Upload
danghanh
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. BNCC (Bina Nusantara Computer Club)
2.1.1. Organisasi
Organisasi menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly & Konopaske
(2009) merupakan koordinasi dari unit-unit yang memungkinkan untuk
mencapai suatu target yang tidak dapat dicapai bila hanya terdapat individu
yang bertindak secara pribadi. Selain itu, menurut Mukherjee & Basu (2005),
organisasi adalah sekumpulan dua atau lebih orang yang saling bekerjasama
untuk mencapai suatu tujuan yaitu mendapatkan keuntungan ataupun
memperoleh pengetahuan. Organisasi tersusun atas bermacam-macam
orang yang berasal dari latar belakang berbeda-beda. Kelompok dalam
organisasi yang heterogenitas membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menyesuaikan diri dan berkoordinasi untuk mencapai tujuan dikarenakan
memiliki latar belakang budaya yang berbeda dan paling lama dapat
menyesuaikan kondisi memerlukan waktu kurang lebih tiga bulan (Robbins,
2003). Faktor lain yang penting dalam terbentuknya suatu
kelompok/organisasi adalah mengenai seberapa kompak/terpadu (cohesive)
anggota yang ada di dalam kelompok/organisasi tersebut (Aronson, Wilson,
& Akert, 2007). Dikatakan pula bahwa cohesiveness akan mendukung
ketercapaian performa yang optimal bila dapat membina hubungan yang baik
diantara para anggota di dalam kelompok/organisasi dan kegiatan ini menjadi
10
lebih penting dibandingkan dengan persoalan mencari suatu solusi terhadap
permasalahan yang ada (Aronson, Wilson, & Akert, 2007).
2.1.2. Tahap pembentukan Kelompok
Dalam mengembangkan organisasi, terdapat kelompok-kelompok
yang juga memerlukan proses pembentukan dimana terdapat beberapa
langkah terbentuknya suatu kelompok (Drafke, 2009), yaitu:
1. Forming
Merupakan tahap dimana anggota saling bertemu dan
menyesuaikan diri, saling mengenal satu dengan yang lain. Dalam
tahap ini pula dilakukan tahap perencanaan dan pengumpulan
banyak informasi.
2. Storming
Tahap pembentukan kelompok dimana mulai muncul konflik-konflik
sehingga bila kelompok tidak dapat mengatasi konflik maka pada
tahap selanjutnya tidak dapat mencapai keeratan hubungan
(cohesiveness).
3. Norming
Peranan masing-masing anggota dalam kelompok telah jelas
terlihat. Dalam tahap ini pula telah ditentukan norma-norma yang
ditetapkan untuk dianut seluruh anggota dalam kelompok dan
timbul juga rasa saling percaya dalam melaksanakan tugas.
11
4. Performing
Tahap ini terlihat bahwa kelompok sudah dapat berkoordinasi
dengan baik dan efektif dalam mencapai tujuan. Anggota dalam
kelompok saling bergantung dan berkomunikasi dengan lancar,
banyak keputusan diambil oleh anggota kelompok dibandingkan
dengan pemimpin saja.
2.1.3. Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah suatu sistem makna yang dianut oleh
anggota di dalam suatu organisasi dimana hal ini membedakannya dengan
organisasi lain (Robbins, 2003). Peran dari adanya budaya (Robbins, 2003),
yaitu:
1. Menciptakan pembedaaan dengan organisasi lainnya
2. Memberikan suatu identitas bagi organisasi
3. Mendorong timbulnya komitmen anggota terhadap hal yang lebih
luas diluar dari dirinya sendiri
4. Memberikan kemantapan sistem sosial
Kelangsungan adanya budaya dalam organisasi juga harus
diperhatikan yaitu dengan melakukan proses sosialisasi terhadap budaya
yang ada, implementasi budaya tersebut oleh manajemen puncak serta
adanya seleksi anggota yang dilakukan sehingga memperoleh kandidat yang
sesuai/dapat menerima budaya organisasi (Robbins, 2003).
12
2.1.4. Stress
Stress merupakan respon psikis dan fisik terhadap suatu stimulus
yang tidak menyenangkan diakibatkan adanya ancama dari lingkungan
(Schultz & Schultz, 2006). Setiap orang memiliki caranya tersendiri dalam
menghadapi kondisi stress. Berikut ini beberapa hal yang menyebabkan
stress di tempat kerja (Schultz & Schultz, 2006), yaitu:
1. Work overload dan work underload
Pekerjaan yang terlalu banyak dan dikerjakan dalam waktu yang
singkat dapat menyebabkan tekanan dimana terdapat dua tipe dari
work overload yaitu quantitative overload (pekerjaan yang banyak)
dan qualitative overload (pekerjaan yang sulit).
2. Perubahan organisasi
Beberapa orang tidak terlalu senang dengan perubahan dimana
menginginkan kondisi yang mereka kenal sehingga mereka dapat
mengetahui apa yang dapat mereka capai.
3. Peran yang ambigu dan konflik peran
Peran yang ambigu akan memberikan dampak stress bagi anggota
dalam organisasi karena anggota akan bingung mengenai apa
yang diharapkan pemimpin supaya dilakukan oleh anggota. Selain
itu adanya konflik peran yaitu perbedaan antara job requirement
dengan job demand memberikan dampak stress lain bagi anggota
organisasi.
13
2.1.5. UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa)
Unit kegiatan mahasiswa merupakan salah satu bentuk organisasi
kemahasiswaan yang ada di kampus bertujuan untuk pengembangan para
mahasiswa yang mengikuti organisasi tersebut. Pengembangan yang
dimaksud dapat berupa kemahiran dalam soft skill maupun technical skill.
Organisasi Mahasiswa BINUS UNIVERSITY dibina oleh suatu Badan /
Organisasi yang bernama Student Creativity Development Center (SCDC)
yang bertugas untuk mengembangkan aktivitas organisasi, yang kedudukan
secara struktural berada di bawah Wakil Rektor III – Student Affairs &
Community Development (BINUS UNIVERSITY, 2010).
Dalam penelitian ini, pembahasan akan lebih terfokus pada salah
satu UKM Penalaran yang ada di BINUS UNIVERSITY yaitu BNCC (Bina
Nusantara Computer Club). UKM dapat diikuti oleh seluruh mahasiswa aktif
dari berbagai jurusan sedangkan HMJ hanya dapat diikuti oleh mahasiswa
dengan kelompok jurusan tertentu sesuai dengan himpunan yang dibuka
pada masing-masing jurusan.
2.1.6. BNCC (Bina Nusantara Computer Club)
BNCC berdiri pada tanggal 24 April 1989, berawal dari sekumpulan
orang yang gemar beradu kemampuan dalam bidang komputer (BNCC,
2010). Berdasarkan informasi yang ditulis dalam FEP Magazine (2010)
BNCC merupakan satu-satunya Unit Kegiatan Mahasiwa (UKM) berbasiskan
komputer di BINUS. BNCC telah berdiri selama 21 tahun dan telah
memunculkan berbagai inovasi dalam menjawab keinginan anggotanya.
14
BNCC merupakan wadah bagi orang yang memiliki minat di bidang komputer
dan teknologi informasi. Hal unik yang membuat BNCC berbeda
dibandingkan computer club pada umumnya, BNCC juga memiliki berbagai
pengembangan yang tidak hanya diimplementasikan di produk-produk IT
saja seperti majalah dan project house, karena BNCC juga memiliki event or-
ganizer yang menyelenggarakan event-event IT.
BNCC memiliki visi yaitu “A Solid Organization Based on Learning,
Innovation, Quality and Focused on Customer” dimana didukung pula oleh
misi sebagai berikut:
1. Memperkuat brand image BNCC sebagai computer club
2. Melakukan peningkatan kekuatan internal untuk menunjang
branding eksternalnya
3. Mengembangkan sistem untuk meningkatkan learning habit setiap
elemen BNCC
4. Membina dan menjaga hubungan baik ke semua pihak yang terkait
dengan BNCC
BNCC memiliki anggota, aktivis maupun pengurus yang berasal dari
para BiNusian berbagai jurusan. BiNusian harus melewati tahap tes terlebih
dahulu sebelum resmi dijadikan anggota. Tahap tes tersebut biasa disebut
dengan istilah PAB (Penerimaan Anggota Baru). Anggota yang telah lulus
seleksi akan memperoleh fasilitas anggota seperti pembelajaran komputer,
jalan-jalan ke pabrik untuk melihat proses produksi, seminar-seminar IT
ataupun diskon di merchant yang telah bekerja sama dengan BNCC.
Anggota pun dapat mendaftar untuk menjadi aktivis yang merupakan tahap
15
persiapan sebelum menjadi pengurus BNCC. Setiap tahunnya kepengurusan
BNCC akan berganti dimana setiap BiNusian yang baru masuk dan
mengikuti program aktivis akan memiliki masa jabatan 2 tahun
kepengurusan. Struktur kepengurusan BNCC terdapat pada bagian lampiran.
Kepengurusan berlangsung mulai Juni awal hingga Juni awal tahun
depan yaitu misalkan Juni 2010 hingga Juni 2011. Di dalam kepengurusan
terdapat pengurus tahun ke-2 dan pengurus tahun ke-1 namun dalam
perjalanannya hal ini tidak terlalu dipandang sebagai pembatas dalam
berinteraksi karena BNCC tidak terlalu berfokus pada senioritas. Dewan
Pengurus Inti (DPI) hanya dipilih dari para pengurus tahun ke-1 yang akan
melanjutkan kepengurusan di tahun ke-2, hal ini ditetapkan karena
mengingat pengurus tahun ke-1 yang baru naik masih perlu penyesuaian dan
pengetahuan lebih mengenai kepengurusan. Aktivis yang akan diangkat
menjadi pengurus hanya memiliki akses jabatan hingga tahap koordinator
subdivisi.
Berikut ini juga terdapat budaya yang akan diterapkan oleh BNCC
pada kepengurusan ke-22 yaitu:
1. Solidarity is our spirit
2. Responsibility is our promise
3. Initiative is our action
4. Discipline is our appreciation
5. Professional is our honor
16
6. Innovative is our challenge
7. Sharing Knowledge is our power
8. Example is our leadership
2.2. Efektivitas Kepemimpinan
2.2.1. Efektivitas
Menurut Umar (2003), efektivitas merupakan kemampuan dalam
menentukan tujuan yang tepat. Suatu kelompok dikatakan efektif ketika
seluruh anggota mengetahui apa yang ingin dicapai dan mengetahui
bagaimana tujuan itu dicapai. Drucker dalam Umar (2003) menyatakan
bahwa efektivitas merupakan hal yang lebih diutamakan dibanding efisiensi
karena hal yang lebih diperhatikan adalah bagaimana memanfaatkan sumber
daya serta upaya dalam melakukan pekerjaan. Selain itu, Covey (2005)
berpendapat bahwa efektivitas terjadi ketika terdapat keseimbangan antara
produksi dari hasil yang diinginkan dengan kemampuan produksi,
maksudnya adalah menggunakan cara yang sama dikemudian hari untuk
mencapai hasil yang lebih di masa mendatang.
2.2.2. Kepemimpinan
Dalam menjalankan suatu organisasi ataupun perusahaan diperlukan
adanya pemimpin yang berperan mengkombinasikan visi misi dari organisasi
dengan visi misi dari setiap orang yang ada di dalam organisasi (Hughes,
Ginnett, & Curphy, 2006). Perjalanan untuk mencapai visi misi perusahaan
tidak hanya dengan menggerakkan pemimpin namun perlu adanya
17
kerjasama antara pemimpin dengan anggota organisasi (Hogan. Curphy, &
Hogan, 1994). Kepemimpinan adalah usaha mempengaruhi, bukan suatu hal
yang mendominasi dimana seseorang dapat meminta orang lain melakukan
penawaran dikarenakan faktor kekuatan/kekuasaan, tidak dapat dikatakan
sebagai pemimpin (Hogan, Curphy, & Hogan, 1994). Menurut Hughes,
Ginnett, & Curphy (2006), kepemimpinan adalah proses untuk
mempengaruhi anggota di dalam suatu organisasi demi mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Menurut Achua & Lussier (2010), pemimpin dalam
konteks ini adalah ketika seseorang yang telah dianggap sebagai pemimpin
suatu kelompok dapat melakukan sesuatu hal yang benar atau disebut do
the right things.
Kepemimpinan bukanlah hanya membahas mengenai bagaimana
seorang pemimpin mencapai kesuksesan atau berhasil namun juga
berbicara mengenai bagaimana proses mencapai keberhasilan tersebut
mempengaruhi kesuksesan (Yukl, 2002). Dikatakan pula bahwa
kepemimpinan tidak terlepas dari 3 elemen yaitu leader, followers dan situasi
(Hughes, Ginnett & Curphy, 2006). Peneliti menggunakan pendapat dari
Hughes, Ginneet & Curphy di dalam penelitian ini. Dalam menjalankan suatu
kepemimpinan pun sebaiknya tidak melupakan 3 elemen yang
mempengaruhinya. Pelatihan mengenai kepemimpinan dapat menjadi salah
satu cara terpercaya dalam memprediksi peningkatan efektivitas
kepemimpinan (Abdullah, Alzaidiyeen, & Aldarabah, 2009).
18
Salah satu teori yang membahas mengenai faktor situasi yang
berpengaruh terhadap proses kepemimpinan yang berpengaruh pada
efektivitas kepemimpinan adalah Fiedler’s contingency model.
2.2.2.1. LPC Contingency Model
Efektivitas kepemimpinan dipengaruhi oleh beberapa faktor
luar yaitu salah satunya oleh situasi. Teori yang membantu dalam
menjelaskan efektivitas kepemimpinan dan sifat pemimpin dimoderasi
oleh situasi adalah LPC contingency model (Yukl, 2002). Menurut
Fiedler (1970) terdapat beberapa kegunaan dari teori ini dimana teori
ini dapat membantu organisasi untuk memutuskan penempatan
pemimpin dan menyusun strategi organisasi, menyediakan
pengertian yang lebih mendalam mengenai proses kepemimpinan
dalam situasi berbeda serta pemimpin dapat dilatih untuk mengenali
gaya kepemimpinannya yang kemudian disesuaikan dengan kondisi.
2.2.2.1.1. Skor LPC pemimpin
Skor LPC (least preferred coworker) dikembangkan
oleh Fiedler dimana pemimpin diminta untuk memilih orang
yang sudah pernah diajak bekerjasama baik sekarang atapun
dulu dan setidaknya dapat bekerjasama dengan baik (Yukl,
2002). Kemudian mengisi suatu alat ukur skala bipolar
(contoh: friendly-unfriendly, cooperative-uncooperative,dsb).
Skor ini akan menunjukkan mengenai mengenai pemimpin
dan bukan mengenai orang yang dievaluasi oleh pemimpin
19
tersebut (Hughes, Ginnett, & Curphy, 2006). Penggunaan tes
ini untuk melihat hirarki motivasi dari pemimpin (Fiedler dalam
Hughes, Ginnett & Curphy, 2006). Terdapat 2 kemungkinan
hasil yang diperoleh dari tes tersebut yaitu (Fiedler dalam
Hughes, Ginnett &Curphy, 2006):
1. Low LPC score
Low LPC score adalah ketika pemimpin lebih berorientasi
dan akan merasa puas dalam pengerjaan tugas (task)
dibandingkan dengan menjalin hubungan baik terhadap
rekan kerja. Bila tugas utama sudah selesai, pemimpin
kemudian akan melihat hubungan (people) sebagai hal
yang harus kemudian dibina.
2. High LPC score
High LPC score merupakan kebalikan dari low LPC score
dimana pemimpin dengan high LPC score akan
mendahulukan hubungan (people) terhadap rekan
menjadi hal yang harus dilakukan terlebih dahulu
kemudian melihat tugas (task) akan berjalan setelah
hubungan (people) dengan rekan dapat berjalan dengan
baik.
Menurut penelitian oleh Kennedy dalam Hughes,
Ginnett & Curphy (2006), pemimpin dengan skor LPC
20
menengah dapat lebih fleksibel menetapkan kondisi
pergantian motivasi antara task ataupun people.
2.2.2.1.1.1. Variabel situasi (situational variables)
Hubungan antara skor LPC pemimpin
dengan efektivitas berkaitan pula dengan situasi
yang kompleks yang biasa disebut dengan
situational favorability yang diartikan bahwa situasi
dalam keadaan yang menguntungkan untuk
berjalannya suatu kepemimpinan (Yukl, 2002).
Fiedler menyebutkan (Yukl, 2002; Hughes, Ginnett,
& Curphy, 2006) terdapat 3 aspek situasi yang
harus dipertimbangkan, yaitu:
1. Leader-member relations
Situasi ini menggambarkan mengenai
hubungan antara pemimpin dengan bawahan
dimana apakah hubungan berjalan dengan
bersahabat dan kooperatif atau dengan
masalah serta ketidakselarasan. Pemimpin
dengan high leader-member relations akan
dapat memperoleh dukungan serta loyalitas
dari bawahan.
21
2. Task structure
Situasi ini menggambarkan mengenai seberapa
detil suatu pekerjaan yang ada, adanya
standard operating procedures dalam
menyelesaikan suatu tugas ataupun
pengukuran objektif mengenai seberapa baik
suatu pekerjaan diselesaikan. Task structure
terdiri dari 2 jenis yaitu structured dan
unstructured. Pembedaan antara structured
dan unstructured dijabarkan dalam penjelasan
berikut ini (Gibson, Ivancevich, Donnelly, &
Konopaske, 2009) yaitu:
• Structured menjelaskan kewajiban dari
suatu pekerjaan telah secara jelas
diberitahukan dan telah jelas juga
mengenai siapa yang melakukan
kewajiban tersebut
• Strucutred dalam penyelesaian masalah
dengan suatu kerangka yang telah ada
sedangkan unstructured memiliki banyak
cara lain dalam menyelesaikan
permasalahan yang muncul
22
3. Position power
Merupakan elemen terlemah dari ketiga
situational favorability yang ada. Position power
menggambarkan mengenai otoritas yang
dimiliki oleh pemimpin baik itu dalam
memberikan hadiah (reward) ataupun hukuman
(punishment), merekomendasikan seseorang
ataupun menurunkan jabatan. Position power
terdiri dari strong dan weak, dikatakan strong
ketika pemimpin memiliki otoritas penuh dalam
memberikan hukuman ataupun hadiah serta
memiliki otoritas untuk mempromosikan atau
mendemotasikan seseorang dalam jabatannya.
Berikut ini merupakan hubungan variabel situasi di
LPC contingency model (Yukl, 2002) yaitu:
Tabel 2.1 Gambaran Situasi Menurut Fiedler’s Contingency
M
o
d
e
l
S
Octant L-M
Relations Task
Structure Position Power
Effective Leader
1 Good Structured Strong Low LPC 2 Good Structured Weak Low LPC 3 Good Unstructured Strong Low LPC 4 Good Unstructured Weak Low LPC 5 Poor Structured Strong High LPC 6 Poor Structured Weak High LPC 7 Poor Unstructured Strong High LPC 8 Poor Unstructured Weak Low LPC
23
Sumber: Buku Leadership in Organization oleh Gary Yukl, Hal. 209,
tahun 2002
2.2.3. Efektivitas Kepemimpinan
Efektivitas kepemimpinan menurut penelitian Collins dalam Fleming
(2004) meliputi 4 dimensi yaitu:
1. Business leadership
Kesuksesan pemimpin membutuhkan kemampuan pemimpin
dalam memikirkan perencanaa dan melihat bisnis dari
berbagai perspektif.
2. Result leadership
Kesuksesan tercapai ketika dipandu oleh orang yang memiliki
inisiatif, dapat berkomunikasi secara jelas dan dapat
mencapai target.
3. People leadership
Dapat bekerjasama secara baik dengan orang lain
membutuhkan kemampuan memotivasi, membangun
24
hubungan, membangun kepercayaan, mengembangkan
talenta serta mempengaruhi.
4. Self leadership
Hal penting bagi pemimpin adalah dapat mengontrol emosi
diri, memiliki integritas, bertanggungjawab terhadap apa yang
dilakukan serta berespon terhadap perubahan.
Dalam mengukur keempat dimensi tersebut yang bermuara pada
pengukuran tingkat efektivitas kepemimpinan, hal yang dapat dilakukan
adalah dengan menyediakan adanya feedback bagi pemimpin yaitu dengan
penilaian 360º (Hughes, Ginnett, & Curphy, 2009). Salah satu pengukuran
360º yang dapat disesuaikan dengan penelitian Collins mengenai efektivitas
kepemimpinan adalah LEA (Leadership Effectiveness Analysis)
(Management Research Group, 2010). LEA terdiri dari 6 domain yaitu
creating a vision, developing followership, implementing the vision, following
through, achieving results, dan team playing. Pada masing-masing domain
masih terdapat sub domain yang terdiri atas (Management Research Group,
2010):
1. Creating a vision : conservative, innovative, technical, self,
strategic
2. Developing followership: persuasive, outgoing, excitement,
restraint
25
3. Implementing the vision: structuring, tactical, communication,
delegation
4. Following through: control, feedback
5. Achieving results: management focus, dominant, production
6. Team playing: cooperation, consensual, authority, empathy
Keenam domain yang ada akan dipergunakan sebagai pengukuran
yang dilakukan secara 360º untuk menentukan tingkat efektivitas
kepemimpinan. Selain itu, menurut Rachmawati & Rahmawati (2007),
efektivitas kepemimpinan dipengaruhi oleh banyak faktor yang beragam yaitu
keterampilan pemimpin, ciri pemimpin, perilaku pemimpin, usaha follower,
hubungan pemimpin dengan follower, kepedulian pemimpin terhadap
follower ,dukungan manajemen, posisi kekuasaan, serta struktur tugas.
Berdasarkan penjabaran tersebut dapat dibuat kumpulan faktor yang lebih
sempit yaitu faktor pemimpin, faktor follower serta faktor situasi (Rachmawati
& Rahmawati, 2007).
Menurut Achua & Lussier (2010), efektivitas kepemimpinan tidak
dapat dimengerti tanpa harus meneliti terlebih dahulu bagaimana pemimpin
dan follower dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Sebuah
contoh mengenai kompleksnya hubungan pemimpin dengan follower terbukti
dengan adanya pengertian in-groups dan out-groups (Hughes, Ginnett, &
Curphy, 2009). Follower dengan in-groups yang tinggi akan merasa menjadi
bagian dari suatu kelompok, memiliki komitmen, loyalitas serta rasa percaya
terhadap pemimpin. Keadaan sebaliknya terjadi pada out-groups, teori ini
26
disebut dengan Leader-Member Exchange Theory (Hughes, Ginnett, &
Curphy, 2009). Selain melihat pentingnya hubungan pemimpin dengan
follower, hal yang cukup penting adalah faktor situasi dimana bila pemimpin
dapat melihat situasi serta menyesuaikan gaya kepemimpinan yang harus
diterapkan maka mengindikasikan bahwa pemimpin menjalankan
kepemimpinan yanf efektif (Rachmawati & Rahmawati, 2007).Dengan
adanya kepemimpinan yang efektif maka akan mendukung pengembangan
kerjasama tim dan integrasi individu dalam mencapai tujuan (A & Ayo, 2009).
2.2.3.1. Karakteristik Pemimpin yang Efektif
Menurut Curphy & Hogan; Stogdil; Lord, Devader, & Allinger
dalam Hughes, Ginnett, & Curphy (2006), perbedaan efektivitas
kepemimpinan dengan ketidakefektifan kepemimpinan terdapat pada
beberapa faktor seperti kemampuan kognitif, personality traits, nilai
dan skills. Pemimpin juga dikatakan efektif ketika ia dapat membawa
pengikutnya atau mempengaruhi pengikutnya secara rasional dan
emosional (Hughes, Ginnett & Curphy, 2006). Pemimpin yang efektif
dalam sebuah tim akan berfokus pada pengembangan kemampuan
teknis kerja dari anggotanya yang kemudian akan mempersiapkan
peralatan yang dibutuhkan supaya tim menjadi efektif. Menurut Yukl
(2002), efektivitas kepemimpinan dapat dilihat dari 3 hal bentuk
perilaku yang tercermin dari hal berikut ini, yaitu:
1. Task-Oriented Behavior
27
Pemimpin yang efektif akan memandu bawahan untuk dapat
mencapai target dimana target yang ditetapkan juga realistis.
Pemimpin yang efektif juga berusaha merencanakan pengerjaan,
mengkoordinasi bawahan serta menyediakan peralatan sebagai
penunjang performa dari bawahan.
2. Relations-Oriented Behavior
Pemimpin yang efektif akan menjadi pemimpin yang mendukung
serta menolong bawahannya. Efektif dalam mendukung
mencakup memberikan rasa percaya serta kepercayaan diri, dan
mengapresiasi hasil karya mereka.
3. Participative Leadership
Pemimpin yang efektif dapat mengarahkan suatu diskusi untuk
mencapai pemecahan masalah dimana bawahan dapat pula
memberikan masukan terhadap topik diskusi yang sedang
dibahas.
Menurut Schultz &Schultz (2006) hal yang mempengaruhi
efektivitas kepemimpinan adalah sifat dan perilaku dari pemimpin,
karakteristik dari follower serta situasi dimana tempat seseorang
memimpin. Sifat dan perilaku pemimpin yang diperlukan supaya
dapat memimpin secara efektif dijabarkan sebagai berikut (Yukl,
2002) yaitu:
28
1. Tingkat energi serta daya tahan terhadap stress
Tingginya tingkat energi serta daya tahan stress membantu
seorang pemimpin untuk mengatasi keadaan yang padat kerjaan
ataupun permasalahan lain yang muncul selama
kepemimpinannya. Toleransi terhadap stress juga membantu
pemimpin dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan
reputasi, hubungan dengan bawahan serta membuat pemimpin
menjadi lebih sabar, percaya diri dalam mengarahkan bawahan
dalam keadaan krisi sekalipun.
2. Percaya diri (self-confidence)
Menurut Bass dalam Yukl (2002), self confidence berkorelasi
positif dengan efektivitas dimana self-confidence dapat
membantu dalam membedakan pemimpin yang efektif maupun
tidak efektif. Pemimpin yang tidak memiliki self-confidence yang
baik maka akan sulit untuk mengarahkan bawahan untuk
menuntut kepada kesuksesan sedangkan pemimpin yang
memiliki self-confidence baik akan lebih berani menghadapi
tugas yang sulit dan menetapkan tujuan bagi setiap kegiatan
mereka. Self-confidence membuat para pemimpin memiliki
pandangan yang lebih positif terhadap setiap usaha dan kegiatan
yang dilakukan.
29
3. Internal locus of control
Setiap orang yang memiliki internal locus of control yang baik
memiliki kepercayaan bahwa setiap kejadian di dalam
kehidupannya murni dipengaruhi oleh aksi mereka sendiri
dibandingkan dengan akibat dari hal yang tidak terprediksi. Oleh
karena itu, mereka akan lebih bertanggung jawab terhadap
setiap hal yang diperbuat baik itu bagi kehidupan pribadi ataupun
bagi organisasi yang mereka ikuti.
4. Kedewasaan dan stabilitas emosi
Seseorang yang memiliki stabilitas emosi akan dapat
mengetahui kekuatan ataupun kelemahan yang dimiliki sehingga
berujung kepada pengembangan diri. Adanya kedewasaan
emosi juga mengarah kepada terbentuknya self-control dan lebih
meminimalisir adanya self-defense ketika diberikan kritik dari
orang lain.
5. Integritas pribadi
Intergritas yang dimaksud adalah ketika seseorang dapat
dipercaya, jujur, dapat bersikap etis serta berkaitan dengan
kepercayaan interpersonal. Pemimpin yang memiliki integritas
baik dapat memperoleh kepercayaan dari bawahan bahkan
loyalitas namun bila pemimpin telah ditemukan berbohong maka
akan sulit untuk memperoleh kepercayaan dari bawahan
kembali.
30
6. Daya motivasi
Pemimpin dengan kemampuan memotivasi dapat menyemangati
lingkungannya serta mempengaruhi orang lain untuk berkinerja
lebih baik. Pemimpin dengan motivasi rendah akan berdampak
pada kurangnya gairah dalam setiap kegiatan serta sulit untuk
mengarahkan bawahan karena tidak adanya daya untuk
mempengaruhi.
7. Berorientasi pada pencapaian
Pemimpin dengan orientasi pencapaian yang tinggi akan
memiliki hasrat memimpin yang lebih baik dibandingkan dengan
yang kurang memiliki orientasi pencapaian karena pada
dasarnya pemimpin yang tinggi orientasi pencapaian memiliki
target untuk dicapai. Orientasi pencapaian juga berkaitan dengan
sikap, nilai serta kebutuhan dalam pencapaian. Beberapa studi
juga melihat adanya korelasi negatif antara pencapaian dengan
efektivitas namun beberapa studi lain mengatakan sebaliknya.
8. Need for affiliation
Pemimpin yang memiliki affiliation baik maka akan menjalin
hubungan dengan bawahan lebih positif serta bersahabat.
Namun hal inilah yang menjadi kendala, suatu studi
memperlihatkan bahwa pemimpin dengan need for affiliation
yang tinggi akan betindak dengan lebih tidak efektif karena
mereka lebih mengutamakan menjalin hubungan yang baik
31
dengan bawahan. Menjalin hubungan ini akan membuat
pemimpin menjadi tidak terlalu ketat dengan bawahan ataupun
menghindari konflik. Neef or affiliation yang rendah juga dapat
menyebabkan pemimpin menjadi orang yang penyendiri karena
tidak disukai oleh bawahan. Penting untuk mengetahui bahwa
untuk mendapatkan kepemimpinan yang efektif, pemimpin
sebaiknya memiliki need for affiliation pada taraf sedang
dibandingkan tinggi.
2.2.3.2. Karakteristik Follower yang Efektif
Dalam pernyataan Schultz & Schultz (2006) mengenai
karakteristik follower yang berpengaruh terhadap efektivitas
kepemimpinan, diutarakan pula bahwa motivasi follower akan
berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan dimana bila follower
telah mengikuti target dari pemimpin serta memperoleh reward dari
hal yang telah dilakukan maka follower akan memberikan hasil kinerja
positif (Hughes, Ginnett, & Curphy, 2009). Selain hal tersebut diatas,
hal lain yang berpengaruh terhadap proses kepemimpinan yaitu
harapan, tingkat kedewasaan, serta kepribadian (Hughes, Ginnett, &
Curphy, 2009).
2.2.3.3. Teori Situasi
32
Faktor ketiga yang penting juga dalam keberlangsungan
efektivitas kepemimpinan adalah situasi. Situasi menurut Hughes,
Ginnett, & Curphy (2009) dapat dikatakan sebagai aspek paling
ambigu diantara faktor lainnya karena situasi dapat mengarah pada
hal spesifik lain seperti pekerjaan dalam kelompok. Dalam
pengukuran efektivitas kepemimpinan menurut Gibson, Ivancevich,
Donnelly, & Konopaske (2009), pemimpin dapat dikatakan efektif
ataupun tidak efektif dapat dilihat dari ketercapaian menyelesaikan
satu atau gabungan beberapa tugas sekaligus serta dilihat pula dari
kepuasan yang diperoleh oleh para pengikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
BINUS UNIVERSITY. (2010). FEP Magazine. Jakarta: BINUS UNIVERSITY.
BINUS UNVERSITY. (2010, - -). About Us: Student Creativity Development Center
(SCDC). Retrieved October 28, 2010, from BINUS UNIVERSITY Web site:
http://www.binus.ac.id/About.Us/Supporting.Units/Student,.Alumni.and.Collab
oration/Student.Creativity.Development.Center.%28SCDC%29/English
Covey, S. R. (2005). The 8th Habit. PT.Gramedia Pustaka Utama.
Daft, R. L. (2008). The Leadership Experience (5th Edition ed.). USA: Thomson
South-Western.
33
Fahrudin Ali Prabowo (1999), Meningkatkan Efektivitas Dan Profesionalitas
Kepemimpinan Sumber : suplemen Harian Umum Republika, 29 November
1999. (dari Koran namun baru dapat dari inet)
Hogg, M. A., & Vaughan, G. M. (2008). Social Psychology (5th Edition ed.). London:
Pearson Education Limited.
Lopez, S. J., & Snyder, C. R. (2009). Positive Psychological Assessment "A
Handbook of Models & Measures". Washington DC: American Psychological
Association.
Mruk, C. J. (2006). Self-Esteem Research, Theory, and Practice (3rd Edition ed.).
New York: Springer Publishing Company.
Schultz, D., & Schultz, S. E. (2006). Psychology & Work Today (9th Edition ed.).
New Jersey: Pearson Education International.
Umar, H. (2003). Business an Introduction. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Weiten, W., Lloyd, M. A., Dunn, D. S., & Hammer, E. Y. (2009). Psychology Applied
to Modern Life (9th Edition ed.). USA: Wadsworth Cengange Learning.
Yukl, G. (2002). Leadership in Organizations (5th Edition ed.). New Jersey: Prentice-
Hall International.
Bibliography
Mukherjee, S., & Basu, S. K. (2005). Organisation & Management and Business
Communication. New Delhi: New Age International Publisher.
34
• Website kamus besar bahasa Indonesia
• Robbins 2003
• editor :Susan T.Fiske, Daniel T.Gilbert, Gardner Lindzey, Handbook of Social
Psychology (2010), 5th edition, volume one, John Wiley & Sons, personality in social
psychology penulis David C.Funder dan Lisa A.Fast
• Buku bu yuni – lopez n snyder
Baru 25 januari
Bibliography A, S. O., & Ayo, H. T. (2009). Influence of Work Motivation, Leadership Effectiveness and Time Management on Employees’ Performance in Some Selected Industries in Ibadan, Oyo State, Nigeria. European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences , 8‐17.
Abdullah, A. G., Alzaidiyeen, N. J., & Aldarabah, I. T. (2009). Workplace Spirituality and Leadership Effectiveness Among Educational Managers in Malaysia. European Journal of Social Science , 304‐316.
Achua, C. F., & Lussier, R. N. (2010). Effective Leadership. Canada: South‐Western.
Fiedler, F. E. (1970). The Contingency Model: A Theory of Leadership Effectiveness. New York: McGraw‐Hill.
Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., Donnelly, J. J., & Konopaske, R. (2009). Organzations (13th Edition ed.). New York: McGraw‐Hill.
Hogan, R., Curphy, G. J., & Hogan, J. (1994). What We Know About Leadership: Effectiveness and Personality. American Psychologist Association , 1‐33.
35
Hughes, R. L., Ginnett, R. C., & Curphy, G. J. (2009). Leadership. Singapore: McGraw‐Hill.
Mukherjee, S., & Basu, S. K. (2005). Organisation & Management and Business Communication. New Delhi: New Age International Publisher.
Rachmawati, B., & Rahmawati, S. (2007). Analisis Faktor‐Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Kepemimpinan dalam Meningkatkan Produktivitas Karyawan PT. Bridgestone Tire Indonesia. Jurnal Manajemen , 45‐53.
Schultz, D., & Schultz, S. E. (2006). Psychology & Work Today (9th Edition ed.). New Jersey: Pearson Education International.
Yukl, G. (2002). Leadership in Organizations (5th Edition ed.). New Jersey: Prentice‐Hall International.