Author
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
11
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
Pada bagian ini akan di paparkan mengenai tinjauan literatur disertai
penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian. Didalam tinjauan
literatur dijelaskan beberapa teori yang berkaitan dengan variabel penelitian.
Kerangka pemikiran berisi uraian singkat tentang permasalahan yang diteliti,
sedangkan hipotesis adalah pernyataan singkat yang disimpulkan dari tinjauan
pustaka.
2.1.1 Pajak
Sebelum membahas lebih jauh tentang tax avoidance, ada baiknya
mengetahui arti dari pajak itu sendiri. Banyak para ahli mendefinisikan arti dari pajak
itu sendiri, karena dengan memahami tentang pajak, akan mudah untuk mempelajari
dan mengerti tentang seluk-beluk perpajakan yang ada di Indonesia. Sementara
pemahaman pajak dari perspektif hukum merupakan suatu perikatan yang timbul
karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga untuk
menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara.
Pajak Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada pasal 1 ayat 1
dijelaskan bahwa:
“Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
“dapat dipaksakan” mempunyai arti apabila utang pajak tidak terbayar, utang
tersebut dapat ditagih dengan surat paksa, sita, lelang dan sandera.
menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya (Prof. Dr.
Mardiasmo, 2016: 3):
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.”
12
Dari pengertian mengenai pajak diatas, terdapat ciri-ciri pajak yang dapat
disimpulkan sebagai berikut adalah:
1. Iuran dari rakyat kepada negara.Yang berhak memungut pajak hanyalah
Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang) Berdasarkan undang-
undang.
2. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat
ditunjuk.Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Menurut Sommerfeld Ray M, Anderson Herscel M, & Brock HorarceR
pengertian pajak yaitu:
“pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapatkan imbalan
yang proposional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk
menjalankan pemerintahan”.
Menurut Prof.Dr.P.J.A Adriani Beliau pernah menjabat guru besar hukum
pajak pada Universitas Amsterdam dan pemimpin International Bureau of Fiscal
Documentantion di Amsterdam mengatakan bahwa :
“pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh mereka yang wajib membayarnya menurut peraturan, tanpa mendapat prestasi
kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang kegunaanya untuk membiayai
pengeluaran umum terkait dengan tugas negara dalam penyelengaraan
pemerintahan”.
Menurut Mr. Dr. NJ Feldmann dalam buku De Over Heidsmiddelen van
Indonesia (terjemahan) pengertian pajak yaitu :
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada
pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya
kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-
pengeluaran umum”.
Dimana secara umum jenis-jenis pajak dibedakan menjadi pajak pusat dan
pajak daerah. Berikut beberapa contoh yang menjadi pajak pusat dan pajak daerah
adalah :
13
1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Sebagai masyarakat kesadaran serta keaktifan mereka sangat diperlukan
dalam melakukan pembayaran pajak. Namun terdapat berbagai pertentangan dalam
pelaksanaan pembayaran pajak dari masyarakat pembayar pajak terhadap pungutan
pajak. Namun menurut Wajib Pajak, pajak merupakan biaya atau beban yang dapat
mengurangi profit bagi Wajib Pajak, oleh karena itu Wajib Pajak mencari cara untuk
mengurangi biaya pajaknya dengan memanfaatkan kelemahan pada peraturan
Undang-Undang Perpajakan.
Terlepas dari kesadaran warga negara dan solidaritas nasional serta kewajiban
warga negara terhadap negara terkait dengan pajak, sebagian besar rakyat tidak akan
pernah suka membayar pajak Brotodihardjo, 1982:11 dalam (Saptono, 2016: 61).
Sebagaimana diuraikan diatas, penyebabnya adalah bahwa pajak merupakan
pungutan yang bersifat memaksa. Jika ada kesempatan sedikit saja pada umumnya
mereka cenderung meloloskan diri dari setiap pajak.
Perlawanan pajak yang timbul karena adanya keinginan dari wajib pajak
untuk tidak mematuhi peraturan perpajakan ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu
perlawanan pasif dan perlawanan aktif. (Saptono, 2016: 62) :
1. Perlawanan Pasif
Perlawanan Pasif ini berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak
dan mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi suatu negara dengan
perkembangan intelektual dan moral penduduk dan dengan tehnik pemungutan
pajak itu sendiri (Saptono, 2016: 62). Perlawanan pasif juga akan muncul apabila
sistem control tidak dilakukan dengan efektif atau bahkan tidak dapat dilakukan.
Di beberapa negara, perlawanan pasif ini tidak begitu kuat terhadap pajak tidak
langsung jika dibandingkan dengan pajak langsung. Karena itu, pada umumnya
kebanyakan negara cenderung menerapkan pajak tidak langsung.
2. Perlawanan Aktif
Brotodihardjo, (1982) dalam (Saptono, 2016: 62) menjelaskan bahwa
perlawanan aktif meliputi semua usaha atau perbuatan yang secara langsung
ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya
dapat seperti berikut :
14
1) Penghindaran diri dari pajak, yaitu pajak dapat dengan mudah dihindari
dengan tidak melakukan perbuatan yang dapat dikenakan pajak atau Tax
Avoidance.
2) Pengelakan/penyelundupan pajak, yaitu penghidaran pajak dengan cara
pengelakan dilakukan dengan cara melanggar hukum (ilegal) atau tax
evasion.
3) Melalaikan pajak, yaitu menolak membayar pajak yan telah ditetapkan
dan menolak memenuhi ketentuan formal yang harus dipenuhi, misalnya
dengan cara menghalangi proses penyitaan.
2.1.2 Fungsi Pajak
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang mempunyai dua fungsi
(Prof. Dr. Mardiasmo, , 2016: 4), terdapat dua fungsi pajak yang berlaku, yaitu:
1. Fungsi Anggaran (Budgetair) sebagai salah satu sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi.
2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga sistem (Prof. Dr.
Mardiasmo, , 2016: 4), yaitu sebagai berikut:
1. Official Assessment System
Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri –
ciri dari Official Assessment System adalah:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
2) Wajib pajak bersifat pasif. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat
ketetapan pajak oleh fiskus.
2. Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang sepenuhnya kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.Ciri - ciri
self assessment system adalah:
15
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang ada pada wajib
pajak sendiri.
2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang.Fiskus tidak ikut campur dan hanya
mengawasi.
3. Withholding System
Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri - ciri withholding system
adalah:
1) Wewenang memotong atau memungut pajak yang terutang pada pihak
ketiga, yaitu pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
2.1.4 Asas Perpajakan
Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asas-asas
pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya, sehingga terdapat keserasian
pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih di perlukan lagi yaitu
pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Menurut (Waluyo, 2017: 13) menyebutkan
beberapa asas dalam perpajakan antara lain:
1. Asas Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan
kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak
(ability to pay) dan sesuai dengan manfaat yang diterima.
Adil dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang untuk
pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang
diminta.
2. Asas Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang pihak otoritas pajak.
Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya
pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
3. Asas Convenience
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-
saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak. Sebagai contoh pada saat Wajib Pajak
memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as you earn.
16
4. Asas Economy
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban
pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban
yang ditanggung Wajib Pajak.
2.1.5 Tarif Pajak
Pungutan pajak tidak terlepas dari keadilan. Dengan keadilan dapat
menciptakan keseimbangan social yang sangat penting untuk kesejahteraan
masyarakat. Dalam penetapan tarif pajak harus mendasar pada keadilan. Menurut
(Waluyo, 2017: 17) menyebutkan beberapa tarif pajak antara lain:
1. Tarif Marginal
Persentase tarif ini berlaku untuk suatu kenaikan dasar pengenaan pajak.
Sebagai contoh tarif Pajak Penghasilan sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Bahwa tarif
marginal untuk setiap tambahan Penghasilan Kena Pajak yang melebihi 0 sampai
dengan Rp 50.000.000 sebesar 5% yang diikuti pula untuk setiap tambahan
Penghasilan Kena Pajak di atas Rp.50.000.000 sampai dengan Rp. 250.000.000
dengan tarif marginal 15% dan seterusnya.
2. Tarif Efektif
Persentase tarif pajak yang efektif berlaku atau harus diterapkan atas dasar
pengenaaan pajak tertentu. Struktur tarif yang berhubungan dengan pola
persentase tarif pajak dikenal 4 (empat) macam tarif, adalah sebagai berikut:
1) Tarif Pajak Proporsional/Sebanding
Tarif pajak proporsional yaitu tarif pajak berupa persentase tetap tehadap
jumlah berapa pun yang menjadi dasar pengenaan pajak. Contoh dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai 10% atas penyerahan Barang Kena Pajak.Tarif Pajak
Progresif.
2) Tarif pajak progresif
Tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang
menjadi dasar pengenaannya semakin besar. Pengenaan tarif pajak progresif ini
sekaligus merupakan wujud dari teori daya pikul dimana pajak dibebankan
kepada masyarakat sesuai dengan kemampuan ekonominya.contoh tarif pajak
penghasilan tahun pajak 2009 yang berlaku di Indonesia untuk Wajib Pajak
17
Orang Pribadi. Memperhatikan kenaikan tarifnya, tarif progresif dibagi menjadi
beberapa tarif, sebagai berikut :
a) Tarif Progresif
Progresifdalam hal ini kenaikan persentase pajaknya semakin besar.
b) Tarif Progresif Tetap
kenaikan persentase pajaknya tetap.
c) Tarif Progresif Degresif
kenaikan persentase pajaknya semakin kecil.
3. Tarif Pajak Degresif
Tarif pajak degresif adalah persentase tarif pajak yang semakin menurun
apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya menjadi semakin besar.
4. Tarif Pajak Tetap
Dalam tarif pajak tetap ini adalah tarif berupa jumlah yang tetap (sama
besarnya) terhadap berapa pun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak. Oleh
karena itu, besarnya pajak yang terutang adalah tetap. Sebagai contoh tarif bea
materai.
Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang berbentuk Perseoran Terbuka
dapat memperoleh fasilitas berupa penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar
5% dari tarif normal atau tarif PPh nya menjadi sebesar 20%. Untuk memperoleh
fasilitas penurunan tarif tersebut, Wajib Pajak Badan Dalam Negeri berbentuk
Perseroan Terbuka harus memenuhi persyaratan :
1. paling sedikit 40% jumlah keseluruhan saham yang disetor dicatat untuk
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan masuk dalam penitipan
kolektif di lembaga penyimpanan dan penyelesaian.
2. saham-saham tersebut harus dimiliki oleh paling sedikit 300 pihak dengan
ketentuan masing-masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5%
dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh; dan
3. Ketentuan pada butir (1) dan (2) harus dipenuhi dalam jangka waktu paling
singkat 183 hari kalender dalam jangka waktu satu Tahun Pajak.
Fasilitas atau insentif berupa penurunan tarif ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2013 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan
Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Yang Berbentuk Perseoraan Terbuka yang
ditetapkan tanggal 21 November 2013 dan mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2013.
18
Peraturan Pemerintah ini juga merupakan amanat dari Pasal 17 ayat (2b) Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Fasilitas penurunan tarif
ini diharapkan dapat meningkatkan peranan pasar modal sebagai sumber pembiayaan
dunia usaha dan mampu mendorong peningkatan jumlah perseroan terbuka serta
meningkatkan kepemilikan publik pada perseoran terbuka tersebut.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan
final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan :
1. Wajib Pajak orang pribadi; dan
2. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau
perseroan terbatas, yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan
peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000 ( empat miliar delapan ratus
juta rupiah ) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yaitu paling lama:
1. 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi
2. 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi,
persekutuan komanditer, atau firma;dan
3. 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas. \
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak Tahun
Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak berlakunya
Peraturan Pemerintah ini, ataunTahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini,
bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
2.1.6 Hukum Pajak
Menurut Brotodihardjo (1982:1) dalam (Saptono, 2016: 59), hukum pajak,
yang disebut juga hukum Fiskal, adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang
meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas Negara, sehingga
ia merupakan bagian dari Hukum Publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum
antara Negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban
membayar pajak (selanjutnya sering disebut “Wajib Pajak”).
Setiap kaidah hukum selalu mengandung suatu arti yang mendalam. Barang
siapa hendak mengetahui dengan sungguh-sungguh arti yang terkandung
19
didalamnya, ada dua jalan yang dapat ditempuh. Cara pertama adalah dia harus
berusaha mencoba menyelami gambaran apakah yang ada pada para pembuat kaidah
hukum pada saat kaidah hukum tersebut dibuat. Untuk mencapai hal tersebut, dia
harus mengusut apakah yang sebenarnya dimaksudkan dengan kaidah hukum yang
dibuat melali penyelidikan sejarahnya.
Penafsiran yang benar adalah penafsiran yang sesuai dengan pembuat
undang-undang. Pembuat undang-undang selalu berpegang teguh pada keadilan.
Karena itu tujuan penafsiran adalah untuk mendapatkan suatu putusan yang sedapat
mungkin harus sesuai dengan rasa keadilan.
2.1.7 Reksa dana
Reksa dana adalah produk investasi seperti layaknya deposito di bank. Reksa
dana akan menjadi wadah uang dari masyarakat yang selanjutnya akan digunakan
untuk membeli sekumpulan surat berharga, baik dalam bentuk saham, obligasi,
deposito, atau lainnya yang dikelola oleh manajer investasi.
reksa dana bisa dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu reksa dana pasar
uang, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana saham dan reksa dana campuran.
Masing-masing jenis reksa dana tersebut memiliki karakter yang berbeda dan bisa
dijadikan alternatif pilihan disesuaikan dengan sifat investornya.
Danareksa merupakan nama salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang bergerak di bidang investasi. Salah satu anak usahanya, Danareksa Investment
Management, menjual produk investasi sehingga disebut sebagai manajer investasi.
2.1.8 Manajemen Pajak
Menurut Pohan (2015:13) Dalam buku (Saptono, 2016: 86), Manajemen
Perpajakan adalah usaha menyeluruh yang dilakukan tax manager dalam suatu
perusahaan atau organisasi agar hal-hal yang berhubungan dengan perpajakan dari
perusahaan atau organisasi tersebut dapat dikelola dengan baik, efisien, dan
ekonomis, sehingga memberi kontribusi maksimum bagi perusahaan. (Pohan, 2013)
menyebutkan bahwa tujuan utama manajemen pajak dapat dibagi dua, yaitu
menerapkan peraturan perpajakan dengan benar dan sebagai usaha efisiensi untuk
mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya. Tujuan manajemen pajak ini dapat
dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri atas perencanaan pajak
20
(tax planning), pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation), dan
pengendalian pajak
2.1.8.1 Perencanaan Pajak (Tax Planning)
(Saptono, 2016), Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah membuat tujuan
berupa pelaksanaan kewajiban pajak yang efektif dan efisien, menetapkan strategi,
dan mengembangkan rencana untuk mengordinasikan kegiatan-kegiatan sesuai
rencana tersebut. Hal ini berkaitan dengan kutipan yang dikutip oleh (Puspitasari,
2014), perencanaan pajak (tax planning) adalah proses pengembalian pajak faktor
yang relevan dan material non pajak faktor untuk menentukan apakah, kapan,
bagaimana, dan dengan siapa (pihak mana) yang melakukan transaksi operasi dan
hubungan dagang yang memungkinkan dan sejalan dengan tercapainya tujuan usaha
maupun lainnya. Perencanaan pajak (tax planning) ini dilakukan terhadap berbagai
aspek perpajakan yang bersifat legal karena tujuannya adalah meminimalisasi beban
dan pembayaran pajak atau memaksimalisasi setelah pajak. Dalam hal ini
perencanaan pajak dilakukan dengan masih berada di dalam peraturan perpajakan
yang berlaku, sehingga kegiatan perencanaan pajak (tax planning) ini dilegalkan oleh
pemerintah. Tujuan utama tax planning adalah mencari berbagai celah yang dapat
ditempuh dalam koridor peraturan perpajakan (loopholes), agar perusahaan dapat
membayar pajak dalam jumlah minimal (Pohan, 2013: 87). ada tiga macam cara
yang dapat dilakukan wajib pajak untuk menekan jumlah beban pajaknya dalam tax
planning, yaitu:
1. Penghindaran pajak (tax avoidance)
Merupakan upaya mengefisiensikan beban pajak dengan cara menghindari
pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan objek pajak.
2. Penggelapan pajak atau penyelundupan pajak (tax evasion)
Merupakan upaya wajib pajak menghindari pajak terutang secara ilegal
dengan cara menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Cara ini tidak aman
bagi wajib pajak, karena metode dan teknik yang digunakan tidak berada dalam
koridor undang-undang dan peraturan perpajakan. Cara yang ditempuh beresiko
tinggi dan berpotensi dikenai sanksi pelanggaran hukum atau tindak pidana
fiskal/kriminal. Oleh sebab itu cara ini tidak direkomendasi untuk diaplikasikan.
Tax evansion adalah kebalikan dari tax avoidance.
3. Penghematan pajak (tax saving)
21
Merupakan upaya wajib pajak mengelak hutang pajaknya dengan cara diri
untuk tidak membeli produk-produk yang ada pajak pertambahan nilainya, atau
dengan sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya
sehingga penghasilannya menjadi kecil dan dengan demikian terhindar dari
pengenaan pajak penghasilan yang besar.Dalam melakukan perencanaan pajak,
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1) Tidak melanggar peraturan Undang Undang Perpajakan agar tidak
munculnya sanksi atas tindakan pelanggaran tersebut. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara mengerti dan memahami betul isi dari undang-
undang perpajakan dan memanfaatkan apa yang disebut dengan
loopholes, agar dalam proses pelaksanaanya dapat sesuai dengan rencana
yang sudah dibuat dan tepat.
2) Tidak berlawanan dengan kegiatan usaha atau bisnis dan masuk akal.
Karena perencanaan pajak merupakan bagian dari perencanaan
perusahaan keseluruhan, maka perencanaan pajak harus berjalan seiringan
dengan jalannya perencanaan perusahaan, baik itu perencanaan jangka
panjang maupun jangka pendek.
3) Didukung oleh bukti-bukti pendukung yang ada dan kuat, misalnya
dukungan perjanjian (agreement), faktur pajak (invoice), dan perlakuan
akuntansi (accounting treatment).
2.1.9 Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Meminimalkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik
yang masih memenuhi ketentuan perpajakan maupun yang melanggar peraturan
perpajakan. Istilah yang sering digunakan adalah tax evasion dan tax avoidance. Tax
evasion (penggelapan pajak) penghindaran pajak dengan melanggar ketentuan
peraturan perpajakan. Menurut (Prof. Dr. Mardiasmo, , 2016: 11), penghindaran
pajak adalah suatu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-
undang yang ada.
Senada dengan (Prof. Dr. Mardiasmo, , 2016: 11), menurut Anwar (Pohan,
2013: 87) penghindaran pajak adalah upaya yang dilakukan secara legal dan aman
bagi wajib pajak karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan, dimana
metode dan teknik yang digunakan cenderung memanfaatkan kelemahan-kelemahan
(grey area) yang terdapat dalam undang-undang dan peraturan perpajakan itu sendiri,
22
untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang.berikut beberapa contoh dari grey
area :
1. Keadaan atau transaksi yang sebenarnya terekspos pajak, akan tetapi tidak
ada aturan yang mengaturnya,.
2. Ada aturannya tapi tidak jelas karena tidak lengkap, tidak implementatif,
tidak informatif, memunculkan multi tafsir, berbeda antara aturan dan praktek
dan sebagainya
3. ada aturannya, akan tetapi jumlahnya lebih dari satu sehingga mengakibatkan
terjadinya kesimpangsiuran peraturan.
Upaya ini cenderung dilakukan perusahaan karena beban pajak yang
dibayarkan dianggap sebagai transfer kekayaan dari perusahaan kepada pemerintah
sehingga perusahaan akan berusaha untuk dapat membayar pajak dengan seefisien
mungkin.
Pada umumnya, peraturan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan
biasanya diukur dan dibandingkan dengan besar kecilnya penghematan pajak (Tax
Saving), penghindaran pajak (Tax Avoidance) dan penyelendupan pajak (Tax
Evasion) yang kesemuanya bertujuan untuk meminimalkan beban pajak (Zain,
2007). Adanya keinginan dari wajib pajak untuk tidak memenuhi peraturan
perpajakan membuat adanya perlawanan pajak yang mereka berikan.
Penghindaran pajak dapat menjadi hambatan dalam pemungutan pajak karena
dapat mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara. Hal ini dilakukan
dengan cara melaporkan namun tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atas
pendapatan yang bisa dikenai pajak. Penghindaran pajak ini telah membuat basis
pajak atas pajak pendapatan menjadi sempit dan mengakibatkan begitu besarnya
kehilangan potensi pendapatan pajak yang dapat digunakan untuk mengurangi beban
defisit anggaran negara.
Tidak semua Wajib Pajak dapat seluruhnya melakukan tindakan
penghindaran pajak ( tax avoidance). Seperti Wajib Pajak yang pengenaaan pajaknya
dikenakan PPh Final. Karena seberapa besar biaya yang di keluarkan perusahaan
tidak mempengaruhi perhitungan pajak badan di akhir tahun karena penghasilannya
sudah dikenakan PPh Final.
Dalam penelitian Hoque, et al. (2011) dalam (Puspita, 2014: 13) diungkapkan
beberapa cara perusahaan melakukan penghindaran pajak, yaitu:
23
1. Menampakkan laba dari aktivitas operasional sebagai laba dari modal
sehingga mengurangi laba bersih dan hutang pajak perusahaan tersebut.
2. Mengakui pembelajaran modal sebagai pembelajaran operasional, dan
membebankan yang sama terhadap laba bersih sehingga mengurangi hutang
pajak perusahaan.
3. Membebankan biaya personal sebagai biaya bisnis sehingga mengurangi laba
bersih.
4. Membebankan depresiasi produksi yang berlebihan di bawah nilai penutupan
peralatan sehingga mengurangi laba kena pajak.
5. Mencatat pembuangan yang berlebihan dari bahan baku dalam industri
manufaktur sehingga mengurangi laba kena pajak.
2.2 Profitabilitas
Menurut Simamora, 2000:528 dalam (Setiawan, 2017: 1243) Profitabilitas
adalah ukuran pokok untuk keseluruhan keberhasilan perusahaan. Profitabilitas dapat
digunakan untuk melihat suatu perusahaan itu dapat menghasilkan laba berdasarkan
rasio-rasio perhitungan profitabilitas itu sendiri. Fungsi dari rasio profitabilitas
adalah untuk menunjukkan seberapa baiknya perusahaan dijalankan. Dari rasio ini,
perusahaan bisa melihat berapa banyak peruntungan laba dari operasi perusahaan.
Investor bisa melihat progress perusahaan dari rasio profitabilitas.
Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya mendapat perhatian penting
karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan harus berada dalam
keadaan yang menguntungkan (profitable). Tanpa adanya keuntungan (profit), maka
akan sangat sulit bagi peusahaan untuk menarik modal dari luar. Para kreditur,
pemilik perusahaan, dan terutama sekali dari pihak manajemen perusahaan akan
berusaha meningkatkan keuntungan karena disadari benar betapa pentingnya arti dari
profit terhadap kelangsungan dan masa depan perusahaan.
Return On Assets (ROA) menunjukkan efektivitas perusahaan dalam
mengelola aktiva baik dari modal sendiri maupun dari modal pinjaman, investor akan
melihat seberapa efektif suatu perusahaan dalam mengelola assets. Semakin tinggi
tingkat Return On Assets (ROA) maka akan memberikan efek terhadap penjualan
saham, artinya tinggi rendahnya Return On Assets (ROA) akan mempengaruhi minat
investor dalam melakukan investasi sehingga akan mempengaruhi penjualan saham
perusahaan begitu pula sebaliknya.
24
ada beberapa rasio untuk menghitung profitabilitas suatu perusahaan, berikut
adalah beberapa jenis-jenis rasio profitabilitas :
1. Gross Profit Margin
Gross Profit Margin merupakan rasio yang mengukur efisiensi pengendalian
harga pokok atau biaya produksinya berdasarkan persentase laba kotor
dibandingkan dengan penjualan. Semakin besar gross profit margin semakin baik
keadaan operasi perusahaan. Karena hal ini menunjukan bahwa harga pokok
penjualan relatif lebih rendah dibandingkan dengan penjualan.
2. Net Profit Margin
Net Profit Margin Merupakan rasio yang mengukur efisiensi pengendalian
berdasarkan laba bersih setelah pajak dibandingkan dengan penjualan. Semakin
tinggi net profit margin semakin baik keadaan operasi suatu perusahaan.
3. Operating Profit Margin
Operating Profit Margin merupakan perbandingan antara laba usaha dan
penjualan. Apabila semakin tinggi operating profit margin maka akan semakin
baik pula operasi suatu perusahaan.
4. Return On Asset
Return on asset merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dan
total asset. Return on asset adalah kemampuan suatu perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang ada. Semakin tinggi return
on asset maka semakin tinggi nilai dari laba bersih perusahaan dan semakin
tinggi profitabilitasnya.
Menurut Sartono 2010:123 dalam (Setiawan, 2017: 1243) rasio keuangan
yang dapat difungsikan untuk mengetahui profitabilitas suatu perusahaan salah
satunya adalah Return on Asset (ROA). Semakin besar ROA suatu perusahaan maka
semakin besar pula profitabilitas perusahaan tersebut. Dengan begitu, semakin tinggi
ROA suatu perusahaan pun akan menambah atau meningkatkan jumlah beban pajak
perusahaan itu sendiri. Makin besar ROA makin besar juga tingkat keuntungan yang
didapatkan perusahaan itu dan juga makin baik posisi perusahaan dari sisi pemakaian
asset.
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal yang
diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua
investor. Hasil perhitungan rasio ini menunjukkan efektivitas dari manajemen dalam
menghasilkan profit yang berkaitan dengan ketersediaan asset perusahaan.
25
2..3 Kepemilikan Insitusional
Struktur kepemilikan saham pada perusahaan publik dapat digolongkan
menjadi dua kelompok yaitu pemegang saham perorangan, pemegang saham institusi
dan kepemilikan saham manajerial termasuk dalam pemegang saham yang dimiliki
oleh eksekutif atau direktur dengan demikian masuk dalam kategori pemegang
saham perorangan (Pohan, 2013) dalam (Puspitasari, 2014: 412).
Pada perusahaan yang berbentuk hukum perseroan terbatas, kebutuhan dana
jangka panjang dapat dibiayai dengan modal sendiri, yang terdiri dari modal saham
yang disetor, laba yang tidak dibagi dan atau menggunakan pendanaan bukan modal
sendiri yang berasal dari pinjaman dana dari pihak ketiga. Seiring dengan
berjalannya waktu, perusahaan yang semula berstatus sebagai perusahan tertutup
(prvasi) dapat go public hingga berganti status menjadi perusahaan terbuka (tbk).
Kepemilikan saham institusional adalah persentase saham yang dimiliki
institusi dan kepemilikan blockholder, yaitu kepemilikan individu atau atas nama
perorangan diatas 5% tetapi tidak termasuk dalam golongan kepemilikan insider atau
manajerial (Faisal, 2004: 199) dalam (Puspitasari, 2013: 412).
Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan besar
terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham (Murwaningsari, 2009:
32) dalam (Bunaidi, 2013: 5160). Menurut (Jati, 2014: 253), kepemilikan
institusional adalah kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemerintah, perusahaan
asuransi, investor luar negeri, atau bank, kcuali kepemilikan individual investor.
Kepemilikan institusional yang tinggi akan meningkatkan pengawasan pihak
eksternal terhadap perusahaan Mursalim, 2009 dalam (Bunaidi, 2013: 5160). Sebagai
konsekuensinya, tingkat kepemilikan yang tinggi oleh institusi dalam suatu
perusahaan akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh investor
institusional sehingga akan dapat mengontrol manajer untuk tidak melakukan
perbuatan yang tidak sejalan dengan kepentingan pemegang saham (Widjaja dan
Kasenda, 2008 dalam (Bunaidi, 2013: 5160).
Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen
karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan
pengawasan yang lebih optimal. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin
kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai
26
agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar
modal.
Manajer yang dipilih dan dibayar oleh pemegang saham harus berusaha
mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan prinsipal.
Peningkatan kesejahteraan ini identik dengan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan
nilai perusahaan melalui peningkatan kesejahteraan pemilik atau pemegang saham
yang dapat dilakukan melalui kebijakan investasi dan keuangan yang tercermin
dalam harga saham di pasar modal.
kepemilikan institusional yang besar mempunyai kesempatan, pengetahuan
dan kemampuan untuk memonitor serta mempengaruhi manajer dalam membuat
keputusan. Pengawasan perusahaan yang dilakukan oleh investor institusional dapat
mendorong manajer untuk lebih fokus pada kinerja perusahaan dan mengurangi
kesempatan manajer untuk mengutamakan kepentingan pribadinya.
Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain:
1. Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat
menguji keandalan informasi.
2. Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat
atas aktivitas yangterjadi di dalam perusahaan.
Besar kecilnya konsentrasi kepemilikan isntitusional maka akan
mempengaruhi kebijakan pajak agresif oleh perusahaan dan semakin besarnya
konsentrasi short-term shareholder institusional akan meningkatkan kebijakan
agresif, tetapi semakin besar konsentrasi kepemilikan long-term shareholder maka
akan semakin mengurangi tindakan kebijaka pajak agresif, Khurana dan Moser, 2009
dalam (Kurniasih, 2012: 125)
Semakin tinggi kepemilikan institusional maka penghindaran pajak akan
semakin kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan memiliki corporate governance yang
semakin baik, ditunjukan dengan kepemilikan institusional dapat mengurangi agency
cost. Keberadaan kepemilikan institusional tersebut mengindikasikan adanya tekanan
dari pihak institusional kepada manajemen perusahaan untuk melakukan kebijakan
yang tidak melanggar peraturan yang ada, hal ini menunjukan bahwa peran
kepemilikan institusional sebagai pengawas eksternal perusahaan. Kepemilikan
institusional yang diproksikan pada tingkat persen.
Persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak institusional dibagi
total jumlah seluruh saham perusahaan.
27
2.4 Ukuran Perusahaan (Size)
Ukuran perusahaan adalah suatu pengukuran dimana dapat diklasifikasikan
besar kecilnya perusahaan dan dapat menggambarkan kegiatan operasional
perusahaan dan pendapatan yang diperoleh perusahaan (Ardyansyah, 2014: 253).
Ukuran perusahaan dapat tercermin dari total asetnya (Jati, 2014: 251). Menurut
(Kurniasih, 2012: 125), aset dinilai memiliki tingkat kestabilan yang cukup
berkesinambungan.
Dyreg et al (2010) mengemukakan bahwa ukuran perusahaan memiliki
peranan dalam manajemen pajak. Semakin besar perusahaan cenderung mempunyai
menejemen dan sumber dana yang baik dalam menjalankan perusahaan. Perusahaan
besar akan lebih mampu menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk
melakukan tax planning yang baik (Prakosa, 2014: 4). Adanya tax planning
mengindikasikan adanyan aktivitas penghindaran pajak yang merupakan cara yang
dapat dilakukan wajib pajak dalam tax planning (Pohan, 2013: 117).
perusahaan besar cenderung untuk tidak melakukan penghindaran pajak
karena perusahaan besar akan menjadi sorotan pemerintah. Maka berdasarkan teori
politik dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan mempunyai hubungan yang
negatif terhadap penghindaran pajak.
Teori kekusaan politik memberikan arti yang berlawanan, yaitu perusahaan
besar memiliki sumber daya yang besar untuk mempengaruhi proses politik sesuai
keinginan mereka termasuk perencanaan pajak sehingga akan lebih agresif untuk
melakukan penghindaran pajakagar mencapai penghematan beban pajak yang
optimal (Sukartha, 2014: 147). Maka berdasarkan teori kuasaan politik ukuran
perusahaan memiliki hubungan yang positif dengan panghindaran pajak.
2.5 Delisting
Penghapusan Pencatatan (Delisting) terjadi apabila saham yang tercatat di
Bursa mengalami penurunan kriteria sehingga tidak memenuhi persyaratan
pencatatan, maka saham tersebut dapat dikeluarkan dari pencatatan di Bursa.
Tindakan penghapusan pencatatan saham dari daftar saham yang tercatat dibursa
juga dapat dilakukan atas permohonan pihak emiten sendiri atau disebut voluntary
delisting. Persyaratan delisting saham atas permohonan perusahaan tercatat adalah :
1. Pengajuan permohonan delisting dapat dilakukan setelah saham tercatat
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
28
2. Rencana delisting telah memperoleh persetujuan dalam RUPS.
3. Perusahaan tercatat atau pihak lain yang ditunjuk wajib membeli saham dari
pemegang saham yang tidak menyetujui rencana delisting tersebut.
Delisting saham oleh Bursa. Bursa akan menghapus pencatatan saham
apabila perusahaan sekurang-kurangnya mengalami satu kondisi berikut:
1. Kelangsungan hidupnya tidak terjamin atau tidak dapat menunjukkan adanya
pemulihan yang memadai.
2. Saham di suspense di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, serta hanya
diperdagangkan di Pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan
terakhir.
2.6 Initial Public Offering (IPO)
Initial Public Offering (IPO) Dalam bahasa Indonesia, Initial Public Offering
(IPO) disebut sebagai Penawaran Saham Perdana. Dengan demikian Initial Public
Offering (IPO) adalah saham suatu perusahaan yang pertama kali dilepas untuk
ditawarkan atau dijual kepada masyarakat/publik. Karena itu perusahaan yang
melakukan Initial Public Offering (IPO) sering disebut sedang "Go Public".
Umumnya saham yang dilepas ke public hanyalah sebagian kecil dari seluruh jumlah
saham perusahaan.
Suatu perusahaan mau melepas atau menjual sahamnya kepublik/masyarakat.
Ada berbagai macam tujuan perusahaan melakukan Initial Public Offering (IPO),
diantaranya adalah:
1. Mendapatkan dana murah. Perusahaan bias mendapatkan dana dari berbagai
sumber misalnya mengeluarkan obligasi, meminjam uang dari bank. Tapi
kedua cara tersebut memiliki kewajiban, yaitu membayar bunga. Sedangkan
kalau perusahaan melepas saham untuk mendapat dana, perusahaan tidak
terbebani bunga.
2. Kinerja keuangan perusahaan lebih baik. Dengan mendapatkan dana murah
tersebut, perusahaan bias membayar utang dan memperbaiki laporan
keuangannya dengan cepat.
3. Potensi pertumbuhan lebih cepat. Perusahaan bias saja menggunakan dana
internal untuk ekspansi, misalnya untuk membuka cabang. Tetapi jika
memiliki dana murah, ekspansi bias lebih cepat dan dalam jangka panjang
potensi pertumbuhan perusahaan bias lebih besar.
29
4. Meningkatkan citra perusahaan. Perusahaan public akan selalu disorot media.
Bila mampu dikelola dengan baik, sorotan media bias menjadi alat marketing
tidak langsung bagi perusahaan.
5. Meningkatkan nilai perusahaan secara keseluruhan. Dengan go publik, nilai
perusahaan berpeluang jauh meningkat dimasa depan seiring dengan
kenaikan harga sahamnya. Jika perusahaan dipersepsi memiliki kinerja yang
baik oleh investor, maka peluang kenaikan saham juga meningkat.
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian terkait dengan penghindaran pajak (tax avoidance) telah dilakukan
oleh beberapa peneliti terdahulu. Berikut adalah uraian mengenai beberapa peneliti
yang membahasa tentang penghindaran pajak.
(Puspitasari, 2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh leverage,
kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan terhadap penghindaran pajak (tax
avoidance) pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia 2010-2012. Hasil penelitian menunjukan bahwa leverage tidak
berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Sedangkan variabel kepemilikan
institusional dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance
(Setiawan, 2017) melakukan penelitian mengenai pengaruh good corporate
governance, ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas pada tax avoidance.
Hasil analisis menunjukan bahwa profitabilitas, kepemilikan institusional, komite
audit, dan ukuran perusahaan berpengaruh pada tax avoidance dan komisaris
independen tidak berpengaruh pada tax avoidance.
(Sukartha, 2014) melakukan penelitian mengenai corporate governance,
leverage, ROA, dan ukuran perusahaan pada penghindaran pajak. hasil penelitian
menunjukkan corporate governance, ROA dan ukuran perusahaan berpengaruh
terhadap penghindaran pajak. Sedangkan leverage tidak berpengaruh terhadap
penghindaran pajak.
Hairul Azlan Annuar, Ibrahim Aramide Salihu & Siti Normala Sheikh Obid
(2014) dalam Corporate ownership, governance and tax avoidance. Corporate
ownership,governance berepengaruh terhadap tax avoidance.
Christopher S.Armstrong a, JenniferL.Blouin a,n, AlanD.Jagolinzer b,
DavidF.Larcker c (2015) dalam Corporate governance,incentives,and tax avoidance.
Corporate governance,incentives berpengaruh terhadap tax avoidance.
30
Berikut tabel 2.1 menunjukan mengenai ringkasan beberapa penelitian
sebelumnya dengan berbagai variabel dan hasil penelitian
Tabel 2. 1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1
Ngadiman dan
Christiany
Puspitasari
(2014)
Variabel dependen:
Penghindaran pajak (tax
avoidance) Variabel
Independen: leverage,
kepemilikan institusional dan
ukuran perusahaan
leverage tidak
berpengaruh signifikan
terhadap tax avoidance.
Sedangkan variabel
kepemilikan
institusional dan ukuran
perusahaan berpengaruh
signifikan terhadap tax
avoidance.
2
Ni Koming Ayu
Praditasari dan
Putu Ery
Setiawan (2017)
Variabel dependen:
Penghindaran pajak (tax
avoidance) Variabel
independen: corporate
governance, ukuran
perusahaan, leverage dan
profitabilitas
Profitabilitas
kepemilikan
institusional, komite
audit, dan ukuran
perusahaan berpengaruh
pada tax avoidance dan
komisaris independen
tidak berpengaruh pada
tax avoidance.
3
I Gede Hendy
Darmawan dan I
Made Sukartha
(2014)
Variabel dependen:
Penghindaran pajak (tax
avoidance). Variabel
independen: corporate
governance, leverage, ROA,
dan ukuran perusahaan
corporate governance,
ROA dan ukuran
perusahaan berpengaruh
terhadap penghindaran
pajak. Sedangkan
leverage tidak
berpengaruh terhadap
penghindaran pajak.
4
Hairul Azlan
Annuar, Ibrahim
Aramide Salihu
& Siti Normala
Sheikh Obid
(2014)
Corporate ownership,
governance and tax
avoidance
Menyimpulkan bahwa
Corporate ownership,
governance and tax
avoidance berpengaruh.
5
Christopher
S.Armstrong,
JenniferL.B
louin a,n,
AlanD.Jagolinze
r,
DavidF.Larcker
c (2015)
Corporate
governance,incentives,and tax
avoidance
Menyimpulkan bahwa
corporate
governance,incentives,a
nd tax avoidance
berpengaruh terhadap
tax avoidance
Sumber : Diolah Pembuat Skripsi
31
2.8 Kerangka Konseptual
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh Profitabilitas,
kepemilikaninstitusionaldanukuranperusahan terhadap penghindaran pajak pada
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diketua oleh Inarno
Djayadi sebagai direktur utama yang memberikan informasi laporan keuangan pada
situs resmi www.idx.co.id
Populasi yang digunakan oleh penelitian ini adalah seluruh perusahan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014 – 2016.
Pengambilan sampel pada dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
motode purposive sampling. Metode purposive sampling adalah pengambilan sampel
berdasarkan pertimbangan subjek peneliti, sampel dipilih berdasarkan pada
kesesuaian karakteristik dengan kriteria sampel yang ditentukan agar diperoleh
sampel yang representative.
Penghindaran pajak adalah salah satu cara perusahaan dalam melakukan
sebuah perencanaan pajak yang bertujuan untuk mengefisiensikan besarnya pajak
yang terhutang dengan tidak keluar dari bingkai undang-undang dan peraturan
perpajakan. Perencanaan pajak merekayasa agar beban pajak (tax burden) serendah
mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan
pembuatan undang-undang.
Return on Assets atau tingkat pengembalian aset adalah rasio profitabilitas
yang menunjukan persentase keuntungan (laba bersih) yang diperoleh perusahaan
sehubungan dengan keseluruhan sumber daya atau rata-rata jumlah aset. Dengan kata
lain, Return on Assets atau sering disingkat dengan ROA adalah rasio yang
mengukur seberapa efisien suatu perusahaan dalam mengelola asetnya untuk
menghasilkan laba selama suatu periode.
Kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam
meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham.
Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring
yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan
investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak
mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba.
Ukuran perusahaan bisa didefinisikan sebagai rata-rata hasil penjualan pada
periode berjalan sampai dengan beberapa tahun yang akan datang. Hasil penjualan
ini tentunya sudah dikurangi dengan besaran biaya yang dikeluarkan setiap bulannya
32
dalam periode tahun berjalan dan beberapa tahun yang akan datang. Apabila jumlah
penjualan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan maka pendapatan yang diperoleh
akan semakin besar tentunya besaran penghasilan ini adalah sebelum dikenai
pengurangan pajak.
Dalam penelitian ini variabel dependen adalah penghindaran pajak (tax
avoidance) diproksikan dengan menggunakan Effective Tax Rate. Sementara variabel
indipendennya adalah profitabilitas, kepemilikan institusional, dan ukuran
perusahaan. Kerangka konseptual dalam penelitian ini digambarkan dalam gambar
2.1 berikut.
Gambar 2. 1
Kerangka Konseptual
Sumber : Diolah Pembuat Skripsi
2.9 Pengembangan Hipotesis
2.9.1 Pengaruh Profitabilitas terhadap Tax Avoidance
Profitabilitas merupakan rasio untuk menggambarkan kemampuan suatu
perusahaan dalam menciptakan laba perusahaan. Untuk mencari profitabilitas suatu
perusahaan, banyak rasio-rasio perhitungan yang dapat digunakan. Salah satunya ada
return on asset (ROA). ROA merupakan rasio perbandingan yang digunakan untuk
menghitung profitabilitas suatu perusahaan berdasarkan kemampuan suatu
perusahaan dalam menciptakan laba perusahaan dengan memanfaatkan aktiva dari
perusahaan tersebut. Berdasarkan penelitian terdahulu ROA berpengaruh terhadap
Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Profitabilitas (Ha1)
Ukuran Perusahaan (Ha3)
KepemilikanInstitusional
(Ha2)
Penghindaran
Pajak(Tax Avoidance)
33
penghindaran pajak. Semakin besar ROA, maka semakin besar juga laba yang
diperoleh perusahaan (Sukartha, 2014).
Untuk menciptakan laba yang tinggi pada perusahaan bisa dengan
memperbesar penjualan atau dengan memperkecil biaya pada perusahaan.
Peningkatan nilai ROA akan meningkatkan jumlah beban pajak yang harus dibayar
oleh perusahaan, sehingga peningkatan nilai ROA akan meningkatkan tari pajak
efektif (Gupta dan Newberry,1997) dalam (Setiawan, 2017: 1243).
H1: Profitabilitas berpengaruh terhadap tax avoidance.
2.9.2 Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Tax Avoidance
Besar kecilnya konsentrasi kepemilikan institusional maka akan
mempengaruhi kebijakan pajak agresif oleh perusahaan, dan semakin besarnya
konsentrasi short-term shareholder institusional akan meningkatkan kebijakan pajak
agresif, tetapi semakin besar konsentrasi kepemilikan long-term shareholder maka
semakin mengurangi tindakan kebijakan pajak agresif Khurana dan Moser, 2009
dalam (Kurniasih, 2012: 125)
Menurut Faisal (2004:199) dalam (Puspitasari, 2014: 412), kepemilikan
institusional merupakan pihak yang memonitor perusahaan dengan kepemilikan
institusi yang besar (lebih dari 5%) mengidentifikasikan kemampuannya untuk
memonitor manajemen lebih besar. Institusi dapat berupa yayasan, bank, perusahaan
asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun, perusahaan berbentuk perseroan (PT),
dan institusi lainnya. Kepemilikan institusional sebagai pengawas dapat mengawasi
dan mendisiplinkan manajemen dalam mengambil kebijakan perusahaan,
Kepemilikan institusional yang diproksikan pada tingkat presentase kepemilikan
saham yang dimiliki oleh pihak institusional dibagi total jumlah seluruh saham
perusahaan.
H2: Keberadaan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap tax
avoidance.
2.9.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap tax avoidance
Pada dasarnya perusahaan yang besar selalu memperoleh laba yang besar.
Laba yang bersar akan menarik perhatian pemerintah untuk dikenakan pajak yang
sesuai (Asfiyati, 2012) dalam (Utama, 2013: 314). Ukuran perusahaan dapat
menentukan besar kecilnya nilai total aktiva yang dimiliki perusahaan dimana
34
semakin besar total aktiva perusahaan maka akan meningkat juga jumlah
produktivitas perusahaan tersebut. Hal itu akan menghasilkan laba yang semakin
meningkat dan mempengaruhi tingkat pembayaran pajak. Perusahaan besar
cenderung mempunyai ruang yang lebih luas untuk perencanaan pajak yang baik dan
mangadopsi praktek akuntansi yang efektif untuk menurunkan effective tax rate
perusahaan (ardyansah dan zulaikha, 2014: 6).
H3: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance.