Upload
leliem
View
231
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Sistem Pendukung Keputusan (SPK)
Konsep Sistem Pendukung Keputusan dikemukan pertama kali oleh Scott-
Morton pada tahun 1971 (Turban, 2001, p13). Beliau mendefinisikan cikal bakal
SPK tersebut sebagai “sistem berbasis komputer yang interaktif, yang membantu
pengambil keputusan dengan menggunakan data dan model untuk memecahkan
persoalan-persoalan tak terstruktur”.
SPK dibuat sebagai reaksi atas ketidakpuasan terhadap Transaction
Processing System (TPS) dan Management Information System (MIS).
Sebagaimana diketahui, TPS lebih memfokuskan diri pada perekaman dan
pengendalian transaksi yang merupakan kegiatan yanng bersifat berulang dan
terdefinisi dengan baik, sedangkan MIS lebih berorientasi pada penyedia laporan
bagi manajmen yang sifatnya tidak fleksibel. SPK lebih ditujukan untuk
mendukung manajemen dalam melakukan pekerjaan yang bersifat analitis, dalam
situasi yang kurang terstruktur dan dengan kriteria yang kurang jelas. SPK tidak
dimaksudkan untuk mengotomasikan pengambilan keputusan, tetapi memberikan
perangkat interaktif yang memungkinkan pengambil keputusan dapat melakukan
berbagai analisis dengan menggunakan model-model yang tersedia. (Kadir, 2003,
p117).
7
2.1.1 Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah suatu proses pemilihan alternatif
tindakan untuk mencapai tujuan (Turban, 2001, p33).
Herbert A. Simon mengajukan model yang menggambarkan proses
pengambilan keputusan. Proses ini terdiri dari:
1. Intelligence
Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup
problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan
diperoleh, diproses, dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan
masalah.
2. Design
Tahap ini merupakan proses menemukan, mengembangkan, dan
menganalisis alternatif tindakan yang bisa dilakukan. Tahap ini
meliputi proses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi, dan
menguji kelayakan solusi.
3. Choice
Pada tahap ini dilakukan proses pemilihan di antara berbagai alternatif
tindakan yang mungkin dijalankan.
4. Implementation
Menerapkan solusi yang telah dipilih pada tahap choice.
Suatu gambaran konseptual dari proses pengambilan keputusan
digambarkan pada Gambar 2.1
8
2.1.2 Jenis-jenis Keputusan
Gorry dan Scott Morton (Mallach, 2000, p42) membagi keputusan ke
dalam tiga kategori yaitu :
1. Keputusan Terstruktur
Sebuah keputusan terstruktur dapat merupakan keputusan yang
dihasilkan oleh program komputer, keputusan terstruktur diambil untuk
memecahkan masalah yang pernah terjadi sebelumnya.
Gambar 2.1 Gambaran Konseptual Proses Pengambilan Keputusan (Turban, 2001, p42)
9
2. Keputusan Tidak Terstruktur
Keputusan yang diambil untuk memecahkan masalah baru atau sangat
jarang terjadi, sehingga perlu dipelajari secara hati-hati. Komputer tetap
dapat membantu pembuat keputusan, tetapi hanya memberikan sedikit
dukungan.
3. Keputusan Semi Terstruktur
Merupakan keputusan di antara keputusan terstruktur dan tidak
terstruktur.
2.1.3 Pengertian Sistem Pendukung Keputusan
Menurut O’Brien (2001, p300) SPK adalah suatu sistem informasi
berbasiskan komputer yang menyediakan informasi pendukung yang
interaktif kepada manajer dan pelaku bisnis lainnya selama pengambilan
keputusan.
SPK adalah sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi,
pemodelan, dan pemanipulasian data yang digunakan untuk membantu
pengambilan keputusan pada situasi yang semistruktur dan situasi yang
tidak terstruktur di mana tak seorang pun tahu secara pasti bagaimana
keputusan seharusnya dibuat.(Kadir, 2003, p117).
2.1.4 Tujuan Sistem Pendukung Keputusan
Tujuan dari SPK adalah (McLeod, 2001, p262):
1. Membantu pengambil keputusan dalam membuat keputusan untuk
memecahkan masalah semi terstruktur.
10
2. Mendukung penilaian seorang pengambil keputusan bukan
menggantikan keputusan yang akan diambil oleh pengambil keputusan.
3. Meningkatkan efektifitas dari suatu keputusan, bukan dari sisi efisiensi.
2.1.5 Karakteristik dan Kemampuan Sistem Pendukung Keputusan
Karakteristik dan kemampuan SPK menurut Turban (2001, p98):
• SPK menyediakan dukungan bagi pengambil keputusan terutama dalam
situasi semiterstruktur dan tidak terstruktur dengan membawa secara
bersama penilaian manusia dan informasi yang dikomputerisasikan.
Seperti masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan sistem
komputerisasi lain atau dengan metode atau alat kuantitatif standar.
• Dukungan disediakan untuk berbagai tingkat manajerial, mulai dari
manajer tingkat atas hingga manajer tingkat manengah.
• Dukungan disediakan bagi individu sebaik bagi tim. Masalah yang
kurang terstruktur sering membutuhkan keikutsertaan beberapa individu
dari departemen-departemen yang berbeda dan tingkat organisasional
atau bahkan dari organisasi yang berbeda.
• SPK menyediakan dukungan untuk beberapa keputusan yang saling
bergantung dan atau sekuensial.
• SPK mendukung semua tahap dalam proses pengambilan keputusan,
yaitu tahap intelligence, design, choice dan implementasi.
• SPK mendukung berbagai proses dan gaya pengambilan keputusan.
11
• SPK diadaptasi setiap saat. Pengambil keputusan harus bersikap aktif,
mampu menghadapi perubahan kondisi secara cepat, dan mampu
mengadaptasikan SPK untuk menemukan perubahan tersebut. SPK
fleksibel, sehingga user dapat menambah, menghapus,
mengkombinasikan perubahan, atau mengatur kembali elemen dasar.
• SPK haruslah bersifat user friendly, dilengkapi dengan kemampuan
grafikal yang kuat dan suatu mesin antarmuka yang dapat
meningkatkan keefektifan.
• SPK berusaha untuk meningkatkan keefektifan pembuat keputusan
(akurasi, kecepatan, dan kualitas) daripada efisiensi (biaya
membuat/menghasilkan keputusan).
• Pengambil keputusan harus melalui seluruh proses dalam pengambilan
keputusan dalam memecahkan masalah. Suatu SPK secara spesifik
bertujuan untuk mendukung dan bukan untuk menggantikan pengambil
keputusan.
• End user harus mampu untuk mengkonstruksi dan memodifikasi sistem
oleh diri mereka sendiri atau dapat juga dengan menggunakan bantuan
spesialis sistem informasi.
• SPK biasanya menggunakan model-model untuk menganalisa situasi
yang akan digunakan untuk mengambil keputusan, dimana penggunaan
model ini akan memudahkan penelitian dengan strategi dan konfigurasi
yang berbeda.
12
• SPK harus menyediakan akses ke berbagai sumber data, format data,
dan tipe data dari suatu sistem informasi yang ada.
• SPK dapat dipekerjakan sebagai suatu alat yang berdiri sendiri oleh
pengambil keputusan individu dilokasi lain, atau dapat didistribusikan
melalui organisasi dan dalam beberapa organisasi-organisasi di antara
supply chain.
SPK
Masalah semiterstruktur
Untuk manajer padaberbagai tingkatan
Untuk kelompokdan individu
Keputusan yangsaling bergantung
dan sekuensial
Mendukung semuatahap prosespengambilan
keputusan
Mendukungberbagai gayakeputusan dan
proses
Mampu beradaptasidan fleksibel
Penggunaan yangmudah, interaktif
Efektifitas bukanefisiensi
Manusia mengontrolmesin
Mudah dikonstruksioleh end user
Pemodelan dananalisa
Akses data
Integrasi dankoneksi web
Gambar 2.2 Karakteristik dan Kemampuan SPK (Turban, 2001, p99)
13
2.1.6 Keuntungan dari Penggunaan Sistem Pendukung Keputusan
Menurut Marakas (1999, p5), keuntungan dari penggunaan SPK
adalah:
1. Memperluas kemampuan pengambilan keputusan untuk memproses
informasi dan pengetahuan.
2. Memperluas kemampuan pengambilan keputusan untuk menangani
masalah yang kompleks, banyak memakan waktu, dan masalah dalam
skala besar.
3. Mempersingkat waktu yang digunakan dalam membuat keputusan.
4. Meningkatkan keandalan dari proses pengambilan keputusan atau
keputusan yang dihasilkan.
5. Mendorong perluasan dan penemuan pada bagian pengambilan
keputusan.
6. Mengungkapkan pendekatan-pendekatan baru mengenai suatu ruang
lingkup masalah atau konteks keputusan.
7. Menghasilkan fakta baru dalam mendukung suatu keputusan atau
memperkuat asumsi-asumsi yang ada.
8. Menciptakan keuntungan strategis atau kompetitif atas persaingan
organisasi.
2.1.7 Komponen Sistem Penunjang Keputusan
Menurut Turban (2001, p100) sebuah SPK dapat dibagi atas beberapa
subsistem, yaitu :
14
1. Subsistem Manajemen Data, di dalamnya terdapat basis data yang
berisikan data yang relevan untuk situasi yang ada dan organisasi oleh
sebuah perangkat lunak yang disebut DBMS (Data Base Management
System).
2. Subsistem Manajemen Model, yang di dalamnya terdapat sistem yang
dapat digunakan untuk melakukan analisis dan manajemen. Perangkat
lunak yang sering digunakan adalah MBMS (Model Base Management
System).
3. Subsistem Manajemen Pengetahuan, yang digunakan untuk mendukung
subsistem lainnya, di mana subsistem ini memiliki kemampuan untuk
menghasilkan suatu keputusan.
4. Subsistem Antarmuka Pemakai, di sinilah subsistem yang akan
mengkoordinasikan komunikasi antara user dan sistem.
2.1.7.1 Subsistem Manajemen Data
Subsistem ini dibagi atas:
1. Basisdata SPK (DSS Database)
Basisdata adalah kumpulan dari data yang terorganisasi dan
saling berinteraksi untuk mencapai tujuan dan struktur dari
suatu organisasi dan dapat digunakan oleh lebih dari satu orang
dan untuk lebih dari satu aplikasi.
2. Sistem Manajemen Basisdata (Database Management System)
Sistem ini digunakan untuk memanipulasi data yang terdapat di
dalam basisdata.
15
3. Fasilitas Query (Query Facility)
Fasilitas query ini digunakan untuk mengakses dan
memanipulasi data yang terdapat dalam basisdata.
2.1.7.2 Subsistem Manajemen Model
Subsistem ini dapat diturunkan atas beberapa elemen yaitu:
1. Basis Model (Model Base)
Basis model ini berisikan berbagai rutin dan fasilitas-fasilitas
yang dapat digunakan untuk melakukan analisa di dalam SPK.
2. Sistem Manajemen Basis Model (Model Base Management
System)
Sistem Manajemen Basis Model yang digunakan untuk
mengembangkan model dengan bantuan subrutin dan model-
model lainnya. Sistem Manajemen Basis Model ini digunakan
untuk menggabungkan model-model dengan menggunakan
hubungan yang benar dalam sebuah basisdata.
2.1.7.3 Subsistem Manajemen Pengetahuan
Karena SPK berhubungan dengan masalah yang tidak
terstruktur di mana ketentuan ini berupa sistem pakar atau sistem
intelejensi buatan lainnya. Kesemuanya inilah yang terdapat di
dalam Subsistem Manajemen Pengetahuan.
16
Subsistem ini dapat terdiri atas satu atau lebih sistem
intelejensia buatan. SPK ini disebut juga DSS/ES (Decision Support
System/Expert System).
2.1.7.4 Subsistem Antarmuka Pemakai
Subsistem ini digunakan untuk mengatur seluruh aspek
komunikasi antar user dengan sistem. Subsistem ini seharusnya
bersifat mudah digunakan serta dapat diakses secara cepat.
Subsistem ini terdiri atas dua bagian, yaitu:
1. Manajemen Subsistem Antarmuka Pemakai
Subsistem diatur dengan menggunakan perangkat lunak yang
disebut Sistem Manajemen Antarmuka Pemakai.
2. Proses Antarmuka Pemakai
Proses ini diawali dengan interaksi user dengan komputer,
interaksi ini sebaiknya menggunakan sistem Graphical User
Interface sehingga lebih bersifat user friendly.
17
Other computer-based systems
Internet,intranets,extranets
DataManagement
ModelManagement
ExternalManagement
Knowledge-basedsubsystems
User interface
Manajer (user)Organizational KB
Data: eksternaldan internal
Gambar 2.3 Komponen SPK (Turban, 2001, p100)
2.2 Seleksi Penerimaan Karyawan
2.2.1 Definisi Seleksi
Seleksi adalah suatu kegiatan pemilihan dan penentuan pelamar yang
diterima atau ditolak untuk menjadi karyawan perusahaan. (Hasibuan,
2001, p47)
Sumber lain menyebutkan seleksi merupakan proses untuk
memutuskan pegawai yang tepat dari sekumpulan calon pegawai yang
18
didapat melalui proses perekrutan, baik perekrutan internal maupun
eksternal.(Hariandja, 2002, p125)
Menurut Simamora, seleksi adalah proses dengannya sebuah
perusahaan memilih dari sekelompok pelamar, orang atau orang-orang
yang paling memenuhi kriteria seleksi untuk posisi yang tersedia
berdasarkan kondisi yang ada saat ini. Proses seleksi dimulai ketika
pelamar melamar pekerjaan di perusahaan dan berakhir pada saat diambil
keputusan pengangkatan. (Simamora, 1997, p254)
2.2.2 Tujuan Seleksi
Tujuan proses seleksi menurut Simamora (1997, p254), adalah
mencocokkan secara benar orang-orang dengan pekerjaan-pekerjaan.
Seleksi penerimaan karyawan baru bertujuan untuk mendapatkan hal-
hal berikut ini (Hasibuan, 2001, p49):
Karyawan yang berkualitas dan potensial.
Karyawan yang jujur dan berdisiplin.
Karyawan yang cakap dengan penempatannya yang tepat.
Karyawan yang terampil dan bersemangat dalam bekerja.
Karyawan yang memenuhi persyaratan undang-undang perburuhan.
Karyawan yang dapat bekerjasama baik secara vertikal maupun
horisontal.
Karyawan yang dinamis dan kreatif.
Karyawan yang inovatif dan bertanggung jawab sepenuhnya.
Karyawan yang loyal dan berdedikasi tinggi.
19
Mengurangi tingkat absensi dan turn over karyawan.
Karyawan yang mudah dikembangkan pada masa depan.
Karyawan yang dapat bekerja secara mandiri.
Karyawan yang mempunyai perilaku dan budaya malu.
2.2.3 Cara Seleksi
Cara seleksi yang dilaksanakan organisasi perusahaan maupun
organisasi sosial dalam penerimaan karyawan baru dikenal dengan dua
cara, yaitu : (Hasibuan, 2001, p52)
1. Nonilmiah
Seleksi dengan cara nonilmiah adalah seleksi yang dilaksanakan tidak
didasarkan kepada kriteria, standar, atau spesifikasi kebutuhan nyata
pekerja atau jabatan, tetapi hanya didasarkan kepada perkiraan dan
pengalaman saja. Seleksi dalam hal ini tidak berpedoman kepada uraian
pekerjaan dan spesifikasi jabatan (job specification) dari jabatan yang
akan diisi.
2. Ilmiah
Seleksi dengan metode ilmiah adalah seleksi yang didasarkan kepada
job specification dan kebutuhan nyata jabatan yang akan diisi, serta
berpedoman kepada kriteria dan standar-standar tertentu. Seleksi ilmiah
merupakan pengembangan seleksi nonilmiah dengan mengadakan
analisis cermat tentang unsur-unsur yang akan diseleksi supaya
diperoleh karyawan yang kompeten dengan penempatan yang tepat.
20
2.2.4 Kriteria-kriteria Seleksi
Kriteria-kriteria seleksi adalah karakteristik yang berasal dari
deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan, yang dikelompokkan
menjadi: (Simamora, 1997, p258)
Pendidikan formal.
Pengalaman atau kinerja masa lalu.
Karakteristik fisik.
Karakteristik pribadi dan tipe kepribadian. Karakteristik pribadi
contohnya adalah status perkawinan, jenis kelamin, usia, dan lain-lain.
2.2.5 Tahapan Proses Seleksi
Terdapat perbedaan tahapan proses seleksi dari berbagai referensi
buku yang kami temui. Berikut tahap-tahap dalam proses seleksi menurut
Simamora (1997, p308) :
1. Wawancara pendahuluan.
2. Registrasi formulir lamaran.
3. Wawancara seleksi.
4. Tes-tes seleksi.
5. Pemeriksaan referensi dan latar belakang.
6. Pemeriksaan fisik.
7. Wawancara dengan penyelia.
8. Keputusan pengangkatan.
Sementara tahapan proses seleksi yang dikemukan oleh Michael
Harris adalah: (Hariandja, 2002, p130)
21
1. Pemeriksaan surat lamaran.
2. Memilih pelamar yang paling baik untuk wawancara.
3. Wawancara.
4. Ujian tertulis.
5. Melakukan pemeriksaan latar belakang dan referensi.
6. Melakukan uji bebas obat terlarang.
Namun, tahapan mana yang dipakai sebagaimana disebutkan di atas
dapat berbeda antara satu organisasi dengan organisasi lain, di mana itu
tergantung pada kebutuhan masing-masing dan jenis pegawai yang ingin
diseleksi. (Hariandja, 2002, p131)
2.2.6 Tes Seleksi
Tes adalah alat memperoleh sampel perilaku yang terstandarisasi. Tes
terstandarisasi dalam isi, penilaian, dan pelaksanaannya. Setiap kali tes
diberikan, pertanyaan-pertanyaan identik, atau paling tidak setara. Cara
penilaian tes adalah konstan. Pelaksanaan tes juga serupa: setiap yang ikut
akan mendapatkan instruksi yang sama, mempunyai waktu penyelesaian
yang sama, mempunyai jangka waktu penyelesaian yang sama, dan
mengikuti tes dibawah kondisi yang serupa. Karena tes-tes itu
terstandarisasi, tes-tes tersebut memberi informasi tentang pelamar-pelamar
kerja yang dapat dibandingkan untuk semua pelamar. Tujuan tes adalah
memberikan informasi objektif tentang kualifikasi pelamar dari sampel-
sampel perilakunya.
22
Sungguhpun demikian, karena tes-tes didasarkan pada sebagian kecil
saja dari daftar keseluruhan prilaku individu, tes bisa tidak representatif,
banyak faktor yang dapat mempengaruhi skor-skor tes seseorang.
Kemampuan mereka dalam mengikuti tes, pemahaman mereka terhadap
instruksi-instruksi tes, motivasi mereka untuk mencapai skor tes, kadar
stres yang mereka alami, kesehatan mereka, dan kondisi dalam lingkungan
pengujian semuanya dapat mengganggu keaktualan tes. (Simamora, 1997,
p299)
2.2.6.1 Jenis-jenis Tes Seleksi
Tes yang dilakukan untuk menentukan calon pegawai sesuai
dengan persyaratan kerja, apakah tertulis ataupun praktek, sangat
tergantung pada persyaratan kerja. Setiap pekerjaan pasti memiliki
persyaratan kerja yang berbeda-beda, sehingga tes yang dilakukan
apakah tertulis atau tidak sukar menentukannya. Jenis tes seleksi
dikelompokan menjadi: (Hariandja, 2002, p138)
1. Psychological test
Tes ini untuk mengetahui kepribadian atau temperamen
seseorang. Ini juga sering disebut dengan tes kepribadian. Tes
ini dapat dilakukan secara tertulis melalui alat tes yang sudah
dikembangkan oleh para ahli.
2. Knowledge test
Tes ini untuk mengetahui pengetahuan seseorang, misalnya
pengetahuan mengenai ilmu tertentu. Tes ini umumnya tertulis,
23
tetapi untuk pengetahuan tertentu mungkin dapat dengan
praktek, seperti pengetahuan mengenai bahasa tertentu.
3. Performance test
Tes ini untuk mengetahui skill dan kemampuan pegawai pada
saat ini. Tes ini dapat dilakukan dengan tes tertulis atau praktek.
4. Aptitude test
Tes ini untuk mengetahui potensi seseorang, untuk ditempatkan
dalam pekerjaan tertentu atau untuk dikembangkan.
5. Intelligence test
Tes ini untuk mengetahui kemampuan mental seseorang secara
umum.
6. Medical test
Tes ini untuk mengetahui kesehatan umum seseorang calon,
apakah mendukung atau tidak dalam pelaksanaan pekerjaan.
2.2.6.2 Manfaat Tes Seleksi
Tes-tes seleksi menilai kemungkinan terpadunya antara
kemampuan, pengalaman, dan kepribadian pelamar, serta
persyaratan jabatan. Tes seleksi memberikan beberapa manfaat:
(Simamora, 1997, p303)
• Meningkatkan akurasi dalam menyeleksi karyawan. Setiap
individu berbeda keahlian, intelijensia, motivasi, minat,
kebutuhan-kebutuhan, dan tujuannya. Jika perbedaan-
perbedaan ini dapat diukur, dan jika perbedaan tersebut
24
berhubungan dengan kesuksesan pekerjaan, maka sampai pada
tingkat tertentu kinerja dapat diprediksi.
• Alat yang objektif dalam melakukan penilaian (jugding) setiap
pelamar menjawab pertanyaan yang sama dan jawaban
mereka lantas diberi skor. Skor seorang pelamar kemudian
dapat dibandingkan denagn skor pelamar yang lain.
• Informasi mengenai kebutuhan-kebutuhan karyawan saat ini.
Tes yang diberikan kepada karyawan yang ada saat ini
memberikan informasi pelatihan, pengembangan, dan
konseling.
2.3 Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk
2.3.1 Definisi Analitic Hierarchy Process (AHP)
AHP adalah satu model yang luwes yang memberikan kesempatan
bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan
mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-
masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. (Saaty, 1993,
p23).
Menurut Marshall (1995, p278), AHP adalah suatu metode yang
dikembangkan untuk menghasilkan tingkatan alternatif keputusan dengan
struktur matematis. Ide utamanya adalah untuk menemukan bobot trade-off
atribut melalui perbandingan atribut berpasangan. Menemukan nilai setiap
25
alternatif keputusan untuk setiap atribut yang tersedia melalui perbandingan
alternatif keputusan berpasangan dalam atribut tesebut.
2.3.2 Keuntungan Analitic Hierarchy Process
Saaty (1991, p25) menyebutkan berbagai keuntungan dari AHP yaitu:
1. Kesatuan
AHP memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk
aneka ragam persoalan tak terstruktur.
2. Kompleksitas
AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem
dalam memecahkan persoalan kompleks.
3. Saling ketergantungan
AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam
suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.
4. Penyusunan hierarki
AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-
milah elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan
mengelompokkan struktur yang serupa dalam setiap tingkat.
5. Pengukuran
AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujud suatu
metode untuk menetapkan prioritas.
6. Konsistensi
AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang
digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.
26
7. Sintetis
AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap
alternatif.
8. Tawar-menawar
AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor
sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan
tujuan-tujuan mereka.
9. Penilaian dan konsensus
AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang
representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda.
10. Pengulangan proses
AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu
persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka
melalui pengulangan.
2.3.3 Prinsip Dasar Analitic Hierarchy Process
Ada tiga prinsip dasar AHP (Saaty, 1993, p28):
1. Menggambarkan dan menguraikan secara hirarkis yang kita sebut
menyusun secara hirarkis—yaitu, memecah-mecah persoalan menjadi
unsur-unsur yang terpisah-pisah.
2. Pembedaan prioritas dan sintesis, yang kita sebut penetapan prioritas,
yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya.
27
3. Konsistensi logis—yaitu, menjamin bahwa semua elemen
dikelompokan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai
dengan suatu kriteria yang logis.
2.3.4 Struktur Analitic Hierarchy Process
Membuat struktur hierarki diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif
pada tingkat kriteria yang paling bawah.(Kadarsah, 2002, p131)
Goal
Criteria Criteria Criteria
Sub Criteria Sub Criteria Sub Criteria
Gambar 2.4 Struktur Proses Hierarki Analitik
28
2.3.5 Kelebihan Analitic Hierarchy Process Dibanding yang Lainnya
Menurut Kadarsah (2002, p131), kelebihan AHP dibanding dengan
model yang lainnya adalah :
1. Struktur yang hierarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih,
sampai pada sub-subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil
keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis
sensitivitas pengambilan keputusan.
2.3.6 Perhitungan Bobot Elemen
Pada dasarnya formulasi matematis pada model AHP dilakukan
dengan menggunakan suatu matriks. Misalkan, dalam satu subsistem
operasi terdapat n elemen operasi, yaitu elemen-elemen operasi A1, A2, …,
An, maka hasil perbandingan secra berpasangan elemen-elemen operasi
tersebut akan membentuk matriks perbandingan. Perbandingan
berpasangan dimulai dari tingkat hierarki paling tinggi, di mana suatu
kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan.
Gambar 2.5 Matriks Perbandingan Berpasangan
A1 A2 … An
A1 a11 a12 … a1n
A2 a21 a22 … a2n
. . . . .
. . . . .
An an1 an2 … ann
29
Matriks An x n merupakan matriks resiprokal. Dan diasumsikan
terdapat elemen, yaitu w1, w2, …, wn yang akan dinilai secara
perbandingan. Nilai perbandingan secara berpasangan secara antara (wi, wj)
dapat dipresentasikan seperti matriks tersebut.
wi /wj = a(i, j) ; i.j = 1, 2, … ,n
Dalam hal ini matriks perbandingan adalah matriks A dengan unsur-
unsurnya adalah aij dengan i, j = 1, 2, …, n.
Unsur-unsur matriks tersebut diperoleh dengan membandingkan satu
elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya untuk tingkat hirarki yang
sama.
Bila vektor pembobotan elemen-elemen operasi A1, A2, …, An
tersebut dinyatakan sebagai vektor W, dengan W = (W1,W2, …,Wn), maka
nilai intensitas kepentingan elemen operasi A1 dibandingkan A2 dapat pula
dinyatakan sebagai perbandingan bobot elemen operasi A1 terhadap A2
yakni W1/W2 yang sama dengan a12, sehingga matriks perbandingan pada
Gambar 2.5 dapat pula dinyatakan sebagai berikut:
A1 A2 … An
A1 w1/w1 w1/w2 … w1/wn
A2 w2/w1 w2/w2 … w2/wn
. . . . .
. . . . .
. . . . .
An wn/w1 wn/w2 … wn/wn
Gambar 2.6 Matriks Perbandingan Preferensi
30
Nilai-nilai wi/wj, dengan i,j = 1, 2, …,n, dijajagi dari partisipan, yaitu
orang-orang yang berkompeten dalam permasalahan yang dianalisis.
Bila matriks ini dikalikan dengan vektor kolom W = (W1, W2, …,
Wn), maka diperoleh hubungan :
AW = nW ……………………………….(1)
Bila matriks A diketahui dan ingin diperoleh nilai W, maka dapat
diselesaikan melalui persamaan berikut:
[ A – nI ] W = 0 ……………………… (2)
dimana I adalah matriks Identitas.
Persamaan (2) ini dapat menghasilkan solusi yang tidak nol bila (jika
dan hanya jika) n merupakan eigenvalue dari A dan W adalah eigenvektor-
nya.
Setelah eigenvalue matriks perbandingan A tersebut diperoleh,
misalnya λ1, λ2, …, λn, dan berdasarkan matriks A yanng mempunyai
keunikan, yaitu aii =1 dengan I = 1, 2, …, n, maka:
n ∑λi = n i =1
Di sini semua eigenvalue bernilai nol, kecuali satu yang tidak nol,
yaitu eigenvalue maksimum. Kemudian jika penilaian yang dilakukan
konsisten, akan diperoleh eigen value maksimum dari A yang bernilai n.
Untuk mendapatkan W, maka dapat dilakukan dengan
mendiatribusikan harga eigen value maksimum pada persamaan.
AW = λmaks W
31
Selanjutnya persamaan (2) dapat diubah menjadi:
[ A – λmaks I ] W = 0 …………………… (3)
Untuk memperoleh harga nol, maka yang perlu diset adalah:
A – λmaks I = 0 ……………………….. (4)
berdasarkan persamaan (4) dapat diperoleh harga λmaks
Dengan memasukan harga λmaks ke persamaan (3) dan ditambah
n
dengan persamaan ∑ Wi2
= 1 maka akan diperoleh bobot masing-masing i =1
elemen operasi (Wi, dengan i = 1, 2, …,n) yang merupakan eigenvektor
yang bersesuaian dengan eigenvalue maksimum.
2.4 Alat Bantu Perancangan Sistem
2.4.1 Activity Diagram
Alat bantu yang kami gunakan untuk menggambarkan sistem yang
berjalan adalah activity diagram. Activity diagram menggambarkan urutan
kegiatan, di mana diagram ini mendukung tingkah laku kondisional dan
paralel (Fowler, 2000, p129). Tingkah laku kondisional (Conditional
behavioral) digambarkan dengan branch dan merge.
• Branch adalah transisi masuk tunggal dan beberapa transisi keluar yang
dijaga.
• Merge memiliki transisi masukan berganda dan keluaran tunggal.
Merge menandakan akhir dari tingkah laku kondisional yang dimulai
oleh branch.
32
Tingkah laku paralel (Parallel behavioral) ditandai oleh fork dan join:
• Fork memiliki satu transisi masuk dan beberapa transisi keluar.
• Join memilki beberapa transisi masuk dan satu transisi keluar. Transisi
keluar diambil hanya ketika semua keadaan pada transisi masuk telah
selesai dilakukan.
Activity diagram mengijinkan kita untuk memilih aturan untuk
melakukan sesuatu. Dengan kata lain, activity diagram hanya menyatakan
aturan urutan yang penting yang harus kita ikuti. Hal ini adalah kunci
perbedaan antara activity diagram dengan flowchart. Umumnya, flowchart
terbatas pada proses-proses sekuensial, sedangkan activity diagram dapat
menangani proses-proses yang paralel.
F in a n c eC u s to m e r S e rv ic eF u lfillm e n t
R e c e iv e O rd e r
S e n d I n v o ic eF ill O rd e r
O v e rn ig h t D e liv e ry
R e g u la r D e liv e ry
R e c e iv eP a ym e n t
C lo se O rd e r
S ta r t
F o r kA c t iv i ty
B r a n c h
M e rg eJ o in
E n d
Gambar 2.7 Contoh Activity Diagram dengan Swimlanes
33
2.4.2 Entity Relationship Diagram (ERD)
Entity Relationship Diagram adalah sebuah teknik pemodelan data
yang membuat gambaran secara grafik dari entity dan membuat relasi antar
entity dalam sebuah sistem informasi. Tiga komponen utama dalam sebuah
entity relationship diagram adalah:
Entity, merupakan sebuah objek, orang atau kejadian yang merupakan
tempat data dikumpulkan. Entity biasanya digambarkan dalam bentuk
bujur sangkar dan diberi nama dalam bentuk kata benda tunggal
(singular noun).
Relationship, merupakan interaksi atau hubungan antar entitas. Sebuah
relasi dapat digambarkan dengan bentuk belah ketupat atau lebih
sederhana dengan garis penghubung antar entity dan boleh diberi label.
Cardinality, merupakan relasi antar entitas dalam suatu jumlah yang
terbatas. Menurut James Martin (1990), dalam cardinality terdapat tiga
jenis relasi utama, yaitu: one to one, one to many dan many to many.
Beberapa simbol dalam cardinality terdapat pada tabel dibawah ini:
Simbol Keterangan
A dihubungkan dengan satu dan hanya satu (one and only one) B.
A dihubungkan dengan nol atau satu (zero or one) B.
A dihubungkan dengan satu atau lebih (one or more) B.
A dihubungkan dengan nol, satu atau lebih (zero, one or more) B.
A dihubungkan dengan lebih dari satu (more than one) B.
Gambar 2.8 Simbol Cardinality (James Martin, 1990, p163)
34
2.4.3 State Transition Diagram (STD)
Alat bantu yang kami gunakan dalam merancang sistem adalah state
transition diagram. Menurut Whitten dan Bentley (1994, p684), state
transition diagram adalah variasi urutan layar dalam aliran program dan
diagram hierarki. Tujuan dari STD adalah untuk menggambarkan urutan
dan variasi layar yang dapat muncul ketika pengguna sistem menggunakan
terminal.