkan pelatihan yang

    berorientasi pada pertumbuhan, seperti High Impact Training and Development Initiatives (HITI), Leadership Competency Assessment (LCA), High Inisiative Training Impact (HITI) dan Leadership Competence Assessment (LCA), Growth Oriented Training and Development (GOTD). Untuk mengoperasionalkan kerangka kerja ini, IAB telah mengembangkan instrumen untuk mengevaluasi kepala

  • Teori Pembangunan Pendidikan

    71

    sekolah kompetensi berdasarkan enam domain yaitu: Kebijakan dan

    Arah, Instruksional dan Prestasi, Perubahan dan Inovasi, Masyarakat

    dan Hubungan dan Sumber Daya dan Operasi. Dalam studi ini, IAB

    diberikan instrumen seluruh negeri untuk 315 kepala sekolah dan 140

    Departemen Petugas Pendidikan. Instrumen yang digunakan dalam hal

    ini memiliki nilai-Cronbach 0,96. Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa kompetensi dampak tinggi untuk kepala sekolah di Malaysia

    adalah Kualitas Fokus, Fokus Kurikulum, Pemecahan Masalah,

    Pengambilan Keputusan, Mengelola Perubahan, Manajemen

    Keuangan, Manajemen TIK dan Manajemen Kinerja.

    Selanjutnya, penelitian Debbie Vigar Ellis (2013), Boys‟ boarding school management: understanding the choice criteria of parents, South African Journal of Education, mengidentifikasi bahwa sekolah asrama menengah Afrika Selatan telah menjadi lebih

    kompetitif sebagai sekolah yang mencoba untuk menarik dan

    mempertahankan siswa. Manajemen sekolah tersebut tidak hanya

    harus mengatasi kebutuhan pendidikan dan asrama murid, tetapi juga

    menerapkan manajemen yang tepat, dengan menggunakan prinsip-

    prinsip pemasaran untuk bersaing secara efektif dengan pesantren di

    seluruh negeri dan luar. Pelanggan mendasarkan produk pilihan

    mereka dan layanan pada persepsi mereka terhadap berbagai

    penawaran yang tersedia, dievaluasi sesuai dengan kriteria seleksi yang

    mereka anggap penting.

    Sekolah di sektor ini, untuk memposisikan diri secara tepat,

    harus terlebih dahulu menentukan kriteria yang orangtua gunakan

    untuk mengevaluasi satu sekolah terhadap yang lain. Penelitian ini

    berangkat untuk menentukan kriteria. Sebuah sampel dari 169 orang

    tua dan anak laki-laki tua, dipilih dengan menggunakan database dari

    anak laki-laki tertentu 'asrama di KwaZulu-Natal (KZN), Afrika

    Selatan, dan dikirimkan kuesioner. Kuantitatif Analisis dilakukan

    untuk menentukan kriteria yang paling penting. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa pilihan orang tua dalam memilih pendidikan

    asrama didasarkan pada lingkungan yang aman dan staf yang

    kompeten.

  • Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong

    72

    Penelitian sekolah berpola asrama di Malaysia terarah pada observasi

    terhadap pertumbuhan lewat kompetensi, sedangkan penelitian di

    Afrika Selatan ini tertuju pada manajemen sekolah. Sedangkan

    penelitian pada sekolah berpola asrama di SM PvD di Sorong ini

    terarah pada kombinasi antara kegiatan pendidikan dan pola hidup

    asrama.