Upload
buikhanh
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Ergonomi
2.1.1 Definisi
Istilah ”ergonomi” berasal dari bahasa Latin, yaitu Ergon (kerja) dan Nomos
(hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia
dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,
engineering, manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan
optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja,
di rumah, dan tempat rekreasi. Didalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem
dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan
utama, yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi disebut juga
sebagai ”Human Factors”. Ergonomi juga digunakan oleh berbagai macam
ahli/profesional pada bidangnya, misalnya : ahli anatomi, arsitektur, perancangan
produk industri, fisika, fisioterapi, terapi pekerjaan, psikologi, dan teknik industri.
(Definisi diatas adalah berdasar pada International Ergonomics Asociation). Selain
itum ergonomi juga dapat diterapkan untuk bidang fisiologi, psikologi, perancangan,.
Analisis, sintesis, evaluasi proses kerja dan produk bagi wiraswastawan, manajer,
pemerintahan, militer, dosen, dan mahasiswa.
17
Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun
(desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras
seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi,
pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga
(displays), jalan/lorong (acces ways), pintu (doors), jendela (windows), dan lain-lain.
Masih dalam kaitan dengan hal tersebut diatas adalah bahasan mengenai rancang
bangun lingkugan kerja (working environment), karena jika sistem perangkat keras
berubah maka akan berubah pula lingkungan kerjanya.
Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi,
misalnya : penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja
(shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain-lain. Ergonomi dapat pula
berfungsi sebagai desain perangkat lunak karena dengan semakin banyaknya
pekerjaan yang berkaitan erat dengan komputer. Penyampaian informasi dlaam suatu
sistem komputer harus pula diusahakan sekompatibel mungkin sesuai dengan
kemampuan pemrosesan informasi oleh manusia.
Disamping itu, ergonomi juga memberikan peranan penting dalam
meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya : desain suatu sistem
kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia,
desain stasiun kerja untuk alat peraga visual (visual display unit station). Hal itu
adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain suatu
perkakas kerja (handtools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu peletakan
instrumen dan sistem pengendali agar didapat optimasi dalam proses transfer
18
informasi dengan dihasilkannya suatu respon yang cepat dengan meminimumkan
resiko kesalahan, serta supaya didapatkan optimasi, efisiensi kerja dan hilangnya
resiko kesehatan akibat metode kerja yang kurang tepat.
Penerapan faktor ergonomi lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah untuk
desain dan evaluasi produk. Produk-produk ini haruslah dapat dengan mudah
diterapkan (dimengerti dan digunakan) pada sejumlah populasi masyarakat tertentu
tanpa mengakibatkan bahaya/resiko dalam penggunaannya.
2.1.2 Sejarah
Istilah ”ergonomi” mulai dicetuskan pada tahun 1949, akan tetapi aktivitas
yang berkenaan dengannya telah bermunculan puluhan tahun sebelumnya. Beberapa
kejadian penting diilustrasikan sebagai berikut :
1. C. T. Thackrah, England, 1831
Thackrah adalah seorang dokter dari Inggris/England yang meneruskan pekerjaan
dari seorang Italia bernama Ramazzini, dalam serangkaian kegiatan yang
berhubungan dengan lingkungan kerja yang tidak nyaman yang dirasakan oleh
para operator di tempat kerjanya. Dia mengamati postur tubuh pada saat bekerja
sebagai bagian dari masalah kesehatan. Pada saat itu Thackrah mengamati
seorang penjahit yang bekerja dengan posisi dan dimensi kursi-meja yang kurang
sesuai secara antropometri, serta pencahayaan yang tidak ergonomis sehingga
mengakibatkan membungkuknya badan dan iritasi indera penglihatan. Disamping
itu juga mengamati para pekerja yang berada pada lingkungan kerja dengan
19
temperatur tinggi, kurangnya ventilasi, jam kerja yang panjang, dan gerakan kerja
yang berulang-ulang (repetitive work).
2. F. W. Taylor, USA, 1898
Frederick W. Taylor adalah seorang insinyur Amerika yang menerapkan metode
ilmiah untuk menentukan cara yang terbaik dalam melakukan suatu pekerjaan.
Beberapa metodenya merupakan konsep ergonomi dan manajemen modern.
3. F. B. Gilbreth, USA, 1911
Gilbreth juga mengamati dan mengoptimasi metode kerja. Dalam hal ini lebih
mendetail dalam Analisa Gerakan dibandingkan dengan Taylor. Dalam bukunya
Motion Study yang diterbitkan pada tahun 1911 ia menunjukkan bagaimana
postur membungkuk dapat diatasi dengan mendesain suatu sistem meja yang
dapat diatur naik-turun (adjustable).
4. Badan Penelitian Untuk Kelelahan Industri (Industrial Fatigue Research Board),
England, 1918
Badan ini didirikan sebagai penyelesaian masalah yang terjadi di pbarik amunisi
pada Perang Dunia Pertama. Mereka menunjukkan bagaimana output setiap
harinya meingkat dengan jam kerja perharinya yang menurun. Disamping itu,
mereka juga mengamati waktu siklus optimum untuk system kerja berulang
(repetitive work systems) dan menyarankan adanya variasi dan rotasi pekerjaan.
5. E. Mayo dan teman-temannya, USA, 1933
Elton Mayo seorang warga negara Australia, memulai beberapa studi di suatu
Perusahaan Listrik yaitu Western Electric Company, Hawthorne, Chicago. Tujuan
20
studinya adalah untuk mengkuantifikasi pengaruh dari variabel fisik seperti
misalnya pencahayaan dan lamanya waktu istirahat terhadap faktor-faktor
efisiensi dari para operator kerja pada unit perakitan.
6. Perang Dunia Kedua, England dan USA
Masalah operasional yang terjadi pada peralatan militer yang berkembang secara
cepat (seperti misalnya pesawat terbang) harus melibatkan sejumlah kelompok
interdisiplin ilmu secara bersama-sama sehingga mempercepat perkembangan
ergonomi pesawat terbang.
Masalah yang ada pada saat itu adalah penempatan dan identifikasi untuk
pengendali pesawat terbang, efektifitas alat peraga (display), handle pembuka,
ketidaknyamanan karena terlalu panas atau terlalu dingin, desain pakaian untuk
suasana kerja yang terlalu panas atau terlalu dingin dan pengaruhnya pada kinerja
operator.
7. Pembentukan Kelompok Ergonomi
Pembentukan Masyarakat Peneliti Ergonomi (the Ergonomics Research Society)
di England pada tahun 1949 melibatkan beberapa professional yang telah banyak
berkecimpung dalam bidang ini. Hal ini menghasilkan jurnal (majalah ilmiah)
pertama dalam bidang Ergonomi pada November 1957. Perkumpulan Ergonomi
Internasional (The International Ergonomics Association) terbentuk pada tahun
1957, dan The Human Factors Society di Amerika pada tahun yang sama.
Disamping itu, patut diketahui pula bahwa Konferensi Ergonomi Australia yang
pertama diselenggarakan pada tahun 1964, dan hal ini mencetuskan terbentuknya
21
Masyarakat Ergonomi Australis dan New Zealand (The Ergonomics Society og
Australia and New Zealand).
2.1.3 Dasar Keilmuwan dari Ergonomi
Banyak penerapan ergonomi yang hanya berdasarkan sekedar ”common
sense” (dianggap suatu hal yang sudah biasa terjadi), dan hal itu benar jika sekiranya
suatu keuntungan yang besar bisa didapat hanya sekedar dengan penerapan suatu
prinsip yang sederhana. Hal ini biasanya merupakan kasus dimana ergonomi belum
dapat diterima sepenuhnya sebagai alat untuk proses desain, akan tetapi masih banyak
aspek ergonomi yang jauh dari kesadaran manusia. Karakteristik fungsional dari
manusia seperti kemampuan penginderaan, waktu respon/tanggapan. Daya ingat,
posisi optimum tangan dan kaki untuk efisiensi kerja otot, dan lain-lain adalah
merupakan suatu hal yang belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat awam. Agar
didapat suatu perancangan pekerjaan maupun produk yang optimum daripada
tergantung dan harus dengan ”trial and error” maka pendekatan ilmiah harus segera
diadakan.
Ilmu-ilmu terapan yang banyak berhubungan dengan fungsi tubuh manusia
adalah anatomi dan fisiologi. Untuk menjadi ergonom diperlukan pengetahuan dasar
tentang fungsi dari sistem kerangka otot. Yang berhubungan dengan hal tersebut
adalah Kinesiologi (mekanikan pergerakan manusia/mechanics of human movement)
dan Biomekanika (aplikasi ilmu mekanika teknik untuk analisis sistem kerangka-otot
22
manusia). Ilmu-ilmu ini akan memberikan modal dasar untuk mengatasi masalah
postur dan pergerakan manusia di tempat dan ruang kerjanya.
Disamping itu, suatu hal yang vital pada penerapan ilmiah untuk ergonomi
adalah Antropometri (kalibrasi tubuh manusia). Dalam hal ini terjadi penggabungan
dan pemakain data antropometri dengan ilmu-ilmu statistik yang menjadi prasyarat
utamanya.
2.1.4 Studi Tentang Sistem Kerja Secara Global
Dalam penerapan ergonomi, adalah penting untuk secara langsung
mengikutsertakan pembahasan tentang sistem secara menyeluruh agar tidak perlu
adanya studi lanjut maupun re-desain.
Sebagai contoh adalah dalam mendesain ruang kerja untuk pengemudi
kendaraan misalnya, hal-hal sperti berikut perlu dipertimbangkan :
Acces (getting in and out) : masalah utama untuk desain interior alat
transportasi.
Restraint : pemasangan sabuk pengaman pada alat transportasi.
Visibility : untuk para pejalan kaki (pedestrian), lampu parkir, alat
transportasi, blind spots, dll.
Seating : memberikan penyangga punggung (back support), penyangga
lengan, beban merata untuk distribusi berat tubuh pada tempat duduk,
penyerap getaran, bisa diatur (adjustability), dll.
23
Displays (instrument) : beberapa hal utama antara lain : visibility, lighting,
clarity.
Controls : mudah dijangkau, mudah diidentifikasi dan operasi, posisi dan
pergerakan yang standar.
Lingkungan : cukup ventilasi, hindari pengaruh panas langsung yang
berlebihan, hindari bentuk yang meruncing/tajam (sharp contour) pada panel
instrument.
Kadang kala kita berhadapan dengan keterbatasan dalam penempatan lingkup
kinerja secara ergonomic, akan tetapi berbagai macam usaha hendaknya selalu
dilakukan dalam rangka penyesuaian sebaik mungkin dengan system kerja yang ada.
2.2 Anthropometri
Istilah anthropometri berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia dan
“metri” yang berarti ukuran. Secara definitif anthropometri dapat dinyatakan sebagai
satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada
dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan sebagainya), berat, dan
lain-lain yang berbea satu dengan yang lainnya. Anthropometri secara luas akan
digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomic dalam memerlukan
interaksi manusia. Data anthropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan
secara luas antara lain dalam hal :
24
Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan lain-lain)
Perancangan peralatan kerja (mesin, equipment, perkakas (tools),dan
sebagainya)
Perancangan produk-produk konsumtif (pakaian, kursi/meja komputer, dan
lain-lain)
Perancangan lingkungan kerja fisik
Dengan demikian, dapat disimpulakan bahwa data anthropometri akan
menentukan bentuk, ukuran, dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk
yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan/menggunakan produk
tersebut. Dalam kaitan ini maka perancang produk harus mampu mengakomodasikan
dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil
rancangannya tersebut. Secara umum sekurang-kurangnya 90% : 95% dari populasi
yang menjadi target dalam kelompok pemakai suatu produk haruslah mampu
menggunakannya dengan selayaknya. Dalam beberapa kasus tertentu ada beberapa
produk, sebagai contoh kursi mobil yang dirancang secara fleksibel, dapat digerakkan
maju-mundur dan sudut sandarannya bisa pula dirubah untuk menciptakan posisi
yang nyaman. Rancangan produk yang dapat diatur secara fleksibel jelas memberikan
kemungkinan lebih besar bahwa produk tersebut akan mampu dioperasikan oleh
setiap orang meskipun ukuran tubuh mereka akan berbeda-beda. Pada dasarnya
peralatan kerja yang dibuat dengan mengambil referensi dimensi tubuh tertentu
jarang sekali bisa mengakomodasikan seluruh range ukuran tubuh dari populasi yang
akan memakainya. Kemampuan penyesuaian (adjustability) suatu produk merupakan
25
satu prasyarat yang amat penting dalam proses perancangannya, terutama untuk
produk-produk yang berorientasi ekspor.
Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi
ukuran tubuhnya. Disini ada beberapa faktor yang akna mempengaruhi ukuran tubuh
manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan
faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah :
1. Umur (Age)
Secara umum, dimensi dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar
seiring dengan bertambahnya umur, yaitu sejak awal kelahiran sampai dengan
umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh A. F. Roche
dan G. H. Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki-laki akan
tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun, sedangkan wanita
17,3 tahun. Meskipun ada sekitar 10% yang masih terus bertambah tinggi sampai
usia 23,5 tahun (laki-laki) dan 21,1 tahun (wanita). Setelah itu, tidak lagi akan
terjadi pertumbuhan bahkan justru akan cenderung berubah menjadi penurunan
ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.
2. Jenis kelamin (Sex)
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan
wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu, seperti pinggul, dan
sebagainya.
26
3. Suku/Bangsa (Ethnic)
Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik
yang akan berbeda satu dengan lainnya. Variasi diantara beberapa kelompok suku
bangsa telah menjadi hal yang tidak kalah pentingnya terutama karena
meningkatnya jumlah angka migrasi dari satu negara ke negara yang lain. Suatu
contoh sederhana yaitu dengan meningkatnya jumlah penduduk yang migrasi dari
negara Vietnam ke negara Australia, untuk mengisi jumlah satuan angkatan kerja
maka akan mempengaruhi anthropometri secara nasional.
4. Jenis pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi
karyawan/stafnya. Seperti misalnya : buruh dermaga haruslah mempunyai postur
tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada
umumnya. Apalagi jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.
5. Pakaian
Hal ini juga merupakan sumber variabilitas yang disebabkan oleh bervariasinya
iklim/musim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lainnya terutama
untuk daerah dengan empat musim. Misalnya pada waktu musim dingin, manusia
akan memakai pakaian yang relatif lebih tebal dan ukuran yang relatif lebih besar.
Ataupun untuk para pekerja di eprtambangan, pengeboran lepas pantai,
pengecoran logam. Bahkan para penerbang dan astronot juga harus mempunyai
pakaian khusus.
27
6. Kehamilan pada wanita (Pregnancy)
Faktor ini sudah jelas akan mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti kalau
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil, terutama yang berkaitan dengan
analisis perancangan produk (APP) dan analisis perancangan kerja (APK).
7. Cacat tubuh secara fisik
Suatu perkembangan yang menggembirakan pada dekade terakhir yaitu dengan
diberikannya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi untuk para
penderita cacat tubuh secara fisik sehingga mereka dapat ikut serta merasakan
”kesamaan” dalam penggunaan jasa dari hasil ilmu ergonomi didalam pelayanan
untuk masyarakat. Masalah yang sering timbul misalnya : keterbatasan jarak
jangkauan, dibutuhkan ruang kaki (knee space) untuk desain meja kerja,
lorong/jalur khusus untuk kursi roda, ruang khusus di dalam lavatory, jalur
khusus untuk keluar masuk perkantoran, kampus, hotel, restoran, supermarket,
dan sebagainya.
Data anthropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam
anggota tubuh manusia dalam percentile tertentu akan sangat besar manfaatnya pada
saat suatu rancangan produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang
akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil di dalam
aplikasi data anthropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan
berikut ini :
1. Prinsip Perancangan Produk bagi Individu dengan Ukuran yang Ekstrim.
Disini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi dua sasaran produk, yaitu :
28
Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi
ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-
ratanya.
Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas
dari populasi yang ada).
Agar bisa memnuhi sasaran pokok tersebut, maka ukuran yang diaplikasikan
ditetapkan dengan cara :
Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan
produk umumnya didasarkan pada nilai percentile yang terbesar, seperti
90-th, 95-th atau 99-th percentile. Contoh konkrit pada kasus ini bisa
dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar, dan tinggi dari pintu
darurat, dan lain-lain.
Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan
nilai percentile yang paling rendah (1-st, 5-th, 10-th percentile) dari
distribusi data anthropometri yang ada. Hal ini diterapkan sebagai contoh
dalam penerapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus
dioperasikan oleh seorang pekerja.
Secara umum aplikasi data anthropometri untuk perancangan produk ataupun
fasilitas kerja akan menetapkan nilai 5-th percentile untuk dimensi maksimum
dan 95-th untuk dimensi minimumnya.
29
2. Prinsip Perancangan Produk yang bisa Dioperasikan Di antara Rentang Ukuran
Tertentu.
Disini rancangan bisa dirubah-rubah ukurannya sehingga cukup fleksibel
dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukruan tubuh.
Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang mana
dalam hal ini letaknya bisa digeser maju/mundur dan sudut sandarannya juga bisa
berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya untuk
mendapatkan rancangan yang fleksibel, maka data anthropometri yang umum
diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th sampai dengan 95-th percentile.
3. Prinsip Perancangan Produk dengan Ukuran Rata-rata.
Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia.
Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali mereka yang
berbeda-beda dalam ukuran rata-rata. Disini produk dirancang dan dibuat untuk
mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang memiliki
ukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri.
Berkaitan dengan aplikasi data anthropometri yang diperlukan dalam proses
perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa
saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah seperti
berikut :
Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana
yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan
tersebut.
30
Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut;
dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah jarus menggunakan data
structural body dimension, ataukah functional body dimension.
Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi,
diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk
tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai ”market segmentation” seperti
produk mainan anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dan
sebagainya.
Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan
tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang
fleksibel (adjustable), ataukah ukuran rata-rata.
Pilihlah prosentase populasi yang harus diikuti; 90-th, 95-th, 99-th ataukah
nilai percentile yang lain yang dikehendaki.
Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya
pilih/tetapkan nilai ukurannya dari table data anthropometri yang sesuai.
Aplikasikan data tersebut dan tambahkan factor kelonggaran (allowance)
bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat factor tebalnya
pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan
(gloves), dan sebagainya.
31
2.3 Sikap Duduk
2.3.1 Prinsip Dasar
Duduk memerlukan lebih sedikit enerji daripada berdiri, karena hal itu dapat
mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seorang operator yang bekerja
sambil duduk memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih produktif.
Disamping itu, operator tersebut juga lebih kuat bekerja dan oleh karena itu, lebih
cekatan dan mahir.
Namun sikap duduk yang keliru akan merupakan penyebab adanya masalah-
masalah punggung. Operator dengan sikap duduk yang salah akan menderita pada
bagian punggungnya. Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada
saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri, ataupun berbaring. Jika diasumsikan
tekanan tersebut sekitar 100%, maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect
posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang
dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai
190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat
saraf belakang daripada sikap duduk yang condong ke depan.
Kenaikan tekanan tersebut dapat meningkat dari suatu perubahan dalam
lekukan tulang belakang yang terjadi pada saat duduk. Suatu keletihan pada pinggul
sekitar 90º tidak dapat dicapai hanya dengan rotasi dari tulang pada sambungan paha
(persendian tulang paha).
Urat-urat lutut (hamstring) dan otot-otot gluteal pada bagian belakang paha
dihubungkan sampai bagian belakang pinggul dan menghasilkan suatu rotasi parsial
32
dari pinggul (pelvis), termasuk tulang ekor (sacrum). Hal tersebut hanya
menghasilkan sekitar 60º-90º kelebihan putar pinggul dengan rotasi pada persendian
tulang paha itu sendiri. Oleh sebab itu, perolehan 30º dari rotasi pinggul (pelvis)
searah dengan lekukan tulang belakang ke arah belakang (lordosis) dan bahkan
memperkenalkan suatu lekukan tulang belakang kearah depan (hyphosis).
Tekanan antar ruas tulang belakang akan meningkat pada saat duduk jika
dihubungkan oleh rata-rata degenerasi dari bagian-bagian tulang yang saling
bertekanan. Seperti cara duduk di kendaraan dimana ada getaran (vibrasi), dan
dimana seseorang tidak siap untuk mengubah sikap duduknya. Bangkit dan bergerak-
gerak adalah sangat bermanfaat bagi ruas tulang-tulang karena meningkatkan diffusi
nutrisi bagi tulang tersebut. Oleh karena itu, sikap duduk yang benar sangat
diharapkan. Hal ini dapat dicapai dalam situasi kantor jika kursi-kursinya disandari
oleh seseorang, dan selanjutnya terjadi perubahan dari kyphosis (lekukan ruas tulang
belakang kearah depan) ke lodosis (lekukan tulang belakang kearah belakang). Dan
yang pasti, seseorang tidak dapat melakukan hal ini pada saat mengendarai
kendaraan.
JDG Troup (Applied Ergonomics, 1978, V 9, P 207) memberi suatu catatan
yang sangat baik “nyeri atau sakit dipunggung dan pencegahannya” (”Drivers back
pain and its prevention”). Beliau menyelesaikan sutdi yang menunjukkan bahwa
”seseorang yang menghabiskan lebih banyak waktunya dalam mengemudi kendaraan
adalah tiga kali lebih mudah terjadinya bagian yang bengkok atau turun daripada
33
yang tidak mengemudi”. Duduk di kantor tidak mengandung resiko kesehatan akan
tetapi ada sebuah gangguan besar yang menyebabkan terjadinya kelelahan.
2.3.2 Pendekatan-Pendekatan Untuk Perancangan Kursi
1. Merancang penyangga Lumbar pada Posisi Duduk
Pendekatan ini menekankan pada ketentuan dari sandaran punggung yang dapat
disetel untuk menyangga daerah lumbar atau daerah yang lebih rendah pada
tulang belakang. Ini dapat mengurangi usaha otot yang diperlukan untuk menjaga
suatu sikap duduk yang kaku atau tegang. Hal ini juga dapat mengurangi
kecenderungan tulang belakang ke arah bentuk khyphosis.
Sandaran kursi perusahaan juga menstabilkan sikap duduk dan menghasilkan
suatu reaksi terhadap gerakan yang agak sedikit mendorong kedepan selama
bekerja.
Persyaratan adanya bantalan punggung akan bermanfaat untuk mengatasi sakit di
punggung. Banyak sandaran tempat duduk (pesawat terbang, theater, dan lain-
lain) yang tidak mempunyai penyangga empuk yang berguna sebagai bantalan
penyangga. Kursi eksekutif saat ini umumnya dikembangkan dengan penyangga
ruas tulang belakang bagian bawah (lumbar), sedangkan tempat duduk mobil
yang dapat disetel semakin banyak dikagumi orang.
Sandaran punggung dan ruas tulang belakang bagian bawah (lumbar) pada tempat
duduk di kantor cenderung mengarah ke bawah dan tidak ideal untuk bersandar.
Sebenarnya, jika sandaran-sandaran tersebut tidak cukup kuat maka kursi tersebut
34
akan berbahaya. Grandjean (1987) dalam bukunya ”Fitting the task ti the Man”
menganjurkan sebuah kursi dengan bagian belakang yang tinggi untuk sandaran
belakang yang aman, yang juga menggambarkan adanya penopang (lumbar) yang
tidak bisa disetel.
2. Perancangan Tempat Duduk yang Miring Kedepan
Pendekatan ini dianjurkan oleh A. C. Mandal (The seated man homo sendens,
Applied Ergonomics, 1981, V12, P19), dan didasarkan pada keinginan untuk tidak
membungkut sesering mungkin. Pada umumnya, permukaan tempat duduk
dimiringkan sekitar 5º kearah belakang untuk mengurangi kemungkinan operator
meluncur kedepan. Mandal (1981) memperkirakan kemiringan bangku kedepan
sampai 15º, dari permukaan, kemudian 20º dari tekukan lumbar. Dia juga
memperkirakan bahwa kemiringan puncak belakang meja sekitar 5º. Selanjutnya
cara mengurangi pembengkokan adalah dengan mengurangi kebutuhan untuk
bersandar kedepan. Beliau menerangkan bahwa sikap duduk yang tegang tidak
konsisten dengan membaca dan menulis karena tulisannya terlalu jauh.
Memiringkan dan membuat meja lebih tinggi akan sangat membantu jika tujuan
utama dari meja adalah untuk membaca dan menulis.
3. Postur Duduk Berlutut (The Kneeling Posture) pada Kursi Setimbang (The
Balans Chair)
Kursi keseimbangan adalah suatu hasil logika terhadap problema dari perubahan
tekukan tulang belakang jika duduk. Perputaran pinggul (hip flexion) dapat
dikurangi dengan cepat dan rotasi panggul (pelvis) hamper dapat dihilangkan.
35
Akan tetapi seseorang akan dapat melincur pada kursi ini jika kursi tersebut tidak
ada sandaran untuk lutut. Oleh karena itu suatu proporsi besar dari berat badan
dipindahkan pada kedua lutut. Kursi keseimbangan ini menawarkan lebih banyak
kenyamanan pada penderita-penderita atau sakit punggung, namun kursi ini juga
menimbulkan lebih banyak masalah, seperti :
- Kesulitan untuk perubahan sikap duduk
- Tekanan pada lutut
- Putaran dari kaki dan ibu jari kaki
4. Perancangan sudut sandaran kursi sampai suatu posisi ”semi-reclining”
Hal ini akan mengurangi reaksi pada berat badan bagian atas sepanjang
punggung, dan sepanjang tulang belakang. Suatu sandaran punggung yang sesuai
untuk kursi panjang (kursi malas) dan yang lebih penting lagi untuk tempat duduk
kendaraan adalah sama sudut 110º. E. Grandjean (1987) memberikan suatu sudut
yang sejenis untuk kursi panjang (kursi malas).
2.3.3 Ukuran (Dimensi Kursi)
Ukuran-ukuran kursi seharusnya didasarkan pada data anthropometri yang
sesuai, dan ukuran-ukurannya ditetapkan. Penyesuaian tinggi dan posisi sandaran
punggung sangat diharapkan, tetapi belum banyak praktis dalam banyak keadaan
(transportasi umum, gedung-gedung pertunjukan, restoran, dan lain-lain).
36
Dalam hal pemilihan ukuran yang telah ditetapkan dan jangkauan penyesuaian
untuk tinggi tempat duduk, kita harus membedakan antara dua kategori kursi untuk
bekerja :
1. Kursi rendah, yang digunakan pada bangku dan meja (desks and tables).
Tujuan perancangan kursi ini adalah membiarkan kaki untuk istirahat langsung
diatas lantai dan menghindari tekanan pada sisi bagian bawah paha. Kebanyakan
dari berat badan seharusnya dipindahkan melalui IT (Ischial Tuberosities) yaitu
tulang yang menonjol pada bagian pantat. Sedangkan sebagian besar berat dari
kaki ditopang oleh seluruh kaki. Suatu berat yang minimum seharusnya dapat
diatasi oleh sisi bagian dalam dari paha, karena kompresi pada daerah ini akan
menghentikan aliran darah dan menyebabkan kaki menjadi terasa ”kesemutan”.
Terlalu rendahnya sebuah tempat duduk akan dapat menimbulkan masalah-
masalah baru pada tulang belakng seperti yang telah disebukan diatas. (Walaupun
di beberapa negara, berjongkok diatas lantai atau diatas bangku tanpa sandaran
masih tergolong normal).
Oleh karena itu, ukuran anthropometri akan membentuk dasar untuk tinggi tempat
duduk yang jaraknya dari tumit kaki sampai permukaan yang lebih rendah dari
paha disamping lutut dengan tekukan lutut pada sudut 90º. Ketebalan sol sepatu
dapat ditambah dalam hal ini dengan memberikan suatu tinggi tempat duduk yang
maksimum. Untuk menghindari kompresi paha diharapkan tinggi tempat duduk
tersebut beberapa sentimeter lebih rendah. Untuk sekedar pembatasan maka
daerah penyesuaiannya adalah 5 persentil wanita dan 95 persentil pria. Untuk
37
tinggi tempat duduk yang tetap, hal ini dapat menyebabkan kesalahan pada
ketinggian yang rendah. Secara umum suatu tinggi sekitar 43 cm digunakan dan
persentilnya 50% untuk wanita.
Sebuah gambaran dari susunan dasarnya ada pada gambar 2.1. Kursi ini
menjamin bahwa penyangga lumbar yang baik akan tersedia dan hal ini
memberikan variasi yang mudah dari sikap duduk dengan permukaan tempat
duduk yang horizontal dan tingginya dapat dengan mudah disetel.
Gambar 2.1 Perancangan Kursi Duncan
2. Kursi yang lebih tinggi, yang digunakan pada bangku dan mesin (benches and
machines) dimana pekerjaannya memungkinkan untuk berdiri.
Tinggi bangku untuk pekerjaan sambil berdiri didasarkan pada tingi siku saat
berdiri. Bangku-bangku seperti ini diharapkan dapat dirancang, namun bangku ini
tidak dapat digunakan setiap waktu. Sebenarnya perbedaan antara duduk dan
berdiri adalah proses kelelahan yang lebih sedikit daripada duduk yang terus
menerus sama juga halnya jika berdiri terus menerus.
38
Kursi tinggi dengan tinggi tempat duduk yang dapat disetel dapat menyangga
badan bagian atas sedemikian rupa sehingga tinggi siku berada beberapa
sentimeter diatas pekerjaan. Ukuran yang biasanya ada dalam data anthropometri
adalah jarak vertikal dari titik terendah dari tekukan siku sampai permukaan untuk
duduk yang horizontal.
Problem utama yang timbul dari kursi ini adalah terbatasnya gerak lutut.
Perancangan ulang untuk kursi yang memiliki ruang untuk lutut lebih diinginkan.
Jelasnya, sebuah sandaran kaki merupakan bagian yang paling penting dari suatu
kursi yang tinggi, tanpa sandaran tersebut, beban kaki bagian bawah akan
dipindahkan pada sisi dalam dari lipat paha. Untuk memberikan keleluasaan
ruang posisi sandaran kaki yang seharusnya juga dibuat pada kerangka bangku
tersebut. Sandaran kaki seharusnya dapat disetel untuk tinggi yang tidak
bergantung pada tinggi tempat duduk, untuk panjang kaki yang lebih rendah.
Pada gambar 2.2 dibawah menunjukkan perancangan kursi tinggi.
Gambar 2.2 Kursi Tinggi yang Banyak digunakan di Industri
39
Adapun kriteria kursi kerja yang ideal adalah sebagai berikut :
1. Stabilitas Produk
Diharapkan suatu kursi mempunyai empat atau lima kaki untuk menghindari
ketidakstabilan produk. Kursi lingkar yang berkaki lima hendaklah dirancang
dengan posisi kaki kursi berada pada bagian luar proyeksi tubuh. Adapun kursi
dengan kaki gelinding (roller-feet) sebaiknya dirancang untuk permukaan yang
berkarpet, karena akan terlalu bebas (mudah) menggelinding pada lantai vynil.
2. Kekuatan Produk
Kursi kerja haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga kompak dan kuat
dengan konsentrasi perhatian pada baigan-bagian yang mudah retak dilengkapi
dengan sistem mur-baut ataupun keling-pasak pada bagian sandaran tangan (arm-
rest) dan sandaran punggung (back-rest). Kursi kerja tidak boleh dirancang pada
populasi dengan persentil kecil dan seharusnya cukup kuat untuk menahan beban
pria dengan persentil 99.
3. Mudah Dinaik-turunkan (adjustable)
Ketinggian kursi hendaklah mudah diatur pada saat kita duduk, tanpa harus turun
dari kursi.
4. Sandaran Punggung
Sandaran punggung adalah penting untuk menahan beban punggung kearah
belakang (lumbar spine). Hal itu haruslah dirancang agar dapat digerakkan naik-
turun maupun maju mundur. Selain itu harus pula dapat diatur fleksibilitasnya
sehingga sesuai dengan bentuk punggung
40
5. Fungsional
Bentuk tempat duduk tidak boleh menghambat berbagai macam alternatif
perubahan postur (posisi).
6. Bahan Material
Tempat duduk dan sandaran punggung harus dilapisi dengan material yang cukup
lunak.
7. Kedalaman Kursi
Kedalaman kursi (depan-belakang) haruslah sesuai dengan dimensi panjang
antara lipat lutut (popliteal) dan pantat (buttock). Wanita dengan nathropometri
persentil 5 haruslah dapat menggunakan dan merasakan manfaat adanya sandaran
punggung (back-rest).
8. Lebar Kursi
Lebar kursi minimal sama dengan lebar pinggul wanita 5 persentil populasi.
9. Lebar Sandaran Punggung
Lebar sandaran punggung seharusnya sama dengan lebar punggung wanita 5
persentil populasi. Jika terlalu lebar akan mempengaruhi kebebasan gerak siku.
10. Bangku Tinggi
Kursi untuk bangku tinggi harus diberi sandaran kaki yang dapat digerakkan naik-
turun.
41
2.4 Perhitungan Persentil
Persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari
sekelompok orang yang dimensinya sama atau lebih rendah dari nilai tersebut.
Misalnya : 95% populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95 persentil; 5%
dari populasi berada sama dengan atau lebih rendah dari 5 persentil. Besarnya nilai
persentil dapat ditentukan dari tabel probabilitas distribusi normal (lihat gambar 2.3
dibawah). Dalam pokok bahasan anthropometri, 95 persentil menunjukkan tubuh
berukuran besar, sedangkan 5 persentil menunjukkan tubuh berukuran kecil. Rumus
yang digunakan dalam menghitung persentil adalah sebagai berikut :
Harga Rata-rata Populasi :
NXi
X ∑= ; N = Banyaknya data yang ada
Standar Deviasi :
)1()(. 22
−∑−∑
=NN
XiXiNσ ; Xi = nilai dari data-data yang ada
Standar Deviasi Populasi :
nX
σσ =
X1 2,325-XP σ= X90 1,28XP σ+=
X5,2 1,96-XP σ= X95 645,1XP σ+=
42
X5 1,645-XP σ= X5,97 1,96XP σ+=
X10 1,28-XP σ= X99 325,2XP σ+=
XP50 =
Gambar 2.3 Probabilitas Distribusi Normal
2.5 Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Instrumen pengujian data yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen pengujian data
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Instrumen pengujian data yang reliable adalah instrumen pengujian data yang
bila digunakan beberapa kali untuk mengujur objek yang sama, akan menghasilkan
data yang sama.
43
Dengan menggunakan instrumen pengujian data yang valid dan reliable
dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan
reliable. Jadi intrumen pengujian data yang valid dan reliable merupakan syarat
mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliable.
Pengujian validitas instrumen pengujian data dapat dilakukan dengan analisis
faktor yaitu, mengkorelasikan antara skor item instrumen pengujian data dalam suatu
faktor, dan mengkorelasikan skor faktor dengan skor total. Sedangkan pengujian
reliabilitas instrumen pengujian data dapat dilakukan dengan internal cinsistency
yaitu dengan teknik belah dua (split half) yang dianalisis dengan rumus spearman
brown, untuk keperluan itu maka butir-butir instrumen di belah menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok instrumen pengujian data ganjil dan instrumen pengujian
data genap.